Penambahan Daun Sembung (Blumea Balsamifera) Dan Jawer Kotok (Coleus Scutellaroides [L.] Benth.) Sebagai Aditif Alami Terhadap Profil Fermentasi Rumen Dan Produksi Gas Secara In Vitro

PENAMBAHAN DAUN SEMBUNG (Blumea balsamifera) DAN
JAWER KOTOK (Coleus scutellaroides [L.] Benth.) SEBAGAI
ADITIF ALAMI TERHADAP PROFIL FERMENTASI
RUMEN DAN PRODUKSI GAS SECARA IN VITRO

RIFKI PUTRA ADIMULIA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemberian Daun
Sembung (Blumea balsamifera) dan Jawer Kotok (Coleus scutellaroides [L.]
Benth.) sebagai Aditif Alami terhadap Profil Fermentasi dan Produksi Gas secara
In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Rifki Putra Adimulia
NIM D24110025

ABSTRAK
RIFKI PUTRA ADIMULIA. Penambahan Daun Sembung (Blumea balsamifera)
dan Jawer Kotok (Coleus scutellaroides [L.] Benth.) sebagai Aditif Alami terhadap
Profil Fermentasi Rumen dan Produksi Gas secara In Vitro. Dibimbing oleh
ANURAGA JAYANEGARA dan HERI AHMAD SUKRIA.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penambahan daun sembung
(Blumea balsamifera) dan jawer kotok (Coleus scutellaroides [L.] Benth.) terhadap
produksi gas dan profil fermentasi rumen secara in vitro. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan.
Perlakuan penelitian yaitu R1 (60% hijauan : 40% konsentrat), R2 (R1 + 2.5% daun

sembung (Blumea balsamifera), R3 (R1 + 5% daun sembung (Blumea
balsamifera), R4 (R1 + 2.5% jawer kotok (Coleus scutellaroides [L.] Benth.), R5
(R1 + 5% jawer kotok (Coleus scutellaroides [L.] Benth.). Peubah yang diamati
yaitu komposisi kimia pakan, kandungan fitokimia bahan, total produksi dan
kinetika produksi gas, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, dan
konsentrasi amonia. Data diuji menggunakan analysis of variance (ANOVA). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan daun sembung dan daun jawer kotok
sebagai bahan aditif pada pakan ternak ruminansia dengan taraf 2.5% dan 5% tidak
memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap total produksi gas, kinetika
produksi gas, kecernaan pakan, dan konsentrasi ammonia.
Kata kunci : aditif, Blumea balsamifera, Coleus scutellaroides [L.] Benth., fermentasi
rumen, produksi gas

ABSTRACT
RIFKI PUTRA ADIMULIA. Addition of Sembung (Blumea balsamifera) and
Jawer Kotok Leaves (Coleus atropurpureus Benth.) as Herbal Adittive Material on
In Vitro Rumen Fermentation Profile and Gas Production. Supervised by
ANURAGA JAYANEGARA and HERI AHMAD SUKRIA.
This study was aimed to determine the effect of addition sembung and jawer
kotok leaves as materials to gas production and rumen fermentation profile,

performed in in vitro. This study used randomized block design with 5 treatments
and 4 replications. Five treatments that used in this study were, R1 (60% forage +
40% concentrate), R2 (R1 + 2.5% sembung leaves), R3 (R1 + 5% sembung leaves),
R4 (R1 + 2.5% jawer kotok leaves), R5 (R1 + 5% jawer kotok). Parameters
measured in this study were the feed chemical composition, materials
phytochemical contents, total of gas production and kinetics, dry matter
digestibility, organic matter digestibility,and ammonia concentration. Data were
tested using analysis of variance (ANOVA).The results showed that the addition of
sembung leaves and and jawer kotok leaves as an additives material in ruminant
feeds at level 2.5% and 5% did not affect significantly (P>0.05) total gas
production, gas production kinetics, feed digestion, and concentration of ammonia.
Keywords : additives, Blumea balsamifera, Coleus scutellaroides [L.] Benth., gas
production, rumen fermentation

PENAMBAHAN DAUN SEMBUNG (Blumea balsamifera) DAN
JAWER KOTOK (Coleus scutellaroides [L.] Benth.) SEBAGAI
ADITIF ALAMI TERHADAP PROFIL FERMENTASI
RUMEN DAN PRODUKSI GAS SECARA IN VITRO

