Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan Dan Harga Saham Pada Perusahaan Sektor Properti Di Bursa Efek Indonesia.
PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN
HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SEKTOR PROPERTI
DI BURSA EFEK INDONESIA
PUTRI FIKA HIDAYANSYAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Pengaruh Pengungkapan
Corporate Social Responsibility terhadap Kinerja Keuangan dan Harga Saham pada
Perusahaan Sektor Properti di Bursa Efek Indonesia adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Putri Fika Hidayansyah
NIM H251130236
ii
RINGKASAN
PUTRI FIKA HIDAYANSYAH. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social
Responsibility terhadap Kinerja Keuangan dan Harga Saham pada Perusahaan
Sektor Properti di Bursa Efek Indonesia. Dibimbing oleh H MUSA HUBEIS dan
ABDUL KOHAR IRWANTO.
Perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya tidak hanya
bertanggungjawab terhadap para pemilik (shareholder), tetapi juga pada
stakeholder. Kegiatan operasional perusahaan dilakukan dengan tujuan utama
memaksimalkan nilai perusahaan (shareholder value) dengan mempertimbangkan
laba sebagai salah satu faktornya dan kegiatan perusahaan juga membawa dampak
bagi kondisi lingkungan, social dan masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan
beroperasi. Oleh sebab itu, perusahaan berkewajiban memberikan sumbangan
kepada masyarakat secara keseluruhan. Untuk memenuhi kewajiban perusahaan
tersebut dapat diterapkan suatu sistem yang disebut Corporate Social
Responsibility (CSR).
Tujuan utama para investor menanamkan modalnya pada perusahaan adalah
mendapatkan return (tingkat pengembalian). Untuk mendapatkan return
maksimal dari investasinya, investor perlu menganalisis informasi guna
mengetahui perusahaan mana yang akan memberikan tingkat pengembalian
maksimal dari modal yang ditanamkan. Oleh karena itu perlunya untuk
mengetahui kinerja keuangan perusahaan dan bagaimana pengaruhnya terhadap
harga saham atau kinerjanya di pasar modal dan bagaimana perusahaan menjaga
keberlangsungan bisnisnya melalui kegiatan CSR.
Tujuan penelitian ini menganalisis pengaruh pengungkapan CSR terhadap
Corporate Financial Performance (CFP)/kinerja keuangan dan harga saham
secara parsial dan simultan. Penelitian ini menggunakan contoh perusahaan
properti di Bursa Efek Indonesia yang dipilih secara purposive sampling. Data ini
menggunakan data primer dan sekunder. Metode pengolahan dan analisis data
sekunder menggunakan analisis rasio keuangan Net Profit Margin (NPM), quick
ratio, Price Earning Ratio (PER), Economic Value Added (EVA), Market Value
Added (MVA) dan return saham. Pengujian hubungan pengaruh CSR terhadap
kinerja keuangan dan harga saham menggunakan Structural Equation Modelling
(SEM) dan Microsoft Excel 2010. Analisis data primer melalui wawancara
mendalam pada perusahaan yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan jika indikator yang valid sebagai alat ukur
konstruk CSR pada sektor properti adalah indikator lingkungan, Hak Asasi
Manusia (HAM) dan masyarakat, sedangkan indikator ekonomi dan sosial tidak
valid. Indikator kinerja keuangan yang valid sebagai alat ukur konstruk hanya
MVA, sedangkan NPM, PER, quick ratio dan EVA, tidak valid sebagai alat ukur
konstruk. Sedangkan return saham valid sebagai alat ukur konstruk harga saham.
Dari hasil pengujian hipotesis terlihat CSR berpengaruh nyata terhadap CFP
namun berhubungan negatif, pengungkapan CSR tidak berpengaruh nyata
terhadap harga saham dan CFP tidak berpengaruh nyata terhadap harga saham.
Kata kunci : Corporate Social Responsibility, harga saham, kinerja keuangan,
sektor property
iii
SUMMARY
PUTRI FIKA HIDAYANSYAH. Influence of Disclosure Corporate Social
Responsibility on Financial Performance and Stock Price at Property Sector in
Indonesia Stock Exchange. Supervised by H MUSA HUBEIS and ABDUL
KOHAR IRWANTO.
Company has performed its operational activities, not only responsible for
the owners (shareholders), but also on stakeholders. Company operation has
performed with main goal to maximize company value (shareholder value)
considering profit as one of factor, and the company's activities have impact the
environment, social and community, especially around the company operates.
Therefore, company has obliged to contribute to the community overall. In order
to comply with the government regulation, companies must conduct Corporate
Social Responsibility (CSR).
The main purpose of investors to invest in the company have got return (rate
of return). To getting the maximum return on investment, investors have needed
analyze information in order to determine which company to given maximum
returns on invested capital. Therefore, investors have needed to know the
company's financial performance and how they affect stock prices or performance
in the stock market, and how the company sustain its business through its CSR
activities.
The purpose of this study analyzed influence of CSR on Corporate Financial
Performance (CFP) and stock prices partially and simultaneously. This study used
a sample of property companies in the Stock Exchange selected by purposive
sampling. This data used primary and secondary data. Method processing and
secondary data analysis used financial ratio Net Profit Margin (NPM), quick ratio,
Price Earning Ratio (PER), Economic Value Added (EVA), Market Value Added
(MVA) and stock return. Test of influence relationship CSR to financial
performance and stock pprice used Structural Equation Modeling (SEM),
Microsoft Excel 2010 and analysis trend and forecasting used MINITAB14.
Analysis of primary data through indepth interviews at companies selected based
on specific criteria
Results showed valid indicator as a measurement construct of CSR in the
property sector, environment, human rights, society but the economic and social
indicators not valid. Valid indicator of financial performance as a measurement
construct only MVA, whereas NPM, PER, quick ratio and EVA, not valid as a
measurement construct. While stock return valid as measure of construct stock
price. From the results of hypothesis testing showed CSR disclosure significant
effect on the corporate financial performance (CFP) but negatively related, the
disclosure of CSR no significant effect on the stock price and financial
performance no significant effect on stock prices.
Keywords : CSR, financial performance, property sector, stock prices
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
v
PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN
HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SEKTOR PROPERTI
DI BURSA EFEK INDONESIA
PUTRI FIKA HIDAYANSYAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
vi
Dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Tb. Nur Ahmad Maulana, PhD.
MSc. MBA
vii
Judul Tesis : Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap
Kinerja Keuangan dan Harga Saham pada Perusahaan Sektor
Properti di Bursa Efek Indonesia.
Nama
: Putri Fika Hidayansyah
NIM
: H251130236
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS Dipl Ing DEA
Ketua Komisi Pembimbing
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Anggota Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Manajemen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 27-11-2014
Tanggal Lulus :
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Pengaruh Pengungkapan Corporate Social
Responsibility terhadap Kinerja Keuangan dan Harga Saham pada Perusahaan
Sektor Properti di Bursa Efek Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Pror Dr Ir H Musa Hubeis, MS
Dipl Ing DEA dan Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc selaku pembimbing
yang telah memberikan bimbingan yang luar biasa kepada penulis selama
menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Tb Nur Ahmad Maulana, PhD MSc MBA selaku dosen penguji luar komisi
pada ujian tesis yang telah membertikan masukan yang sangat bermanfaat
sehingga karya ilmiah ini menjadi lebih baik. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada bapak, ibu, kakak adik, dan seluruh keluarga serta Adi
Permana, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada teman-teman seperjuangan Nurul, Apu, Mbak Lita, Kak Irwan,
Pak Rizky, Kak Denda, Mbak Vero, Pak Fathur, Bu Herlina, Pak Husein, Mbak
Herty dan Pak Usep yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis, serta terima kasih kepada Mas Ujang dan Pak Hermawan yang telah
membantu dalam hal administrasi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Putri Fika Hidayansyah
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
4
5
5
TINJAUAN PUSTAKA
Corporate Social Responsibility
Hubungan CSR dengan Kinerja Keuangan dan Kinerja Pasar
Pandangan Perusahaan tentang Social Responsibility
GRI dan Panduan Laporan Keberlanjutan GRI
Corporate Financial Performance
Penelitian Terdahulu yang Relevan
METODE PENELITIAN
6
6
7
9
10
11
15
17
Kerangka Pemikiran Penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
17
18
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
22
Hasil perhitungan Knerja Keuangan dan Return Saham
Analisis Model Awal
Evaluasi Model Pengukuran Mode Reflektif
Evaluasi Model Struktural
Evaluasi Peubah Moderating
Evaluasi CSR dari Hasil Wawancara terhadap Perusahaan Properti
Implikasi Manajerial
22
24
27
29
34
36
38
KESIMPULAN DAN SARAN
40
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
46
RIWAYAT HIDUP
65
x
DAFTAR TABEL
1 Perusahaan yang dijadikan contoh penelitian
2 Peubah dan indikator penelitian
3 Perhitungan QR, NPM, PER, MVA, EVA, return saham dalam rataan 5
tahun (2008-2012)
4 Nilai outers loadings
5 Overview dari model akhir
6 Hasil penilaian kriteria dan nilai standar mode reflektif
7 Analisis validitas diskriminan kriteria cross loading
8 Nilai analisis model inner vs nilai standar
9 Nilai hasil bootstrap koefisien path
10 Output dari model peubah pemoderasi
11 Hasil Bootstrapping peubah pemoderasi
12 Perbandingan R2 dengan dan tanpa interaksi
13 Perbedaan pandangan dan pelaksanaan terkait CSR
14 Laba Bersih Per Sektor di BEI (dalam Rp Miliar)
15 Pertumbuhan Laba Bersih (dalam %)
16 Skor indikator CSR perusahaan properti di BEI
17 Hasiil perhitungan kinerja keuangan dan return saham
19
19
23
27
28
28
29
30
31
35
35
35
36
58
59
59
62
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Perusahaan pengguna standar GRI
Trend analysis dan forecasting dana CSR perusahaan sektor properti
Trend analysis dan forecasting harga saham perusahaan sektor properti
Grafik Perbandingan return indeks sektor properti dengan return indeks
IHSG tahun 2008-2012
5 Rentang tanggungjawab perusahaan
6 Kerangka pemikiran penelitian
7 Model Persamaan
8 Hasil analisis model awal
9 Hasil analisis model akhir
10 Trend analysis dan forecasting tingkat pertumbuhan dana CSR
11 Trend analysis dan forecasting tingkat pertumbuhan laba
12 Trend analysis dan forecasting tingkat pertumbuhan saham perusahaan
13 Model output dari analisis peubah pemoderasi
1
3
3
4
8
18
21
25
25
31
32
32
34
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Standar GRIm
Pasal-Pasal terkait CSR
Daftar pertanyaan wawancara
Hasil wawancara pada PT Bakrieland Development, Tbk
Hasil analsis pada laporan tahunan perusahaan
Laba bersih setiap sektor dan tingkat pertumbuhannya
Perhitungan skor CSR dan kinerja keuangan
46
50
53
54
56
57
58
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan operasional perusahaan dilakukan dengan tujuan utama
memaksimalkan nilai perusahaan (shareholder value) dengan mempertimbangkan
laba sebagai salah satu faktornya dan perusahaan juga bertanggungjawab terhadap
stakeholder, seperti pemerintah, perusahaan pesaing, masyarakat sekitar,
lingkungan, lembaga di luar perusahaan (LSM dan sejenisnya), para pekerja
perusahaan, kaum minoritas dan lainnya yang keberadaanya mempengaruhi dan
dipengaruhi perusahaan serta memiliki hubungan baik bersifat langsung maupun
tidak langsung (Hadi 2014). Kegiatan operasional perusahaan tentunya membawa
dampak bagi kondisi lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat, khususnya di
sekitar perusahaan beroperasi (Harahap 2002). Crowther dalam Hadi (2014)
menyatakan, jika aktivitas perusahaan berdampak pada lingkungan ekternal, untuk
itu sudah seharusnya ada kebijakan akuntansi yang melaporkan dampak
perusahaan tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban yang disebut Corporate
Social Responsibility (CSR) sebagai langkah nyata dalam memberikan sumbangan
kepada masyarakat (Hadi 2014).
