Struktur Dan Sebaran Meiofauna Pada Ekosistem Lamun Di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu

STRUKTUR DAN SEBARAN MEIOFAUNA PADA
EKOSISTEM LAMUN DI PERAIRAN PULAU PARI,
KEPULAUAN SERIBU

DWI YANRICKA SARIPONDANG SAOGO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur dan Sebaran
Meiofauna pada Ekosistem Lamun di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu adalah
benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Dwi Yanricka Saripondang Saogo
NIM C54110088

ABSTRAK
DWI YANRICKA SARIPONDANG SAOGO. Struktur dan Sebaran Meiofauna
pada Ekosistem Lamun di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh
DIETRIECH GEOFFREY BENGEN dan ADRIANI SUNUDDIN.
Meiofauna merupakan organisme benthos yang hidup meliang dalam substrat
lamun dan berperan penting dalam siklus biogeokimia sejumlah unsur hara penting
di pesisir. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji (1) struktur dan sebaran komunitas
meiofauna pada ekosistem lamun dan (2) hubungan ekologi meiofauna dengan
karakteristik lingkungan habitat lamun di Pulau Pari. Penelitian dilakukan pada
bulan Maret–Juni 2015 di 2 stasiun penelitian. Sampel meiofauna diambil
menggunakan corer (d=4.5 cm , t=15 cm) yang dibenamkan di dalam transek
pengamatan lamun berukuran 11 m2. Sejumlah parameter fisika-kimia lingkungan
juga diukur. Analisis data yang dilakukan adalah Analisis Komponen Utama. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa komunitas meiofauna di Pulau Pari terdiri dari 10

fila, 19 kelas, 37 ordo, 81 famili dan 120 genera, dengan Nematoda sebagai jenis
yang dominan. Meiofauna paling banyak ditemukan di Stasiun 1 dicirikan oleh
kondisi substrat didominasi oleh pasir sedang, kerapatan lamun tinggi, dan nilai
redoks potensial yang tinggi sedangkan di Stasiun 2 dicirikan oleh kondisi bahan
organik yang tinggi. Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa kondisi
substrat, kerapatan lamun dan redoks potensial memiliki hubungan yang erat
terhadap kelimpahan meiofauna di Pulau Pari.
Kata kunci: lamun, meiofauna, Pulau Pari, substrat

ABSTRACT
DWI YANRICKA SARIPONDANG SAOGO. Structure and Distribution of
Seagrass Ecosystem Meiofauna at Pari Island, Kepulauan Seribu. Under direction
of DIETRIECH GEOFFREY BENGEN and ADRIANI SUNUDDIN.
Meiofauna is interstitial benthic organism living in seagrass substrat with
ecological role and has important role in biogeochemical cycle of nutrient element
in the coast. The aims of this study were review (1) structure and distribution of
seagrass meiofauna, and (2) ecological connection between meiofauna with
seagrass habitat characteristics. This research was on March–June 2015. Meiofauna
samples were collected using corer (d= 4.5 cm h=15 cm) on seagrass transect sized
11 m2. Observations of seagrass and physical-chemical parameters of habitat was

conducted at 2 stations. Principal Component Analysis use as data analysis method.
Result of the study showed that meiofauna in the Pari Island consist of 10 fila, 19
classes, 37 order, 81 families, and 120 genera, with Nematoda dominant on this
study. Meiofauna at site 1 was more abundant compare to site 2, with substrate
dominated by sand, high seagrass density, and the high potential redox. The result
of principal component analysis indicated that substrate condition, seagrass density,
and redox potential were affecting meiofauna abundance in Pari Island.
Keyword : meiofauna, Pari Island, seagrass, substrate

STRUKTUR DAN SEBARAN MEIOFAUNA PADA
EKOSISTEM LAMUN DI PERAIRAN PULAU PARI,
KEPULAUAN SERIBU

DWI YANRICKA SARIPONDANG SAOGO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini. Topik penelitian yang dipilih adalah Struktur dan Sebaran Meiofauna
pada Ekosistem Lamun di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Dietriech G
Bengen dan Ibu Adriani Sunuddin, SPi, Msi selaku pembimbing. Penghargaan
penulis sampaikan kepada Ibu Siti Nursiyamah dari Laboratorium Biologi Mikro I,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB atas bantuannya selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua Elvistion Saogo dan Rohma D
Saragih, kakak (Putri Roel Deavy Saogo), adik (Triadelita Pusoppinan Saogo dan
Ananda Charisma Samuel Saogo), ITK 48, serta seluruh keluarga, atas segala doa,

dukungannya dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Dwi Yanricka Saripondang Saogo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

METODE PENELITIAN

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Bahan dan Alat


2

Prosedur Penelitian

3

Prosedur Analisis Data

5

Komunitas Meiofauna

5

Komunitas Lamun

6

Hubungan Meiofauna dengan Karakteristik Lingkungan Lamun


7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

8

Karakteristik Fisika – Kimia Perairan Pulau Pari

8

Karakteristik Fisika – Kimia Sedimen Dasar Perairan Pulau Pari

9

Kerapatan Lamun di Perairan Pulau Pari


11

Persentase Tutupan Lamun di Perairan Pulau Pari

12

Komunitas Meiofauna di Pulau Pari

12

Indeks Kesamaan Taksa

15

Hubungan Kelimpahan Meiofauna dengan Karakteristik Lingkungan Vegetasi
Lamun
15
SIMPULAN DAN SARAN


17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP


31

DAFTAR TABEL
1 Parameter fisika, kimia dan biologi yang dianalisis dalam penelitian
2 Parameter fisika-kimia perairan di Pulau Pari
3 Parameter kimia sedimen di Pulau Pari

3
8
9

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Lokasi pengambilan sampel meiofauna di Pulau Pari
Tahapan penelitian
Karakteristik fisika sedimen di Pulau Pari
Kerapatan lamun di stasiun penelitian
Persentase penutupan lamun di stasiun penelitian
Komposisi jenis meiofauna di Pulau Pari
Kelimpahan meiofauna di Pulau Pari
Indeks keanekaragaman (H'), indeks keseragaman (E), indeks dominasi
(D) meiofauna di Pulau Pari
9 Hubungan kelimpahan meiofauna dengan karakteristik vegetasi lamun

2
4
10
11
12
13
14
14
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 INP jenis lamun di Pulau Pari
2 Hasil analisis komponen utama kelimpahan lamun dengan karakteristik
vegetasi lamun
3 Kelimpahan meiofauna di ekosistem lamun Pulau Pari
4 Indeks kesamaan taksa meiofauna di Pulau Pari
5 Dokumentasi spesimen meiofauna

