Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung

(1)

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI

PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG

KABUPATEN BANDUNG

SKRIPSI FITRIA AKILAH

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

RINGKASAN

FITRIA AKILAH. 2008. Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto

Pembimbing Anggota : Dr. Despal, S.Pt, M.Sc.Agr

Penelitian untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat telah dilakukan di Cilumber anggota Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Kabupaten Bandung dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Metode yang digunakan adalah metode survei, dengan ukuran sampel atau jumlah peternak responden sebanyak 40 peternak. Data primer didapat melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, teknik observasi dan pengukuran langsung di lapangan (pengukuran lingkar dada, penimbangan susu, dan pakan yang diberikan peternak). Data sekunder diperoleh dari kantor kecamatan dan KPSBU Lembang. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan menggunakan uji chi-square (X2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian penerapan aspek teknis pemeliharaan sapi perah peternak Cilumber lebih rendah dibandingkan dengan nilai harapan berdasarkan Dirjen Peternakan (1983). Rata-rata penerapan aspek teknis baru mencapai 80 %. Penerapan aspek teknis dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah aspek kesehatan hewan, diikuti aspek makanan ternak, aspek pengelolaan, aspek kandang dan peralatan serta aspek breeding dan reproduksi.

Aspek kesehatan hewan menempati peringkat penerapan paling tinggi (85,5 %). Pencegahan penyakit yang dilakukan peternak dan pengobatan yang dilakukan oleh tenaga keswan sudah cukup baik. Namun, perlu peningkatan pengetahuan peternak pada sub aspek pendeteksian gejala penyakit yang biasa menyerang sapi perah.

Aspek breeding dan reproduksi sudah diterapkan sebesar 72,35 %. Bangsa sapi yang dipelihara di daerah penelitian adalah bangsa sapi FH murni. Cara seleksi yang dilakukan peternak pada umumnya lebih memperhatikan bentuk luar. Metode kawin semuanya menggunakan Inseminasi Buatan (IB). Pengetahuan berahi masih kurang sehingga sering terjadi keterlambatan pelaporan IB. Pada umumnya umur beranak pertama 2 ½ tahun. Perkawinan kembali setelah beranak yaitu lebih dari 90 hari dan calving interval 1-1 ½ tahun.

Aspek makanan ternak sudah diterapkan sebesar 84,38 %. Jenis pakan yang diberikan adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan yaitu rumput campuran (rumput gajah, rumput lapang, jerami padi, daun pisang dan bunga kol). Konsentrat yang diberikan umumnya konsentrat dari KPSBU Lembang. Peternak menambahkan komposisi konsentrat dengan dedak padi, onggok dan ampas bir. Peternak pada umumnya memberikan air minum dua kali sehari, sebagian kebutuhan air sudah didapat dari pemberian konsentrat yang dicampur dengan air.

Aspek pengelolaan sudah diterapkan sebesar 78,16 %. Semua peternak membersihkan sapi dua kali setiap hari sebelum dilakukan pemerahan. Cara pemerahan yang dilakukan umumnya menggunakan tangan. Penanganan pasca panen


(3)

yang dilakukan hanya menyaring susu dari ember ke milk can dengan saringan. Pemeliharaan anak sapi dan dara kurang benar. Pengeringan sapi laktasi di peternak rata-rata satu bulan. Pada umumnya peternak tidak memperhatikan catatan usaha.

Aspek kandang dan peralatan sudah diterapkan sebesar 76,13 %. Letak kandang sapi perah terpisah dari tempat tinggal, namun tidak terlalu jauh. Kontruksi kandang kurang memenuhi persyaratan. Sistem drainase kandang baik. Tempat kotoran pada umumnya tidak ada. Peralatan kandang yang dimiliki peternak lengkap. Peralatan susu yang ada di peternak kurang lengkap dan tidak memenuhi persyaratan.

Kata-kata kunci: breeding dan reproduksi, kandang dan peralatan, kesehatan hewan, makanan ternak, pengelolaan, sapi perah


(4)

ABSTRACT

Technical Evaluation of Dairy Management in Small Holder Dairy Farm at Cilumber KPSBU Lembang Bandung

Akilah, F., B. P. Purwanto, Despal

This research was conducted to evaluate dairy management of small holder dairy farm (breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health) in Cilumber KPSBU Lembang Bandung. The research started on July until August 2007, using survey method. Primary data from 40 respondent were collected by interview, observated, and direct measurement methods. Secondary data were collected from local subdistrict and KPSBU Lembang. Chi-square test were used to observe the differences between observation and expectation value. The result showed that the knowledge and skills of farmers in breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health at Cilumber KPSBU Lembang Bandung were lower than expectation value. Therefore, improvement of Cilumber dairy farmer knowledge and skills are necessary.

Keywords: animal health, breeding and reproduction, farm management, feeding, housing and equipment


(5)

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI

PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG

KABUPATEN BANDUNG

FITRIA AKILAH D14104022

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(6)

EVALUASI TTEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI

PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG

KABUPATEN BANDUNG

Oleh Fitria Akilah

D14104022

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 10 April 2008

Pembimbing Utama

Dr. Bagus P. Purwanto NIP. 131 471 379

Pembimbing Anggota

Dr. Despal, S.Pt, M.Sc.Agr NIP. 131 146 238

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 131 955 531


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Februari 1986 di Garut, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ishak, BA dan Ibu Juariah, S.Pd.

Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Al-Hikmah Garut pada tahun 1992. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SDN Tarogong 4 Garut dan lulus tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 2 Tarogong Garut dan lulus tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Tarogong Garut dan lulus tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai anggota Klub Ruminansia (2005-2006) dan Bendahara I (2006-2007) Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Himaproter) Fakultas Peternakan, anggota KOPMA IPB 2006), Wasekum HMI Komisariat Fakultas Peternakan (2005-2006), staf Departemen PSDM Famm Al-An’am Fakultas Peternakan (2005-2006) dan Ketua Departemen Pendidikan Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) (2006-2007). Di samping itu, penulis aktif mengikuti kegiatan sebagai panitia maupun peserta seminar dan pelatihan yang diselenggarakan di kampus IPB.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, nikmat, dan keridhoan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung”. Tidak lupa shalawat dan salam penulis sampaikan kepada teladan dan pemimpin umat terbaik hingga akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Daerah Lembang sebagai salah satu daerah sentra produksi susu telah memberikan andil yang besar dalam perkembangan persusuan di tingkat nasional. Daerah Lembang mempunyai sumber daya alam yang mendukung dan cocok untuk pengembangan sapi perah terutama bangsa sapi Friesian Holstein (FH) seperti yang telah ada saat ini. Sebagian besar sapi dipelihara secara tradisional oleh peternak rakyat sehingga produktivitasnya belum optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi semua pihak. Amin.

Bogor, April 2008

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN... i

ABSTRACT... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah ... 3

Sapi FH ... 4

Faktor Penentu Tenak Sapi Perah... 4

Breeding dan Reproduksi ... 4

Pakan Sapi Perah ... 7

Pengelolaan... 9

Kandang dan Peralatan ... 11

Kesehatan Hewan ... 11

METODE Lokasi dan Waktu ... 13

Materi... 13

Rancangan... 13

Prosedur ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi ... 22

Karakteristik Peternak Responden... 23

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah... 27

Breeding dan Reproduksi ... 28

Makanan Ternak ... 32

Pengelolaan... 38

Kandang dan Peralatan ... 42

Kesehatan Hewan ... 44


(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

UCAPAN TERIMA KASIH ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN... 53


(11)

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI

PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG

KABUPATEN BANDUNG

SKRIPSI FITRIA AKILAH

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

RINGKASAN

FITRIA AKILAH. 2008. Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto

Pembimbing Anggota : Dr. Despal, S.Pt, M.Sc.Agr

Penelitian untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat telah dilakukan di Cilumber anggota Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Kabupaten Bandung dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Metode yang digunakan adalah metode survei, dengan ukuran sampel atau jumlah peternak responden sebanyak 40 peternak. Data primer didapat melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, teknik observasi dan pengukuran langsung di lapangan (pengukuran lingkar dada, penimbangan susu, dan pakan yang diberikan peternak). Data sekunder diperoleh dari kantor kecamatan dan KPSBU Lembang. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan menggunakan uji chi-square (X2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian penerapan aspek teknis pemeliharaan sapi perah peternak Cilumber lebih rendah dibandingkan dengan nilai harapan berdasarkan Dirjen Peternakan (1983). Rata-rata penerapan aspek teknis baru mencapai 80 %. Penerapan aspek teknis dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah aspek kesehatan hewan, diikuti aspek makanan ternak, aspek pengelolaan, aspek kandang dan peralatan serta aspek breeding dan reproduksi.

Aspek kesehatan hewan menempati peringkat penerapan paling tinggi (85,5 %). Pencegahan penyakit yang dilakukan peternak dan pengobatan yang dilakukan oleh tenaga keswan sudah cukup baik. Namun, perlu peningkatan pengetahuan peternak pada sub aspek pendeteksian gejala penyakit yang biasa menyerang sapi perah.

Aspek breeding dan reproduksi sudah diterapkan sebesar 72,35 %. Bangsa sapi yang dipelihara di daerah penelitian adalah bangsa sapi FH murni. Cara seleksi yang dilakukan peternak pada umumnya lebih memperhatikan bentuk luar. Metode kawin semuanya menggunakan Inseminasi Buatan (IB). Pengetahuan berahi masih kurang sehingga sering terjadi keterlambatan pelaporan IB. Pada umumnya umur beranak pertama 2 ½ tahun. Perkawinan kembali setelah beranak yaitu lebih dari 90 hari dan calving interval 1-1 ½ tahun.

Aspek makanan ternak sudah diterapkan sebesar 84,38 %. Jenis pakan yang diberikan adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan yaitu rumput campuran (rumput gajah, rumput lapang, jerami padi, daun pisang dan bunga kol). Konsentrat yang diberikan umumnya konsentrat dari KPSBU Lembang. Peternak menambahkan komposisi konsentrat dengan dedak padi, onggok dan ampas bir. Peternak pada umumnya memberikan air minum dua kali sehari, sebagian kebutuhan air sudah didapat dari pemberian konsentrat yang dicampur dengan air.

Aspek pengelolaan sudah diterapkan sebesar 78,16 %. Semua peternak membersihkan sapi dua kali setiap hari sebelum dilakukan pemerahan. Cara pemerahan yang dilakukan umumnya menggunakan tangan. Penanganan pasca panen


(13)

yang dilakukan hanya menyaring susu dari ember ke milk can dengan saringan. Pemeliharaan anak sapi dan dara kurang benar. Pengeringan sapi laktasi di peternak rata-rata satu bulan. Pada umumnya peternak tidak memperhatikan catatan usaha.