Implementasi kegiatan CSR di Indonesia sendiri, sudah dimulai sejak awal
tahun 2000-an, walaupun kegiatan dengan esensi yang sama telah berjalan sejak
tahun 1970-an (Rahim 2012). Permasalahan dalam kegiatan CSR adalah
pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan di Indonesia belum diatur dalam
suatu standar dan masih bersifat sukarela, sehingga perusahaan dalam melaporkan
kegiatan CSR nya dengan berbagai bentuk. Selain itu di Indonesia belum ada
peraturan yang mewajibkan setiap perusahaan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) maupun swasta untuk membuat laporan CSR secara berkelanjutan,
sehingga dari 450 perusahaan terbukas di Indonesia hanya 40 perusahaan yang
membuat laporan keberlanjutan CSR yang merujuk pada standar Global
Reporting Intiatives (GRI) dan sebagian besar dari perusahaan di sektor
pertambangan (Jalal 2012).
Sumber : Jalal (2012)
Gambar 1 Perusahaan pengguna standar GRI
2
Pada Gambar 1 terlihat mayoritas perusahaan belum melaporkan kegiatan
CSR dengan standar GRI, namun penggunaanya semakin tahun semakin
meningkat (Jalal 2012). Sejak tahun 2001 hingga 2010 telah terjadi peningkatan
40% dari perusahaan yang mengadopsi standar GRI untuk kegiatan CSR nya. Hal
ini menunjukkan bahwa perusahaan dan investor saat ini tidak hanya fokus dan
melihat kondisi perusahaan dari segi kinerja keuangan, namun juga melihat
bagaimana perusahaan menjaga keberlangsungan bisnisnya dengan lingkungan
dan masyarakat di masa depan (Gunawan 2011). Tetapi masih terjadi perdebatan
para ahli sampai saat ini antara hubungan CSR dengan Corporate Financial
Performance (CFP) (Chen and Wang 2011), dan mengingat tujuan utama
perusahaan dalam kegiatan operasionalnya adalah memaksimalkan laba untuk
kepentingan para pemegang saham. Berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan,
hubungan CSR dan CFP masih dalam pertanyaan apakah CSR dapat
meningkatkan nilai, menurunkan nilai, atau bahkan tidak ada hubungannya sama
sekali (Jo and Harjoto 2011).
Tujuan utama para investor menanamkan modalnya pada perusahaan berupa
pembelian saham suatu perusahaan adalah mendapatkan return (tingkat
pengembalian) baik yang berasal dari capital gain saat terjadi transaki jual beli
saham maupun adanya pemberian laba berupa dividen yang berasal dari laba
bersih perusahaan. Untuk mendapatkan return maksimal dari investasinya,
investor perlu menganalisis informasi guna mengetahui perusahaan mana yang
akan memberikan tingkat pengembalian maksimal dari modal yang ditanamkan.
Oleh karena itu perlunya untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan dan
bagaimana pengaruhnya terhadap harga saham atau kinerjanya di pasar modal,
selain itu investor juga perlu mengetahui bagaimana perusahaan menjaga
keberlangsungan bisnisnya melalui CSR
Berdasarkan penjelasan di atas terdapat hubungan antara CSR, CFP dan
harga saham. Oleh karena itu, penelitian ini akan melihat bagaimana pengaruh
CSR terhadap CFP dan harga saham yang akan difokuskan pada perusahaan yang
bergerak pada sektor properti di Indonesia yang saat ini sedang booming. Menurut
Winston (2014), prospek industri konstruksi dan properti cukup cerah. Hal ini
ditopang oleh kelanjutan program Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dalam jangka panjang. Peningkatan
prospek bisnis properti dapat dilihat dari peningkatan laba bersih sektor properti
yang meningkat hampir 64% (Bloomberg 2014). Selain itu, kegiatan operasional
sektor properti tentunya membawa dampak terhadap lingkungan dan masyarakat
seperti pengambilan lahan yang besar untuk proses pembangunan sehingga
berkurangnya lahan hijau, adanya kesenjangan sosial disekitar proyek,
pencemaran air dan udara, dan lain sebagainya. Newel dan Chyi (2012)
menyatakan tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) telah menjadi sosok yang
meningkat dan penting dalam beberapa tahun terakhir. Investor properti telah
memberikan prioritas pada indikator lingkungan, social, Good Corporate
Govermance (GCG) dalam pengambilan keputusan investasi propertinya.
Peningkatan fokus kegiatan CSR dan kondisi keuangan perusahaan menjadi
perhatian investor dalam mengambil keputusan investasi, sehingga dapat menilai
apakah komitmen untuk CSR oleh sektor properti cocok dengan kinerja keuangan
dan nilai tambah investasi.
3
Trend Analysis Rataan Dana CSR Perusahaan Sektor Properti
Quadratic Trend Model
Yt = 1391446229 + 1711885460*t - 105822396*t**2
9000000000
Variable
A ctual
Fits
Forecasts
Rataan Dana CSR (Rp)
8000000000
7000000000
A ccuracy Measures
MA PE
6,84816E+00
MA D
3,31899E+08
MSD
1,51667E+17
6000000000
5000000000
4000000000
3000000000
2000000000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2017
Tahun
Sumber : Laporan tahunan perusahaan sektor properti (diolah)
Gambar 2 Trend analysis dan forecasting dana CSR perusahaan sektor properti
Trend Analysis Harga Saham Sektor Properti
Quadratic Trend Model
Yt = 439,822 - 107,548*t + 37,0732*t**2
Variable
A ctual
Fits
Forecasts
3000
Harga Saham (Rp)
2500
A ccuracy Measures
MA PE
4,161
MA D
20,551
MSD
515,954
2000
1500
1000
500
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
2014 2015 2016 2017
Sumber : Laporan tahunan perusahaan sektor properti (diolah)
Gambar 3
Trend analysis dan forecasting
properti
harga saham perusahaan sektor
Berdasarkan hasil pra penelitian yang terlihat pada Gambar 2, jika dana
CSR dari tahun 2008-2011 memiliki trend meningkat namun dari tahun 2012
sampai peramalan tahun 2017 memiliki trend yang menurun. Berbeda dengan
trend harga saham yang ditunjukkan Gambar 3 memiliki trend meningkat dan
peramalan lima tahun kedepan memiliki trend meningkat. Dari hasil tersebut
menunjukkan fenomena yang berlainan, dimana dana CSR yang memiliki
forecasting menurun namun kecendrungan harga saham yang meningkat. Dari
hasil tersebut akan ditelitii bagaiman sebenarnya pengaruh CSR dengan nilai
saham perusahaan khususnya yang bergerak di sektor properti.
Return Indeks
4
1.200
1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
-0.200
-0.400
-0.600
2008
2009
2010
2011
2012
Return Indeks Properti
-0.429
0.743
0.672
1.091
0.639
Return Indeks IHSG
-0.053
-0.035
0.537
0.210
0.093
Sumber : Laporan tahunan perusahaan sektor properti (diolah) dan yahoo finance (diolah)
Gambar 4
Grafik perbandingan return indeks sektor properti dengan return
indeks IHSG tahun 2008-2012
Berdasarkan Gambar 4, terlihat return indeks sektor properti menunjukkan
nilai lebih tinggi jika dibandingkan return indeks IHSG. Penggunaan pembanding
IHSG dikarenakan IHSG merupakan nilai yang dijadikan acuan tentang arah
pertumbuhan pasar modal di Indonesia. Dari Gambar 4, tingkat pengembalian
investasi sektor properti memiliki prospek yang baik di pasar modal dan saham
perusahaan sektor properti layak untuk dibeli karena memilki return lebih tinggi
dari return pasar (Indonesia Market Quotes 2014). Dari hasil pra penelitian
tersebut, maka penelitian ini akan mengkaji apakah kondisi return indeks saham
yang baik di pengaruhi dengan kinerja keuangan yang baik dari sisi internalnya
dan dari sisi eksternal, yaitu hubungan baik perusahaan dengan masyarakat dan
lingkungan sekitarnya dan melihat apakah CSR oleh sektor properti cocok dengan
kinerja keuangan dan nilai tambah investasi.
Perumusan Masalah
CSR merupakan suatu kegitan yang tidak hanya sekedar meningkatkan
reputasi perusahaan namun dalam jangka panjang menjaga keberlangsungan
hidup suatu perusahaan. Kegiatan CSR juga memberikan dampak positif bagi
lingkunagn dan masyarakat. Menurut Reny dan Retno (2012), CSR
mempengaruhi citra perusahaan yang nantinya akan meningkatkan loyalitas
konsumen, sehingga meningkatkan profitabilitas perusahaan dan nantinya dalam
jangka waktu tertentu meningkatkan nilai saham perusahaan. Tetapi CSR
perusahaan sering hanya dipandang sebagai biaya yang dapat mengurangi laba
perusahaan dan nilai perusahaan, sehingga masih terjadi perdebatan bagaimana
sebenarnya hubungan CSR dengan kinerja keuangan dan nilai suatu perusahaan,
dimana nilai perusahaan digambarkan oleh harga saham perusahaan.
Peubah penelitian seperti CSR, CFP dan harga saham merupakan peubah
laten, dimana peubah direfleksikan ke dalam beberapa indikator. Hubungan
antarpeubah yang diuji dalam penelitian ini bersifat multiple relationship,
sehingga satu peubah dapat berfungsi sebagai peubah eksogen maupun sebagai
peubah endogen. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
5
1. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap CFP pada perusahaan
contoh yang diteliti ?
2. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap harga saham pada
perusahaan contoh yang diteliti ?
3. Apakah CFP berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan contoh yang
diteliti ?
4. Apakah pengaruh pengungkapan CSR terhadap kinerja keuangan dan harga
saham mampu menilai kinerja perusahaan di sektor properti dan dapat
memberikan rekomendasi bagi perusahaan dan keputusan investor ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini
dilakukan dengan tujuan:
1. Menganalisis pengaruh pengungkapan CSR terhadap CFP pada perusahaan
contoh yang diteliti.
2. Menganalisis pengaruh pengungkapan CSR terhadap harga saham pada
perusahaan contoh yang diteliti.
3. Menganalisis pengaruh CFP terhadap harga saham pada perusahaan contoh
yang diteliti.
4. Menganalisis pengaruh pengungkapan CSR terhadap CFP dan harga saham
untuk menilai kinerja perusahaan di sektor properti dan memberikan
rekomendasi bagi perusahaan dan keputusan investor.
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah:
Bagi perusahaan
Memberikan masukan dan bahan pertimbangan dalam pengungkapan informasi
CSR guna meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Bagi pemerintah
Memberikan masukan dan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan
terkait CSR.
Bagi investor
Memberikan masukan untuk pengambilan keputusan investasi pada perusahaan
yang telah menerapkan CSR.
Bagi masyarakat umum/akademis
Memberikan informasi bermanfaat, serta dapat menambah pengetahuan dan
bukti empiris terkait CFP, CSR dan harga saham. Penelitian juga dapat
dijadikan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Bagi penulis
Menambah wawasan, serta pengetahuan penulis mengenai hubungan CSR,
CFP dan harga saham.
6
TINJAUAN PUSTAKA
Corporate Social Responsibility
The world Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah
lembaga internasional yang berdiri tahun 1955 dan beranggotakan 120 perusahaan
multinasional berasal dari 30 negara di dunia lewat publikasinya “Making Good
Business Sense” mendefinisikan CSR sebagai suatu bentuk tindakan yang
berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan
ekonomi dibarengi dengan peningkatan mutu hidup bagi karyawan berikut
keluarganya, serta sekaligus peningkatan mutu hidup masyarakat sekitar dan
masyarakat secara lebih baik (Hadi 2014).
Pengertian menurut World Bank, CSR adalah komitmen dari bisnis untuk
berkontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan untuk meningkatkan
mutu kehidupan sehingga, berdampak baik bagi bisnis sekaligus kehidupan
sosial. Pengertian CSR menurut ISO 26000 (2012) adalah tanggungjawab
sebuah organisasi terhadap dampak dari keputusan dan kegiatannya pada
masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan
dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan
masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan
hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi
dengan organisasi secara menyeluruh.
Saat ini terdapat banyak pengertian CSR di Indonesia. Banyaknya
pengertian
tersebut
menimbulkan
penafsiran
berbeda-beda
dalam
implementasinya di masyarakat. Istilah CSR di Indonesia beragam padanannya,
seperti Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), Tanggungjawab Sosial
Perusahaan (TJSP), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), dan
Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha (TJSDU).
PKBL dan TJSL (istilah dalam UU Perseroan Terbatas), TJSP (istilah dalam
UU Penanaman Modal). PKBL adalah aturan mengenai pendanaan, pelaksanaan
dan pelaporan fungsi sosial BUMN. TJSL adalah pewajiban bagi seluruh
perusahaan terbatas di Indonesia taat pada seluruh regulasi yang ada. TJSP adalah
pewajiban bagi penanam modal asing maupun dalam negeri untuk menjaga
hubungan dengan masyarakat local, sehingga, makna yang terkandung dalam
seluruh konsep tersebut sesungguhnya hanyalah sebagian kecil dari pengertian
CSR (CSR Indonesia 2014).
