Konstruksi Vektor Dan Ekspresi Protein Human Egfrviii Domain Ekstraseluler Pada Escherichia Coli

KONSTRUKSI VEKTOR DAN EKSPRESI PROTEIN HUMAN
EGFRvIII DOMAIN EKSTRASELULER
PADA Escherichia coli

RADEN WINNY GARDIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konstruksi Vektor dan
Ekspresi Protein Human EGFRvIII Domain Ekstraseluler pada Escherichia coli
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Bogor, April 2016
Raden Winny Gardiani
NIM P051110061

RINGKASAN
RADEN WINNY GARDIANI. Konstruksi Vektor dan Ekspresi Protein
Human EGFRvIII Domain Ekstraseluler pada Escherichia coli. Dibimbing oleh
SRI BUDIARTI dan ASRUL MUHAMAD FUAD.
Reseptor faktor pertumbuhan epidermal varian III (EGFRvIII) adalah
mutasi dari EGFR yang mengalami delesi pada bagian ekstraseluler dari ekson 2
sampai ekson 7. Reseptor ini berperan penting dalam pertumbuhan dan proliferasi
sel kanker. Bagian dari ujung-N merupakan bagian unik karena memiliki epitop
unik yang berbeda dari bentuk EGFR normal dan dapat dikenali dengan antibodi
spesifik anti-EGFRvIII. Fragmen antibodi untai tunggal (scFv) merupakan
antibodi anti-EGFRvIII yang memiliki aktifitas spesifik yang mampu mengenali
epitop EGFRvIII tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengekspresikan bagian ekstraseluler dari protein reseptor ini pada Escherichia
coli, mempelajarinya lebih jauh dan menganalisis interaksi antigen EGFRvIII

dengan antibodi anti-EGFRvIII dengan bantuan manik magnet. Pada sistem
ekspresi di E. coli biasanya menghadapi beberapa kendala, yaitu tingkat ekspresi
yang rendah, kebocoran ekspresi, pembentukan badan inklusi, dan protein yang
terpotong. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
mensekresikan protein rekombinan tersebut menuju bagian periplasma. Selain itu,
periplasma E. coli telah dilaporkan dapat menjaga fungsionalitas dan stabilitas
protein lebih efisien dibandingkan sitoplasma. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini telah dikonstruksi sebuah vektor pJ404 rekombinan yang mengandung sekuen
gen EGFRvIII domain ekstraseluler dan sebuah peptida sinyal yang berasal dari
Bacillus xylanase (xylB-sp) yang difusikan pada bagian ujung-N. Gen penanda
lainnya sebuah protein fluoresen biru (bfp, mTurqoise) yang telah disubklon pada
bagian ujung-C berfungsi untuk menandai ekspresi protein EGFRvIII rekombinan
pada periplasma E. coli. Vektor rekombinan ditransformasikan ke dalam E. coli
BL21(DE3) untuk analisis ekspresi protein dan dipurifikasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa fusi gen dari EGFRvIII::bfp
telah berhasil diklon dan vektor rekombinan pJ404-EGFRvIII-bfp telah berhasil
dikonstruksi. Selanjutnya, protein yang mengandung fusi EGFRvIII-bfp telah
berhasil diekspresikan pada periplasma E. coli. Hal tersebut ditunjukkan dengan
terdeteksinya protein berukuran sekitar 32 kDa, ukuran protein yang diprediksi
dari fusi protein tersebut yang ditunjukkan dari hasil analisis SDS-PAGE dan

Western Blot. Pengamatan di bawah mikroskop fluoresen menunjukkan sebuah
pendaran cahaya berwarna biru yang dihasilkan dari E. coli transforman yang
diinduksi. Eksperimen dengan menggunakan manik magnet yang diselimuti
dengan protein antigen EGFRvIII rekombinan menunjukkan bahwa sel
transforman Pichia pastoris yang terdapat antibodi scFv anti-EGFRvIII pada
permukaan sel dapat melekat pada permukaan manik magnet. Hal tersebut
membuktikan bahwa terjadi interaksi antara antigen (pada permukaan manik
magnet) dengan antibodi (pada permukaan sel). Hal ini menunjukkan bahwa fusi
protein antigen EGFRvIII ini memiliki struktur yang fungsional sehingga dapat
dikenali dengan baik oleh antibodi spesifiknya.
Kata kunci : EGFRvIII, ekspresi periplasma, mTurqoise, sinyal peptida xylanase
(xylB_sp).
.

SUMMARY
RADEN WINNY GARDIANI. Vector Construction and Protein Expression
of The Human EGFRvIII Extracellular Domain in Escherichia coli. Supervised by
SRI BUDIARTI and ASRUL MUHAMAD FUAD.
Epidermal Growth Factor Receptor variant III (EGFRvIII) is a mutant of
EGFR having deletion of its extracellular domain from exon-2 through exon-7.

This receptor plays a key role in the growth and proliferation of cancer cells. It
has a unique N-terminal domain with a unique epitope that differs from natural
EGFR structure and readily recognized by a specific anti-EGFRvIII antibody.
Anti-EGFRvIII scFv (single chain fragment antibody) is an antibody fragment
having a specific activity against this reseptor. The aim of this study is to
overexpress the extracellular domain of this receptor protein in Escherichia coli to
be able to study this receptor protein furthermore. However, it usually encounters
several problems, i.e. low expression level, leak expression, inclusion body
formation, and truncated protein. One approach to solves these problems is to
have recombinant protein be secreted into the periplasmic space or culture
medium. Moreover, the E. coli periplasm has been reported to enable functionality
and stability of the protein more efficiently compared to cytoplasm. Therefore in
this research a recombinant pJ404 vector containing genes encoding EGFRvIII
extracellular domain (EGFRvIIIed) and a Bacillus xylanase signal peptide (xylBsp) fused at its N-terminal has been constructed. Another gene encoding a blue
fluoresence protein (bfp, mTurqoise) was then subcloned at the C-terminal to
investigate the recombinant EGFRvIII protein expression in E. coli periplasm.
The recombinant vector was transformed into E. coli BL21(DE3) followed by
protein overexpression and purification.
The result showed that the gene fusion of EGFRvIII::bfp was successfully
cloned and the recombinant vector pJ404-EGFRvIII-bfp had been constructed.

Furthermore, the EGFRvIII-bfp fusion protein had been successfully expressed in
E. coli periplasm. It shows a molecular size of approximately 32 kDa, which is
corresponds to the predicted size of the fusion protein as it is showed from SDSPAGE and Western Blot analyses. Observation under a fluorescence microscope
showed a blue fluorescence emission light coming from the induced transformed
E. coli. Experiment using magnetic beads covered by recombinant EGFRvIII
antigen showed that transformed Pichia pastoris cells are found to be well
attached on the surface of magnetic beads. It proves that there is interaction
between antigen (on magnetic bead surface) and antibody (on cell surface). The
result showed that EGFRvIII fusion protein has a structurally functional so that it
was readily recognized by its specific antibody.
Keywords : EGFRvIII, mTurqoise, periplasmic expression, xylanase signal
peptide (xylB_sp).

