Penambahan Tepung Pare (Momordica Charantia L) Pada Pakan Ruminansia Dan Efeknya Terhadap Kecernaan Dan Produksi Gas Secara In Vitro.

PENAMBAHAN TEPUNG PARE (Momordica charantia L) PADA PAKAN
RUMINANSIA DAN EFEKNYA TERHADAP KECERNAAN DAN
PRODUKSI GAS SECARA In Vitro

GILANG SASTRAWIJAYA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan Tepung
Pare (Momordica charantia L) Pada Pakan Ruminansia dan Efeknya Terhadap
Kecernaan dan Produksi Gas Secara In Vitro adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Gilang Sastrawijaya
NIM D24110020

ABSTRAK
GILANG SASTRAWIJAYA. Penambahan Tepung Pare (Momordica charantia
L) Pada Pakan Ruminansia dan Efeknya Terhadap Kecernaan dan Produksi Gas
Secara In Vitro. Dibimbing oleh ANURAGA JAYANEGARA dan ASEP TATA
PERMANA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efek dari penambahan
tepung pare (Momordica charantia L) pada pakan ternak ruminansia terhadap
kecernaan pakan dan produksi gas fermentasi secara in vitro. Rancangan
percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan (5x3). P1= Kontrol (60:40,
Hijauan:Konsentrat); P2= Kontrol + 2% Tepung Pare; P3= Kontrol + 4% Tepung
Pare; P4= Kontrol + 6% Tepung Pare; P5= Kontrol + 8% Tepung Pare. Peubah
yang diamati adalah produksi gas, kinetika gas, pengukuran NH3, pengkuran
kecernaan bahan kering (KBK) dan kecernaan bahan organik (KBO). Hasil

penelitian menunjukan penambahan tepung pare (Momordica charantia L) pada
pakan ruminansia tidak mampu meningkatkan nilai kecernaan pakan, akan tetapi
memberikan pengaruh terhadap produksi gas in vitro 24 jam. Pada kinetika
produksi gas, produksi gas in vitro pada jam ke-24 sudah menghasilkan rata-rata
lebih dari 65% dari total gas pada 72 jam, diikuti dengan laju produksi gas yang
semakin menurun. Sedangkan pada pengujian konsentrasi amonia (NH3),
penambahan tepung pare (Momordica charantia L) dapat menurunkan nilai
konsentrasi amonia (NH3) yang optimal pada level penambahan 2%, dan
meningkatkan nilai konsentrasi amonia pada 6% penambahan.
Kata kunci: kecernaan, Momordica charantia l, pare, produksi gas

ABSTRACT
GILANG SASTRAWIJAYA. Addition of bitter melon (Momordica charantia L)
flour in ruminant feed and the effect on digestibility and gas production in vitro.
Supervised by ANURAGA JAYANEGARA and ASEP TATA PERMANA.
The purpose of this study was to determine the effect of adding bitter
melon (Momordica charantia L) flour in ruminant feed and the effect on
digestibility and gas production in vitro. The experimental design used in this
study was a randomized complete block design (RCBD) with 5 treatments and 3
replications (5x3). The treatment were: P1 = Control (60:40, Forage:Diet); P2 =

Control + 2% bitter melon flour; P3 = Control + 4% bitter melon flour; P4 =
Control + 6% bitter melon flour; P5 = Control + 8% bitter melon flour. Variables
measured were gas production, gas kinetics, NH3, dry matter digestibility and
organic matter digestibility. The results showed that the bitter melon (Momordica
charantia L) flour did not affect digestibility but affected the 24 hours gas
production. In the gas production kinetics, the gas production in 24 hours
incubation was produced about 65% from total gas at 72 hours, followed with the
decreasing the rate of gas production. While in the ammonia concentration test,
addition of 2% the bitter melon (Momordica charantia L) flour can decrease the
optimum ammonia concentration but addition of 6% the bitter melon (Momordica
charantia L) flour increase it.
Keywords: digestibility, Momordica charantia L, bitter melon, gas production