RIFKI PUTRA ADIMULIA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan limpahan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Pemberian Daun Sembung (Blumea balsamifera) dan Jawer
Kotok (Coleus scutellaroides [L.] Benth.) sebagai Aditif Alami terhadap Profil
Fermentasi dan Produksi Gas secara In Vitro”. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Daun sembung (Blumea balsamifera) merupakan salah satu bahan alami yang
banyak digunakan sebagai tanaman herbal untuk pengobatan yang populer di
negara Thailand dan Cina. Jawer Kotok (Coleus scutellaroides [L.] Benth.)
merupakan tanaman obat herbal yang berasal dari Asia Tenggara yang ditemukan
tumbuh liar pada tempat-tempat yang lembab dan terbuka pada ketinggian 1-1.300
m diatas permukaan laut. Bagian daunnya mengandung minyak atsiri, saponin,
flavonoid, dan polivenol sehingga dapat digunakan sebagai obat antibakteri.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran
yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
bagi pembaca secara umumnya.

Bogor, September 2015

Rifki Putra Adimulia
NIM D24110025

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
METODE
Materi
Alat
Bahan
Lokasi dan Waktu Penelitian
Prosedur
Analisis Pakan Basal
Persiapan Tepung Daun Sembung dan Jawer Kotok
Analisis Fitokimia Kualitiatif Daun Sembung dan Jawer Kotok
Pembuatan Larutan Buffer
Pelaksanaan Uji In Vitro
Total Produksi dan Kinetka Produksi Gas
Kecernan Bahan Kering (KBK) dan Bahan Organik (KBO)
Konsentrasi Amonia (NH3)
Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Rancangan Percobaan
Analisis Data
Peubah yang Diamati

HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia Pakan
Total Produksi dan Kinetika Produksi Gas
Kecernaan Bahan Kering (KBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KBO)
Konsentrasi Amonia (NH3)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

xi
xi
1
2
2
2
2

2
2
2
3
3
3
4
4
4
5
5
5
5
6
6
6
6
8
10
10

11
11
11
12
14
15
15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Komposisi bahan pakan konsentrat
Komposisi nutrien pakan dalam %BK (Bahan Kering)
Kandungan fitokimia kualitatif daun sembung dan daun jawer kotok

Rataan total produksi gas (ml g-1) inkubasi 24 jam
Kinetika Produksi gas (ml g-1) inkubasi 72 jam
Rataan nilai KBK (%) dan KBO (%)
Rataan konsentrasi ammonia (NH3)

2
6
7
8
9
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan organik
Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total produksi gas
Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsentasi amonia