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB dan LIPI

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB dan LIPI

KONSTRUKSI VEKTOR DAN EKSPRESI PROTEIN HUMAN
EGFRvIII DOMAIN EKSTRASELULER
PADA Escherichia coli

RADEN WINNY GARDIANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir I Made Artika, MAppSc

Judul Tesis
Nama
NIM

: Konstruksi Vektor dan Ekspresi Protein Human EGFRvIII
Domain Ekstraseluler pada Escherichia coli
: Raden Winny Gardiani
: P051110061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr dr Sri Budiarti
Ketua

Dr Asrul Muhamad Fuad
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 03 Februari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini adalah protein rekombinan, dengan judul Konstruksi Vektor dan
Ekspresi Protein Human EGFRvIII Domain Ekstraseluler pada Escherichia coli.
Tesis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Protein

Rekombinan dan Sistem Penghantaran Terarah, Pusat Penelitian Bioteknologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan dibiayai oleh DIPA Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI tahun 2013. Sebagian dari hasil penelitian ini sedang
dalam penelaahan untuk dipublikasikan pada Malaysian Journal of Microbiology
(MJM).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. dr. Sri Budiarti dan Bapak
Dr. Asrul Muhamad Fuad, M. Si. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, ilmu, arahan, dan saran selama penelitian hingga
terselesaikannya penyusunan tesis ini. Penulis juga berterima kasih kepada Dr. Ir.
I Made Artika, M. App. Sc. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. Selain itu
juga, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Kepala beserta semua staf
Laboratorium Protein Rekombinan dan Sistem Penghantaran Terarah, Pusat
Penelitian Bioteknologi-LIPI. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua sahabat Program Studi Bioteknologi angkatan 2011 atas semua semangat,
perhatian dan dukungannya selama bersama-sama menuntut ilmu di IPB. Serta
ucapa terima kasih juga disampaikan kepada mamah, papih, suami, anak, mertua,
kakak, adik dan seluruh keluarga atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya
dalam menyelesaikan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pembaca.


Bogor, April 2016
Raden Winny Gardiani

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1

1
2
2

2

TINJAUAN PUSTAKA
EGFR dan EGFRvIII
Ekspresi Gen pada Escherichia coli
Ekspresi Gen di Periplasma dan di Sitosol Escherichia coli
Plasmid pJexpress
Blue Flourescent Protein (BFP)

2
2
6
6
7
8

3

METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Metode Penelitian

8
8
8
9

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kontruksi Vektor Rekombinan
Ekspresi Protein Rekombinan
Analisis Interaksi Antibodi Anti-EGFRvIII dengan Antigen EGFRvIII

12
12
17
21

5

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

23
23
24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17

Mekanisme transduksi sinyal oleh EGFR
3
Struktur galur liar dan galur mutan dari EGFR
5
Tipe-tipe isoform EGFR
5
Plasmid pJexpress
8
Hasil elektroforesis PCR gen bfp
12
Hasil restriksi gen bfp dan pJ404-EGFRvIII dengan BamHI
13
Hasil transformasi pJ404-EGFRvIII-bfp ke dalam E. coli DH5 pada
media LB agar + ampisilin [100g/ml]
13
Hasil analisis PCR koloni transforman pJ404-EGFRvIII-bfp dengan
menggunakan primer BFP_Bam_F dan BFP_Bam_R
14
Hasil analisis PCR penentuan arah orientasi transforman gen bfp dalam
konstruk pJ404-EGFRvIII-bfp dengan menggunakan primer
pJ404_T5up_F dan BFP_Bam_R.
15
Hasil analisis potong transforman PJ404-EGFRvIII-bfp dengan
menggunakan enzim restriksi BamHI.
16
Peta konstruksi vektor rekombinan pJ404-EGFRvIII-bfp
16
Hasil transformasi pJ404-EGFRvIII-bfp ke dalam E. coli BL21(DE3)
17
Hasil pengamatan sel transforman E. coli BL21(DE3) yang diamati
di bawah mikroskop fluoresen berwarna biru
18
Hasil analisis SDS-PAGE dan Western Blot dari EGFRvIII-bfp terpurifikasi
yang disekresikan di periplasma E. coli.
19
Hasil analisis SDS-PAGE dan Western blot dari EGFRvIII-bfp terpurifikasi
yang disekresikan di sitoplasma E. coli.
20
Hasil pengamatan mikroskopik manik magnet yang mengandung fusi
protein BFP dan antigen EGFRvIII
21
Pengamatan mikroskopik interaksi antibodi-antigen antara ikatan
EGFRvIII pada manik magnet terhadap antibodi anti EGFRvIII
pada permukaan sel P. pastoris
23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Analisis urutan DNA plasmid pJ404-EGFRvIII-bfp (klon 14) dengan
primer T5up_F
Analisis urutan DNA plasmid pJ404-EGFRvIII-bfp (klon 2D9) dengan
primer T5up_F
Analisis urutan DNA plasmid pJ404-EGFRvIII-bfp (klon 2D9) dengan
primer Txn_R
Komposisi larutan dan media yang digunakan beserta cara pembuatannya
Komposisi gel poliakrilamid

26
28
30
32
36

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Epidermal growth factor receptor (EGFR) merupakan suatu protein reseptor
yang memiliki berat molekul sebesar 170 kDa. Reseptor ini merupakan anggota
famili reseptor tirosin kinase yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan
dan poliferasi sel. Selain itu juga, EGFR diklasifikasikan sebagai salah satu
molekul reseptor pada permukaan sel yang paling sering terlibat dalam proses
karsinogenesis (Pedersen et al. 2001).
Pada sel kanker banyak ditemukan EGFR yang mengalami mutasi.
Epidermal growth factor reseptor variant III (EGFRvIII) merupakan salah satu
jenis mutasi EGFR yang mengalami ekspresi secara berlebihan pada beberapa
jenis sel kanker seperti kanker paru-paru, kanker payudara, dan kanker ovarium
(Pedersen et al. 2001). Jenis dari mutasi reseptor ini tidak ditemukan pada
jaringan normal sehingga dapat digunakan sebagai target terapi yang sangat ideal.
Selain itu juga, EGFRvIII mengalami mutasi delesi pada ekson 2 sampai 7 yang
melibatkan nukleotida 275 sampai 1075. Delesi ini membentuk sekuen peptida
unik pada bagian ujung-N dan menciptakan residu glisin pada fusi antara ekson 1
dan 8 sehingga EGFRvIII tersebut dapat digunakan sebagai antigen spesifik pada
penanganan terapi kanker (Pedersen et al. 2001; Gupta et al. 2010).
Escherichia coli merupakan organisme prokariot dan bakteri gram negatif
yang banyak digunakan dalam sistem ekspresi protein rekombinan. Namun
demikian, masalah umum yang sering dijumpai pada sistem ekspresi E. coli ialah
tingkat ekspresi protein yang rendah dan kebocoran ekspresi (Giacalone 2006).
Selain itu masalah pelipatan protein yang tidak benar pada ekspresi protein di
dalam sitosol dan adanya keterbatasan E. coli dalam translokasi protein ke
periplasma agar diperoleh protein yang fungsional juga sering menjadi kendala
(Choi & Lee 2004). Ekspresi gen pada E. coli juga bisa menghasilkan protein
yang sifatnya tidak larut dan tidak aktif dalam bentuk badan inklusi (inclusion
bodies) yang memerlukan beberapa langkah tambahan agar menghasilkan protein
yang fungsional. Salah satu cara agar diperoleh protein yang bersifat aktif dan
dalam bentuk terlarut adalah dengan mengekspresikan protein rekombinan
tersebut pada ruang periplasma. Untuk mengekspresikan protein pada periplasma
diperlukan adanya sinyal peptida pada protein rekombinan yang diekspresikan
(Peterson et al. 2006).
Penambahan sinyal peptida diperlukan sebagai salah satu cara untuk
mengekspresikan protein rekombinan dengan baik pada ruang periplasma E. coli.
Sinyal peptida yang digunakan pada penelitian ini adalah sinyal peptida dari gen
xylanase yang berasal dari Bacillus sp. yang merupakan bakteri gram positif (Choi
& Lee 2004). Sinyal peptida ini telah terbukti dapat mentranspor beberapa jenis
protein rekombinan pada periplasma E. coli BL21(DE3) dengan baik, termasuk
human leptin (Jeong & Lee 2001), alkaline phosphatase (Choi et al. 2000),
human granulocyte colony simulating factor (Jeong & Lee 2001; Yim et al. 2001).
Vektor ekspresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pJ404
(DNA2.0). Vektor ini menggunakan promotor T5 untuk ekspresi protein
rekombinan. Plasmid ini semakin optimal dengan adanya elemen operator yang

