Status Nutrisi Sapi Perah Yang Diukur Melalui Profil Metabolit Darah Di Peternakan Rakyat Bandung Utara

STATUS NUTRISI SAPI PERAH YANG DIUKUR MELALUI
PROFIL METABOLIT DARAH DI PETERNAKAN
RAKYAT BANDUNG UTARA

RATIH PRATIWI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Status Nutrisi Sapi
Perah yang Diukur Melalui Profil Metabolit Darah di Peternakan Rakyat Bandung
Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015
Ratih Pratiwi

NIM D24110007

ABSTRAK
RATIH PRATIWI. Status Nutrisi Sapi Perah yang Diukur Melalui Profil Metabolit
Darah di Peternakan Rakyat Bandung Utara. Dibimbing oleh DESPAL dan IDAT
GALIH PERMANA.
Status nutrisi dari sapi perah berpengaruh terhadap performanya (produksi,
efisiensi dan kesehatan) baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui status nutrisi sapi perah dan hubungannya dengan
performa ternak di peternakan rakyat KPSBU, Lembang. Sebanyak 23 ekor sapi
perah Friesian Holstein digunakan dalam penelitian ini dengan metode survey
selama 2 minggu. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif serta korelasi dan
regresi untuk mengetahui hubungan antara kualitas pakan dan status nutrisi serta
antara status nutrisi dan performa ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kualitas pakan yang digunakan oleh peternak memiliki kualitas yang rendah dan
memaksa peternak untuk meningkatkan pemberian pakan. Hal ini digambarkan
dengan rendahnya kandungan glukosa dan tingginya kandungan non esterified fatty
acid (NEFA) dan β-hydroxy butirate acid (BHBA) darah yang menyebabkan
energy negative balance (NEB). Terdapat hubungan korelasi yang signifikan
(P 1.00

22.69±6.65

9.5 – 19.5

Sumber

Lucy et al.
(2013)
Julie et al.
(2013)
Prihatno et al.
(2013)
Ribeiro et al.

(2008)
Veenhuizen et
al. (1991)
Rowlands et
al. (1974)

Profil metabolit digunakan dalam sapi perah untuk membantu
mengidentifikasi masalah nutrisi dan manajemen. Hubungan antara reproduksi
sapi dengan status nutrisi sangat erat kaitannya (Wetterman et al. 2003).
Kekurangan nutrisi telah dilaporkan sebagai faktor utama yang menghambat
sistem produksi sapi di daerah-daerah tropis. Kekurangan nutrisi atau masukan
nutrisi yang tidak cukup dapat berpengaruh langsung terhadap efisiensi reproduksi
(Salem et al. 2006), seperti rendahnya kinerja reproduksi dan produktvitas.
Glukosa darah merupakan gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk
dari karbohidrat dalam pakan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot
rangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa yang terkandung
dalam sapi perah yaitu 52.85±8.86 mg dL-1. Nilai ini relatif lebih rendah dari
kadar glukosa sapi perah laktasi yang dikemukakan oleh Lucy et al. (2013) yaitu
(53.4 s/d 72.1) mg dL-1. Rendahnya kadar glukosa darah sapi laktasi, selain dapat
menyebabkan tingginya konsentrasi Non Esterified Fatty Acid (NEFA) yang


9

mempunyai efek toksik terhadap folikel, oosit, embrio, dan fetus (Arthur et al.
2001), juga menandakan rendahnya energi (karbohidrat) dalam ransum (Prihatno
et al. 2013). Fatty liver terjadi pada sapi perah selama periode peningkatan NEFA
darah. Peningkatan tersebut berhubungan dengan perubahan hormon pada saat
melahirkan dan negative energy balance.
Secara khusus, meningkatnya kadar NEFA dan BHBA menunjukkan adanya
indikasi mobilisasi lipid dan oksidasi asam lemak yang menghasilkan energi
(Shaka et al. 2006). Kessel et al. (2008) menambahkan bahwa untuk memenuhi
kebutuhan sintesis susu, sapi perah perlu memobilisasi lemak cadangan tubuhnya,
menyebabkan terjadinya negative energy balance (NEB), dan ekstensif mobilisasi
dari cadangan lemak tubuh sebagai NEFA (Asl et al. 2011). Penekanan
konsentrasi glukosa dan sering juga insulin adalah spesifik terjadi selama NEB
dalam hubungannya dengan peningkatan hepatic gluconeogenesis. Adaptasi
metabolisme hati ini memerlukan regulasi mRNA, karena mRNA abundance
berhubungan positif dengan sirkulasi konsentrasi NEFA dan β-hydroxybutyrate
(BHB). Jika liposis berlebihan terjadi selama awal laktasi, kapasitas oksidatif dari
hati dapat terlampaui dan menyebabkan trigliserida dalam hati terakumulasi, dan