20
20
21
27
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meiofauna merupakan kelompok hewan berukuran 0.063–1 mm yang hampir
ditemukan di semua habitat perairan baik perairan tawar, payau maupun laut. Sifat
hidup meiofauna yaitu interstisial atau hidup meliang di partikel-partikel sedimen
(Wardiatno et al. 2012). Secara ekonomis meiofauna tidak memberikan manfaat
langsung bagi manusia, namun secara ekologis meiofauna memiliki peranan dalam
keberadaan biota laut lain. Peranan ekologi meiofauna yaitu sebagai sumber
makanan bagi meiofauna lain, berperan dalam menyuburkan dasar perairan
(Metcalfe 2005 dalam Indriyani 2014), sebagai makanan bagi organisme trofik
yang lebih tinggi, berperan dalam meningkatkan penghancuran bahan organik
(dekomposisi aerob) yang berlanjut pada proses mineralisasi mikroba,
meningkatkan regenerasi nutrien di lingkungan bentik, dan sebagai bioindikator
pencemaran atau pengkayaan bahan organik (Zulkifli 2008). Efendi (2015) juga
menyebutkan bahwa siklus hidup meiofauna yang terjadi di dalam substrat
memberi peranan penting dalam siklus nutrien dan aliran energi.
Lamun merupakan tumbuhan laut angiosperma (tumbuhan berbunga) yang
memiliki sistem perakaran dan rimpang serta telah beradaptasi hidup terbenam di
perairan (Hemminga dan Duarte 2001). Lamun memiliki fungsi ekologis dan
merupakan habitat dengan biodiversitas laut yang tinggi (Rahmawati 2011).
Peranan lamun tidak lepas sebagai habitat serta naungan dari berbagai kelompok
biota seperti plankton, nekton, bentos dan pemakan detritus. Selain itu, lamun juga
merupakan habitat bagi kelompok meiofauna. Disamping sebagai daerah
perlindungan, lamun juga berfungsi sebagai habitat pemijahan, asuhan dan mencari
makanan, masing–masing jenis berinteraksi membentuk satu kesatuan ekosistem
lamun.
Jenis lamun yang ditemukan di Perairan Pulau Pari yaitu Enhalus acoroides,
Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, dan Halophila ovalis (Kiswara 1992).
Keberadaan lamun di suatu ekosistem bervariasi baik jenis, kerapatan serta
karakteristik kondisi lingkungan. Hal ini berakibat pada komposisi serta
kelimpahan organisme di dalamnya termasuk meiofauna. Keragaman jenis dan
struktur komunitas meiofauna dipengaruhi oleh kondisi substrat yang berbeda
terkait dengan mekanisme adaptasi yang dilakukan, kandungan bahan organik,
kondisi oksigen serta kerapatan vegetasi lamun. Penelitian dilakukan untuk melihat
hubungan antara karakteristik sedimen vegetasi lamun dengan kelimpahan
meiofauna yang hidup pada lamun di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji (1) struktur dan sebaran komunitas
meiofauna pada ekosistem lamun, dan (2) hubungan ekologis meiofauna dengan
karakteristik lingkungan habitat lamun di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

2

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu dengan dua
stasiun. Stasiun 1 terletak di bagian Selatan Pulau Pari dan Stasiun 2 terletak di
bagian Utara Pulau Pari (Gambar 1). Survey lapang dilaksanakan pada tanggal 2830 Maret 2015. Analisis parameter biologi dilakukan pada bulan April–Juni di
Laboratorium Biologi Mikro 1 Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
Analisis parameter fisika-kimia perairan dan sedimen dilakukan di Laboratorium
Lingkungan Departemen Budidaya Perairan.

Gambar 1 Lokasi pengambilan sampel meiofauna di Pulau Pari
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sedimen vegetasi lamun,
rose bengal, serta formalin. Alat yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur
parameter fisika, kimia dan biologi disajikan pada Tabel 1.

3

Tabel 1 Parameter fisika, kimia dan biologi yang dianalisis dalam penelitian
Parameter
Satuan
Alat
Keterangan
Fisika
o
C
Suhu
Termometer
in situ
Kedalaman
meter
Tongkat berskala
in situ
Kecerahan
meter
Secchi disk
in situ
Tekstur
%
Saringan bertingkat
Lab.
Sedimen
Kimia
pH
pH meter
in situ
Salinitas
Hand refractometer
in situ
Redoks
mV
Eh meter
Lab.
potensial (Eh)
Total
Bahan
%
Titrasi
Lab.
Organik (TOM)
Biologi
Kelimpahan
Ind/m2
Transek kuadrat
in situ
Lamun
1m1m
Kelimpahan
Ind/m2
Corer (pipa paralon,
Lab.
Meiofauna
d=4.5 cm, t=15 cm),
saringan 100 µm,
mikrokop binokuler,
Alat pendukung yang digunakan untuk terlaksananya penelitian ini antara lain
alat tulis (kertas newtop, pensil 2B), plastik sampel, saringan, botol sampel, kertas
label, alat dasar selam (ADS), kamera kedap air untuk dokumentasi.
Prosedur Penelitian
Tahapan kegiatan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Prosedur
penelitian terdiri atas persiapan alat dan bahan, survei kondisi lapangan,
pengamatan lamun dan pengambilan sampel meiofauna, pengukuran dan
pengambilan sampel parameter fisika-kimia, analisis sampel di laboratorium.
Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2013
dan Xl Stat.

4
Mulai

Persiapan alat dan
bahan

Survey lapang

Pengamatan
lamun

Pengambilan sampel
sedimen

Pengukuran
fisika-kimia
perairan

Kerapatan
lamun &
Persentase
tutupan lamun

Analisis

Suhu, salinitas,
kedalaman,
kecerahan, pH

Kelimpahan
meiofauna

Redoks
potensial

Bahan organik
total (TOM)

Fraksi
sedimen

Analisis
komponen utama
selesai

Gambar 2 Tahapan penelitian
Pengamatan Lamun dan Pengambilan Sampel Meiofauna
Pengamatan lamun dilakukan dengan menggunakan transek garis (line
transect) sepanjang 50 m dan transek kuadrat 1 m  1 m. Stasiun pengamatan terdiri
atas 2 stasiun, masing-masing stasiun diletakkan 3 transek garis, di dalam satu
transek terdapat 3 transek kuadrat. Pengambilan sampel meiofauna dilakukan
menggunakan corer (pipa paralon) dengan diameter 4.5 cm dan tinggi 15 cm.
Pengambilan sampel dilakukan di masing-masing transek kuadrat dengan 3 kali
ulangan. Sampel meiofauna kemudian dimasukkan ke dalam plastik sampel, diberi
formalin konsentrasi 10%, dan selanjutnya diberi label.
Pengukuran Parameter Fisika – Kimia
Parameter fisika perairan yang diukur yaitu kedalaman, kecerahan dan suhu
sedangkan parameter fisika sedimen yang diukur adalah fraksi sedimen. Parameter
kimia perairan yang diukur yaitu salinitas dan pH, sedangkan parameter kimia
sedimen yang diukur adalah total bahan organik (TOM) dan redoks potensial (Eh).
Pengukuran kedalaman, kecerahan, suhu, salinitas dan pH dilakukan secara in-situ,
sedangkan pengukuran total bahan organik, redoks potensial dan fraksi sedimen

5
dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis Sampel Meiofauna
Sebelum sampel meiofauna dianalisis diberi rose bengal dan didiamkan
selama ± 3 hari untuk mewarnai organisme agar mudah dalam proses penyortiran
dan analisis. Selanjutnya bilas sampel dengan air tawar dan saring menggunakan
saringan berdiameter 100 µm. Tahapan ini diulang sebanyak sepuluh kali.
Tujuannya adalah untuk memisahkan organisme makrofauna, pasir – pasir halus
serta akar lamun yang ikut terambil. Sampel yang berhasil disaring dimasukkan ke
dalam botol sampel dan diberi formalin yang telah dicampur rose bengal dengan
konsentrasi 5%.
Analisis meiofauna dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro I Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Proses analisis dilakukan menggunakan mikroskop binokuler
dengan perbesaran 4  10 dan buku identifikasi Introduction to the Study of
Meiofauna (Higgnis dan Thiel 1988).
Prosedur Analisis Data
Komunitas Meiofauna
Kelimpahan Meiofauna
Kelimpahan meiofauna dihitung menggunakan rumus (Brower et al. 1989)
sebagai berikut :