2
mengandung operator lacI yang mampu menjaga regulasi repressor lac. Vektor
ini memiliki gen resistensi terhadap ampisilin. Ekspresi protein dapat dilakukan
dengan cara diinduksi melalui penambahan isopropyl-thio-D-galactoside (IPTG)
ke dalam medium.
Blue fluorescent protein (BFP) merupakan protein yang dapat berperan
sebagai penanda dalam berbagai proses biologis seperti ekspresi protein atau
untuk menentukan lokasi protein target di dalam sel atau organisme. Protein BFP
yang digunakan adalah mTurqoise yang merupakan varian mutasi dari GFP yang
berasal dari Aequorea victoria. Protein ini berukuran sekitar 29 kDa (259 asam
amino), memiliki panjang gelombang emisi 434 nm dan eksitasi 474 nm. Protein
fluoresen banyak digunakan dalam studi ekspresi protein pada berbagai organisme
termasuk mamalia, tidak memberikan efek beracun dan tidak membentuk agregat
sama sekali (Kremers et al. 2007).
Pada penelitian ini vektor pJ404 sendiri telah difusikan dengan gen
EGFRvIII dan ditambahkan sinyal peptida xylanase yang dibuat secara sintetik
(DNA 2.0). Konstruk yang akan dibuat adalah fusi gen EGFRvIII–bfp yang juga
difusi dengan fragmen sinyal peptida dari gen xylanase (xylB_sp). Ekspresi
protein rekombinan diharapkan diperoleh pada ruang periplasma E. coli.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengekspresikan domain ekstraseluler protein
reseptor EGFRvIII pada ruang periplasma Escherichia coli.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain diperolehnya domain ekstraseluler
protein reseptor EGFRvIII yang dapat digunakan sebagai antigen untuk
menghasilkan antibodi anti-EGFRvIII yang dapat digunakan untuk berbagai
keperluan termasuk pengobatan kanker, diagnostik, serta untuk mempelajari
interaksi antara antibodi anti-EGFRvIII dengan protein reseptor EGFRvIII sebagai
antigen.

2 TINJAUAN PUSTAKA

EGFR dan EGFRvIII
Epidermal growth factor receptor (EGFR) adalah reseptor glikoprotein
transmembran dengan berat molekul sekitar 170 kDa dan tersusun atas 1210 asam
amino. Famili ini terdiri atas 4 anggota, yaitu EGF reseptor (EGFR) / HER 1,
ErB2 / HER 2, ErB3 / HER 3, dan ErB4 / HER 4 (Kuan et al. 2001). Terdapat
beberapa ligan yang dapat berikatan dengan EGFR, antara lain epidermal growth
factor (EGF), amphiregulin, transforming growth factor-α (TGF-α), heparin-

3
binding EGF-like growth factor (HB-EGF), betacellulin, dan epiregulin. Secara
garis besar EGFR terdiri atas dua bagian, yaitu bagian ekstraseluler dan
intraseluler. Bagian ekstraseluler terdiri atas reseptor-reseptor yang berfungsi
sebagai tempat ikatan antara ligan dengan EGFR. Pada bagian intraseluler
terdapat domain tirosin kinase yang berperan pada proses transduksi sinyal dalam
pertumbuhan sel kanker (Burgess 2008).
Menurut Bazley (2005), dalam kondisi normal, sebenarnya EGFR
dibutuhkan oleh tubuh untuk mengatur siklus sel. Ikatan antara EGFR dengan
ligan akan mengaktifkan berbagai jalur transduksi sinyal yang berperan dalam
regulasi siklus sel sehingga akan terjadi proses diferensiasi, apoptosis, proliferasi,
dan angiogenesis. Sebagai glikoprotein transmembran, domain ekstraseluler dari
reseptor EGFR akan berikatan dengan ligannya yaitu TGFα (transforming growth
factor alpha) dan EGF (epidermal growth factor). Begitu terjadi ikatan, EGFR di
intrasel yaitu tirosin kinase menjadi aktif sehingga akan merangsang mekanisme
sel yang mengatur pertumbuhan sel. Dalam keadaan normal, ikatan ini akan
merangsang aktifasi enzim tirosin kinase (TK) di EGFR, dan kemudian
mengaktifasi sejumlah molekul dalam sel, sehingga akan mengendalikan
pertumbuhan sel.

Gambar 1 Mekanisme transduksi sinyal oleh EGFR (West et al. 2008).
Apabila mengalami gangguan fungsi, EGFR dapat menyebabkan terjadinya
tumor atau kanker. Gangguan fungsi EGFR dapat disebabkan oleh beberapa
kondisi, seperti mutasi, amplifikasi, dan ekspresi EGFR yang berlebihan
(overekspresi) (West et al. 2008). Ikatan antara ligan dengan EGFR yang
mengalami gangguan fungsi akan mengaktifkan tiga jalur utama yang berperan
dalam pertumbuhan sel kanker. Jalur yang pertama adalah jalur phosphatidyl
inositol-3 kinase (PI3K). Aktivasi jalur PI3K akan menyebabkan terjadinya
angiogenesis, tumorgenesis, dan hambatan apoptosis. Jalur yang kedua adalah
jalur PLCα yang berperan dalam transformasi dan diferensiasi sel. Jalur yang
ketiga adalah jalur RAS yang akan memediasi motilitas sel dan menyebabkan
progresi siklus sel secara berlebihan (Burgess et al. 2008).
Menurut Zimmermann et al. (2006), pada berbagai kasus kanker atau tumor
padat, EGFR diekspresikan secara berlebihan. Sebagai contoh pada kanker kepala
dan leher, sekitar 80-100 % kasus mempunyai kadar EGFR yang tinggi Kadar