ketosis yang menurunkan kapasitas gluconeogenic hepatic. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kandungan BHBA dan NEFA sapi perah di Bandung Utara
memiliki rataan masing-masing 12.94±4.45 mg dL-1 dan 1.57±0.25 mmol L-1.
Julie et al. (2013) menyatakan bahwa kandungan BHBA diatas 9 mg dL-1,
sedangkan kandungan normal NEFA sapi perah yaitu 0,26 mmol L-1, namun
apabila setelah melahirkan, kandungan NEFA dapat meingkat mencapai 1 mmol
L-1 (Veenhuizen et al. 1991). Tingginya konsentrasi BHBA dan NEFA
menyebabkan meningkatnya resiko terkena penyakit setelah melahirkan. Hal ini
dapat merugikan peternak, selain karena produksi yang menurun, kualitas susu
yang diperoleh juga menyebabkan harga susu relatif rendah. Berdasarkan data
yang diperoleh kandungan glukosa, BHBA, dan NEFA dapat dikatakan bahwa
secara umum sapi perah yang diamati pada penelitian ini mengalami negative
energy balance (NEB) yang cukup serius, dan diperkirakan akan mengganggu
proses produksi pada periode berikutnya.
Pada saat laktasi, kolesterol diekspor ke kelenjar susu untuk produksi susu.
Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam darah dan diproduksi
oleh hati (Murray et al. 2003). Hasil penelitian menunjukkan rataan kandungan
kolesterol adalah 196.33±48.69 mg dL-1. Hasil tersebut relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar normal kolesterol sapi perah yaitu 166.08±37.06 mg
dL-1 (Prihatno et al. 2013). Tingginya kadar kolesterol tersebut dapat disebabkan

karena keadaan sapi pada masa laktasi yang diberi ransum dengan kadar lemak
tinggi untuk memenuhi kebutuhan energi.
Hasil penelitian menunjukkan kadar albumin darah sapi yaitu 2.96±0.28 mg
dL-1. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Radositis et al. (2007) dalam
Ribeiro et al. (2008) bahwa kadar albumin darah sapi berkisar antara 2.1 – 3.6 mg
dL-1. Jackson (2007) menyatakan bahwa secara fisiologis tidak ada faktor yang
dapat meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan konsentrasi albumin umumnya
disebabkan oleh naik turunnya volume darah. Penurunan konsentrasi albumin
dalam darah tidak hanya disebabkan oleh penurunan sintesisnya, namun
melibatkan proses multifaktor yang meliputi sintesis, kerusakan albumin,
kebocoran ke ekstravaskuler dan asupan protein (Ballmer 2001).

10

Konsentrasi urea-N darah sapi laktasi dan non-laktasi berkisar antara 9.5 –
19.5 mg dL-1 (Rowlands et al. 1974), dan 5 – 20 mg dL-1 (NRC 2000). Hasil
penelitian menunjukkan rataan urea darah sapi perah laktasi yaitu 22.69±6.65 mg
dL-1. Tingginya kadar urea darah diduga disebabkan oleh tingginya degradasi PK
pakan yang dikonsumi oleh mikroba rumen yang akan diserap oleh tubuh dan
masuk dalam darah yang selanjutnya akan terbentuk urea darah di hati (Putri

2013). Peningkatan kadar urea darah juga dapat disebabkan karena penurunan
aliran darah ke ginjal seperti pada saat syok, kehilangan darah, dan dehidrasi,
peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointstinal disertai
pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan.
Kadar urea darah meningkat akibat katabolisme asam amino yang tinggi untuk
diubah menjadi energi atau glukosa serta tidak adanya keseimbangan asam amino
ransum (Abdelgadir et al. 1996). Konsentrasi urea darah yang terlalu tinggi
menyebabkan tidak efisien dalam penggunaan energi (Roselet et al. 1993).
Bobot badan dan Body Condition Score (BCS) sapi perah yang diteliti
memiliki rataan 442.71±33.65 kg dan 2.76, hal ini dapat di lihat di Tabel 3.
Rataan nilai BCS berubah sepanjang periode laktasi dan periode kering dan
disajikan pada Gambar 1. Kondisi tubuh menggambarkan cadangan lemak tubuh
ternak. Cadangan lemak tubuh akan digunakan sapi periode laktasi pada saat tidak
cukup mendapat energi untuk produksi susu. Sehingga rataan untuk setiap periode
relatif berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bulan-bulan laktasi
pertama mengalami penurunan nilai BCS. Hal ini sesuai dengan NRC (2001)
bahwa 60 hari setelah beranak, maka terjadi pengurangan BCS 0.50 – 1.00 atau
BCS sekitar 2.50 – 3.50.