=

Keterangan :
D = Kelimpahan meiofauna (ind/m2)
a = Jumlah meiofauna yang dihitung (ind)
b = Luas lingkaran corer (cm2)

Indeks Keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman jenis dihitung untuk mengetahui keanekaragaman
hayati biota. Indeks keanekaragaman dihitung berdasarkan Indeks Shannon-Wiener
(Krebs 1989) yaitu :




� = − ∑ �� �
�=

Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman
Pi = ni / N
ni = Jumlah individu pada taksa ke-i
N = Jumlah individu seluruh taksa
S = Jumlah taksa

��

Indeks Keseragaman (E)
Pola penyebaran tiap individu tiap taksa diketahui dengan cara menghitung
indeks keseragaman (Evenness) yang ditentukan dengan persamaan (Krebs 1989) :

6
�′

=



Keterangan :
E
= Indeks keseragaman
H’
= Indeks keanekaragaman
H maks = Keragaman maksimum (log S)
Indeks Dominasi (D)
Dominasi suatu taksa ditentukan oleh indeks Simpson (Odum 1993) dengan
persamaan :


Keterangan :
D
Pi
ni
N

=∑
�=

��

= Indeks dominasi
= ni / N
= Jumlah individu taksa ke-i
= Jumlah keseluruhan individu

Indeks Kesamaan / Similaritas
Indeks ini digunakan untuk menggambarkan kesamaan taksa meiofauna di
dua lokasi yang berbeda, dihitung berdasarkan indeks kesamaan taksa Sorensen
(Bengen 2000) :

Keterangan :
Ss
A
B
C

�� =

+

+

= Indeks kesamaan taksa Sorensen
= Jumlah taksa yang sama di kedua Stasiun 1 dan 2
= Jumlah taksa di Stasiun 1
= Jumlah taksa di Stasiun 2
Komunitas Lamun

Kerapatan Lamun
Kerapatan lamun dihitung menggunakan rumus (Brower et al. 1990) sebagai
berikut :


=



Keterangan :
Di = Kerapatan jenis ke-i (ind/m2)
Ni = Jumlah total individu jenis ke-i (ind)
A = Luas total area pengambilan contoh (m2)

7
Frekuensi Jenis Lamun
Frekuensi jenis lamun dihitung berdasarkan rumus (English et al. 1997)
sebagai berikut :
��
� =
Keterangan :
Fi = Frekuensi jenis
Pi = Jumlah petak ditemukan spesies
N = Total petak

Tutupan Jenis Lamun
Tutupan jenis lamun didapat menggunakan formulasi (English et al. 1997)
sebagai berikut :
∑ �� �
�=
∑ �
Keterangan :
Ci = Tutupan jenis ke-i (ind.m2)
Mi = Persentase nilai tengah kelas ke-i
Fi = Frekuensi (jumlah jenis ke –i)
∑ � = Jumlah total frekunsi jenis ke-i
Hubungan Meiofauna dengan Karakteristik Lingkungan Lamun

Peran ekologi organisme pada suatu lingkungan dapat dilihat dari adanya
interaksi organisme dengan karakteristik habitat tersebut. Penggunaan analisis
komponen utama (Principal Components Analysis, PCA) bertujuan untuk
mendapatkan pola hubungan antara kelimpahan meiofauna dengan karakteristik
sedimen vegetasi lamun (Bengen 2000). Analisis PCA dilakukan dengan
menggunakan bantuan software Xl Stat.
Analisis komponen utama merupakan metode statistik deskriptif yang
digunakan untuk merepresentasikan data dalam bentuk tabel atau matriks data yang
terdiri dari n individu (baris) dan p variabel (kolom). Matriks yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah stasiun penelitian sebagai individu (baris), sedangkan
meiofauna dan karakteristik lingkungan lamun sebagai variabel (kolom). Analisis
komponen utama merepresentasikan baris dan kolom pada grafik yang sama.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Pulau Pari terletak di Kepulauan Seribu, tepatnya sebelah Utara DKI Jakarta
dan Tangerang. Secara administrasi Pulau Pari masuk dalam Kelurahan Pulau
Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu,
Provinsi DKI Jakarta. Stasiun pengamatan dan pengambilan data sedimen terdiri
dari dua stasiun. Stasiun pertama terletak pada bagian Selatan Pulau Pari yang
berbatasan dengan rataan terumbu, sedangkan Stasiun kedua terletak pada bagian
Utara Pulau Pari yang berbatasan dengan ekosistem mangrove.
Karakteristik Fisika – Kimia Perairan Pulau Pari
Kondisi fisika-kimia perairan dapat menjadi indikator kelangsungan hidup
biota maupun vegetasi yang terdapat di suatu perairan. Kondisi perairan Pulau Pari
yang diambil dari dua stasiun pengamatan tidak menunjukkan perbedaan kisaran
nilai yang cukup signifikan. Hasil pengukuran kondisi fisika-kimia perairan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Parameter fisika-kimia perairan di Pulau Pari
Parameter
o

Suhu ( C)
Salinitas (‰)
Kedalaman (cm)
Kecerahan (%)
pH

Stasiun 1

Stasiun 2

30
33
20-40
100
8.0

31
32
40-60
100
8.3

Suhu di kedua stasiun berkisar antara 30–31 oC dan masih berada pada
kisaran optimal pertumbuhan lamun. Lee et al. (2007) menyatakan bahwa suhu
pertumbuhan optimal lamun pada daerah tropis/subtropis berada pada kisaran 23–
32 oC. Suhu perairan lebih dari 40 oC akan menyebabkan lamun stress dan bisa
mengakibatkan kematian jika suhu lebih dari 45 oC. (McKenzie 2008). Bagi
populasi meiofauna, suhu optimal perkembangan meiofauna yaitu 20–30 oC. Suhu
bukan menjadi faktor pembatas karena meiofauna dapat dijumpai di daerah
permukaan bumi mulai dari perairan kutub, sub tropis, tropis sampai di daerah
hydrothermal vent yang suhunya sangat berfluktuasi. Ini mengindikasikan bahwa
meiofauna mampu beradaptasi pada berbagai tipe suhu di permukaan bumi (Zulkifli
2008).
Salinitas merupakan berat zat padat terlarut dalam gram per kilogram air laut
(Romimohtarto dan Juwana 2005). Nilai salinitas perairan pesisir sangat
dipengaruhi oleh masukan air tawar, salinitas perairan laut berkisar antara 30-40 ‰
(Effendi 2003). Hartati et al. (2012) menyatakan bahwa salinitas berpengaruh
terhadap biomassa dan kerapatan lamun. Lamun mampu beradaptasi di perairan
yang salinitasnya tinggi dan masih ditemukan hidup pada salintas 10–40 ‰. Lamun
dapat tumbuh optimal dengan kisaran salinitas 24–35 ‰ (Touchette 2007). Hasil
pengukuran (Tabel 2) menunjukkan bahwa salinitas perairan Pulau Pari masih

