Keterkaitan antara dinamika perikanan cakalang dan dinamika oseanografi di Perairan Barat Dan Selatan Provinsi Maluku Utara
KETERKAITAN ANTARA DINAMIKA PERIKANAN CAKALANG DAN DINAMIKA OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT DAN SELATAN
PROVINSI MALUKU UTARA
Amirul Karmana), Sulaeman Martasugandab), M. Fedi A.Sonditac), Mulyono S Baskorod) aFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi PSP, Universitas Khairun Ternate b,c,dFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Mayor Teknologi Perikanan Tangkap, Institut Pertanian
Bogor 16800
aEmail : [email protected] bEmail : [email protected]
cEmail: [email protected] dEmail :[email protected] ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah perairan Provinsi Maluku Utara. Tujuan dari penelitian adalah menghitung produksi dan produktivitas ikan cakalang serta menganalisis pengaruh suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a terhadap produksi dan produktivitas ikan cakalang di perairan barat dan selatan Provinsi Maluku Utara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa produksi ikan cakalang tertinggi di zona A yaitu pada kuartalan II tahun 2012 sebesar 379,04 ton (kalender) dan 351.90 ton (musim). Adapun produksi cakalang tertinggi di zona B yaitu pada kuartalan IV tahun 2010 sebesar 521.17 ton (kalender) dan 422.37 ton (musim). Selanjutnya produktivitas panangkapan ikan cakalang tertinggi di zona A yaitu pada kuartalan II tahun 2012 sebesar 0,28 ton/trip (kalender) dan 0,26 ton/trip (musim). Adapun produktivitas penangkapan ikan cakalang tertinggi di zona B yaitu pada kuartalan IV tahun 2010 sebesar 0,44 ton/trip (kalender) dan 0,36 ton/trip (musim). Fluktuasi keragaman SPL kuartalan menunjukkan di zona A lebih besar dibandingkan zona B, sedangkan fluktuasi keragaman klorofil-a kuartalan menunjukkan zona B lebih besar dibandingkan zona A. Kelimpahan ikan di zona A berkaitan erat dengan perubahan kuartalan SPL hanya pada kategori musim yang ditunjukkan pada parameter varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman.
Kata Kunci: Dinamika perikanan cakalang, dinamika oceanografi, perairan barat, perairan
selatan, Provinsi Maluku Utara
1. PENDAHULUAN
Ikan cakalang adalah spesies kosmopolitan, distribusi dan daur hidupnya tidak terbatas di kawasan perairan tertentu. Oleh karena itu, setiap perubahan lingkungan di suatu tempat akan mempengaruhi kondisi perikanan cakalang di tempat lain. Kegiatan penangkapan ikan cakalang di wilayah perairan Barat dan Selatan Provinsi Maluku Utara dilakukan menggunakan alat tangkap pole and line (huhate) dan daerah penangkapannya di rumpon.
Rumpon merupakan suatu sistem food web yang komplit, dimana terdapat komponen
produsen (phytoplankton) sampai predator (misalnya ikan cakalang dan tuna besar). Keberadaan ikan pada suatu wilayah perairan disebabkan beberapa faktor antara lain; 1) ikan memilih lingkungan hidupnya yang sesuai dengan kondisi tubuhnya; 2) ikan mencari sumber makanan; 3) ikan akan mencari tempat yang cocok untuk pemijahan dan perkembangbiakan (Nomura dan Yamazaki 1977; Laevastu dan Hayes 1981). Dengan demikian perubahan ketersedian ikan pada suatu perairan dapat dianggap sebagi respon ikan terhadap dinamika atau perubahan kondisi lingkungan. Variabel utama yang mempengaruhi keberadaan atau kepadatan ikan pada suatu kawasan laut adalah makanan, predasi, suhu, salinitas, dan konsentrasi oksigen terlarut. Variabel utama ini merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan pengaruh faktor lingkungan terhadap kegiatan perikanan (Freon et al 2005; Peltonen et al 2007).
Wilayah perairan Barat dan Selatan Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu jalur arus lintas Indonesia (ARLINDO) atau Indonesian throughflow (ITF) yaitu system arus di perairan
(2)
perairan Indonesia bagian timur (Wyrtki 1961). Ketika melewati perairan Indonesia, maka massa air Arlindo akan bercampur dengan massa air lainnya, sehingga terjadi percampuran massa air dari dua Samudera yang berbeda. Massa air tersebut meliputi suhu, salinitas, oksigen, klorofil, dan tracer lainnya yang dapat dijadikan indikator kesuburan perairan
(Tomascik et al 1997). Sebagai salah satu jalur ARLINDO, maka wilayah perairan Barat dan
Selatan Provinsi Maluku Utara kaya akan nutrien penting bagi kehidupan fitoplankton, dalam rantai makanan, fitoplankton akan dimakan ikan kecil dan kemudian oleh ikan besar seperti cakalang. Selain nutrien, faktor yang mempengaruhi sebaran ikan cakalang adalah suhu permukaan laut (SPL) seperti yang telah dinyatakan oleh Syahdan et al. (2007), bahwa suhu
permukaan laut berpengaruh terhadap sebaran cakalang dan kisaran nilai ini bervariasi secara temporal dan spasial.
Pengkajian pemanfaatan data satelit untuk penangkapan ikan khususnya jenis ikan pelagis sudah mulai dilakukan lebih intesif di Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir. Dua data satelit
yang dapat dimanfaatkan untuk pendugaan daerah potensial penangkapan ikan (fishing
ground) adalah data citra suhu permukaan laut (SPL) dan data citra klorofil-a yang merupakan
indikasi kelimpahan plankton sebagai sumber makanan ikan (Hendiarti et al. 1995). Teknologi
satelit penginderaan jauh dapat digunakan untuk menemukan daerah penangkapan ikan tuna termasuk potensi ikan cakalang. Untuk itu, penelitian ini akan menekankan pada keterkaitan antara dinamika perikanan cakalang dan dinamika oseanografi di wilayah perairan Barat dan Selatan Provinsi Maluku Utara, dengan tujuan untuk menghitung produksi dan produktivitas ikan cakalang, dan menganalisis keterkaitan suhu permukaan laut dan klorofil-a terhadap produksi dan produktivitas ikan cakalang di wilayah perairan Barat dan Selatan Provinsi Maluku Utara dalam skala waktu kuartalan dengan mempertimbangkan kategori musim dan kategori kalender. Diharapkan dengan adanya evaluasi spasial dan temporal terhadap hubungan kondisi biofisik perairan dengan sumberdaya ikan dapat menjadi dasar dalam menyusun konsep pengelolaan perikanan tangkap cakalang.
2. METODOLOGI 2.1 Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data hasil tangkapan, suhu permukaan laut (SPL), dan klorofil-a. Data hasil tangkapan diperoleh dari pangkalan pendaratan ikan (PPI) Kota Ternate dan Pelabuhan perikanan pantai (PPP) Kabupaten Halmahera Selatan dalam kurun waktu 5 tahun (2008-2012). Pengambilan data di lapangan dilakukan dari bulan April-Juni 2012. Wilayah perairan Barat dan Selatan Provinsi Maluku Utara dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) zona berdasarkan kekhasan ekosistem dan kedalaman, seperti disajikan pada Tabel 1. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Sedangkan Data SPL dam konsentrasi klorofil-a merupklorofil-akklorofil-an citrklorofil-a sklorofil-atelit Aquklorofil-a-MODIS Level-3 dengklorofil-an resolusi spklorofil-asiklorofil-al 0,05o x 0,05o dan resolusi temporal 8 harian yang cakupan waktunya dari Januari 2008 sampai dengan Desember 2012 (Gambar 2). Data tersebut diperoleh dari pacific islands fisheries science
center (PIFSC) yang merupakan bagian dari national oceanic and atmospheric administration
(NOAA) - USA. Data ini di download sesuai dengan pembagian zona kawasan di perairan
Provinsi Maluku Utara (Tabel 1). Untuk keperluan analisis selanjutnya data dari kedua lokasi tersebut dikelompokkan dalam 2 zona yaitu zona A dan zona B.
Tabel 1. Deskripsi umum kondisi 2 zona penelitian di wilayah perairan Barat dan Selatan Provinsi Maluku Utara
No Deskripsi Zona
A B
1. Luas dan kedalaman 1657.7km², Kedalaman mencapai ± 3000m
1347.4km², Kedalaman mencapai 500-1000 m 2. Tipe Pantai Berhubungan langsung dengan
laut terbuka. Gugusan pulau dan berbentuk teluk 3. Wilayah Administrasi Kota Ternate Kab. Halmahera Selatan
4. Posisi geografis yang
(3)
Gambar 1. Lokasi penelitian dan pembagian zona di wilayah perairan Barat dan Selatan Provinsi Maluku Utara.
Gambar 2. Contoh citra satelit SPL dan klorofil-a
Nilai SPL dan klorofil-a bulanan dari setiap posisi lintang dan bujur merupakan data bulanan yang kemudian dihitung berdasarkan parameter statistik menjadi data kuartalan. Perhitungan data SPL dan klorofil-a bulanan menjadi data kuartalan dilakukan dengan 2 kategori, yaitu kategori musim (kuartalan I dimulai bulan Desember tahun sebelumnya hingga Februari) dan kategori kalender (kuartalan I dimulai bulan Januari hingga Maret tahun yang sama) (Tabel 3). Dengan demikian data SPL dan klorofil-a untuk kurun waktu 5 tahun terdapat n = 20. Parameter statistik yang digunakan adalah mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman. Perhitungan parameter statistika untuk parameter SPL dan klorofil-a menggunakan Microsoft Excel 2010.
(4)
Tabel 3. Kategori waktu yang digunakan dalam perhitungan data SPL dan klorofil-a dari bulanan menjadi kuartalan
Kategori Kalender Kuartal Kategori Musim
Januari Desember
Februari I Januari
Maret Februari
April Maret
Mei II April
Juni Mei
Juli Juni
Agustus III Juli
September Agustus
Oktober September
Nopember IV Oktober
Desember Nopember
2.2 Analisis Data
2.2.1 Produksi ikan kuartalan
Produksi ikan kuartalan di wilayah perairan Barat (zona A) dan perairan Selatan (zona B) Provinsi Maluku Utara dihitung untuk menentukan produksi dan produktivitas kuartalan di masing-masing zona, sebagai berikut:
1) Menghitung total produksi setiap kuartalan di masing-masing zona, sebagai berikut: =
Dimana;
TPkz = total produksi ikan kuartalan untuk masing-masing zona (ton); b = jumlah bulan kuartalan berdasarkan kalender/musim; dan Jkb = jumlah produksi ikan setiap kuartalan (ton)
Tahapan perhitungan produktivitas ikan kuartalan di masing-masing zona adalah sebagai berikut:
2) Data upaya penangkapan ikan yang digunakan adalah data upaya penangkapan ikan
tahunan (trip/tahun).
3) Data upaya penangkapan ikan tahunan selama 5 tahun di masing-masing zona dihitung untuk setiap tahunnya, sebagai berikut:
= Dimana;
TUtz = Total upaya penangkapan ikan setiap tahun di masing-masing zona (trip); UPIb = Upaya penangkapan ikan setiap bulan di masing-masing zona (trip); dan
b = Jumlah bulan dalam setahun
4) Produktivitas kuartalan ikan cakalang setiap tahun selama 5 tahun di masing-masing zona sebagai berikut:
= Dimana;
(5)
2.2.2 Tipologi hubungan
Pola distribusi ikan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan tipologi hubungan SPL dan klorofil-a dengan produksi dan produktivitas ikan berdasarkan skala waktu kategori kalender dan musim. Kombinasi nilai “tinggi” dan “rendah” dari SPL dan klorofil, akan menghasilkan 4 kuadran sebagai dasar untuk membuat tipe-tipe distribusi ikan. Nilai “tinggi” dan “rendah” dari SPL dan Klorofil-a dalam penelitian ini didapatkan dengan mencari nilai rata-rata tengah (median) dari setiap parameter statistik (mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman) yang digunakan (Tabel 4). Tipe distribusi ikan disajikan dalam grafik grafik biplot dengan menggunakan perangkat lunak S-Plus 8.