PENAMBAHAN TEPUNG PARE (Momordica charantia L) PADA PAKAN
RUMINANSIA DAN EFEKNYA TERHADAP KECERNAAN DAN
PRODUKSI GAS SECARA In Vitro

GILANG SASTRAWIJAYA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan limpahan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Penambahan Tepung Pare (Momordica
charantia L) Pada Pakan Ruminansia dan Efeknya Terhadap Kecernaan dan
Produksi Gas Secara In Vitro”.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek dari penambahan tepung pare
(Momordica charantia L) pada pakan ternak ruminansia terhadap kecernaan
pakan dan produksi gas fermentasi secara in vitro. Skripsi ini merupakan salah

satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik,
saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.

Bogor, September 2015
Gilang Sastrawijaya

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
PENDAHULUAN
1
METODE PENELITIAN

2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Materi
2
Prosedur
2
Analisis Pakan Basal
2
Persiapan Tepung Pare (Momordica charantia L)
2
Analisis Fitokimia Kualitatif Tepung Pare (Momordica charantia L) 3
Pengambilan Cairan Rumen
3
Pembuatan Larutan Buffer
3
Teknik Fermentasi In Vitro
3
Pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik
3

Pengukuran Nilai Konsentrasi Amonia (NH3)
4
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
4
Model Rancangan
4
Perlakuan
4
Analisis Data
5
Peubah yang Diamati
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Komposisi Kimia Pakan
5
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK), Koefisien Cerna Bahan Organik
(KCBO), dan Produksi Gas 24 Jam Inkubasi
6
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Organik (KCBO)

6
Produksi Gas in Vitro 24 Jam
7
Kinetika Produksi Gas in Vitro 72 Jam Inkubasi
8
Nilai Konsentrasi Amonia (NH3)
10
SIMPULAN
11
SARAN
11
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
16
UCAPAN TERIMAKASIH
16


DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia pakan yang diujikan
2 Hasil uji fitokimia tepung pare (Momordica charantia L)
3 Rataan koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik
(KCBO)
4 Rataan produksi gas 24 jam inkubasi
5 Rataan produksi gas in vitro total selama 72 jam inkubasi (ml/g BK)
6 Rataan nilai konsentrasi amonia (NH3)

5
6
7
7
9
10

DAFTAR GAMBAR
1 Grafik pola pengaruh penambahan tepung pare (Momordica charantia
L) pada ransum basal ternak ruminansia terhadap produksi gas in vitro
selama 24 jam inkubasi

2 Grafik produksi gas in vitro total selama 72 jam
3 Grafik pola pengaruh penambahan tepung pare (Momordica charantia
L) pada ransum basal ternak ruminansia terhadap konsentrasi amonia
(NH3)

8
9

10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Hasil sidik ragam koefisien cerna bahan kering

Hasil sidik ragam koefisien cerna bahan organik
Hasil sidik ragam produksi gas 24 jam
Hasil uji polinomial ortogonal produksi gas 24 jam
Hasil sidik ragam konsentrasi amonia (NH3)
Hasil uji polinomial ortogonal konsentrasi amonia (NH3)
Dokumentasi alat uji in vitro metode Theodorou (1994)