9
berada pada kondisi optimal untuk pertumbuhan lamun. Meiofauna memiliki
kemampuan untuk beradaptasi terhadap berbagai tipe salinitas, sehingga dapat
ditemukan pada berbagai tipe perairan yang berbeda yaitu perairan tawar, payau
bahkan air laut (Zulkifli 2008).
Kedalaman perairan pada saat pengamatan berkisar antara 20–60 cm. Kondisi
kedalaman perairan ini dipengaruhi oleh pasang surut di lokasi penelitian.
Kedalaman perairan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi komposisi,
pertumbuhan dan distribusi vertikal lamun. Kisaran kedalaman pada stasiun
pengamatan masih dalam kondisi optimal untuk pertumbuhan lamun terkait
ketersediaan cahaya untuk proses fotosintesis (McKenzie 2008). Lamun masih
dapat tumbuh dengan baik pada kedalaman kurang dari 40 meter dengan penetrasi
cahaya matahari yang baik (Hemminga dan Duarte 2001). Kedalaman perairan
tidak menjadi faktor pembatas keberadaan meiofauna, sesuai yang diungkapkan
oleh Nurcahyanto (2012) bahwa pada laut dalam masih ditemukan komunitas
meiofauna.
Kecerahan suatu perairan dipengaruhi oleh jumlah intensitas cahaya yang
masuk ke dalam perairan. Kecerahan di stasiun pengamatan adalah 100% yang
ditunjukkan oleh substrat perairan yang terlihat dengan jelas. Salah satu faktor yang
menentukan tingkat kesuburan perairan adalah daya tembus cahaya matahari ke
dalam perairan karena cahaya matahari yang berfungsi sebagai asimilasi bagi
organisme dan tumbuhan lamun (Hartati et al. 2012).
pH atau derajat keasamaan merupakan suatu indeks yang mencirikan
keseimbangan asam dan basa dalam air. Tumbuhan lamun memiliki kemampuan
dalam melakukan penyerapan dan penyimpanan karbon, sehingga perairan pesisir
yang ditumbuhi lamun akan sangat jarang terjadi pengasaman akibat pemanasan
global. Hal ini menyatakan bahwa pH yang sesuai dengan kebutuhan lamun adalah
pH standar (Yunitha 2015). Nilai pH di dua stasiun pengamatan menunjukkan nilai
yang umumnya untuk perairan yaitu 8–8.3, pH air laut pada umumnya berkisar
antara 7–8.5 (Effendi 2003).
Karakteristik Fisika – Kimia Sedimen Dasar Perairan Pulau Pari
Karakteristik sedimen mempengaruhi kehidupan organisme salah satunya
meiofauna. Parameter fisika–kimia sedimen yang diukur yaitu redoks potensial
(Eh), bahan organik total (TOM) dan fraksi sedimen. Hasil pengukuran parameter
kimia sedimen disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Parameter kimia sedimen di Pulau Pari
Parameter
Redoks potensial (mV)
TOM (%)

Stasiun 1

Stasiun 2

-44
11.19

-55
16.12

Perbedaan ukuran butiran sedimen adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi komposisi dan kepadatan meiofauna. Hasil pengukuran fraksi
sedimen dari 2 stasiun penelitian disajikan pada Gambar 3.

10
60

Persentase (%)

50
Stasiun1

40

Stasiun2
30
20
10
0
Pasir sangat Pasir kasar Pasir sedang Pasir halus Pasir sangat
kasar
halus

Lumpur

Partikel Sedimen

Gambar 3. Karakteristik fisika sedimen di Pulau Pari
Pengukuran redoks potensial digunakan untuk melihat sebaran meiofauna
secara vertikal. Setiap lapisan sedimen memiliki nilai redoks potensial yang
berbeda-beda (Maknun 2005). Wardiatno et al. (2012) menyatakan bahwa nilai
redoks potensial > +100 mv dianggap bahwa sedimen dalam kondisi oksik (ada
oksigen bebas), sedangkan apabila nilai redoks potensial < -100 mv maka dapat
dianggap bahwa sedimen berada dalam keadaan anoksik. Hasil analisis redoks
potensial di stasiun pengamatan pada lapisan sedimen 0-15 cm berkisar antara -55
sampai -44 mv. Nilai redoks potensial yang diperoleh memperlihatkan bahwa
kondisi stasiun pengamatan berada dalam dalam kondisi oksik. Nilai Eh sedimen
dapat menunjukkan kualitas sedimen bagi organisme bentik, salah satunya adalah
meiofauna. Zulkifli (2008) menyatakan nilai Eh sedimen yang dihasilkan hanya
menggambarkan adanya senyawa kimia yang teroksidasi maupun tereduksi dalam
hal ini adalah oksigen.
Bahan organik merupakan bahan dasar yang dimanfaatkan organisme bentos
sebagai sumber makanan. Nilai TOM untuk Stasiun 1 dan 2 secara berurut adalah
11.19 % dan 16.12 %. Tingginya kandungan bahan organik pada Stasiun 2 diduga
disebabkan oleh jaringan tumbuhan lamun (serasah) dan suplai bahan organik dari
ekosistem mangrove di sekitarnya. Menurut Yunitha (2015), jenis lamun yang
banyak menyumbangkan bahan organik adalah Enhalus acoroides diikuti dengan
Thalasia hemprichii dan Cymodocea rotundata. Nilai TOM sedimen
menggambarkan tipe sedimen dan kondisi lingkungan. Sedimen yang berfraksi
lebih halus (Stasiun 2) memiliki persentase kandungan bahan organik yang lebih
tinggi daripada sedimen yang berfraksi lebih kasar (Stasiun 1) (Köster dan MeyerReil 2001).
Ukuran fraksi sedimen merupakan faktor yang menentukan ruang interstisial
yang tersedia bagi habitat meiofauna (Wardiatno et al. 2012). Ukuran fraksi
sedimen yang diperoleh diklasifikasikan menurut skala Wentworth (Wibisono
2005) yaitu pasir sangat kasar, pasir kasar, pasir sedang, pasir halus, pasir sangat
halus dan lumpur (Gambar 3). Berdasarkan hasil analisis, ukuran fraksi pasir sedang
mendominasi di stasiun pengamatan yaitu 50.56% pada Stasiun 1 dan 49.41% pada
Stasiun 2. Tingginya fraksi pasir di stasiun pengamatan diduga karena letak Pulau

11
Pari yang cukup jauh dari daratan utama dan sifat daratan yang berupa pulau
kecil/coral reef.
Kerapatan Lamun di Perairan Pulau Pari
Hasil pengamatan lamun menunjukkan bahwa ditemukan 3 jenis lamun di
perairan Pulau Pari yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan Cymodocea
rotundata. Lamun jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii ditemukan di
kedua stasiun, sedangkan Cymodocea rotundata hanya ditemukan di stasiun
pertama. Berdasarkan pengamatan diperoleh kerapatan lamun di stasiun
pengamatan yang dihitung menggunakan formulasi English et al. (1997). Hasil
perhitungan kerapatan lamun disajikan pada Gambar 4.
200
Cymodocea rotundata

Kerapatan Lamun (ind/m2)

180

Thalassia hemprichii

160

Enhalus acoroides

140
120
100
80
60
40
20
0
Stasiun 1

Stasiun 2

Gambar 4 Kerapatan lamun di stasiun penelitian
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kerapatan lamun tertinggi ada di
Stasiun 1 yaitu jenis Cymodocea rotundata dengan nilai 184.11 ind/m2, disusul oleh
lamun jenis Thalassia hemprichii 141.56 ind/m2 dan kerapatan terendah adalah
jenis Enhalus acoroides yaitu 23.22 ind/m2. Stasiun 2 ditemukan 2 jenis lamun
yaitu Thalassia hemprichii dengan kerapatan 121.22 ind/m2 dan Enhalus acoroides
12.67 ind/m2. Berdasarkan tipe substrat di lokasi penelitian yang dicirikan oleh
pasir sedang, sedikit lumpur dan pasir kasar, maka diduga tipe substrat ini yang
menjadi indikator kuat tumbuhnya lamun jenis Thalassia hemprichii dan
Cymodocea rotundata. Menurut Takaedengan dan Azkab (2010), tipe substrat yang
didominasi oleh pasir, sedikit lumpur dan pecahan karang yang telah mati
membantu lamun jenis Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata
membentuk penancapan perakaran yang kuat. Selain itu, tingkat kecerahan 100%
dan penetrasi cahaya matahari yang mencapai dasar perairan sehingga proses
fotosintesis berlangsung dengan baik. Yunitha et al. (2014) juga menyatakan bahwa
hasil analisis korelasi menunjukkan lamun jenis Thalassia hemprichii lebih mampu
hidup dengan baik pada substrat pasir berdiameter besar.