Adapun pola distribusi ikan yang dihasilkan yaitu sebanyak 11 tipe, masing-masing tipe tersebut mengacu pada hasil penelitian Nelwan (2010) (Gambar 3):
Tipe 1 : Ikan cakalang ada di perairan dengan klorofil-a tinggi pada SPL rendah. Tipe 2 : Ikan cakalang ada di perarian dengan klorofil-a tinggi pada SPL tinggi. Tipe 3 : Ikan cakalang ada di perairan dengan SPL tinggi pada klorofil-a rendah. Tipe 4 : Ikan cakalang ada di perairan dengan SPL rendah pada klorofil-a rendah. Tipe 5 : Ikan cakalang ada di perairan dengan klorofil-a tinggi pada SPL tinggi. Tipe 6 : Ikan cakalang ada di perairan dengan klorfil-a tinggi pada SPL rendah. Tipe 7 : Ikan cakalang ada di perairan dengan klorofil-a rendah sampi tinggi pada SPL
rendah.
Tipe 8 : Ikan cakalang ada di perairan dengan klorofil-a rendah sampai tinggi pada SPL tinggi.
Tipe 9 : Ikan cakalang ada di perairan dengan SPL rendah sampai tinggi pada klorofil-a tinggi.
Tipe 10 : Ikan cakalang ada di perairan dengan SPL rendah sampai tinggi pada klorofil-a rendklorofil-ah.
Tipe 11 : Ikan cakalang tersebar pada semua kondisi SPL dan klorofil-a
Keterangan: K = klorofil-a (mg/m3) dan S = suhu permukaan laut (0C).
Gambar 3. Tipologi hubungan suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a terhadap produksi dan produktivitas ikan cakalang
2.2.2 Parsial korelasi
Pola kelimpahan ikan disetiap zona ditentukan dengan mengetahui indikator yang terbaik sebagai prediktor, baik SPL maupun klorofil terhadap produksi, produktivitas, dan densitas ikan. Indikator terbaik ditentukan dengan analisis korelasi parsial. Korelasi parsial adalah
bentuk hubungan antara X1, X2 …Xp terhadap Y, dimana korelasi dijelaskan antara Y dan X1 ketika X2 …Xn tetap diperhatikan tetapi dibuat tetap, dengan persamaan sebagai berikut (Walpole 1997):
(6)
3 HASIL PENELITIAN
3.1 Produksi dan Produktivitas Cakalang Kuartalan
Produksi ikan cakalang periode kuartalan menurut kalender dan musim di zona A menunjukkan bahwa produksi tertinggi terjadi pada kuartalan II tahun 2012 sebesar 379,04 ton (kalender) dan 351,90 ton (musim), terendah terjadi pada kuartalan IV tahun 2008 sebesar 244,82 ton (kalender) dan 247,68 ton (musim). Adapun di zona B berfluktuasi yaitu produksi tertinggi pada tahun 2010 kuartalan IV sebesar 521.17 ton (kalender) dan 422.37 ton (musim), terendah pada tahun yang sama kuartalan III sebesar 59.89 ton (kalender) dan 63.26 ton (musim) (Gambar 4).
Gambar 4. Fluktuasi produksi cakalang kuartalan kategori kalender dan musim di zona A dan B dalam kurun waktu 5 tahun (2008-2012)
Selanjutnya produktivitas penangkapan ikan cakalang periode kuartalan menurut kalender dan musim di zona A menunjukkan bahwa produksi tertinggi terjadi pada kuartalan II, yaitu tahun 2012 sebesar 0,28 ton/trip (kalender) dan 0,26 ton/trip (musim), dan terendah terjadi pada kuartalan IV pada tahun 2008 sebesar 0.20 ton/trip (kalender) dan tahun 2011 sebesar 0,19 ton/trip (musim). Selanjutnya produktivitas penangkapan ikan di zona B berfluktuasi yaitu produksi tertinggi terjadi pada tahun 2010 kuartalan IV sebesar 0,44 ton/trip (kalender) dan 0,36 ton/trip (musim), dan terendah terjadi juga pada tahun yang sama kuartalan III sebesar 0,05 ton/trip (kalender dan musim) (Gambar 5).
Gambar 5. Fluktuasi produktivitas penangkapan cakalang kuartalan kategori kalender dan musim di zona A dan B dalam kurun waktu 5 tahun (2008-2012)
(7)
3.2 Kondisi Oseanografi
3.2.1 Suhu permukaan laut
Fluktuasi perubahan kuartalan SPL baik kategori kalender maupun kategori musim (Tabel 5) menunjukkan tidak ada perbedaan yang mencolok antara zona A dan zona B, kecuali parameter statistika range diperoleh nilai kisaran yang lebar pada ketegori musim. Berdasarkan parameter statistika range terhadap perubahan kuartalan SPL pada zona A diperoleh nilai 1,8 C (kalender) dan 2,7 C (musim) dan zona B 1,8 C (kalender) dan 2,6 C (musim). Selanjutnya berdasarkan kategori kalender dan musim menunjukkan perubahan di zona A lebih besar dibandingkan zona B, dimana pada zona A untuk parameter statistika mean diperoleh nilai sebesar 2,5 C (kalender) dan 2.2 C (musim) dan zona B 2,1 C (kalender) dan 2.0 C. Berdasarkan parameter statistik tersebut, dalam kurun waktu 5 tahun untuk kategori kalender dan musim dikatakan bahwa perairan di zona A lebih hangat dari zona B.
Tabel 5. Nilai perubahan SPL ( C) kuartalan pada zona A dan B dalam kurun waktu 5 tahun (tahun 2008-2012)
Parameter statistika Zona A Zona B
Kalender Musim Kalender Musim
Mean 2.5 2.2 2.1 2.0
Median 2.5 2.2 2.2 2.2
Mudos 3.1 3.1 2.7 2.5
Varians 0.5 1.3 0.9 0.9
Standar deviasi 0.5 0.9 0.7 0.9
Range 1.8 2.7 1.8 2.6
Koefisien keragaman 1.6 3.2 2.5 2.9
3.2.2 Konsentrasi klorofil-a
Fluktuasi perubahan klorofil-a kuartalan kategori kalender dan musim (Tabel 6) dalam kurun waktu 5 tahun (tahun 2008-2010) menunjukkan kecenderungan pola perubahan yang sama di setiap zona. Berdasarkan parameter statistik mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman menurut ketegori kalender maupun musim menunjukkan besaran konsentrasi klorofil-a di zona B lebih tinggi dibandingkan zona A. Hal ini dapat dijelaskan bahwa perairan di zona B lebih subur dibandingan zona A.
Tabel 6. Nilai perubahan klorfil-a (mg/m³) kuartalan pada zona A dan B dalam kurun waktu 5 tahun (tahun 2008-2012)
Parameter statistik Zona A Zona B
Kalender Musim Kalender Musim
Mean 0,1 0,1 0,2 0,2
Median 0,1 0,1 0,2 0,2
Mudos 0,1 0,1 0,3 0,3
Varians 0,0 0,0 0.0 0,0
Standar deviasi 0,1 0,0 0,1 0,1
Range 0,2 0,2 0,3 0,2
Koefisien keragaman 32,5 25,2 29,5 34,5
3.3 Topologi hubungan
Topologi hubungan merupakan pemetaan menggunakan garfik untuk menentukan secara deskriptif keberadaan ikan berdasarkan produksi dan produktivitas ikan cakalang dalam hubungannya dengan suhu permukaan laut (SPL) dan konsentrasi klorofil-a. Tipologi umum ditentukan karena dari hasil pemetaan dengan grafik menunjukkan adanya kecenderungan
(8)
tipologi yang sama masing-masing parameter statistik SPL dan klorofil-a pada setiap zona. Dengan demikian tipologi umum adalah menggambarkan keberadaan ikan pada masing-masing parameter statistik berdasarkan produksi dan produktivitas pada setiap zona.
3.3.1 Tipologi berdasarkan produksi ikan cakalang
Tipologi umum hubungan parameter statistik SPL dan klorofil-a dengan produksi ikan cakalang pada masing-masing zona berdasarkan kategori kalender dan musim dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. Tipologi umum di zona A pada kategori kalender dan musim didominasi tipe 6 (varians, standar deviasi, dan koefisien keragaman untuk kategori kalender,kemudian varians, standar deviasi, dan koefisien keragaman untuk kategori musim) (Gambar 6 dan 7). Tipe 6, yaitu ikan cakalang ada di perairan dengan klorofil-a tinggi dan SPL rendah. Adapun tipologi umum di zona B pada kategori kalender didominasi tipe 5 (mean dan median), tipe 8 (varians dan range), dan Tipe 10 (modus dan koefisien keragaman) (Gambar 6). Tipe 5, yaitu ikan cakalang ada di perairan dengan klorofil-a tinggi dan SPL tinggi. Tipe 8, dimana ikan cakalang ada di perairan dengan klorfil-a rendah sampai tinggi pada SPL tinggi, dan tipe 10, yaitu ikan cakalang ada di perairan dengan SPL rendah sampai tinggi pada klorofil-a rendah. Sedangakan tipologi umum di zona B berdasarkan kategori musim didominasi tipe 10 (varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman) (Gambar 7). Tipe 10, yaitu ikan cakalang ada di perairan dengan SPL rendah sampai tinggi pada klorofil-a rendah.
Tabel 7. Tipologi umum SPL dan klorofil-a kategori kalender dengan produksi ikan cakalang Parameter
Statistik
Tipologi hubungan SPL dan klorofil-a dengan produksi ikan cakalang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mean A
B
Median A
B
Modus A
B
Varians A
B
Standar deviasi A
B
Range A
B
K. Keragaman A
B Keterangan: Huruf A dan B adalah zona A
(9)
Gambar 6. Tipologi umum hubungan parameter statistik SPL dan klorofil-a dengan produksi ikan cakalang pada kategori kalender di zona A dan B
Tabel 8. Tipologi umum SPL dan klorofil-a kategori musim dengan produksi ikan cakalang
Parameter Statistik
Tipologi hubungan SPL dan klorofil-a dengan produksi ikan cakalang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mean A
B
Median A
B
Modus A
B
Varians A
B Standar
deviasi A
B
Range A
B
K. Keragaman A
B Keterangan: Huruf A dan B adalah zona A dan B
(10)
Gambar 7. Tipologi umum hubungan parameter statistik SPL dan klorofil-a dengan produksi ikan cakalang pada kategori musim di zona A dan B
3.3.2 Tpologi berdasarkan produktivitas ikan cakalang
Tipologi umum hubungan parameter statistik SPL dan klorofil-a dengan produktivitas ikan cakalang pada masing-masing zona berdasarkan kategori kalender dan musim dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Tipologi umum di zona A pada kategori kalender dan musim didominasi tipe 6 (varians, standar deviasi, dan koefisien keragaman untuk kategori kalender, kemudian varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman untuk kategori musim) (Gambar 8 dan 9). Tipe 6, yaitu ikan cakalang ada di perairan dengan klorofil-a tinggi dan SPL rendah. Adapun tipologi umum di zona B pada kategori kalender didominasi tipe 5 (mean, median, dan koefisien keragaman) (Gambar 8). Tipe 5, yaitu ikan cakalang ada di perairan dengan klorofil-a tinggi dklorofil-an SPL tinggi. Sedklorofil-angklorofil-akklorofil-an tipologi umum di zonklorofil-a B berdklorofil-asklorofil-arkklorofil-an kklorofil-ategori musim didominasi tipe 10 (varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman) (Gambar 9). Tipe 10, yaitu ikan cakalang ada di perairan dengan SPL rendah sampai tinggi pada klorofil-a rendah.
Tabel 9.Tipologi umum SPL dan klorofil-a kategori kalender dengan produktivitas cakalang
Parameter Statistik
Tipologi hubungan SPL dan klorofil-a dengan produktivitas ikan cakalang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mean A
B
Median A
B
Modus A
B
Varians A
B Standar
deviasi A
B
Range A
B
K. Keragaman A
B Keterangan: Huruf A dan B adalah zona A dan B
(11)
Gambar 8. Tipologi umum hubungan parameter statistik SPL dan klorofil-a dengan produktivitas ikan cakalang pada kategori kalender di zona A dan B
Tabel 10 Tipologi umum SPL dan klorofil-a kategori musim dengan produktivitas ikan cakalang
Parameter Statistik
Tipologi hubungan SPL dan klorofil-a dengan produktivitas ikan cakalang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mean A
B
Median A
B
Modus A
B
Varians A
B Standar
deviasi A
B
Range A
B
K. Keragaman A
B Keterangan: Huruf A dan B adalah zona A dan B
Gambar 9. Tipologi umum hubungan parameter statistik SPL dan klorofil-a dengan produktivitas ikan cakalang pada kategori musim di zona A dan B
Zona A Zona B
(12)
3.4 Korelasi parsial
3.4.1 Korelasi parsial antara SPL dan klorofil-a dengan produksi ikan cakalang
Analisis korelasi parsial melalui regeresi berganda antara 7 parameter statistik SPL dan klorofil-a, yaitu; mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman dengan produksi ikan cakalang di zona A berdasarkan kategori kalender menunjukkan korelasi yang tidak signifikan (p<0,05) (Tabel 11). Adapun pada kategori musim menunjukkan korelasi yang signifikan (p<0,05) berdasarkan parameter statistik SPL varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman, artinya bahwa produksi ikan cakalang berkorelasi dengan perubahan SPL. Selanjutnya korelasi parsial parameter statistik untuk SPL dan klorofil-a, yaitu; mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman dengan produksi ikan cakalang di zona B berdasarkan kategori kalender dan musim menunjukkan korelasi yang tidak signifikan (p<0,05).