14
14
14
14

1

PENDAHULUAN
Ruminansia merupakan ternak yang mampu memanfaatkan pakan dengan
kandungan serat tinggi sebagai sumber pakan. Hal tersebut dikarenakan ternak
ruminansia memiliki sistem pencernaan yang dapat melakukan fermentasi dengan
bantuan mikroorganisme. Namun, pakan yang diberikan untuk ternak ruminansia
juga harus memenuhi kebutuhan nutrisinya sehingga mampu menghasilkan produk
peternakan seperti daging dan susu yang berkualitas baik dengan cara pemberian
pakan berkualitas baik pula. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
menentukan kualitas bahan pakan, antara lain secara fisik, kimia, dan biologis.
Evaluasi pakan secara biologis pada ternak ruminansia dapat dilakukan dengan
metode in vivo, in sacco, dan in vitro. Metode in vitro merupakan metode yang
paling mudah dilakukan untuk mengevaluasi kualitas pakan dibandingkan metode
in vivo dan in sacco karena tidak membutuhkan ternak hidup dalam pengujiannya.
Namun metode in vitro memiliki beberapa kelemahan, salah satunya adalah tidak
terdapatnya proses pencernaan pasca rumen karena hanya merepresentasikan
proses fermentasi pada rumen saja.
Peningkatan kualitas pakan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,
salah satunya adalah pemberian bahan pakan aditif. Bahan aditif merupakan bahan
tambahan pakan yang tidak mempengaruhi nilai nutrisi pada ransum. Penggunaan
bahan pakan aditif alami dewasa ini semakin populer sebagai pengganti bahan
pakan yang bersifat kimiawi seperti antibiotik. Beberapa bahan aditif pakan yang
dapat digunakan sebagai aditif alami adalah daun sembung (Blumea balsamifera)
dan jawer kotok (Coleus scutellaroides [L.] Benth.).
Daun sembung (Blumea balsamifera) merupakan salah satu bahan alami
yang banyak digunakan sebagai tanaman herbal untuk pengobatan yang populer di
negara Thailand dan Cina. Beberapa penelitan menyatakan bahwa tanaman ini
memiliki efek antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba-mikroba
yang bersifat patogen (Uthai et al. 2011). Daun sembung memiliki kandungan zat
aktif yaitu minyak atsiri 0.5% (sineol, borneol, landerol, dan kamper), flavanol,
tanin, saponin, damar dan xantoxilin (Mursito 2002). Kadar tanin dalam daun
sembung sebesar 0.1%-0.5% (Susiarti 2000). Tanin secara umum merupakan
senyawa polifenol yang alami, bersifat dapat berikatan dengan protein atau polimer
lainnya seperti selulosa, hemiselulosa dan pektin untuk membentuk suatu senyawa
komplek yang stabil (Tangendjaja et al. 1992). Tanin dalam konsentrasi rendah
mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Saponin merupakan senyawa
aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada
konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Widowati
et al. (2007) menyatakan saponin adalah senyawa surfaktan serta bersifat
imunostimulator dan antikarsinogenik.
Jawer Kotok (Coleus scutellaroides [L.] Benth.) merupakan tanaman obat
herbal yang berasal dari Asia Tenggara yang ditemukan tumbuh liar pada tempattempat yang lembab dan terbuka pada ketinggian 1-1.300 m diatas permukaan laut.
Bagian yang dianggap berkhasiat obat pada tanaman ini adalah bagian daun yang
berwarna merah kecoklatan (Dalimartha 2000). Bagian daunnya mengandung
minyak atsiri, saponin, flavonoid, dan polivenol sehingga dapat digunakan sebagai
obat antibakteri. Zat-zat yang terkandung di dalam minyak atsiri antara lain adalah

2

karvakrol, eugenol, dan etil salisilat. Tanaman ini bermanfaat sebagai obat
antibakteri atau antiradang, diare, obat bisul, obat wasir, maupun sebagai penambah
nafsu makan (Syamsuhidayat 1991). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
penambahan daun sembung (Blumea balsamifera) dan jawer kotok (Coleus
scutellaroides [L.] Benth.) terhadap produksi gas dan profil fermentasi rumen
secara in vitro.

METODE
Materi
Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian antara lain timbangan digital,
blender, botol vial injection, syringe 60 ml, dan waterbath.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian antara lain substrat yang berupa
rumput gajah (Pennisetum purpureum), konsentrat basal sapi perah, daun sembung
(Blumea balsamifera), jawer kotok (Coleus scutellaroides [L.] Benth.), dan cairan
rumen.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2015 sampai dengan Juni 2015.
Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Uji Biofarmaka - Pusat
Studi Biofarmaka.
Prosedur
Analisis Pakan Basal
Substrat pakan yang digunakan terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan
proporsi 60 : 40. Hijauan yang digunakan adalah rumput gajah (Pennisetum
purpureum) yang diperoleh dari farm hijauan pakan Fakultas Peternakan IPB,
sedangkan konsentrat yang digunakan adalah konsentrat yg diformulasi sesuai
dengan kebutuhan basal sapi perah. Pakan basal yang digunakan dianalisis
proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor.
Tabel 1 Komposisi bahan pakan konsentrat
Bahan Pakan
Penggunaan (%)
Jagung
36
Dedak Halus
30
Pollard
26
Bungkil Kedelai
8