12
Persentase Tutupan Lamun di Perairan Pulau Pari
Habitat, bentuk morfologi dan ukuran suatu spesies lamun berhubungan erat
dengan tutupan lamun (Hartati et al. 2010). Hasil persentase tutupan lamun di
Pulau Pari disajikan pada Gambar 5.
80
70

Cymodocea rotundata
Thalasia hemprichii

Tutupan Lamun (%)

60

Enhalus acoroides

50
40
30
20
10
0
Stasiun 1

Stasiun 2

Gambar 5 Persentase tutupan lamun di stasiun penelitian
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tutupan lamun yang paling tinggi
terdapat di Stasiun 2 yaitu lamun jenis Thalassia hemprichii sebesar 73.86% disusul
oleh Cymodocea rotundata 39.20% di Stasiun 1 dan tutupan yang paling rendah
yaitu lamun jenis Enhalus acoroides sebesar 26.14%. Lamun jenis Thalassia
hemprichii ditemukan di kedua stasiun penelitian, hal ini diduga karena lokasi
penelitian merupakan daerah subtidal yang dangkal dan jenis lamun ini memiliki
toleransi tinggi untuk berkembang. Selain itu jenis substrat di lokasi penelitian
mendukung untuk pertumbuhan lamun jenis Thalassia hemprichii, seperti yang
diungkapkan oleh Larkum dan Den Hartog (1989) bahwa lamun jenis Thalassia
hemprichii memiliki morfologi rimpang yang tebal dan kokoh sehingga
memungkinkan tumbuh pada substrat yang bervariasi. Kerapatan lamun yang tinggi
juga mempengaruhi nilai persentase tutupan lamun.
Komunitas Meiofauna di Pulau Pari
Hasil pengamatan meiofauna interstisial pada substrat lamun di Pulau Pari
terdiri dari 10 fila, 19 kelas, 37 ordo, 81 famili dan 120 genera. Filum yang
ditemukan antara lain Nemathelminthes, Annelida, Arthropoda, Platyhelminthes,
Gnathostomulida, Nemertina, Ciliophora, Cephalorhyncha, Rotifera, dan
Foraminifera (Gambar 6).

13
Arthropoda

8%

Annelida
2%
Platyhelminthes
1%
Lainnya
1%

Nemathelhimthes
88%

Gambar 6 Komposisi jenis meiofauna di Pulau Pari
Kelimpahan tertinggi yang ditemukan pada kedua stasiun pengamatan adalah
kelompok Nematoda dari filum Nemathelminthes, dikarenakan nematoda memiliki
keunggulan diantaranya keunggulan fisiologi, keunggulan morfologi, dan
keunggulan perilaku (Zulkifli 2008). Higgins dan Thiel (1988) menyatakan bahwa
meiofauna dari kelompok nematoda banyak ditemukan pada habitat berpasir,
lumpur berpasir, dan lumpur yang kaya bahan organik dengan kadar oksigen rendah
atau miskin oksigen. Meiofauna yang memiliki kelimpahan tertinggi selanjutnya
adalah kelompok copepoda dari filum Arthropoda. Kotwicki (2002) menyatakan
bahwa meiofauna dari kelompok copepoda memiliki kemampuan untuk berasosiasi
sdengan semua bentuk substrat baik itu lumpur, sedimen berpasir maupun kerikil.
Ditinjau dari komposisi dan sebaran jenis meiofauna dikatakan cukup tinggi yang
berarti komunitas meiofauna di perairan ini belum mengalami tekanan lingkungan
karena habitat lamun di stasiun penelitian mampu menyediakan makanan yang
memenuhi kebutuhan hidup.
Kelimpahan total yang diperoleh dari kedua stasiun pengamatan adalah
65.520 ind/m2 (Gambar 7). Kelimpahan meiofauna di Stasiun 1 yaitu 37.582 ind/m2
dan ditemukan 111 genera, sedangkan kelimpahan meiofauna di Stasiun 2 yaitu
27.938 ind/m2 dan ditemukan 58 genera. Kelimpahan jenis tertinggi pada stasiun
pengamatan adalah dari kelompok Nematoda jenis Thoracrostoma sp. dengan nilai
6.164 ind/m2 (Lampiran 3). Nematoda merupakan kelompok yang paling banyak
ditemukan pada dua stasiun dan memiliki kelimpahan yang paling tinggi
dibandingkan dengan kelompok lainnya. Banyaknya jenis nematoda ditemukan
karena nematoda memiliki kemampuan untuk beradaptasi pada jenis substrat dan
kondisi lingkungan seperti suhu, salinitas, bahan organik, dan kondisi kandungan
oksigen (Zulkifli 2008).

14
32000 30649
26853

28000

Stasiun 1
Stasiun 2

Kelimpahan (ind/m2)

24000
20000
16000
12000
8000

58 22

4 40

0 49

GN

489 1213253 338 80 107 102 102 49

CP

4000

CL

5096

RT

NM

PL

AN

AR

NT

0

Filum
Keterangan: NT : Nemathelminthes, AR: Arthropoda, AN: Annelida, PL: Plathyhelminthes, NM:
Nemertina, RT: Rotifera, CL: Ciliophora, CP: Cephalorhynca, GN: Gnastomulida

Gambar 7 Kelimpahan meiofauna di Pulau Pari
Suatu komunitas dikatakan dalam keadaan stabil apabila memiliki nilai
indeks keanekaragaman dan keragaman tinggi, sedangkan indeks dominasi
cenderung bernilai rendah. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman, indeks
keragaman dan indeks dominasi meiofauna disajikan pada Gambar 8.
4,000

3,954

3,772

3,500

Indeks Ekologi

3,000
E

2,500

H'
2,000

D

1,500
1,000

0,644

0,582
0,500
0,096

0,091

0,000
Stasiun 1

Stasiun 2

Gambar 8 Indeks keanekaragaman (H'), indeks keseragaman (E), indeks dominasi
(D) meiofauna di Pulau Pari
Keanekaragaman dapat dilihat dari banyaknya genus yang ditemukan dalam
suatu komunitas. Nilai indeks keanekaragaman menggambarkan bahwa terdapat
berbagai jenis meiofauna yang mampu bertahan hidup dengan baik di ekosistem