Tabel 11. Korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil-a dengan produksi ikan cakalang pada setiap zona
Deskripsi statistik Zona A Zona B
KL MS KL MS
Mean SPL 0,145 0,079 0,238 0,126
Klorofil-a 0,120 -0,017 -0,123 -0,037
Median SPL 0,163 0,028 0,222 0,090
Klorofil-a -0,239 0,007 -0,190 -0,022
Modus SPL 0,128 -0,018 -0,027 0,029
Klorofil-a -0,217 0,309 0,308 0,024
Varians SPL 0,150 -0,450* 0,090 0,056
Klorofil-a 0,235 -0,062 -0,121 -0,180
Standar deviasi SPL 0,173 -0,433* 0,142 0,071
Klorofil-a 0,085 -0,076 -0,179 -0,248
Range SPL 0,020 -0,426* 0,174 0,021
Klorofil-a 0,170 -0,017 -0,282 -0,226
Koefisien
keragaman SPL 0,167 -0,429* 0,133 0,065
Klorofil-a 0,132 -0,081 -0,218 -0,378
Keteranga: KL = kalender; MS = musim; cetak tebal dan tanda* = signifikan pada p<0,05
3.4.2 Korelasi parsial antara SPL dan klorofil-a dengan produktivias ikan cakalang Korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil-a, yaitu; mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman dengan produktivitas ikan cakalang di zona A berdasarkan kategori kalender menunjukkan korelasi yang tidak signifikan (p<0,05) (Tabel 12). Adapun pada kategori musim menunjukkan korelasi yang signifikan (p<0,05) berdasarkan parameter statistik SPL varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman, artinya bahwa produktivitas ikan cakalang berkorelasi dengan perubahan SPL. Selanjutnya korelasi parsial parameter statistik untuk SPL dan klorofil-a, yaitu; mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman dengan produktivitas ikan cakalang di zona B berdasarkan kategori kalender dan musim menunjukkan korelasi yang tidak signifikan (p<0,05).
(13)
Tabel 12. Korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil-a dengan produkitivitas ikan cakalang pada setiap zona
Deskripsi statistik Zona A Zona B
KL MS KL MS
Mean SPL -0,036 0.096 0,375 0,230
Klorofil-a 0,122 -0.083 -0,199 -0,078
Median SPL -0,016 0.015 0,310 0,211
Klorofil-a 0,040 -0.035 -0,231 -0,064
Modus SPL 0,065 -0.055 0,210 0,164
Klorofil-a 0,118 0.329 0,151 -0,046
Varians SPL 0,129 -0.517* -0,097 -0,124
Klorofil-a 0,251 -0.197 -0,193 -0,193
Standar deviasi SPL 0,145 -0.462* -0,063 -0,157
Klorofil-a 0,120 -0.158 -0,253 -0,240
Range SPL 0,029 -0.462* -0,009 -0,147
Klorofil-a 0,218 -0.121 -0,307 -0,241
Koefisien keragaman SPL 0,150 -0.459* -0,079 -0,164
Klorofil-a 0,106 -0.106 -0,273 -0,327
Keterangan: KL = kalender; MS = musim; cetak tebal dan tanda* = signifikan pada p<0,05
4. PEMBAHASAN
Perbedaan produksi dan produktivitas ikan cakalang berdasarkan periode kuartalan dan musim selama kurun waktu 5 tahun (tahun 2008-2012) di wilayah perairan Barat (zona A) dan Selatan (zona B) Provinsi Maluku Utara (Gambar 40, 41, 42, dan 43) disebabkan oleh karena perbedaan kondisi lingkungan perairan dari kedua zona tersebut dalam hal ini adalah perbedaan SPL dan klorofil-a. Menurut Almuas dan Jaya (2006), variasi dan dinamika lingkungan laut akan menyebabkan terjadi pergeseran kelimpahan ikan dalam jangka waktu tertentu pada suatu wilayah perairan yang berdampak terhadap keadaan suatu perikanan; selanjutnya dinyatakan bahwa fluktuasi SPL dan klorofil-a merupakan faktor oseanografi utama yang sering digunakan untuk mengetahui beradaan dan kelimpahan ikan; selanjutnya Laevastu dan Hela (1970), menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi ruaya dan keberadaan ikan cakalang dalam suatu perairan, diantaranya adalah suhu permukaan laut dan kesuburan perairan. Distribusi ikan pelagis seperti cakalang dapat diprediksi melalui suhu optimum yang diketahui dan perubahan-perubahan suhu permukaan laut secara bulanan. Variabilitas pada kondisi lingkungan laut akan menyebabkan terjadi pergeseran kelimpahan ikan dalam jangka waktu tertentu pada suatu wilayah perairan dan ini berdampak terhadap ketersediaan ikan untuk perikanan (Bakun et al. 1982; Kawasaki 1991; Bakun 1996). Fluktuasi
kuartalan kelimpahan ikan di setiap zona mengindikasikan adanya respons ikan terhadap fluktuasi perubahan kondisi lingkungan laut. Selain faktor oseanografi, posisi geografi zona A dan B di wilayah perairan Provinsi Maluku Utara menunjukkan perbedaan kondisi ekosistem dan terdapat fluktuasi kuartalan berdasarkan faktor produksi perikanan tangkap, yaitu secara umum produksi ikan kuartalan di zona A lebih tinggi dibandingkan dengan zona B. Perbedaan kelimpahan ikan di setiap zona berdasarkan faktor produksi perikanan tangkap sebagaimana diuraikan sebelumnya, mengindikasikan posisi geografi dan ekosistem berpengaruh terhadap perbedaan tersebut. Faktor lingkungan merupakan faktor utama yang menentukan perubahan kelimpahan ikan pelagis (Bakun 1996; Cury et al. 2000; Fréon et al. 2005).
Fluktuasi bulan SPL dan klorofil-a di zona A dan B dalam wilayah perairan Provinsi Maluku Utara berbeda. Keragaman Fluktuasi SPL di zona A lebih tinggi dibandingkan dengan zona B. Perbedaan keragaman SPL mengindikasikan di zona B lebih stabil di bandingkan dengan zona A. Kestabilan SPL di zona B berkaitan dengan posisi geografi, dimana perairan di zona B yang terletak di bagian selatan laut Maluku dominan dipengaruhi aliran massa air sepanjang tahun dari laut Banda dan laut Seram, walaupun berada pada aliran massa air laut Banda dan laut Seram namun juga dipengaruhi angin munson. Pada saat musim Barat
(14)
(Desember-Jaunuari-Februari) angin munson barat laut mendorong massa air dari Laut Jawa, lewat Laut Flores dan masuk ke Laut Banda dan sekitarnya (Zijlstra et al. 1990). Selanjutnya di katakana
bahwa sirkulasi massa air perairan Indonesia berbeda antara musim barat dan musim timur. Pada musim barat, massa air umumnya mengalir ke arah timur perairan Indonesia, sebaliknya ketika musim timur berkembang dengan sempurna suplai massa air yang berasal dari daerah
upwelling di Laut Arafura dan Laut Banda akan mengalir menunju perairan Indonesia bagian
barat. Perbedaan suplai massa air tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap kondisi perairan yang akhirnya mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas primer termasuk SPL dan klorofil-a (Wyrtki 1961).
Pada klorofil-a, keragaman di zona B lebih tinggi dibandingkan dengan zona A. Perbedaan Fluktuasi bulanan klorofil-a menunjukkan adanya perbedaan kondisi di wilayah perairan Barat (zona A) dan Selatan (zona B) Provinsi Maluku Utara. Perbedaan klorofil-a di setiap zona adalah juga gambaran umum perairan Indonesia, yang dipengaruhi oleh munson sebagai pengaruh utama. Selain itu pada perairan pantai juga di pengaruhi oleh topografi dan garis pantai (Birowo 1982). Selain perbedaan karena munson, tingginya klorofil-a di zona B disebabkan karakteristik perairan. Zat hara dibutuhkan oleh plankton untuk bertumbuh khususnya phytoplanktong sebagai produsen dalam proses fotosintesia (Grahame 1987; Nybakken 1982). Ketersediaan zat hara yang tinggi di perairan Indonesia dipengaruhi, 1) penambahan zat hara dari daratan yang terbawa aliran sungai; 2) adanya pengadukan (turbulensi); dan 3) penaikan massa air (up welling). Proses perombakan atau regenerasi zat
hara berlangsung di dasar perairan. Pada perairan dangkal hasil perombakan zat hara akan mudah terangkat ke lapisan permukaan atau ke lapisan euphotik (lapisan di bagian lautan yang terkena cahaya matahari) akibat percampuran secara menegak (tubulensi), sehingga ketersediaan zat hara dapat berlangsung terus menerus. Berbeda dengan perairan laut dalam yang hanya dapat terjadi jika adanya penaikan massa air dan hal ini hanya terjadi pada lokasi tertentu (Birowo 1982). Dengan demikian konsentrasi klorofil-a yang lebih tinggi di zona B dibandingkan zona A karena karakteristik perairan pantai zona B yang dangkal sehingga ketersediaan zat hara yang dibutuhkan fitoplankton lebih banyak dibandingkan zona A, selain itu zona B juga lebih dekat dengan darat dan gugusan pulau-pulau, serta adanya sungai yang membawah zat hara ke perairan laut, sedangkan zona A adalah perairan terbuka.
Berdasarkan parameter statistik ukuran pemusatan data, fluktuasi mean klorofil-a kategori kalender dan musim di zona B lebih tinggi dibandingkan zona A pada setiap kuartal. Fluktuasi median klorofil-a juga menunjukkan zona B lebih tinggi dibandingkan zona A. Pada fluktuasi maksimum klorofil, zona B cenderung lebih tinggi dibandingkan zona A, namun terdapat variasi fluktuasi kuartalan klorofil-a pada setiap tahun (2008-2012) yang berbeda antara kategori kalender dan musim. Kecenderungan perbedaan konsentrasi klorofil-a berdasarkan parameter statistik mean dan median pada setiap kuartal merupakan klasifikasi adanya perbedaan kondisi ekosistim diantara zona pada wilayah perairan Barat dan Selatan Provinsi Maluku Utara. Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a yang lebih tinggi di zona B karena tipe perairan yang dangkal, sehingga proses pengadukan akan mencapai dasar perairan dimana terdapat zat hara hasil perombakan yang akan mudah terangkat ke lapisan permukaan. Selain itu pengaruh munson di perairan zona B. Berbeda dengan zona A yang relatif dalam, dimana pengadukan perairan bergantung pada proses penaikan massa air dan kedalaman lapisan termoklin. Hasil rataan kosentrasi klorofil-a tersebut menunjukkan bahwa zona B cenderung lebih subur dibandingkan zona A karena klorofil-a merupakan indikator yang menunjukkan tingkat kesuburan perairan.