Istilah TJSL dipakai dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UU PT). Pasal 1 ayat (3) menyebutkan Tanggungjawab Sosial
Lingkungan (TJSL) adalah “komitmen Perseroan untuk berperanserta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan mutu kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat,
maupun masyarakat pada umumnya”. Pengertian CSR juga dinyatakan dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam
Undang-Undang tersebut istilah yang digunakan bukan CSR, melainkan
Tanggungjawab Sosial Perusahaan (TJSP). Ketentuan Pasal 15 huruf b
menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung
jawab sosial perusahaan”. Undang-Undang Penanaman Modal telah mengatur
7
sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha perseorangan yang tidak
melakukan TJSP (Pasal 34), sanksinya hanya dapat dikenakan terhadap investor
asing dan belum mengatur secara tegas bagi perusahaan nasional. Istilah lain yang
sering digunakan untuk CSR adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL). PKBL digunakan, misalnya, dalam Peraturan Menteri Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) Nomor: PER-20/MBU/2012 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007
Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan. PK pengertiannya adalah “program untuk
meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN”. Sedangkan BL pengertiannya adalah
“program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN” (Trimaya 2014).
Menurut Untung (2009), dalam prinsip CSR, perusahaan tidak lagi
diahadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu
nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuanganya
(financial) saja yang mana lebih berorientasi jangka pendek, tetapi tanggungjawab
perusahaan harus berpijak pada tripel bottom lines, yaitu profit, people, dan planet.
Menurut Hadi (2014), Profit merupakan bentuk tanggungjawab yang harus
dicapai perusahaan dan merupakan orientasi utama perusahaan. Peningkatan
kesejahteraan personil perusahaan, meningkatkan kesejahteraan pemilik,
kontribusi kepada masyarakat melalui pembayaran pajak, melakukan ekspansi
usaha membutuhkan sumber dana, yang mana hal itu dapat dilakukan jika
didukung kemampuan menciptakan keuntungan (profit) perusahaan. People
merupakan lingkungan masyarakat dimana perusahaan berada. Perusahaan tidak
mampu menjalankan operasi secara survive tanpa didukung masyarakat sekitar.
Disitulah letak terpenting dari kemauan dan kemampuan perusahaan mendekatkan
diri dengan masyarakat lewat strategi social responsibility. Planet merupakan
lingkungan fisik perusahaan yang memiliki nyatasi terhadap eksistensi perusahaan
karena lingkungan tempat menopang perusahaan. Hubungan perusahaan dengan
alam yang bersifat sebab akibat, sehingga kerusakan lingkunga akan
menghancurkan perusahaan dan masyarakat.
Praktik CSR selama ini biasanya diukur dari sudut berapa besar uang yang
dikeluarkan perusahaan dalam membiayai kegiatan CSR tersebut. Namun
sebenarnya ada nilai intangible lain yang lebih penting yang tidak dapat diukur
dengan uang, yaitu ukuran tentang bagaimana perusahaan menjaga hubungan baik
dan peduli terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya (Untung 2009).
Hubungan CSR dengan Kinerja Keuangan dan Kinerja Pasar
Undang-undang Nomor 40 pasal 1 ayat 3 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, menyatakan “Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen
Perseroan berperanserta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan mutu kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
Perseroan, komunitas ssetempat, maupun masyarakat pada umumnya”.
Kandungan pasal tersebut secara jelas menunjukkan bahwa perusahaan memiliki
tanggungjawab bukan hanya terhadap shareholder dan kreditur, sebagaimana
selama ini terjadi, melainkan juga kepada masyarakat sekitar (community) yang
8
secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi operasional perusahaan (Hadi
2014).
Dampak yang dirasakan perusahaan akibat kesalahan pengolahan
perusahaan dimata stakeholder adalah degradasi legitimasi perusahaan akibat
adanya incongruence antara ekspektasi stakeholder dengan kenyataan yang
diterima. Hasil penelitian Hadi (2009) menunjukkan dampak ketidaksesuaian
antara alokasi keberpihakan dimata stakeholder dengan kepentingan dan problem
yang dihadapi masyarakat memunculkan kontra produktif. Wujud kontra
produktif tersebut adalah meningkatnya klaim dan proses stakeholder terhadap
perusahaan, sehingga berdampak pada kinerja pasar dan keuangan perusahaan.
Hasil survei “The Millenium Poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh
Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of
Wales Business Leader Forum (London) terhadap 25000 responden di 23 negara
disurvei terkait social responsibility dalam membentuk opini dan citra perusahaan,
hasilnya 60% dari responden menyatakan bahwa etika bisnis, praktik sehat
terhadap karyawan, dampak lingkungan paling berperan membentuk reputasi
perusahaan. Sementara 40% responden berpendapat bahwa citra perusahaan dan
brand citra paling mempengaruhi kesan positif mereka. Dan dari seluruh
responden tersebut 50% berpendapat tidak akan membeli produk yang dihasilkan
perusahaan yang tidak berkomitmen terhadap social responsibility dan
menyebarkan reputasi tersebut kepada orang lain (Hadi 2014).
Stakeholder
Legal
Responsibility
Economic
Responsbility
Firm
Ethic
Responsibility
Citizenship
Responsibility
Sumber : Nor Hadi (2009)
Gambar 5 Rentang tanggungjawab perusahaan
Hadi (2009) menggambarkan konseep segi empat tanggung jawab
perusahaan terhadap stakeholder. Gambar 5 menunjukkan perusahaan merupakan
bagian dari masyarakat yang lebih luas (stakeholder), sehingga operasional
perusahaan harus dipertanggungjawabkan baik menurut norma, etika, legal,
ekonomi, maupun bertindak untuk kepentingan masyarakat (citizenship).
Gambar 5 menjelaskan, bahwa dari sisi tanggungjawab perusahaan secara
ethic, perusahaan berkewajiban melakukan aktivitas bisnis didasarkan etika bisnis
yang sehat. Perusahaan tidak diperkenankan melakukan aktivitas yang
menyimpang secara etika, baik dilihat dari aspek norma bisnis, masyarakat, agama,
9
budaya, lingkungan dan lainnya. Landasan filosofis perusahaan yang dijadikan
pijakan untuk merumuskan visi, misi, tujuan dan strategi harus didasarkan dalam
kerangka sikap etis. Tanggung jawab dari aspek legal memiliki arti jika
operasional perusahaan hendaknya dilakukan sesuai dengan kaidah peraturan
perundangan sebab perusahaan sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas
berkepentingan untuk memenuhi aturan legal formal.
Tanggungjawab dalam aspek ekonomi, berarti keberadaan perusahaan
didasarkan tujuan utama, yaitu memperoleh keuntungan dalam rangka menjaga
going concern perusahaan, serta meningkatkan kesejahteraan bagi shareholder.
Untuk itu perusahaan memiliki tanggungjawab menjamin dan meningkatkan
kesejahteraan terhadap pemegang saham. Perusahaan yang struktur modalnya
terdiversifikasi atas hutang juga bertanggungjawab pada para kreditur, yaitu
berupa mengembalikan pinjaman dan bunganya.
Tanggungjawab bersifat citizenship, berarti perusahaan bukan hanya
bertanggungjawab terhadap pemegang saham, namun juga bertanggungjawab
terhadap masyarakat dan lingkungan fisik sekitarnya. Perusahaan berkewajiban
mengembalikan sebagian keuntungan yang diperoleh untuk kesejahteraan
masyarakat, perbaikan kerusakan yang ditimbulkan dan memberikan nilai timbal
balik kepada para pemangku kepentingan. Dengan demikian perusahaan harus
melakukan tindakan tanggungjawab sosial dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari operasionalnya.
Prinsip Social Responsibility
Crowther dalam Hadi (2014) mengurai prinsip-prinsip tanggungjawab sosial
menjadi tiga, yaitu :
1. Sustainability, berkaitan dengan perusahaan dalam melakukan aktivitas dengan
tetap memperhitungkan keberlanjutan sumber daya di masa depan.
2. Accontability, merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab
atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dapat dijadikan media
perusahaan untuk membangun citra dan network terhadap para pemangku
kepentingan, serta bermanfaat dalam mendukung pengambilan keputusan. Hadi
(2009) mengatakan tingkat keluasan informasi laporan perusahaan memiliki
konsekuensi sosial maupun ekonomi. Tingkat akuntabilitas dan tanggungjawab
perusahaan menetukan legitimasi stakeholder eksternal serta meningkatkan
transaksi saham perusahaan.
3. Transparacy, merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal yang berperan
untuk mengurangi asimetri informasi.
Pandangan Perusahaan tentang Social Responsibility
Hasil penelitian Hadi (2009) menunjukkan jika biaya sosial yang
dikeluarkan perusahaan memiliki manfaat meningkatkan kinerja sosial, yaitu
meningkatkan legitimasi dan mengurangi komplain stakeholder, meningkatkan
citra, baik di pasar barang maupun pasar modal. Namun ternyata perusahaan
memandang secara berbeda. Perbedaan persepsi tersebut berada secara diametral,
yaitu terdapat perusahaan yang memandang bahwa CSR bukan merupakan
kewajiban mereka, bahkan CSR mengandung biaya yang relatif besar yang justru
10
mengganggu profitabilitas perusahaan. Yusuf dalam Hadi (2014), memetakan
cara pandang perusahaan terhadap pelaksanaan CSR ke dalam tiga persepsi, yaitu:
1. Perusahaan melakukan CSR sekedar basa basi dan keterpaksaan, artinya
perusahaan melakukan CSR lebih karena mematuhi anjuran peraturan dan
perundangan, maupun tekanan eksternal. Disamping itu perusahaan melakukan
CSR untuk membangun citra positif, sehingga CSR bersifat jangka pendek dan
insidental. Contohnya bantuan pada bencana alam yang hanya untuk
meningkatkan simpati terhadap perusahaan, dimana kegiatan tersebut tidak
sampai pada mendorong penguatan kehidupan masyarakat pasca bencana.
2. CSR dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban, dilakukan atas dasar
anjuran regulasi yang harus dipatuhi, seperti UU No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dan peraturan lainnya.
3. Perusahaan melakukan CSR bukan hanya kewajiban namun beyond
compliance, dimana CSR ditempatkan sebagai bagian aktivitas perusahaan.
CSR tidak hanya diukur dari segi ekonomi, namun juga sebagai upaya
mematuhi perundangan, dan tanggungjawab terhadap masyarakat dan
lingkungan. Dengan demikian CSR didudukan sebagai kebutuhan dalam
mendukung going concern dan merupakan investasi jangka panjang yang dapat
mendukung keunggulan perusahaan, serta merupakan bagian strategi dari
perusahaan untuk bersaing dalam pasar.
GRI dan Panduan Laporan Keberlanjutan GRI
Global Reporting Initiative (GRI) didirikan pada tahun 1997 oleh sejumlah
perusahaan dan organisasi yang tergabung dalam koalisi untuk Ekonomi yang
Bertanggungjawab terhadap Lingkungan (Coalition for Environmentally
Responsible Economies/CERES), dengan misi mengembangkan panduan yang
berlaku secara global untuk melaporkan ekonomi, lingkungan dan kinerja sosial
(Triple Bottom Line), awalnya hanya untuk perusahaan dan pada akhirnya untuk
setiap bisnis atau pemerintah atau organisasi non-pemerintah (GRI dalam Hedberg
and Malmborg 2003).
GRI adalah organisasi nirlaba (non-profit organization), organisasi berbasis
jaringan, dalam menjalankan aktivitasnya melibatkan banyak profesional dan
organisasi dari berbagai sektor, konstituen dan daerah. Misi GRI adalah untuk
membuat standar praktek laporan keberlanjutan, untuk mengaktifkan semua
perusahaan dan organisasi untuk melaporkan aktivitas ekonomi, lingkungan,
kinerja sosial dan tata kelola, dan untuk menyiapkan panduan laporan
berkelanjutan dan dibagikan secara gratis (GRI 2013). Kerangka Pelaporan GRI
ditujukan sebagai sebuah kerangka yang dapat diterima umum dalam melaporkan
kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial dari organisasi. Kerangka ini didesain
untuk digunakan oleh berbagai organisasi yang berbeda ukuran, sektor dan
lokasinya. Kerangka ini juga memperhatikan pertimbangan praktis yang dihadapi
oleh berbagai macam organisasi, dari perusahaan kecil sampai kepada perusahaan
yang memiliki operasi ekstensif dan tersebar di berbagai lokasi. Kerangka
Pelaporan GRI mengandung kandungan isi umum dan sektor secara spesifik yang
telah disetujui oleh berbagai pemangku kepentingan di seluruh dunia dan dapat
diaplikasikan secara umum dalam melaporkan kinerja keberlanjutan dari sebuah
organisasi.
