Pengklonan Dan Ekspresi Gen Penyandi Partikulat Metan Monooksigenase Domain Cupredoxin (Spmob) Pada Escherichia Coli.

PENGKLONAN DAN EKSPRESI GEN PENYANDI
PARTIKULAT METAN MONOOKSIGENASE DOMAIN
CUPREDOXIN (spmoB) PADA Escherichia coli

TIRA SITI NUR AFIAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengklonan dan Ekspresi
Gen Penyandi Partikulat Metan Monooksigenase Domain Cupredoxin (spmoB)
pada Escherichia coli adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing Prof Dr Ir Suharsono, DEA serta Dr Ir Iman Rusmana, MSi dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Tira Siti Nur Afiah
P01130031

RINGKASAN
TIRA SITI NUR AFIAH. Pengklonan dan Ekspresi Gen Penyandi Partikulat
Metan Monooksigenase Domain Cupredoxin (spmoB) pada Escherichia coli.
Dibimbing oleh SUHARSONO dan IMAN RUSMANA.
Metan merupakan gas yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan
menyerap radiasi inframerah yang lebih tinggi dibandingkan CO2. Gas metan
dapat digunakan sebagai sumber karbon oleh bakteri metanotrof. Jalur
metabolisme awal pada bakteri metanotrof adalah reaksi konversi metan menjadi
metanol yang dikatalisis oleh enzim metan monoksigenase (MMO). Terdapat dua
tipe MMO yaitu soluble MMO (sMMO) dan partikulat MMO (pMMO). Enzim
pMMO adalah enzim yang dominan dalam mengoksidasi metan di alam.
Enzim pMMO adalah protein integral membran yang terdiri dari tiga
subunit yaitu subunit pmoC, pmoA, dan pmoB yang disandikan oleh operon
pmoCAB. Bakteri metanotrof memiliki laju pertumbuhan yang lambat, sehingga

dilakukan pendekatan lain yaitu dengan mengekspresikan operon penyandi
pMMO pada Escherichia coli. Namun demikian, ekspresi seluruh gen penyandi
pMMO di E. coli sulit dilakukan sehingga menimbulkan dugaan bahwa protein
integral ini bersifat toksis bagi bakteri ini. Oleh karena itu, pada penelitian ini
dilakukan pendekatan lain yaitu dengan mengekspresikan hanya sisi aktif dari
enzim pMMO; subunit pmoB domain cupredoxin yang disandikan oleh gen
spmoB di E. coli,
Gen spmoB yang digunakan adalah gen dari bakteri Methylococcus
capsulatus (Bath). Urutan nukleotida gen ini diperoleh dari situs National Center
for Biotechnology Information (NCBI) untuk proses pembuatan gen sintetik.
Beberapa modifikasi dilakukan sehingga gen ini diekspresikan di sitoplasma. Gen
spmoB diekspresikan di E. coli BL21 (DE3) menggunakan promotor T7 yang
terdapat di dalam vektor ekspresi, yaitu pET15b. Analisis ekspresi dilakukan
dengan SDS-PAGE dan pengujian aktivitas oksidasi metan oleh protein spmoB
dilakukan dengan mengukur akumulasi metanol yang dihasilkan.
Ukuran gen penyandi domain cupredoxin adalah 891 pb. Gen ini berhasil
diekspresikan di E. coli BL21 (DE3) dibawah promotor T7. Analisis ekspresi gen
dengan SDS-PAGE menunjukan bahwa ekspresi berlebih dapat dilakukan dengan
induksi isopropyl β-D-thiogalactoside (IPTG) konsentrasi 0.1, 0,5, dan 1.0 mM.
Suhu 27 oC dan 37 oC dapat digunakan sebagai suhu inkubasi. protein spmoB

menghasilkan protein rekombinan berukuran sekitar 38.9 kDa. Pengujian aktivitas
protein spmoB menunjukan jumlah metanol yang terakumulasi selama oksidasi
metan oleh bakteri rekombinan adalah sebesar 0.114 mmol mL kultur-1 jam-1.
Protein rekombinan ini tidak menimbulkan toksisitas bagi E. coli sehingga
memungkinkan untuk analisis lebih lanjut terhadap potensi aplikasi protein dan
gen penyandi spmoB.
Kata kunci: metanotrof, pMMO, spmoB, Eschericia coli rekombinan

SUMMARY
TIRA SITI NUR AFIAH. Cupredoxin Domain of Particulate Methane
Monooxygenase (spmoB) Gene Cloning and Expression in Escherichia coli.
Supervised by SUHARSONO and IMAN RUSMANA.
Methane is one of the gas that contributes in global warming and absorbs
more infrared radiation significantly than CO2. Methane can be used by
methanotroph bacteria as a source of carbon. The first step in the metabolic
pathway of methanotrophs bacteria is reaction of methane convertion to
methanol. This reaction is catalyzed by methane monooxygenase (MMO) enzyme.
There are two types of MMO; soluble MMO (sMMO) and particulate MMO
(pMMO), in which pMMO is the dominant enzyme of methane oxidation in
nature.

Particulate methane monooxygenase (pMMO) is an integral membrane
protein that is composed of three subunits pmoC, pmoA, and pmoB, encoded by
pmoCAB operon. Methanotroph have a slow growth rate that make researchers
have to develop an alternative approach by expressing the pMMO operon in
Escherichia coli. However, it was very difficult to express all the pMMO encoded
genes in E. coli and it was suspected that this integral protein might be toxic to E.
coli. Therefore, this research tried another approach by expressing the active site
of pMMO enzyme; cupredoxin domain of pmoB subunit encoded by spmoB gene.
The spmoB gene used was the gene from Methylococcus capsulatus
(Bath). The sequence of this gene was obtained from National Center for
Biotechnology Information (NCBI) for the manufacture of artificial gene. Several
modifications were made so spmoB gene would be expressed in the cytoplasm.
The spmoB gene was expressed in E. coli BL21 (DE3) under T7 promoter and
pET15b as the expression vector. Expression analysis of spmoB gene was
performed by SDS - PAGE and assay of methane oxidation activity by spmoB
protein has be done by measuring the amount of methanol accumulated.
The size of cupredoxin domain encoded gene was 891 bp. This gene was
successfully expressed in E. coli BL21 (DE3) under T7 promoter. Expression
analysis with SDS-PAGE showed that overexpression of this gene could be done
at concentrations 0.1 mM, 0.5 mM, and 1.0 mM of isopropyl β-D-thiogalactoside

