Konflik dan Keharmonisan Keluarga pada Keluarga Petani

KONFLIK DAN KEHARMONISAN KELUARGA PADA
KELUARGA PETANI

DWI PUSPITA SARI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konflik dan
Keharmonisan Keluarga pada Keluarga Petani adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014
Dwi Puspita Sari
NIM I24100014

ABSTRAK
DWI PUSPITA SARI. Konflik dan Keharmonisan Keluarga pada Keluarga
Petani. Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI.
Konflik dalam keluarga merupakan salah satu yang menjadi penyebab dari
ketidakharmonisan keluarga. Keharmonisan keluarga dapat tercipta jika fungsifungsi dalam keluarga dapat dijalankan dengan baik serta adanya keseimbangan
dalam sistem keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konflik
keluarga petani dan keharmonisan keluarga, mengidentifikasi tipologi konflik dan
keharmonisan keluarga, dan menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga
dan potensi konflik dengan keharmonisan keluarga. Populasi pada penelitian ini
adalah keluarga petani yang ada di Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dengan contoh sebanyak 35 keluarga.
Pengambilan contoh dilakukan dengan metode sensus kemudian simple random
sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik pada keluarga petani
tergolong rendah dan keharmonisan keluarga tergolong tinggi. Tipologi konflik
dan keharmonisan keluarga termasuk ke dalam Tipe 3 dan Tipe 4. Semakin tua
ibu, maka potensi konflik pada keluarga akan semakin rendah dan keharmonisan

tinggi). Hubungan antara konflik dengan keharmonisan keluarga tidak
berhubungan secara signifikan.
Kata kunci: konflik keluarga, keharmonisan keluarga, keluarga petani

ABSTRACT
DWI PUSPITA SARI. Family Conflict and Family Harmony on Farmer
Families.Supervised by HERIEN PUSPITAWATI.
Conflict in the family is one of the caused of family disharmony. The family
harmony can be maintained if family functions were implemented in balanced
condition. The purposes of the study were identified family conflict of farmer
families and family harmony, to identified conflict family and family harmony’s
typologies and to analyzed the correlation between characteristics of family and
conflict potential withfamily harmony. The population in this research was farmer
families in the Sub-district Cipendawa, District Pacet, Cianjur, West Java, with
samples as many as 35 familes. Sampling was selected by census then simple
random sampling. The results showed that conflicton farmer families was in low
level and family harmony was in high level. The typology of family conflict and
family harmony was categorized as Type 3 and Type 4. The results also showed
that the older mother, tend to lower the conflict within family. However, there was
no significant correlation between family conflict with family harmony.

Keywords: family conflict, family harmony, farmer families

KONFLIK DAN KEHARMONISAN KELUARGA PADA
KELUARGA PETANI

DWI PUSPITA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Sktipsi: Konflik dan Keharmonisan Keluarga pada Keluarga Petani


Dwi Puspita Sari

Nama

:

NIM

: 124100014

Disetujui oleh

Dr Ir Herien Puspitawati, M S c_

,

MSc

Dosen Pembimbing


Diketahui oleh

r Ir Ujang Sumarwan,l[Sc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

2 3 DEC 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiahdengan judul “Konflik dan
Keharmonisan Keluarga pada Keluarga Petani” dapat diselesaikan. Penulisan
karya ilmiah ini tentunya tidak terlepas dari beberapa kesalahan dan kekurangan
serta mendapatkan bantuan dan dukungan baik langsung maupun tidak langsung
dari berbagai pihak.Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Ir Herien Puspitawati, MSc, MSc selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing dan memberikan banyak masukan dalam proses

penyusunan karya ilmiah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
2. Dr Ir Dwi Hastuti, MSc selaku pemandu seminar, Dr Ir Lilik Noor
Yuliati, MFSA selaku dosen penguji ujian akhir skripsi, Ir
Retnaningsih, MSi selaku moderator ujian akhir skripsi, atas masukan
dan saran-saran dalam penyempurnaan dan perbaikan karya ilmiah ini.
3. Neti Hernawati, SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang
banyak memberikan masukan dan nasehat dalam hal akademik.
4. Seluruh dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan
banyak sekali ilmu dan isnpirasi kepada penulis.
5. Kepala Desa Cipendawa, Kepala Sekolah SDN Harapan, serta Kepala
Sekolah SDIT Darul Hikmah yang telah memberikan izin serta
dukungan dalam proses pengambilan data dan informasi responden.
6. Orang tua penulis yang sangat penulis sayangi dan menjadi motivasi
untuk terus melakukan hal terbaik, Bapak Sutrisno dan Ibu Halmita.
Kakak penulis Eka Ratna Sari dan Uda Dasrizal atas dukungannya,
serta sepupu yang selalu memberikan semangat Rizma Yuni dan
seluruh keluarga di Padang dan Pati.
7. Sahabat-sahabat penulis Ringga, Nila, dan Wela, Fariz, Mba Risty, Indi,
Runi, Tria, Nenny, Yosita, Mila, dan teman-teman IKK 47 atas
kebersamaan dan dukungan, Kak Salsabila dan Mba Vivi yang

memberikan masukan dan saran, serta teman satu bimbingan Izma,
Danisya, dan Ilma. Terima kasih untuk dukungan dan semangat yang
diberikan.
8. Keluarga Wisma Seroja yang berbaik hati untuk mendukung dan
memberikan semangat kepada penulis, serta berbagai pihak yang tidak
bisa dituliskan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Dwi Puspita Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3


Manfaat Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

KERANGKA PEMIKIRAN

7

METODE

11

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

11


Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

11

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

12

Pengolahan dan Analisis Data

13

Definisi Operasional

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

15


Hasil

15

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

15

Karakteristik Keluarga

16

Konflik Keluarga

19

Keharmonisan Keluarga

21

Tipologi Konflik dan Keharmonisan Keluarga

24

Hubungan antar Variabel

26

Pembahasan Umum

28

SIMPULAN DAN SARAN

29

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

48

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jenis variabel, skala, dan kategori data
Sebaran usia suami dan istri
Sebaran lama pendidikan suami dan istri
Sebaran tipe petani
Sebaran besar keluarga
Sebaran konflik keluarga secara umum
Sebaran konflik keluarga berdasarkan tipe petani
Sebaran keharmonisan keluarga secara umum
Sebaran keharmonisan keluarga berdasarkan tipe petani
Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan konflik dengan
keharmonisan keluarga