11
Kewajiban perusahaan dalam CSR tidak serta merta selesai setelah CSR
dilaksanakan, namun juga diikuti dengan pengungkapan penerapan CSR. Di
Indonesia, pengungkapan CSR merupakan suatu kewajiban. Namun terlepas dari
kewajiban tersebut, sangatlah penting bagi perusahaan untuk melakukan
pengungkapan CSR, dikarenakan pengungkapan CSR juga memberikan manfaat
berupa peningkatan citra perusahaan yang akan berpengaruh pada harga saham
dan tingkat penjualan perusahaan tersebut. Selain itu, pengungkapan CSR yang
dibuat dalam bentuk laporan juga bisa digunakan sebagai alat komunikasi dengan
para pemegang saham dan stakeholder lainnya serta sebagai bahan evaluasi untuk
penerapan program CSR yang lebih baik ke depannya.
Bentuk laporan pengungkapan CSR di Indonesia merujuk pada standar yang
dikembangkan oleh Global Reporting Intiatives (GRI). Pada tahun 2000, GRI
mempublikasikan sustainability reporting guidelines yang memberikan petunjuk
dalam pembuatan laporan dengan memperhatikan aspek ekonomi-sosiallingkungan. Guidelines GRI dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Penggunaan guidelines
Berisi informasi mengenai pedoman, termasuk deskripsi siapa yang harus
memanfaatkan dan bagaimana mempersiapkan laporan.
2. Prinsip pelaporan
Berisi tentang prinsip pelaporan dan bagaimana pengorganisasiannya.
3. Isi laporan
Terdiri atas visi, strategi, profil, struktur, sistem manajemen dan indikator
kinerja (ekonomi-sosial-lingkungan).
4. Glossary dan lampiran
Corporate Financial Performance
Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh
mana suatu perusahaan menggunakan aturan-aturan pelaksanan keuangan secara
baik dan benar. Kinerja keuangan juga digunakan untuk melakukan evaluasi untuk
menilai kinerja masa lalu, dan perediksi untuk melihat prospek masa depan
(Fahmi 2012a). Hasil evaluasi dan prediksi tersebut akan menghasilkan suatu
informasi mengenai mutu perusahaan yang berguna baik bagi perusahaan,
investor, pemerintah, dan pihak yang berkepentingan lainnya. Bagi perusahaan
hasil evaluasi dan prediksi tersebut digunakan untuk menilai kinerja internal
perusahaan, misalnya apakah kinerja seluruh karyawan sudah maksimal dalam
melakasanan kegiatan operasional perusahaan, apakah tujuan perusahaan telah
tercapai dan dapat digunakan sebagai pedoman untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja perusahaan.
Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan
adalah melalui analisis rasio keuangan (Munawir 2007). Menurut Keown et al.
(2004), rasio keuangan adalah alat utama untuk menganalisis keuangan. Rasio
tersebut memberikan dua (2) cara, bagaimana membuat perbandingan dan data
keuangan perusahaan, yang berarti (1) dapat meneliti rasio antar waktu untuk
meneliti arah pergerakannya dan (2) dapat membandingkan rasio perusahaan
dengan rasio perusahaan lainnya. Analisis laporan keuangan yang biasa digunakan
menurut Hanafi dan Halim (2007) adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio
profitabilitas dan rasio penilaian.
12
Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang menggambarkan keberhasilan
perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan (Fahmi 2012a), yang terdiri dari :
a. Net Profit Margin (NPM)
NPM merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan net income (laba bersih) dari kegiatan operasi pokoknya, atau
disebut tingkat kemampulabaan suatu perusahaan.
b. Return on Asset (ROA)
ROA merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba bersih atas total total aset yang dimiliki perusahaan dan
mengindikasi perusahaan menggunakan seluruh aset yang tersedia dengan baik.
ROA digunakan untuk mengevaluasi aktivitas keseluruhan perusahaan.
c. Return on Equity (ROE)
ROE mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola
ekuitas yang ada untuk mendapatkan laba bersih. ROE menunjukkan
efektivitas dan efisiensi pemakaian modal untuk menghasilkan laba. ROE
berhubungan langsung dengan kekayaan pemegang saham.
Rasio Likuiditas
Menurut Fahmi (2012b), rasio likuiditas merupakan kemampuan suatu
perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu.
Contohnya membayar listrik, telefon, gaji karyawan, air, gaji teknisi, gaji lembur
dan sebagainya. Rasio likuiditas sering disebut short term likuidity. Likuidiatas
tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi
juga berkaitan dengan kemampuan mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang
kas. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja,
yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan demikian rasio likuiditas
berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan, sehingga rasio ini memiliki
hubungan dengan harga saham perusahaan (Riyanto 2008). Rasio likuiditas secara
umum ada dua, yaitu rasio lancar (current Ratio) adalah ukuran yang umum
digunakan atas solvensi jangka pendek, kemampuan suatu perusahaan memenuhi
kebutuhan utang ketika jatuh tempo. Harus dipahami bahwa penggunaan current
ratio dalam menganalisis laporan keuangan hanya mampu memberi analisa secara
kasar, maka perlu adanya dukungan analisis secara kualitatif yang lebih
komprehensif, sehingga sebaiknya menggunakan Quick ratio atau rasio cepat.
Quick ratio adalah ukuran uji solvesi jangka pendek yang lebih teliti daripada
rasio lancar, karena pembilangnya mengeliminasi persediaan yang dianggap
aktiva lancar yang sedikit tidak likuid dan kemungkinan menjadi sumber kerugian.
Standar yang berlaku untuk menentukan apakah suatu perusahaan memiliki quick
ratio baik adalah lebih dari 100% Fahmi (2012a).
Rasio Penilaian
Rasio penilaian (valuation) menjadi tolok ukur yang menghubungkan harga
saham biasa dengan pendapatan perusahaan dan nilai buku saham. Dengan kata
lain rasio ini mencerminkan performance perusahaan secara keseluruhan. Oleh
karena itu, rasio ini merupakan pencerminan dari rasio resiko dan rasio
rentabilitas, atau dapat juga dikatakan rasio ini mengaitkan kondisi internal
13
dengan kondisi pasar/market measure (Sugiono 2009). Rasio ini terdiri dari price
earning ratio (PER) dan price to book value ratio (PBV).
PER adalah rasio yang membandingkan harga pasar saham biasa dengan
laba per saham (earning per share atau EPS). EPS didapat dari laba bersih
perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Semakin tinggi nilai PER
maka kinerja perusahaan juga semakin baik. Akan tetapi sebaliknya, jika PER
terlalu tinggi mengindikasikan bahwa harga saham yang ditawarkan terlalu tinggi
atau tidak rasional. Nilai PER yang ideal harus dibandingkan dengan rasio-rasio
lain yang bersifat rentabilitas dan rasio pertumbuhan (Sugiono 2009). Dalam
analisis PER juga dapat dibandingkan nilai PER antar perusahaann dalam satu
sektor sehingga dapat menilai nilai PER yang wajar pada perusahaan yang
bergerak dalam bidang yang sama di pasar modal.
Economic Value Added
Economic Value Added (EVA) merupakan pendekatan baru dalam penilaian
kinerja perusahaan dengan memperlihatkan kepentingan manajemen maupun para
penyedia dana secara adil (Young dan O’Byne 2001). EVA membantu manajer
memastikan bahwa perusahaannya dapat menambah nilai pemegang saham,
sementara investor dapat menggunakan EVA untuk mengetahui saham mana yang
akan meningkatkan nilainya. EVA adalah ukuran kinerja keuangan yang paling
baik untuk menjelaskan economic profit suatu perusahaan dan merupakan ukuran
kinerja keuangan yang berkaitan langsung dengan kemakmuran pemegang saham
sepanjang waktu (Pradhono 2004).
Menurut Young dan O’Byne (2001), EVA sama dengan Net Operating
Profit After Tax (NOPAT) dikurangi biaya modal. NOPAT merupakan laba
operasi perusahaan setelah pajak dan mengukur laba yang diperoleh dari operasi
berjalan. Biaya modal perusahaan keseluruhan akan mencerminkan biaya-biaya
yang dikombinasikan dari semua sumber keuangan yang digunakan perusahaan
yang disebut biaya modal rataan tertimbang (Weight Average Cost of Capital atau
WACC). WACC adalah rataan tertimbang dari biaya setelah pajak atas masingmasing sumber modal yang digunakan perusahaan, dimana bobot mencerminkan
proporsi masing-masing sumber (biaya dari setiap komponen modal, hutang
jangka pendek, hutang jangka panjang dan ekuitas pemegang saham).
Konsekuensinya WACC merupakan tingkat pengembalian hasil yang harus
didapat perusahaan atas investasinya, sehingga dapat memberi kompensasi pada
kreditur dan pemegang saham dengan tingkat pengembalian yang diharapkan
(Keown et al. 2004).
Menurut Kamaludin dan Indriani (2001), biaya komponen hutang yang
digunakan untuk kalkulasi biaya modal rataan tertimbang adalah suku bunga
daripada hutang (rd) dikalikan (1-T), dimana T adalah tarif pajak perusahaan
bersangkutan. Biaya ekuitas dapat diperoleh dari laba bersih dibagi total ekuitas.
Laba bersih disini merupakan pendekatan biaya ekuitas dengan laba ditahan baru.
Dalam hubungan biaya modal, hal ini disebut ekuitas internal karena perusahaan
itu sendiri, melalui investasi kembali dari laba dengan menyediakan dana internal
(Margaretha 2011).
Hasil perhitungan EVA akan benilai lebih besar dari nol (positif), lebih kecil
dari nol (negatif) dan sama dengan nol (Poeradisastra 2003), berarti :
14
a. Kondisi EVA positif (EVA > 0) mencerminkan tingkat kompensasi (nilai
kekayaan) yang lebih tinggi daripada tingkat biaya modal. Ini berarti
manajemen telah mampu menciptakan peningkatan nilai kekayaan perusahaan.
Semakin positif EVA, berarti semakin bagus kinerja perusahaan tersebut, yaitu
manajemen telah menjalankan tugasnya dengan baik.
b. Kondisi EVA negatif (EVA < 0) menunjukan adanya penurunan nilai kekayaan
karena laba yang tersedia tidak mampu memberikan kompensasi setimpal
dengan investasi yang ditanam.
c. Kondisi EVA sama dengan nol (EVA = 0) berarti laba yang tersedia impas
untuk memenuhi harapan pemodal dan kinerja keuangan perusahaan masih
tergolong sehat.
Market Value Added
Market Value Added (MVA) merupakan pendekatan alternatif sebagai
ukuran profitabilitas yang dapat mengukur kinerja manajerial dalam suatu periode
tertentu. Tujuan normatif bagi manajer keuangan perusahaan adalah
memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Para pemegang saham akan menjadi
makmur apabila perbedaan antara nilai pasar ekuitas dan jumlah yang
diinvestasikan terjadi peningkatan nyata. Perbedaan kedua nilai tersebut adalah
MVA atau nilai tambah pasar. MVA tidak lain adalah pengurangan antara nilai
pasar ekuitas dengan modal ekuitas yang diinvestasikan (Kamaludin dan Indriani
2012). MVA juga merupakan refleksi dari harapan investor atas total nilai yang
mereka harapkan dari perusahaan untuk menciptakan nilai masa depan dengan
modal yang diinvestasikan pada perusahaan (Keown et al. 2010).