(IPTG). Temperature of 27 oC and 37 oC could be used as incubation temperature.
The spmoB gene expression produced a recombinant protein with a size
approximately 38.9 kDa. Assay of spmoB protein activity showed that the amount
of methanol accumulated during methane oxidation by the recombinant strain
was 0.114 mmol mL culture-1 h-1. The expression of this gene did not cause
toxicity thus allowed further characterization of its potential applications.
Keywords: methanotroph, pMMO, spmoB, recombinant Escherichia coli

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGKLONAN DAN EKSPRESI GEN PENYANDI
PARTIKULAT METAN MONOOKSIGENASE DOMAIN

CUPREDOXIN (spmoB) PADA Escherichia coli

TIRA SITI NUR AFIAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Aris Tri Wahyudi, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 hingga
bulan Agustus 2015 ini ialah Pengklonan dan Ekspresi Gen Penyandi Partikulat
Metan Monooksigenase Domain Cupredoxin (spmoB) pada Escherichia coli.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Suharsono, DEA
dan Bapak Dr Ir Iman Rusmana, MSi selaku pembimbing, atas segala arahan,
saran, dan solusi selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Terima kasih kepada Bapak Prof Dr Aris Tri Wahyudi, MSi selaku penguji luar
komisi atas saran yang diberikan pada saat ujian tesis. Di samping itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada DIKTI melalui program beasiswa unggulan
tahun 2013/2014, yang telah memberikan dana perkuliah selama studi penulis di
IPB.
Terima kasih kepada Bapak Jaka dan rekan-rekan di laboratorium
Mikrobiologi IPB serta Laboratorium PPSHB IPB atas bantuan selama
pelaksanaan penelitian. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Natalia,
Nabilah, Retno, Albert, dan Jekmal, atas segala motivasi dan keceriaan selama
masa studi. Ungkapan terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada Bapak,
Mama, serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa, serta kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

Tira Siti Nur Afiah

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1

2
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Metanotrof
Oksidasi Metan oleh Bakteri Metanotrof
Enzim Partikulat Metan Monooksigenase (pMMO)
Gen pmoC, pmoA, dan pmoB

3
3
4
5
7

METODE
Kerangka Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian

Desain dan Perbanyakan Gen Sintetik spmoB M. capsulatus (Bath)
Subklon Gen spmoB
Isolasi Plasmid Rekombinan dan Verifikasi Transforman
Pengklonan Gen spmoB pada Vektor Ekspresi pET15b
Analisis Ekspresi Gen spmoB dengan SDS-PAGE
Pengujian Aktivitas Oksidasi Metan

9
9
10
10
10
11
11
12
13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbanyakan Gen Sintetik dan Subklon Gen spmoB
Konstruksi Vektor Ekspresi dan Verifikasi Transforman

Analisis Ekspresi dan Pengujian Aktivitas Oksidasi Metan

13
13
15
16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

178
18
18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Lintasan metabolisme metan dan asimilasi formaldehida
Lintasan oksidasi metan oleh metanotrof
Struktur kristal pMMO pada M. capsulatus (Bath)
Struktur subunit pmoB
Gen penyandi metan monooksigenase
Diagram alur penelitian
Peta fisik vektor pGEM-T Easy (Promega)
Peta fisik vektor ekspresi pET15b (Novagen)
Peta fisik dan urutan nukleotida daerah penyisipan pada vektor pET15b
Gen sintetik penyandi spmoB yang dikonstruksi
Gen sintetik spmoB yang diamplifikasi dengan PCR
Prediksi titik isoelektrik (pI) dan ukuran berat molekul (Mw) protein
Verifikasi gen spmoB dengan menggunakan plasmid dari bakteri E. coli
DH5α transforman yang mengandung pGEM-spmoB
14 Vektor ekspresi pET15b-spmoB yang dikonstruksi
15 Hasil pemotongan plasmid pET15b-spmoB dengan enzim NdeI dan
BamHI
16 Analisis ekspresi gen spmoB yang diinduksi IPTG dengan SDS-PAGE

3
4
5
6
7
9
11
12
12
14
14
14
15
16
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Pembuatan sel kompeten dengan perlakuan CaCl2
Komposisi gel poliakrilamida
Perhitungan nilai Rf marker
Kurva standar marker
Komposisi reagen Sodium Nitroprusside (SNP)
Prosedur pengukuran kadar metanol dengan reagen SNP
Urutan nukleotida gen spmoB M. capsulatus (Bath)
Perhitungan berat molekul sampel

22
22
22
22
23
23
23
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Metan merupakan gas kedua tertinggi yang berkontribusi terhadap
pemanasan global dan menyerap radiasi infra merah yang lebih tinggi
dibandingkan CO2 (Lelieveld et al. 1993; Tol et al. 2003). Gas metan secara alami
diproduksi oleh arkea metanogenik yang hidup dalam kondisi lingkungan
anaerobik seperti danau, rawa, dan lahan sawah basah. Lahan sawah basah
merupakan salah satu sumber emisi metan yang menghasilkan sekitar 575 Tg
metan per tahun dan sekitar 100 Tg dilepaskan ke atmosfer (Hanson & Hanson
1996). Emisi metan yang dihasilkan oleh aktivitas pertanian dan industri
mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat selama 2 abad (Hanson & Hanson
1996). Berdasarkan laporan dari Emisi Global Akibat Kegiatan Manusia dari Gas
Rumah Kaca Non Karbon Dioksida, Environmental Protection Agency (EPA)
(2010), Indonesia berada pada urutan ketujuh sebagai negara penghasil emisi
metan dan sebagian besar emisi ini dihasilkan oleh sawah (http://www.epa.gov/).
Metanotrof adalah bakteri yang mampu tumbuh dengan menggunakan
metan sebagai sumber karbon dan energi. Bakteri ini memiliki lintasan
metabolisme oksidasi metan menjadi metanol. Reaksi oksidasi metan ini
dikatalisis oleh enzim metan monoksigenase (MMO). Oleh karena itu, bakteri
metanotrof dan enzim MMO mempunyai potensi untuk mereduksi gas metan di
atmosfer. Akan tetapi, aplikasi bakteri metanotrof terhalang oleh laju
pertumbuhannya yang lambat serta densitas sel yang rendah (Yu et al. 2003; Gou
et al. 2006).
Enzim MMO mendapat sorotan dalam beberapa tahun terakhir ini karena
dapat mengoksidasi metan dan substrat lainnya, termasuk hidrokarbon halogen
(Semrau et al. 2010). Terdapat dua tipe MMO yaitu soluble metan
monooksigenase (sMMO) dan partikulat metan monooksigenase (pMMO). Dari
seluruh bakteri metanotrof yang telah diteliti, hampir seluruhnya memiliki pMMO
tetapi hanya beberapa strain yang memiliki pMMO sekaligus sMMO (Murrel et
al. 2000). Enzim pMMO adalah enzim yang dominan dalam oksidasi metan di
alam, akan tetapi mekanisme kimia dan regulasi genetik ekspresi enzim ini masih
belum diketahui dengan pasti (Rosenzweig 2015). Enzim pMMO juga sulit
diisolasi sehingga beberapa penelitian melakukan pengklonan dan
mengekspresikan gen penyandi pMMO pada Eschericia coli, namun demikian
ekspresi keseluruhan domain pMMO pada E. coli bersifat toksik (Gilbert et al.
2000; Murrel et al. 2000; Gou et al. 2006).
Enzim pMMO disandikan oleh operon pmoCAB yang terdiri dari pmoC,
pmoA, dan pmoB yang secara berurutan menyandikan 3 subunit polipeptida
penyusun pMMO, yaitu subunit γ (22 kDa), β (24 kDa), dan α (45 kDa) atau
disebut juga sebagai subunit pmoC, pmoA, dan pmoB (Nguyen et al. 1997;
Lieberman & Rosenzweig 2004). Ketiga subunit membentuk struktur trimerik
kompleks α3β3γ3 (Lieberman & Rosenzwig 2005a; Hakemian et al. 2008; Smith et
al. 2011a). Hasil percobaan dan kristalografi terhadap pMMO Methylococcus
capsulatus (Bath) menunjukkan bahwa sisi aktif diduga terdapat pada subunit
pmoB (45 kDa) domain cupredoxin, sedangkan subunit lainnya yaitu pmoA dan

