Pemantauan Ekosistem Lamun Menggunakan Citra ALOS di Kawasan Pulau Pari, Kepulauan Seribu

PEMANTAUAN EKOSISTEM LAMUN MENGGUNAKAN
CITRA ALOS DI KAWASAN PULAU PARI, KEPULAUAN
SERIBU

PRIA WIBAWA UTAMA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemantauan Ekosistem
Lamun Menggunakan Citra ALOS di Kawasan Pulau Pari, Kepulauan Seribu
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Pria Wibawa Utama
NIM C54110091

ABSTRAK
PRIA WIBAWA UTAMA. Pemantauan Ekosistem Lamun Menggunakan Citra
ALOS di Kawasan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh JONSON
LUMBAN GAOL dan RISTI ENDRIANI ARHATIN.
Lamun dikenal sebagai tumbuhan air yang memiliki fungsi sebagai tempat
mencari mencari makan, tempat pemijahan bagi biota perairan, serta dapat
mencegah terjadinya erosi pantai. Teknologi pengideraan jauh dapat dimanfaatkan
untuk menganalisis perubahan yang terjadi pada ekosistem pesisir. Tujuan
penelitian ini adalah memantau perubahan luasan ekosistem lamun di Pulau Pari,
Kepulauan Seribu. Data penelitian yang digunakan berupa citra ALOS wilayah
Pulau Pari yang telah terkoreksi radiometrik dan geometrik. Penajaman citra
menggunakan metode Depth Invariant Index sebagai acuan untuk melakukan
klasifikasi secara terbimbing. Klasifikasi secara terbimbing menghasilkan luas
padang lamun pada tahun 2007 sebesar 165,16 hektar, dan meningkat menjadi

175,65 hektar pada tahun 2009.
Kata kunci: Lamun, Monitoring. Penginderaan Jauh, Pesisir

ABSTRACT
PRIA WIBAWA UTAMA. Seagrass Ecosystem Monitoring Using ALOS in Pari
Island, Seribu Archipelagic. Supervised by JONSON LUMBAN GAOL and RISTI
ENDRIANI ARHATIN.
Seagrass are plant live in saltwater, they provide home and food to many
aquatic animals, and are a nursery ground for some prawn and fish. Seagrass can
prevent erosion and damage to shoreline. Remote sensing technology can be used
to analyze changes in coastal system. The purpose of this study is to monitoring
changes of seagrass area in Pari Island, Seribu Archipelagic. This resreach using
ALOS image within Pari Island area with radiometric and geometric-corrected.
Image enhancement using Depth Invariant Index as reference for supervised
classification. The result of supervised classification is 165,16 hectare seagrass in
2007, and increase to 173,53 hectare in 2009.
Keywords: Coastal, Monitoring, Remote Sensing, Seagrass

PEMANTAUAN EKOSISTEM LAMUN MENGGUNAKAN CITRA ALOS
DI KAWASAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
NAMA2017
PENULIS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2016 sampai
September 2016 adalah Pemantauan Ekosistem Lamun Menggunakan Citra ALOS
di Kawasan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Jonson L. Gaol, M.Si dan
Ibu Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Si selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, dan juga teman-teman
Ilmu dan Teknologi Kelautan angkatan 48 atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2017
Pria Wibawa Utama

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN
Tujuan Penelitian
METODE

1
1
2

Waktu dan Lokasi

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian


2

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kualitas Perairan Gugus Pulau Pari

5

Hasil Penajaman Citra

5

Perubahan Luasan Padang Lamun

8

SIMPULAN DAN SARAN


12

Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP


16

DAFTAR TABEL
1 Nilai spektral kanal citra ALOS AVNIR

4

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

13

Lokasi Penelitian
Diagrarm alir penelitian
Citra ALOS tahun 2007
Citra ALOS tahun 2009
Citra hasil penajaman DII 2007
Citra hasil penajaman DII 2009
Peta sebaran lamun tahun 2007
Peta sebaran lamun tahun 2009
Peta perubahan luas ekosistem lamun
Grafik perubahan ekosistem lamun
Perubahan luasan lamun pada perairan Pulau Pari dan Kongsi
Perubahan luasan lamun pada perairan Pulau Tengah dan Burung
Perubahan luasan lamun pada perairan Pulau Tikus