12
16
17
18
18
20
21
22
23
27

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran hubungan karakteristik keluarga, potensi konflik,
dan keharmonisan keluarga
2 Kerangka pengambilan contoh
3 Grafik analisis tipologi konflik dan keharmonisan keluarga

10
11
25

DAFTAR LAMPIRAN
Kronologis sampling
Peta Kecamatan Pacet
Hasil-hasil penelitian terdahulu
Sebaran contoh berdasarkan konflik keluarga
Sebaran contoh berdasarkan keharmonisan keluarga
Data kualitatif arti keluarga
Daftar responden berdasarkan tipologi konflik dan keharmonisan
keluarga
8 Hasil uji korelasi Pearson antara karakteristik keluarga, konflik
keluarga dengan keharmonisan keluarga
1
2
3
4
5
6
7

35
36
37
41
43
45
46
47

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terkenal sebagai negara agraris karena sebagian besar tanahnya
dapat dijadikan lahan pertanian serta tidak sedikit masyarakatnya yang bermata
pencaharian sebagai petani.Sensus Pertanian 2013 memberikan gambaran bahwa
terjadi penurunan rumah tangga usaha pertanian dibandingkan dengan tahun 2003
yang didominasi oleh sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura serta
peternakan. Sektor pertanian tersebut memiliki peranan yang sangat strategis
dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan kapital, penyediaan pangan, dan
penyediaan bahan baku untuk industri dalam negeri (Nainggolan 2005). Namun
petani Indonesia dianggap sebagai masyarakat yang termarjinalkan serta
kondisinya masih memprihatinkan seperti lemahnya ekonomi usaha, lemah dalam
produktivitas, lemah dalam pendapatan, dan lemah dalam posisi tawar
(Sastraatmajda 2006). Menurut Sunarti dan Khomsan (2012) keluarga petani
masih belum sejahtera dikarenakan sektor pertanian yang semakin terpuruk serta
kebijakan pertanian dianggap belum konsisten.
Kemiskinan pada keluarga
petani diduga dapat menimbulkan konflik dalam keluarga petani tersebut.
Rachmadani (2013) menyebutkan bahwa sumber atau pemicu terjadinya konflik
dalam hubungan suami-istri yaitu kesulitan ekonomi dalam keluarga. Conger et
al., Voydanoff dan Donnelly juga mengatakan bahwa kemiskinan merupakan
kontribusi yang memperburuk konflik keluarga (Santiago dan Wadsworth 2009).
Konflik merupakan suatu hal yang akan selalu ditemui dalam kehidupan termasuk
kehidupan keluarga. Setiap keluarga mengalami konflik yang berbeda-beda dan
menyelesaikannya dengan cara yang berbeda.
Konflik yang berkepanjangan dapat menimbulkan kekacauan dalam
kehidupan keluarga yaitu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga bahkan
perceraian. Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA)
yang dilaporkan oleh harian Republika menyebutkan bahwa semenjak tahun 2005
sampai 2010 telah terjadi peningkatan perceraian di Indonesia sebesar 70 persen,
dan diperkirakan naik 10 persen pada tahun 2011 dibandingkan tahun sebelumnya
dengan faktor penyebab yang paling banyak adalah ketidakharmonisan, tidak ada
tanggung jawab, dan masalah ekonomi. Wilayah Jawa Barat merupakan
penyumbang tertinggi terkait kasus perceraian di Indonesia 1. Menurut data dari
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Ditjen Badilag
MA), sepanjang 2010 terdapat 33.684 kasus perceraian di Jawa Barat, sedangkan
di Jawa Timur sendiri terdapat 21.324 kasus dan 12.019 kasus di Jawa Tengah.
Angka kekerasan dalam rumah tangga pada tahun 2010 berdasarkan data
Komnas Perempuan yang dilansir harian Tempo (2013) yaitu hampir mencapai
101 ribu kasus dengan korban perempuan dan anak. Bentuk kekerasan dalam
rumah tangga yang dialami oleh perempuan biasanya berupa kekerasan fisik
seperti ditampar, kata-kata kasar atau mencaci maki, kekerasan seksual, dan
kekerasan ekonomi dengan tidak memberi uang untuk keperluan rumah tangga
atau kebutuhan anak (Kisinky 2012).
1

news.detik.com. Tingkat Perceraian di Indonesia Meningkat. Edisi: Kamis, 4 Agustus 2011.
[diakses pada 2 Januari 2014]

2
Konflik keluarga mengakibatkan ketidakharmonisan keluarga (Pekdemir,
Kocogu, dan Gurkan 2013). Keluarga yang harmonis terbentuk karena adanya
komunikasi, sikap saling menghormati antar anggota keluarga, rendahnya konflik,
dan memiliki waktu luang atau waktu bersama dengan keluarga (Lam et al. 2012).
Keluarga yang harmonis dapat mencegah timbulnya permasalahan bagi individu
yang ada dalam keluarga tersebut misalnya terlibat narkoba atau minum-minuman
alkohol bagi anak (Trinidad et al. 2003) atau prestasi akademik anak (Desiani
2012). Keharmonisan keluarga perlu dipelihara agar keluarga tersebut dapat
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan seimbang. Konflik yang
muncul dalam keluarga petani harus diatasi dan diselesaikan dengan baik
sehingga tercipta keharmonisan keluarga dan akhirnya mencapai kesejahteraan.
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai konflik keluarga khususnya di Indonesia
masih sebatas menggambarkan tentang konflik yang berujung pada perceraian
(Prianto, Wulandari, dan Rahmawati 2013) atautentang kekerasan dalam rumah
tangga (Wahab 2006; Kisinky 2012; Rachmadani 2013). Disamping itu, penelitian
keharmonisan keluarga secara umum membahas mengenai kaitannya dengan
hubungan perkawinan (Nancy 2013) dan interaksi keluarga (Yigibalom 2013),
perilaku dan prestasi anak (Afiah dan Purnamasari 2012; Desiani 2012; Utama
dan Nurwidawati 2013) atau persepsi secara umum (Lestari, Hardjanta, dan
Primastuti 2000). Studi mengenai hubungan antara keharmonisan keluarga dengan
konflik keluarga terutama pada keluarga petani masih belum ditemukan. Oleh
sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai konflik dan keharmonisan pada
keluarga petani.