Aspek kandang dan peralatan sudah diterapkan sebesar 76,13 %. Letak kandang sapi perah terpisah dari tempat tinggal, namun tidak terlalu jauh. Kontruksi kandang kurang memenuhi persyaratan. Sistem drainase kandang baik. Tempat kotoran pada umumnya tidak ada. Peralatan kandang yang dimiliki peternak lengkap. Peralatan susu yang ada di peternak kurang lengkap dan tidak memenuhi persyaratan.

Kata-kata kunci: breeding dan reproduksi, kandang dan peralatan, kesehatan hewan, makanan ternak, pengelolaan, sapi perah


(14)

ABSTRACT

Technical Evaluation of Dairy Management in Small Holder Dairy Farm at Cilumber KPSBU Lembang Bandung

Akilah, F., B. P. Purwanto, Despal

This research was conducted to evaluate dairy management of small holder dairy farm (breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health) in Cilumber KPSBU Lembang Bandung. The research started on July until August 2007, using survey method. Primary data from 40 respondent were collected by interview, observated, and direct measurement methods. Secondary data were collected from local subdistrict and KPSBU Lembang. Chi-square test were used to observe the differences between observation and expectation value. The result showed that the knowledge and skills of farmers in breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health at Cilumber KPSBU Lembang Bandung were lower than expectation value. Therefore, improvement of Cilumber dairy farmer knowledge and skills are necessary.

Keywords: animal health, breeding and reproduction, farm management, feeding, housing and equipment


(15)

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI

PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG

KABUPATEN BANDUNG

FITRIA AKILAH D14104022

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(16)

EVALUASI TTEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI

PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG

KABUPATEN BANDUNG

Oleh Fitria Akilah

D14104022

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 10 April 2008

Pembimbing Utama

Dr. Bagus P. Purwanto NIP. 131 471 379

Pembimbing Anggota

Dr. Despal, S.Pt, M.Sc.Agr NIP. 131 146 238

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 131 955 531


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Februari 1986 di Garut, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ishak, BA dan Ibu Juariah, S.Pd.

Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Al-Hikmah Garut pada tahun 1992. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SDN Tarogong 4 Garut dan lulus tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 2 Tarogong Garut dan lulus tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Tarogong Garut dan lulus tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai anggota Klub Ruminansia (2005-2006) dan Bendahara I (2006-2007) Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Himaproter) Fakultas Peternakan, anggota KOPMA IPB 2006), Wasekum HMI Komisariat Fakultas Peternakan (2005-2006), staf Departemen PSDM Famm Al-An’am Fakultas Peternakan (2005-2006) dan Ketua Departemen Pendidikan Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) (2006-2007). Di samping itu, penulis aktif mengikuti kegiatan sebagai panitia maupun peserta seminar dan pelatihan yang diselenggarakan di kampus IPB.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, nikmat, dan keridhoan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung”. Tidak lupa shalawat dan salam penulis sampaikan kepada teladan dan pemimpin umat terbaik hingga akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Daerah Lembang sebagai salah satu daerah sentra produksi susu telah memberikan andil yang besar dalam perkembangan persusuan di tingkat nasional. Daerah Lembang mempunyai sumber daya alam yang mendukung dan cocok untuk pengembangan sapi perah terutama bangsa sapi Friesian Holstein (FH) seperti yang telah ada saat ini. Sebagian besar sapi dipelihara secara tradisional oleh peternak rakyat sehingga produktivitasnya belum optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi semua pihak. Amin.

Bogor, April 2008

Penulis


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN... i

ABSTRACT... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah ... 3

Sapi FH ... 4

Faktor Penentu Tenak Sapi Perah... 4

Breeding dan Reproduksi ... 4

Pakan Sapi Perah ... 7

Pengelolaan... 9

Kandang dan Peralatan ... 11

Kesehatan Hewan ... 11

METODE Lokasi dan Waktu ... 13

Materi... 13

Rancangan... 13

Prosedur ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi ... 22

Karakteristik Peternak Responden... 23

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah... 27

Breeding dan Reproduksi ... 28

Makanan Ternak ... 32

Pengelolaan... 38

Kandang dan Peralatan ... 42

Kesehatan Hewan ... 44


(20)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

UCAPAN TERIMA KASIH ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN... 53


(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Penyebaran Sampel Penelitian di Cilumber KPSBU Lembang... 14 2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Berdasarkan Dirjen Peternakan

(1983) ... 15 3. Daerah TPK, Jumlah Kelompok TPS, dan Populasi Sapi Perah

di KPSBU Lembang ... 23 4. Umur, Pendidikan, dan Pengalaman Beternak Responden di Cilumber . 24 5. Rataan Komposisi Sapi Perah yang Dipelihara Peternak di Cilumber .... 26 6. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis

Peternakan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang ... 27 7. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Breeding

dan Reproduksi (40 Responden)... 28 8. Penerapan Aspek Breeding dan Reproduksi Sapi Perah di Cilumber

KPSBU Lembang ... 29 9. Tanda-tanda Berahi yang Diketahui Peternak ... 31 10.Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Makanan

Ternak (40 Responden)... 32 11.Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Perah di Cilumber KPSBU

Lembang ... 34 12.Kandungan Nutrisi Hijauan di Cilumber KPSBU Lembang ... 35 13.Penggunaan Konsentrat dan Pakan Tambahan ... 35 14.Kandungan Nutrisi Konsentrat dan Pakan Tambahan di Cilumber

KPSBU Lembang ... 36 15.Rataan Pemberian Pakan dan Kebutuhan Nutrisi Sapi Perah di

Cilumber KPSBU Lembang ... 37 16.Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pengelolaan

(40 Responden) ... 39 17.Penerapan Aspek Pengelolaan Sapi Perah di Cilumber KPSBU

Lembang ... 40 18.Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kandang dan

Peralatan (40 Responden) ... 42 19.Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Perah di Cilumber

KPSBU Lembang ... 43 20.Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kesehatan

Hewan (40 Responden)... 45


(22)

21.Penerapan Aspek Kesehatan Hewan Sapi Perah di Cilumber

KPSBU Lembang ... 45


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah

Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung ... 53 2. Hasil Penilaian Aspek Breeding dan Reproduksi di Cilumber... 57 3. Hasil Penilaian Aspek Makanan Ternak di Cilumber ... 59 4. Hasil Penilaian Aspek Pengelolaan di Cilumber ... 61 5. Hasil Penilaian Aspek Kandang dan Peralatan di Cilumber... 63 6. Hasil Penilaian Aspek Kesehatan Hewan di Cilumber... 65 7. Peta Lokasi Penelitian... 67


(24)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Salah satu usaha budidaya peternakan yang banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi adalah sapi perah. Sapi perah adalah ternak yang paling efisien dalam mengubah makanan ternak menjadi protein hewani dan kalori. Produk peternakan sapi perah terutama susu merupakan bahan pangan mengandung sumber protein berkualitas baik yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kecerdasan sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas tinggi guna memenangkan persaingan yang ketat dalam era globalisasi sekarang ini.

Kemampuan produksi susu dalam negeri dalam memenuhi permintaan susu secara nasional masih rendah. Pada tahun 2007, total produksi susu 577 juta liter per tahun, sedangkan kebutuhan domestik mencapai 1,5-2 miliar liter per tahun. Sebanyak 70 persen kebutuhan susu dari total kebutuhan 1,5 miliar liter per tahun masih harus dibantu oleh susu impor (Lita, 2007). Hal tersebut menunjukkan perlu adanya peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah.

Daerah Lembang sebagai salah satu daerah sentra produksi susu telah memberikan andil yang besar dalam perkembangan persusuan di tingkat nasional. KPSBU (2006) melaporkan bahwa populasi sapi perah di wilayah kerja KPSBU sekitar 16.385 ekor, dengan rata-rata produksi susu 103.384 kg/hari. Daerah Lembang mempunyai sumber daya alam yang mendukung dan cocok untuk pengembangan sapi perah terutama bangsa sapi Friesian Holstein (FH) seperti yang telah ada saat ini. Sebagian besar sapi tersebut dipelihara secara tradisional oleh peternak sehingga produktivitasnya masih kurang.

Menurut Tawaf (2003) dalam Sugandi (2005), hingga saat ini peternakan sapi perah rakyat di Indonesia masih bercirikan memiliki skala usaha kecil, sistem pemelihara back yard farming, diberi pakan campuran rumput lapangan, sisa pertanian seperti jerami dan jagung, dan rumput kultur serta diberi pakan penguat berupa campuran ampas tahu atau dedak dan konsentrat yang digunakan berasal dari koperasi/KUD. Cara pemeliharaan seperti itu menjadi salah satu penyebab produksi susu yang dihasilkan belum optimal. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/keterampilan peternak yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen,


(25)

penerapan sistem pencatatan, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi teknis pemeliharaan sapi perah sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung serta memberikan masukan terhadap usaha perbaikan yang mungkin dilakukan.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi atau gambaran mengenai aspek teknis pemeliharaan peternakan sapi perah di Cilumber dan menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan manajemen pemeliharaan sapi perah sehingga mampu meningkatkan produksi susu di peternakan rakyat KPSBU Lembang Kabupaten Bandung.


(26)

(27)

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono, 1999). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 36/KPTS/TN.120/5/1990, peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan oleh rakyat di samping usaha taninya sehingga sifat pemeliharaannya masih tradisional. Perusahaan peternakan merupakan peternakan yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan komersial dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan mempunyai izin usaha serta dalam proses produksinya telah menggunakan teknologi baru. Selain itu, pada perusahaan peternakan biasanya telah menerapkan hasil penelitian. Usaha peternakan sapi perah rakyat adalah usaha peternakan yang memiliki total sapi perah di bawah 20 ekor dan perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan yang memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah (Pulungan dan Pambudy, 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian usaha sapi perah di Indonesia tergolong usaha peternakan rakyat dengan pemilikan sebanyak 2-3 ekor sapi betina dan rataan produksi susu sebanyak 5,6 liter/ekor/hari (Puslitbangnak, 1992).

Keuntungan usaha peternakan sapi perah yaitu peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, pedet jantan dijual untuk sapi potong dan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu (Sudono et al., 2003). Sudono (1999) mengatakan bahwa faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya peternakan, sapi-sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk tanaman hijauan makanan ternak dan pemasaran yang baik.