2
3
6
6

7
7
8
9
9
10
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai Kualitas Perairan di Pulau Pari
2 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tahun 2004

12
12

PENDAHULUAN
Lamun merupakan tumbuhan berbunga (angiospermae) yang dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik serta dapat menyesuaikan diri hidup pada media air

asin, memiliki daun, akar, rimpang, serta berkembang biak dengan biji dan tunas.
Lamun mampu berfungsi normal pada keadaan terbenam hingga mampu untuk
melakukan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam (Rahman et
al. 2016). Ekosistem padang lamun berperan penting bagi mahluk hidup lainnya
untuk bertahan hidup karena berfungsi sebagai tempat mencari makan (feeding
ground), tempat pemijahan (spawning ground), memperlambat pergerakan arus dan
gelombang, hingga berperan sebagai penghalang dari ancaman sedimentasi yang
berasal dari daratan (Tasabaramo et al. 2016). Jenis lamun yang ditemukan di gugus
Pulau Pari antara lain Cyamodocea rotun, Enhalus acoroides, Halophila uninervis,
Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii (Kiswara
1992).
Poedjirahajoe et al. (2013) mengatakan, padang lamun merupakan ekosistem
yang rentan terhadap berbagai aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung seperti kerusakan lamun yang ditimbulkan oleh baling-baling kapal
ataupun peletakan jangkar kapal nelayan yang sebagaian besar mata pencaharian
penduduk Pulau Pari. Dampak dari beberapa aktivitas manusia yang mengancam
lamun dapat menimbulkan penurunan luasan lamun, perubahan luasan lamun yang
terjadi pada Pulau Pari dapat dilihat dengan memanfaatkan citra satelit.
Metode pemetaan secara insitu, menghabiskan waktu yang lebih lama serta
biaya yang lebih besar untuk mendeteksi dan memetakan sebaran lamun. Selain itu,
beberapa lokasi di lapang sulit dijangkau. Dengan memanfaatkan penginderaan
jauh, pemetaan sebaran lamun di Pulau Pari serta mengidentifikasi perubahan
luasan lamun akan jauh lebih mudah. Pemetaan lamun pernah dilakukan oleh
Supriyadi (2009) di Teluk Toli-Toli, Silfiani (2011) melakukan pemetaan sebaran
lamun di Pulau Pari menggunakan citra ALOS tahun 2008 dengan klasifikasi tak
terbimbing mendapatkan luas sebaran lamun sebesar 167 hektar dan nilai akurasi
seluruhnya sebesar 72,82%, Shofa (2014) melakukan pemetaan sebaran padang
lamun di Pulau Pari menggunakan citra ALOS tahun 2009 dengan klasifikasi tak
terbimbing mendapatkan luas sebaran lamun sebesar 164 hektar dan akurasi
seluruhnya 71.01%, Adi (2015) mengkaji perubahan luasan padang lamun selama
12 tahun di Pulau Lepar, dan Lestari (2016) melakukan pemetaan padang lamun di
Pulau Pari menggunakan citra ALOS dan Worldview.
Satelit Advanced Land Observing Satellites (ALOS) merupakan satelit
observasi bumi yang dimiliki oleh Jepang, diluncurkan pada Januari 2006. ALOS
dilengkapi tiga sensor penginderaan, yaitu PRISM, AVNIR-2, dan PALSAR.
Pengamatan ekosistem pesisir biasa menggunakan sensor AVNIR-2 karena
memiliki gelombang visible dan radiometer yang digunakan untuk mengamati
wilayah daratan dan pesisir. Citra yang dihasilkan oleh ALOS AVNIR-2 memliki
resolusi spasial sebesar 10 meter dan empat kanal, dimana tiga kanal untuk saluran
tampak dan satu kanal untuk saluran near infrared (JAXA 2009).