Perumusan Masalah
Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974 yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal dalam
ketuhanan Yang Maha Esa. Keluarga yang bahagia meliputi keharmonisan
keluarga, sikap peduli dan dukungan, perasaan nyaman dan kebersamaan, dan
kesenangan atau kepuasan, sedangkan keharmonisan keluarga terdiri dari
komponen komunikasi, saling menghormati, rendah akan konflik, dan memiliki
waktu untuk keluarga (Lam et al. 2012). Konflik dapat terjadi karena adanya nilai
atau perilaku yang berbeda dan jika salah satu anggota keluarga mengalami
konflik dengan anggota keluarga lainnya, maka anggota keluarga yang lain akan
terpengaruh, hal ini karena keluarga merupakan sebuah sistem (Galvin, Bylund,
dan Brommel 2004).
Salah satu bentuk permasalahan keluarga yang disebabkan oleh munculnya
konflik yaitu kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT. Kekerasan dalam rumah
tangga dapat disebabkan oleh kurangnya komunikasi, ketidakharmonisan, alasan
ekonomi, ketidakmampuan mengendalikan emosi, ketidakmampuan mencari
solusi masalah rumah tangga, dan efek konsumsi narkoba atau miuman keras, rasa
cemburu, problem seksual, pertengkaran tentang anak, suami memiliki masalah
diluar rumah, dan keputusan istri untuk bekerja (Wahab 2006; Kisinky 2012).
Konflik yang tak terselesaikan dapat mengakibatkan terjadinya perceraian.
Kepala Kantor Wilayah Jawa Barat Kementrian Agama RI, Saeroji
mengungkapkan bahwa setiap tahun terdapat 400 ribu pasangan yang menikah di

3
Jawa Barat dan sepuluh persennya tercatat bercerai di pengadilan agama dan
banyak perceraian yang juga tidak resmi atau tidak tercatat di pengadilan agama2.
Menurut data Pengadilan Agama Cianjur, tercatat sebanyak 609 kasus cerai gugat
dan 105 kasus cerai talak sepanjang tahun 2013.Permasalahan keluarga tersebut
erat kaitannya dengan konflik yang timbul dalam kehidupan keluarga dan
mengganggu keharmonisan keluarga. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan
untuk menjawab pertanyaan mengenai:
1. Bagaimanakahkonflik yang ada pada keluarga petani?
2. Bagaimanakah keharmonisan keluarga petani?
3. Bagaimanakah tipologi konflik dan keharmonisan keluarga pada keluarga
petani?
4. Bagaimanakah hubungan karakteristik keluarga dan konflik keluarga
dengan keharmonisan keluarga pada keluarga petani?

Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan konflik
keluargadengan keharmonisan keluarga pada keluarga petani

Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi konflik pada keluarga petani
2. Mengidentifikasi keharmonisan keluarga petani
3. Mengidentifikasi tipologi konflik dan keharmonisan keluarga keluarga
petani
4. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan konflik dengan
keharmonisan keluarga petani

Manfaat Penelitian
1.
2.
3.

4.

2

Penelitian ini diharapkan berguna:
Bagi peneliti; mengasah kompetensi dalam studi ilmu keluarga dan
mengaplikasikan teori yang telah diperoleh saat perkuliahan
Bagi masyarakat; memberikan gambaran mengenai konflik pada kehidupan
keluarga serta penyelesaiannya sehingga terciptanya keharmonisan keluarga
Bagi pemerintah; sebagai referensi untuk membuat kebijakan terkait aspek
yang lebih memperhatikan pada keharmonisan keluarga terutama keluarga
petani
Bagi institusi pendidikan: mengembangkan studi tentang keluarga
khususnya konflik keluarga dan keharmonisan keluarga

www.pikiran-rakyat.com. Tiap Tahun di Jabar, 40 Ribu Pasangan Cerai. Edisi: Selasa, 10 Juli
2012. [diakses pada 2 Januari 2014]

4

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Struktural-Fungsional
Dasar dari pendekatan struktural-fungsional dikemukakan oleh Spencer
kemudian dikembangkan oleh Durkheim. Pendekatan ini mengakui adanya
keragaman dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari struktur
masyarakat. Beberapa ilmuwan atau tokoh yang mengembangkan teori strukturfungsional ini adalah August Comte yang dikenal sebagai “Bapak Sosiologi” yang
menginginkan sebuah “konsensus sosial”, kemudian Herbert Spencer yang
membedakan antara konsep “struktur” dan konsep “fungsi”, Emile Durkheim, dan
Talcott Parsons. (Megawangi 1999). Talcott Parsons merupakan tokoh yang
paling berpengaruh dalam pengembangan struktural-fungsional sebagai teori
untuk menganalisis perubahan keluarga.Menurut Parsons keluarga memiliki dua
fungsi yaitu fungsi instrumental (untuk pertahanan) dan fungsi ekspresif atau
fungsi yang berhubungan untuk pemeliharaan moral dan kerjasama (Georgas
2006).
Keluarga merupakan salah satu bagian dari subsistem dalam masyarakat
yang berinteraksi dengan subsitem lainnya seperti sistem ekonomi, politik,
pendidikan, dan agama sehingga keluarga berfungsi untuk memelihara
keseimbangan dalam masyarakat (Megawangi 1999). Struktur dalam keluarga
mencakup tiga elemen utama yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan: 1)
Status sosial yaitu sebagai identitas dan kepemilikan dalam sistem individu serta
merupakan gambaran hubungan timbal balik antar individu dengan status sosial
yang berbeda, 2) Fungsi sosial merupakan peran dan fungsi masing-maising
individu dalam interaksi dengan individu lainnya atau kelompok dengan status
sosial yang berbeda, 3) Norma sosial yang berperan dalam mengatur tingkah laku
individu dalam kehidupan sosialnya.
Keluarga Petani
Menurut para sosiologis dan antropologi Barat, keluarga diartikan sebagai
keluarga inti yaitu terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Akan tetapi pada
kebudayaan secara umum, dalam keluarga juga terdapat kakek, nenek, paman,
bibi, bahkan seseorang yang tidak berhubungan sama sekali. Oleh sebab itu
berdasarkan kesepakatan, keluarga didefinisikan sebagai suatu institusi umum dan
penting bagi pertahanan manusia dalam semua aspek sosial (Georgas 2006).
Keluarga befungsi sebagai perantara individu kepada masyarakat atau struktur
sosial yang lebih besar dan menyumbangkan hal-hal sebagai berikut kepada
masyarakat yaitu kelahiran, pemeliharaan fisik anggota keluarga, penempatan
anak dalam masyarakat, pemasyarakatan, dan kontrol sosial (Goode 2007).
Pertanian merupakan usaha yang bertujuan untuk mengadakan suatu
ekosistem buatan manusia sebagai penyedia bahan makanan bagi manusia, yang
teridiri dari usaha lahan pertanian bercocok tanam dan usaha peternakan
(Nasoetion 2010). Keluarga petani merupakan keluarga yang bermata pencaharian
utama sebagai petani sebagai sumber penghasilan keluarga. Sebagian besar petani
tinggal di pinggiran kota dan umumnya di pedesaan, sedangkan di perkotaan