(28)

Sapi FH

Sapi perah yang paling banyak dipelihara di Indonesia adalah sapi Friesian Holstein (FH). Bangsa sapi ini berasal dari negeri Belanda yaitu di Provinsi North Holland dan West Friesian, kedua daerah yang memiliki padang rumput yang bagus (Blakely dan Bade, 1985). Sapi FH menduduki populasi terbesar, bahkan hampir di seluruh dunia, baik di negara-negara sub-tropis maupun tropis. Bangsa sapi ini mudah beradaptasi di tempat baru (AAK, 1995). Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya. Di samping itu, kadar lemak susunya rendah. Warna bulu bangsa sapi FH murni pada umumnya berwarna hitam dan putih, kadang-kadang merah dan putih dengan batas-batas warna jelas (Sudono et al., 2003). Di negara yang peternakan sapi perahnya telah maju rata-rata produksi susu FH mencapai 6000-7000 liter per laktasi (Ginting dan Sitepu, 1989), sedangkan di Indonesia produksi susu FH berkisar 2400-3000 liter per laktasi (Diwyanto et al., 2001).

Sapi FH adalah sapi yang berasal dari iklim sedang, memerlukan suhu yang optimum (sekitar 18 oC) dan kelembaban 55 % untuk mencapai produksi maksimalnya. Pada suhu yang lebih tinggi, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku (behaviour). Usaha peternakan sapi FH di Indonesia yang pada umumnya terdapat pada daerah dengan ketinggian lebih dari 800 m dpl ditujukan untuk penyesuaian lingkungan yang dibutuhkan sapi FH (Yani dan Purwanto, 2006).

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah

Faktor-faktor penentu ternak sapi perah merupakan indikator untuk melihat pengetahuan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Faktor-faktor penentu ternak sapi perah meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian dari Ditjen Peternakan (1983), yaitu 1). Breeding dan Reproduksi, 2). Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan dan 5). Kesehatan Hewan.

Breeding dan Reproduksi

Menurut Sudono et al. (2003), bibit sapi perah yang akan dipelihara sangat menentukan keberhasilan usaha ternak sapi perah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah yaitu :


(29)

a. Genetik dan keturunan: bibit sapi harus berasal dari induk yang produktivitasnya tinggi dan pejantan yang unggul. Hal ini disebabkan sifat unggul kedua tetua akan menurun kepada anaknya

b. Bentuk ambing: ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antar otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, serta puting tidak lebih dari empat c. Eksterior atau penampilan: secara keseluruhan penampilan bibit sapi perah

harus proporsional, tidak kurus dan tidak terlalu gemuk, kaki berdiri tegak dan jarak kaki kanan dengan kiri cukup lebar (baik kaki depan maupun belakang) serta bulu mengilat. Besar tubuh tidak menjamin atau tidak menentukan kuantitas atau jumlah susu yang dihasilkan dan ketahananya terhadap penyakit d. Umur bibit: umur bibit sapi perah betina yang ideal adalah 1,5 tahun dengan

bobot badan sekitar 300 kg. Sementara itu, umur pejantan 2 tahun dengan bobot badan sekitar 350 kg

Reproduksi sangat penting diperhatikan dalam rangka meningkatkan produksi air susu. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reproduksi adalah dewasa kelamin dan perkawinan pertama, masa dan tanda-tanda berahi serta siklus berahi, saat perkawinan yang tepat diwaktu berahi, lama bunting, perkawinan kembali setelah beranak, cara perkawinan dan kegagalan reproduksi dan penanggulangannya (Ginting dan Sitepu, 1989). Sapi dara dapat dikawinkan pertama pada umur 18 bulan, sehingga dapat beranak pada umur sekitar 2,5 tahun (AAK, 1995). Lama birahi tergantung umur, sapi dara pada umumnya mempunyai masa berahi lebih pendek dibandingkan sapi dewasa. Siklus berahi berkisar antara 18-24 hari (± 21 hari). Tanda-tanda berahi yang paling penting menurut Ginting dan Sitepu (1989) adalah :

1. Sapi kelihatan tidak tenang, gelisah dan nafsu makan biasanya turun.

2. Vulva tampak bengkak, merah, hangat dan keluar cairan seperti lendir mirip putih telur dari vagina.

3. Bulu dipangkal ekor rontok.

4. Sering menguak seolah-olah memanggil pejantan. 5. Produksi air susu turun.

6. Sapi lebih sering berbaring dibandingkan dengan berdiri. 7. Bermesraan dengan sapi betina lainnya.


(30)

8. Apabila di kandang, selalu ingin memisahkan diri dan jika berada dipadang penggembalaan dinaiki pejantan akan diam dan pasrah dan kadang-kadang menaiki sapi lain.

9. Bila pemilik memegang seekor sapi, maka sapi segera mengangkat ekornya. 10. Sapi yang digembalakan sering berhenti merumput.

Peternak telah mengetahui, bahwa sapi yang telah dikawinkan dan bunting akan menghasilkan susu yang lebih sedikit daripada sapi yang tidak bunting. Lama bunting sapi perah adalah 9 bulan (Sudono et al., 2003). Ginting dan Sitepu (1989) menambahkan bahwa lama bunting berbagai sapi perah berbeda namun pada garis besarnya antara 279-290 hari (± 285 hari).

Perkawinan kembali setelah beranak tidak sama pada setiap bangsa bahkan setiap individu dalam satu bangsa, namun secara garis besarnya berkisar antara 60-90 hari. Waktu istirahat ini sangat perlu untuk memulihkan semua jaringan tubuh sapi terutama yang erat kaitannya dengan reproduksi dan produksi air susu (Ginting dan Sitepu, 1989). Penundaan perkawinan kembali pada sapi perah yang terlalu lama akan berakibat jarak kelahiran (calving interval) berikutnya terlalu panjang (AAK, 1995).

Perkawinan sapi perah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu kawin alam dan kawin suntik (inseminasi buatan atau IB). Kawin alam biasa dilakukan oleh peternak besar dengan biaya yang relatif mahal karena harus memelihara pejantan. Sementara itu, kawin suntik biasa dilakukan oleh peternak kecil dengan biaya lebih murah, karena tidak harus memelihara pejantan (Sudono et al., 2003). Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1984), inseminasi buatan merupakan suatu cara beternak modern dalam usaha meningkatkan mutu ternak secara efisien.

Interval beranak (calving interval) yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Bila interval beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu 3,7-9 % pada laktasi yang sedang berjalan atau yang berikutnya, sedangkan bila calving interval diperpanjang sampai 450 hari, maka laktasi yang sedang berlaku dan laktasi yang akan datang akan meningkatkan produksi susu 3,5 % tetapi bila ditinjau dari segi ekonomi akan rugi karena tidak sesuai susu yang dihasilkan dengan makanan yang diberikan kepada sapi (Sudono, 1999). Menurut Suharno dan Nazarudin


(31)

(1994), jarak beranak 1 tahun baik untuk usaha sapi perah karena dengan demikian produksi susu dapat berlangsung lancar.

Pakan Sapi Perah

Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kemampuan berproduksi susu sapi-sapi perah (Siregar, 2007). Sapi perah yang produksinya tinggi, bila tidak mendapat pakan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya. Cara pemberian pakan yang salah dapat mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan bahkan dapat juga menyebabkan kematian. Untuk mencegah timbulnya kerugian, pemberian pakan harus diperhitungkan dengan cermat dan harus dilakukan secara efisien (Sudono, 1999). Pemberian pakan harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu dan produksi susunya, terutama bagi sapi-sapi yang telah berproduksi (Sudono et al., 2003) karena pada umumnya variasi dalam kadar lemak dan produksi susu disebabkan adanya perbedaan pakan dan tata laksana pemeliharaan sapi perah (Sudono, 1999).

Pakan sapi perah yang sedang berproduksi susu terdiri dari sejumlah hijauan dan konsentrat (Siregar, 2007). Peranan hijauan pakan menjadi lebih penting karena berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan (Aryogi et al., 1994). Menurut Akoso (1996), konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Pakan konsentrat meliputi susunan bahan pakan yang terdiri dari biji-bijian dan beberapa limbah hasil proses industri bahan pangan bijian seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi. Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat. Sutardi (1980) menyatakan bahwa pakan yang terlalu banyak mengandung konsentrat akan menyebabkan menurunnya produksi asam asetat dalam rumen. Penurunan ini akan mengakibatkan kadar lemak susu rendah karena asam asetat merupakan bahan baku utama bagi pembentukan lemak air susu. Sudono et al. (2003) menyarankan bahwa pemberian konsentrat adalah 50 % dari jumlah susu yang dihasilkan.

Jumlah pemberian ransum (hijauan dan konsentrat) dapat diperkirakan dari kebutuhan akan bahan kering (BK) (Sutardi, 1981). Jumlah bahan kering 7


(32)

yang diberikan perlu dibatasi karena kapasitas rumen terbatas. Jumlah bahan kering yang disarankan ialah 2-3 % dari bobot tubuh, artinya dengan jumlah bahan kering tertentu harus dapat terpenuhi kebutuhan energi dan protein (Sigit, 1985). Sapi yang berproduksi tinggi dapat mengkonsumsi bahan kering pakan 3,6-4 % bobot hidupnya (Despal et al., 2008). Besarnya konsumsi BK dipengaruhi antara lain oleh bobot badan ternak, jenis ransum, umur atau kondisi ternak, jenis kelamin, kandungan energi bahan pakan dan tingkat stress ternak (Chuzaemi dan Hartutik, 1988).

Energi merupakan sumber tenaga bagi semua proses hidup dan produksi. Kekurangan energi pada usia muda dapat menghambat pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin. Pada sapi laktasi, kekurangan energi akan menurunkan produksi dan bobot hidup. Defisiensi energi yang parah dapat mengganggu reproduksi (Sutardi, 1981). Kebutuhan energi untuk sapi perah adalah berdasarkan kebutuhan untuk hidup pokok, produksi susu, kadar lemak susu dan kebutuhan untuk reproduksi (Schmidt et al., 1988). Apabila mengkonsumsi energi yang berlebihan akan menyebabkan kegemukan, kesulitan melahirkan, meningkatkan gangguan metabolis dan infeksi penyakit pada masa

yang akan datang (Etgen et al., 1987). Disamping energi, protein

merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh (Sudono, 1999). Protein penting untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi susu dan perkembangan fetus sapi perah. Selain itu, protein dibutuhkan juga untuk formulasi enzim dan hormon yang mengontrol reaksi kimia dalam tubuh. Kebutuhan protein sapi merupakan kebutuhan untuk asam amino. Sintesis protein oleh mikroba rumen tergantung pada konsumsi pakan, bahan organik yang dapat dicerna, jenis pakan, level protein dan sistem pemberian pakan (Tyler and Ensminger, 1993). Jumlah protein yang dibutuhkan sapi laktasi tergantung pada berat badan, jumlah susu yang dihasilkan dan kadar lemak susu yang dihasilkan (Siregar, 1972). Despal et al. (2008) menyarankan kadar protein ransum sekitar 17-18 %. Penurunan protein ransum biasanya lebih banyak mempengaruhi tingkat produksi susu.