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan ekosistem padang lamun serta
mengetahui sebaran dan luasan padang lamun menggunakan citra ALOS 2007 dan
2009, di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

METODE
Waktu dan Lokasi
Lokasi penelitian dilakukan di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta (Gambar 1) pada koordinat 106°34’15’’ BT - 106°38’15’’ BT dan 5°50’45’’
LS - 5°52’30’’ LS. Analisis data dilakukan dari bulan Juni sampai September 2016
di Laboratorium Komputer Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Lokasi penelitian
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain komputer yang
telah dilengkapi dengan perangkat lunak ArcGIS 10.2.2. yang digunakan untuk
memplotkan titik hasil survey dan membuat peta, ER MAPPER 6.4 yang digunakan
utnuk pengolahan data.

3
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra ALOS tahun 2007
(28 April 2007) dan tahun 2009 (3 Agustus 2009).
Prosedur Penelitian
Tahapan pengolahan data (Gambar 2) dilakukan untuk mendapatkan hasil
sebaran lamun, dimulai dari pengumpulan data, pengolahan citra, analisis data,
hingga pembuatan peta sebaran lamun.

Klasifikasi
Terbimbing

Citra ALOS
AVNIR 2007
(28 April
2007)

Citra ALOS
AVNIR 2009
(3 Agustus
2009)

Pemotongan
Citra

Pemotongan
Citra

Koreksi
Geometrik
dan
Radiometrik

Koreksi
Geometrik
dan
Radiometrik

Penajaman
Citra

Penajaman
Citra

Peta Sebaran
Lamun th. 2009

Peta Sebaran
Lamun th. 2007

raster to vector

Klasifikasi
Terbimbing

Tumpang
Tindih

Peta Perubahan Lamun tahun 2007 dan 2009

Gambar 2 Diagram alir penelitian

raster to vector

4
Pengolahan Citra
Citra yang digunakan yaitu citra ALOS memiliki sensor kanal yang disajikan
dalam Tabel 1. Pengolahan citra dimulai pemotongan citra sesuai dengan lokasi
penelitian, lalu citra di koreksi geometrik, yaitu mengoreksi titik koordinat agar
sesuai dengan koordinat geografis. Koreksi geometrik menggunakan citra atau peta
yang telah terkoreksi koordinatnya untuk menyamakan titik koordinat
menggunakan ground control point (GCP), setelah itu citra akan di rektifikasi
berdasarkan posisi GCP dengan menggunakan metode nearest neighbor, lalu
ditentukan sistem proyeksi menggunakan sistem proyeksi Universal Transverse
Mercator (UTM). Tahapan selanjutnya adalah koreksi radiometrik, proses ini
dilakukan untuk memperbaiki visual citra karena nilai piksel yang tidak sesuai
dengan nilai pantulan. Koreksi radiometrik dilakukan dengan menggunakan
penyesuaian histogram, dengan cara mengurangi nilai digital citra pada masingmasing kanal dengan nilai bias yang ada di setiap kanal pada citra.
Tabel 1 Nilai spektral kanal citra ALOS AVNIR (JAXA 2009)
Kanal
Blue
Green
Red
NIR

Panjang Gelombang
0,42 to 0,50 μm
0,52 to 0,60 μm
0,61 to 0,69 μm
0,76 to 0,89 μm

Resolusi (m)
10
10
10
10

Penajaman Citra
Penajaman citra dilakukan untuk mempermudah dalam proses interpretasi
pada tampilan citra. Metode yang digunakan adalah metode Depth Invariant Index
(DII), metode DII merupakan proses penggabungan informasi dari dua band yang
bertujuan untuk mendapatkan penampakan habitat dasar perairan, berikut alogritma
DII yang digunakan (Green et al. 2000) :
α=

var band − var band
×covar band band

ki/kj = α + √ α2 +

Y = ln band

− [ki/kj × ln band

Keterangan :
α
= koefisien penentu
var
= fungsi statistik ragam
covar = fungsi statistik peragam
band 1 = nilai digital kanal biru dari citra
band 2 = nilai digital kanal hijau dari citra
ki/kj
= proposi koefisien atenuasi
Y
= Depth Invariant Index