4
EGFR yang berlebihan juga ditemukan pada berbagai kanker jenis lain, seperti
kanker vesika urinaria (31-40 %), kanker serviks/ uterus (90 %), kanker kolon
(35-77 %), kanker esofagus (43-89 %), glioma (40-63 %), non-small-cell lung
cancer (40-80 %), kanker ovarium (35- 70 %), dan kanker pankreas (30-89 %).
Tingginya kadar EGFR pada berbagai kasus kanker atau tumor padat
menunjukkan bahwa EGFR mempunyai peran yang sangat penting dalam
pertumbuhan sel kanker (Harari 2004).
Terjadinya mutasi EGFR ini akibat dari penyusunan ulang gen yang
mengalami delesi internal. Kebanyakan delesi terjadi pada ekson spesifik yang
mengkodean bagian dari domain ekstraseluler dari molekul EGFR. Peningkatan
perkembangan tumor salah satunya diakibatkan oleh aktivasi reseptor yang
konstitutif (ligan independen), downregulasi dari reseptor yang terganggu,
aktivasi dari sinyal kaskade alternatif, penghilangan mekanisme apoptosis, dan
mekanisme lainnya. Mutan kelas IV dan V mengalami mutasi pada bagian
intraseluler. Pada EGFRvI dan II sama dengan EGFRvIII, yaitu mengalami delesi
pada daerah ekstraseluler (Kuan et al. 2001).
Varian mutan EGFR tidak hanya terjadi akibat adanya delesi ekson EGFR,
tetapi juga adanya duplikasi tandem pada daerah ekstraseluler maupun intraseluler
dari gen EGFR. Pada EGFR. TDM/18-25 dan EGFR. TDM/18-26 mengalami
tandem duplikasi pada daerah intraseluler yang menyandikan domain tiroksin
kinase dan sebagian dari domain internalisasi molekul kalsium. Pada EGFR.
TDM/18-25 mengandung duplikasi tandem dari ekson 18 sampai 25, sedangakan
EGFR. TDM/18-26 mengandung duplikasi tandem dari ekson 18 sampai 26. Pada
EGFR. TDM/2-7 adalah mutan EGFR yang mengalami duplikasi tandem ekson 2
sampai 7 di daerah ekstraseluler (Kuan et al. 2001).
Pada EGFRvIII merupakan variasi mutan yang paling sering terdeteksi pada
sel kanker. Varian ini banyak ditemui disejumlah tumor padat termasuk
glioblastoma (GBM), kanker payudara, kanker otak (medulloblastoma) dan
kanker rahim. Reseptor mutan EGFRvIII berukuran 145 kDa mengalami delesi
pada ekson 2-7 pada daerah ekstraseluler. Mutan EGFR (EGFR vIII) kehilangan
267 asam amino dari domain ekstraseluler. Delesi tersebut menyebabkan
hilangnya domain I, II dan juga sebagian dari domain III pada sebagian besar
daerah ekstraseluler. Akibatnya, terbentuk susunan asam amino baru pada ujung
N dari reseptor tersebut, yaitu terjadi rekombinasi penggabungan ekson 1 dan 8
dari mutan ini menyebabkan epitop baru dengan residu glisin. Pembentukan
formasi baru dari asam amino ini menjadikan EGFRvIII tidak dikenali oleh
ligannya. Akibatnya, EGFRvIII aktif secara konstitutif meskipun tidak berikatan
dengan ligan sehingga menyebabkan pertumbuhan, kelangsungan hidup, invasi,
dan angiogenesis sel tidak teratur (Gupta et al. 2010).

5
Ekstraseluler

Intraseluler

Gambar 2 Struktur galur liar dan galur mutan dari EGFR. NH2 = ujung amino;
COOH = ujung karboksil; TM = segmen transmembran; TK = domain
tirosin kinase (Kuan et al. 2001).
Menurut www.uniprot.org (2013), EGFR memiliki 1210 asam amino
dimana pada asam amino no 1-24 merupakan sinyal peptida dan EGFR tersebut
terdiri atas 4 isoform. Isoform 1 terdiri atas 1210 asam amino, isoform 2 terdiri
atas 405 asam amino, isoform 3 terdiri atas 705 asam amino, dan isoform 4 terdiri
atas 628 asam amino. Berdasarkan data tersebut, maka dalam penelitian ini
menggunakan EGFR isoform 2 karena memiliki asam amino yang paling sedikit
hanya 405 asam amino saja dan terletak bagian ekstraseluler pada EGFR
sehingga lebih trancated dalam pembuatan rekombinannya.

Gambar 3 Tipe-tipe isoform EGFR. A = isoform 1; B = isoform 2; C = isoform 3;
D = isoform 4 (Uniprot 2013).

6
Ekspresi Gen pada Escherichia coli
Secara umum dikenal dua sistem regulasi ekpresi gen, yaitu regulasi positif
dan negatif. Regulasi ekspresi gen melibatkan suatu operon lac. Operon lac adalah
operon yang dibutuhkan dalam transpor dan metabolisme dari lactosa di E. coli.
Operon ini diregulasi oleh berbagai faktor seperti adanya glukosa dan laktosa.
Gen struktural pada operon lac tersebut baru akan aktif bila ada induksi dari
laktosa. Sistem regulasinya terjadi pada tahapan transkripsinya karena energi yang
diperlukan akan menjadi lebih sedikit dan efisien. Bila tidak ada laktosa, gen lacI
akan menghasilkan protein reseptor yang mengikat operator lac dan mencegah
terjadinya transkripsi karena enzim RNA polimerase tidak lagi dapat melekat di
situs tersebut. Akan tetapi, saat laktosa ditambahkan ke dalam mediumnya,
reseptor lacI akan terlepas karena terikat pada alolaktosa lalu transkripsi ketiga
gen struktural akan berjalan (Kimball 2006).
Salah satu pendekatan untuk mengendalikan ekspresi adalah dengan
menggunakan vektor ekspresi yang mengandung T7 lac promoter (Studier et al.
1990). Vektor ekspresi pJ404 menggunakan promotor T5 yang memiliki sistem
regulasi protein yang sama dengan promotor T7. Plasmid ini semakin optimal
dengan adanya elemen operator yang mengandung operator lacI yang mampu
menjaga regulasi repressor lac. Vektor ini memiliki gen resistensi terhadap
ampisilin. Ekspresi protein dapat dilakukan dengan cara diinduksi melalui
penambahan isopropyl-thio-D-galactoside (IPTG) ke dalam medium (DNA2.0).

Ekspresi Protein di Periplasma dan Sitosol Escherichia coli
Ekspresi protein di sitosol E. coli memiliki beberapa keunggulan seperti
banyak vektor yang bisa mengekspresikan protein dengan baik di dalam sitosol.
Protein yang dihasilkan jumlahnya lebih banyak dibandingkan di periplasma.
Selain itu juga tidak perlu ditambahkan sinyal peptida di ujung-N, sehingga proses
isolasinya lebih mudah tidak memerlukan perlakuan khusus (Choi and Lee 2004).
Namun, dibalik banyaknya kemudahan dan kelebihannya ternyata sistem ekspresi
di sitosol memiliki kelemahan seperti degradasi protein produk secara cepat dan
seringkali protein rekombinan terakumulasi dalam sel inang dalam bentuk agregat
kompak, bersifat inaktif tidak larut, yang disebut badan inklusi (inclusion bodies).
Hal ini terjadi akibat keterbatasan E. coli membentuk struktur tiga dimensi protein
secara benar dalam proses pelipatan pasca translasi (Glick & Pasternak 2003).
Ekspresi protein dipilih di periplasma E. coli dibandingkan di sitoplasma,
diantaranya karena memiliki hasil protein yang soluble (terlarut dengan baik) dan
tidak membentuk agregat, memiliki residu asam amino di ujung-N identik dengan
produk gen alami, aktivitas protease di periplasma jauh lebih rendah daripada di
sitosol, purifikasi protein lebih sederhana karena lebih sedikit protein kontaminan
di periplasma dan meningkatkan pembentukan ikatan disulfida atau folding
protein karena lingkungan periplasma lebih oksidatif daripada di sitosol (Choi &
Lee 2004, Yoon et al 2010).
Namun, adanya keterbatasan E. coli yang tidak mampu mengekspor protein
ke periplasma, maka ekspresi protein sekresi heterolog yang efisien dalam
periplasma E. coli memerlukan sistem ekspresi rekayasa berupa kopling yang