15
lamun Pulau Pari. Indeks keanekaragaman meiofauna tertinggi ditemukan di
Stasiun 1 dengan nilai 3.954, sedangkan nilai indeks keanekaragaman di Stasiun 2
bernilai 3.772. Nilai indeks keanekaragaman yang tinggi di Stasiun 1 dikarenakan
banyaknya genus ditemukan dibandingkan dengan Stasiun 2. Jumlah genus yang
ditemukan di Stasiun 1 sebanyak 111 genera, sedangkan genus yang ditemukan di
Stasiun 2 sebanyak 58 genera. Banyaknya genus yang ditemukan di Stasiun 1
didukung oleh kondisi lingkungan yang sesuai untuk meiofauna hidup, di antaranya
yaitu ukuran butiran sedimen sedang, kondisi bahan organik yang cukup serta
kerapatan lamun yang tinggi. Maknun (2005) menyebutkan bahwa sedimen yang
berukuran sedang dan bercampur mempunyai keanekaragaman yang tinggi
daripada sedimen yang kasar dan halus atau homogen.
Kestabilan suatu komunitas dapat digambarkan dari nilai indeks keseragaman
yang tinggi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks keseragaman meiofauna
di Stasiun 1 yaitu 0.582 dan nilai keseragaman meiofauna di Stasiun 2 bernilai
0.644. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis meiofauna yang ada di lokasi penelitian
menunjukkan komunitas yang hampir seragam yang berarti penyebaran jumlah
individu hampir merata. Odum (1998) menyatakan bahwa apabila nilai
keseragaman mendekati nilai 0 maka terdapat jenis yang mendominasi di suatu
komunitas. Sebaliknya, apabila nilai keseragaman mendekati nilai 1 maka tidak
adanya jenis yang mendominasi di suatu komunitas.
Nilai indeks dominasi di Stasiun 1 (0.096) dan Stasiun 2 (0.0091) rendah,
nilai yang didapat lebih kecil dari 0.5 sehingga tidak ada jenis meiofauna yang
mendominasi secara nyata di habitat lamun dengan nilai dominasi masih berada di
antara 0 < D < 0.5. Perbedaan nilai struktur komunitas meiofauna pada Stasiun 1
dan 2 tidak signifikan yang menunjukkan bahwa struktur komunitas meiofauna
masih berada pada kondisi stabil.
Indeks Kesamaan Taksa
Indeks kesamaan taksa digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan
komposisi jenis dua komunitas. Hasil analisis indeks kesamaan taksa di Pulau Pari
bernilai 0.352. Jenis-jenis meiofauna yang ditemukan di Stasiun 1 dan 2 relatif sama
dan tingkat kemiripan sedang. Hal ini disebabkan di masing-masing stasiun
memiliki kondisi habitat yang hampir serupa.
Hubungan Kelimpahan Meiofauna dengan Karakteristik Lingkungan
Vegetasi Lamun
Keberadaan lamun di suatu ekosistem tergantung dari kondisi lingkungan
biofisiknya, seperti jenis substrat dan kandungan bahan organik sebagai potensi
hara bagi kehidupan lamun. Jenis lamun yang berbeda akan mempengaruhi
keberadaan organisme di dalamnya termasuk organisme meiofauna. Ukuran butiran
sedimen sangat penting dalam menentukan besarnya ruang yang tersedia sebagai
tempat tinggal. Kandungan bahan organik sebagai faktor pendukung dalam suatu
habitat sangat dipengaruhi oleh ukuran butiran sedimen, karena butiran sedimen
yang lebih besar menurunkan kemampuan sedimen dalam melakukan penyerapan
bahan organik. Trisnawati (2012) menyebutkan bahwa parameter yang mencirikan
keberadaan meiofauna pada lamun di Perairan Pulau Pari adalah Bahan Organik

16
Total (TOM) dan komposisi butiran sedimen. Meiofauna yang paling banyak
ditemukan adalah dari kelompok Nematoda dan Copepoda. Parameter-parameter
yang sama juga mencirikan keberadaan meiofauna pada lamun di Perairan Pulau
Pramuka, ditambah dengan kerapatan lamun. Namun, kelompok yang paling
banyak ditemukan adalah Nematoda dan Polychaeta (Indriyani 2014). Hasil
analisis hubungan kelimpahan meiofauna dengan karakteristik habitat lamun
disajikan pada Gambar 9. Karakteristik lingkungan habitat lamun yang diuji adalah
ukuran butiran sedimen, kandungan bahan organik total (TOM), redoks potensial
(Eh) dan kerapatan lamun.
5
Kelimpahan
Meiofauna
4

3

F2 (12.23 %)

2
1.3

1

Lumpur
2.1 TOM
2.2

0

Kerapatan lamun 1.2
Eh
Pasir

-1

2.3

1.1

-2
-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

F1 (86.54 %)

Gambar 9 Hubungan kelimpahan meiofauna dengan karakteristik vegetasi lamun
Hasil analisis memperlihatkan bahwa kelimpahan meiofauna yang ditemukan
memiliki korelasi positif dengan kondisi substrat, kerapatan lamun, dan redoks
potensial Kondisi substrat di Stasiun 1 didominasi oleh pasir (0.0625–1 mm) yaitu
50.56% dan ditemukannya 3 habitat lamun di antaranya Cymodocea rotundata,
Thalasia hemprichii dan Enhalus acoroides. Komposisi sedimen ditentukan dari
ukuran butiran sedimen dan dapat mempengaruhi organisme yang ada di dalamnya
(Nybakken dan Bertness 2005). Kerapatan lamun dapat memberikan kontribusi
yang positif terhadap meiofauna, yaitu terciptanya kondisi sedimen atau habitat
yang stabil, tersedianya makanan yang cukup bagi meiofauna serta suplai oksigen
ke dalam lapisan sedimen (Zulkifli 2008). Wardiatno et al. (2012) menyatakan
bahwa parameter yang umumnya dipakai untuk menilai adanya kandungan oksigen
di dalam sedimen adalah nilai redoks potensial (Eh) dari sedimen tersebut.
Kandungan oksigen pada substrat berpasir lebih besar dibandingkan dengan
sedimen yang lebih halus (Maknun 2005). Eh di Stasiun 1 lebih tinggi daripada
Stasiun 2 yaitu -44 mv yang artinya bahwa kondisi oksigen dalam sedimen di
Stasiun 1 lebih banyak dan menjadi salah satu ciri melimpahnya meiofauna di
Stasiun 1.
Kelimpahan meiofauna di Stasiun 2 menunjukkan korelasi negatif terhadap
parameter TOM dan kondisi substrat (lumpur). Bahan organik merupakan sumber
makanan bagi meiofauna yang tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan

17
meiofauna, namun pengkayaan bahan organik di sedimen mengakibatkan
terjadinya pembatasan variasi meiofauna yang artinya hanya beberapa jenis saja
yang mampu hidup pada kondisi tersebut (Wardiatno et al. 2012). Maknun (2005)
menyatakan bahwa kandungan bahan organik yang tinggi akan meningkatkan
jumlah organisme, khususnya bakteri. Kandungan bakteri yang tinggi akan
melakukan proses dekomposisi dengan memanfaatkan oksigen, akibatnya
kandungan oksigen sedimen menurun dan menimbulkan kondisi reduksi dengan
menghasilkan gas hidrogen sulfida (H2S), metana (CH4), amonia (NH3) dan unsur
hara lainnya yang beracun dan berbahaya. Tingginya bahan organik di Stasiun 2
dihasilkan oleh jaringan tumbuhan lamun yaitu Enhalus acoroides dan Thalasia
hemprichii serta adanya suplai bahan organik dari ekosistem mangrove di
sekitarnya.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Komunitas meiofauna yang ditemukan pada ekosistem lamun di Pulau Pari
terdiri dari 10 fila, 19 kelas, 37 ordo, 81 famili dan 120 genera. Filum yang
ditemukan antara lain Nemathelminthes, Annelida, Arthropoda, Platyhelminthes,
Gnathostomulida, Nemertina, Ciliophora, Cephalorhyncha, Rotifera, dan
Foraminifera. Sebaran meiofauna paling banyak dijumpai pada lingkungan dengan
kondisi substrat berpasir, kerapatan lamun yang tinggi, dan nilai redoks potensial
yang tinggi. Keterikatan antara meiofauna dan lingkungan habitat lamun yaitu pada
kondisi substrat berpasir menentukan ruang penyebaran meiofauna, kerapatan
lamun dapat memberikan kontribusi berupa terciptanya kondisi habitat yang stabil
dan redoks potensial berhubungan dengan kondisi oksigen di dalam sedimen.
Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai komunitas meiofauna dalam siklus
tahunan untuk melihat pengaruh musim yang berbeda terhadap kelimpahan
meiofauna dan berdasarkan tingkatan kedalaman substrat lamun yaitu 0-5 cm, 5-10
cm dan 10-15 cm. Hal ini dilakukan untuk melihat sebaran vertikal meiofauna
berdasarkan kondisi redoks potensial substrat dan kandungan bahan organik pada
kedalaman yang berbeda.