]

5
Klasifikasi Terbimbing
Klasifikasi terbimbing (supervised classification) dilakukan dengan mengacu
pada hasil metode DII, hasil klasifikasi dibagi tiga kelas, yaitu lamun, darat dan
kelas lainnya. Pada penelitian ini, klasifikasi terbimbing yang digunakan adalah
supervised maximum likelihood. Peta perubahan luasan lamun dibentuk oleh dua
peta sebaran lamun yang berbeda, yaitu peta sebaran lamun tahun 2007 dengan peta
sebaran lamun tahun 2009. Penggabungan peta dilakukan untuk melihat perubahan
luasan lamun menggunakan metode tumpang tindih di perangkat lunak ArcGIS
10.2.2, dengan mengubah peta sebaran lamun tahun 2007 dan tahun 2009 menjadi
vector menggunakan fungsi raster to vector pada ArcGIS.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Perairan Gugus Pulau Pari
Pertumbuhan dan perkembangan lamun dipicu dengan tersedianya unsur hara
pada perairan Pulau pari, semakin subur dan kaya akan unsur hara pada suatu
perairan maka pertumbuhan lamun akan semakin pesat. Data Kualitas perairan
Pulau pari didapat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sutiknowati (2012)
ditunjukkan pada Lampiran 1. Suhu perairan Pulau pari pada Lampiran 1 berkisar
pada nilai 25,1-30,1 °C, menurut Taurusman et al. (2013), nilai tersebut relatif
normal bagi perairan tropis dengan nilai yang mendukung pertumbuhan lamun.
Nilai salinitas masih mendukung untuk pertumbuhan lamun. Kemampuan lamun
untuk mentolerir salinitas berbeda-beda tergantung jenisnya, namun sebagian besar
memiliki kisaran yang luas terhadap salinitas yaitu 10 – 40 ‰ (Lanuru et al. 2013).
Nilai salinitas perairan Pulau pari berkisar antara 25-32 ‰, yang menunjukkan nilai
tersebut mendukung untuk pertumbuhan lamun. Faktor penting lainnya dalam
pertumbuhan lamun adalah substrat dasar yang cocok. Sementara makro alga
melekat pada batu didasar perairan, lamun pada umumnya memerlukan substrat
yang lunak, kerikil, pasir atau lumpur (Greve and Binzer 2004). Oksigen terlarut
perairan Pulau pari berada pada nilai 4,4-6,3 dan nilai pH berada pada nilai 7,
menurut Lanuru et al (2013), kisaran nilai DO dan pH tersebut masih dalam kisaran
untuk pertumbuhan lamun. Lampiran 2 merupakan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup tahun 2004 untuk standar baku mutu air laut untuk biota laut,
dimana kualitas perairan gugus Pulau Pari sudah sesuai menurut KMNLH.
Perubahan suhu yang dapat ditolerir untuk kehidupan biota laut adalah < 2 °C dan
perubahan salinitasnya < 5 ‰ dalam rata-rata musiman, sedangkan untuk pH
diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 0,2 dalam satuan pH (KLH 2004).
Hasil Penajaman Citra
Penajaman citra dilakukan untuk memperjelas penampakan dasar perairan
menggunakan metode Lyzenga, dimana citra yang digunakan adalah citra ALOS
dengan komposit band RGB 321 tahun 2007 (Gambar 3) dan citra ALOS komposit
band RGB 321 tahun 2009 (Gambar 4). Kombinasi kanal 321 merupakan warna
natural sehingga cocok untuk melihat keadaan yang sesungguhnya pada citra.