7
sesuai antara translasi dan translokasi untuk menghasilkan tingkat ekspresi tinggi
yang optimal (Puertas & Betton 2009). Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan sinyal peptida pada ujung N- terminal untuk memodulasi proses
ekspor protein tersebut ke periplasma E. coli. Selain itu juga hanya vektor tertentu
saja yang bisa mengekspresikan protein di periplasma. Hasilnya pun lebih sedikit
dibandingkan dengan di sitosol karena periplasma memiliki volume yang jauh
lebih kecil dibandingkan dengan sitosol.
Salah satu cara agar diperoleh protein yang bersifat aktif dan dalam bentuk
terlarut adalah dengan mengekspresikan protein rekombinan pada ruang
periplasma. Untuk mengekspresikan protein pada periplasma diperlukan suatu
sinyal peptida pada protein rekombinan yang diekspresikan (Peterson et al. 2006).
Penambahan sinyal peptida merupakan salah satu cara untuk
mengekspresikan protein rekombinan dengan baik pada ruang periplasma E. coli.
Sinyal peptida yang digunakan pada penelitian ini adalah sinyal peptida dari gen
xylanase yang berasal dari Bacillus sp. yang merupakan bakteri gram positif (Choi
& Lee 2004). Sinyal peptida ini telah dilaporkan dapat melakukan translokasi
beberapa jenis protein rekombinan ke dalam periplasma E. coli BL21(DE3)
dengan baik, termasuk human leptin (Jeong & Lee 2000), alkaline phosphatase
(Choi et al. 2000), human granulocyte colony simulating factor (Jeong & Lee
2001; Yim et al. 2001).

Plasmid pJexpress
Vektor DNA adalah molekul DNA yang dipergunakan untuk membawa dan
memperbanyak potongan DNA yang dibawanya. Vektor harus mampu
mengadakan replikasi dalam sel inang sehingga banyak salinan molekul DNA
yang dihasilkan. Vektor yang sering digunakan adalah plasmid bakteri. Plasmid
adalah bahan genetik ekstra kromosom yang diwariskan secara tetap. Ciri-ciri
plasmid antara lain berukuran kecil dan hanya mengandung beberapa gen,
pembawa informasi genetika, terlepas dari DNA kromosom atau kadang-kadang
dapat terintegrasi dengan DNA kromosom dan dapat diisolasi dengan mudah dari
sel bakteri (Jusuf 2009).
Vektor ekspresi pJ404 merupakan plasmid ekspresi yang mengandung
promotor T5 untuk ekspresi protein rekombinan dan memiliki sistem regulasi
ekspresi protein yang sama dengan promotor T7. Plasmid ini mengandung elemen
operator lacI yang mampu menjaga regulasi repressor lac dan memiliki gen
resistensi terhadap ampisilin. Ekspresi protein dapat dilakukan dengan cara
induksi melalui penambahan isopropyl-thio-D-galactoside (IPTG) ke dalam
medium (DNA2.0).

8

Gambar 4 Plasmid pJexpress (DNA2.0).

Blue Flourescent Protein (BFP)
Protein fluoresen (FP) telah menjadi alat yang sangat populer untuk
menggambarkan bagian in vivo dari sel terutama mempelajari lokalisasi,
pergerakan, dan interaksi protein di dalam sel hidup. Protein fluoresen banyak
digunakan dalam studi ekspresi protein pada berbagai organisme termasuk
mamalia, tidak memberikan efek beracun dan tidak membentuk agregat sama
sekali (Kremers et al. 2007).
Blue fluorescent protein (BFP) merupakan protein yang dapat berperan
sebagai penanda dalam berbagai proses biologis seperti ekspresi protein atau
untuk menentukan lokasi protein target di dalam sel atau organisme. Protein BFP
yang digunakan adalah mTurqoise yang merupakan varian mutasi dari GFP yang
berasal dari Aequorea victoria. Protein ini berukuran sekitar 29 kDa (259 asam
amino), memiliki panjang gelombang emisi 434 nm dan eksitasi 474 nm (Kremers
et al. 2007).

3 METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2013 sampai dengan Desember
2014 di Laboratorium Protein, Vaksin dan Sistem Pengantaran Terarah, Pusat
Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong,
Bogor.

Bahan
Gen EGFRvIII yang digunakan adalah domain ekstraselular dari gen EGFR
(GeneBank NP 005219.2). Gen dibuat secara sintetik dan difusi dengan sinyal
peptida xylanase (SP-xyl) di dalam plasmid pJ404 (DNA2.0) yang juga

9
digunakan sebagai vektor ekspresi. Gen bfp yang digunakan berasal dari plasmid
pJ434-bfp (DNA2.0). E.coli DH5 digunakan sebagai inang untuk subkloning
gen dan E. coli BL21(DE3) digunakan sebagai inang untuk ekspresi protein
rekombinan.

Metode Penelitian
Isolasi plasmid dan gen
Plasmid pJ404-EGFRvIII diisolasi dengan teknik miniprep dan lisis alkali,
serta dianalisis dengan teknik elektroforesis gel agarosa (Ausubel 2002). Gen bfp
diamplifikasi dan diisolasi dengan teknik PCR menggunakan satu pasang primer
spesifik, yaitu BFP_Bam_F : 5 ‘GCT GGA TCC ATG GTG AGC AAG GGC
GAA 3’ dan BFP_Bam_R : 5 ‘GTG GGA TCC CTT ATA CAG TTC GTC CAT
ACC CAG 3’, menggunakan plasmid pJ434-bfp sebagai cetakan.
Subkloning gen bfp ke dalam vektor ekspresi
Gen bfp dan plasmid pJ404-EGFRvIII dipotong dengan enzim restriksi
BamHI dan dipurifikasi menggunakan Gel DNA Extraction Kit (GeneAid).
Selanjutnya gen bfp disubklon ke dalam plasmid pJ404-EGFRvIII pada situs
BamHI menggunakan teknik umum ligasi dan ditransformasi ke dalam E. coli
DH5 (Ausubel 2002). Transformasi pada E. coli dilakukan dengan metode kejut
panas (Ausubel 2002), E. coli transforman diseleksi menggunakan medium
seleksi Luria Bertani (LB) agar mengandung ampisilin (50 ug/ml). Analisis PCRkoloni dilakukan terhadap E. coli transforman yang diperoleh menggunakan
primer spesifik, BFP_Bam_F dan BFP_Bam_R. Selanjutnya, dilakukan analisis
arah orientasi dengan menggunakan primer pJ404_T5up_F dan BFP_Bam_R.
Selanjutnya, plasmid rekombinan yang diperoleh dianalisis potong dengan enzim
restriksi BamHI dan analisis sekuen DNA menggunakan primer pJ404_T5up_F :
5 ‘GCG GAT AAC AAT TAC GAG CTT CAT GCA CAG TG 3’ dan
pJ404_Txn_R : 5 ‘TTT GCC TGG CGG CAG TAG CGC 3’. Plasmid
rekombinan dengan sekuen DNA yang benar selanjutnya ditransformasi ke dalam
E. coli BL21(DE3) dengan metode kejut panas (heat shock) (Chemgroups
protocol 2010).
Ekspresi protein rekombinan pada E. coli BL21(DE3)
Biakan E.coli BL21(DE3) rekombinan disiapkan dengan cara
menumbuhkan satu koloni E. coli pada 1 ml media LB yang mengandung
ampisilin [50 µg/ml]. Biakan diinkubasi dalam inkubator bergoyang pada 250 rpm,
suhu 37oC selama 18 jam. Selanjutnya biakan sel tersebut dimasukkan ke dalam
25 ml medium LB baru yang mengandung ampisilin [50 µg/ml] dan diinkubasi
pada suhu 20oC dan 250 rpm selama 2-3 jam hingga konsentrasi sel (OD600)
mencapai = 0,5-1,0. Selanjutnya biakan tersebut diinduksi dengan menambahkan
1 mM IPTG (isopropyl-β-D-thiogalactopyranoside) ke dalam medium dan
dilanjut dengan inkubasi pada suhu 20oC, 250 rpm selama 18 jam. Setelah
diinduksi, biakan sel itu disentrifugasi pada 5000×g selama 10 menit pada suhu
4oC (Novagen 2001). Sel E. coli BL21(DE3) rekombinan selanjutnya diamati di