Jadi dapat disimpulkan jika MVA merupakan suatu pengukur kinerja yang
tepat untuk menilai sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi
pemiliknya melalui kegiatannya di pasar modal. Indikator yang digunakan untuk
mengukur MVA adalah (1) MVA > 0, bernilai positif, perusahaan berhasil
meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana. (2)
jika MVA < 0, bernilai negatif, perusahaan tidak berhasil meningkatkan nilai
modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
EVA dan MVA memiliki hubungan, namun hubungan antara EVA dan
MVA merupakan hubungan yang tidak langsung. Jika pada perusahaan memiliki
sejarah EVA yang bagus maka secara tidak langsung juga memiliki MVA yang
RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN
HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SEKTOR PROPERTI
DI BURSA EFEK INDONESIA
PUTRI FIKA HIDAYANSYAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Pengaruh Pengungkapan
Corporate Social Responsibility terhadap Kinerja Keuangan dan Harga Saham pada
Perusahaan Sektor Properti di Bursa Efek Indonesia adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Putri Fika Hidayansyah
NIM H251130236
ii
RINGKASAN
PUTRI FIKA HIDAYANSYAH. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social
Responsibility terhadap Kinerja Keuangan dan Harga Saham pada Perusahaan
Sektor Properti di Bursa Efek Indonesia. Dibimbing oleh H MUSA HUBEIS dan
ABDUL KOHAR IRWANTO.
Perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya tidak hanya
bertanggungjawab terhadap para pemilik (shareholder), tetapi juga pada
stakeholder. Kegiatan operasional perusahaan dilakukan dengan tujuan utama
memaksimalkan nilai perusahaan (shareholder value) dengan mempertimbangkan
laba sebagai salah satu faktornya dan kegiatan perusahaan juga membawa dampak
bagi kondisi lingkungan, social dan masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan
beroperasi. Oleh sebab itu, perusahaan berkewajiban memberikan sumbangan
kepada masyarakat secara keseluruhan. Untuk memenuhi kewajiban perusahaan
tersebut dapat diterapkan suatu sistem yang disebut Corporate Social
Responsibility (CSR).
Tujuan utama para investor menanamkan modalnya pada perusahaan adalah
mendapatkan return (tingkat pengembalian). Untuk mendapatkan return
maksimal dari investasinya, investor perlu menganalisis informasi guna
mengetahui perusahaan mana yang akan memberikan tingkat pengembalian
maksimal dari modal yang ditanamkan. Oleh karena itu perlunya untuk
mengetahui kinerja keuangan perusahaan dan bagaimana pengaruhnya terhadap
harga saham atau kinerjanya di pasar modal dan bagaimana perusahaan menjaga
keberlangsungan bisnisnya melalui kegiatan CSR.
Tujuan penelitian ini menganalisis pengaruh pengungkapan CSR terhadap
Corporate Financial Performance (CFP)/kinerja keuangan dan harga saham
secara parsial dan simultan. Penelitian ini menggunakan contoh perusahaan
properti di Bursa Efek Indonesia yang dipilih secara purposive sampling. Data ini
menggunakan data primer dan sekunder. Metode pengolahan dan analisis data
sekunder menggunakan analisis rasio keuangan Net Profit Margin (NPM), quick
ratio, Price Earning Ratio (PER), Economic Value Added (EVA), Market Value
Added (MVA) dan return saham. Pengujian hubungan pengaruh CSR terhadap
kinerja keuangan dan harga saham menggunakan Structural Equation Modelling
(SEM) dan Microsoft Excel 2010. Analisis data primer melalui wawancara
mendalam pada perusahaan yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan jika indikator yang valid sebagai alat ukur
konstruk CSR pada sektor properti adalah indikator lingkungan, Hak Asasi
Manusia (HAM) dan masyarakat, sedangkan indikator ekonomi dan sosial tidak
valid. Indikator kinerja keuangan yang valid sebagai alat ukur konstruk hanya
MVA, sedangkan NPM, PER, quick ratio dan EVA, tidak valid sebagai alat ukur
konstruk. Sedangkan return saham valid sebagai alat ukur konstruk harga saham.
Dari hasil pengujian hipotesis terlihat CSR berpengaruh nyata terhadap CFP
namun berhubungan negatif, pengungkapan CSR tidak berpengaruh nyata
terhadap harga saham dan CFP tidak berpengaruh nyata terhadap harga saham.
Kata kunci : Corporate Social Responsibility, harga saham, kinerja keuangan,
sektor property
iii
SUMMARY
PUTRI FIKA HIDAYANSYAH. Influence of Disclosure Corporate Social
Responsibility on Financial Performance and Stock Price at Property Sector in
Indonesia Stock Exchange. Supervised by H MUSA HUBEIS and ABDUL
KOHAR IRWANTO.
Company has performed its operational activities, not only responsible for
the owners (shareholders), but also on stakeholders. Company operation has
performed with main goal to maximize company value (shareholder value)
considering profit as one of factor, and the company's activities have impact the
environment, social and community, especially around the company operates.
Therefore, company has obliged to contribute to the community overall. In order
to comply with the government regulation, companies must conduct Corporate
Social Responsibility (CSR).
The main purpose of investors to invest in the company have got return (rate
of return). To getting the maximum return on investment, investors have needed
analyze information in order to determine which company to given maximum
returns on invested capital. Therefore, investors have needed to know the
company's financial performance and how they affect stock prices or performance
in the stock market, and how the company sustain its business through its CSR
activities.
The purpose of this study analyzed influence of CSR on Corporate Financial
Performance (CFP) and stock prices partially and simultaneously. This study used
a sample of property companies in the Stock Exchange selected by purposive
sampling. This data used primary and secondary data. Method processing and
secondary data analysis used financial ratio Net Profit Margin (NPM), quick ratio,
Price Earning Ratio (PER), Economic Value Added (EVA), Market Value Added
(MVA) and stock return. Test of influence relationship CSR to financial
performance and stock pprice used Structural Equation Modeling (SEM),
Microsoft Excel 2010 and analysis trend and forecasting used MINITAB14.
Analysis of primary data through indepth interviews at companies selected based
on specific criteria
Results showed valid indicator as a measurement construct of CSR in the
property sector, environment, human rights, society but the economic and social
indicators not valid. Valid indicator of financial performance as a measurement
construct only MVA, whereas NPM, PER, quick ratio and EVA, not valid as a
measurement construct. While stock return valid as measure of construct stock
price. From the results of hypothesis testing showed CSR disclosure significant
effect on the corporate financial performance (CFP) but negatively related, the
disclosure of CSR no significant effect on the stock price and financial
performance no significant effect on stock prices.
Keywords : CSR, financial performance, property sector, stock prices
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
v
PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN
HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SEKTOR PROPERTI
DI BURSA EFEK INDONESIA
PUTRI FIKA HIDAYANSYAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
vi
Dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Tb. Nur Ahmad Maulana, PhD.
MSc. MBA
vii
Judul Tesis : Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap
Kinerja Keuangan dan Harga Saham pada Perusahaan Sektor
Properti di Bursa Efek Indonesia.
Nama
: Putri Fika Hidayansyah
NIM
: H251130236
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS Dipl Ing DEA
Ketua Komisi Pembimbing
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Anggota Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Manajemen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 27-11-2014
Tanggal Lulus :
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Pengaruh Pengungkapan Corporate Social
Responsibility terhadap Kinerja Keuangan dan Harga Saham pada Perusahaan
Sektor Properti di Bursa Efek Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Pror Dr Ir H Musa Hubeis, MS
Dipl Ing DEA dan Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc selaku pembimbing
yang telah memberikan bimbingan yang luar biasa kepada penulis selama
menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Tb Nur Ahmad Maulana, PhD MSc MBA selaku dosen penguji luar komisi
pada ujian tesis yang telah membertikan masukan yang sangat bermanfaat
sehingga karya ilmiah ini menjadi lebih baik. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada bapak, ibu, kakak adik, dan seluruh keluarga serta Adi
Permana, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada teman-teman seperjuangan Nurul, Apu, Mbak Lita, Kak Irwan,
Pak Rizky, Kak Denda, Mbak Vero, Pak Fathur, Bu Herlina, Pak Husein, Mbak
Herty dan Pak Usep yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis, serta terima kasih kepada Mas Ujang dan Pak Hermawan yang telah
membantu dalam hal administrasi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Putri Fika Hidayansyah
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
4
5
5
TINJAUAN PUSTAKA
Corporate Social Responsibility
Hubungan CSR dengan Kinerja Keuangan dan Kinerja Pasar
Pandangan Perusahaan tentang Social Responsibility
GRI dan Panduan Laporan Keberlanjutan GRI
Corporate Financial Performance
Penelitian Terdahulu yang Relevan
METODE PENELITIAN
6
6
7
9
10
11
15
17
Kerangka Pemikiran Penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
17
18
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
22
Hasil perhitungan Knerja Keuangan dan Return Saham
Analisis Model Awal
Evaluasi Model Pengukuran Mode Reflektif
Evaluasi Model Struktural
Evaluasi Peubah Moderating
Evaluasi CSR dari Hasil Wawancara terhadap Perusahaan Properti
Implikasi Manajerial
22
24
27
29
34
36
38
KESIMPULAN DAN SARAN
40
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
46
RIWAYAT HIDUP
65
x
DAFTAR TABEL
1 Perusahaan yang dijadikan contoh penelitian
2 Peubah dan indikator penelitian
3 Perhitungan QR, NPM, PER, MVA, EVA, return saham dalam rataan 5
tahun (2008-2012)
4 Nilai outers loadings
5 Overview dari model akhir
6 Hasil penilaian kriteria dan nilai standar mode reflektif
7 Analisis validitas diskriminan kriteria cross loading
8 Nilai analisis model inner vs nilai standar
9 Nilai hasil bootstrap koefisien path
10 Output dari model peubah pemoderasi
11 Hasil Bootstrapping peubah pemoderasi
12 Perbandingan R2 dengan dan tanpa interaksi
13 Perbedaan pandangan dan pelaksanaan terkait CSR
14 Laba Bersih Per Sektor di BEI (dalam Rp Miliar)
15 Pertumbuhan Laba Bersih (dalam %)
16 Skor indikator CSR perusahaan properti di BEI
17 Hasiil perhitungan kinerja keuangan dan return saham
19
19
23
27
28
28
29
30
31
35
35
35
36
58
59
59
62
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Perusahaan pengguna standar GRI
Trend analysis dan forecasting dana CSR perusahaan sektor properti
Trend analysis dan forecasting harga saham perusahaan sektor properti
Grafik Perbandingan return indeks sektor properti dengan return indeks
IHSG tahun 2008-2012
5 Rentang tanggungjawab perusahaan
6 Kerangka pemikiran penelitian
7 Model Persamaan
8 Hasil analisis model awal
9 Hasil analisis model akhir
10 Trend analysis dan forecasting tingkat pertumbuhan dana CSR
11 Trend analysis dan forecasting tingkat pertumbuhan laba
12 Trend analysis dan forecasting tingkat pertumbuhan saham perusahaan
13 Model output dari analisis peubah pemoderasi
1
3
3
4
8
18
21
25
25
31
32
32
34
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Standar GRIm
Pasal-Pasal terkait CSR
Daftar pertanyaan wawancara
Hasil wawancara pada PT Bakrieland Development, Tbk
Hasil analsis pada laporan tahunan perusahaan
Laba bersih setiap sektor dan tingkat pertumbuhannya
Perhitungan skor CSR dan kinerja keuangan
46
50
53
54
56
57
58
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan operasional perusahaan dilakukan dengan tujuan utama
memaksimalkan nilai perusahaan (shareholder value) dengan mempertimbangkan
laba sebagai salah satu faktornya dan perusahaan juga bertanggungjawab terhadap
stakeholder, seperti pemerintah, perusahaan pesaing, masyarakat sekitar,
lingkungan, lembaga di luar perusahaan (LSM dan sejenisnya), para pekerja
perusahaan, kaum minoritas dan lainnya yang keberadaanya mempengaruhi dan
dipengaruhi perusahaan serta memiliki hubungan baik bersifat langsung maupun
tidak langsung (Hadi 2014). Kegiatan operasional perusahaan tentunya membawa
dampak bagi kondisi lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat, khususnya di
sekitar perusahaan beroperasi (Harahap 2002). Crowther dalam Hadi (2014)
menyatakan, jika aktivitas perusahaan berdampak pada lingkungan ekternal, untuk
itu sudah seharusnya ada kebijakan akuntansi yang melaporkan dampak
perusahaan tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban yang disebut Corporate
Social Responsibility (CSR) sebagai langkah nyata dalam memberikan sumbangan
kepada masyarakat (Hadi 2014).