2
pmoC belum diketahui perannya (Lieberman & Rosenzweig 2005a; Lieberman &
Rosenzweig 2005b). Subunit pmoB terdiri dari domain N-terminal cupredoxin
(spmoBd1) dan domain C-terminal cupredoxin (spmoBd2) yang dihubungkan
oleh dua transmembran heliks. Kedua domain cupredoxin berada pada periplasma
dan merupakan satu-satunya domain yang soluble (Culpepper & Rosenzweig
2012). Residu 32 asam amino awal diduga merupakan sinyal peptida (Semrau et
al. 1995). Gen penyandi domain cupredoxin pada subunit pmoB, yaitu gen spmoB,
merupakan penyandi sisi aktif pMMO. Hal ini dibuktikan oleh Smith et al.
(2011b) yang mengekspresikan hanya gen spmoB di sitoplasma dan tetap
memiliki aktivitas oksidasi metan.
Pada penelitian ini, gen penyandi subunit pmoB bakteri M. capsulatus
(Bath) yang telah dihilangkan gen penyandi transmembran heliks dan sinyal
peptidanya diekspresikan di E. coli BL21 (DE3). Methylococcus capsulatus
(Bath) dipilih karena keseluruhan informasi genomnya, termasuk operon
pmoCAB, telah diketahui (Ward et al. 20004). Informasi struktur dan sisi aktif
pMMO bakteri ini juga telah diketahui (Lieberman & Rosenzweig 2005a; Smith
et al. 2011b; Culpepper & Rosenzweig 2012). Gen ini diekspresikan di E. coli
BL21 (DE3) dibawah kendali promotor T7 yang terdapat di dalam vektor ekspresi
pET15b.
Perumusan Masalah
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki lahan sawah tergenang
yang luas turut menghasilkan emisi gas metan. Metanotrof dan enzim pMMO
dengan kemampuannya mengoksidasi metan menjanjikan sebagai agen pereduksi
emisi gas metan, akan tetapi bakteri ini memiliki laju pertumbuhan yang relatif
lambat. Ekspresi keseluruhan domain pMMO bersifat toksik bagi E. coli sehingga
diperlukan pendekatan lain. Penelitian tentang pengklonan gen penyandi pMMO
domain cupredoxin dan mengekspresikannya perlu dilakukan .
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengklon gen penyandi pMMO domain
cupredoxin dan mengekspresikannya di Escherichia coli menggunakan vektor
ekspresi pET15b.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah gen sintetik penyandi pMMO subunit pmoB
domain cupredoxin dan bakteri transforman yang mampu mengekspresikan gen
ini secara berlebih tanpa menimbulkan toksisitas serta memiliki kemampuan
untuk mengoksidasi metan. Gen penyandi pMMO serta bakteri transforman ini
berpotensi sebagai agen pereduksi emisi gas metan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi pembuatan gen penyandi
pMMO domain cupredoxin, subklon gen pada vektor pGEM-T Easy, konstruksi
vektor ekspresi, analisis ekspresi gen spmoB pada E. coli dengan SDS-PAGE, dan
pengujian aktivitas oksidasi metan oleh bakteri rekombinan.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Metanotrof
Bakteri metanotrof adalah kelompok bakteri Gram negatif yang mampu
menggunakan metan sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi (Semrau et
al. 1995). Bakteri metanotrof dapat ditemukan pada lumpur, rawa, sungai, lahan
sawah, laut, tanah padang rumput, sedimen, serasah, kolam, serta endapan limbah
(Hanson & Hanson 1996). Beberapa bakteri metanotrof strain asidofilik,
alkalifilik, termofilik, dan psikrofilik dilaporkan dapat diisolasi dari berbagai
lingkungan yang ekstrim (Lieberman & Resenzweig 2004). Bakteri metanotrof
memiliki peranan yang penting dalam siklus karbon, oksigen, dan nitrogen
(Hanson & Hanson 1996). Metanotrof tumbuh dengan baik pada kondisi aerob,
meskipun bakteri ini juga dapat tumbuh pada lingkungan mikroaerofil.
Bakteri metanotrof dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan lintasan metabolisme metan dan asimilasi formaldehida (Hanson &
Hanson 1996; Semrau et al. 2010). Terdapat dua jalur metabolisme asimilasi
formaldehida yaitu jalur ribulosa monofosfat (RuMP) dan jalur serin (Gambar 1).
Metanotrof tipe I adalah Gammaproteobacteria yang terdiri dari genera
Methylomonas, Methylobacter, Methylobacterium, Methylocaldum, dan
Methylosphaera. Kelompok bakteri ini memiliki berkas pada membran
intrasitoplasmik yang pradominan dengan asam lemak 14 dan 16 karbon, serta
menggunakan jalur RuMP untuk asimilasi karbon. Metanotrof tipe II adalah
Alphaproteobacteria yang terdiri dari Methylosinus, Methylocella, Methylicapsa,
dan Methylocystic. Bakteri ini memiliki membran intrasitoplasmik yang tersusun
dari asam lemak 18 karbon, serta menggunakan jalur serin untuk asimilasi karbon.
Kelompok yang ketiga adalah matanotrof tipe X seperti Methylocaldum dan
Methylococcus capsulatus (Bath) yang memiliki ciri-ciri tipe I, yaitu memiliki
fosfolipid asam lemak 16 karbon serta jalur metabolisme RuMP. Tipe X
dibedakan dari tipe I karena tipe X memiliki enzim ribulosa-bifosfat karboksilase,
suatu enzim yang juga terdapat dalam siklus Calvin-Benson (Bowman et al. 1993;
Hanson & Hanson 1996).