10
bawah mikroskop fluoresens Leica DM1000 dengan pembesaran 100 x dengan
filter biru (filter D).
Ekstraksi protein rekombinan dari ruang periplasma
Biomasa dipisahkan dari cairan biakan E. coli BL21(DE3) rekombinan
melalui sentrifugasi, biomasa sel diresuspensi dengan 80 ml larutan dapar (30mM
tris-Cl dan 20 % sukrosa, pH = 8,0) per liter biakan. Suspensi sel selanjutnya
disimpan di atas es selama 15 menit, kemudian ditambahkan 1mM EDTA dan
disimpan kembali diatas es selama 15 menit. Suspensi sel selanjutnya diagitasi
pada 6000 rpm selama 20 menit. Biomassa sel kemudian ditambahkan 5 mM
MgSO4, selanjutnya diagitasi selama 20 menit dengan kecepatan 8000 rpm.
Cairan supernatan mengandung protein rekombinan yang berasal dari periplasma
dipisahkan dari biomasa sel untuk analisis lebih lanjut (Novagen 2001).
Ekstraksi protein rekombinan dari sitosol.
Setelah dipisahkan melalui sentrifugasi, biomasa sel hasil ekstraksi di
periplasma kemudian dicuci dengan larutan dapar TBS pH = 7,4. Biomasa sel
(pellet) diresuspensi dengan 4 ml larutan dapar lisis (100mM Tris-HCl pH 8,8,
3mM EDTA, 1mM PMSF) untuk setiap 1 gram berat basah sel. Lisis sel
dilakukan dengan metode freeze-thawing yaitu dengan membekukan sel yang
telah diresuspensi dengan larutan dapar lisis dengan cara dimasukkan ke dalam
freezer selama 15 menit, kemudian dibiarkan mencair pada suhu ruang selama (±
10 menit). Proses ini diulang sebanyak 10 kali. Selanjutnya suspensi sel
disentrifugasi pada 12.000 rpm pada suhu 4oC selama 5 menit dan bagian
supernatan yang mengandung protein rekombinan dipisahkan dari pellet sel.
Selanjutnya dilakukan analisis protein, baik yang diekstraksi dari ruang
periplasma maupun dari sitosol, dengan metode SDS-PAGE.
Purifikasi protein dengan kromatografi afinitas
Purifikasi protein rekombinan EGFRvIII-bfp dilakukan dengan
kromatografi afinitas menggunakan kolom resin Ni-NTA (Qiagen). Beberapa
persiapan dilakukan terhadap matriks dan sampel protein. Persiapan sampel
dilakukan dengan memisahkan bagian supernatan (cairan) dari bagian endapannya,
bagian supernatan tersebut digunakan untuk dipurifikasi. Komposisi larutan dapar
dapat dilihat pada lampiran 4. Untuk persiapan matriks, sebanyak 500 L resin
Ni-NTA (Qiagen) diequilibrasi dengan dapar pengikat sebanyak 5 kali kolom
volume (CV). Sampel ditambahkan ke dalam matriks di dalam tabung tertutup
dan diinkubasi selama semalam pada suhu 4oC dengan rotasi. Sampel dan matriks
dimasukkan ke dalam kolom purifikasi diendapkan kemudian dibilas untuk
purifikasi protein rekombinan. Aliran sampel (FT) ditampung. Selanjutnya
matriks dibilas dengan 5xCV dapar pencuci. Fraksi washing (W) ditampung dan
difraksinasi setiap 1xCV (w1,w2,w3,w4,w5). Kemudian sampel dielusi dengan
dapar elusi yang mengandung 200 mM imidazol, hasil fraksi elusi1-6 (e1-e6)
ditampung setiap 1xCV. Setelah itu, dilakukan kembali elusi dengan dapar 500
mM imidazol untuk mendapatkan elusi 7 dan 8 (e7-e8). Protein hasil purifikasi
dianalisis elektroforesis dengan teknik SDS-PAGE.