(33)

Pengelolaan

Kandang yang kotor sangat merugikan karena berakibat buruk terhadap kesehatan masyarakat, berakibat buruk terhadap kesehatan sapi itu sendiri dan dapat menurunkan kualitas susu. Berdasarkan hal tersebut, maka kebersihan kandang harus selalu dijaga yaitu dengan cara membersihkan tempat pakan dan minum, membersihkan lantai kandang dan memiliki tempat khusus untuk menyimpan atau membuang kotoran kandang (Hidayat et al., 2002). Sudono (1999) menyarankan bahwa sebelum sapi diperah, kandang dimana tempat sapi itu diperah harus dibersihkan atau dicuci dulu dan dihilangkan dari bau-bauan, baik yang berasal dari kotoran sapi maupun dari makanan atau hijauan yang berbau (silage) karena air susu mudah sekali menyerap bau-bauan yang dapat mempengaruhi kualitas air susu.

Sebaiknya sapi dimandikan sebelum pemerahan. Jika sapi hendak diperah dan kondisinya kotor, sapi tersebut dapat dimandikan dengan syarat hanya membersihkan bagian tubuh yang kotor yang disiram dengan air, menyikat bagian tubuh yang kotor dari punggung ke perut dan menjatuhkan bulu-bulu yang lepas (Hidayat et al., 2002). Sudono (1999) menyarankan sebelum sapi diperah hendaknya bagian badan sapi sekitar lipat paha dan bagian belakang dicuci atau dibersihkan untuk mencegah kotoran-kotoran yang menempel pada bagian-bagian tersebut jatuh dalam susu pada waktu sapi itu diperah.

Pemerahan sapi-sapi perah laktasi di Indonesia pada umumnya masih dilakukan secara manual, yakni dengan tangan dan jari tangan. Pemerahan dilakukan dengan menggunakan kelima jari tangan, yakni puting susu dipegang antara jempol dengan empat jari tangan lainnya,lalu kelima jari tangan meremas-remas sampai susu keluar. Ada pula yang melakukan pemerahan dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari dengan jari tengah, lalu kedua jari tersebut menekan dan menarik ke bawah sampai susu mengalir keluar. Pemerahan cara ini umumnya dilakukan pada sapi-sapi perah yang mempunyai puting susu panjang. Namun sebaiknya hindari cara pemerahan dengan menarik-narik puting susu dari atas ke bawah karena hal ini dapat membuat puting susu melar dan menjadi panjang ke bawah (Siregar et al., 1996). Sudono (1999) menyarankan


(34)

selesai diperah puting dibersihkan dan dicelupkan ke dalam larutan desinfektan chloor atau iodophor dengan kepekatan 0,01%.

Penanganan produksi susu harus memperhatikan masalah hygiene dengan cara melindungi susu dari kontak langsung ataupun tidak langsung dengan sumber-sumber yang dapat mencemari air susu selama pemerahan, pengumpulan dan pengangkutan (AAK, 1995). Penyaringan dilakukan untuk mencegah agar kotoran tidak ikut masuk ke dalam susu (Syarief dan Sumoprastowo, 1984). Menyaring susu dilaksanakan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke milk can. Selesai pemerahan, susu harus segera dibawa ke Tempat Pengumpulan Susu (TPS) atau langsung ke tangki pendingin di KUD/Koperasi. Menunda pekerjaan ini berarti memberi peluang kepada mikroba untuk berkembang biak dan susu menjadicepat rusak. Susu dan hasil olahannya harus disimpan pada suhu rendah untuk menghambat pertumbuhan mikroba (Hidayat et al., 2002).

Usaha peternakan sapi perah tergantung pada keberhasilan program

pembesaran pedet dan dara sebagai replacement stock untuk dapat

mempertahankan ataupun dapat meningkatkan produksi susu (Sudono, 1999). Pedet adalah anak sapi yang baru lahir sampai dengan umur 8 bulan. Pedet yang baru lahir masih perlu mendapat perhatian khusus, sebab pedet mungkin mengalami mati lemas, infeksi dan lain sebagainya jika kurang diperhatikan.

Dalam membesarkan pedet harus memperhatikan pemberian pakan, penyediaan kandang, pencegahan penyakit, pemotongan tanduk, kastrasi, pemasangan kaling, pemberian tanda pengenal dan menghilangkan tanduk (AAK, 1995).

Sapi dara (heifer) ialah sapi-sapi betina umur sembilan bulan sampai beranak yang pertama (AAK, 1995). Pertumbuhan dari sapi dara ini tergantung dari cara pemeliharaan dan pemberian makanannya. Bila pemberian makan dan minum baik, sapi betina akan tumbuh baik sampai umur 4-5 tahun. Dewasa tubuh pada sapi dara dapat dicapai pada umur 15-18 bulan, sehingga pada umur tersebut sapi mulai dapat dikawinkan, hal ini sangat penting supaya sapi dapat cepat beranak pada umur 2,5 tahun (Muljana, 1982).

Pada sapi-sapi yang sedang berproduksi dan sudah bunting 7-7,5 bulan harus dikeringkan artinya tidak boleh diperah lagi. Cara mengeringkan sapi adalah dengan pemerahan berselang atau penghentian pemerahan secara mendadak


(35)

(Sudono, 1999). Tujuan pengeringan yaitu untuk mengembalikan kondisi tubuh atau memberi istirahat sapi supaya produksi yang akan datang bisa baik, mengisi kembali kebutuhan-kebutuhan vitamin dan mineral setelah mengalami laktasi berat sehingga kondisi sapi tetap sehat dan menjamin pertumbuhan fetus di dalam kandungan (Muljana, 1982).

Kandang dan Peralatan

Kandang ternak mempunyai fungsi utama untuk menjaga ternak agar tetap berada dalam lingkungan yang nyaman sesuai dengan kebutuhan ternak agar dapat berproduksi secara maksimal (Ginting dan Sitepu, 1989). Kandang dibuat berjauhan dengan rumah tinggal dan diusahakan menghadap ke arah matahari terbit. Di dalam kandang dibuat sistem drainase atau pengaliran air agar kotoran mudah dibersihkan dan air buangan mengalir lancar (Suharno dan Nazarudin, 1994). Menurut Sudono et al. (2003), kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan kebutuhan dan kesehatan sapi perah. Persyaratan umum kandang untuk sapi perah yaitu sirkulasi udara cukup dan mendapat sinar matahari sehingga kandang tidak lembab (kelembaban yang ideal yang dibutuhkan sapi perah adalah 60-70 %), lantai kandang selalu kering, tempat pakan yang lebar dan tempat air dibuat agar air selalu tersedia sepanjang hari.

Menurut konstruksi lantai kandang dapat dibagi atas kandang tunggal yaitu terdiri satu baris saja dan kandang ganda yang terdiri dari 2 baris kandang. Kandang ganda ada dua yaitu berhadapan artinya sapi berhadapan hanya dibatasi oleh sekat atau dinding yang rendah, dan berlawanan artinya sapi saling bertolak belakang (Ginting dan Sitepu, 1989).

Peralatan kandang yang selalu dipakai adalah sekop, sapu, ember, sikat, kereta dorong, tali dan bangku kecil (Syarief dan Sumoprastowo, 1984). Peralatan susu yang digunakan untuk menampung dan menyimpan susu segar berupa ember perah dan milk can (Sudono et al., 2003).

Kesehatan Hewan

Produktivitas dan reproduktivitas sapi perah sering terganggu karena adanya penyakit baik yang tidak menular maupun yang menular (Ginting dan


(36)

Sitepu, 1989). Dalam hal ini, para peternak tidak dituntut mengetahui masalah-masalah kedokteran hewan, tetapi yang perlu bagi mereka adalah mengenal berbagai jenis penyakit, terutama penyebabnya, akibat serangan atau gejala yang muncul dari serangan tersebut, penyebarannya, pencegahan dan pemberantasannya (AAK, 1995). Serangan penyakit pada sapi perah sedapat mungkin dicegah. Itulah sebabnya penting bagi peternak untuk selalu menjaga kebersihan kandang dan ternak serta memberikan pakan yang cukup. Ternak yang sakit sebaiknya dipisahkan dan diobati hingga sembuh (Suharno dan Nazarudin, 1994) .

Beberapa penyakit yang dapat menyerang sapi perah antara lain TBC, brucellosis atau keluron, mastitis atau radang kelenjar susu, radang limpa dan penyakit kulit dan kuku (Suharno dan Nazarudin, 1994). Program kesehatan pada peternakan sapi perah harus dijalankan secara teratur, terutama di wilayah yang sering terjadi penyakit menular seperti TBC, brucellosis, penyakit mulut dan kuku dan radang limpa, dengan cara vaksinasi secara teratur (Sudono et al., 2003).


(37)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan sapi perah rakyat Cilumber anggota Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Kabupaten Bandung pada bulan Juli sampai Agustus 2007. Penentuan daerah Lembang sebagai tempat penelitian karena Lembang merupakan daerah dataran tinggi (ketinggian tempat 1.200-1.257 m di atas permukaan laut) yang memiliki potensi besar untuk peternakan sapi perah dan juga termasuk salah satu kantong produksi susu di Jawa Barat.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan adalah sapi Friesian Holstein sebanyak 203 ekor,

yang terdiri atas 49 ekor pedet, 33 ekor dara, 102 ekor sapi laktasi, dan 9 ekor sapi kering.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur, timbangan, gelas ukur, alat tulis, peternak sebagai responden dan kuesioner yang digunakan untuk mengetahui keterampilan peternak.

Rancangan

Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei adalah metode informasi (data) dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan ukuran sampel atau jumlah peternak responden sapi perah yang diambil dalam penelitian sebanyak 40 peternak dari 263 populasi peternak yang ada. Penyebaran sampel ditampilkan pada Tabel 1.