Gambar 1 Lintasan metabolisme metan dan asimilasi formaldehida (Hanson &
Hanson 1996)

4
Metanotrop tipe X tumbuh pada temperatur yang lebih tinggi dari pada tipe
I dan II, serta memiliki persentase GC yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kebanyakan metanotrof tipe I (Hanson & Hanson 1996). Selain metanotrof yang
tergabung dalam filum gamma dan Alfaproteobakteria, terdapat genus
Methylacidiphila yang dimasukkan ke dalam filum Verrucomicrobia dan secara
filogenetik berkerabat dekat dengan metanotrof tipe I (Semrau et al. 2010).
Anggota metanotrof ini merupakan termoasidofilik yang dapat tumbuh pada
temperatur lebih dari 50 °C dan pH di bawah 5.
Oksidasi Metan oleh Bakteri Metanotrof
Oksidasi metan dapat terjadi baik dalam keadaan aerob maupun anaerob di
berbagai lingkungan seperti lahan basah, sawah, tanah gambut, tanah hutan, dan
tambang batu bara (Han et al. 2009). Berbagai penelitian dilakukan untuk
mempelajari oksidasi metan pada metanotrof. Patel & Hoare (1971) melaporkan
bahwa M. capsulatus hanya dapat tumbuh pada media dengan metan atau metanol
sebagi sumber karbon dan energi. Methylobacter albus BG8 dan Methylosinus
trichosporium OB3b juga mampu mengoksidasi metan pada kultur batch dengan
substrat metanol (Benstead et al. 1998). Matheson et al. (1997) melaporkan
tentang terhambatnya proses oksidasi metan pada M. capsulatus (Bath) ketika
dipaparkan
dengan
hidroklorofluorokarbon
21,
difluoroklorometan,
fluorodiklorometan, dan berbagai metan terflorinasi.
Proses oksidasi metan secara aerobik dikatalisis oleh enzim metan
monooksigenase (MMO). Tahap pertama oksidasi metan akan menghasilkan
metanol yang kemudian dioksidasi menjadi formaldehida. Formaldehida
kemudian diasimilasi ke dalam biomassa sel atau dioksidasi lebih lanjut menjadi
karbondioksida untuk menghasilkan energi pereduksi untuk biosintesis dan
hidroksilasi metan (Gambar 2) (Murrel 1994).

Gambar 2 Lintasan oksidasi metan oleh metanotrof (Murrel 1994)
Murrel et al. (2000) menyatakan bahwa sebagian besar metanotrof tipe I
hanya mempunyai MMO yang berikatan dengan membran intrasitoplasmik yang
disebut partikulat MMO (pMMO), sedangkan metanotrof tipe II dan
Methylococcus juga mempunyai MMO yang berada di sitoplasma yang
dinamakan soluble MMO (sMMO). Dedysh et al. (2000) kemudian
mengkarakterisasi metanotrof asidofilik yang hanya mengekspresikan sMMO dan
tidak memiliki pMMO yaitu Methylocella palustris, Methylocella silvestris, dan
Methylocella tundrae. Ketiga bakteri ini diketahui tidak hanya menggunakan

5
sumber karbon C1 untuk pertumbuhan, tetapi juga mampu menggunakan asetat,
piruvat, suksinat, malat, dan etanol (Dedysh et al. 2005). Tidak adanya sistem
membran internal yang mengandung pMMO membuat Methylocella secara
morfologi dan metabolisme berbeda dengan metanotrof lain sehingga genus
Methylocella digolongkan sebagai metanotrof fakultatif. (Dedysh et al. 2005).
Metanotrof yang memiliki pMMO sekaligus sMMO memiliki sistem
regulasi yang dimediasi oleh konsentrasi ion tembaga (Cu2+) (Murrel et al. 2000).
Studi biokimia dan biofisik menunjukan bahwa aktivitas pMMO pada M.
capsulatus
(Bath) secara langsung dipengaruhi dan berkorelasi dengan
konsentrasi ion tembaga (Cu2+)/total rasio protein membran. Enzim pMMO hanya
diekspresikan ketika kondisi lingkungan memiliki rasio Cu2+ yang tinggi
dibandingkan dengan biomassa, sedangkan sMMO diekspresikan ketika
konsentrasi Cu2+ yang rendah. Mekanisme regulasi resiprokal untuk kluster gen
pMMO dan sMMO belum sepenuhnya diketahui.
Enzim Partikulat Metan Monooksigenase (pMMO)
Enzim pMMO merupakan metaloenzim integral membran yang tersusun
atas tiga subunit yaitu subunit γ (22 kDa), β (24 kDa), dan α (45 kDa) atau disebut
juga subunit pmoC, pmoA, dan pmoB. Ketiga subunit membentuk struktur
trimerik kompleks α3β3γ3 (Gambar 3a) (Lieberman & Rosenzwig 2005a;
Hakemian et al. 2008; Smith et al. 2011a). Setiap protomer terdiri dari satu
salinan subunit pmoB, pmoA, dan pmoC (Gambar 3b) (Lieberman & Rosenzwig
2005a). Subunit pmoB terdiri dari domain N-terminal cupredoxin (spmoBd1), dua
transmembran heliks, dan domain C-terminal cupredoxin (spmoBd2) (Gambar 4).
Kedua domain cupredoxin berada pada periplasma dan merupakan satu-satunya
domain yang soluble. Kedua subunit lainnya yaitu pmoA dan pmoC tersusun atas
transmembran heliks (Lieberman & Rosenzweigh 2005a).

a

b

Gambar 3 Struktur kristal pMMO pada M. capsulatus (Bath) (Lieberman &
Rosenzwig 2005a). (a) struktur trimerik kompleks α3β3γ3; (b)
struktur protomer pMMO yang tersusun atas subunit pmoB
(ungu), subunit pmoA (kuning), dan subunit pmoC (biru)
Struktur kristal pMMO dari tiga organisme yang berbeda telah diketahui,
pMMO M. capsulatus (Bath) (Lieberman et al. 2005a), pMMO M. trichosporium