Implementasi kegiatan CSR di Indonesia sendiri, sudah dimulai sejak awal
tahun 2000-an, walaupun kegiatan dengan esensi yang sama telah berjalan sejak
tahun 1970-an (Rahim 2012). Permasalahan dalam kegiatan CSR adalah
pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan di Indonesia belum diatur dalam
suatu standar dan masih bersifat sukarela, sehingga perusahaan dalam melaporkan
kegiatan CSR nya dengan berbagai bentuk. Selain itu di Indonesia belum ada
peraturan yang mewajibkan setiap perusahaan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) maupun swasta untuk membuat laporan CSR secara berkelanjutan,
sehingga dari 450 perusahaan terbukas di Indonesia hanya 40 perusahaan yang
membuat laporan keberlanjutan CSR yang merujuk pada standar Global
Reporting Intiatives (GRI) dan sebagian besar dari perusahaan di sektor
pertambangan (Jalal 2012).
Sumber : Jalal (2012)
Gambar 1 Perusahaan pengguna standar GRI
2
Pada Gambar 1 terlihat mayoritas perusahaan belum melaporkan kegiatan
CSR dengan standar GRI, namun penggunaanya semakin tahun semakin
meningkat (Jalal 2012). Sejak tahun 2001 hingga 2010 telah terjadi peningkatan
40% dari perusahaan yang mengadopsi standar GRI untuk kegiatan CSR nya. Hal
ini menunjukkan bahwa perusahaan dan investor saat ini tidak hanya fokus dan
melihat kondisi perusahaan dari segi kinerja keuangan, namun juga melihat
bagaimana perusahaan menjaga keberlangsungan bisnisnya dengan lingkungan
dan masyarakat di masa depan (Gunawan 2011). Tetapi masih terjadi perdebatan
para ahli sampai saat ini antara hubungan CSR dengan Corporate Financial
Performance (CFP) (Chen and Wang 2011), dan mengingat tujuan utama
perusahaan dalam kegiatan operasionalnya adalah memaksimalkan laba untuk
kepentingan para pemegang saham. Berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan,
hubungan CSR dan CFP masih dalam pertanyaan apakah CSR dapat
meningkatkan nilai, menurunkan nilai, atau bahkan tidak ada hubungannya sama
sekali (Jo and Harjoto 2011).
Tujuan utama para investor menanamkan modalnya pada perusahaan berupa
pembelian saham suatu perusahaan adalah mendapatkan return (tingkat
pengembalian) baik yang berasal dari capital gain saat terjadi transaki jual beli
saham maupun adanya pemberian laba berupa dividen yang berasal dari laba
bersih perusahaan. Untuk mendapatkan return maksimal dari investasinya,
investor perlu menganalisis informasi guna mengetahui perusahaan mana yang
akan memberikan tingkat pengembalian maksimal dari modal yang ditanamkan.
Oleh karena itu perlunya untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan dan
bagaimana pengaruhnya terhadap harga saham atau kinerjanya di pasar modal,
selain itu investor juga perlu mengetahui bagaimana perusahaan menjaga
keberlangsungan bisnisnya melalui CSR
Berdasarkan penjelasan di atas terdapat hubungan antara CSR, CFP dan
harga saham. Oleh karena itu, penelitian ini akan melihat bagaimana pengaruh
CSR terhadap CFP dan harga saham yang akan difokuskan pada perusahaan yang
bergerak pada sektor properti di Indonesia yang saat ini sedang booming. Menurut
Winston (2014), prospek industri konstruksi dan properti cukup cerah. Hal ini
ditopang oleh kelanjutan program Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dalam jangka panjang. Peningkatan
prospek bisnis properti dapat dilihat dari peningkatan laba bersih sektor properti
yang meningkat hampir 64% (Bloomberg 2014). Selain itu, kegiatan operasional
sektor properti tentunya membawa dampak terhadap lingkungan dan masyarakat
seperti pengambilan lahan yang besar untuk proses pembangunan sehingga
berkurangnya lahan hijau, adanya kesenjangan sosial disekitar proyek,
pencemaran air dan udara, dan lain sebagainya. Newel dan Chyi (2012)
menyatakan tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) telah menjadi sosok yang
meningkat dan penting dalam beberapa tahun terakhir. Investor properti telah
memberikan prioritas pada indikator lingkungan, social, Good Corporate
Govermance (GCG) dalam pengambilan keputusan investasi propertinya.
Peningkatan fokus kegiatan CSR dan kondisi keuangan perusahaan menjadi
perhatian investor dalam mengambil keputusan investasi, sehingga dapat menilai
apakah komitmen untuk CSR oleh sektor properti cocok dengan kinerja keuangan
dan nilai tambah investasi.
3
Trend Analysis Rataan Dana CSR Perusahaan Sektor Properti
Quadratic Trend Model
Yt = 1391446229 + 1711885460*t - 105822396*t**2
9000000000
Variable
A ctual
Fits
Forecasts
Rataan Dana CSR (Rp)
8000000000
7000000000
A ccuracy Measures
MA PE
6,84816E+00
MA D
3,31899E+08
MSD
1,51667E+17
6000000000
5000000000
4000000000
3000000000
2000000000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2017
Tahun
Sumber : Laporan tahunan perusahaan sektor properti (diolah)
Gambar 2 Trend analysis dan forecasting dana CSR perusahaan sektor properti
Trend Analysis Harga Saham Sektor Properti
Quadratic Trend Model
Yt = 439,822 - 107,548*t + 37,0732*t**2
Variable
A ctual
Fits
Forecasts
3000
Harga Saham (Rp)
2500
A ccuracy Measures
MA PE
4,161
MA D
20,551
MSD
515,954
2000
1500
1000
500
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
2014 2015 2016 2017
Sumber : Laporan tahunan perusahaan sektor properti (diolah)
Gambar 3
Trend analysis dan forecasting
properti
harga saham perusahaan sektor
Berdasarkan hasil pra penelitian yang terlihat pada Gambar 2, jika dana
CSR dari tahun 2008-2011 memiliki trend meningkat namun dari tahun 2012
sampai peramalan tahun 2017 memiliki trend yang menurun. Berbeda dengan
trend harga saham yang ditunjukkan Gambar 3 memiliki trend meningkat dan
peramalan lima tahun kedepan memiliki trend meningkat. Dari hasil tersebut
menunjukkan fenomena yang berlainan, dimana dana CSR yang memiliki
forecasting menurun namun kecendrungan harga saham yang meningkat. Dari
hasil tersebut akan ditelitii bagaiman sebenarnya pengaruh CSR dengan nilai
saham perusahaan khususnya yang bergerak di sektor properti.
Return Indeks
4
1.200
1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
-0.200
-0.400
-0.600
2008
2009
2010
2011
2012
Return Indeks Properti
-0.429
0.743
0.672
1.091
0.639
Return Indeks IHSG
-0.053
-0.035
0.537
0.210
0.093
Sumber : Laporan tahunan perusahaan sektor properti (diolah) dan yahoo finance (diolah)
Gambar 4
Grafik perbandingan return indeks sektor properti dengan return
indeks IHSG tahun 2008-2012
Berdasarkan Gambar 4, terlihat return indeks sektor properti menunjukkan
nilai lebih tinggi jika dibandingkan return indeks IHSG. Penggunaan pembanding
IHSG dikarenakan IHSG merupakan nilai yang dijadikan acuan tentang arah
pertumbuhan pasar modal di Indonesia. Dari Gambar 4, tingkat pengembalian
investasi sektor properti memiliki prospek yang baik di pasar modal dan saham
perusahaan sektor properti layak untuk dibeli karena memilki return lebih tinggi
dari return pasar (Indonesia Market Quotes 2014). Dari hasil pra penelitian
tersebut, maka penelitian ini akan mengkaji apakah kondisi return indeks saham
yang baik di pengaruhi dengan kinerja keuangan yang baik dari sisi internalnya
dan dari sisi eksternal, yaitu hubungan baik perusahaan dengan masyarakat dan
lingkungan sekitarnya dan melihat apakah CSR oleh sektor properti cocok dengan
kinerja keuangan dan nilai tambah investasi.
Perumusan Masalah
CSR merupakan suatu kegitan yang tidak hanya sekedar meningkatkan
reputasi perusahaan namun dalam jangka panjang menjaga keberlangsungan
hidup suatu perusahaan. Kegiatan CSR juga memberikan dampak positif bagi
lingkunagn dan masyarakat. Menurut Reny dan Retno (2012), CSR
mempengaruhi citra perusahaan yang nantinya akan meningkatkan loyalitas
konsumen, sehingga meningkatkan profitabilitas perusahaan dan nantinya dalam
jangka waktu tertentu meningkatkan nilai saham perusahaan. Tetapi CSR
perusahaan sering hanya dipandang sebagai biaya yang dapat mengurangi laba
perusahaan dan nilai perusahaan, sehingga masih terjadi perdebatan bagaimana
sebenarnya hubungan CSR dengan kinerja keuangan dan nilai suatu perusahaan,
dimana nilai perusahaan digambarkan oleh harga saham perusahaan.
Peubah penelitian seperti CSR, CFP dan harga saham merupakan peubah
laten, dimana peubah direfleksikan ke dalam beberapa indikator. Hubungan
antarpeubah yang diuji dalam penelitian ini bersifat multiple relationship,
sehingga satu peubah dapat berfungsi sebagai peubah eksogen maupun sebagai
peubah endogen. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
5
1. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap CFP pada perusahaan
contoh yang diteliti ?
2. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap harga saham pada
perusahaan contoh yang diteliti ?
3. Apakah CFP berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan contoh yang
diteliti ?
4. Apakah pengaruh pengungkapan CSR terhadap kinerja keuangan dan harga
saham mampu menilai kinerja perusahaan di sektor properti dan dapat
memberikan rekomendasi bagi perusahaan dan keputusan investor ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini
dilakukan dengan tujuan:
1. Menganalisis pengaruh pengungkapan CSR terhadap CFP pada perusahaan
contoh yang diteliti.
2. Menganalisis pengaruh pengungkapan CSR terhadap harga saham pada
perusahaan contoh yang diteliti.
3. Menganalisis pengaruh CFP terhadap harga saham pada perusahaan contoh
yang diteliti.
4. Menganalisis pengaruh pengungkapan CSR terhadap CFP dan harga saham
untuk menilai kinerja perusahaan di sektor properti dan memberikan
rekomendasi bagi perusahaan dan keputusan investor.
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah:
Bagi perusahaan
Memberikan masukan dan bahan pertimbangan dalam pengungkapan informasi
CSR guna meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Bagi pemerintah
Memberikan masukan dan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan
terkait CSR.
Bagi investor
Memberikan masukan untuk pengambilan keputusan investasi pada perusahaan
yang telah menerapkan CSR.
Bagi masyarakat umum/akademis
Memberikan informasi bermanfaat, serta dapat menambah pengetahuan dan
bukti empiris terkait CFP, CSR dan harga saham. Penelitian juga dapat
dijadikan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Bagi penulis
Menambah wawasan, serta pengetahuan penulis mengenai hubungan CSR,
CFP dan harga saham.
6
TINJAUAN PUSTAKA
Corporate Social Responsibility
The world Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah
lembaga internasional yang berdiri tahun 1955 dan beranggotakan 120 perusahaan
multinasional berasal dari 30 negara di dunia lewat publikasinya “Making Good
Business Sense” mendefinisikan CSR sebagai suatu bentuk tindakan yang
berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan
ekonomi dibarengi dengan peningkatan mutu hidup bagi karyawan berikut
keluarganya, serta sekaligus peningkatan mutu hidup masyarakat sekitar dan
masyarakat secara lebih baik (Hadi 2014).
Pengertian menurut World Bank, CSR adalah komitmen dari bisnis untuk
berkontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan untuk meningkatkan
mutu kehidupan sehingga, berdampak baik bagi bisnis sekaligus kehidupan
sosial. Pengertian CSR menurut ISO 26000 (2012) adalah tanggungjawab
sebuah organisasi terhadap dampak dari keputusan dan kegiatannya pada
masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan
dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan
masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan
hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi
dengan organisasi secara menyeluruh.
Saat ini terdapat banyak pengertian CSR di Indonesia. Banyaknya
pengertian
tersebut
menimbulkan
penafsiran
berbeda-beda
dalam
implementasinya di masyarakat. Istilah CSR di Indonesia beragam padanannya,
seperti Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), Tanggungjawab Sosial
Perusahaan (TJSP), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), dan
Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha (TJSDU).
PKBL dan TJSL (istilah dalam UU Perseroan Terbatas), TJSP (istilah dalam
UU Penanaman Modal). PKBL adalah aturan mengenai pendanaan, pelaksanaan
dan pelaporan fungsi sosial BUMN. TJSL adalah pewajiban bagi seluruh
perusahaan terbatas di Indonesia taat pada seluruh regulasi yang ada. TJSP adalah
pewajiban bagi penanam modal asing maupun dalam negeri untuk menjaga
hubungan dengan masyarakat local, sehingga, makna yang terkandung dalam
seluruh konsep tersebut sesungguhnya hanyalah sebagian kecil dari pengertian
CSR (CSR Indonesia 2014).