14
14
14
14
14
15
15

1

PENDAHULUAN
Ternak ruminansia merupakan ternak yang dapat mengkonsumsi pakan
hijauan dengan proses fermentasi pada rumen oleh bantuan mikroorganisme
rumen. Pakan tersebut akan dikonversi menjadi beberapa produk utama
diantaranya: daging, susu, wool, dan kerja. Oleh karena itu untuk menghasilkan
produk utama yang optimal maka dibutuhkan pakan yang berkualitas. Pakan yang
berkualitas merupakan pakan yang mudah dicerna oleh ternak, sehingga nutrisi
yang terkandung di dalam pakan dapat dimanfaatkan oleh ternak. Secara garis
besar penentuan kualitas pakan dapat ditentukan secara fisik, kimia, dan biologis.
Secara biologis metode evaluasi pakan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: in
vitro, in vivo, dan in sacco. Terdapat kekurangan dan kelebihan dari setiap metode
tersebut. Metode pengujian in vitro dan in sacco merupakan metode yang
dilakukan untuk memberikan gambaran kualitas pakan sebelum dilakukan
pengujian in vivo. In vivo yaitu pengujian pakan secara langsung diberikan kepada
ternak. Oleh karena itu, untuk mengurangi resiko kematian ternak, maka pakan
diuji terlebih dahulu dengan menggunakan metode in vitro. Pada metode in vitro
pakan difermentasi dengan disesuaikan seperti di dalam rumen. Metode in vitro
kualitas pakan akan tergambar melalui produksi gas in vitro, dan profil fermentasi.
Upaya peningkatan kualitas pakan dapat dilakukan dengan cara
menambahkan bahan additive pada pakan. Seperti dengan penambahan probiotik
atau dengan menambahkan imbuhan pakan lainnya. Salah satunya imbuhan pakan
yang berasal dari tanaman. Bahan yang berpotensi dapat digunakan sebagai bahan
aditif atau imbuhan pakan asal tanaman yaitu pare (Momordica charantia L). Pare
(Momordica charantia L) memiliki beberapa kandungan senyawa-senyawa aktif
diantaranya
momorcharins,
momordenol,
momordicilin,
momordicin,
momordicinin, momordin, momordolol, charantin, charine, cryptoxanthin,
cucurbitin, cucurbitacin, cucurbitan, cycloartenol, diosgenin, asam elaeostearic,
erythrodiol, asam galacturonic, asam gentisic, glikosida, saponin dan
multiflorenol (Grover et al. 2004). Dan berdasarkan hasil uji fitokimia yang
dilakukan oleh Roopashree et al. (2008) ekstrak pare (Momordica charantia L)
mengandung senyawa alkaloids, karbohidrat, glikosid, saponin, triterpen, tannin,
flavonoid, dan protein. Laporan lain menyatakan bahwa pare (Momordica
charantia L) memiliki kandungan alkaloids, glikosid, aglycone, tanin, sterol, fenol,
dan protein (Tongia et al. 2004). Salah satu senyawa yang berpotensi dapat
digunakan sebagai bahan aditif asal buah pare (Momordica charantia L) yaitu
saponin. Saponin merupakan agen defaunasi yang dapat menghambat
pertumbuhan protozoa (Hess et al. 2003). Diperjelas kembali oleh Yuhana et al.
(2013) saponin membentuk ikatan dengan sterol pada membran sel protozoa,
sehingga menyebabkan membran pecah dan mati. Hal tersebut dapat memberikan
pengaruh terhadap populasi bakteri pendegradasi serat yang akan semakin banyak.
Oleh karena itu berdasarkan dari kandungan senyawa – senyawa aktif yang
terkandung di dalam pare (Momordica charantia L), diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pakan. Akan tetapi pare (Momordica charantia L)
memiliki rasa pahit yang disebabkan oleh adanya sejenis glikosida yang disebut
momordisin atau karantin (Chen et al. 2005). Rasa pahit tersebut bisa dikurangi
dengan dilakukan proses penggilingan atau pengeringan pada pare (Momordica