6
OB3b (Hakemian et al. 2008), dan Methylocystis sp. strain M (Smith et al.
2011a). Tiga pusat metal telah ditemukan pada struktur pMMO M. capsulatus
(Bath). Dua pusat metal, yaitu tembaga (Cu) mononuklear dan Cu dinuklear,
berada pada daerah subunit pmoB (Lieberman & Rosenzweigh 2005a; Lieberman
& Rosenzweigh 2005b). Pusat metal Cu mononuklear berada pada residu His 48
dan His 72 (Gambar 4). Pada M. trichosporium OB3b dan Methylocystis sp. strain
M, residu yang mengikat Cu adalah residu asparagin. Pusat metal Cu dinuklear
yang memiliki jarak Cu–Cu sekitar 2.5–2.7 Å berada pada residu His 33, His 137,
dan His 139. Residu His 33 adalah ujung dari N-terminal subunit pmoB,
sedangkan 32 residu awal adalah sekuen peptida sinyal yang dihilangkan secara in
vivo. Ketiga residu histidin di daerah pusat ini sangat lestari pada seluruh anggota
metanotrof, kecuali filum Verrucomicrobia (Culpepper & Rosenzweig 2012).
Pusat metal yang ketiga berada dalam membran dan disusun oleh zink yang
berada pada residu Asp 156, His 160, dan His 173 pada pmoC dan Glu 195 pada
pmoA.

Gambar 4 Struktur subunit pmoB. pmoB domain N-terminal cupredoxin
(spmoBd1) ditunjukkan dengan warna ungu, pmoB domain Cterminal cupredoxin (spmoBd2) ditunjukkan dengan warna hijau,
dan dua transmembran heliks ditunjukan dengan warna biru
(Balasubramanian et al. 2010)
Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui sisi aktif enzim pMMO.
Berdasarkan percobaan pelabelan dengan substrat ascetylene yang telah ditandai
dengan radio aktif, pmoA diduga merupakan sisi aktif dari pMMO (Prior &
Dalton 1985; Zahn & Disprito 1996; Hakemian & Rosenzweig 2007). Analisis
biokimia dan kristalografi selanjutnya menunjukan bahwa sisi aktif kemungkinan
besar berada pada pusat metal Cu dinuklear yang berada pada tiga residu histidin
spmoBd1 (Lieberman et al. 2005a). Perubahan setiap residu histidin dengan
mutagenesis
menyebabkan
pMMO
kehilangan
aktivitas
enzimatik
(Balasubramanian et al. 2010). Hal ini mengindikasikan bahwa sisi aktif berada

7
pada pusat metal subunit pmoB domain cupredoxin. Smith et al. (2011b)
kemudian mengekspresikan gen penyandi domain cupredoxin pada E. coli.
Protein rekombinan yang dihasilkan mampu mengoksidasi metan menjadi
metanol dengan penambahan Cu.
Selain mengoksidasi metan, pMMO juga mampu mengoksidasi hidrokarbon
halogen seperti trikloroetilen (TCE), 1,2-diklorometan, dan kloroform (Hanson &
Hanson 1996). TCE digunakan secara luas dalam industri tekstil, insektisida, serta
sintesis polivinil krorid, dan diduga kuat bersifat karsinogenik bagi manusia
(Lieberman & Rozenweig 2004). Dengan kemampuan tersebut, pMMO memiliki
potensi sebagai agen bioremediasi serta pereduksi emisi gas metan.
Gen pmoC, pmoA, pmoB
Enzim pMMO disandikan oleh operon pmoCAB yang terdiri dari gen pmoC,
pmoA, dan pmoB yang secara berurutan menyandikan subunit pmoC, pmoA, dan
pmoB (Nguyen et al. 1997; Lieberman & Rosenzweig 2004) (Gambar 5). Pada M.
capsulatus (Bath), operon ini ditranskripsikan menjadi mRNA polisistronik
tunggal berukuran 3.3 kb (Nielsen et al. 1997).

(a)

(b)

Gambar 5 Gen penyandi metan monooksigenase. (a) operon pmoCAB yang
menyandikan pMMO (b) pmoC, pmoA, dan pmoB secara berurutan
menyandikan 3 subunit polipeptida penyusun pMMO yaitu subunit γ
(22 kDa), β (24 kDa), dan α (45 kDa) (Lieberman & Rosenzweig
2004).
Stolyar et al. (1999) melaporkan analisis molekular pmo M. capsulatus
(Bath). Bakteri ini memiliki dua salinan lengkap operon pmoCAB, dan salinan
ketiga untuk pmoC. Operon ini masing-masing terdiri dari 783 pb penyandi
pmoC, 756 pb penyandi pmoA, dan 1245 pb penyandi pmoB. Daerah kedua
salinan pmoCAB hampir identik pada level urutan nukleotida, hanya terdapat 13
perbedaan nukleotida dari 3183 pb. Pada level asam amino, setiap produk hasil
translasi hanya memiliki satu residu yang berbeda pada setiap salinan. Bakteri
yang masing-masing operon ini telah dimutasikan masih tetap dapat tumbuh

8
(Stolyar et al. 2001). Hal ini menunjukan bahwa kedua salinan gen tersebut
fungsional.
Selain M. capsulatus (Bath), metanotrof tipe I Methylomicrobium album
BG8 serta metanotrof tipe II M. trichosporium OB3b dan Methylocystis sp. strain
SC2 juga memiliki salinan rangkap operon pmo (Gilbert et al. 2000; Ricke et al.
2004). Urutan nukleotida salinan rangkap gugus gen pmoCAB pada kedua tipe
metanotrof tersebut cukup identik. Metanotrof M. trichosporium OB3B memiliki
gen pmoC berukuran 771 pb, pmoA berukuran 756 pb, dan pmoB berukuran 1296
pb (Gilbert et al. 2000). Panjang sekuen antar gen pmoC-pmoA sebesar 244 pb
dan pmoA-pmoB sebesar 174 pb. Ukuran gen pmo dari Methylocytis sp. memiliki
kemiripan yang tinggi dengan M. trichosporium OB3B dimana ukuran pmoC 771
pb, pmoA 756 pb, dan pmoB 1260 pb. Sekuen Shine-Dalgarno diduga berada di
hulu kodon awal dengan jarak sekitar 7 pb dan sangat mirip dengan sekuen
konsensus pada E. coli (5’AGGAGG). Dumont et al. (2006) mengklon operon
pmoCAB dari pustaka metagenom dengan metode DNA-SIP. Hasilnya, klon
GSC375 memiliki operon lengkap pmoCAB dimana ukuran pmoC, pmoA, dan
pmoB secara berurutan adalah 765 pb, 759 pb, dan 1257 pb. Dari ketiga gen
penyusun operon pmo, urutan nukleotida gen pmoA adalah yang gen yang paling
lestari. Sekuen gen pmoA sering digunakan sebagai penanda filogenetik dalam
analisis biodiversitas bakteri metanotrof (McDonald & Murrell 1997).