Istilah TJSL dipakai dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UU PT). Pasal 1 ayat (3) menyebutkan Tanggungjawab Sosial
Lingkungan (TJSL) adalah “komitmen Perseroan untuk berperanserta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan mutu kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat,
maupun masyarakat pada umumnya”. Pengertian CSR juga dinyatakan dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam
Undang-Undang tersebut istilah yang digunakan bukan CSR, melainkan
Tanggungjawab Sosial Perusahaan (TJSP). Ketentuan Pasal 15 huruf b
menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung
jawab sosial perusahaan”. Undang-Undang Penanaman Modal telah mengatur
7
sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha perseorangan yang tidak
melakukan TJSP (Pasal 34), sanksinya hanya dapat dikenakan terhadap investor
asing dan belum mengatur secara tegas bagi perusahaan nasional. Istilah lain yang
sering digunakan untuk CSR adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL). PKBL digunakan, misalnya, dalam Peraturan Menteri Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) Nomor: PER-20/MBU/2012 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007
Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan. PK pengertiannya adalah “program untuk
meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN”. Sedangkan BL pengertiannya adalah
“program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN” (Trimaya 2014).
Menurut Untung (2009), dalam prinsip CSR, perusahaan tidak lagi
diahadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu
nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuanganya
(financial) saja yang mana lebih berorientasi jangka pendek, tetapi tanggungjawab
perusahaan harus berpijak pada tripel bottom lines, yaitu profit, people, dan planet.
Menurut Hadi (2014), Profit merupakan bentuk tanggungjawab yang harus
dicapai perusahaan dan merupakan orientasi utama perusahaan. Peningkatan
kesejahteraan personil perusahaan, meningkatkan kesejahteraan pemilik,
kontribusi kepada masyarakat melalui pembayaran pajak, melakukan ekspansi
usaha membutuhkan sumber dana, yang mana hal itu dapat dilakukan jika
didukung kemampuan menciptakan keuntungan (profit) perusahaan. People
merupakan lingkungan masyarakat dimana perusahaan berada. Perusahaan tidak
mampu menjalankan operasi secara survive tanpa didukung masyarakat sekitar.
Disitulah letak terpenting dari kemauan dan kemampuan perusahaan mendekatkan
diri dengan masyarakat lewat strategi social responsibility. Planet merupakan
lingkungan fisik perusahaan yang memiliki nyatasi terhadap eksistensi perusahaan
karena lingkungan tempat menopang perusahaan. Hubungan perusahaan dengan
alam yang bersifat sebab akibat, sehingga kerusakan lingkunga akan
menghancurkan perusahaan dan masyarakat.
Praktik CSR selama ini biasanya diukur dari sudut berapa besar uang yang
dikeluarkan perusahaan dalam membiayai kegiatan CSR tersebut. Namun
sebenarnya ada nilai intangible lain yang lebih penting yang tidak dapat diukur
dengan uang, yaitu ukuran tentang bagaimana perusahaan menjaga hubungan baik
dan peduli terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya (Untung 2009).
Hubungan CSR dengan Kinerja Keuangan dan Kinerja Pasar
Undang-undang Nomor 40 pasal 1 ayat 3 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, menyatakan “Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen
Perseroan berperanserta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan mutu kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
Perseroan, komunitas ssetempat, maupun masyarakat pada umumnya”.
Kandungan pasal tersebut secara jelas menunjukkan bahwa perusahaan memiliki
tanggungjawab bukan hanya terhadap shareholder dan kreditur, sebagaimana
selama ini terjadi, melainkan juga kepada masyarakat sekitar (community) yang
8
secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi operasional perusahaan (Hadi
2014).
Dampak yang dirasakan perusahaan akibat kesalahan pengolahan
perusahaan dimata stakeholder adalah degradasi legitimasi perusahaan akibat
adanya incongruence antara ekspektasi stakeholder dengan kenyataan yang
diterima. Hasil penelitian Hadi (2009) menunjukkan dampak ketidaksesuaian
antara alokasi keberpihakan dimata stakeholder dengan kepentingan dan problem
yang dihadapi masyarakat memunculkan kontra produktif. Wujud kontra
produktif tersebut adalah meningkatnya klaim dan proses stakeholder terhadap
perusahaan, sehingga berdampak pada kinerja pasar dan keuangan perusahaan.
Hasil survei “The Millenium Poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh
Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of
Wales Business Leader Forum (London) terhadap 25000 responden di 23 negara
disurvei terkait social responsibility dalam membentuk opini dan citra perusahaan,
hasilnya 60% dari responden menyatakan bahwa etika bisnis, praktik sehat
terhadap karyawan, dampak lingkungan paling berperan membentuk reputasi
perusahaan. Sementara 40% responden berpendapat bahwa citra perusahaan dan
brand citra paling mempengaruhi kesan positif mereka. Dan dari seluruh
responden tersebut 50% berpendapat tidak akan membeli produk yang dihasilkan
perusahaan yang tidak berkomitmen terhadap social responsibility dan
menyebarkan reputasi tersebut kepada orang lain (Hadi 2014).
Stakeholder
Legal
Responsibility
Economic
Responsbility
Firm
Ethic
Responsibility
Citizenship
Responsibility
Sumber : Nor Hadi (2009)
Gambar 5 Rentang tanggungjawab perusahaan
Hadi (2009) menggambarkan konseep segi empat tanggung jawab
perusahaan terhadap stakeholder. Gambar 5 menunjukkan perusahaan merupakan
bagian dari masyarakat yang lebih luas (stakeholder), sehingga operasional
perusahaan harus dipertanggungjawabkan baik menurut norma, etika, legal,
ekonomi, maupun bertindak untuk kepentingan masyarakat (citizenship).
Gambar 5 menjelaskan, bahwa dari sisi tanggungjawab perusahaan secara
ethic, perusahaan berkewajiban melakukan aktivitas bisnis didasarkan etika bisnis
yang sehat. Perusahaan tidak diperkenankan melakukan aktivitas yang
menyimpang secara etika, baik dilihat dari aspek norma bisnis, masyarakat, agama,
9
budaya, lingkungan dan lainnya. Landasan filosofis perusahaan yang dijadikan
pijakan untuk merumuskan visi, misi, tujuan dan strategi harus didasarkan dalam
kerangka sikap etis. Tanggung jawab dari aspek legal memiliki arti jika
operasional perusahaan hendaknya dilakukan sesuai dengan kaidah peraturan
perundangan sebab perusahaan sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas
berkepentingan untuk memenuhi aturan legal formal.
Tanggungjawab dalam aspek ekonomi, berarti keberadaan perusahaan
didasarkan tujuan utama, yaitu memperoleh keuntungan dalam rangka menjaga
going concern perusahaan, serta meningkatkan kesejahteraan bagi shareholder.
Untuk itu perusahaan memiliki tanggungjawab menjamin dan meningkatkan
kesejahteraan terhadap pemegang saham. Perusahaan yang struktur modalnya
terdiversifikasi atas hutang juga bertanggungjawab pada para kreditur, yaitu
berupa mengembalikan pinjaman dan bunganya.
Tanggungjawab bersifat citizenship, berarti perusahaan bukan hanya
bertanggungjawab terhadap pemegang saham, namun juga bertanggungjawab
terhadap masyarakat dan lingkungan fisik sekitarnya. Perusahaan berkewajiban
mengembalikan sebagian keuntungan yang diperoleh untuk kesejahteraan
masyarakat, perbaikan kerusakan yang ditimbulkan dan memberikan nilai timbal
balik kepada para pemangku kepentingan. Dengan demikian perusahaan harus
melakukan tindakan tanggungjawab sosial dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari operasionalnya.
Prinsip Social Responsibility
Crowther dalam Hadi (2014) mengurai prinsip-prinsip tanggungjawab sosial
menjadi tiga, yaitu :
1. Sustainability, berkaitan dengan perusahaan dalam melakukan aktivitas dengan
tetap memperhitungkan keberlanjutan sumber daya di masa depan.
2. Accontability, merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab
atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dapat dijadikan media
perusahaan untuk membangun citra dan network terhadap para pemangku
kepentingan, serta bermanfaat dalam mendukung pengambilan keputusan. Hadi
(2009) mengatakan tingkat keluasan informasi laporan perusahaan memiliki
konsekuensi sosial maupun ekonomi. Tingkat akuntabilitas dan tanggungjawab
perusahaan menetukan legitimasi stakeholder eksternal serta meningkatkan
transaksi saham perusahaan.
3. Transparacy, merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal yang berperan
untuk mengurangi asimetri informasi.
Pandangan Perusahaan tentang Social Responsibility
Hasil penelitian Hadi (2009) menunjukkan jika biaya sosial yang
dikeluarkan perusahaan memiliki manfaat meningkatkan kinerja sosial, yaitu
meningkatkan legitimasi dan mengurangi komplain stakeholder, meningkatkan
citra, baik di pasar barang maupun pasar modal. Namun ternyata perusahaan
memandang secara berbeda. Perbedaan persepsi tersebut berada secara diametral,
yaitu terdapat perusahaan yang memandang bahwa CSR bukan merupakan
kewajiban mereka, bahkan CSR mengandung biaya yang relatif besar yang justru
10
mengganggu profitabilitas perusahaan. Yusuf dalam Hadi (2014), memetakan
cara pandang perusahaan terhadap pelaksanaan CSR ke dalam tiga persepsi, yaitu:
1. Perusahaan melakukan CSR sekedar basa basi dan keterpaksaan, artinya
perusahaan melakukan CSR lebih karena mematuhi anjuran peraturan dan
perundangan, maupun tekanan eksternal. Disamping itu perusahaan melakukan
CSR untuk membangun citra positif, sehingga CSR bersifat jangka pendek dan
insidental. Contohnya bantuan pada bencana alam yang hanya untuk
meningkatkan simpati terhadap perusahaan, dimana kegiatan tersebut tidak
sampai pada mendorong penguatan kehidupan masyarakat pasca bencana.
2. CSR dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban, dilakukan atas dasar
anjuran regulasi yang harus dipatuhi, seperti UU No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dan peraturan lainnya.
3. Perusahaan melakukan CSR bukan hanya kewajiban namun beyond
compliance, dimana CSR ditempatkan sebagai bagian aktivitas perusahaan.
CSR tidak hanya diukur dari segi ekonomi, namun juga sebagai upaya
mematuhi perundangan, dan tanggungjawab terhadap masyarakat dan
lingkungan. Dengan demikian CSR didudukan sebagai kebutuhan dalam
mendukung going concern dan merupakan investasi jangka panjang yang dapat
mendukung keunggulan perusahaan, serta merupakan bagian strategi dari
perusahaan untuk bersaing dalam pasar.
GRI dan Panduan Laporan Keberlanjutan GRI
Global Reporting Initiative (GRI) didirikan pada tahun 1997 oleh sejumlah
perusahaan dan organisasi yang tergabung dalam koalisi untuk Ekonomi yang
Bertanggungjawab terhadap Lingkungan (Coalition for Environmentally
Responsible Economies/CERES), dengan misi mengembangkan panduan yang
berlaku secara global untuk melaporkan ekonomi, lingkungan dan kinerja sosial
(Triple Bottom Line), awalnya hanya untuk perusahaan dan pada akhirnya untuk
setiap bisnis atau pemerintah atau organisasi non-pemerintah (GRI dalam Hedberg
and Malmborg 2003).
GRI adalah organisasi nirlaba (non-profit organization), organisasi berbasis
jaringan, dalam menjalankan aktivitasnya melibatkan banyak profesional dan
organisasi dari berbagai sektor, konstituen dan daerah. Misi GRI adalah untuk
membuat standar praktek laporan keberlanjutan, untuk mengaktifkan semua
perusahaan dan organisasi untuk melaporkan aktivitas ekonomi, lingkungan,
kinerja sosial dan tata kelola, dan untuk menyiapkan panduan laporan
berkelanjutan dan dibagikan secara gratis (GRI 2013). Kerangka Pelaporan GRI
ditujukan sebagai sebuah kerangka yang dapat diterima umum dalam melaporkan
kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial dari organisasi. Kerangka ini didesain
untuk digunakan oleh berbagai organisasi yang berbeda ukuran, sektor dan
lokasinya. Kerangka ini juga memperhatikan pertimbangan praktis yang dihadapi
oleh berbagai macam organisasi, dari perusahaan kecil sampai kepada perusahaan
yang memiliki operasi ekstensif dan tersebar di berbagai lokasi. Kerangka
Pelaporan GRI mengandung kandungan isi umum dan sektor secara spesifik yang
telah disetujui oleh berbagai pemangku kepentingan di seluruh dunia dan dapat
diaplikasikan secara umum dalam melaporkan kinerja keberlanjutan dari sebuah
organisasi.