Keberadaan ikan pada suatu perairan menjelaskan prilaku ekologis terhadap fluktuasi kondisi lingkungan. Prilaku ekologis adalah respons ikan untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang sesuai dengan aktivitas, misalnya mencari makan, rekruitmen, pertumbuhan dan berbagai aktivitas lainnya yang berkaitan dengan fungsi fisiologi dan biologi. Prilaku ekologis yang menyebabkan ikan terkonsentrasi pada lokasi tertentu dalam suatu perairan. Tipologi SPL dan klorofil-a adalah pemetaan untuk mengetahui respons ikan cakalang terhadap fluktuasi SPL dan klorofil-a di wilayah perairan Barat (zona A) dan selatan (zona B) Provinsi Maluku Utara. Keberadaan ikan pada suatu lokasi perairan, karena sesuai dengan kondisi lingkungan yang dibutuhkan (Laevastu dan Hayes 1982; Bakun 1996; Fréon et al. 2005; Bellido et al. 2008;
(15)
Analisis dengan garfik biplot untuk menentukan keberadaan ikan berdasarkan Fluktuasi SPL dan klorofil-a menunjukkan kecenderungan tipologi yang berbeda pada kategori kalender dan musim di zona A dan zona B. Analisis biplot berdasarkan produksi untuk kategori kalender dan musim di zona A menunjukkan kecenderungan keberadaan ikan adalah tipe 6. Tipe 6 adalah ikan ada diperairan dengan klorofil-a tinggi dan SPL rendah. Tipologi tersebut mengindikasikan bawa pada zona A respon ikan cenderung dipengaruhi oleh fluktuasi klorofil-a klorofil-atklorofil-au dengklorofil-an kklorofil-atklorofil-a lklorofil-ain bklorofil-ahwklorofil-a fklorofil-aktor pembklorofil-atklorofil-as polklorofil-a distribusi klorofil-adklorofil-alklorofil-ah klorofil-klorofil-a bukklorofil-an SPL. Adapun analisis biplot berdasarkan produksi untuk kategori musim di zona B adalah tipe 10, dimana ikan cakalang ada di perairan dengan SPL rendah sampai tinggi pada klorofil-a rendah. Tipologi ini mengindikasikan bahwa pada zona B untuk kategori kalender dan musim respon ikan cenderung dipengaruhi oleh fluktuasi klorofil-a atau dengan kata lain bahwa faktor pembatas pola distribusi adalah Klorofil-a. Hal ini sejalan dengan pendapat Nybakken (1982), menyatakan bahwa apabila unsur kebutuhan berada di bawah toleransi minimum maka suatu spesies ikan akan menghindar.
Analisis biplot berdasarkan produktivitas ikan cakalang untuk kategori kalender dan musim di zona A menunjukkan kecenderungan keberadaan ikan adalah tipe 6. Tipe 6 adalah ikan ada diperairan dengan klorofil-a tinggi dan SPL rendah. Tipologi tersebut mengindikasikan bawa pada zona A respon ikan cenderung dipengaruhi oleh fluktuasi klorofil-a atau dengan kata lain bahwa faktor pembatas pola distribusi adalah klorofil-a bukan SPL. Adapun analisis biplot berdasarkan produktivitas ikan cakalang untuk kategori kalender di zona B adalah tipe 5 yaitu ikan cakalang ada di perairan dengan klorofil-a tinggi dan SPL tinggi. Tipologi ini mengindikasikan bahwa berdasarkan kategori kalender pada zona B respon ikan cenderung dipengaruhi oleh fluktuasi SPL dan Klorofil-a atau dengan kata lain bahwa faktor pembatas pola distribusi ikan cakalang adalah SPL dan klorofil-a, sedangkan analisis biplot berdasarkan produktivitas ikan cakalang untuk kategori musim di zona B adalah tipe 10, yaitu ikan cakalang ada di perairan dengan SPL rendah sampai tinggi pada klorofil-a rendah. Tipologi ini mengindikasikan bahwa pada zona B untuk kategori musim respon ikan cenderung dipengaruhi oleh fluktuasi klorofil-a atau dengan kata lain bahwa faktor pembatas pola distribusi adalah Klorofil-a.
Parameter statistik yang digunakan untuk mensimulasi perubahan SPL dan klorofil-a di setiap zona bertujuan untuk mendefinisikan variasi fluktuasi SPL dan klorofil-a, sehingga dengan tepat dapat mengklarifikasi hubungan dengan faktor produksi perikanan tangkap (Bakun 1996). Penggunaan pendekatan parameter statistik, menunjukkan respon ikan terhadap perubahan SPL dan klorofil di setiap zona berbeda sebagaimana teridentifikasi dari koefisien korelasi yang signifikan. Penilaian berdasarkan korelasi parsial juga dilakukan dengan mempertimbangkan faktor delay dalam perhitungan data bulanan SPL dan klorofil-a menjadi
kuartalan, pendekatan faktor delay dengan asumsi pengaruh faktor lingkungan akan
berdampak kemudian.
Keeratan hubungan dalam analisis korelasi parsial harus dipahami sebagai batas-batas nilai kesalahan 5% (a=0,05) dari sejumlah sampel, sehingga signifikan atau tidak sangat bergantung pada jumlah sampel (n), dimana makin besar n makin rendah batas signifikan (Hadi 2004). Dapat dipahami bahwa jumlah sampel di zona A dan B adalah n=20, sehingga koefisien korelasi sebesar 0,5 di zona A dan B relatif belum menunjukkan korelasi signifikan. Bentuk hubungan antara kelimpahan ikan dengan fluktuasi SPL dan klorofil-a bersifat kompleks, karena perubahan SPL dan klorofil terjadi sebagai akibat interaksi antara atmosfir dan lautan, selain itu keberadaan ikan pada suatu perairan juga merupakan sebab dari proses fisika-biologi, mortalitas dan pertumbuhan, serta proses tingkah laku ikan untuk mencari habitat yang sesuai (Jennings et al. 2001). Selain itu mendefinisikan data kurun waktu yang
bervariasi dari suatu rangkaian waktu cukup sulit untuk memilah hubungan yang empiris (Bakun 1996).
Korelasi parsial parameter statistik untuk SPL dan klorofil-a, yaitu; mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman dengan produksi ikan cakalang di zona A berdasarkan kategori kalender menunjukkan korelasi yang tidak signifikan (p<0,05). Selanjutnya pada kategori musim menunjukkan korelasi yang signifikan (p<0,05) berdasarkan parameter statistik SPL varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman, artinya bahwa produksi ikan cakalang berkorelasi dengan perubahan SPL. Koefisien korelasi tersebut
(16)
menunjukkan positif yang mengindikasikan respon ikan positif sehingga SPL merupakan variable yang mempengaruhi kelimpahan ikan pada kategori musim di zona A. Sedangkan korelasi parsial parameter statistik untuk SPL dan klorofil-a, yaitu; mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman dengan produksi ikan cakalang di zona B berdasarkan kategori kalender dan musim menunjukkan korelasi yang tidak signifikan (p<0,05).
Korelasi parsial parameter statistik untuk SPL dan klorofil-a, yaitu; mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman dengan pendekatan produktivitas ikan cakalang di zona B berdasarkan kategori kalender menunjukkan korelasi yang tidak signifikan (p<0,05). Selanjutnya pada kategori musim menunjukkan korelasi yang signifikan (p<0,05) berdasarkan parameter statistik SPL varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman, artinya bahwa produksi ikan cakalang berkorelasi dengan perubahan SPL. Koefisien korelasi tersebut menunjukkan positif yang mengindikasikan respon ikan positif sehingga SPL merupakan variable yang mempengaruhi kelimpahan ikan pada kategori musim di zona B. Sedangkan korelasi parsial parameter statistik untuk SPL dan klorofil-a, yaitu; mean, median, modus, varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman dengan produksi ikan cakalang di zona B berdasarkan kategori kalender dan musim menunjukkan korelasi yang tidak signifikan (p<0,05).
Fenome ini dapat dijelaskan sebagai proses ekologi, dimana organisme-organisme dapat memiliki kisaran toleransi yang lebar pada faktor dan kisaran yang sempit pada faktor lain. Pada kategori musim, produksi dan produktivitas ikan cakalang di zona A signifikan dengan SPL yang dijelaskan parameter statistik varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman. Hal ini menunjukkan bahwa pada kategori kalender dan musim aktivitas ikan melakukan penyesuaian dengan perubahan kondisi lingkungan SPL. Korelasi signifikan berdasarkan fluktuasi SPL menunjukkan setiap jenis ikan memiliki toleransi terhadap perubahan kondisi oseanografi, dimana tingkat toleransi bergantung pada habitat asli (Bellido
et al. 2008; Martin et al. 2008). Ikan umumnya memiliki kisaran terhadap lingkungan
berdasarkan letak lintang, dimana kisaran tolorensi akan semakin sempit pada lintang tropis (Odum 1994; Jennings et al. 2001). Sebagaimana hasil penelitian di Laut Cina Selatan, kajian standing stock menjelaskan kepadatan ikan pelagis yang semakin berkurang dengan
meningkatnya suhu perairan dan konsentrasi klorofil kurang berpengaruh (Masrikat et al.
2009).
5. KESIMPULAN
(1) Produksi cakalang kuartalan II di zona A berdasarkan kategori kalender dan musim pada tahun 2012 sebesar 379,04 ton (kalender) dan 351.90 ton (musim) lebih tinggi dibandingkan dengan kuartalan I, III, dan IV tahun 2008 sampai tahun 2011. Selanjutnya produksi cakalang kuartalan IV di zona B berdasarkan kategori kalender dan musim pada tahun 2010 sebesar 521.17 ton (kalender) dan 422.37 ton (musim) lebih tinggi dibandingkan dengan kuartalan I, II, dan III tahun 2008, 2009, 2011, dan 2012.
(2) Produktivitas panangkana ikan cakalang kuartalan II di zona A berdasarkan kategori kalender dan musim pada tahun 2012 sebesar 0,28 ton/trip (kalender) dan 0,26 ton/trip (musim) lebih tinggi dibandingkan dengan kuartalan I, III, dan IV tahun 2008 sampai tahun 2011. Selanjutnya produktivitas penangkapan ikan cakalang kuartalan IV di zona B berdasarkan kategori kalender dan musim pada tahun 2010 sebesar 0,05 ton/trip (kalender dan musim) lebih tinggi dibandingkan dengan kuartalan I, II, dan III tahun 2008, 2009, 2011, dan 2012.
(3) Fluktuasi keragaman SPL kuartalan menunjukkan di zona A lebih besar dibandingkan zona B, sedangkan fluktuasi keragaman klorofil-a kuartalan menunjukkan zona B lebih besar dibandingkan zona A.
(4) Kelimpahan ikan di zona A berkaitan erat dengan perubahan kuartalan SPL hanya pada kategori musim yang ditunjukkan pada parameter varians, standar deviasi, range, dan koefisien keragaman. Sedangkan kelimpahan ikan di zona B baik ketegori kalender maupun musim tidak berkaitan dengan perubahan SPL dan klorofil-a untuk semua
(17)
parameter statistik (mean, median, modus, varins, standar deviasi, range dan koefisien keragaman)
DAFTAR PUSTAKA
Almuas, Jaya I. 2006. Studi Penentuan Daerah Penangkapan Potensial Ikan Pelagis di Perairan Laut Cina Selatan Bagian Selatan Pada Musim Timur. Buletin PSPX(3):
102-120.
Bakun A. 1996. Pattern in the oceans. Ocean processes and marine population dynamics.
California Sea Grant College System. National Oceans and Atsmopheric Adiministration in cooperation with Centro de Investigaciones BiolÓgicas del Noroeste, La Paz. BCS, México. 323p.
Bakun A, Jan B, Daniel P, John GP, Gary DS. 1982. Ocean Science in Relation to Living Resources. Can. J. Fish. Aquat. Sci. 39: 1059-1070.
Bellido JM, Brown AM, Vasilis DV, Giráldez A, Pierce GJ, Iglesias M, Palialexis A. 2008.
Identying essential fish habitat for small pelagic spesies in Spanish Mediterranean Waters. Hydrobiologia 612: 171-184.
Birowo S. 1982. Sifat Oseanografi Permukaan Laut. Di dalam: Romimohtarto K,
Thayib SS, redaksi. Kondisi Lingkungan Pesisir dan Laut di Indonesia. Proyek Penelitian
Masalah Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pencemaran Laut. Jakarta. Lembaga Oseanologi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LON-LIPI). hal. 1-96. Cury P, Bakun A, Robert J, Crawford M, Jarre, A, Renato A, Quinñones, Lynne J, Shannon,
Verheye HM. 2000. Small Pelagics in Upwelling Systems: Pattern of Interaction and Structural Changes in “Wasp-Waist” Ecosystems. ICES Journal of Marine Science
57:603-618.
Fréon P, Cury P, Shannon L, Roy C. 2005. Sustainable Exploitation of Small Pelagic Fish Stocks Challenged by Environmental and Ecosystem Changes: A Review. Bulletin of Marine Science, 76(2): 385–462.
Grahame J. 1987. Plankton and Fisheries. Great Britain. Edward Arnold (Publisher) Ltd.
140p.
Hadi S. 2004. Statistik. Jilid 3. Yogyakarta. Penerbit ANDI. hal 293-412.