6

Gambar 3 Citra ALOS tahun 2007

Gambar 4 Citra ALOS tahun 2009
Hasil dari penajaman citra metode DII berupa citra yang menampilkan
penampakan dasar perairan dangkal, citra hasil metode DII untuk tahun 2007
ditampilkan pada Gambar 5 dengan nilai koefesien atenuasi (ki/kj) sebesar 0,96 dan
tahun 2009 ditampilan pada Gambar 6 dengan nilai koefesien atenuasi (ki/kj)
sebesar 0,56.

7

Gambar 5 Citra hasil penajaman DII tahun 2007

Gambar 6 Citra hasil penajaman DII tahun 2009

8
Perubahan Luas Padang Lamun
Hasil klasifikasi citra secara terbimbing untuk luas padang lamun tahun 2007
ditampilkan pada Gambar 7. Gambar 7 merupakan hasil klasifikasi citra ALOS
tahun 2007 yang memiliki tiga kelas klasifikasi yaitu darat, lamun dan kelas
lainnya. Sebaran lamun lebih banyak tersebar pada bagian utara, selatan dan timur
gugus Pulau Pari dengan total luas padang lamun sebesar 165,16 hektar. Gambar 8
merupakan hasil klasifikasi citra ALOS tahun 2009 yang dikelaskan menjadi tiga
kelas klasifikasi, darat, lamun, dan kelas lainnya. Sebaran pada lamun pada tahun
2009 mengalami kenaikan luas dari tahun 2007 sebesar 10,49 hektar, yaitu dari
165,16 hektar menjadi 175,65 hektar. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Silfiani (2011), yang menggunakan citra ALOS AVNIR dan metode klasifikasi
tak terbimbing dengan wilayah penelitian yang sama, menunjukkan luas padang
lamun pada tahun 2008 sebesar 167 hektar, hal ini menunjukkan peningkatan luasan
padang lamun dari tahun 2008 sampai 2009 sebesar 8,65 hektar.

Gambar 7 Peta sebaran lamun tahun 2007
Hasil tumpang tindih antara peta sebaran lamun tahun 2007 dan 2009
ditampilkan pada Gambar 9, menghasilkan peta perubahan luasan ekosistem lamun.
Perbedaan warna menunjukkan perubahan yang terjadi pada luasan ekosistem
lamun, perubahan lamun yang bertambah sebesar 107,7 hektar dan perubahan
lamun yang berkurang sebesar 96,82 hektar, sedangkan lamun yang tidak
mengalami perubahan memiliki luas sebesar 68,14 hektar (Gambar 10).

9

Gambar 8 Peta sebaran lamun tahun 2009

Gambar 9 Perubahan luasan ekosistem lamun

10
200
180

165.16

175.65

160

Luas (ha)

140
107.7

120
100

96.82
68.14

80
60
40
20
0
Luas lamun Luas lamun
tahun 2007 tahun 2009

Lamun
bertambah

Lamun
berkurang

Lamun tidak
berubah

Gambar 10 Grafik perubahan luas ekosistem lamun
Wilayah perairan Pulau Pari, Pulau Kongsi Timur dan Kongsi Tengah
ditampilkan pada Gambar 11. Sebelah utara dan timur Pulau Pari lebih banyak
ditemukan warna biru dan hijau yang menunjukkan luas padang lamun yang
bertambah dan tidak berubah, hal ini dapat terjadi karena daerah tersebut jauh dari
pemukiman masyarakat di Pulau Pari dan kemungkinan sedikit pencemaran yang
terjadi pada wilayah tersebut, wilayah selatan Pulau Pari lebih sedikit ditemukan
lamun dibandingkan sebalah utara Pulau Pari, hal ini dapat terjadi karena wilayah
tersebut dekat dengan aktivitas manusia dan terdapat dermaga yang menjadi area
keluar masuk kapal yang dapat menyebabkan kerusakan lamun.

Gambar 11 Perubahan luasan lamun pada perairan Pulau Pari dan Kongsi

11
Gambar 12 adalah wilayah perairan Pulau Tengah, Kongsi Barat dan Pulau
Burung. Wilayah perairan diantara Pulau Pari dan Pulau Tengah dominan
ditemukan warna biru yang menunjukkan luas padang lamun yang meningkat serta
warna hijau yang menunjukkan luas padang lamun yang tidak berubah.