3

Persiapan Tepung Daun Sembung dan Jawer Kotok
Daun sembung (Blumea balsamifera) dan jawer kotok (Coleus
scutellaroides [L.] Benth.) yang digunakan diambil dari perkebunan yang berada di
Kecamatan Ciampea, Bogor. Tanaman sembung dan jawer kotok yang telah
diambil, dipisahkan antara daun dan tangkainya. Daun yang telah dipisahkan
kemudian dikeringkan dengan oven 60o C dan dihaluskan menggunakan blender.
Sampel yang telah dihaluskan disaring kembali menggunakan saringan berukuran
2 milimeter.
Analisis Fitokimia Kualitatif Daun Sembung dan Jawer Kotok
Daun sembung (Blumea balsamifera) dan jawer kotok (Coleus
scutellaroides [L.] Benth.) yang sudah dikeringkan dan digiling hingga berbentuk
serbuk dilakukan analisis fitokimia kualitatif. Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui keberadaan zat-zat alkaloid, flavonoid, steroid, phenol hydro,
triterpenoid, tanin, dan saponin secara kualitatif. Analisis dilakukan di . Analisis
fitokimia dilakukan berdasarkan Harborne (1987). Uji alkaloid dilakukan dengan
penambahan 1.5 ml kloroform dan 3 tetes ammonia untuk kemudian dipisahkan
dan diasamkan dengan 5 tetes H2SO4 2M. Larutan dipisahkan menjadi 3 tabung lalu
masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner.
Terdapatnya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan merah pada pereaksi
Dragendorf, endapan putih pada pereaksi Mayer, dan endapan coklat pada pereaksi
Wagner. Uji flavonoid dilakukan dengan penambahan methanol pada masingmasing sampel lalu dipanaskan. Filtrat tersebut kemudian ditambahkan 5 tetes
H2SO4. Senyawa flavonoid ditandai denag terbentuknya warna merah karena
penambahan H2SO4. Uji saponin dilakukan dengan penambahan sampel dengan air
kemudian dipanaskan. Filtrat lalu didiginkan dan dilakukan pengocokan selama 10
menit. Timbulnya busa menandakan adanya kandungan saponin di bahan. Uji tanin
dilakukan dengan penambahan air pada sampel untuk kemudian dididihkan. Filtrate
lalu disaring dan ditambahkan 3 tetes FeCl3. Keberadaan tanin ditandai dengan
warna biru tua. Uji triterpenoid dan steroid dilakukan dengan penambahan etanol
pada sampel untuk kemudian dipanaskan dan disaring. Filtrat lalu diuapkan dan
ditambahkan eter. Lapisan eter ditambahkan dengan pereaksi Liebermen Burchard
(3 tetes asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu yang
terbentuk menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya
steroid.
Pembuatan Larutan Buffer
Pembuatan buffer yang digunakan dilakukan berdasarkan metode HFT
(Hohenheimer Futterwert Test). Bahan-bahan penyusunnya antara lain Amonium
bicarbonate (1.62 g), Natrium bicarbonate (14.53 g), N2HPO4 (1.56 g), PH2PO4
(2.59 g), MgSO4.7H2O (0.25 g), Resazurin 400 l, dan Micromineral 500 l
(CaCl.2H2O (6.6 g), MnCl.4H2O (5 g), CoCl.6H2O (0.5 g), dan FeCl3.6H2O (4 g)
yang dicampur dengan dH2O sebanyak 100 ml). Semua bahan-bahan tersebut
dicampurkan dengan penambahan dH2O sebanyak 1676 ml. Selanjutnya
ditambahkan 124 ml larutan Pereduksi (Cystein HCl (0.77 g), NaOH (4.96 ml), dan
Na2S (0.77 g) yang dicampur dengan dH2O sebanyak 124 ml), dan 200 ml cairan
rumen. Penambahan larutan perduksi dilakukan bersamaan dengan cairan rumen.