5
keluarga petani hidup di bawah garis kemiskinan (Witrianto 2005 dalam Gustiana
2012). Dua konsep mengenai petani menurut Reddy (2011) yaitu, peasants
(subsistence farmers) merupakan petani yang memiliki lahan sempit dan hasil
pertanian digunakan untuk kebutuhan sendiri, serta farmers yaitu petani yang
hidup dari pertanian dan hasil pertaniannya kemudian dijual.
Status petani dalam usaha tani dapat dikelompok menjadi empat (Soeharjo
dan Patong dalam Gustiana 2012), yaitu:
1. Petani pemilik
Petani pemilik merupakan petani yang mempunyai hak milik terhadap tanah
pertaniannya dan mereka mengerjakan atau mengelola dan menggarap
pertaniannya tersebut secara langsung.Selain tanah, faktor-faktor produksi
lainnya seperti peralatan dan sarana produksi merupakan milikk petani
sendiri.
2. Petani penyewa
Petani yang menyewa tanah orang lain untuk usaha pertanian karena tidak
memiliki lahan atau tanah sendiri. Bentuk sewa dapat berupa produksi fisik
atau uang yang telah ditentukan atau sesuai perjanjian yang telah ditetapkan
sebelumnya.Resiko usaha tani merupakan tanggung jawab penyewa, bukan
tanggung jawab pemilik tanah.
3. Petani penggarap
Petani penggarap yaitu petani yang mengelola tanah milik orang lain untuk
kemudian hasilnya menggunakan sistem bagi hasil dengan resiko hasil
pertanian ditanggung bersama dengan pemilik tanah dan penggarap.
4. Buruh tani
Buruh tani yaitu orang yang mengerjakan tanah milik orang lain dengan
sistem upah. Resiko usaha tani merupakan tanggung jawab sepenuhnya
pemilik tanah, buruh tani hanya mengerjakan usaha tani dan hidupnya
bergantung pada pemilik tanah yang mempekerjakannya.
Konflik Keluarga
Konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial antara individu atau
kelompok dengan salah satu pihak bertujuan untuk membuat pihak lain mejadi
tidak berdaya atau menghancurkannya dengan dilatarbelakangi oleh perbedaan
ciri individu seperti perbedaan yang menyangkut fisik, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain-lain (Rachmadani 2013). Sebagian besar orang berpendapat
bahwa konflik merupakan hal yang negatif dan harus selalu dihindari, akan tetapi
konflik dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan terkait dengan keuntungan dan kerugian sebelum keputusan akhir
(Saleh 2011). Gelles and Straus membagi konflik ke dalam tiga bagian: 1)
Conflict of interest yaitu perdebatan pendapat, kesukaan (preferences), keinginan,
kebutuhan antara dua orang atau lebih; 2) Conflict yaitu makna, metode, atau
perilaku yang digunakan untuk menyelesaikan conflicting interests; 3) Hostility,
merupakan perasaan emosi yang negatif (tidak suka, benci) yang berlaku pada dua
orang/ grup atau lebih (Galvin, Bylund, dan Brommel 2004). Dalam kehidupan
perkawinan konflik merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dan salah satu
alasan dari ketidakpuasan perkawinan (Knox 1985). Konflik keluarga terjadi
karena adanya ketidakcocokan antara dua orang atau lebih anggota keluarga

6
dalam hal nilai-nilai atau kepercayaan yang berlaku dalam keluarga (Galvin,
Bylund, dan Brommel 2004). Konflik dapat berupa hal sepele atau merupakan
sebuah komplikasi yang luar biasa dan mengakibatkan banyak hal terlibat yang
akan terkena dampaknya (Saxton 1990).
Sumber konflik menurut Knox (1985) adalah sebagai berikut:
1. Perilaku (Behavior); seseorang mungkin akan kecewa jika pasangannya
melakukan hal-hal yang tidak disukainya, sebaliknya ia akan merasa baik
(feel good) jika pasangannya melakukan hal-hal yang menyenangkan.
2. Persepsi (Perception); persepsi dapat menjadi sumber terhadap kepuasan
atau ketidakpuasan. Saat seseorang merasa tidak puas atau kecewa dengan
perilaku pasangannya, maka ia harus merubah persepsinya bahwa perilaku
pasangannya tersebut merupakan hal yang tidak bermasalah.
3. Perbedaan nilai (Value Difference); perbedaan nilai dari pasangan yang
telah menikah dapat berupa perbedaan mengenai pelaksanaan peran
suami/istri, perbedaan nilai religi, uang, dan hubungan dengan suadara ipar.
Perbedaan nilai dalam sebuah hubungan bukanlah hal yang buruk jika
masing-masing anatar pasangan mampu menerima dan menilai dari berbagai
sudut pandang.
4. Aturan yang tidak konsisten/ berubah-ubah (Inconsistent Rules); peraturan
yang tidak konsisten atau tidak mendapat persetujuan dari pasangan akan
menimbulkan konflik.
5. Ambiguitas kepemimpinan (Leadership Ambiguity); konflik dapat terjadi
dalam keluarga setiap individu ingin menjadi pemimpin dan sepenuhnya
ingin menjadi penentu dalam pengambilan keputusan. Hal ini
mengakibatkan keambiguitasan pemimpin di keluarga.
Terdapat lima macam gaya konflik menurut Laver dan Laver (2012) yaitu:
1) Competition, merupakan konflik yang terjadi karena salah satu pasangan
mendominasi; 2) Avadence, yakni pasangan meyakini bahwa konflik harus
dihindari bukan diselesaikan agar tercipta kebahgiaan, tetapi pada kenyataannya
pasangan kurang bahagia; 3) Accomodation, salah satu pasangan bersikap
mengabaikan; 4) Compromise, mengkhawatirkan kepentingan sendiri dan
kepentingan pasangan; 5) Collaboration, terlalu berlebihan dalam memperhatikan
kepentingan sendiri dan pasangan.
Menurut Galvin, Bylund, dan Brommel (2004) terdapat dua macam konflik
yaitu 1) Konflik destruktif yang terdiri atas covert destructive conflict (konflik
yang terjadi karena perasaan yang tersembunyi dan pesan yang disampaikan tidak
jelas) dan overt destructive conflict (perilaku negatif yang mengarah pada
kekerasan baik verbal maupun non-verbal); 2) Konflik konstruktif, merupakan
konflik yang terjadi diselesaikan dengan baik sehingga tidak terulang di masa
yang akan datang atau adanya manajemen konflik yang dilakukan oleh keluarga
sehingga dapat saling mengetahui hal-hal yang disetujui atau tidak disetujui dan
mengemukakan ide serta perasaan mereka, akibatnya antar anggota keluarga dapat
saling memahami menganai alasan, pendapat, dan perasaan masing-masing dalam
bertindak.