2

charantia L). Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek dari penambahan tepung
pare (Momordica charantia L) pada pakan ternak ruminansia terhadap kecernaan
pakan dan produksi gas fermentasi secara in vitro.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
pelaksanaan uji in vitro dilakukan di Laboratorium Kimia Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, analisis Proksimat dilakukan di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, analisis fitokimia dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, pada
bulan Maret sampai dengan bulan Juli tahun 2015.
Materi
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital,
pisau, blender, botol vial injection 100ml, crimper tools botol vial, syringe, serta
alat – alat laboatorium pakan. Sedangkan bahan – bahan yang digunakan adalah
pare (Momordica charantia L) segar 2 kg, rumput gajah (RG), konsentrat (KS),
dan cairan rumen.
Prosedur
Analisis Pakan Basal
Pakan basal yang digunakan dalam uji in vitro ini terdiri dari 60% hijauan
dan 40% konsentrat. Hijauan yang digunakan adalah rumput gajah (Pennisetum
purpureum) yang diperoleh dari kebun hijauan pakan Fakultas Peternakan IPB,
sedangkan konsentrat yang digunakan adalah konsentrat buatan yang tersusun atas
campuran 30% dedak halus, 36% jagung, 26% pollard, dan 8% bungkil kedelai
dengan protein kasar (PK) minimal 14% dan TDN minimal 69%. Substrat pakan
basal yang digunakan dilakukan analisis proksimat (BK, Abu, PK, LK, dan SK) di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor.
Persiapan Tepung Pare (Momordica charantia L)
Pare (Momordica charantia L) yang digunakan didapat dari pasar
tradisional yang berada di Bogor dengan umur yang beragam . Pare (Momordica
charantia L) yang digunakan sebanyak 2 kg segar. Pare (Momordica charantia L)
dibersihkan dari biji dan tangkainya, lalu dipotong – potong kecil dan dimasukan
ke dalam oven 60oC selama 48 jam, setelah itu dihaluskan dengan menggunakan
blender. Tepung pare (Momordica charantia L) hasil blender disaring kembali
dengan menggunakan saringan berukuran 2 milimeter.

3

Analisis Fitokimia Tepung Pare (Momordica charantia L)
Sebanyak 100 gram sampel tepung pare (Momordica charantia L) disiapkan
untuk analisis fitokimia. Analisis fitokimia dilakukan berdasarkan Harbone (1987).
Identifikasi yang dilakukan adalah uji alkaloid, tannin, flavonoid, saponin, steroid,
dan triterpenoid. Analisis dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Pengambilan Cairan Rumen
Cairan rumen yang digunakan diambil dari sapi peranakan Frisian Holstein
(PFH) berfistula di kandang Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Ciawi-Bogor pada
pagi hari sebelum sapi diberi pakan. Cairan rumen kemudian disaring
menggunakan 4 lapisan kain kasa, dimasukan ke dalam termos dan dibawa ke
laboratorium. Termos sebelumnya diisi dengan air hangat hingga mencapai suhu
39oC. Air di dalam termos dibuang setelah cairan rumen didapatkan. Pengambilan
cairan rumen dilakukan sebanyak 3 kali.
Pembuatan Larutan Buffer
Pembuatan buffer dilakukan berdasarkan metode Hohenheim Footer Test
(HFT). Bahan-bahan yang digunakan diantaranya Amonium bicarbonate (1.62 g),
Natrium bicarbonat (14.53 g), N2HPO4 (1.56 g), KH2PO4 (2.59 g), MgSO4.7H2O
(0.25 g), Resazurin 400 µl, dan Micromineral 500 µl (dengan komposisi bahan
diantaranya: CaCl.2H2O (6.6 g), MnCl.4H2O (5 g), CoCl.6H2O (0.5 g), dan
FeCl3.6H2O (4 g) yang dicampur dengan air destilasi sebanyak 100 ml). Semua
bahan-bahan tersebut dicampurkan dengan penambahan air destilasi sebanyak
1676 ml. Selanjutnya ditambahkan 124 ml larutan Pereduksi (Cystein HCl (0.77
g), NaOH (4.96 ml), dan Na2S (0.77 g) yang dicampur dengan air destilasi
sebanyak 124 ml), dan 200 ml cairan rumen. Penambahan larutan pereduksi dan
cairan rumen dibuat dan ditambahkan disaat buffer akan digunakan.
Teknik Fermentasi In Vitro
Teknik fermentasi in vitro dilakukan berdasarkan metode Theoudorou et al.
(1994). Sebanyak 0.75 gram substrat perlakuan dimasukan ke dalam botol vial
berukuran 100 ml, kemudian ke dalam botol tersebut dimasukan 75 ml cairan
buffer HFT sebagai media inkubasi yang telah dijenuhkan menggunkan gas CO2
dengan komposisi (dalam 2.000 ml) sebagai berikut: larutan mikromineral 400 µl,
resazurin 500 µl, larutan pereduksi 6%, cairan rumen 10%, dan air destilasi 1.676
ml.
Campuran antara substrat perlakuan dan cairan buffer rumen dimasukan ke
dalam botol kemudian ditutup menggunakan penutup karet dan diperkuat oleh
penutup alumunium, yang selanjutnya diinkubasikan dalam water bath (Lab
master) pada suhu 39-42ºC selama 24 jam untuk pengukuran profil fermentasi dan
72 jam untuk kinetika produksi gas. Selama masa inkubasi, dilakukan pengocokan
botol secara manual setiap setelah pengukuran gas.
Pengkuran Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan
KCBO)
Pengukuran kecernaan bahan kering dilakukan di Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan. Sampel bahan ditimbang dan dioven 105 oC selama 2 jam dan