Hendiarti N, Suwarso, Aldrian E, Amri K, Andiastuti R, Sachoemar SI, Wahyono IB. 2005.
Seasonal Variation of Pelagic Fish Catch Around Java. Oceanography vol. 16, No. 4:
112-121.
Jennings S, Kaiser MJ, Reynolds JD. 2001. Marine Fisheries Ecology. Oxford.Blackwell
Science. 417 pp.
Kawasaki T. 1991. Long-term Variability in The Pelagic Fish Populations. Di dalam: Kawasaki T, Tanaka S, Toba Y, Taniguchi A, editor. Long-term Variability of Pelagic Fish Population and Their Environment. Tokyo. Pergamon Press. p. 47-60.
Laevastu T and ML Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. England. Fishing
News Book, Ltd. 199 p.
Laevastu T and I Hela. 1970. Fisheries Oceanography. Fishing New (Books) Ltd. London. 236
p
Martin P, Bahamon N, Sabatés A, Maynou F, Sánchez P, Demestre M. 2008. European
Anchovy (Engraulis encrasicolus) Landings and Environmental Conditions on the
Catalan Coast (NW Mediterranean) During 2000-2005. Hydorobiologia 612: 185-199.
Masrikat JAN, Indra J, Budhi HI, Dedi S. 2009. Estimasi Standing Stock Sumberdaya Ikan Berdasarkan Kandungan Klorofil-a. JPPI 15 (3):257-266.
Nelwan AEP. 2010. Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Pantai Barat Sulawesi Selatan (Disertasi). Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Nomura M, Yamazaki T. 1977. Fishing Techniques (1). Tokyo. Japan International
Cooperation Agency. p. 27-30
Nybakken JW. 1982. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman M, Koesoebiono,
Bengen DG, Hutomo, M, Sukardjo S, penerjemah. Jakarta PT. Gramedia. Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach. 459 hal.
(18)
Odum EP. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Ed ke-8. Samingan T, penerjemah; Srigandono B,
editor. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Fundamentals Of Ecology. Ed ke-3. 697 hal.
Peltonen H, Miska L, Pääkkönen JP, Karjalainen M, Tuomaala A, Pönni J, Viitasalo M. 2007.
Pelagic Fish Abundance in Relation to Regional Environmental Variation in The Gulf of Finland, Northern Baltic Sea. ICES Journal Of Marine Science 64 (3): 487-495. http: //
icesjmas. oxfordjournals. org/ cgi/ content/full/64/3/487 [26 September 2009].
Syahdan M, M Fedi A.S, Agus A, dan Domu S. 2007. Hubungan Suhu Permukaan dan Klorofil-a TerhKlorofil-adKlorofil-ap HKlorofil-asil TKlorofil-angkKlorofil-apKlorofil-an IkKlorofil-an CKlorofil-akKlorofil-alKlorofil-ang (Katsuwonus pelamis, Linne) Di Perariarn
Bagian Timur Sulawesi Tenggara. Buletin PSP XVII (2): 246-249
Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji, M.K. Moosa. 1997. The ecology of Indonesian seas. Part I, Periplus Editions Ltd., Singapore.
Walpole RE. 1982. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics. 3 edition. 515 hal.
Wyrtki, K. 1961. Physical oceanography of the Southeast Asean Waters. NAGA Rep. 2. Scripps Inst. of Oceanography La jolla, Calif.
J.J. Ziljstra, M.A. Baars, S.B. Tijssen, F.J. Wetsteyn, J.Y. Witte, A.G. Ilahude, Hadikusumah, Neth. J. Sea Res. 25 (1990) 431.
(19)
(20)
Penyusun
PROSIDING
SIMPOSIUM NASIONAL
PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA BERKELANJUTAN Januari 2015
ISBN: 978-979-1461-47-4 @WWF-Indonesia
Layout dan Desain : M. Rustam Hatala dan M. Yusuf
Penerbit : WWF-Indonesia
Kredit : WWF-Indonesia
Kesalahan pengetikan, kata, dan kalimat diluar tanggung jawab penyusun dan penerbit. Setiap pihak diperkenankan mengunduh, menautkan, menyunting, dan/ atau merujuk pada prosiding ini dengan mencantumkan sumber dan nama penulisnya sesuai kaidah ilmiah yang berlaku.
(21)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas terlaksananya Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan serta selesainya penyusunan Prosiding Simposium ini. Prosiding ini terdiri dari kumpulan tulisan mengenai hasil penelitian dan makalah tentang perikanan tuna, baik tuna besar maupun tuna kecil. Prosiding ini berisi 141 tulisan terseleksi dari kurang lebih 180 tulisan yang didaftarkan.
Kegiatan Simposium Nasional dan penyusunan Prosiding ini dilaksanakan atas kerja sama WWF-Indonesia dengan Direktorat Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan Perikanan, yang didukung oleh USAID (United States Agency for International Development) dan MPAG (Marine Protected Area Governance). Simposium ini diikuti oleh pemakalah dari berbagai pihak yaitu Dosen dan Mahasiswa Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, Instansi Kelautan Perikanan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penyampaian makalah diawali oleh 7 orang ahli sebagai keynote speaker, yaitu:
1. Dr. Ir. Toni Ruchimat, M.Sc (Direktur Sumber Daya Ikan – DJPT, KKP 2012-2014) 2. Dr. Ir. Abdul Ghofar, M.Sc (Ketua Ketua Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan). 3. Drs. Agus A. Budhiman, M.Aq (Ketua Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline
Indonesia dan Mantan Direktur Sumber Daya Ikan KKP).
4. Prof. Dr. Indra Jaya (Dekan dan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor).
5. Dr. Purwanto (Peneliti Indonesia Marine and Climate Support dan Mantan Kepala Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, KKP)
6. Dr. Luky Adrianto (Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Laut, Institut Pertanian Bogor).
7. Dr. Lida Pet-Soede (Deputy Director and Advisor for WWF-Indonesia / WWF Global Marine Program)
Apresiasi khusus kami sampaikan kepada 6 orang moderator yang memfasilitasi pemaparan makalah dan diskusi dalam simposium selama 2 hari yaitu Abdul Ghofar, Agus A. Budhiman, Indra Jaya, Purwanto, Luky Adrianto, dan Wawan Ridwan. Selanjutnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah bekerja sama dan mendukung kegiatan ini, serta atas partisipasi semua pemakalah dan peserta. Kemudian tidak lupa permohonan maaf yang tulus atas segala kesalahan, kekeliruan, dan kekurangan dalam pelaksanaan kegiatan Simposium dan Penyusunan Prosiding. Mari kita ambil manfaat dari kegiatan ini demi terwujudnya pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di Indonesia.
Januari 2015
Imam Musthofa Zainuddin Ketua Tim Penyusun
(22)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii Kata Sambutan Direktur Sumber Daya Ikan – Kementerian Kelautan
Dan Perikanan ... xiii Kata Sambutan Direktur Coral Triangle – WWF-Indonesia ... xiv Pendahuluan ... 1
Keynote Speaker
Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tuna di Indonesia (Toni Ruchimat) ... 4
Revitalisasi Usaha Perikanan P/L (Huhate) dalam Penangkapan Ikan Cakalang di
Flores Timur (Agus A. Budhiman) ... 5
Memperkuat Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tuna di Indonesia ke Depan (Abdul
Ghofar) ... 16
Pengembangan Metode Pengalokasian JTB Kelompok Tuna per Provinsi dalam
Suatu WPP (Indra Jaya) ... 22
Pemodelan Skenario Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan di Indonesia
(Luky Adrianto, Suryo Kusumo dan Abdullah Habibi) ... 31
Model Pengelolaan Output Penangkapan untuk Penyesuaian terhadap Kuota
Nasional Tuna Sirip Biru Selatan (Purwanto, Lilis Sadiyah dan Fayakun Satria) ... 32
The Paradigm of The Broken Triangle - Addressing The Juvenile Tuna Issue (Lida
Pet-Soede dan Jose Ingles) ... 44 Status Stok Perikanan Tuna
Sintesis dan Summary Bagian 1
Keberlanjutan Stok Tuna-Cakalang-Tongkol (Abdul Ghofar) ... I - 46
Status Perikanan Tuna Di Samudera Hindia, Selatan Prigi – Kabupaten Trenggalek,
Jawa Timur(Irawan Muripto dan Ahmad Ripai) ... I - 53
Hasil Tangkapan dan Daerah Penangkapan Jaring Insang di Laut Cina Selatan
(Arief Wujdi dan Suwarso) ... I - 61
Hasil Tangkapan, Komposisi dan Musim Ikan Tongkol di Perairan Prigi (Arief Wujdi
(23)
Studi Aspek Reproduksi Ikan Madidihang (Yellowfin Tuna), Thunnus albacares
(Bonnaterre, 1788) sebagai Dasar Pengelolaan Perikanan Tuna Yang
Berkelanjutan (Budi Wahono dan L.J.L. Lumingas) ... I - 76
Pendugaan Stok Ikan Pelagis Besar Di Perairan Enggano Bengkulu Dengan
Teknologi Akustik (Deddy Bakhtiar) ... I - 82
Laju Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan Alat Tangkap
Pole and Line di Laut Seram, Maluku (Haruna dan Early Septiningsih) ... I - 91
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Tongkol (Auxis thazard) di
Perairan Maluku Tenggara, Provinsi Maluku (Eka Anto Supeni, Erwin Tanjaya dan
Johny Dobo) ... I - 97
Distribusi dan Kelimpahan Larva Ikan Pelagis di Perairan Laut Sulawesi (Endah
Febrianty dan Wahyuni Nasution) ... I - 105
Studi tentang Hubungan antara Jumlah Umpan Hidup dengan Komposisi Hasil Tangkapan pada Perikanan Pole and Line di Perairan Laut Seram, Kabupaten
Maluku Tengah (Erwin Tanjaya) ... I - 113
Analisis Pola Musim Penangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang
Didaratkan di PPN Tamperan Pacitan, Jawa Timur (Helman Nur Yusuf) ... I - 120
Strategi Operasi Penangkapan Perikanan Tuna Skala Usaha Kecil di Perairan
Samudera Hindia (Hufiadi dan Mahiswara) ... I - 128
Aspek Biologi, Alat, Daerah dan Struktur Tangkapan Ikan Madidihang (Thunnus
albacares) di Perairan Sangihe (Karsono Wagiyo) ... I - 139
Analisis Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) pada Daerah
Penangkapan dengan Menggunakan Rumpon dan Tanpa Rumpon di Perairan Barat Laut Banda (Husair, Muslim Tadjuddah, Abdullah, La Anadi,
Ahmad Mustafa,Hasnia Arami) ... I - 148
Kajian Awal Reproduksi Tuna Sirip Kuning dan Cakalang yang Tertangkap di Perairan Nusa Tenggara Timur (Ovie Ningsih, Wilson L. Tisera, Welma Pesulima,
Johanis W. Kiuk, dan Fanny I. Ginzel) ... I - 162
Studi Potensi dan Tingkat Pemnfaatan Tuna di Perairan Manokwari (Paulus Boli,
Fanny Simatauw, Emmanuel Manangkalangi, dan Nurhani Widiastuti) ... I - 168
Perikanan Cakalang dan Tuna di Teluk Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi
(Pelita Octorina dan Neneng Nurbaeti) ... I - 177
Trend Ukuran First Maturity Length Tuna Yellowfin di Samudera Pasifik dan Hindia
(Muhammad Yusuf) ... I - 185
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis) di
Perairan Selat Malaka, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Rina D’Rita
(24)
Estimasi dan Validasi Potensi Ikan Tuna pada Wilayah Pengelolaan Perikanan- Republik Indonesia (WPP-RI) 715 Menggunakan Data INDESO Project (Rizky
Hanintyo) ... I - 195
Kajian Biologi Populasi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Laut