18

DAFTAR PUSTAKA
Bengen DG. 2000. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik
Sumberdaya Pesisir. Bogor (ID): Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 70 hal.
Brower JE, Zar JH, Ende CN. 1990. Field and Laboratory Methods for General
Ecology 3th ed. Dubuque: WM. C. Brown Publishers.
Efendi E. 2015. Akumulasi logam Cu, Cd dan Pb pada meiofauna interstitial dan
epifit di ekosistem lamun monopotic (Enhalus acoroides) Teluk Lampung.
Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan 279-288.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya Perairan.
Yogyakarta (ID). Kanisius.
English S, Wilkinson C, Baker V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine
Resource, 2nd Edition. Townsville :Australian Institut of Marine Science.
Hartati R, Djunaedi A, Hariyadi, Mujiono. 2012. Struktur komunitas padang lamun
di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimun Jawa. Ilmu Kelautan 17 (4):
217 – 225.
Hemminga MA, Duarte CM. 2001. Seagrass Ecology. Cambridge University Press.
United Kingdom (UK).
Higgins RP, H Thiel. 1988. Prospectus. Dalam Higgins RP, & Thiel H. (ed).
Intoduction to the study of meiofauna. London: Smithsonian. Institutin Pr.
Indriyani ND. 2014. Struktur Komunitas Meiofauna Interstisial di Substrat Padang
Lamun Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kiswara W. 1992. Vegetasi lamun (seagrass) di rataan terumbu Pulau Pari, Pulaupulau Seribu, Jakarta. Oseanologi di Indonesia 25:31-49.
Kotwicki L. 2002. Benthic Harpacticoida (Crustacea, Copepoda) From The
Svalbard Archipelago. Polish Polar Research 23 (2): 185 – 191.
Köster M, Meyer-Reil LA. 2001. Characterization of carbon and microbial biomass
pools in shallow water coastal sediments of the southern Baltic Sea
(Nordrügensche Bodden). Marine Ecology Progress Series 214: 25 – 41.
Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. New York (NY). Harper Collins
Publisher.
Larkum AWD, Den HC. 1989. Evolution and Biogeography of Seagrasses. Di
dalam: larkum AWD, McComb AJ, Shepherd SA, editor. Biology of Seagrass:
a Treatise on the Biology of Seagrass with Special refrence to the Autralian
Regon. Aquatic Plan Studies 2. Amsterdam: Elsevier.
Lee KS, Park SR, Kim YK. 2007. Effect of irradiance, temperature, and nutrients
on growth dynamics of seagrass: A Review. Journal of Experimental marine
Biology and Ecology (350): 144-175.
Maknun D. 2005. Kualitas Sedimen, Kondisi Redoks, dan Struktur Komunitas
Meiofauna di Perairan Teluk Jobokuto Jepara [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
McKenzie LJ. 2008. Seagrass Educators Handbook. Northern Fisheries Centre
Australia (AU).
Nurcahyanto A. 2012. Komunitas Benthos di Selat Bali bagian Selatan [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

19
Nybakken, JW and Bertness MD. 2005. 1988. Marine Biology: an ecological
approach. 6th ed. San Francisco: Pearson Education, Inc. 579 hal.
Odum EP. 1993. Dasar Dasar Ekologi. Samingan T, penerjemah. Yogyakarta(ID):
Penerbit Gadjah Mada Univertsity Press. Terjemahan dari: Fundamentals of
Ecology. 697 hal.
Rahmawati S. 2011. Estimasi cadangan karbon pada komunitas lamun di Pulau Pari,
Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Segara 7(1): 1-12.
Romimohtarto K, Juwana S. 2005. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tenatng Biota
Laut. Jakarta: Djambatan. 540 hal.
Silfiani. 2011. Pemetaan Lamun dengan menggunakan Citra Satelit ALOS di
Perairan Pulau Pari [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Takaedengan K, Azkab MH. 2010. Struktur komunitas lamun di Pulau Talise,
Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 36(1): 85 – 95.
Touchette BW. 2007. Seagrass-Salinity Interaction: Physiological mechanisms
used by submersed marine angiosperms for a life at sea. Journal of Experimental
Marine Biology and Ecology (350): 194 – 215.
Trisnawati N. 2012. Struktur Komunitas Meiofauna Intertisial di Substrat Padang
Lamun Pulau Pari, Kepulauan Seribu [skripsi]. Depok (ID): Universitas
Indonesia.
Wibisono MS. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta : PT Grasindo. 225 hal.
Yunitha A. 2015. Kandungan C-organik pada Lamun Berdasarkan Habitat dan
Jenis Lamun di Pesisir Desa Bohai Kabupaten Minahasa Utara Sulawesi Utara
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yunitha A, Wardiatno Y, Yulianda F. 2014. Diamter substrat dan jenis lamun di
Pesisir Bahoi Minahasa Utara: Sebuah analisis korelasi. Ilmu Pertanian
Indonesia 19(3):130-135.
Wardiatno Y, Zulkifli, Krisanti M, Swasta IBJ. 2012. Meiofauna, avetebrata yang
hidup di antara butiran sedimen. Bogor. Seameo Biotrop.
Zulkifli. 2008. Dinamika Komunitas Meiofauna Interstisial di Periairan Selat
Dompak Kepuluan Riau [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 INP jenis lamun di Pulau Pari
Stasiun
1

2

Jenis Lamun
Cymodocea rotundata
Thalassia hemprichii
Enhalus acoroides
Thalassia hemprichii
Enhalus acoroides

Di
184.11
141.56
23.22
121.22
12.67

Rdi (%)
37.95
28.72
33.33
72.86
27.14

Fi
0.50
0.47
0.26
0.60
0.29

RFi (%)
34.82
31.85
33.33
61.20
38.80

Ci
9.37
7.85
1.43
7.35
0.83

Lampiran 2 Hasil analisis komponen utama kelimpahan lamun dengan karakteristik vegetasi lamun
Variabel
TOM
Eh
Pasir
Lumpur
Kelimpahan Meiofauna
Kerapatan lamun