(38)

Tabel 1. Penyebaran Sampel Penelitian di Cilumber KPSBU Lembang Kelompok

Peternak

TPS Jumlah Populasi

(Peternak)

Sampel (Peternak)

62 19 11 1 20 8 0 21 7 0 22 7 1 23 10 1 24 8 1 25 6 1 26 10 1 28 9 1 30 8 1 31 5 1 32 8 1

63 14 5 1

15 4 1 16 9 0 17 9 2 18 10 2 27 6 2 29 9 1 64 1 10 2

2 14 2 3 10 2 4 6 2 11 8 2 65 5 10 1

6 9 2 7 4 0 8 12 3 9 9 2 10 10 1 12 5 1 13 7 1

Jumlah 32 263 40

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari semua responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu ternak sapi perah yang ditampilkan pada Tabel 2, teknik observasi yaitu pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui fenomena atau gejala yang ada pada objek-objek penelitian dan pengukuran langsung


(39)

di lapangan (pengukuran lingkar dada, penimbangan susu dan pakan yang diberikan peternak). Data sekunder diperoleh dari kecamatan dan KPSBU Lembang.

Data yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah Lembang, karakteristik peternak responden, jumlah dan komposisi sapi perah, aspek breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan.

Tabel 2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)

NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI I. BREEDING DAN REPRODUKSI (240)

1. Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni 30

b. Peranakan FH 20

c. Persilangan 15

d. Lain-lain 10

2. Cara seleksi a. Produksi susu 40

b. Silsilah 30

c. Bentuk luar 10

3. Cara kawin a. IB 40

b. Alam dengan pejantan 30

unggul

c. Alam dengan pejantan 10

tidak unggul

4. Pengetahuan berahi a. Faham 40

b. Kurang faham 20

c. Tidak faham 10

5. Umur beranak pertama a. 2 ½ tahun 40

b. 3 tahun 20

c. Lebih dari 3 tahun 10

6. Saat dikawinkan setelah beranak a. 60 hari 40

b. 60-90 hari 20

c. Lebih dari 90 hari 10

7. Calving interval a. 1 tahun 10

b. 1-1 ½ tahun 5

c. Lebih dari 1 ½ tahun 2


(40)

Tabel 2 (Lanjutan)

NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI II. MAKANAN TERNAK (260)

HMT (Hijauan Makanan Ternak)

1. Cara pemberian a. Setelah diperah 25

b. Sebelum diperah 15

2. Jumlah pemberian a. Cukup 40

b. Berlebihan 35

c. Kurang 20

3. Kualitas HMT a. Unggul 45

b. Campur 35

c. Lapangan 25

4. Frekuensi pemberian a. Dua kali 20

b. Satu kali 10

c. Tidak teratur 5

Konsentrat

1. Cara pemberian a. Sebelum diperah 15

b. Sedang diperah 10

c. Sesudah diperah 5

2. Jumlah pemberian a. Cukup 35

b. Lebih 30

c. Kurang 20

3. Kualitas konsentrat dan mineral a. Baik dan Lengkap 35

b. Baik dan kurang mineral 20

c. Kurang baik 10

4. Frekuensi pemberian a. Dua kali per hari 15

b. Satu kali 10

c. Tidak teratur 5

5. Air minum a. Tersedia terus menerus 30

b. Dua kali perhari 20

c. Tidak teratur 10


(41)

Tabel 2 (Lanjutan)

NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI III. PENGELOLAAN (200)

1. Membersihkan sapi a. Tiap hari 20

b. Kadang-kadang 10

c. Jarang 5

2. Membersihkan kandang a. Dua kali perhari 20

b. Satu kali perhari 10

c. Jarang 5

3. Cara pemerahan a. Benar dan baik 40

b. Kurang benar 30

c. Salah 10

4. Penanganan pasca panen a. Benar dan baik 35

b. Kurang benar 25

c. Salah 10

5. Pemeliharaan anak sapi dan dara a. Baik 35

b. Kurang baik 25

c. Salah 10

6. Pengeringan sapi laktasi a. 2 bulan sebelum beranak 30

b. 1 ½ bulan sebelum 20

beranak

c. Kurang dari 1 bulan 10

sebelum beranak

7. Pencatatan usaha a. Ada dan baik 20

b. Ada dan tidak baik 10

c. Tidak ada 5


(42)

Tabel 2 (Lanjutan)

NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI IV. KANDANG DAN PERALATAN (100)

Kandang

1. Tata letak a. Tersendiri 10

b. Jadi satu dengan rumah 5

2. Konstruksi Kandang a. Memenuhi syarat 25

b. Kurang memenuhi syarat 15

c. Tidak memenuhi syarat 5

3. Drainase kandang a. Baik 15

b. Kurang baik 10

c. Tidak baik 5

4. Tempat kotoran a. Baik 15

b. Tidak baik 10

c. Tidak ada 5

Peralatan

1. Peralatan kandang a. Lengkap 15

b. Kurang lengkap 10

a. Tidak lengkap 5

2. Peralatan susu a. Lengkap, dan sesuai 25

persyaratan

b. Kurang lengkap dan 15

tidak memenuhi

persyaratan

a. Tidak lengkap 5

V. KESEHATAN HEWAN (200)

1. Pengetahuan penyakit a. Baik 40

b. Cukup 30

c. Kurang 10

2. Pencegahan penyakit a. Teratur 100

b. Tidak teratur 50

c. Tidak pernah 5

3. Pengobatan a. Dilakukan dengan benar 60

b. Dilakukan kurang benar 30

c. Tidak dilakukan 5


(43)

Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak responden dengan bantuan tabulasi frekuensi. Karakteristik peternak yang diamati meliputi umur, pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak dan keterampilan teknis peternak.

2. Analisis Statistik

Keterampilan teknis peternak diuji dengan menggunakan uji chi-square untuk membandingkan nilai hasil pengamatan dengan nilai harapan faktor penentu ternak sapi perah menurut Dirjen Peternakan (1983). Bentuk persamaan menurut Nazir (2003) adalah sebagai berikut :

Keterangan :

oi = frekuensi yang diamati, kategori ke-i

ei = frekuensi yang diharapkan dari kategori ke-i n = jumlah kategori

Peubah

1. Struktur Kepemilikan Ternak

Populasi ternak dihitung berdasarkan satuan ternak. Komposisi ternak yang diamati adalah :

1.Anak sapi yaitu sapi jantan atau betina yang berumur kurang dari 1 tahun, dihitung sama dengan 0,25 satuan ternak

2.Sapi dara yaitu sapi betina yang berumur lebih dari 1 tahun dan belum pernah beranak, dihitung sama dengan 0,50 satuan ternak

3.Sapi laktasi yaitu sapi betina yang sedang dalam masa menghasilkan susu, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak

4.Sapi kering kandang yaitu sapi betina dewasa yang tidak dalam masa menghasilkan susu, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak

5.Sapi jantan muda yaitu sapi jantan yang berumur lebih dari 1 tahun dan kurang dari 2 tahun, dihitung sama dengan 0,50 satuan ternak

X2 =

= − n i ei ei oi 1 2 ) ( 19


(44)

6.Sapi jantan dewasa yaitu sapi jantan yang telah berumur 2 tahun, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak.

2. Breeding dan Reproduksi

Peubah yang diamati meliputi bangsa sapi yang dipelihara, cara seleksi, cara kawin, pengetahuan berahi, umur beranak pertama, saat dikawinkan setelah beranak dan calving interval.

3. Makanan Ternak

Peubah yang diamati meliputi cara pemberian, jumlah pemberian, frekuensi pemberian, kualitas HMT dan konsentrat dan pemberian air minum.

4. Pengelolaan

Peubah yang diamati meliputi kebersihan ternak, kebersihan kandang, cara pemerahan oleh peternak, penanganan pasca panen, pemeliharaan pedet dan dara, pengeringan sapi laktasi dan pencatatan usaha.

5. Kandang dan Peralatan

Peubah yang diamati meliputi tata letak, konstruksi, drainase, tempat kotoran, peralatan kandang dan peralatan susu.

6. Kesehatan Hewan

Peubah yang diamati meliputi pengetahuan peternak tentang penyakit, cara pencegahan dan pengobatan penyakit.

Prosedur Persiapan Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner disusun untuk mengetahui karakteristik peternak dan keterampilan teknis peternak dalam mengelola usaha beternak sapi perah. Aspek teknis tersebut meliputi 1). Breeding dan Reproduksi, 2). Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan serta 5). Kesehatan Hewan. Setiap aspek terdiri dari sub aspek sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 2.


(45)

Survei dan Wawancara

Sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu survei pendahuluan untuk menginventarisasi peternak/usaha peternakan rakyat yang ada di KPSBU lembang. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, diperoleh satu Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) yaitu TPK Cilumber. Pemilihan TPK Cilumber sebagai tempat responden karena populasinya yang tinggi. Pemilihan sampel dipilih secara acak oleh KPSBU Lembang. Sampel yang diambil mewakili setiap Tempat Penampungan Susu (TPS).

Setelah pemilihan sampel sebagai responden, dilakukan wawancara kepada setiap responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu ternak sapi perah sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 2.

Pengamatan

Pengamatan langsung pada objek penelitian dilakukan bersamaan dengan wawancara. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keterampilan teknis peternak. Selain itu dilakukan pengukuran langsung di lapangan yaitu :

1. Produksi susu, diukur dengan cara mengukur susu yang dihasilkan oleh seekor sapi setelah pemerahan pagi hari pada pukul 04.00-05.30 WIB dan pemerahan sore hari pada pukul 15.00-16.30 WIB. Pengukuran susu dilakukan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke milk can dengan menggunakan gelas ukur 1000 ml.

2. Lingkar dada (LD), diukur dengan cara melingkarkan sekeliling rongga dada di belakang sendi bahu (Os scapula) dengan menggunakan pita ukur (cm). Lingkar dada digunakan untuk mengestimasi bobot badan.

3. Pakan, pakan hijauan dan konsentrat diukur dengan menggunakan timbangan pada saat peternak akan memberikannya pada ternak. Timbangan yang digunakan adalahtimbangan gantung.


(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi

Wilayah kerja Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) berada di kecamatan Lembang. Kecamatan Lembang merupakan salah satu dari kecamatan yang terdapat di kabupaten Bandung yang terletak di sebelah utaranya dan merupakan salah satu kawasan yang sangat cocok dalam pengembangan usaha peternakan sapi perah. Lembang berbatasan, sebelah utara dengan kabupaten Subang, sebelah selatan dengan kotamadya Bandung, sebelah barat dengan kecamatan Parongpong kabupaten Bandung dan sebelah timur dengan kecamatan Cimenyan kabupaten Bandung dan kabupaten Sumedang.

Lembang termasuk daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian 1.200-1.257 m di atas permukaan laut. Curah hujan sekitar 1.800-2.500 mm/tahun dengan temperatur antara 8-24 oC. Luas wilayah Kecamatan Lembang 10.620 Ha yang terdiri atas 16 Desa dan 43 Dusun. Keadaan lingkungan tersebut sangat mendukung usaha peternakan sapi perah di daerah Lembang.