4

Pelaksanaan Uji In Vitro
Teknik fermentasi in vitro dilakukan berdasarkan metode Theoudorou dan
Brooks (1990). Sebanyak 75 mg substrat perlakuan dimasukan kedalam botol vial
injection berukuran 100 ml, kemudian botol tersebut di masukan 75 ml cairan buffer
rumen sebagai media inkubasi yang telah dijenuhkan menggunkan gas CO2 dengan
komposisi (dalam 1000 ml) sebagai berikut: larutan buffer bicarbonat: 241 ml,
larutan makromineral: 121 ml, larutan mikromineral: 0.061 ml, resazurin: 0.61 ml,
air terdestilasi: 362 ml, larutan pereduksi: 23 ml dan cairan rumen: 253 ml. Cairan
rumen yang digunakan diambil dari sapi peranakan Frisian Holstein (PFH)
berfistula di kandang Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Ciawi, Bogor pada pagi
hari sebelum sapi diberi pakan. Cairan rumen kemudian disaring menggunakan
kain penyaring dan dimasukan kedalam termos untuk dibawa ke laboratorium.
Campuran antara substrat perlakuan dan cairan buffer rumen dalam botol
kemudian ditutup penutup karet dan ditekan dengan penutup alumunium
menggunakan alat penekan, yang selanjutnya di inkubasikan dalam water bath pada
suhu 39-41ºC. Waktu inkubasi dibedakan menjadi 2 yaitu inkubasi 24 jam untuk
pengukuran parameter total produksi gas, kecernaan, konsentrasi VFA parsial, dan
konsentrasi ammonia (NH3) serta inkubasi 72 jam untuk pengukuran parameter
kinetika produksi gas. Selama masa inkubasi, dilakukan pengocokan botol secara
manual setiap satu jam sekali pada 4 jam pertama, dan setiap waktu pengukuran gas
pada jam berikutnya.
Total Produksi dan Kinetika Produksi Gas
Total produksi gas diukur pada jam ke 2, 4, 8, 12, dan 24 setelah inkubasi.
Sedangkan kinetika produksi gas diukur pada jam ke 2, 4, 8, 12, 24, 36, 48, 60, dan
72 setelah inkubasi. Total dan kinetika gas diukur menggunakan syringe plastik
dengan volume 60 ml (Terumo). Bagian ujung dari syringe ditusukan melalui
penutup karet dalam botol menuju ke bagian ruang dari botol tersebut tanpa
mengenai cairan di dalamnya, secara otomatis gas total yang dihasilkan di dalam
mendorong bagian dalam syringe keatas. Setelah gas total sudah mendorong bagian
dalam syringe secara sempurna, bagian ujung dari syringe dicabut dari botol. Total
volume gas (ml) dapat diketahui melalui pembacaan manual pada skala yang
terdapat pada syringe.
Kecernaan Bahan Kering (KBK) dan Bahan Organik (KBO)
Setelah 24 jam inkubasi, isi sampel setiap perlakuan dalam botol disaring
menggunakan kertas saring (Whatman no. 41) yang diletakan diatas cawan
penyaring pada bagian ujung erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut terhubung dengan
saluran alat vakum. Setelah tersaring maka didapatkan dua fraksi yaitu padatan
(residu) dan cairan (supernatan). Supernatan yang didapat kemudian akan
digunakan untuk pengukuran parameter ammonia (NH3). Residu dalam kertas
saring di keringkan pada oven bersuhu 105oC selama 24 jam hingga diperoleh
bahan kering (BK). Sampel kemudian dimasukkan kedalam eksikator selama 15
menit dan ditimbang. Selisih yang didapat antara BK sampel awal sebelum inkubasi
dan BK sampel residu digunakan untuk penetapan KBK.
Selanjutnya bahan kering (BK) residu yang telah diketahui beratnya
dimasukkan kedalam tanur dengan suhu sekitar 800 ᵒC selama 2 jam hingga bahan
organik dalam residu hilang dan hanya tersisa kadar abu. Abu tersebut kemudian

5

dimasukkan kedalam eksikator selama kurang lebih 15 menit dan ditimbang.
Selisih antara BK residu dengan abu residu adalah bahan organik (BO) residu.
Kecernaan bahan organik (KBO) diperoleh dari selisih antara bahan organik sampel
sebelum inkubasi dengan bahan organik residu, proporsional dengan bahan organik
sampel awal sebelum inkubasi. Pengukuran KBK dan KBO diukur dengan rumus :
KBK = BK awal – (BK akhir – BK Blanko) x 100 %
BK awal
KBO = BO awal – (BO akhir – BO Blanko) x 100 %
BO awal
Konsentrasi Amonia (NH3)
Konsentrasi amonia (NH3) diukur menggunakan teknik mikro difusi Conway.
Cawan conway yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas dan bagian bawah.
Bagian bawah yang digunakan sebagai tempat larutan dibagi menjadi bagian tengah
dan bagian tepi, pada bagian tepi dibatasi oleh satu sekat. Sebanyak 1 ml asam borat
diteteskan pada bagian tengah cawan, sebanyak 1 ml larutan Na2CO3 jenuh
diteteskan pada bagian tepi tepatnya disebelah kiri sekat, dan disebelah kanan sekat
diteteskan sebanyak 1 ml supernatan, kemudian cawan ditutup dengan rapat. Cawan
digoyangkan secara perlahan untuk mencampurkan larutan Na2CO3 jenuh dan
sampel supernatan hingga homogen. Kemudian diinkubasikan selama 24 jam
hingga warna pada bagian tengah cawan berubah dari merah jambu menjadi biru.
Setelah 24 jam inkubasi tutup cawan dibuka, dan dilakukan titrasi dengan HCl
dengan normalitas 0.02 N hingga warna berubah menjadi merah muda
menggunakan magnetic stirrer. Rumus perhitungan konsentrasi ammonia adalah :
N NH3 (mM)=