Flores, Sulawesi Selatan (Warda Susaniati, Achmar Mallawa dan Faisal Amir) ... I - 207
Struktur Ukuran Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) yang Tertangkap di WPP
713 dan 573 ... I - 220 Penggunaan Kalender Migrasi Tuna dalam Rangka Mengoptimalkan Pengelolaan
Informasi Stok Guna Menuju Perikanan Tuna Indonesia yang Berkelanjutan (Yusri
Maesaroh) ... I - 226 Harvest Control Rules
Sintesis dan Summary Bagian 2
Pengendalian Penangkapan Tuna (Purwanto) ... II - 235 Vulnerability Asssessment of Tunas Fisheries in Northern (Bitung) and Southern
(Pelabuhanratu and Malang) Indonesia: Based on MSC Approach (Yonvitner,
Maskur Tamanyira dan Abdullah Habibi) ... II - 241
Analisis Tangkapan Sampingan Hiu pada Alat Tangkap Rawai Tuna di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik (Dwi Ariyogagautama, Imam Musthofa Z. dan Teguh
Prawira) ... II - 254 Harvest Control Rule dalam Mendukung Pengelolaan Perikanan Umpan yang
Berkelanjutan di Flores Timur (Saraswati Adityarini, Abdullah Habibi, Imam
Syuhada, dan Adrian Damora) ... II - 262
Daya Dukung Tingkat Pemanfaatan Stok Ikan Teri Merah (Encrasicholina
heteroloba) dalam Mendukung Perikanan Tuna Cakalang (O.T.S. Ongkers) ... II - 271
Distribusi Laju Pancing dan Ukuran Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) yang
Tertangkap Rawai Tuna di Samudera Hindia Bagian Timur (Arief Wujdi, Ririk
Kartika Sulistyaningsih dan Fathur Rochman) ... II - 290
Identifikasi Status Konservasi Hiu Tangkapan Samping di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pulau Bangka dan Belitung (Ardiansyah Kurniawan, Muhammad Fajar,
Ilhafuroihan Apriliazmi dan Aditya Nugraha) ... II - 297
Ukuran Layak Tangkap dan Dinamika Temporal Ikan Cakalang di Laut Banda dan Sekitarnya, Provinsi Maluku (Welem Waileruny, Delly Dominggas
Paulina Matrutty) ... II - 309
Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch) Perikanan Tuna di Provinsi Nusa Tenggara
Barat (Juhrin, Irwan Maulana dan Nurliah Buhari) ... II - 317
Ikhtisar Hasil Tangkapan Sampingan dan Terbuang dari Armada Perikanan Rawai
(25)
Struktur Ukuran Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Ambon dan
Implikasinya Bagi Pengelolaan (Augy Syahailatua dan La Pay) ... II - 325
Tingkat Keramahan Lingkungan Alat Penangkap Ikan Tongkol Abu-Abu (Thunnus tonggol) di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Karangsong Indramayu, Jawa Barat
(Lantun Paradhita Dewanti, Dulmiad Iriana, Junianto, dan Alexander M. Khan) ... II - 330
Hubungan Panjang Bobot dan Struktur Ukuran Ikan Madidihang (Thunnus
albacares) di Perairan Laut Banda (Umi Chodrijah) ... II - 341
Analisis Kenaikan Rata-Rata Incidental Catch pada Rawai Tuna di PPS Bungus
(Hanityo Adi Nugroho) ... II - 349
Kondisi Stok Ikan Tongkol Euthynnus affinis (Cantor, 1849) Di Perairan Prigi
Kabupaten Trenggalek dan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP 573) Sub Area
Jawa Timur (Tri JokoLelono) ... II - 353
Kematangan Gonad dan Ukuran Layak Tangkap Ikan Cakalang (Katsuwonus
pelamis) di Samudera Hindia Bagian Timur (Prawira A.R.P. Tampubolon, Irwan
Jatmiko, Hety Hartaty,dan Andi Bahtiar) ... II - 362
Estimasi Potensi Produksi Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Kepala
Burung Pulau Papua (Studi Kasus pada Daerah Fishing Ground Nelayan Kabupaten
dan Kota Sorong serta Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat (Alianto,
Hendri dan S. Manaf) ... II - 370
Potensi Reproduksi Tuna Madidihang Thunnus albacares di Selat Makassar (Wayan
Kantun, Syamsu Alam Ali, Achmar Mallawa dan Ambo Tuwo) ... II - 376
Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Tuna Menggunakan Pancing Rumpon di Samudera
Hindia Selatan Pelabuhanratu ... II - 390 Dinamika Pemanfaatan Madidihang (Thunnus albacares, Bonnaterre, 1788) Hasil
Pendaratan PPN Prigi, Jawa Timur (Hilmy Yashar Febriansyah, Yonvitner,
Achmad Fachrudin) ... II - 399
Laju Degradasi Sumber Daya Ikan Tongkol Abu-Abu (Thunnus tonggol) di Perairan
Pantura Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Lugas Lukmanul Hakim dan Rega
Permana) ... II - 407
Implementasi I-FISH pada Perikanan Pancing Tuna Berbasis Labuhan Lombok,
Nusa Tenggara Barat (M. Badrudin dan M. Lutfi) ... II - 417
Struktur Populasi Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) di Kepulauan Indo-Malaya:
Analisis Control Region, DNA Mitokondria (Ni Putu Dian Pertiwi, Andrianus Sembiring, Angka Mahardini, Ni Kadek Dita Cahyani, Aji Wahyu Anggoro, Budi
Nugraha, Ririk Kartika Sulistyaningsih, Irwan Jatmiko, dan IGNK Mahardika) ... II - 438
Analisis Kebiasaan Ikan Hiu yang Tertangkap sebagai Bycatch pada Penangkapan
Ikan Tongkol Menggunakan Alat Tangkap Gill Net di Kabupaten Indramayu, Jawa
(26)
Sebaran Ukuran, Pola Pertumbuhan dan Produksi Tangkapan Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares Bonnterre, 1788) di Perairan Barat Sumatera,
Indonesia (Vany Helsa Anwar, Indra Junaidi Zakaria dan Toufan Phardana) ... II - 459
Proporsi Hasil Tangkapan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) pada Perikanan
Pukat Cincin di Samudera Hindia: Studi Kasus Kapal INKA MINA 27 di Pacitan
(Wahyuni Nasution, Mahiswara dan Helman Nur Yusuf) ... II - 465
Model Dinamis Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang di Laut Banda dan Sekitarnya, Provinsi Maluku (Welem Waileruny, Eko Sri Wiyono,
Sugeng Hari Wisudo, Tri Wiji Nuraini, dan Ari Purbayanto) ... II - 474
Distribusi Ukuran Tangkap untuk Penentuan Selektivitas Alat Tangkap Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis) di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 (Yoke Hany
Restiangsih, Tegoeh Noegroho, Umi Chodrijah, dan Endah Febrianty) ... II - 484
Peran Longline dalam Meningkatkan Hasil Tangkapan Ikan Tuna Mata Besar:
Mungkinkah Memicu Gejala Overfishing di Laut Palabuhanratu? (Warsono El Kiyat) II - 495 Perkembangan Teknologi dan Armada Tangkap Perikanan Tuna Yang Berkelanjutan
Sintesis dan Summary Bagian 3
Teknologi dan Observasi Penangkapan Tuna-Tongkol-Cakalang
(Indra Jaya) ... III - 506
Sebaran Tuna dan Suhu Perairan pada Musim Timur dan Barat Berdasarkan Data Hasil Tangkapan dan ARGO FLOAT di Samudera Hindia (Roy Kurniawan, Agus
Hartoko dan Suradi Wijaya) ... III - 511
Pola Produksi Ikan Pelagis Besar (Tongkol, Cakalang, Tuna) Menggunakan Pancing Ulur di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Alfa F.P. Nelwan, Mukti Zainuddin dan
Muh. Kurnia) ... III - 520
Keterkaitan Antara Dinamika Perikanan Cakalang dan Dinamika Oseanografi di Perairan Barat dan Selatan Provinsi Maluku Utara (Amirul Karman, Sulaeman
Martasuganda, M. Fedi A. Sondita, dan Mulyono S. Baskoro) ... III - 532
Disain Kapal Ikan Tuna Long Line Berdasarkan Hook Rate (Sunardi dan Achmad
Baidowi) ... III - 550
Stabilitas Beberapa Kapal Tuna Longline di Indonesia (Yopi Novita dan Budhi
Hascaryo Iskandar) ... III - 555
Studi Tingkah Laku Ikan Madidihang (Thunnus albacares) terhadap Aktifitas Makan
(Wahyudi Prawiro, Priyanto Rahardjo, Abdul Rahman, dan Syarif Syamsudin) ... III - 564
Penentuan Karakteristik Hotspot Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan
Teluk Bone (Ady Jufri, Mukti Zainuddin, Muhammad Anshar Amran,
(27)
Distribusi Suhu Permukaan Laut dan Aspek Biologi Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Hasil Tangkapan Huhate di Bitung (Agus Setiyawan, A. Anung Widodo dan Candra
Nainggolan) ... III - 581
Perekayasaan Rumpon Pertengahan untuk Penangkapan Ikan Pelagis Besar di
Perairan Selatan Jawa (Agus Suryadi dan Tri Wahyu Wibowo) ... III - 589
Influence of Temperature on Tuna Catched in East Flores, East Nusa Tenggara Province, Indonesia (Alfed Kase, Wilson L. Tisera, Johanis W. Kiuk, Welma
Pesulima, Ovie Ningsih, dan Maria R. Naguit) ... III - 598
Kajian Daerah Penangkapan Potensial Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan
Tongkol (Euthynnus affinis) Menggunakan Analisis Spasial di Perairan
Pelabuhanratu (Amanatul Fadhilah, Agus Hartoko dan Max R. Muskananfola) ... III - 606
Pemetaan Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a untuk Menentukan Fishing Ground Potensial (Tuna) Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh pada Musim
Timur di Selat Bali (Ari Soebekti, Agus Adinugroho S. dan Alfi Satriadi) ... III - 618
Efektifitas Penggunaan AFD (Attractors Fish Depth) sebagai Alat Bantu Penangkapan
Ikan Tuna yang Ramah Lingkungan di Wilayah Perairan Selatan Jawa, Sendang Biru
Malang (Donny Dwi Ari Prayoga dan Sembadhani Bayu) ... III - 628
Pemetaan Kelayakan Zona Potensi Penangkapan Ikan Cakalang Bagi Unit Penangkapan Pole and Line di Perairan Teluk Bone (Fitri Indahyani, Mukti
Zainuddin dan Aisjah Farhum) ... III - 637
Analisis Hubungan Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a Data Satelit MODIS dan SUB- SURFACE TEMPERATURE Data ARGO FLOAT Terhadap Hasil Tangkapan Tuna
di Samudera Hindia (Geetruidha Adelheid Latumeten, Agus Hartoko dan Frida
Purwanti) ... III - 644
Studi Parameter Lingkungan Perairan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di
Gondol, Bali (Makhzanil Asywaq, Priyanto Rahardjo, Basuki Rachmad, dan Dadan
Zulkifli) ... III - 655
Cedera dan Praktek Keselamatan Kerja pada Perikanan Tuna Skala Kecil di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara (N. Alimina, B. Wiryawan, D.R. Monintja, T.W. Nurani,
dan A.A. Taurusman) ... III - 663
Hubungan Ukuran Ikan Terhadap Jangkauan Penglihatan Pada Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Hasil Tangkapan Alat Tangkap Pancing (Handline) di Pulau
Bawean, Kabupaten Gresik (R. Adi Kurniawan dan Fuad) ... III - 673
Kajian Produktivitas Alat Tangkap Tuna Longline di Pelabuhan Perikanan Samudera
(PPS) Bungus, Sumatera Barat (Lantun Paradhita Dewanti, Alexander M.A. Khan,
Dulmiad Iriana, Sriati, dan Rita Rostika) ... III - 682 Palca Wave Energy As Electric Convertion (PW GASCIN) Inovasi Energi Alternatif
(28)
Konstruksi dan Produktivitas Rumpon Portable Tuna di Perairan Palabuhanratu,
Jawa Barat (Roza Yusfiandayani, Indra Jaya dan Mulyono S. Baskoro) ... III - 698
Teknik Penangkapan Tuna (Thunnus sp.) Menggunakan Pancing Ulur dengan Kapal
Latih KM. COELACANTH di Perairan Maluku (Samuel Hamel, Saeful A. Tauladani,
Karyanto, Frangky Darondo, M, Zainul Arifin, dan Peggy Pontoh) ... III - 712