11
Analisis SDS PAGE dan Hibridisasi Western Blot
Protein rekombinan hasil lisis sel dianalisis menggunakan SDS-PAGE
(konsentrasi poliakrilamid 15%) dan hibridisasi. Prosedur SDS-PAGE dilakukan
sesuai metode dari Ausubel et al (2002) dengan pewarnaan coomassie blue. SDSPAGE dimulai dengan pembuatan gel poliakrilamid 15% yang terdiri dari
stacking gel dan separating gel (Lampiran 5).
Western blot dilakukan dengan mempersiapkan membran nitroselulosa,
kertas Whatman dan sponge yang direndam terlebih dahulu dalam buffer
elektrotransfer beserta gel hasil SDS-PAGE tanpa pewarnaan. Pada bagian blotter
diletakkan sponge dan kertas Whatman yang sudah direndam dalam transfer
buffer. Gel hasil elektroforesis diletakkan di bawah membran nitroselulosa dan
dihindari adanya rongga udara. Pada bagian atasnya, diberi kertas Whatman dan
sponge yang sudah direndam dalam elektrotransfer buffer. Setelah itu, blotter
ditutup kuat-kuat dan dilakukan running pada tegangan 90 Volt, 40 mA selama
dua jam.
Tahapan hibridisasi diawali dengan membran nitroselulosa direndam dan di
agitasi dengan larutan blocking (0,5% susu bebas lemak di dalam bufer TBS)
selama 1 jam. Membran lalu dicuci dengan larutan washing (bufer TBST)
sebanyak 3 kali masing-masing selama 15, 5, dan 5 menit. Membran kemudian
direndam dan di agitasi dengan antibodi primer OctA-probe (H5) (Santa Cruz,
USA) yang dicampur dengan larutan blocking dengan perbandingan 1:2000
selama semalam lalu dicuci seperti langkah sebelumnya. Kemudian, membran
direndam dan di agitasi kembali dengan antibodi sekunder goat anti-mouse IgGAP 1:3500 selama 2 jam. Membran kemudian dicuci lagi sesuai dengan langkah
sebelumnya dan ditambahkan developer yaitu Western Blue Stabilized Substrate
for Alkaline Phosphatase (Promega, USA).
Analisis Interaksi Antibodi Anti-EGFRvIII dengan Antigen EGFRvIII
Interaksi antibodi-antigen dilakukan dengan menggunakan Pure Proteome
TM Nickel Magnetic Beads (Milipore, US). Manik magnet ini diperlakukan
terlebih dahulu untuk mengikat protein EGFRvIII rekombinan (antigen) yang
mengandung fusi dengan protein BFP (Blue Fluorecens Protein) dan His Tag.
Sebelum digunakan untuk mengikat protein antigen tersebut, manik magnet
dibersihkan terlebih dahulu. Sebanyak 25 L suspensi manik magnet dimasukkan
ke dalam tabung mikro 1,5 mL. Tabung diletakkan pada magnetic stand agar
manik magnet terkumpul dan buffer dapat dibuang dengan cara dipipet.
Selanjutnya, manik magnet diresuspensi dengan 100 L binding buffer dan
inkubasi selama 1 menit di suhu ruang. Untuk menghilangkan cairan binding
buffer, tabung diletakkan di magnetic stand dan buffer dibuang dengan cara di
pipet. Proses pembersihan ini dilakukan sebanyak dua kali. Manik magnet yang
telah bersih ditambahkan 300 L larutan protein periplasmik EGFRvIII dan
diinkubasi dengan agitasi rendah selama 1 jam pada suhu ruang. Untuk
menghilangkan larutan antigen, tabung diletakkan kembali pada magnetic stand
dan larutan di pipet. Manik magnet yang telah berikatan dengan protein antigen
EGFRvIII kemudian dibersihkan sebanyak dua kali dengan binding buffer dengan
cara yang sama seperti di atas. Selanjutnya, manik magnet disuspensi dengan 150
L binding buffer. Manik magnet diamati di bawah mikroskop fluoresen Leica
DM1000 dengan filter N2.1 ( eksitasi = 515-560 nm,  emisi  590 nm) dan

12
filter D ( eksitasi = 355-425 nm,  emisi  470 nm). Setelah protein antigen
EGFRvIII terikat pada manik magnet, 20 L manik magnet dicampurkan dengan
20 L sel Pichia pastoris transforman (yang mengandung antibodi scFv) dan
diinkubasi dengan agitasi rendah selama 1 jam pada suhu ruang. Sel P. pastoris
transforman yang digunakan dalam proses ini merupakan sel yang telah diinduksi
dengan metanol dan telah dibersihkan dengan bufer A dan PMSF sebanyak tiga
kali. Untuk memisahkan cairan dan suspensi sel yang tidak terikat dari manik
magnet, tabung diletakkan pada magnetic stand dan suspensi sel dipipet keluar.
Selanjutnya, manik magnet diresuspensi dengan 100 L binding buffer dan
inkubasi selama 1 menit di suhu ruang. Proses ini untuk membersihkan manik
magnet dari sel yang tidak terikat dan dilakukan sebanyak tiga kali. Manik magnet
di suspensi dengan 20 L binding buffer dan diamati di bawah mikroskop
fluoresen Leica DM1000 dengan filter N2.1 dan filter D.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Konstruksi Vektor Rekombinan
Potongan gen bfp yang terdapat di dalam plasmid pJ434-bfp diklon ke
dalam vektor ekspresi pJ404-EGFRvIII. Potongan gen bfp diperoleh melalui
amplifikasi gen bfp pada pJ434-bfp dengan teknik PCR menggunakan satu pasang
primer spesifik, yaitu BFP_Bam_F dan BFP_Bam_R. Hasil isolasi gen target
yang telah dianalisis elektroforesis gel agarosa menunjukkan bahwa potongan
DNA bfp telah berhasil diperoleh (Gambar 5) ditunjukkan adanya pita tunggal
berukuran sekitar 750 bp yang sesuai dengan ukuran yang diharapkan. Hal ini
berarti bahwa gen target telah siap diklon ke dalam vektor.
bp

10000
10000
00
1000
750
500

Gambar 5 Hasil elektroforesis PCR gen bfp. 1 dan 2 = Gen bfp ; 3 = Marka DNA
1 kb.
Produk PCR (insert) dan vektor pJ404-EGFRvIII kemudian dipotong
dengan enzim restriksi BamHI. Hasil restriksi bfp kemudian diperiksa dengan
elektroforesis pada gel agarosa 1% (Gambar 6) menunjukkan adanya pita tunggal
berukuran sekitar 750 bp ketika dipotong dengan BamHI. Lebih lanjut, hasil
potong terhadap vektor pJ404-EGFRvIII dengan menggunakan BamHI

13
menunjukkan adanya potongan DNA sekitar 4533 bp (Gambar 6). Hal ini berarti
bahwa vektor telah siap digunakan untuk kloning gen target.
bp

10000
5000
4000

1000
750
500

Gambar 6. Hasil restriksi gen bfp dan pJ404-EGFRvIII dengan BamHI. 1= Marka
DNA 1kb; 2 dan 3 = Hasil PCR gen bfp yang dipotong dengan enzim
BamHI; 4 = Vektor pJ404-EGFRvIII yang dipotong dengan enzim
BamHI; 5 = Vektor pJ404-EGFRvIII yang tidak dipotong dengan enzim
BamHI.
Plasmid rekombinan diperoleh dengan cara meligasikan gen bfp hasil PCR
dengan plasmid pJ404-EGFRvIII dengan menggunakan enzim ligase. Enzim ini
berfungsi mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester yang menghubungkan
nukleotida satu dengan nukleotida di sebelasnya sehingga dihasilkan plasmid
rekombinan. Hasil ligasi ditransformasikan ke dalam sel E. coli DH5dengan
metoda kejut panas (heat shock) danditumbuhkan pada media LB agar yang
mengandung antibiotik ampisilin. Dari hasil transformasi diperoleh sebanyak 103
koloni yang diduga membawa fragmen bfp yang diinsersikan (Gambar 7).

Gambar 7 Hasil transformasi pJ404-EGFRvIII-bfp ke dalam E. coli DH5 pada
media LB agar + ampisilin [100g/ml]
Koloni E. coli tersebut diverifikasi dengan beberapa cara, diantaranya
adalah teknik PCR koloni, pengecekan orientasi gen dalam konstruksi,

14
pemotongan menggunakan enzim restriksi BamHI dan analisis sekuen DNA. PCR
koloni dilakukan untuk memverifikasi keberadaan sisipan gen bfp di dalam
plasmid rekombinan pJ404-EGFRvIII-bfp. PCR ini menggunakan sepasang
primer spesifik yaitu BFP_Bam_F dan BFP_Bam_R. Hasil PCR koloni
menunjukkan bahwa dari 103 sampel koloni yang di PCR, hanya ada 17 sampel
(sekitar 17 %) yang diduga positif mengandung fusi gen EGFRvIII::bfp (Gambar
8) dengan ukuran 750 bp. Sampel tersebut kemudian diverifikasi dengan
penentuan arah orientasi dari struktur bfp.