9

METODE
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini meliputi pembuatan gen penyandi pMMO domain
cupredoxin (spmoB), subklon gen spmoB pada vektor pGEM-T Easy, konstruksi
vektor ekspresi, analisis ekspresi gen spmoB dengan SDS-PAGE, dan pengujian
aktivitas oksidasi metan oleh bakteri rekombinan.
Penentuan rutunan nukleotida dan
desain gen spmoB M. capsulatus (Bath)
Pembuatan gen sintetik

Perbanyakan gen spmoB dengan PCR

Subklon gen spmoB pada vektor
pGEM-T Easy
Isolasi plasmid rekombinan (pGEMspmoB)

Amplifikasi plasmid
dengan primer T7 SP6

Sekuensing daerah
sisipan

Pemotongan plasmid
dengan EcoRI

Konstruksi vektor ekspresi
(pET15b-spmoB)
Analisis ekspresi gen spmoB dengan
SDS-PAGE

Pengujian aktivitas oksidasi metan oleh
bakteri rekombinan
Gambar 6 Diagram alur penelitian

10
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai dengan Juni
2015, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Pengetahuan Alam, IPB.
Desain dan Perbanyakan Gen Sintetik spmoB M. capsulatus (Bath)
Urutan nukleotida gen spmoB spesies M. capsulatus (Bath) diperoleh dari
situs
National
Center
for
Biotechnology
Information
(NCBI)
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/) dengan nomor akses L40804.2. Pengeditan dan
desain gen dilakukan dengan menggunakan program BioEdit. Pembuatan gen
sintetik spmoB dilakukan melalui jasa perusahan Integrated DNA Technologies,
Inc (IDT). Gen sintetik kemudian diperbanyak dengan metode Polymerase Chain
Reaction (PCR) (Gene Amp® PCR system 2720). Primer forward adalah
spmoBd1F (5′-GGAATTCCATATGCACGGTGAGAAATCGCGG-3′) dengan
situs pengenalan enzim NdeI (urutan nukleotida yang digarisbawahi) dan primer
reverse
spmoBd2R
(5′-CGGGATCCTTACATGAACGACGGGATCA-3’)
dengan situs pengenalan enzim BamHI (urutan nukleotida yang digarisbawahi).
Reaksi PCR terdiri dari DNA polimerase 5U (LA-Taq Takara), gen sintetik 1 ng,
masing-masing primer 0.5 µM, bufer DNA-pol 1X, dNTPs 0.25 mM, dan ddH2O.
Amplifikasi dilakukan sebanyak 12 siklus. Gradien temperatur yang digunakan
adalah pradenaturasi (94 C, 30 detik), denaturasi (94 C, 15 detik), penempelan
(55 C, 15 detik), pemanjangan (72 C, 30 detik), dan pemanjangan akhir (72 C,
5 menit). Produk PCR kemudian dipurifikasi dan diklon pada plasmid pGEM-T
Easy (Promega, USA).
Subklon Gen spmoB
Gen spmoB diligasikan pada daerah Multiple Cloning Site (MCS)
plasmid pGEM-T Easy (Gambar 7). Reaksi ligasi terdiri dari 10 µL fragmen DNA
(5 ng µL-1), 1 µL vektor pGEM-T Easy (50 ng µL-1), 2 µL bufer ligasi 10X, 1 µL
T4 (3 U µL-1) DNA ligase (Invitrogen, USA), dan 6 µL ddH2O. Proses ligasi
dilakukan dengan perlakuan inkubasi selama 16 jam pada suhu 10 oC. Escherichia
coli DH5α kompeten diperoleh dengan perlakuan CaCl2 (Lampiran 1). Plasmid
rekombinan diintroduksikan ke dalam sel kompeten dengan perlakuan renjatan
panas (heat shock) pada suhu 42 oC selama 60 detik. Seleksi bakteri transforman
dilakukan dengan seleksi biru putih (blue white selection) mengikuti metode
Sambrook dan Russel (2001).

11

Gambar 7 Peta fisik vektor pGEM-T Easy (Promega)
Isolasi Plasmid Rekombinan dan Verifikasi Transforman
Isolasi plasmid dilakukan pada koloni E. coli DH5α yang berwarna putih di
media Luria agar (LA) selektif. Bakteri E. coli DH5α ditumbuhkan dalam 10 mL
media LB yang mengandung 100 µg mL-1 ampisilin pada suhu 37 oC selama 1216 jam. Plasmid rekombinan pGEM-spmoB diisolasi dengan High Speed Plasmid
Mini Kit (Geneaid) sesuai dengan protokol. Hasil isolasi plasmid divisualisasi
dengan elektroforesis pada gel agarosa 1% (w v-1).
Verifikasi E. coli DH5α transforman dilakukan dengan mengamplifikasi
plasmid pGEM-spmoB menggunakan primer SP6 dan T7. Amplifikasi dilakukan
sebanyak 30 siklus. Gradien temperatur yang digunakan adalah pradenaturasi (94
C, 5 menit), denaturasi (94 C, 30 detik), penempelan (55 C, 30 detik),
pemanjangan (72 C, 1 menit), dan pemanjangan akhir (72 C, 10 menit). Untuk
memastikan sisipan gen telah sesuai dengan target, dilakukan pemotongan
plasmid pGEM-spmoB dengan enzim retriksi EcoRI. Plasmid dipotong dengan
mereaksikan 5 µL DNA plasmid, 1 µL 10x bufer enzim restriksi, 1 µL enzim
restriksi dan 3 µL ddH2O. Sampel diinkubasi pada suhu 37 °C selama semalam.
Visualisasi produk PCR dan hasil pemotongan plasmid dilakukan dengan
elektroforesis pada gel agarosa 1% (w v-1). Daerah penyandi spmoB diverifikasi
dengan sekuensing DNA melalui jasa perusahaan 1st Base, Malaysia.
Pengklonan Gen spmoB pada Vektor Ekspresi pET15b
Fragmen gen spmoB diperoleh dengan memotong plasmid rekombinan
pGEM-spmoB dengan enzim retriksi NdeI dan BamHI. Hasil pemotongan
dipisahkan dengan gel agarosa 1% dan dipurifikasi dengan Gel DNA Fragments
Extraction Kit (Geneaid). Plasmid pET15b yang juga telah dipotong dengan
enzim NdeI dan BamHI diligasikan dengan gen spmoB. Proses ligasi dengan
enzim T4 DNA ligase (Invitrogen, USA) sesuai prosedur Invitrogen. Plasmid
rekombinan pET15b-spmoB kemudian diintroduksikan ke dalam E. coli BL21
(DE3) kompeten dengan perlakuan renjatan panas (heat shock) pada suhu 42 oC

12
selama 60 detik. Bakteri tersebut disebar pada media LA yang mengandung
antibiotik ampisilin 100 µg mL-1. Bakteri transforman diverifikasi dengan
memotong plasmid rekombinan pET15b-spmoB dengan enzim retriksi NdeI dan
BamHI.