11
Kewajiban perusahaan dalam CSR tidak serta merta selesai setelah CSR
dilaksanakan, namun juga diikuti dengan pengungkapan penerapan CSR. Di
Indonesia, pengungkapan CSR merupakan suatu kewajiban. Namun terlepas dari
kewajiban tersebut, sangatlah penting bagi perusahaan untuk melakukan
pengungkapan CSR, dikarenakan pengungkapan CSR juga memberikan manfaat
berupa peningkatan citra perusahaan yang akan berpengaruh pada harga saham
dan tingkat penjualan perusahaan tersebut. Selain itu, pengungkapan CSR yang
dibuat dalam bentuk laporan juga bisa digunakan sebagai alat komunikasi dengan
para pemegang saham dan stakeholder lainnya serta sebagai bahan evaluasi untuk
penerapan program CSR yang lebih baik ke depannya.
Bentuk laporan pengungkapan CSR di Indonesia merujuk pada standar yang
dikembangkan oleh Global Reporting Intiatives (GRI). Pada tahun 2000, GRI
mempublikasikan sustainability reporting guidelines yang memberikan petunjuk
dalam pembuatan laporan dengan memperhatikan aspek ekonomi-sosiallingkungan. Guidelines GRI dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Penggunaan guidelines
Berisi informasi mengenai pedoman, termasuk deskripsi siapa yang harus
memanfaatkan dan bagaimana mempersiapkan laporan.
2. Prinsip pelaporan
Berisi tentang prinsip pelaporan dan bagaimana pengorganisasiannya.
3. Isi laporan
Terdiri atas visi, strategi, profil, struktur, sistem manajemen dan indikator
kinerja (ekonomi-sosial-lingkungan).
4. Glossary dan lampiran
Corporate Financial Performance
Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh
mana suatu perusahaan menggunakan aturan-aturan pelaksanan keuangan secara
baik dan benar. Kinerja keuangan juga digunakan untuk melakukan evaluasi untuk
menilai kinerja masa lalu, dan perediksi untuk melihat prospek masa depan
(Fahmi 2012a). Hasil evaluasi dan prediksi tersebut akan menghasilkan suatu
informasi mengenai mutu perusahaan yang berguna baik bagi perusahaan,
investor, pemerintah, dan pihak yang berkepentingan lainnya. Bagi perusahaan
hasil evaluasi dan prediksi tersebut digunakan untuk menilai kinerja internal
perusahaan, misalnya apakah kinerja seluruh karyawan sudah maksimal dalam
melakasanan kegiatan operasional perusahaan, apakah tujuan perusahaan telah
tercapai dan dapat digunakan sebagai pedoman untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja perusahaan.
Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan
adalah melalui analisis rasio keuangan (Munawir 2007). Menurut Keown et al.
(2004), rasio keuangan adalah alat utama untuk menganalisis keuangan. Rasio
tersebut memberikan dua (2) cara, bagaimana membuat perbandingan dan data
keuangan perusahaan, yang berarti (1) dapat meneliti rasio antar waktu untuk
meneliti arah pergerakannya dan (2) dapat membandingkan rasio perusahaan
dengan rasio perusahaan lainnya. Analisis laporan keuangan yang biasa digunakan
menurut Hanafi dan Halim (2007) adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio
profitabilitas dan rasio penilaian.
12
Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang menggambarkan keberhasilan
perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan (Fahmi 2012a), yang terdiri dari :
a. Net Profit Margin (NPM)
NPM merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan net income (laba bersih) dari kegiatan operasi pokoknya, atau
disebut tingkat kemampulabaan suatu perusahaan.
b. Return on Asset (ROA)
ROA merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba bersih atas total total aset yang dimiliki perusahaan dan
mengindikasi perusahaan menggunakan seluruh aset yang tersedia dengan baik.
ROA digunakan untuk mengevaluasi aktivitas keseluruhan perusahaan.
c. Return on Equity (ROE)
ROE mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola
ekuitas yang ada untuk mendapatkan laba bersih. ROE menunjukkan
efektivitas dan efisiensi pemakaian modal untuk menghasilkan laba. ROE
berhubungan langsung dengan kekayaan pemegang saham.
Rasio Likuiditas
Menurut Fahmi (2012b), rasio likuiditas merupakan kemampuan suatu
perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu.
Contohnya membayar listrik, telefon, gaji karyawan, air, gaji teknisi, gaji lembur
dan sebagainya. Rasio likuiditas sering disebut short term likuidity. Likuidiatas
tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi
juga berkaitan dengan kemampuan mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang
kas. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja,
yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan demikian rasio likuiditas
berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan, sehingga rasio ini memiliki
hubungan dengan harga saham perusahaan (Riyanto 2008). Rasio likuiditas secara
umum ada dua, yaitu rasio lancar (current Ratio) adalah ukuran yang umum
digunakan atas solvensi jangka pendek, kemampuan suatu perusahaan memenuhi
kebutuhan utang ketika jatuh tempo. Harus dipahami bahwa penggunaan current
ratio dalam menganalisis laporan keuangan hanya mampu memberi analisa secara
kasar, maka perlu adanya dukungan analisis secara kualitatif yang lebih
komprehensif, sehingga sebaiknya menggunakan Quick ratio atau rasio cepat.
Quick ratio adalah ukuran uji solvesi jangka pendek yang lebih teliti daripada
rasio lancar, karena pembilangnya mengeliminasi persediaan yang dianggap
aktiva lancar yang sedikit tidak likuid dan kemungkinan menjadi sumber kerugian.
Standar yang berlaku untuk menentukan apakah suatu perusahaan memiliki quick
ratio baik adalah lebih dari 100% Fahmi (2012a).
Rasio Penilaian
Rasio penilaian (valuation) menjadi tolok ukur yang menghubungkan harga
saham biasa dengan pendapatan perusahaan dan nilai buku saham. Dengan kata
lain rasio ini mencerminkan performance perusahaan secara keseluruhan. Oleh
karena itu, rasio ini merupakan pencerminan dari rasio resiko dan rasio
rentabilitas, atau dapat juga dikatakan rasio ini mengaitkan kondisi internal
13
dengan kondisi pasar/market measure (Sugiono 2009). Rasio ini terdiri dari price
earning ratio (PER) dan price to book value ratio (PBV).
PER adalah rasio yang membandingkan harga pasar saham biasa dengan
laba per saham (earning per share atau EPS). EPS didapat dari laba bersih
perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Semakin tinggi nilai PER
maka kinerja perusahaan juga semakin baik. Akan tetapi sebaliknya, jika PER
terlalu tinggi mengindikasikan bahwa harga saham yang ditawarkan terlalu tinggi
atau tidak rasional. Nilai PER yang ideal harus dibandingkan dengan rasio-rasio
lain yang bersifat rentabilitas dan rasio pertumbuhan (Sugiono 2009). Dalam
analisis PER juga dapat dibandingkan nilai PER antar perusahaann dalam satu
sektor sehingga dapat menilai nilai PER yang wajar pada perusahaan yang
bergerak dalam bidang yang sama di pasar modal.
Economic Value Added
Economic Value Added (EVA) merupakan pendekatan baru dalam penilaian
kinerja perusahaan dengan memperlihatkan kepentingan manajemen maupun para
penyedia dana secara adil (Young dan O’Byne 2001). EVA membantu manajer
memastikan bahwa perusahaannya dapat menambah nilai pemegang saham,
sementara investor dapat menggunakan EVA untuk mengetahui saham mana yang
akan meningkatkan nilainya. EVA adalah ukuran kinerja keuangan yang paling
baik untuk menjelaskan economic profit suatu perusahaan dan merupakan ukuran
kinerja keuangan yang berkaitan langsung dengan kemakmuran pemegang saham
sepanjang waktu (Pradhono 2004).
Menurut Young dan O’Byne (2001), EVA sama dengan Net Operating
Profit After Tax (NOPAT) dikurangi biaya modal. NOPAT merupakan laba
operasi perusahaan setelah pajak dan mengukur laba yang diperoleh dari operasi
berjalan. Biaya modal perusahaan keseluruhan akan mencerminkan biaya-biaya
yang dikombinasikan dari semua sumber keuangan yang digunakan perusahaan
yang disebut biaya modal rataan tertimbang (Weight Average Cost of Capital atau
WACC). WACC adalah rataan tertimbang dari biaya setelah pajak atas masingmasing sumber modal yang digunakan perusahaan, dimana bobot mencerminkan
proporsi masing-masing sumber (biaya dari setiap komponen modal, hutang
jangka pendek, hutang jangka panjang dan ekuitas pemegang saham).
Konsekuensinya WACC merupakan tingkat pengembalian hasil yang harus
didapat perusahaan atas investasinya, sehingga dapat memberi kompensasi pada
kreditur dan pemegang saham dengan tingkat pengembalian yang diharapkan
(Keown et al. 2004).
Menurut Kamaludin dan Indriani (2001), biaya komponen hutang yang
digunakan untuk kalkulasi biaya modal rataan tertimbang adalah suku bunga
daripada hutang (rd) dikalikan (1-T), dimana T adalah tarif pajak perusahaan
bersangkutan. Biaya ekuitas dapat diperoleh dari laba bersih dibagi total ekuitas.
Laba bersih disini merupakan pendekatan biaya ekuitas dengan laba ditahan baru.
Dalam hubungan biaya modal, hal ini disebut ekuitas internal karena perusahaan
itu sendiri, melalui investasi kembali dari laba dengan menyediakan dana internal
(Margaretha 2011).
Hasil perhitungan EVA akan benilai lebih besar dari nol (positif), lebih kecil
dari nol (negatif) dan sama dengan nol (Poeradisastra 2003), berarti :
14
a. Kondisi EVA positif (EVA > 0) mencerminkan tingkat kompensasi (nilai
kekayaan) yang lebih tinggi daripada tingkat biaya modal. Ini berarti
manajemen telah mampu menciptakan peningkatan nilai kekayaan perusahaan.
Semakin positif EVA, berarti semakin bagus kinerja perusahaan tersebut, yaitu
manajemen telah menjalankan tugasnya dengan baik.
b. Kondisi EVA negatif (EVA < 0) menunjukan adanya penurunan nilai kekayaan
karena laba yang tersedia tidak mampu memberikan kompensasi setimpal
dengan investasi yang ditanam.
c. Kondisi EVA sama dengan nol (EVA = 0) berarti laba yang tersedia impas
untuk memenuhi harapan pemodal dan kinerja keuangan perusahaan masih
tergolong sehat.
Market Value Added
Market Value Added (MVA) merupakan pendekatan alternatif sebagai
ukuran profitabilitas yang dapat mengukur kinerja manajerial dalam suatu periode
tertentu. Tujuan normatif bagi manajer keuangan perusahaan adalah
memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Para pemegang saham akan menjadi
makmur apabila perbedaan antara nilai pasar ekuitas dan jumlah yang
diinvestasikan terjadi peningkatan nyata. Perbedaan kedua nilai tersebut adalah
MVA atau nilai tambah pasar. MVA tidak lain adalah pengurangan antara nilai
pasar ekuitas dengan modal ekuitas yang diinvestasikan (Kamaludin dan Indriani
2012). MVA juga merupakan refleksi dari harapan investor atas total nilai yang
mereka harapkan dari perusahaan untuk menciptakan nilai masa depan dengan
modal yang diinvestasikan pada perusahaan (Keown et al. 2010).
Jadi dapat disimpulkan jika MVA merupakan suatu pengukur kinerja yang
tepat untuk menilai sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi
pemiliknya melalui kegiatannya di pasar modal. Indikator yang digunakan untuk
mengukur MVA adalah (1) MVA > 0, bernilai positif, perusahaan berhasil
meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana. (2)
jika MVA < 0, bernilai negatif, perusahaan tidak berhasil meningkatkan nilai
modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
EVA dan MVA memiliki hubungan, namun hubungan antara EVA dan
MVA merupakan hubungan yang tidak langsung. Jika pada perusahaan memiliki
sejarah EVA yang bagus maka secara tidak langsung juga memiliki MVA yang