H S 4X

Be a

H S 4x

a pe x % B

a pe

Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dengan 3 ulangan, berupa :
R1 : 60% Hijauan : 40% Konsentrat (Kontrol)
R2 : Kontrol + 2.5% Daun Sembung (Blumea balsamifera)
R3 : Kontrol + 5% Daun Sembung (Blumea balsamifera)
R4 : Kontrol + 2.5% Jawer Kotok (Coleus scutellaroides [L.] Benth.)
R5 : Kontrol + 5% Jawer Kotok (Coleus scutellaroides [L.] Benth.)
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) (1x5). Model matematika dari rancangan ini adalah:
Yij = µ + Ki + Pj + єij
i = 1, 2, 3,…,k dan j = 1, 2, 3,…,p

6

Keterangan :
Yij : Pengamatan Kelompok ke-i dan Perlakuan ke-j
µ : Rataan Umum
Ki : Pengaruh Kelompok ke-i
Pj : Pengaruh Perlakuan ke-j dan
Єij : Galat Kelompok ke-i dan Perlakuan ke-j
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA), bila
terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Kontras Ortogonal.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini, yaitu :
1. Komposisi kimia Pakan (%)
2. Kandungan fitokimia bahan (Kualitatif)
3. Total dan kinetika produksi gas (ml g-1)
4. Kecernaan bahan kering (%)
5. Kecernaan bahan organik (%)
6. Konsentrasi amonia (mM)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Kimia Pakan
Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah campuran antara rumput
gajah (Pennisetum purpureum) dan konsentrat dengan rasio 60 : 40. Hasil analisis
komposisi nutrien (proksimat) ransum disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2 Komposisi nutrien pakan dalam %BK (Bahan Kering)
Bahan Pakan (%)
Nutrien
Rumput Konsentrat
RG :
Daun
Daun Jawer
Gajah
Konsentrat Sembung
Kotok
91.8
90.3012
89.8586
BK
94.39
87.92
83.83
88.4165
88.1495
BO
85.24
81.71
7.97
1.88
1.71
Abu
9.15
6.21
Protein Kasar
10.63
14.22
12.07
td*
td*
Lemak Kasar
2.48
3.46
2.87
td*
td*
Serat Kasar
36.21
9.76
25.63
td*
td*
BETN
35.92
54.27
43.26
td*
td*
TDN**
52.12
66.53
61.69
td*
td*
Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
(2015), *td = tidak diujikan, ** TDN (Total Digestible Nutrient) SK>18% dan PK0.05). Produksi gas yang dihasilkan
menggambarkan terjadinya proses fermentasi pakan oleh mikroba rumen.
Getachew et al. (1998) menyatakan bahwa sebagian gas yang diproduksi pada saat
fermentasi oleh mikroba rumen merupakan hasil metabolisme mikroba pada
substrat pakan yang diberikan, sedangkan sebagian lainnya berasal dari proses
buffering larutan Buffer HFT terhadap VFA yang dihasilkan.
Tabel 4 Rataan total produksi gas (ml g-1) inkubasi 24 jam
Perlakuan
Total Produksi Gas ml g-1 BK
R1
115.17 ± 6.36
R2
114.52 ± 5.06
R3
113.98 ± 8.16
R4
117.42 ± 3.67
R5
115.35 ± 6.44
R1 = kontrol; R2 = kontrol + 2.5% daun sembung; R3 = kontrol + 5% daun sembung; R4 = kontrol
+ 2.5% jawer kotok; R5 = kontrol + 5% jawer kotok