Peternakan sapi perah rakyat di Lembang tergabung dalam satu wadah yaitu Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU), dibentuk berdasarkan kekuasaan hukum No. 4891/BH/DK-10/20 pada tanggal 8 Agustus 1971. KPSBU didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan peternak melalui pembinaan peternak, menyediakan kebutuhan pokok untuk peternak dan ternaknya, melakukan penampungan produksi susu dan memasarkannya, memberikan penyuluhan untuk meningkatkan produksi dan menyediakan tenaga ahli untuk pelayanan kesehatan hewan

KPSBU Lembang saat ini memiliki 22 wilayah kerja yang terdiri atas 8 Komisaris Daerah (RISDA), 23 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dan 580 Tempat Penampungan Susu (TPS) yang dibuat untuk memudahkan dalam pengambilan susu segar dari peternak. Tiap-tiap TPK memiliki beberapa kelompok TPS, adapun syarat-syarat pembentukan TPS adalah anggota peternak yang memiliki sapi perah dan menghasilkan susu segar sebanyak 200 liter per hari. Rata-rata tiap TPK memiliki 26 TPS. Untuk lebih jelasnya mengenai TPK, jumlah kelompok TPS dan populasi sapi perah dapat dilihat pada Tabel 3.


(47)

Tabel 3. Daerah TPK, Jumlah Kelompok TPS dan Populasi Sapi Perah di KPSBU Lembang

No. Daerah TPK Jumlah Rataan

TPS Anggota Sapi (ST/orang)

(Orang) (Ekor) (ST) (%

Laktasi)

1. Barunagri 31 151 460 352,75 65,20 2,34

2. Ciater 7 66 173 110,5 52,49 1,67

3. Cibogo 28 163 606 450 74,22 2,76

4. Cibedug 40 373 1.391 1011,5 69,69 2,71

5. Cibodas 20 337 1.476 1026 65,39 3,04

6. Cikawari 19 182 663 499,75 67,43 2,75

7. Cilumber * 32 263 1.192 868 67,74 3,30

8. Cisaroni 9 104 374 285,5 66,90 2,75

9. Citespong 23 136 552 431,5 62,80 3,17

10. Genteng 20 131 552 399,5 66,33 3,05

11. Gunung Putri 27 223 761 569,75 75,99 2,55

12. Keramat 34 161 575 425,75 68,12 2,64

13. Manoko 21 172 622 464,75 66,92 2,70

14. Nagrak 41 96 310 238 69,33 2,48

15. Pager Wangi 33 214 872 673 78,45 3,14

16. Pamecelan 48 225 854 711,75 76,01 3,16

17. Bukanagara 27 193 724 549,5 71,52 2,85

18. Pasar Kemis 36 268 1.076 797 74,91 2,98

19. Pasir Ipis 8 108 285 216,25 67,51 2,00

20. Pencut 29 224 1.008 765,5 65,19 3,42

21. Pojok A 28 151 460 488,5 76,77 3,26

22. Pojok B 15 107 368 277 71,48 2,59

23. Suntenjaya 27 268 1.031 747,5 67,69 2,79

Jumlah 603 4.316 16.385 12.359,25 1.512,09 64,08

Rataan 187,65 712,39 537,36 68,73 2,77

Sumber: KPSBU, 2007

Keterangan: * = Lokasi Penelitian

Karakteristik Peternak Responden dan Komposisi Sapi Perah

Hasil pengukuran karakteristik peternak responden meliputi umur, pendidikan, dan pengalaman beternak diperlihatkan pada Tabel 4. Umur peternak dikelompokkan menjadi 3 yaitu peternak muda (20-35 tahun), sedang (36-51 tahun) dan tua (>52 tahun). Sedangkan pengalaman beternak dikelompokkan menjadi 3 yaitu peternak baru (<8 tahun), berpengalaman (9-15 tahun) dan peternak sangat berpengalaman (>16 tahun).


(48)

Tabel 4. Umur, Pendidikan dan Pengalaman Beternak Responden di Cilumber

No. Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1. Umur (tahun)

20-35 (muda) 16 40

36-51(sedang) 19 47,5

52-67 (tua) 5 12,5

2. Pendidikan

SD 34 85

SMP 3 7,5

SMA 2 5

Universitas 1 2,5

3. Pengalaman Beternak (tahun)

2-8 (baru) 19 47,5

9-15 (berpengalaman) 10 25

16-22 (sangat berpengalaman) 11 27,5

Sumber: Data Primer Setelah Diolah (2007)

Umur Responden

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa peternak responden yang melakukan usaha sapi perah mempunyai umur terendah 20 tahun dan tertinggi 67 tahun. Sebagian besar peternak (87,5 %) berada pada usia kerja produktif (20-51 tahun). Hal tersebut merupakan potensi tenaga kerja yang sangat besar. Menurut Rasyaf (1995) dalam Nuraeni dan Purwanta (2006) bahwa umur 25-55 tahun merupakan umur produktif, sedangkan di bawah 20 tahun merupakan umur yang belum produktif dan dapat dikategorikan sebagai usia sekolah sedangkan umur di atas 55 tahun tingkat produksinya telah melewati titik optimal dan akan menurun sejalan dengan pertambahan umur.

Tingkat Pendidikan

Pendidikan formal secara langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi pola pikir peternak dan kinerja peternak dalam mengelola usaha sapi perah. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa 85 % peternak berpendidikan Sekolah Dasar, 12,5 % berpendidikan sekolah menengah dan ada sebanyak 2,5 % yang sudah mengenyam pendidikan di universitas. Komposisi pendidikan yang demikian cukup ideal untuk pelaksanaan suatu peternakan dimana terdapat peternak


(49)

yang memiliki latar belakang pendidikan lebih tinggi yang dapat dijadikan early adopter technology dan memberikan contoh kepada peternak lainnya yang memiliki latar belakang pendidikan lebih rendah namun berpengalaman dalam beternak. Peningkatan pendidikan peternak yang menghasilkan lebih banyak peternak dengan latar belakang pendidikan menengah diharapkan dapat mempercepat proses transfer teknologi kepada peternak.

Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak adalah lamanya seseorang menggeluti usaha peternakan perah yang dinyatakan dalam tahun. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar (52,5 %) peternak sudah memiliki pengalaman lebih dari 9 tahun dan 47,5 % peternak berpengalaman 2-8 tahun. Tidak ditemukan peternak yang memiliki pengalaman < 2 tahun di Cilumber.

Pengalaman beternak sapi perah yang demikian dapat menjadi modal yang sangat penting dalam keberhasilan usaha sapi perah. Pengalaman beternak yang lebih lama akan memberikan performa yang lebih baik dari peternak yang baru karena lebih terampil dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hal ini merupakan indikasi bahwa usaha peternakan sapi perah di Cilumber memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat disana sebagai bidang usaha yang dianggap menguntungkan sehingga peternak dapat bertahan dalam usaha sejenis untuk jangka waktu yang lama.

Komposisi Sapi Perah

Rataan komposisi sapi perah yang dipelihara peternak di Cilumber ditampilkan pada Tabel 5.


(50)

Tabel 5. Rataan Komposisi Sapi Perah yang Dipelihara Peternak Di Cilumber

Kelompok Jumlah

Ternak ekor ST %

Pedet

- Jantan 15 3,75 2,52

- Betina 34 8,5 5,71

Dara

- Bunting 14 7 4,71

- Tidak Bunting 19 8,5 5,71

Sapi Laktasi

- Bunting 52 52 34,96

- Tidak Bunting 60 60 40,34

Sapi Kering 9 9 6,05

Jumlah 203 148,75 100

Rataan 5,08 3,72

Sumber: Data Primer Setelah Diolah (2007)

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa para peternak tidak hanya memelihara sapi-sapi perah yang sedang berproduksi (yang sedang laktasi), tetapi juga memelihara sapi-sapi perah non produktif yaitu sapi yang sedang kering kandang, dara, pedet jantan, dan pedet betina. Biaya pemeliharaan sapi-sapi non produktif ini menjadi tanggungan dari sapi-sapi perah yang sedang berproduksi.

Rataan kepemilikan sapi di Cilumber sebesar 5,08 ekor atau setara dengan 3,72 satuan ternak. Rataan kepemilikan sapi peternak di Cilumber lebih tinggi dibandingkan dengan rataan kepemilikan sapi anggota KPSBU (2,77 ST/peternak). Namun, jumlah kepemilikan tersebut masih dibawah skala ekonomis. Berdasarkan pengamatan Siregar (1996) dalam Diwyanto et al. (2001) di sekitar Bogor, skala usaha sapi perah akan efisien dan ekonomis apabila memiliki sapi induk minimal 8 ekor.

Persentase sapi laktasi yang ada di Cilumber sudah cukup baik (75,30 %). Menurut Sudono (1999) bahwa persentase sapi laktasi merupakan faktor yang penting yang tidak dapat diabaikan dalam tata laksana yang baik dalam suatu peternakan untuk menjamin pendapatan peternak. Peternakan sapi perah yang mempunyai sapi yang laktasi sebanyak > 60% adalah yang paling menguntungkan. Sedangkan menurut Siregar (2007), persentase sapi laktasi yang ekonomis harus sekitar 70-80 %. Pendapat tersebut menguatkan hasil penelitian Siregar (1996) dalam


(51)

Diwyanto et al. (2001) sebelumnya yang mengatakan bahwa persentase sapi laktasi yang ekonomis di daerah Bogor adalah sekitar 75%.

Replacement stock juga dilakukan oleh peternak sapi perah di Cilumber sebagai calon pengganti sapi-sapi betina dewasa yang akan dikeluarkan dari peternakan. Persentase pedet betina dan dara di Cilumber yaitu sebesar 55,37 %. Persentase tersebut sudah melebihi persentase yang direkomendasikan oleh Nadjib (1985) bahwa banyaknya anak sapi betina calon pengganti sebaik-baiknya berjumlah 20-25 % dari sapi betina dewasa.