Gambar 8 Peta fisik vektor ekspresi pET15b (Novagen)

Gambar 9 Peta fisik dan urutan nukleotida daerah penyisipan pada vektor pET15b
Analisis Ekspresi Gen spmoB dengan SDS-PAGE
Escherichia coli BL21 (DE3) transforman ditumbuhkan dalam 3 mL media
LB yang mengandung antibiotik ampisilin 100 µg mL-1 selama satu malam pada
suhu 37 oC. Sebanyak 100 µL biakan kemudian dikulturkan pada 10 mL LB dan
diinkubasi kembali pada suhu 27 oC atau 37 oC. Ketika kultur telah mencapai
OD600 nm sebesar 0.6, ke dalam kultur ditambahkan isopropyl β-D-thiogalactoside
(IPTG) dengan beberapa konsentrasi akhir yaitu 0.1 mM, 0.5 mM, dan 1.0 mM
dan sebagai kontrol negatif satu kultur yang tidak diinduksi dengan IPTG. Kultur
kemudian diinkubasi kembali selama 4 jam pada suhu 27 oC dan 37 oC. Sebanyak
100 µL kultur kemudian ditambahkan dengan 30 µL bufer sampel (60 mM TrisHCl pH 6.8, gliserol 25%, 14,4 mM β-merkaptoetanol, bromofenol biru 0.1%)
dan dipanaskan pada suhu 100 oC selama 10 menit. Contoh sebanyak 10 µL
dielektroforesis pada 12.5% gel poliakrilamida dengan tegangan tetap 80 volt, 30
A selama 3 jam (Lampiran 2). Proses pewarnaan dilakukan dengan Comasie
Briliant Blue (CBB) selama 30 menit dan proses pencucian dengan larutan asam
asetat 10%. Estimasi ukuran protein rekombinan dihitung dengan nilai mobilitas

13
relatif (Rf) marker dan log berat molekul (BM) (Lampiran 3 & 4). Nilai Rf
dihitung dengan rumus:

Sebagai perbandingan, berat molekul protein spmoB rekombinan diprediksi
berdasarkan
urutan
asam
amino
melalui
software
ExPASy
(http://web.expasy.org/compute_pi).
Pengujian Aktivitas Oksidasi Metan
E. coli BL21 (DE3) transforman ditumbuhkan dalam 3 mL media LB yang
mengandung antibiotik ampisilin 100 µg mL-1 selama semalam pada suhu 27 oC.
Sebanyak 40 µL biakan tersebut ditambahkan ke dalam media LB 4 mL yang
mengandung antibiotik ampisilin 100 µg mL-1 dan 10 µM CuSO4 dalam tabung
berukuran 12 mL. Kultur diinkubasi pada suhu 27 oC hingga nilai OD600 nm
mencapai 0.6. IPTG 0.1 mM kemudian ditambahkan dalam kultur. Tabung ditutup
dengan sumbat karet, kemudian udara pada bagian head space diatur sehingga
komposisinya mendekati 50% udara dan 50% gas metan. Kultur diinkubasi
kembali pada suhu 27 oC selama 24 jam. Sebanyak 1 mL kultur diambil untuk
diukur kadar metanol yang dihasilkan dengan reagen SNP (Lampiran 5 & 6)
sesuai dengan metode Zhan et al.( 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbanyakan Gen Sintetik dan Subklon Gen spmoB
Urutan nukleotida gen pmoB yang digunakan untuk mensintesis gen
sintetik adalah urutan nukleotida dari bakteri metanotrof M. capsulatus (Bath).
Methylococcus capsulatus (Bath) memiliki pMMO dan sMMO yang ekpresi
keduanya dipengaruhi oleh konsentrasi ion tembaga (Cu2+) (Murrel et al. 2000).
Bakteri ini juga sering menjadi model penelitian karena relatif mudah digunakan
dalam sistem genetik (Chistoserdova et al. 2005). Rusmana dan Akhdiya (2009)
telah mengisolasi bakteri metanotrof dari beberapa lahan sawah di Indonesia dan
berhasil memperoleh isolat M. capsulatus dengan aktivitas oksidasi metan yang
tertinggi dibandingkan isolat lainnya.
Gen penyandi subunit pmoB pada M. capsulatus (Bath) berukuran 1245
pb. Gen ini terdiri dari 96 pb penyandi sinyal peptida (residu 1-32), 420 pb
penyandi spmoBd1 (residu 33-172), 279 pb penyandi dua transmembran heliks
(residu 173-264), dan 450 pb penyandi spmoBd2 (residu 265-414). Gen spmoB
sintetik dalam penelitian ini hanya menyandikan spmoBd1 dan spmoB2 (Gambar
10). Gen penyandi sinyal peptida dan dua transmembran heliks dihilangkan
supaya gen spmoB diekspresikan di sitoplasma, mengingat banyak kasus ekspresi
protein membran yang mengakibatkan kematian bagi E. coli (Miroux & Walker
1996). Penghilangan gen penyandi sinyal peptida menyebabkan gen kehilangan

14
kodon awal. Kodon awal ini digantikan oleh sekuen situs retriksi NdeI sehingga
proses translasi dapat berjalan. Domain transmembran heliks juga turut
dihilangkan. Sampai saat ini, fungsi dari domain ini masih belum diketahui
(Culpepper & Rosenzweig 2012). Asam amino Gly-Lys-Leu-Gly-Gly-Gly
digunakan untuk menggantikan dua transmembran heliks sebagai penghubung
residu 172 dan 265. Residu glisin dipilih karena memberikan pengaruh yang kuat
terhadap fleksibilitas protein (Balasubramanian et al. 2010).