Gambar 12 Perubahan luasan lamun pada perairan Pulau Tengah dan Burung
Gambar 13 menunjukkan perubahan pada daerah barat wilayah perairan
gugus Pulau Pari dimana terdapat Pulau Tikus dan Kongsi Barat, luasan ekosistem
lamun yang bertambah maupun yang berkurang tersebar merata di wilayah sekitar
Pulau Tikus. Sedangkan di sebelah utara Pulau Kongsi Barat lebih dominan
ditemukan warna merah yang menunjukkan penurunan luas padang lamun.
Perubahan luasan padang lamun yang mengalami penurunan dapat disebabkan oleh
aktivitas manusia yang dapat menyebabkan kerusakan pada padang lamun. Selain
itu baling-baling dan penempatan jangkar kapal secara sembarangan, pembangunan
di wilayah pesisir hingga reklamasi serta cara memancing yang dapat merusak
ekosistem pesisir sehingga mempercepat penurunan luasan lamun. Berkurangnya
kejernihan air laut, baik dari peningkatan nutrien di laut maupun bertambahnya
kekeruhan yang menyebabkan berkurang penetrasi cahaya juga mempengaruhi
penurunan luasan lamun (Duarte et al. 2004).
Menurut Borum et al. (2004), tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah
kerusakan atau penurunan luasan lamun, antara lain dengan mengendalikan dan
mengolah limbah rumah tangga agar nutrien, bahan organik serta zat kimia tidak
berlebihan pada kolom perairan, memberi peraturan untuk kegiatan reklamasi lahan
dan pembangunan pesisir, serta menciptakan kesadaran masyarakat akan
pentingnya lamun.

12

Gambar 13 Perubahan luasan lamun pada perairan Pulau Tikus dan Kongsi Barat
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, jenis padang lamun yang dijumpai
di pulau Pari adalah Cyamodocea rotun, Enhalus acoroides, Halophila uninervis,
Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii (Kiswara
1992).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kondisi perairan Pulau Pari dinilai masih bagus dalam pertumbuhan dan
perkembangan lamun. Berdasarkan hasil klasifikasi secara terbimbing, ekosistem
padang lamun gugus Pulau Pari pada tahun 2007 memiliki luas sebesar 165,16
hektar dan pada tahun 2009 sebesar 175,65 hektar. Berdasarkan peta sebaran
padang lamun, peningkatan luasan padang lamun terjadi di wilayah timur Pulau
Pari, sedangkan berkurangnya luasan padang lamun lebih terkonsentrasi di wilayah
barat Pulau Pari atau dekat dengan Pulau Tengah.
Saran
Metode klasifikasi yang berbeda serta data citra dengan tahun yang berbeda
dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya agar dapat menjadi perbandingan.