bp

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10

10000
1000
750
500

750 bp
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

10000

750 bp
1000
750
500

Gambar 8 Hasil analisis PCR koloni transforman pJ404-EGFRvIII-bfp dengan
menggunakan primer BFP_Bam_F dan BFP_Bam_R. 1 dan 11 = Marka
DNA 1kb; 2-10 dan 12-20 = Transforman pJ404_EGFRvIII_bfp.
Penentuan orientasi struktur bfp dilakukan dengan teknik PCR
menggunakan sepasang primer pJ404_T5up_F dan BFP_Bam_R yang
menghasilkan pita DNA berukuran 1625 bp. Penentuan orientasi konstruk
dilakukan untuk mengetahui posisi dari sisipan gen bfp sudah tepat atau tidak,
karena terdapat kemungkinan terjadi orientasi yang salah dari gen bfp. Kesalahan
ini dapat disebabkan pada saat pemotongan plasmid hanya digunakan satu enzim
restriksi BamHI, sehingga kemungkinan kesalahan orientasi akan sangat besar.
Penentuan arah orientasi konstruk yang dilakukan terhadap 17 sampel
transforman (Gambar 9) yang diduga mengandung DNA sisipan, diperoleh 8
sampel (47 %) transforman pJ404-EGFRvIII yang mengandung gen bfp dengan
orientasi yang tepat yaitu klon pada lajur ke- 5, 7, 8, 9, 10, 11, 19, dan 26.

15

bp

10000

1625 bp

1625 bp

2000
1500
1000
750

10000

1625 bp

1625 bp

2000
1500
1000
750

Gambar 9 Hasil analisis PCR penentuan arah orientasi transforman gen bfp dalam
konstruk
pJ404-EGFRvIII-bfp dengan menggunakan primer
pJ404_T5up_F dan BFP_Bam_R. 1 dan 14 = Marka DNA 1kb; 2,13
dan 15 = Kosong; 3 dan 16 = pJ404-EGFRvIII tanpa bfp; 4 dan 17 =
Gen bfp; 5-12 dan 18-26 = Sampel transforman.
Pemotongan dengan menggunakan enzim restriksi BamHI dilakukan untuk
memastikan keberadaan sisipan gen bfp terfusi dengan baik pada situs restriksi
tertentu (BamHI). Gambar 10 memperlihatkan hasil pemotongan 8 sampel yang
dipotong dengan menggunakan enzim restriksi BamHI. Klon pada kolom 6
sampai 12 memiliki 2 pita yaitu pita berukuran 4533 bp dan 750 bp. Pita
berukuran 4533 bp diduga sebagai vektor pJ404-EGFRvIII, sedangkan pita
berukuran 750 bp diduga sebagai gen bfp. Hasil pemotongan dari 8 sampel yang
dipotong, diperoleh 7 klon sampel yang diduga mengandung sisipan gen bfp.
Lajur 5 menunjukkan bahwa klon yang dipotong hanya memiliki pita berukuran
4533 bp saja, artinya klon tersebut tidak memiliki sisipan gen bfp.

16

bp
10000
5000
4000

4533 bp
750 bp

750

Gambar 10 Hasil analisis potong transforman PJ404-EGFRvIII-bfp dengan
menggunakan enzim restriksi BamHI. 1 = Marka DNA 1 kb; 2 = PJ404EGFRvIII yang tidak dipotong dengan enzim restriksi BamHI; 3 =
pJ404-EGFRvIII dipotong dengan enzim restriksi BamHI; 4 = pJ404EGFRvIII-bfp yang tidak dipotong dengan enzim restriksi BamHI; 5-12
= pJ404-EGFRvIII-bfp dipotong dengan enzim restriksi BamHI.
Pada analisis sekuensing dipilih 2 klon secara acak dari 7 klon positif, yaitu
klon 14 dan 2D9. Analisis sekuensing dilakukan 2 tahap, yang pertama dilakukan
dengan membaca urutan DNA dari ujung-N dengan menggunakan primer
pJ404_T5up_F dan dari arah ujung-C dengan menggunakan primer pJ404_Txn_R.
Hasil analisis sekuensing menunjukkan bahwa klon tersebut memiliki urutan
DNA yang sesuai dengan urutan DNA gen sintetik yang dibuat baik dari arah
depan (Lampiran 1 dan 2) maupun arah belakang (Lampiran 3), hal ini berarti
proses fusi gen bfp pada ujung-C dari EGFRvIII pada plasmid pJ404-EGFRvIII
telah berhasil dilakukan. Gambar 11 menunjukkan peta konstruksi fusi gen
EGFRvIII::bfp dalam plasmid pJ404. Pada ujung-N, gen EGFRvIII difusi dengan
sekuen sinyal peptida xylanase (xylB_sp). Sekuen sinyal peptida ini dimaksudkan
untuk mempermudah proses modulasi translokasi protein secara langsung dari
sitoplasma ke dalam periplasma E. coli. Pada ujung-C dari gen EGFRvIII difusi
dengan sekuen 8xHis-tag dan flag tag. Pemberian tag tersebut dilakukan untuk
memfasilitasi purifikasi dan deteksi EGFRvIII pada proses ekspresi protein.

Gambar 11 Peta konstruksi vektor rekombinan pJ404-EGFRvIII-bfp. T5 =
promotor T5; xylB_sp = sinyal peptida xylanase; EGFRvIII = gen
EGFRvIII; BFP = gen bfp/ blue protein fluorescen; 8xHis =
polihistidin tag; F = flag tag; X = stop kodon; NdeI, NguI, XhoI,
AgeI, BamHI, SalI, Sphl = enzim restriksi.

17
Ekspresi Protein Rekombinan
Escherichia coli dipilih sebagai inang ekspresi umumnya karena bakteri ini
paling luas digunakan untuk ekspresi protein rekombinan fungsional dari berbagai
organisme (Giacalone et al. 2006). Selain itu, E.coli juga memiliki kelebihan,
diantaranya pertumbuhan cepat dan mudah dalam media yang tidak mahal dan
variasi vektor ekspresi yang sudah siap tersedia. Pada penelitian ini, Plasmid
rekombinan yang telah berhasil dikonstruksi kemudian ditransformasikan ke
dalam E.coli BL21(DE3) dengan metode kejut panas untuk ditumbuhkan di dalam
media LB agar yang ditambahkan ampisilin [100g/ml] (Gambar 12). Proses
seleksi transforman di media seleksi ampisilin bertujuan untuk memperoleh
transforman yang memiliki kestabilan genetik. Semua transforman E.coli
BL21(DE3) EGFRvIII-bfp mampu tumbuh pada media LB agar yang
ditambahkan ampisilin [100g/ml] (Gambar 12).

K

Gambar 12 Hasil transformasi pJ404-EGFRvIII-bfp ke dalam E.coli BL21(DE3)
dengan metode kejut panas yang ditumbuhkan pada media LB agar +
ampisilin [100g/ml]. K = Koloni E.coli BL21(DE3) transforman.
Transforman E.coli BL21(DE3) selanjutnya ditumbuhkan pada media LB
cair + ampisilin [100g/ml] dengan menggunakan suhu 20oC untuk diinduksi dan
diekstraksi proteinnya. Pada penelitian ini E. coli BL21(DE3) rekombinan
diinduksi dengan ditambahkan IPTG (isopropyl-β-D-thiogalactopyranoside) ke
dalam medium bertujuan untuk menginduksi ekspresi gen di bawah kontrol
promoter T5