7
Keharmonisan Keluarga
Keharmonisan terjadi karena adanya perasaan yang sangat puas satu sama
lain dalam sebuah hubungan serta adanya rasa saling bahagia satu sama lain
(Laver dan Laver 2012). Keharmonisan merupakan hasil dari sistem yang
demokrasi dan adanya sikap saling kerjasama dalam suatu hubungan, dengan
faktor-faktor yang paling penting yaitu afeksi, saling berbagi pengalaman, saling
percaya, berbagi dalam membuat keputusan, bekerjasama, bereaksi cepat terhadap
krisis keluarga seperti ada anggota yang sakit, bersatu sebagai sebuah unit yang
melawan serangan dari luar, memiliki kepentingan bersama, taat menjalankan
agama, dan menjaga status yang unggul dalam komunitas sosial (Burgess dan
Locke 1960).
Keharmonisan keluarga merupakan sinonim dari kebahagiaan keluarga yang
dipersepsikan sebagai suatu hal yang penting dalam sebuah keluarga (Lam et al.
2012), persepsi tentang berjalannya fungsi keluarga dengan baik dan efektif
(Trinidad et al. 2003), serta adanya hubungan baik antara anggota keluarga
seperti ayah-anak, ibu-anak, anak-anak, ayah-ibu (Chuang 2005). Keluarga yang
harmonis akan memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kasih sayang, perhatian,
dan rasa aman serta adanya komunikasi yang baik antara anggota keluarga
sehingga terciptanya keterbukaan dan kebebasan dalam mengemukakan pendapat
(Afiah dan Purnamasari 2012). Lam et al. (2012) menyatakan
bahwakeharmonisan keluarga merupakan elemen inti dari keberfungsian keluarga
dan berkontribusi terhadap kebahagiaan keluarga yang terdiri dari komponen
komunikasi, saling menghormati, rendah akan konflik, dan memiliki waktu untuk
keluarga.
Keharmonisan keluarga dipengaruhi oleh cara berpikir positif seorang ibu
terhadap permasalahan dalam keluarga. Gambaran berpikir positif berupa
penafsiran bahwa rumah tangganya berada dalam keadaan yang harmonis yang
ditandai dengan suasana yang didasari oleh cinta kasih, iman yang kuat, sifat
kedewasaan, rasa tanggung jawab, sikap saling pengertian, mau menerima
kenyataan dengan ikhlas, dan sikap mau memaafkan (Lestari, Hardjanta, dan
Primastuti 2012).

KERANGKA PEMIKIRAN
Teori struktural-fungsional keluarga menekankan bahwa dalam kehidupan
keluarga harus ada aturan atau fungsi yang dijalankan oleh unit keluarga agar
memiliki arti sehingga keluarga tersebut dapat bahagia (Puspitawati 2012).
Berdasarkan teori struktural-fungsional tersebut menganggap konflik atau
penyimpangan sebagai hal yang tidak baik sehingga harus diselesaikan agar
tercipta keharmonisan dalam keluarga. Menurut Prianto, Wulandari, dan
Rahmawati (2013), dalam pernikahan, pemahaman oleh calon pasangan maupun
pasangan suami istri terhadap tujuan dan makna perkawinan sangatlah penting.
Jika makna dan tujuan perkawinan tidak dianggap penting maka ketika terjadi
gangguan, tantangan, dan ancaman sedikit saja, perkawinan menjadi mudah goyah,