3.50


BCS

3.00

2.50

2.00
0

1

2
3
Periode Laktasi

4

Gambar 1 Hubungan periode laktasi dengan BCS


5

11

Penurunan nilai BCS ini menunjukkan adanya penggunaan cadangan lemak
tubuh sebagai energi untuk produksi susu (Sukandar 2008). Rataan BCS saat masa
laktasi berada di bawah 3, hal ini tidak sesuai dengan yang dinyatakan Sukandar
et al. (2008) bahwa nilai BCS sepanjang masa laktasi minimum dan maksimum
3.00 dan 3.25. Hal ini menunjukkan perlunya perbaikan manajemen pakan yang
tepat untuk menjaga kondisi ideal BCS sapi laktasi, sehingga persestensi produksi
tinggi dapat dicapai. Selain itu, keterlambatan mengawinkan juga dapat
menyebabkan kondisi BCS tidak ideal. Selanjutnya pada Gambar 1 menunjukkan
bahwa pada periode kering nilai BCS meningkat, namun belum sesuai dengan
rekomendasi Sukandar et al. (2008) yang menambahkan bahwa BCS minimum
pada saat periode kering adalah 3.50. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
pakan berenergi tinggi harus ditingkatkan.
25.00

Produksi susu (l/e/hari)


20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
0

1

2
3
Periode Laktasi

4

5


Gambar 2 Hubungan periode laktasi dengan produksi susu
Rataan produksi susu hasil penelitian menunjukkan 14.5 l e-1 hari-1. Rataan
tersebut lebih tinggi rataan produksi susu nasional, yaitu 11.51 l e-1 h-1 (BSN
2011). Tingginya rataan hasil pengamatan dapat disebabkan oleh intake nutrien
yang tinggi (melebihi kebutuhan), tetapi intake yang berlebih tersebut hanya
mampu mencukupi kebutuhan jangka menengah, yaitu untuk produksi susu.
Sedangkan kebutuhan jangka panjang untuk membentuk cadangan tubuh belum
terpenuhi. Gambar 2 memperlihatkan bahwa terjadi penurunan setelah periode
laktasi kedua. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya cadangan lemak
tubuh (BCS). Hasil ini didukung oleh data profil darah glukosa yang rendah
dengan BHBA yang meningkat (Gambar 3) memperlihatkan perombakan
cadangan tubuh untuk menyediakan prekursor sintesis komponen susu. Kualitas

12

susu yang diamati pada penelitian ini cukup baik dan memenuhi BSN (2011)
dengan nomor SNI 01-3141-2011 yang mensyaratkan kadar lemak susu minimal
3%, SNF 7.8%, dan Protein susu 2,87%.
25.00

BHBA (mg/dL)

20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
0

1

2
3
Periode Laktasi

4

5

Gambar 3 Hubungan Periode Laktasi dengan Beta Hydroxy Butirat Acid (BHBA)
Hubungan Konsumsi Nutrien dan Profil Metabolit Darah Ternak (Glukosa,
BHBA, Kolesterol, Albumin, NEFA, dan Urea)
Korelasi antara konsumsi nutrien dan profil metabolit darah ternak yang
meliputi glukosa, BHBA, kolesterol, albumin, NEFA dan urea disajikan dalam
Tabel 4.
Tabel 4 Korelasi konsumsi nutrien pakan dengan status nutrisi ternak
Profil Metabolit Darah
Konsumsi
Nutrien Pakan Glukosa BHBA Cholesterol Albumin NEFA Urea
Bahan Kering
Abu
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
Beta-N
Kalsium
Posfor
TDN

0.327
0.247
0.480*
0.275
0.367
0.489*
0,081
0.235
0.371

0.024
0.192
0.328
0.293
0.305
0.256
0.609**
0.456*
-0.005

0.029
-0.010
0.119
0.015
0.025
0.181
0.132
0.111
0.080

0.263
0.076
0.243
0.408
0.098
0.371
0.524*
0.539**
0.315

-0.175
-0.046
-0.152
-0.135
-0.176
-0.334
-0.144
-0.208
-0.205

0.420*
0.390
0.561**
0.429*
0.504*
0.570**
-0.045
0.251
0.418*

** = nilai P (