Deskripsi Daerah Penangkapan Pancing Ulur dan Hubungannya dengan Faktor Oseanografi yang Berpangkalan di Kabupaten Majene (Sudarman, Mukti Zainuddin
dan Alfa F.P. Nelwan) ... III - 718
Penggunaan Jaket Tuna pada Penangkapan Tuna dengan Pancing Ulur di Perairan
Palabuhanratu (Ambar Prihartini dan Suwardiyono) ... III - 728
Pemetaan Sebaran Klorofil-A Citra Satelit Aqua Modis untuk Pendugaan Daerah Penangkapan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Berdasarkan Hasil Tangkapan Purse Seine di Sumatera Barat (T. Ersti Yulika Sari, Usman dan
Farian Sukandi) ... III - 736
Strategi Pemanfaatan Rumpon pada Perikanan Tuna Skala Kecil di Sulawesi Utara (Widhya Nugroho Satrioajie, Evert de Froe, Paul van Zwieten, Sam Wouthuyzen,
dan Adriaan Rijnsdorp) ... III - 744 Pasar Perikanan Tuna yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
Sintesis dan Summary Bagian 4-5
Ekonomi dan Bisnis Tuna-Tongkol-Cakalang (Agus A. Budhiman) ... IV - 754
Komoditi Perikanan Tuna, Tongkol dan Cakalang dalam Menunjang Industri di
Provinsi Sumatera Barat (Eni Kamal) ... IV - 760
Penyiapan Sistem Ekolabel Tuna Skema LEI Ekolabel Tuna, Trend Pasar dan Daya
Saing (Fadil Nandila dan Diah Suradiredja) ... IV - 770
Pendekatan Bioekonomi Multispesies untuk Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia: Evaluasi Perikanan Tuna di PPN Palabuhanratu, Sukabumi,
Jawa Barat (Nimmi Zulbainarni dan Ade Imam Purnama) ... IV - 774
Analisis Efisiensi Usaha Penangkapan Tuna Berkelanjutan (Studi di Sendang Biru,
Kabupaten Malang, Jawa Timur) (Anthon Efani) ... IV - 790
Kajian Bioekonomi Ikan Cakalang (Thunnus sp.) di Provinsi Maluku Utara
(Mutmainnah) ... IV - 779
Perilaku Ekonomi Nelayan Ikan Tuna dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan
(Arif Rachman) ... IV - 810
Rancangan Sistem Dokumen Berbasis Komputerisasi untuk Penerapan Program
Traceability di Industri Pengolahan Tuna Loin Beku (Bambang Riyanto, Wini
(29)
Keuntungan, Kelestarian dan Harmoni Tuna (Studi Kasus di Sendang Biru, Malang)
(M. Zainal Fanani dan Muhammad Zainal Arifin) ... IV - 832
Struktur dan Stabilitas Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Tradisional Penangkap
Tuna di Indonesia (Studi Kasus Nelayan di Kabupaten Malang dan Kota Bitung) ... IV - 844 Penerapan Palka Ikan Berinsulasi pada Perahu Motor Nelayan Penangkapan Ikan
Tuna di Maluku (Muhammad Najib) ... IV - 853
Pengawasan Lalu Lintas Tuna Tongkol Cakalang (TTC) melalui Pendekatan
Sertifikasi di Kota Palu (Muhammad Zamrud) ... IV - 862
Upaya Budidaya Bandeng Umpan di Kabupaten Pesisir Selatan - Sumatera Barat
(Nofrin Yani dan Meriussoni Zai) ... IV - 868
Strategi Sistem Penanganan Ikan Tuna Segar yang Baik di Kapal Nelayan Handline
PPI Donggala (Normawati K. Mboto, Tri Wiji Nurani, Sugeng H. Wisudo, dan
Mustaruddin) ... IV - 876
Penerapan Traceability Pemasaran Tuna dan Mendukung Sistem Logistik Ikan
Nasional (SLIN) (Novia Nurul Afiyah, Trio Budi Setyawan dan Miftachul Huda) ... IV - 885
Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan Tuna : Studi Kasus Nelayan Tuna di Dusun Wuring,
Flores, Nusa Tenggara Timur (Nurlaili) ... IV - 890
Pemasaran Ikan Cakalang di Dermaga Beba Desa Tamasaju, Kacamatan Galut,
Kabupaten Takalar (Nurliati Maria) ... IV - 900
Subsidi “Rumpon Tuna” Untuk Peningkatan Ekonomi Masyarakat Nelayan Tuna Skala Kecil (Sebuah Usulan Kebijakan) (Rizki Aprilian Wijaya dan Andrian
Ramadhan) ... IV - 912
Histamin dan Identifikasi Bakteri Pembentuk Histamin Pada Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) (Stevy Imelda Murniati Wodi, Wini Trilaksani dan
Mala Nurilmala) ... IV - 169
Pengoptimalan Pengolahan Limbah Ikan Tuna (Thunnus atlanticus) sebagai Bahan
Makanan Pendamping (Bubur) ... IV - 177 Pengolahan Limbah Kulit Tuna Industri Fillet menjadi Produk Fashion sebagai
Upaya Peningkatan Daya Saing Perikanan Nasional (Putu Ary Dharmayanti) ... IV - 992 Persyaratan dan Resolusi Perikanan Tuna Internasional
Kepentingan Indonesia Bergabung dalam Regional Fisheries Management
Organization (Ainnur Rochmatin Fitriana) ... V - 944
Politik Hukum Pengelolaan Perikanan Tuna Di Laut Lepas Oleh RFMO (Akhmad
(30)
Kajian Implementasi Traceability Berbasis Standar ISO 28000 pada Rantai
Pasok Tuna Beku di Jakarta (Wini Trilaksani, Bambang Riyanto dan
Bayu Ardy Kresna) ... V - 962
Perdagangan Perikanan Tuna yang Berkelanjutan (Sadarma Suhaim Saragih) ... V - 976
Konsekuensi Hukum Penerapan Aturan RFMO pada Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Tuna di Indonesia (Bayu Vita Indah Yanti dan Catur
Wulandari) ... V - 987
Analisis Kebijakan dan Pengelolaan Perikanan Tuna Indonesia yang Berkelanjutan
dalam Menghadapi Tantangan Pasar Global (Indra Lesmana) ... V - 994 Kebiijakan Dan Pengelolaan Tuna Yang Berkelanjutan
Sintesis dan Summary Bagian 6
Kebijakan dan Pengelolaan Perikanan Tuna-Tongkol-Cakalang
(Luky Adrianto) ... VI - 1004
Evaluasi Pengelolaan Rumpon Tuna (Thunnus albacares) dan Cakalang (Katsuwonus
pelamis) yang Ramah Lingkungan (Priyanto Rahardjo dan Aris Widagdo) ... VI - 1012
Status Pengelolaan Perikanan Tuna dengan Pendekatan Ekosistem di Nusa Tenggara Barat (Nurliah Buhari, Sitti Hilyana, Ayu Adhita Damayanti, Rovina Andriani, dan
Muhammad Masyarul Rusdani) ... VI - 1017
Penilaian Indikator EAFM untuk Perikanan Tuna Indonesia (Aris Widagdo, Priyanto
Rahardjo, Toni Ruchimat, Purwito, Luky Adrianto, dan Abdullah Habibi) ... VI - 1025
Pengontrolan Perikanan Tuna di Wilayah Indonesia dengan Metode Linear Program
(Destyariani Liana Putri dan Widi A. Pratikto) ... VI - 1032
Kebijakan Penataan Rumpon dan Armada Pukat Cincin di Indonesia (Arifsyah M.
Nasution) ... VI - 1040
Peringatan Dini Terhadap Status Ikan Tuna Berdasarkan Data Lalu Lintas Pengiriman Tuna Melalui Pintu Bandara dan Pelabuhan di Kendari,
Sulawesi Tenggara (Abdul Rachman) ... VI - 1047
Revitalisasi Perikanan Tangkap Di Sumatera Barat dalam Rangka Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Tuna Berkelanjutan di Samudera Hindia
(Alfian Zein) ... VI - 1056
Manajemen Adaptif (Adaptive Management): Strategi Pengelolaan Tuna yang
Berkelanjutan (Anwar Syarif) ... VI - 1063
Potensi dan Pemanfaatan Ikan Tongkol Krai (Auxis thazard) di Perairan Selat Malaka,
(31)
Potensi Lahan Untuk Usaha Perikanan Budi Daya Ikan Tuna di Perairan Pulau Nain Kabupaten Minahasa Utara (Edwin L.A. Ngangi, Isrojati J. Paransa dan Indri S.
Manembu) ... VI - 1079
Distribusi dan Jarak Pemasangan Rumpon Laut Dalam dalam Upaya Pengelolaan Perikanan Tuna yang Berkelanjutan (Studi Kasus di Kendari, Maumere, Ambon dan Pelabuhan Ratu) (Ignatius Tri Hargiyatno, Regi Fiji Anggawangsa, Andrias S.
Samusamu, dan Agustinus A. Widodo) ... VI - 1085
Permasalahan Pengelolahan Perikanan Tuna Berkelanjutan di Perairan Pesisir
Utara Provinsi Papua (John D. Kalor) ... VI - 1091
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kondisi Oseanografi dan Laju Tangkap Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) di Samudra Hindia Bagian Timur (Jonson Lumban
Gaol I Wayan Nurjaya dan Khairul Amri) ... VI - 1099
Analisis Kebijakan Terhadap Pengelolaan Kelautan dan Perikanan Tuna di Provinsi
Sumatera Barat (Lengga Pradipta) ... VI - 1108
Reorientasi Pengelolaan Perikanan Tuna dalam Pembangunan Nasional
(Muh. Ishaq Hasan) ... VI - 1118
Komposisi Hasil Tangkapan dan Laju Pancing Rawai Tuna yang Berbasis di
Pelabuhan Benoa (Mulyono S. Baskoro, Budi Nugraha dan Budy Wiryawan) ... VI - 1126
Pengelolaan Perikanan Madidihang Studi Kasus Pancing Ulur di Laut Maluku yang
Berbasis di Bitung, Provinsi Sulawesi Utara (Novie Wijaya) ... VI - 1143
Sero Alat Tangkap Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Ramah Lingkungan dan
Berkelanjutan serta Kearifan Lokal Suku Bajo (Parman) ... VI - 1149
Keberlanjutan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pelagis (Layang, Tongkol dan
Cakalang) pada WPP 716 Nelayan Lokal Soma Pajeko Teluk Labuan Uki, Kabupaten
Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara (Ridwan Lasabuda) ... VI - 1155
Kinerja Alat Tangkap Berdasarkan Kriteria Ramah Lingkungan pada Perikanan Tuna Usaha Skala Kecil di Perairan Selatan Jawa (Tegoeh Noegroho, Mahiswara dan
Hufiadi) ... VI - 1164
Pemanfaatan Tuna Neritik Dengan Alat Tangkap Payang di Perairan Palabuhanratu
Samudera Hindia (Thomas Hidayat dan Tegoeh Noegroho) ... VI - 1176
Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tuna (Mata Besar/Thunus obesus
dan Sirip Kuning/Thunus albacares) yang Berkelanjutan di Kota Padang (Tomi
Ramadona) ... VI - 1183
Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tuna (Thunnus spp.) Berkelanjutan Berbasis
Penerapan LAC (Limit of Acceptable Change) di Perairan Selatan Sendang Biru,
(1)
Hasil Tangkapan Ikan Tuna pada Perikanan Pancing Tonda dengan Menggunakan Alat Bantu Rumpon di Perairan Samudera Hindia Selatan Jawa (Tri Wiji Nurani, Sugeng Hari Wisudo, Prihatin Ika Wahyuningrum, Risti Endriani Arhatin, dan
Didin Komarudin) ... VI - 1200
Profil Perikanan Tuna di Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (Wilson L. Tisera, Johanis W. Kiuk, Welma Pesulima, Ovie Ningsih,
Maria R. Naguit) ... VI - 1209
Clusterisasi Migrasi Ikan Tuna, Tongkol dan Cakalang di Teluk Bone dan Peran
Daerah dalam Pengelolaan Berkelanjutan (Yusli Sandi) ... VI - 1218
Kajian Musim Penangkapan Ikan Tuna di Perairan Laut Bengkulu
(Dede Hartono) ... VI – 1232
Status Keberlanjutan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) Di
Teluk Tomini Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo (Zulkifli Arsalam MoO) ... VI – 1238
Penutup Lampiran
(2)
KATA SAMBUTAN
DIREKTUR SUMBER DAYA IKAN – KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Syukur Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas terbitnya
ProsidingSimposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan. Prosiding ini
merupakan kumpulan tulisan yang terpilih dalam Simposium Nasional, yang telah terlaksana pada tanggal 10-11 Desember 2014. Simposium Nasional tersebut dilaksanakan atas kerja sama antara Direktorat Sumber Daya Ikan (SDI) – Dirjen Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan WWF-Indonesia. Atas nama jajaran Direktorat SDI-KKP, saya mengucapkan terima kasih kepada WWF-Indonesia atas kerja sama ini.