Total produksi gas pada perlakuan penambahan daun sembung (R2 dan R3)
dan jawer kotok (R4 dan R5) yang disajikan pada Tabel 4 menunjukan tidak
terjadinya perbedaan yang nyata pada produksi gas total walaupun terlihat sedikit
penurunan. Hal ini tidak sesuai menurut penelitian Jayanegara et al. (2009) yang
menyatakan bahwa perlakuan penambahan tanin akan menurunkan produksi gas
total. Pernyataan tersebut didukung oleh Susriati (2000) yang melaporkan
kandungan tanin yang terdapat di dalam daun sembung sebesar 0.1%-0.5%. Sugoro
et al. (2004) melaporkan bahwa tanin merupakan senyawa aktif yang memiliki
kemampuan untuk berikatan dengan senyawa lain terutama protein dengan cara
menginaktifasi enzim, menurunkan transport nutrisi, dan berikatan dengan dinding
sel sehingga mengakibatkan aktivitas mikroorganisme dalam cairan rumen akan
terhambat dan menurunkan produksi gas total. Getachew et al. (2008) juga
menyatakan penambahan tanin dalam bentuk tannic acid dan gallic acid dapat
menurunkan produksi gas total secara in vitro. Dengan demikian terdapatnya
kandungan tanin pada suatu bahan pakan dapat menurunkan produksi gas total
dalam sistem fermentasi. Perbedaan hasil gas total yang diperoleh pada penelitian
ini dapat disebabkan karena penambahan daun sembung dan jawer kotok pada taraf

9

perlakuan R2 dan R4 (2,5%) serta R3 dan R5 (5%) belum mampu memberikan
pengaruh nyata.
Tabel 5 Kinetika produksi gas (ml g-1) inkubasi 72 jam
Jam
0
2
4
8
12
24
36
48
60
72

R1
0
20.71 ± 3.96
34.12 ± 4.89
55.46 ± 7.37
78.87 ± 7.33
115.17 ± 6.36
142.92 ± 5.71
159.67 ± 2.42
170.83 ± 4.63
178.67 ± 7.19

R2
0
20.25 ± 3.52
33.71 ± 4.18
54.98 ± 6.32
78.16 ± 5.68
114.52 ± 5.06
141.44 ± 4.07
158.27 ± 1.11
168.44 ± 3.77
175.43 ± 6.11

R3
0
20.13 ± 3.16
33.24 ± 3.95
54.45 ± 6.76
77.44 ± 7.35
113.98 ± 8.16
140.98 ± 7.83
156.71 ± 4.61
166.80 ± 1.26
173.94 ± 1.44

R4
0
20.94 ± 2.97
34.45 ± 3.64
56.25 ± 6.51
80.28 ± 4.95
117.42 ± 3.67
146.29 ± 3.28
165.17 ± 8.82
176.47 ± 13.60
184.28 ±17.83

R5
0
20.73 ± 2.92
34.08 ± 4.10
55.85 ± 6.44
79.21 ± 5.61
115.35 ± 6.44
143 ± 5.34
161.11 ± 0.21
170.09 ± 2.24
176.53 ± 4.30

R1 = kontrol; R2 = kontrol + 2.5% daun sembung; R3 = kontrol + 5% daun sembung; R4 = kontrol
+ 2.5% jawer kotok; R5 = kontrol + 5% jawer kotok

Tabel 5 dan Gambar 1 menunjukkan laju produksi gas dibandingkan dengan
koefisien waktu. Evaluasi kinetika produksi gas dilakukan dengan inkubasi selama
72 jam untuk melihat laju produksi gas secara akurat (Tiemann et al. 2008). Hasil
yang didapatkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1, laju produksi gas
pada semua perlakuan berkorelasi negatif dengan semakin bertambahnya waktu
inkubasi. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu inkubasi, maka substrat yang
difermentasi akan semaikin bekurang jumlahnya (Jayanegara et al. 2009).