8
retak dan akhirnya berantakan.Ketika salah satu anggota keluarga memiliki
keterbatasan atau penyakit yang kronis, seluruh keluarga harus mencari jalan
keluar dan usaha melalui dukungan anggota keluarga lainnya, teman, atau
komunitasnya (Smart dan Smart 1980).
Konflik keluarga dapat menjadi stressor atau sumber stres bagi anggota
keluarga (Scharlach, Li, dan Dalvi 2006) dan keduanya berhubungan secara
signifikan (Santiago dan Wadsworth 2009).Konflik dalam keluarga diantaranya
yaitu konflik antara suami istri, konflik orang tua dengan anak dan konflik antar
saudara (sibling) dan dapat terjadi karena salah satu anggota keluarga ada yang
sakit, tuntutan untuk beradaptasi, ketidakberfungsian keluarga (Scharlach, Li, dan
Dalvi 2006). Konflik juga dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan dalam
pemenuhan kebutuhan (Subiyanto 2003 dalam Rachmadani 2013), masalah
perbedaan penghasilan antara suami dan istri yang sama-sama bekerja
(Rachmadani 2013), masalah finansial atau keuangan (Nwoye 2000; Lam et al.
2012; Roxana 2013) dan status istri yang bekerja (Suryadi dan Moeryono 1996
dalam Rachmadani 2013). Pendidikan yang lebih tinggi dapat memudahkan
seseorang untuk mengakses ekonomi dan sumberdaya lebih mudah sehingga
terlepas dari ketidakbahagiaan pernikahan (Zheng dan Penning 1997). Namun
Tubbs, Roy, dan Burtons (2005) mengatakan bahwa keluarga yang pendapatannya
lebih rendah memiliki waktu yang secara tidak sengaja terjadwal untuk
melakukan rutinitas bersama antar anggota keluarga seperti makan bersama,
berinteraksi, dan mendidik anak serta adanya pembagian peran dalam mengasuh.
Konflik keluarga merupakan faktor yang sangat berkontribusi dalam masalah
psikologis pada anak dan orang dewasa (Juang dan Alvarez 2010), seperti
masalah emosi dan perilaku negatif pada anak (Hall dan Cummings 1997; ElSheikh dan Erath 2011), dan sikap depresi pada orang dewasa (Formoso,
Gonzales, dan Aiken 2000). Kemampuan untuk mendapatkan dukungan sosial
berhubungan dengan kemampuan untuk menyelesaikan konflik, sedangkan sikap
penyesuaian berhubungan positif dengan sikap penghindaran konflik (Koerner
dan Fitzpatrick 1997). Konflik dalam keluarga menyebabkan ketidakstabilan
dalam pernikahan (Kalil dan Wightman 2010), dan ketidakstabilan pernikahan
yang disebabkan oleh konflik menuju pada perceraian, orang tua tunggal, dan
ditinggalkan oleh pasangan (Ngozi, Peter, dan Stella 2013).
Konflik dalam keluarga menjadi penyebab dari terganggunya keharmonisan
dalam keluarga (Choi dan Cho 2011 dalam Pekdemir 2013) dan merupakan faktor
penentu keharmonisan keluarga (Lam et al. 2012). Keluarga yang harmonis akan
memenuhi kebutuhan dasar seperti kasih sayang, perhatian, dan rasa aman serta
adanya komunikasi yang baik antar anggota keluarga karena akan menimbulkan
sikap keterbukaan bagi setiap anggota keluarga dalam mengemukakan pendapat
(Afiah dan Purnamasari 2012). Lam et al. (2012) menyatakan
bahwakeharmonisan keluarga merupakan elemen inti dari keberfungsian keluarga
dan berkontribusi terhadap kebahagiaan keluarga, sedangkan ketidakharmonisan
keluarga memberikan dampak buruk terhadap prestasi belajar anak dan
merupakan penyebab yang signifikan terhadap penggunaan tembakau dan alkohol
(Desiani 2012; Trinidad et al. 2003). Komitmen keluarga dan komunikasi
merupakan hal yang berhubungan positif dengan keharmonisan keluarga
(Adendorff, Venter, dan Boshoff 2008). Faktor-faktor yang memengaruhi
keharmonisan keluarga yaitu harapan terhadap pasangan, pengasuhan,

9
pengelolaan finansial, teman, seksualitas, hubungan dengan kerabat pasangan,
keberadaan anak, kerjasama dalam mengasuh anak, dan berbagi tanggung jawab
mengenai kepentingan anak merupakan faktor yang menjadi pembeda antara
keharmonisan perkawinan (Sevinç dan Garip 2010), serta sikap menghargai yang
ditunjukkan oleh anak kepada orang tua (Chuang 2005). Keluarga dengan rasa
saling hormat menghormati yang tinggi serta cinta pada keluarga memiliki
hubungan yang positif signifikan dengan keharmonisan keluarga (Chuang 2005).
Keharmonisan keluarga juga berkontribusi pada keluarga yang sehat dan bahagia
(Lam et al. 2012). Penelitian pendahuluan secara detil dilampirkan di Lampiran 3.

10
Karakteristik keluarga:
- Usia suami
- Usia istri
- Lama pendidikan suami
- Lama pendidikan istri
- Pekerjaan suami
- Pekerjaan istri
- Pendapatan keluarga
- Besar keluarga

Konflik keluarga:
- Konflik suami-istri
- Konflik antar anak
- Konflik orang tua-anak
- Konflik keluarga besar
- Aspek material
- Aspek non material

Keharmonisan keluarga:
- hubungan suami-istri
- hubungan orang tua-anak
- hubungan anak-anak
- hubungan menantu-mertua

Keutuhan keluarga

- Dukungan sosial
- Interaksi keluarga
- Nilai-nilai perkawinan
- Fungsi keluarga

Keterangan:
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan yang diteliti
= Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan karakteristik keluarga, konflik,dan keharmonisan keluarga

11

METODE
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan subsample dari penelitian Strategi Nasional
(Stranas) TA 2014 yang berjudul “Analisis Gender tentang Strategi Hidup
Keluarga, Investasi dan Kualitas Anak dalam Mencapai Target Millenium
DevelopmentGoals (MDGs) pada Petani Dataran Tinggi” yang diketuai oleh Dr. Ir.
Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc. Disain pada penelitian ini adalah cross sectional
study, yaitu dengan mengobservasi banyak orang dalam satu periode waktu
tertentu dan tidak berkelanjutan. Lokasi penelitian yaitu di Desa Cipendawa,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan
secara purposive dengan pertimbangan bahwa jumlah petani di Jawa Barat
tergolong tinggi dan Kabupaten Cianjur merupakan kawasan pertanian dataran
tinggi salah satunya adalah Desa Cipendawa. Penelitian ini dilakukan mulai dari
bulan April hingga Juni 2014.
Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh
Populasi pada penelitian ini adalah keluarga petani di daerah Pacet. Contoh
penelitian dipilih sebanyak 35 keluarga dengan status pekerjaan suami atau istri
atau keduanya adalah petani. Unit analisis pada penelitian ini adalah keluarga dan
individu. Penarikan contoh dilakukan pada siswa-siswi kelas 4 dan kelas 5 di
SDN Harapan dan SDIT Darul Hikmah dengan melihat status pekerjaan orang tua.
Secara detail kronologis pengambilan contoh terdapat pada Lampiran 1. Berikut
adalah kerangka pengambilan contoh pada penelitian:
Kabupaten Cianjur