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah

Faktor penentu ternak sapi perah merupakan indikator untuk melihat pengetahuan dan keterampilan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Pengetahuan terhadap aspek teknis beternak meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian Dirjen Peternakan (1983), yaitu 1). Breeding dan Reproduksi, 2). Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan serta 5). Kesehatan Hewan. Hasil pengamatan terhadap pengetahuan dan keterampilan peternak untuk kelimaaspek ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang

Keterangan: ** : sangat nyata (P<0,01)

No. Aspek Nilai

Pengamatan Harapan Pengamatan (%)

1. Breeding dan Reproduksi 173,63 ** ± 13,35 240 72,35

2. Makanan Ternak 219,38 ** ± 12,31 260 84,38

3. Pengelolaan 157,13 ** ± 16,21 200 78,l6

4. Kandang dan Peralatan 76,13 ** ± 2,89 100 76,13

5. Kesehatan Hewan 171 ** ± 4,41 200 85,5

Rataan 159,45 200 79,73

Pada Tabel 6 terlihat bahwa capaian aspek teknis peternakan sapi perah rakyat di Cilumber sangat nyata lebih rendah dari nilai harapan (P<0,01). Peternak sapi perah di Cilumber baru menerapkan sekitar 80 % aspek teknis yang direkomendasikan. Persentase tersebut masih lebih baik dibandingkan di daerah Parakan Salak Sukabumi yang mencapai 75,40 % (Suryopratomo, 1986) tetapi masih rendah jika dibandingkan di kecamatan Pangalengan yang telah mencapai 88,01 %


(52)

(Andri, 1992). Penerapan aspek teknis dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah aspek kesehatan hewan, diikuti aspek makanan ternak, aspek pengelolaan, aspek kandang dan peralatan serta aspek breeding dan reproduksi. Capaian aspek kesehatan hewan yang lebih tinggi dibandingkan dengan aspek lain mungkin disebabkan besarnya peran tenaga keswan dari KPSBU disamping upaya yang dilakukan oleh peternak. Untuk lebih jelasnya pada masing-masing aspek dijelaskan di bawah ini.

Breedingdan Reproduksi

Pengamatan aspek breeding dan reproduksi meliputi 1). Bangsa sapi yang dipelihara, 2). Cara seleksi, 3). Cara kawin, 4). Pengetahuan berahi, 5). Umur beranak pertama, 6). Saat dikawinkan setelah beranak dan 7). Calving interval. Tabel 6 memperlihatkan bahwa hasil pengamatan aspek breeding dan reproduksi yang dilakukan peternak Cilumber masih dibawah nilai harapannya setelah dilakukan uji chi-square (P<0,01). Capaian penerapan masing-masing sub aspek breeding dan reproduksi diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Breeding dan Reproduksi (40 Responden)

No. Aspek Nilai

Pengamatan Harapan Pengamatan (%)

1. Bangsa sapi yang dipelihara 30 ± 0 30 100

2. Cara seleksi 10,5 ** ± 3,16 40 26,25

3. Cara kawin 40 ± 0 40 100

4. Pengetahuan berahi 20,5 **± 3,16 40 51,25

5. Umur beranak pertama 40 ± 0 40 100

6. Saat dikawinkan setelah 26 ** ± 10,08 40 65

beranak

7. Calving interval 6,63 ** ± 2,37 10 66,3

Keterangan: ** : sangat nyata (P<0,01)

Tabel 7 memperlihatkan bahwa bangsa sapi yang dipelihara, cara kawin, dan umur beranak pertama sapi yang dipelihara peternak di Cilumber sudah sesuai dengan nilai harapan, namun beberapa aspek lain masih di bawah nilai harapan (P<0,01). Sub aspek yang masih kurang penerapannya adalah saat dikawinkan setelah beranak, pengetahuan berahi, dan cara seleksi. Kemampuan deteksi berahi peternak yang masih rendah (51,25 % dari nilai harapan) menyebabkan


(53)

keterlambatan sapi dikawinkan setelah beranak (65 % dari nilai harapan). Hal ini dapat memperpanjang calving interval dan menurunkan efisiensi reproduksi. Aspek breeding dan reproduksi yang sangat sedikit diketahui peternak adalah cara seleksi. Peningkatan pada sub aspek ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas bibit dan sapi yang dipelihara oleh peternak. Kesalahan dalam pemilihan bibit akan berdampak pada kerugian jangka panjang karena sifat usaha peternakan sapi perah yang memelihara sapi dalam jangka waktu yang panjang (dapat mencapai 7 kali laktasi atau 10 tahun). Persentase peternak yang menerapkan aspek breeding dan reproduksi sapi perah di Cilumber dirinci pada Tabel 8.

Tabel 8. Penerapan Aspek Breeding dan Reproduksi Sapi Perah di Cilumber

KPSBU Lembang

Uraian Jumlah Peternak Uraian Jumlah Peternak

Orang % Orang %

1. Bangsa sapi yang 5. Umur beranak

dipelihara pertama

a. FH murni 40 100 a. 2 ½ tahun 40 100

b. Peranakan FH 0 0 b. 3 tahun 0 0

c. Persilangan 0 0 c. Lebih dari 3 0 0

d. Lain-lain 0 0 tahun

2. Cara seleksi 6. Saat dikawinkan

a. Produksi susu 0 0 setelah beranak

b. Silsilah 1 2,5 a. 60 hari 13 32,5

c. Bentuk luar 39 97,5 b. 60-90 hari 25 62,5

c. Lebih dari 90 2 5

3. Cara kawin hari

a. IB 40 100

b. Alam dengan 0 0 7. Calving interval

pejantan a. 1 tahun 13 32,5

unggul b. 1-1 ½ tahun 27 67,5

c. Alam dengan 0 0 c. Lebih dari 1 0 0

pejantan tidak ½ tahun

unggul

4. Pengetahuan

berahi

a. Faham 1 2,5

b. Kurang faham 39 97,5

c. Tidak faham 0 0

Berdasarkan Tabel 8, semua sapi yang dipelihara di daerah penelitian adalah bangsa sapi FH murni. Ciri-ciri sapi FH menurut Sudono et al. (2003) yaitu warna bulu bangsa sapi FH pada umumnya berwarna hitam dan putih, kadang-kadang


(54)

merah dan putih dengan batas-batas warna jelas. Syarief dan Sumoprastowo (1984) menambahkan tanda-tanda sapi FH yaitu ekor harus putih, warna hitam tidak diperkenankan, juga tidak diperbolehkan warna hitam di daerah bawah persendian siku dan lutut, tetapi warna hitam pada kaki mulai dari bahu atau paha sampai ke kuku diperbolehkan; badannya besar, mempunyai kapasitas makan yang banyak, mempunyai ambing yang besar; kepalanya panjang, sempit dan lurus, tanduk mengarah ke depan dan membengkok ke dalam, badan menyerupai taji.

Seleksi merupakan upaya peningkatan mutu genetik ternak untuk memilih serta mencari keturunan ternak yang memiliki sifat-sifat baik. Tabel 8 memperlihatkan bahwa belum ada peternak yang melakukan seleksi berdasarkan produksi susu. Cara seleksi yang dilakukan peternak pada umumnya lebih memperhatikan bentuk luar (97,5 %) yaitu dilihat dari badan, kaki dan ambing. Hal tersebut dilakukan karena peternak beranggapan bahwa bentuk luar yang baik akan menghasilkan produksi susu tinggi. Hal tersebut tidak sesuai dengan Syarief dan Sumoprastowo (1984) yang mengatakan bahwa cara seleksi berdasarkan tipe atau bentuk luar kurang tepat, karena ternak yang mempunyai tipe yang baik, belum tentu mempunyai produksi yang tinggi. Korelasi genetik antara tipe sapi perah dengan produksi susu yang rendah juga dikemukakan oleh Sudono (1999). Korelasi tipe sapi perah dengan produksi susu hanya 0,10 sehingga kemajuan yang didapat dari seleksi berdasarkan tipe sangat lambat.

Satu dari 40 peternak responden melakukan seleksi berdasarkan silsilah dengan memperhatikan produksi rata-rata induk. Pengetahuan cara seleksi berdasarkan silsilah yang rendah di Cilumber berbeda dengan hasil penelitian Rosnaedy (2004) yang melaporkan bahwa sebagian besar peternak responden di kabupaten dan kota Tegal sudah mengerti arti seleksi. Dilaporkan bahwa sebanyak 87,5 % peternak Tegal melakukan seleksi terhadap ternaknya yang memiliki produksi susu yang tinggi (12-13 liter/ekor/hari) untuk dijadikan bibit dan 12,5 % peternak melakukan seleksi berdasarkan tetua pejantan karena masih menggunakan pejantan untuk mengawinkan ternaknya.

Seluruh peternak menggunakan metode Inseminasi Buatan (IB) untuk mengawinkan sapi-sapinya sehingga cara ini dapat menghindari penyakit yang disebabkan oleh kontak kelamin. Pelaksanaan IB menggunakan semen beku pejantan


(55)

unggul yang berasal dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) lembang, BIB Singosari dan Canada. Pelayanan Inseminasi Buatan dilakukan oleh seorang petugas inseminator berdasarkan laporan dari peternak melalui kartu berwarna merah yang disimpan di tempat penampungan susu. Pada hari peternak melapor, biasanya pada hari itu juga inseminator akan datang ke peternak. Sistem pelayanan IB yang baik dari KPSBU, menyebabkan peternak tidak perlu memelihara pejantan.

Peternak umumnya kurang memahami tentang gejala-gejala berahi sapi sehingga sering terjadi keterlambatan pelaporan IB dan akhirnya peternak harus menunggu berahi selanjutnya. Tanda-tanda berahi diketahui oleh peternak berdasarkan pengalamannya dalam mengelola usaha peternakan. Tanda berahi yang paling diketahui oleh peternak (100 %) yaitu keluar lendir dari vulva, sedangkan tanda-tanda lainnya masih kurang dipahami peternak (Tabel 9).

Tabel 9. Tanda-tanda Berahi yang Diketahui Peternak

No. Tanda-tanda berahi Jumlah Peternak

Orang %

1. Gelisah/tidak mau diam 27 67,5

2. Nafsu makan turun 1 2,5

3. Vulva tampak bengkak, merah dan hangat 6 15

4. Keluar lendir 40 100

5. Diam dinaiki 8 20

6. Produksi susu menurun 4 10

Sapi perah di Cilumber rata-rata beranak pertama pada umur 2 ½ tahun. Peternak biasanya mengawinkan sapi dara setelah tiga kali berahi. Umur beranak pertama tersebut tidak jauh berbeda dengan rataan umur beranak pertama di peternakan sapi perah Lembang, Bogor dan Cirebon yang berturut-turut sebesar 33, 36 dan 33 bulan (Sudono, 1999).

Perkawinan kembali setelah beranak erat kaitannya dengan pengetahuan berahi, ketersediaan semen dan kesiapan inseminator. Perkawinan kembali setelah beranak yaitu lebih dari 90 hari. Ginting dan Sitepu (1989) menyatakan bahwa perkawinan kembali setelah beranak tidak sama pada setiap bangsa bahkan setiap individu dalam satu bangsa, namun secara garis besarnya berkisar antara 60-90 hari. Waktu istirahat ini sangat perlu untuk memulihkan semua jaringan tubuh sapi terutama yang erat kaitannya dengan reproduksi dan produksi air susu, namun masa istirahat yang terlalu panjang dapat memperlama selang beranak (calving interval).