Produksi Gas (ml)

Kinetika Produksi Gas (ml jam-1)
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0

10

20

30

40

50

60

Waktu (Jam)
1 R1

2 R2

3 R3

4 R4

5 R5

Gambar 1. Kinetika produksi gas inkubasi 72 jam

70

80

10

Kecernaan Bahan Kering (KBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KBO)
Kecernaan bahan kering dan bahan organik merupakan indikator nilai
tercernanya nutrien di dalam ransum pada ruminansia. McDonald et al. (2010)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai KBK dalam ransum
antara lain proporsi bahan pakan, komposisi kimia, bentuk fisik ransum, tingkat
pemberian pakan, dan kondisi internal ternak. Kecernaan bahan organik
menunjukkan tingkat ketersediaan nutrien pada ransum yang dapat dimanfaatkan
oleh ternak ruminansia. Nilai kecernaan nutrien pada suatu bahan pakan merupakan
salah satu indikator dalam menentukan kualitas bahan pakan tersebut (Tillman et
al. 1998). Nilai (%) KBK dan KBO masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel
6.
Tabel 6 Rataan nilai KBK (%) dan KBO (%)
Perlakuan
%KBK
%KBO
R1
53.57 ± 1.78
54.36 ± 1.35
R2
52.75 ± 0.48
52.54 ± 2.05
R3
51.97 ± 4.72
53.51 ± 4.81
R4
52.24 ± 3.08
53.63 ± 2.15
R5
52.81 ± 2.89
55.26 ± 2.21
R1 = kontrol; R2 = kontrol + 2.5% daun sembung; R3 = kontrol + 5% daun sembung; R4 = kontrol
+ 2.5% jawer kotok; R5 = kontrol + 5% jawer kotok

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian daun sembung dan
jawer kotok sebagai bahan aditif pada ransum dengan taraf sesuai perlakuan pada
Tabel 6 tidak memberikan pengaruh peningkatan KBK dan KBO secara nyata
(P>0.05). Hasil yang didapat berkorelasi postif dengan hasil dari total produksi gas
yang tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini sesuai menurut pendapat Ella et al.
(1997) yang menyatakan semakin tinggi produksi gas total menunjukkan semakin
tinggi aktivitas mikroorganisme di dalam rumen, sehingga menggambarkan
tingginya proses fermentasi yang terjadi dan bahan organik yang tercerna. Pada
beberapa penelitian perlakuan penambahan bahan-bahan mengandung tanin dan
saponin memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kontrol. Namun menurut
Wahyuni (2014) perlakuan penambahan suplementasi saponin 1.2%, kombinasi
tanin 0.5% dengan saponin 0.9%, dan tanin 2% tidak memberikan perbedaan nyata
terhadap perlakuan kontrol. Pendapat lain dinyatakan oleh Jayanegara et al. (2009)
bahwa penambahan tanin murni dari berbagai sumber tanaman pada uji in vitro
dengan dosis 0.5 mg ml-1 cairan rumen berpengaruh nyata pada penurunan keernaan
bahan organik. Dengan demikian penggunaan daun sembung dan daun jawer kotok
pada dosis sesuai perlakuan masih pada taraf aman sehingga tidak menurunkan
koefisien cerna.

Konsentrasi Amonia (NH3)
Produksi ammonia pada ruminansia berasal dari aktivitas mikroorganisme
rumen yang menghasilkan enzim proteolitik yang mendegradasi protein ransum.
Protein yang masuk ke dalam rumen sebagian akan didegradasi menjadi ammonia.

11

Konsentrasi ammonia pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 7. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan daun sembung dan jawer kotok
sebagai bahan aditif ransum dengan taraf sesuai perlakuan tidak memberikan
perbedaan secara nyata (P>0.05) menurunkan konsentrasi amonia.
Tabel 7 Rataan konsentrasi ammonia (NH3)
Perlakuan
N-NH3
R1
12.57 ± 1.72
R2
13.63 ± 1.31
R3
14.05 ± 0.55
R4
14.73 ± 0.40
R5
12.67 ± 0.58
R1 = kontrol; R2 = kontrol + 2.5% daun sembung; R3 = kontrol + 5% daun sembung; R4 = kontrol
+ 2.5% jawer kotok; R5 = kontrol + 5% jawer kotok

Yogianto (2014) melaporkan pada penelitiannya bahwa penambahan
ekstrak tanin pada pakan tinggi konsentrat dan pakan tinggi hijauan dapat
menurunkan nilai konsentrasi ammonia secara nyata (P