4

selanjutnya ke dalam tanur suhu 800 oC selama 3 jam, data oven 105 oC
digunakan sebagai data bahan kering kontrol sedangkan data tanur 800 oC
digunakan sebagai data bahan organik kontrol. Pakan yang telah diinkubasi
selama 24 jam disaring dengan menggunakan kertas saring lalu dioven 105 oC
selama 24 jam untuk mengetahui data bahan kering sampel, selanjutnya
dimasukan ke dalam tanur 800 oC selama 4 jam untuk mengetahui data bahan
organik sampel. Pengukuran KBK dilakukan dengan pengurangan bahan kering
sebelum diinkubasi dengan setelah inkubasi, begitupun dengan KBO. Pengukuran
dilakukan dengan rumus :
KBK = BK awal – (BK akhir – BK Blanko) x 100 %
BK awal
KBO = BO awal – (BO akhir – BO Blanko) x 100 %
BO awal
Pengukuran Nilai Konsentrasi Amonia (NH3)
Pengukuran nilai konsentrasi amonia dilakukan dengan menggunakan
metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedure, Departement of
Dairy Science, University of Wisconsin 1969). Cawan Conway diolesi dengan
vaselin pada bagian bibir dan tutupnya. Supernatan sebanyak 1 ml ditempatkan
pada salah satu ruang sekat cawan dan sisi lain dengan Na2CO3 jenuh (tidak boleh
bercampur saat cawan Conway masih dalam kondisi terbuka), larutan asam borat
berindikator merah metil dan hijau bromokresol sebanyak 1 ml ditempatkan
dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway, kemudian cawan
Conway langsung ditutup rapat hingga kedap udara. Setelah itu cawan Conway
digoyang-goyangkan hingga supernatan dan Na2CO3 jenuh tercmpur rata. Setelah
24 jam asam borat berindikator dititrasi dengan larutan H2SO4 0,005N hingga
terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Konsentrasi amonia dihitung
dengan rumus :
N NH3 (mM)=

!" !!!"! ! ! !!!"! ! !"""
!"#$% !"#$%& ! % !" !"#$%&

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Model Rancangan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan (5x3),
setiap ulangan terdiri atas perbedaan waktu pengambilan cairan rumen.
Perlakuan
P1 : 60% Hijauan : 40% Konsentrat (Kontrol)
P2 : Kontrol + 2% Tepung Pare (Momordica charantia L)
P3 : Kontrol + 4% Tepung Pare (Momordica charantia L)
P4 : Kontrol + 6% Tepung Pare (Momordica charantia L)
P5 : Kontrol + 8% Tepung Pare (Momordica charantia L)

5

Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + Ki + Pj + єij
i = 1, 2, 3,…,k dan j = 1, 2, 3,…,p
Keterangan :
Yij : Pengamatan Kelompok ke-i dan Perlakuan ke-j
µ : Rataan Umum
Ki : Pengaruh Kelompok ke-i
Pj : Pengaruh Perlakuan ke-j dan
Єij : Eror Kelompok ke-i dan Perlakuan ke-j
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), bila
terdapat perbedaan nyata pada level P0.05) baik untuk kecernaan
bahan kering dan kecernaan bahan organik.