Purposive berdasarkan
wilayah pertanian

data

Kecamatan Pacet

Purposive berdasarkan
luas lahan pertanian

data

Desa Cipendawa

Purposive berdasarkan
jumlah petani

data

n= 120

n= 35

Sensus berdasarkan data siswa
kelas 4 dan kelsas 5 SDN
Harapan dan SD IT Darul
Hikmah dengan orang tua
sebagai petani
Simple random sampling
berdasarkan keluarga petani
dengan suami-istri lengkap
dari data Stranas

Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh

12
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari instrumen penelitian berupa kuesioner yang
terdiri dari karakteristik keluarga (usia suami, usia istri, lama pendidikan suami,
lama pendidikan istri, pekerjaan suami, pekerjaan istri, pendapatan keluarga, dan
besar keluarga), konflik keluarga, dan keharmonisan keluarga. Sementara itu data
sekunder diperoleh dari jurnal atau literatur terkait. Secara rinci, jenis variabel,
skala data, dan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis variabel, skala, dan kategori data
Variabel

Jenis Data

Karakteristik
keluarga
 Usia
suami
(tahun)

 Usia
(tahun)

istri

Skala

Primer

Cara
pengumpulan data

Kategori data

Wawancara
Rasio

Rasio

 Lama
pendidikan
suami (tahun)

Rasio

 Lama
pendidikan
istri (tahun)

Rasio

 Pekerjaan
suami
 Pekerjaan istri

Nominal

 Tipe petani

Nominal

Nominal

Hurlock (1980)
1. Dewasa awal (1840 tahun)
2. Dewasa madya
(41-60 tahun)
3. Dewasa akhir (>
60 tahun)
Hurlock (1980)
1. Dewasa awal (1840 tahun)
2. Dewasa madya
(41-60 tahun)
3. Dewasa akhir (>
60 tahun)
1. < 6 tahun
2. Sama dengan 6
tahun
3. 7-9 tahun
4. 10-12 tahun
5. > 12 tahun
1. < 6 tahun
2. Sama dengan 6
tahun
3. 7-9 tahun
4. 10-12 tahun
5. > 12 tahun
1= Petani; 2= bukan
petani
1= Petani; 2= bukan
petani; 3= tidak
bekerja/ ibu rumah
tangga
Gustiana (2012)
1. Petani pemilik

13
Lanjutan Tabel 1
Variabel

Jenis Data

Skala

 Tipe petani

Primer

Nominal

 Pendapatan
keluarga (Rp/
bulan)
 Besar
keluarga
(orang)

Primer

Rasio

Primer

Rasio

Cara
pengumpulan
data

Kategori data
Gustiana (2012)
2. Petani penyewa
3. Petani penggarap
4. Buruh tani

Wawancara

BKKBN (1994)
1. Keluarga kecil (≤4
orang)
2. Keluarga sedang (56 orang)
3. Keluarga besar (≥7
orang)

Konflik keluarga

Primer

Ordinal

Kuesioner
1= Rendah ( ≤ 75)
mengacu kepada 2= Tinggi ( > 75)
Formoso,
Gonzales, dan
Aiken (2000)

Keharmonisan
keluarga

Primer

Ordinal

Kuesioner
1= Rendah ( ≤ 75)
mengacu kepada 2= Tinggi ( > 75)
Chuang (2005)

Ordinal

1= Tipe 1 (konflik
tinggi, keharmonisan
rendah)
2= Tipe 2 (konflik
McCubbin dan tinggi, keharmonisan
McCubbin
tinggi)
(1987)
dalam
3= Tipe 3 (konflik
Farhood (2004)
rendah,keharmonisan
tinggi)
4= konflik rendah,
keharmonisan rendah)

Tipologi konflik

Primer

Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan
menggunakan program Microsoft Excel danSPSS for Windows. Data-data yang
telah diperoleh diolah melalui tahapan editing, coding, scoring, entry data, dan
analisis data. Penilaian variabel-variabel pada penelitian ini diberi skor sesuai
dengan skala yang digunakan. Variabel potensi konflik diukur dengan pernyataanpernyataan yang terdiri dari 27 item pernyataan menggunakan 4 skala dengan
kategori, 1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= cukup sering, dan 4= sering
sekali, dengan cronbach α 0,84 dan validasi isi sebanyak 19 item pernyataan

14
yang valid. Variabel keharmonisan keluarga juga dikur dengan pernyataanpernyataan yang menggunakan 4 skala dengan kategori, 1= tidak puas/bahagia, 2=
kurang puas/bahagia, 3= cukup puas/bahagia, 4= sangat puas/bahagia yang terdiri
dari 14 item pernyataan dengan nilai cronbach α sebesar 0,82 dan validasi isi
sebanyak 6 item pernyataan yang valid.
Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif untuk melihat
sebaran karakteristik keluarga, kategori konflik, kategori keharmonisan keluarga,
serta tipologi keluarga. Analisis deskriptif yang digunakan yaitu nilai maksimum,
nilai minimum, rata-rata, standar deviasi, dan frekuensi. Analisis lainnya yang
digunakan yaitu uji validitas, uji reliabilitas, uji bedaIndependent-sample t test,
dan uji korelasi Pearson. Uji validitas digunakan untuk mengukur ketepatan atau
keabsahan kuesioner, sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk mengukur
keandalan kuesioner atau seberapa konsisten kuesioner dapat digunakan. Uji
bedaIndependent-sample t test digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata usia
suami dengan usia istri dan lama pendidikan suami dengan lama pendidikan istri
serta perbedaan konflik keluarga dan keharmonisan keluarga berdasarkan tipe
petani (petani pemilik dan petani non pemilik). Uji korelasi Pearson digunakan
untuk melihat hubungan antar karakteristik keluarga dengan potensi konflik dan
antara karakteristik keluarga dan potensi konflik dengan keharmonisan keluarga.
Pengkategorian variabel potensi konflik dan keharmonisan keluarga dilakukan
dengan cara menghitung skor indeks masing-masing variabel terlebih dahulu.
Rumus menentukan nilai indeks yaitu sebagai berikut:

Keterangan:
Indeks
= skala nilai 0-100
Nilai aktual
= nilai yang diperoleh responden
Nilai maksimal = nilai tertinggi yang seharusnya dapat diperoleh responden
Nilai minimal = nilai terendah yang seharusnya dapat diperoleh responden
Setelah diperoleh indeks setiap variabel, kemudian indeks dikelompokkan
menjadi dua kategori yaitu “rendah” dan “tinggi” ditentukan dengan
menggunakan cut off yakni kategori “rendah” memiliki nilai ≤ 75 dan kategori
“tinggi” memiliki nilai > 75.
Definisi Operasional
Contoh adalah keluarga petani dengan salah satu suami atau istri bekerja sebagai
petani.
Karakteristik keluarga yaitu ciri atau identifikasi keluarga yang meliputi usia
suami, usia istri, lama pendidikan suami, lama pendidikan istri, pekerjaan
suami, pekerjaan istri, tipe petani, pendapatan keluarga, dan besar keluarga.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri,
anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam rumah yang sama.
Tipe petani yaitu jenis petani yang merupakan status pekerjaan baik suami
maupun istri yang terdiri dari petani pemilik, petani penggarap, petani
penyewa, dan buruh tani.