13

DAFTAR PUSTAKA
Adi W. 2015. Kajian Perubahan Luasan Padang Lamun dengan Penginderaan Jauh
di Pulau Lepar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Maspari Journal. 7 (1):
71-78.
Borum J, Greve TM, Binzer T, Santos R. 2004. European Seagrass : a Introduction
to Monitoring and Management. The M&MS Project. 63-64.
Duarte CM, Marba N, Alexandre A, Cabaco S. 2004. European Seagrass : a
Introduction to Monitoring and Management. The M&MS Project. 11-18.
Green EP, Mumby PJ, Edwards AJ, Clark CD. 2000. Remote Sensing Handbook
for Tropical Coastal Management. Unesco, Paris. 316p.
Greve TM, Binzer T. 2004. European Seagrass : a Introduction to Monitoring and
Management. The M&MS Project. 19-23.
JAXA. 2009. ALOS Data Users Handbook. Japan: Japan Aerospace Exploration
Agency.
Kiswara W. 1992. Vegetasi Lamun (Seagrass) di Rataan Terumbu Pulau Pari,
Pulau-Pulau Seribu, Jakarta. Oseanologi di Indonesia. 25: 31-49.
[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut. Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup: Jakarta (ID).
Lanuru M, Supriadi, Amri K. 2013. Kondisir Oseanografi Perairan Lokasi
Transpaltasi Lamun Enhalus acroides Pulau Barrang Lompo, Kota Makassar.
Jurnal Mitra Bahari. 7 (1): 65-76.
Lestari WA.2016. Skripsi. Pemetaan Padang Lamun dengan Menggunakan Citra
ALOS AVNIR dan Worldview-2 di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Institut
Pertanian Bogor : Bogor.
Poedjirahajoe E. Mahayani NPD. Shidarta BR. Salamuddin M. 2013. Tutupan
Lamun dan Kondisi Ekosistemnya di Kawasan Pesisir Madasenger, Jelenga, dan
Maluku Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.
5 (1): 34-46.
Rahman AA, Nur AI, Ramli M. 2016. Studi Laju Petumbuhan Lamun (Enhalus
acoroides) di Perairan Pantai Desa Tanjung Tiram Kabupataen Konawe Selatan.
Sapa Laut. 1 (1): 10-16.
Shofa MI. 2014. Skripsi. Pemetaan Padang Lamun dengan Citra Alos dan Citra
Aster di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
Silfiani. 2011. Skripsi. Pemetaan Lamun dengan Menggunakan Citra Satelit Alos
di Perairan Pulau Pari. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Supriyadi IH. 2010. Pemetaan Padang Lamun di Perairan Teluk Toli-Toli dan Pulau
Sekitranya, Sulawesi Barat. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 36 (2) :
147-164.
Sutiknowati LI. 2012. Kualitas Air yang Mendukung Potensi Budidaya di Perairan
Pesisir Pulau Pari: Aspek Mikrobiologi. Jurnal Segara. 8(2) : 65 – 75.
Suwargana N. 2008. Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data
Penginderaan Jauh di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi. Jurnal
Penginderaan Jauh. 5: 64-74.

14
Tasabaramo IA, Kawaroe M, Rappe RA. 2016. Laju Pertumbuhan, Penutupan, dan
Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus acoroides yang Ditranspaltasikan Secara
Monospesies dan Multispesies. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 7
(2): 757-770.
Taurusman AA, Isdahartati, Isheliadesti, Ristiani. 2013. Pemulihan Stok dan
Restorasi Habitat Teripang: Status Ekosistem Lamun di Lokasi Restocking
Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu, Jakarta. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia. 18 (1): 1-5.

15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai Kualitas Perairan di Pulau Pari
Parameter
Nilai
Suhu
25,1-30,1
Salinitas
25-32
DO
4,4-6,3
pH
7
Substrat
Pasir
Sumber : (Sutiknowati 2012)

Satuan
°C


mg/L
-

Lampiran 2 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tahun 2004
Parameter
Baku Mutu
Satuan
Suhu
28 – 30
°C
Salinitas
33 – 34
ppt
DO
>5
mg/L
pH
7 – 8,5
Sumber : (Kementerian Lingkungan Hidup 2004)

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pangkalpinang pada tanggal 3 Juni
1994 dari pasangan Bapak Wahyudin dan Ibu Sri
Wahyuningsih, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.
Lulus dari SMA Negeri 2 Pangkalpinang pada tahun 2011, pada
tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut
Pertanian Bogor pada jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur BUD
(Beasiswa Utusan Daerah).
Selama kuliah di IPB, penulis mengikuti keanggotaan
majalah OCEANIC bagian desain periode 2014 – 2015. Selain
itu, penulis juga aktif menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Pemetaan
Sumberdaya Hayati Laut pada periode 2014 – 2015 dan mata kuliah Sistem
Informasi Geografis pada periode 2015 – 2016.
Untuk menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menyusun skripsi dengan judul
“Pemantauan Ekosistem Lamun Menggunakan Citra ALOS di Kawasan Pulau Pari,
Kepulauan Seribu”.