Kegiatan simposium dan prosiding perikanan tuna ini merupakan salah satu kebutuhan untuk referensi kita dalam melakukan pengelolaan perikanan tuna secara berkelanjutan. Indonesia merupakan salah satu negara penting secara global dalam perikanan tuna. Pada tahun 2010-2013, rata-rata produksi tahunan Indonesia mencakup tuna dan neritik tuna mencapai 1,1 juta ton/tahun. Pasar ekspor yang potensial untuk Indonesia meliputi Jepang, Amerika, dan beberapa negara di Uni Eropa. Hal tersebut menjadikan Indonesia termasuk lima besar negara utama produsen tuna di dunia.
Jenis-jenis tuna merupakan spesies yang beruaya jauh, yang pengelolaanya merupakan pengelolaan bersama, lintas daerah, provinsi dan bahkan lintas negara. Indonesia dianugerahi perairan yang menjadi habitat penting dan kritis bagi tuna. Untuk itulah Indonesia harus bisa mengemban tanggungjawab tersebut untuk mengelola tuna dengan baik. Terdapat banyak permasalahan yang dihadapi perikanan tuna di Indonesia, seperti aspek pengelolaan, sumber daya, teknologi, hingga aspek data dan informasi. Hal tersebut hendaknya dapat dikelola dengan baik untuk mendukung keberlanjutan stok sumberdaya tuna guna mendukung kelangsungan usaha, serta bisnis tuna Indonesia. Perkembangan dan kecenderungan permintaan pasar akan produk tuna yang ramah lingkungan pun menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia.
Prosiding Simposium Nasional Perikanan Tuna ini, diharapkan dapat menghadirkan informasi-informasi ilmiah terkini untuk menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan pengelolaan perikanan tuna di Indonesia. Penelitian yang telah dilaksanakan dan dipublikasikan telah menunjukkan komitmen dan keinginan berbuat sesuatu yang lebih baik untuk pengelolaan perikanan tuna di Indonesia secara bijak, demi keberlanjutan stok sumber daya perikanan tuna di perairan laut Indonesia, untuk kesejahteraan nelayan, dan seluruh masyarakat, serta bangsa Indonesia secara keseluruhan. Saya sebagai Direktur SDI, memberikan apresiasi atas terbitnya prosiding ini yang memuat tulisan mengenai pengelolaan perikanan tuna di Indonesia dari berbagai kalangan peneliti dan praktisi perikanan tuna. Semoga para pembaca dapat mengambil manfaat dari prosiding ini.
Terima kasih kepada WWF-Indonesia yang telah memfasilitasi pelaksanaan Simposium dan penerbitan Prosiding ini, serta semua pihak yang telah terlibat, serta telah mendukung Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia selama ini. Kementerian Kelautan dan Perikanan akan selalu berkomitmen dan bertanggung jawab, serta menjadi yang terdepan dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan di Indonesia.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Jakarta, Januari 2015
(3)
KATA SAMBUTAN
DIREKTUR CORAL TRIANGLE – WWF-INDONESIA
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan bimbingan yang telah diberikan kepada kita semua khususnya yang secara langsung terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan “Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan” dari mulai persiapan, pelaksanaan, hingga tersusunnya prosiding ini. Pada
kesempatan ini sekali lagi saya informasikan bahwa kegiatan simposium yang diselenggarakan pada tanggal 10-11 Desember 2014 di Hotel Mercure, Bali ini telah terselenggara dengan baik melalui kerja sama antara Direktorat Sumber Daya Ikan – Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dengan WWF-Indonesia. Penyelenggaraan simposium ini bertujuan untuk mendapatkan kajian terbaru terkait perikanan tuna, cakalang dan tongkol di Indonesia, serta memberikan rekomendasi bagi perbaikan kebijakan dan pengelolaan perikanan tuna, cakalang dan tongkol di Indonesia. Melihat banyaknya para pihak yang tertarik dan terlibat aktif dalam simposium ini, terutama dari para peneliti muda, maka WWF berkeinginan agar simposium tentang tuna ini dapat dilakukan secara reguler minimum 2 tahun sekali agar aspek-aspek yang yang mempengaruhi dan harus dipertimbangkan dalam upaya perbaikan pengelolaan perikanan tuna Indonesia seperti aspek ekologi, teknologi penangkapan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan dapat terus diperbaharui (di-update). WWF-Indonesia sangat bangga telah dapat menyelenggarakan simposium ini dalam skala nasional yang bisa menghadirkan lebih dari 200 orang peneliti dengan 141 makalah telah dipresentasikan. Makalah-makalah tersebut disentesis dengan cermat oleh para ahli dibidangnya, yaitu: 1) Dr. Abdul Ghofar, 2) Drs. Agus A. Budhiman,M.Aq 3) Prof. Dr. Indra Jaya, 4) Dr. Purwanto, dan 5) Dr. Luky Adrianto, kemudian dirangkum dalam bentuk Prosiding ini.
Pada kesempatan ini, perkenankan saya atas nama WWF-Indonesia mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tinggi kepada Direktur Sumber Daya Ikan Bapak Dr. Ir. Toni Ruchimat, dan Bapak Kepala Sub Direktorat Sumber Daya Ikan ZEE Bapak Saut Tampubolon, S.Sos, MM, beserta staf yang telah mendukung sepenuhnya atas penyelenggaraan simposium ini. Ucapan yang sama saya sampaikan pula kepada para Narasumber yang sekaligus juga menjadi Moderator dan Reviewer hasil-hasil simposium hingga menjadi sebuah prosiding yang lengkap. Ucapapan terima kasih juga disampaikan kepada semua Pemakalah dan peserta seluruhnya atas partisipasi aktif dalam simposium ini disertai iringan doa semoga sumbangsih ilmu pengetahuan yang telah dikonstribusikan dalam simposium ini menjadi bukti dharma bakti bagi perbaikan pengelolaan perikanan tuna Indonesia dan juga sebagai wujud amal Ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada kesempatan ini pula saya memberikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada seluruh panitia dan staf WWF yang telah bekerja keras dalam seluruh rangkaian penyelenggaraan simposium ini hingga tersusunnya prosiding ini.
Akhirnya saya ingin menyampaikan semoga Prosiding ini bermanfaat dan menambah pustaka kita semua. Amiin
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Januari 2015
(4)
PENDAHULUAN
Spesies tuna yang banyak tertangkap di perairan laut Indonesia setidaknya ada 8 yang memiliki nilai ekonomis penting. Ke-8 jenis ini terdiri dari jenis tuna besar yaitu sirip kuning atau madidihang (Thunnus albacares), mata besar (Thunnus obesus), sirip biru selatan
(Thunnus maccoyii), dan albakor (Thunnus alalunga). Dan tuna kecil, yaitu cakalang
(Katsuwonus pelamis), tongkol komo (Euthynnus affinis), tongkol krai (Auxis thazard), dan
tongkol abu-abu (Thunnus tonggol). Sumber daya perikanan tuna merupakan salah satu
komoditi andalan perikanan di Indonesia dan telah menjadi primadona perdagangan di pasar internasional.
Pada tahun 2012, lebih dari satu juta ton ikan tuna ditangkap di Indonesia, dan sebagian besar diekspor ke berbagai tujuan negara utama pembeli tuna, seperti Jepang, Amerika, China, dan beberapa negara di Uni Eropa. Nilai ekspornya pun menghampiri 4 triliun rupiah (Statistik Perikanan Tangkap, 2013; Statistik Ekspor Perikanan, 2012). Hal tersebut menjadikan Indonesia termasuk lima besar negara utama produsen tuna di dunia. Dan secara global, Indonesia merupakan negara produsen perikanan terbesar kedua setelah China, dengan produksi perikanan sebesar hampir 5,5 juta Ton pada tahun 2011, atau 6,8% dari produksi perikanan dunia (FOA Capture Fisheries Statistic, 2012). Namun, pada satu dekade terakhir terjadi penurunan trendline, baik di Indonesia maupun secara global. Peningkatan produksi
tangkapan juga tidak setinggi dekade sebelumnya. Tahun 2015 ini, FAO merilis bahwa 29% stok perikanan telah mengalami over fishing atau tangkap lebih, termasuk stok ikan tuna.
Sejak penangkapan tuna dimulai di Indonesia pada tahun 1960-an, sampai penangkapan secara besar-besaran di Indonesia sekitar tahun 1980-an, ada kecenderungan peningkatan produksi hasil tangkapan tuna. Kemudian pada satu dekade terakhir, terjadi penurunan
trendline, dimana peningkatan produksi tangkapan tidak setinggi dekade sebelumnya. CPUE
(Catch per Unit Effort) ikan tuna juga mengalami fluktuasi yang menyebabkan beberapa
armada perusahaan perikanan tuna tidak mengoperasikan sebagian kapalnya kerena tidak ekonomis lagi. Pergeseran lokasi penangkapan juga menjadi indikasi stok sumber daya perikanan tuna tidak stabil lagi pada beberapa lokasi di Indonesia. Hasil survey WWF-Indonesia dalam rentang tahun 2009-2014 menunjukkan bahwa umumnya perusahaan perikanan tuna di pelabuhan besar di Indonesia seperti Muara Baru Jakarta, Pelabuhan Ratu Jawa Barat, Samudera Indonesia Kendari, Sendang Biru Jawa Timur, Bitung Manado, Ambon, telah mengurangi armada penangkapan ikannya karena biaya operasional semakin tinggi sementara hasil tangkapan tuna semakin turun.
Ada banyak permasalahan yang dihadapi perikanan tuna di Indonesia, misalnya saja dari aspek pengelolaan (mis. penerapan kebijakan dan penegakan aturan serta kelembagaan pengelolaan), aspek sumber daya (mis. overfishing dan overcapacity, penangkapan juvenile
tuna), aspek teknologi (mis. masih tingginya angka bycatch, jumlah dan jenis armada, serta
alat tangkap yang belum terkendali secara optimal). Hingga aspek data dan informasi (mis. pendataan sumber daya perikanan tuna). Jika masalah-masalah ini terus dibiarkan akan menjadi penyebab turunnya sediaan sumber daya tuna di alam dan dapat mengancam kelangsungan usaha, serta bisnis tuna Indonesia. Perkembangan dan kecenderungan permintaan pasar akan produk tuna yang ramah lingkungan pun menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia.
(5)
Seiring dengan meningkatnya pemahaman dan kesadaran sebagian besar pihak dalam pengelolaan perikanan tuna, khususnya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan Perikanan, kalangan akademisi, swasta, dan LSM juga semakin menunjukkan perannya dalam pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan di Indonesia. Beberapa stakeholder berperan cukup signifikan baik dalam konsep pengelolaan perikanan tuna, maupun secara praktis para tingkat pengusaha dan nelayan. Dalam hal pengelolaan perikanan tuna di Indonesia, pemerintah dan semua stakeholder, salah satunya adalah dengan menyediakan
data terbaik untuk kebutuhan pengelolaan dan pengambilan keputusan atau penetapan kebijakan. Pelaksanaan Simposium Nasional Pengelolan Perikanan Tuna Berkelanjutan ini merupakan wujud nyata dalam mengumpulkan data ilmiah mengenai perikanan tuna di Indonesia. Simposium ini pertama kali dilaksanakan di Indonesia yang melibatkan peneliti dan praktisi perikanan tuna dari seluruh Indonesia, yaitu dari kalangan pemerintah, perguruan tinggi, swasta, dan LSM. Hal ini merupakan komitmen bersama dalam rangka mewujudkan pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan di Indonesia.
Simposium Tuna Nasional ini menghadirkan informasi-informasi ilmiah terkini dan telah disusun dalam bentuk Prosiding Simposium Nasional Pengelolan Perikanan Tuna Berkelanjutan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan pengelolaan perikanan
tuna di Indonesia. Kajian-kajian terbaru terkait perikanan tuna, cakalang dan tongkol di Indonesia telah diperoleh serta telah melalui diskusi di antara para peneliti tuna. Secara tematik, dari semua hasil penelitian dan makalah yang terseleksi, dalam prosiding ini dibagi menjadi 6 topik pembahasan, yaitu: 1) Status stok untuk perikanan tuna; 2) Harvest Control Rules; 3) Perkembangan teknologi dan armada tangkap perikanan tuna yang berkelanjutan;
4) Pasar perikanan tuna yang berkelanjutan dan berkeadilan; 5) Persyaratan dan resolusi perikanan tuna internasional; dan 6) Kebijakan dan Pengelolaan tuna yang berkelanjutan. Keenam tema ini dianggap menjadi isu krusial dalam perikanan tuna di Indonesia untuk menuju pengelolaan yang berkelanjutan.
(6)