15
Pekerjaam suami-istri yaitu kegiatan suami dan istri untuk menghasilkan
pendapatan keluarga yang dibedakan atas petani dan non petani.
Pendapatan keluarga merupakan total keseluruhan penghasilan dari semua
anggota keluarga yang bekerja baik sebagai petani maupun pekerjaan nonpetani.
Keluarga petani adalah keluarga dimana suami ataupun istri bermata pencaharian
sebagai petani dan menjadikan pertanian sebagai sumber penghasilan
keluarga, baik sumber penghasilan utama maupun sumber penghasilan
tambahan.
Konflik yaitu kondisi tidak seimbangnya suatu sistem akibat permasalahan baik
dari luar sistem maupun dari dalam sistem.
Potensi
konflik
adalah
indikasi
terjadi
ketidakseimbangan
dan
ketidakberfungsian keluarga yang mengarah pada konflik dalam keluarga.
Konflik keluarga merupakan kondisi tidak berfungsinya keluarga sebagaimana
mestinya dan mengganggu keseimbangan dalam keluarga, penyelesaian
konflik tersebut berbeda-beda antar keluarga.
Keharmonisan keluarga yaitu terciptanya rasa aman dalam keluarga serta
adanya interaksi yang baik antara suami-istri, orang tua-anak, dan antar anak
yang mencakup kebahagiaan dan kepuasan dalam keluarga.
Tipologi konflik adalah jenis konflik pada keluarga yang dilihat berdasarkan
keharmonisan keluarga dengan potensi konflik

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Secara astronomis, Kecamatan Pacet terletak antara 107º 00’00”-107º 04’00”
BT dan 06º 42’00”-06º 46’00” LS. Luas wilayah Kecamatan Pacet yaitu 4.166,45
ha dengan ketinggian 1080-2962 mdpl dan kemiringan 3-40% sehingga dapat
dikatakan bahwa kecamatan ini merupakan daerah dataran tinggi. Jumlah desa di
Kecamatan Pacet ada tujuh desa yaitu Desa Cipendawa, Desa Ciherang, Desa
Ciputri, Desa Gadog, Desa Sukanagalih, dan Desa Sukatani. Secara keseluruhan
luas lahan pertanian Kecamatan Pacet yaitu 2.355 ha dengan luas untuk sawah
453 ha dan bukan sawah 1.902 ha. Jumlah penduduknya sebanyak 98.422 jiwa.
Sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Pacet yaitu pendidikan jenjang sekolah
dasar/sederajat sebanyak 38 sekolah, SMP/MI sebanyak 6 sekolah, SMA/ SMK
sebanyak 6 buah, serta terdapat 2 perguruan tinggi. Desa yang menjadi lokasi
penelitian yaitu Desa Cipendawa yang memiliki luas lahan pertanian sebesar
201,20 ha dan termasuk kategori luas dengan jumlah anggota kelompok tani
sebanyak 140 orang.
Desa Cipendawa merupakan sentra penghasil sayuran di Kabupaten Cianjur.
Lahan pertanian yang luas pada umumnya dimiliki oleh petani yang memiliki
modal besar, sedangkan petani dengan modal sedikit hanya memiliki lahan sempit,
bahkan sebagian lahan pertanian ada yang dijual karena berkembangnya lahan
insdustri terutama pariwisata (banyak dibangun untuk villa). Jenis tanaman yang

16
dihasilkan dari pertaniannya yaitu jenis pertanian hortikultura seperti wortel,
bawang daun, cabai merah, caisin, sawi, lobak, buncis, tomat, dan lain-lain.
Tanaman hortikultura ini sangat berpotensi menguntungkan jika dikelola dengan
baik karena waktu panennya yang relatif singkat serta banyak dikonsumsi untuk
asupan makanan sehari-hari bagi masyarakat.Selain itu sebagian masyarakat di
Desa Cipendawa tersebut juga beternak. Jenis hewan ternak yang dimiliki pada
umumnya adalah kambing atau domba.
Karakteristik Keluarga
Usia Suami dan Istri
Usia menurut Hurlock (1980) dibedakan menjadi tiga kategori yaitu
dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (> 60
tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (51,40%) usia
suami termasuk pada kategori dewasa madya (41 tahun-60 tahun) dengan rata-rata
berusia 43,23 tahun, sedangkan usia istri hampir dua per tiga (65,70%) termasuk
pada kategori dewasa awal (18 tahun-40 tahun) dengan rata-rata usia 37,69 tahun.
Usia suami paling muda adalah 30 tahun dan paling tua adalah 63 tahun,
sedangkan usia istri paling muda adalah 28 tahun dan paling tua adalah 60 tahun.
Tidak ada satu pun istri memiliki kategori usia dewasa akhir dan hanya satu orang
suami yang usianya berada pada kategori dewasa akhir. Terdapat perbedaan yang
signifikan antara usia suami dan usia istri dengan rata-rata usia suami lebih tinggi
dibandingkan dengan usia istri. Sebaran usia suami dan istri dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Sebaran usia suami dan istri
Sebaran usia (tahun)

Suami

Istri

n

%

n

%

Dewasa awal (18-40)
Dewasa madya (41-60)
Dewasa akhir (>60)

16
18
1

45,70
51,40
2,90

23
12
0

65,70
34,30
0,00

Total

35

100,00

35

100,00

Min-Maks (tahun)
Rata-rata±Stdev (tahun)
Uji beda suami dan istri (p-value)

30-63
43,23±8,90

28-60
37,69±8,21
0,000**

Keterangan: **nyata pada p