7

Tabel 3 Rataan koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO)
Perlakuan
P1 (Kontrol)
P2 (Kontrol + 2% T. Pare)
P3 (Kontrol + 4% T. Pare)
P4 (Kontrol + 6% T. Pare)
P5 (Kontrol + 8% T. Pare)

Peubah
%KCBK
50.24 ± 8.38
51.58 ± 9.24
49.21 ± 4.74
52.14 ± 2.64
47.30 ± 7.11

%KCBO
52.22 ± 4.64
54.35 ± 6.48
51.63 ± 0.68
55.84 ± 1.74
52.82 ± 0.28

Keterangan: T. Pare= tepung pare; perlakuan ± standar deviasi dari 3 ulangan; hasil sidik
ragam menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.05)

Hal ini menunjukan kecernaan pakan dengan penambahan tepung pare
(Momordica charantia L) sama dengan ransum kontrol, yang berarti bahwa
kandungan senyawa aktif dalam tepung pare (Momordica charantia L) tidak
mampu menstimulasi pertumbuhan mikroba rumen khususnya bakteri
pendegradasi serat, sehingga populasinya tetap stabil. Penambahan tepung pare
pada ransum masih dapat diberikan sampai dengan 8 %, hal ini sesuai dengan
yang dilaporkan Dewi (2008) bahwa penambahan tepung pare (Momordica
charantia L) sampai dengan 10% tidak akan berpengaruh terhadap performa
inang. Dalam Tabel 3 terlihat bahwa kecernaan pakan yang ditambahkan oleh
tepung pare dan diinkubasi selama 24 jam berkisar diantara 47%-52% dan
kecernaan bahan organik diantara 51%-54%, nilai tersebut masih dalam kisaran
yang normal (Sutardi 1979). Sesuai dengan yang dilaporkan Muhtarudin dan
Liman (2006), bahwa nilai kecernaan bahan kering akan sejalan dengan nilai
kecernaan bahan organik. Hal ini terlihat pada Tabel 3 jika nilai kecernaan bahan
kering naik maka nilai kecernaan bahan organik akan naik, dan sebaliknya.
Kecernaan juga dapat dipengaruhi oleh komponen dalam pakan. Seperti
yang diungkapkan oleh De Boever et al. (2005) bahwa komponen struktural
bahan pakan asal tanaman seperti selulosa, lignin, dinding sel, NDF dan ADF
akan mengurangi nilai kecernaan nutrien ransum, sedangkan karbohidrat mudah
larut (pati) dan protein kasar dapat meningkatkan kecernaan nutrien tersebut.
Produksi Gas In Vitro 24 Jam
Produksi gas merupakan hasil fermentasi yang terjadi di dalam rumen. Hal
ini menunjukan aktivitas mikrobia di dalam rumen serta menggambarkan
banyaknya bahan organik yang dicerna (Indrayanto 2013). Produksi gas in vitro
untuk 24 jam inkubasi tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan produksi gas 24 jam inkubasi
Perlakuan
Total Produksi Gas (ml g-1 BK)
P1 (Kontrol)
109 ± 5.19
P2 (Kontrol + 2% T. Pare)
111 ± 1.12
P3 (Kontrol + 4% T. Pare)
116 ± 0.64
P4 (Kontrol + 6% T. Pare)
118 ± 0.27
P5 (Kontrol + 8% T. Pare)
123 ± 2.95
Keterangan: T. Pare= tepung pare; perlakuan ± standar deviasi dari 3 ulangan; Hasil sidik ragam
menunjukan berbeda nyata Linier (P