(56)

Sapi-sapi yang dipelihara 27 peternak responden (67,5 %) mempunyai calving interval 1-1 ½ tahun, sedangkan sisanya yaitu 13 peternak (32,5 %) memiliki calving interval 1 tahun. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil laporan Diwyanto et al. (2001) bahwa jarak beranak sapi perah domestik (lokal dan eks-impor) umumnya masih melebihi 14 bulan. Panjangnya selang beranak disebabkan sapi betina tidak/kurang memperlihatkan tanda-tanda birahi yang jelas, penyakit reproduksi, kasus keguguran dan gangguan kesehatan. Selang beranak yang tinggi akan berpengaruh terhadap produksi susu. Menurut Sudono (1999) calving interval yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Selang beranak yang optimal tersebut menurut Siregar (1996) akan dapat dicapai dengan mengawinkan sapi tepat waktu tanpa menimbulkan efek yang negatif terhadap alat reproduksinya.

Makanan Ternak

Pengamatan aspek makanan ternak meliputi 1). Cara pemberian hijauan, 2). Jumlah pemberian hijauan, 3). Kualitas hijauan, 4). Frekuensi pemberian hijauan, 5). Cara pemberian konsentrat, 6). Jumlah pemberian konsentrat, 7). Kualitas konsentrat dan mineral, 8). Frekuensi pemberian konsentrat dan 9). Pemberian air minum. Pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa hasil pengamatan aspek makanan ternak yang dilakukan peternak Cilumber sangat nyata lebih rendah dibandingkan dengan nilai harapannya (P<0,01). Capaian penerapan masing-masing sub aspek makanan ternak diperlihatkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Makanan Ternak (40 Responden)

No. Uraian Nilai

Pengamatan Harapan Pengamatan (%)

1. Cara pemberian hijauan 25 ± 0 25 100

2. Jumlah pemberian hijauan 34 ± 4,11 40 85

3. Kualitas hijauan 36 ** ± 3,03 45 80

4. Frekuensi pemberian hijauan 20 ± 0 20 100

5. Cara pemberian konsentrat 11,5 ** ± 4,83 15 76,67

6. Jumlah pemberian konsentrat 30,38 ± 1,33 35 86,80

7. Kualitas konsentrat dan mineral 29 ** ± 7,44 35 82,90

8. Frekuensi pemberian konsentrat 15 ± 0 15 100

9. Pemberian Air minum 18,5 ** ± 4,27 30 61,67

Keterangan: ** : sangat nyata (P<0,01)


(57)

Cara dan frekuensi pemberian hijauan serta frekuensi pemberian konsentrat sudah dilaksanakan sepenuhnya oleh peternak Cilumber. Sub aspek yang kurang penerapannya adalah jumlah pemberian hijauan, kualitas hijauan, jumlah pemberian konsentrat, kualitas konsentrat dan mineral dan pemberian air minum. Masih banyak peternak (39 %) belum memberikan air minum sapi sesuai yang direkomendasikan. Penerapan aspek makanan ternak sapi perah di Cilumber KPSBU berdasarkan persentase peternak diperlihatkan pada Tabel 11.

Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha peternakan sapi perah, karena pemberian pakan tidak cukup kandungan nutrisinya dapat berpengaruh terhadap reproduksi maupun produksi susu sapi perah. Pakan sapi perah utamanya terdiri dari hijauan dan konsentrat. Siregar (2001) menyatakan bahwa pemberian pakan berupa konsentrat dan hijauan akan meningkatkan konsumsi zat-zat gizi yang berdampak terhadap peningkatan kemampuan produksi susu apabila potensi genetiknya masih memungkinkan.

Berdasarkan Tabel 11, peternak pada umumnya memberikan hijauan setelah pemerahan (100 %). Hijauan diberikan dalam jumlah cukup sampai berlebihan dan diberikan dua sampai tiga kali sehari. Campbell (1961) dalam Siregar (2001) menyatakan bahwa frekuensi pemberian pakan yang lebih dari dua kali akan dapat meningkatkan konsumsi bahan kering pakan, kadar lemak susu dan produksi susu. Pemberian pakan yang berlebih mungkin disebabkan kualitas hijauan yang diberikan kurang begitu baik, terutama pada musim kemarau. Hijauan yang diberikan yaitu rumput campuran (rumput gajah, rumput lapang, jerami padi, daun pisang dan bunga kol). Pada musim kemarau, ketersediaan rumput gajah sangat berkurang tetapi hijauan masih dapat terpenuhi meskipun memerlukan waktu yang lama untuk mencarinya. Seperti yang dilaporkan oleh LPP (1970) dalam Subandriyo et al. (1979) bahwa peternak-peternak sapi perah di Pulau Jawa umumnya mengalami kesukaran penyediaan hijauan pada musim-musim kemarau sehingga akibatnya pada musim tersebut produksi susu berkurang. Peternak di Cilumber mencari rumput lapang dan jerami padi ke daerah Subang setelah melakukan pemerahan pagi hari dan memberikan hijauan dan konsentrat. Peternak juga kadang-kadang memberikan daun pisang dan bunga kol yang berasal dari kebunnya sendiri atau tetangganya.


(58)

Tabel 11. Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang

Uraian Jumlah Peternak Uraian Jumlah Peternak

Orang % Orang %

HMT (Hijauan Konsentrat

Makanan 5. Cara pemberian

Ternak) a. Sebelum 26 65

1. Cara pemberian diperah

a. Setelah diperah 40 100 b. Sedang diperah 0 0

b. Sebelum 0 0 c. Sesudah 14 35

diperah diperah

2. Jumlah pemberian 6. Jumlah pemberian

a. Cukup 1 2,5 a. Cukup 3 7,5

b. Berlebihan 36 90 b. Lebih 37 92,5

c. Kurang 3 7,5 c. Kurang 0 0

3. Kualitas HMT 7. Kualitas

a. Unggul 3 7,5 konsentrat

b. Campur 37 92,5 dan mineral

c. Lapangan 0 0 a. Baik dan 24 60

Lengkap

4. Frekuensi b. Baik dan 16 40

pemberian kurang

a. Dua kali 40 100 mineral

b. Satu kali 0 0 c. Kurang baik 0 0

c. Tidak teratur 0 0

8. Frekuensi

pemberian

a. Dua kali per 40 100

hari

b. Satu kali 0 0

c. Tidak teratur 0 0

9. Air minum

a. Tersedia terus 1 2,5

menerus

b. Dua kali 32 80

perhari

c. Tidak teratur 7 17,5

Sementara rumput gajah berasal dari lahan milik sendiri atau milik Perhutani. Kandungan nutrisi hijauan yang diberikan ditampilkan pada Tabel 12.


(1)

Lampiran 4 (Lanjutan)

No. 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah 39. 20 20 30 35 35 20 5 165 40. 20 20 30 35 35 30 5 175 Rataan 20 20 30 33,75 29 19 5,38 157,13 Keterangan :

1. Membersihkan sapi 2. Membersihkan kandang 3. Cara pemerahan

4. Penanganan pasca panen

5. Pemeliharaan anak sapi dan dara 6. Pengeringan sapi laktasi


(2)

No. 1 2 3 4 5 6 Jumlah 1. 10 15 15 10 15 25 90 2. 10 15 15 5 15 15 75 3. 10 15 15 5 15 15 75 4. 10 15 15 10 15 15 80 5. 10 15 15 5 15 15 75 6. 10 15 15 5 15 15 75 7. 10 15 15 5 15 15 75 8. 10 15 15 5 15 15 75 9. 10 15 15 5 15 15 75 10. 10 15 15 5 15 15 75 11. 10 15 15 5 15 15 75 12. 10 15 15 10 15 15 80 13. 10 15 15 5 15 15 75 14. 10 15 15 5 15 15 75 15. 10 15 15 5 15 15 75 16. 10 15 15 5 15 15 75 17. 10 15 15 5 15 15 75 18. 10 15 15 5 15 15 75 19. 10 15 15 5 15 15 75 20. 10 15 15 5 15 15 75 21. 10 15 15 5 15 15 75 22. 10 15 15 10 15 15 80 23. 10 15 15 5 15 15 75 24. 10 15 15 5 15 15 75 25. 10 15 15 5 15 15 75 26. 10 15 15 10 15 15 80 27. 10 15 15 10 15 15 80 28. 10 15 15 5 15 15 75 29. 10 15 15 5 15 15 75 30. 10 15 15 5 15 15 75 31. 10 15 15 5 15 15 75 32. 10 15 15 5 15 15 75 33. 10 15 15 5 15 15 75 34. 10 15 15 5 15 15 75 35. 10 15 15 5 15 15 75 36. 10 15 15 5 15 15 75 37. 10 15 15 5 15 15 75 38. 10 15 15 10 15 15 80


(3)

Lampiran 5 (Lanjutan)

No. 1 2 3 4 5 6 Jumlah 39. 10 15 15 5 15 15 75 40. 10 15 15 5 15 15 75 Rataan 10 15 15 5,88 15 15,25 76,13 Keterangan :

1. Tata letak kandang 2. Konstruksi kandang 3. Drainase kandang 4. Tempat kotoran 5. Peralatan kandang 6. Peralatan susu


(4)

No. 1 2 3 Jumlah 1. 10 100 60 170 2. 10 100 60 170 3. 10 100 60 170 4. 10 100 60 170 5. 10 100 60 170 6. 10 100 60 190 7. 30 100 60 170 8. 10 100 60 170 9. 10 100 60 170 10. 10 100 60 170 11. 10 100 60 170 12. 10 100 60 170 13. 10 100 60 170 14. 10 100 60 170 15. 10 100 60 170 16. 10 100 60 170 17. 10 100 60 170 18. 10 100 60 170 19. 10 100 60 170 20. 10 100 60 170 21. 10 100 60 190 22. 30 100 60 170 23. 10 100 60 170 24. 10 100 60 170 25. 10 100 60 170 26. 10 100 60 170 27. 10 100 60 170 28. 10 100 60 170 29. 10 100 60 170 30. 10 100 60 170 31. 10 100 60 170 32. 10 100 60 170 33. 10 100 60 170 34. 10 100 60 170 35. 10 100 60 170 36. 10 100 60 170 37. 10 100 60 170 38. 10 100 60 170


(5)

Lampiran 6 (Lanjutan)

No. 1 2 3 Jumlah 39. 10 100 60 170 40. 10 100 60 171 Rataan 11 100 60 171,03 Keterangan :

1. Pengetahuan penyakit 2. Pencegahan penyakit 3. Pengobatan


(6)