TOM

Eh

Pasir

Lumpur

1
-1.0000
-1.0000
1.0000
-0.4749
-0.9538

-1.0000
1
1.0000
-1.0000
0.4749
0.9538

-1.0000
1.0000
1
-1.0000
0.4749
0.9538

1.0000
-1.0000
-1.0000
1
-0.4749
-0.9538

Kelimpahan
Meiofauna
-0.4749
0.4749
0.4749
-0.4749
1
0.4616

Kerapatan
lamun
-0.9538
0.9538
0.9538
-0.9538
0.4616
1

RCi (%)
39.20
27.47
33.33
73.86
26.14

INP
111.97
88.03
100.00
207.92
92.08

21
Analisis Komponen Utama:
Nilai Eigen
Nilai Eigen
Ragam (%)
Kumulatif %

F1
5.1927
86.5449
86.5449

F2
0.7340
12.2335
98.7784

F3
0.0733
1.2216
100.0000

Vektor Eigen:
TOM
Eh
Pasir
Lumpur
Kelimpahan Meiofauna
Kerapatan lamun

Faktor pembobotan:
F1
0.4361
-0.4361
-0.4361
0.4361
-0.2442
-0.4237

F2
0.1099
-0.1099
-0.1099
0.1099
0.9697
-0.1065

F3
0.2185
-0.2185
-0.2185
0.2185
-0.0003
0.8995

TOM
Eh
Pasir
Lumpur
Kelimpahan Meiofauna
Kerapatan lamun

F1
0.9938
-0.9938
-0.9938
0.9938
-0.5566
-0.9656

F2
0.0942
-0.0942
-0.0942
0.0942
0.8308
-0.0912

Lampiran 3 Kelimpahan meiofauna di ekosistem lamun Pulau Pari
Ordo
Filum : Nemathelhimthes Enoplida
Kelas : Adenophorea
Enoplida
Enoplida
Enoplida

Famili
Anticomidae
Anoplostomatidae
Enoplidae
Enoplidae

Genus
Anticoma
Anoplostoma
Enoploides
Enoplolaimus

Kelimpahan (ind/m2)
Stasiun 1 Stasiun 2
5320
3649
4098
2916
142
1440
249
2258

F3
0.0591
-0.0591
-0.0591
0.0591
-0.0001
0.2435

22

Kelas : Chromadorea

Kelas : Enoplea
Filum : Annelida
Kelas : Polychaeta

Enoplida
Enoplida
Araeolaimida

Enoplidae
Oxystominidae
Leptolaimidae

Enoplus
Halalaimus
Leptolaimus

2084
4138
182

1849
3049
142

Monhysterida
Enoplida
Enoplida
Enoplida
Araeolaimida
Plectide
Monhysterida
Desmocolecida
Desmodorida
Monhysterida
Desmodorida
Desmodorida
Chromadorida
Chromadorida
Enoplida
Sabellida
Phyllodocida
Phyllodocida
Ctenodrilia
Sabellida
Phyllodocida

Linhomoeidae
Oxystominidae
Leptosomatidae
Oncholaimidae
Axonolaimidae
Camacolaimidae
Xyalidae
Desmoscolecidae
Draconematidae
Xyalidae
Microlaimidae
Chromadoridae
Cyatholaimidae
Selachinematidae
Tripyloididae
Dinophilidae
Dorvilleidea
Syllidae
Ctenodrilidae
Dinophilidae
Diurodrilidae

Metalinhomoeus
Thalassoalaimus
Thoracostoma
Viscosia
Axonolaimus
Camacolaimus
Daptonema
Desmoscolex
Dracograllus
Echinotheristus
Microlaimus
Neochromadora
Pompanema
Richtersia
Bathylaimus
Apharyngtus
Apodotrocha
Brania
Ctenodrilus
Dinophilus
Diurodrilus

13
4391
6164
2084
0
4
1542
13
22
22
13
173
0
9
4
31
9
360
129
4
4

22
1667
3773
2653
378
738
2120
9
0
4
116
0
71
0
0
0
0
36
58
0
9

23

Kelas : Oligochaeta

Filum : Arthropoda
Kelas: Ostracoda

Phyllodocida
Phyllodocida
Phyllodocida
Eunicida
Spionida
Sabellida
Phyllodocida
Phyllodocida
Eunicida
Phyllodocida
Terebellida
Phyllodocida
Eunicida
Eunicida
Eunicida
Terebellida
Haplotaxida
Haplotaxida
Haplotaxida
Haplotaxida
Haplotaxida
Not assigned
Myodocopida
Podocopida
Podocopida

Syllidae
Hesionides
Hesionides
Lobatocerebridae
Acrocirridae
Fabriciidae
Nerillidae
Hesionides
Dorvilleidea
Syllidae
Dorvilleidea
Plygordiidae
Dorvilleidea
Saccocirridae
Syllidae
Syllidae
Tubidificidae
Tubidificidae
Tubidificidae
Tubidificidae
Tubidificidae
Not assigned
Cyprididae
Cushmanideidae
Cyprididae

Exogone
Heteropodarke
Hesionides
Lobatocerebrum
Macrochaeta
Manayunki
Mesonerilla
Micropthalmus
Parapodrilus
Petitia
Pettiboneia
Polygordius
Pusillotrocha
Saccocirrus
Sphaerosyllis
Syllides
Aktedrilus
Heterodrilus
Olavius
Randiella
Limnodriloides
Habitus
Cypridina
Cushmanidea
Cyclocypris

9
0
49
258
36
4
4
9
9
9
4
4
0
4
89
36
17
13
44
13
4
9
13
4
36

0
4
0
102
13
18
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
9
0
0
0
0
0
0

24

Kelas: Copepoda

Podocopida
Podocopida
Platycopido
Podocopida
Podocopida
Podocopida
Podocopida
Podocopida
Podocopida
Podocopida
Podocopida
Podocopida
Podocopida
Podocopida
Podocopida
Podocopida
Harpacticoidea
Harpacticoidea
Harpacticoidea
Harpacticoidea
Harpacticoidea
Harpacticoidea
Harpacticoidea
Harpacticoidea
Harpacticoidea

Cyprididae
Cypridinidae
Cytherellidae
Darwinulidae
Cytheruridae
Cytheruridae
Cytheruridae
Limnocytheridae
Cytheridae
Paracytherideidae
Cytheromatidae
Cytherellidae
Candonidae
Pontocyprididae
Bythocytheridae
Cyprididae
Paramesochridae
Canuellidae
Darcythompsonidae
Dactylopusiidae
Cletotidae
Cletotidae
Harpactidae
Laophontidae
Leptastacidae

Cypretta
Cypria
Cytherelloidea
Darwinula
Hermicytherura
Herpetocypris
Ilyocypris
Limnocythere
Paijenborchella
Paracytheridea
Paracytheroma
Perissocytheridea
Phlyctenophora
Propontocypris
Sclerochilus
Strandesia
Apodopsyllus
Canuella
Darcythompsonia
Diarthrodes
Ectinosema
Enhydrosoma
Harpacticus
Laophonte
Leptastacus

4
80
204
27
4
31
36
4
9
4
4
4
142
4
4
4
80
40
0
547
0
22
240
182
4

0
9
107
0
0
0
0
0
0
0
0
0
13
0
0
0
4
0
18
71
4
0
18
67
0

25

Kelas: Malacostraca

Kelas:Arachnida
Filum: Platyhelminthes
Kelas: Turbelaria

Filum: Ciliophora

Harpacticoidea
Decapoda
Harpacticoidea
Harpacticoidae
Harpacticoidea
Forcipulatida
Harpacticoidea
Harpacticoida
Harpacticoidea
Tanaidacea
Tanaidacea
Tanaidacea
Amphipoda
Amphipoda
Cumacea
Trombidiformes
Trombidi