Gambar 10 Gen sintetik penyandi spmoB yang dikonstruksi
Hasil perbanyakan gen sintetik dengan primer spmoBd1F dan spmoBd2R
menghasilkan produk berukuran 908 pb (Gambar 11). Modifikasi pada gen
penyandi subunit pmoB menyebabkan ukuran gen menjadi lebih pendek, yaitu
menjadi 891 pb. Basa tambahan sebanyak 17 pb merupakan sekuen pengenalan
enzim retriksi NdeI dan BamHI. Gen ini diprediksi akan menghasilkan protein
rekombinan dengan berat molekul 32.93 kDa (Gambar 12).
pb

M

1

2000
1000
750

908 pb

500

Gambar 11 Gen sintetik spmoB yang diamplifikasi dengan PCR. (M) marker 1kb;
(1) gen spmoB memiliki ukuran 908 pb
10
20
30
40
50
60
MHGEKSQAAF MRMRTIHWYD LSWSKEKVKI NETVEIKGKF HVFEGWPETV DEPDVAFLNV
70
80
90
100
110
120
GMPGPVFIRK ESYIGGQLVP RSVRLEIGKT YDFRVVLKAR RPGDWHVHTM MNVQGGGPII
130
140
150
160
170
180
GPGKWITVEG SMSEFRNPVT TGKLGGGAGT MRGMKPLELP APTVSVKVED ATYRVPGRAM
190
200
210
220
230
240
RMKLTITNHG NSPIRLGEFY TASVRFLDSD VYKDTTGYPE DLLAEDGLSV SDNSPLAPGE
250
260
270
280
290
TRTVDVTASD AAWEVYRLSD IIYDPDSRFA GLLFFFDATG NRQVVQIDAP LIPSFM
Theoretical pI/Mw: 6.11 / 32.93462

Gambar 12 Prediksi titik isoelektrik (pI) dan ukuran berat molekul (Mw) protein
rekombinan spmoB

15
Verifikasi keberhasilan penyisipan gen pada pGEM-T Easy dengan
amplifikasi plasmid rekombinan pGEM-spmoB dengan primer T7 dan SP6
menghasilkan amplikon yang berukuran ±1000 pb (Gambar 13a). Ukuran ini lebih
besar dari ukuran sisipan dikarenakan primer tersebut turut serta mengamplifikasi
daerah Multiple Cloning Site (MCS) yang berukuran 126 pb. Pemotongan plasmid
rekombinan dengan enzim EcoRI menghasilkan dua fragmen DNA yang
berukuran ±3000 pb dan ±900 pb (Gambar 13b). Ukuran ini telah sesuai dengan
ukuran gen spmoB yang disisipkan. Hasil sekuensing daerah sisipan menunjukkan
gen spmoB tidak mengalami mutasi (Lampiran 7).
pb

M

1

pb

M

1

3000
2500
2000

±3000 pb

1500

1500

1000

1000
750
500

±1000 pb

±900 pb

750
500
250

250

a

b

Gambar 13 Verifikasi gen spmoB dengan menggunakan plasmid dari bakteri E.
coli DH5α transforman yang mengandung pGEM-spmoB (a)
amplifikasi plasmid pGEM-spmoB dengan primer T7 dan SP6
menghasilkan amplikon berukuran ±1000 pb; (b) plasmid pGEMspmoB yang telah dipotong dengan enzim EcoRI menghasilkan
fragmen berukuran ±3000 pb dan ±900 pb
Konstruksi Vektor Ekspresi dan Verifikasi Transforman
Fragmen gen spmoB diperoleh dengan memotong plasmid pGEM-spmoB
menggunakan enzim NdeI dan BamHI. Pemotongan ini bertujuan untuk
mengeluarkan gen sisipan dari vektor pGEM dengan kedua ujung fragmen gen
yang sticky. Kedua ujung fragmen ini kemudian diligasikan dengan vektor
ekspresi pET-15b. Proses ligasi ini akan menghasilkan plasmid pET15b
rekombinan yang membawa gen spmoB dengan ukuran 6599 pb (Gambar 14).
Vektor pET-15b yang telah membawa gen spmoB diintroduksikan pada E.
coli BL21 (DE3) dengan metode renjatan panas (heat shock). Verifikasi
keberhasilan proses introduksi dilakukan dengan PCR koloni. Plasmid dari E. coli
BL21 (DE3) yang menunjukan hasil positif kemudian diisolasi dan dipotong
kembali dengan enzim NdeI dan BamHI untuk memastikan bahwa sisipan telah
sesuai dengan target. Hasil pemotongan ini menunjukan dua pita yang berukuran
±5700 pb dan ±900 pb (Gambar 15). Pita yang berukuran ±5700 pb merupakan
plasmid pET15b tanpa sisipan dan pita berukuran ±900 pb merupakan gen spmoB.

16

Gambar 14 Vektor ekspresi pET15b-spmoB yang dikonstruksi
pb
6000
5000
4000
3500
3000
2500
2000

M

1
±5700 pb

1000
1000
750

±900 pb

500

Gambar 15 Hasil pemotongan plasmid pET15b-spmoB dengan enzim NdeI dan
BamHI. (M) marker 1 Kb; (1) plasmid pET15b yang berukuran ±5700
pb dan gen spmoB yang berukuran ±900 pb

17
Analisis Ekspresi dan Pengujian Aktivitas Oksidasi Metan
Gen spmoB diekspresikan di E. coli BL21 (DE3). Kelebihan menggunakan
E. coli sebagai organisme inang telah diketahui dengan baik. Bakteri ini memiliki
kinetika pertumbuhan yang cepat, densitas sel yang tinggi, media pertumbuhan
yang telah tersedia dengan komponen yang relatif murah, dan transformasi yang
cepat dan mudah (Rosano & Ceccarelli 2014). Dibandingkan dengan
pertumbuhan M. capsulatus (Bath) yang relatif lambat, batas densitas sel teoritis E.
coli dalam kultur cair diperkirakan sekitar 200 g sel L-1 (Lee 1996; Shiloach &
Fass 2005).
Ekspresi berlebih gen spmoB di E. coli dengan induksi IPTG telah berhasil
dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya pita protein rekombinan pada E.
coli BL21 (DE3) rekombinan yang telah diinduksi dengan IPTG (Gambar 16).
Berdasarkan perhitungan nilai mobilitas relatif, protein rekombinan spmoB
berukuran sekitar 38.97 kDa (Lampiran 8). Ukuran ini berbeda dari prediksi oleh
ExPASy yang memperkirakan berat molekul spmoB sebesar 32.9 kDa. Perbedaan
ini disebabkan karena adanya penambahan 6 residu histidin dan beberapa asam
amino pada bagian hulu protein dari vektor pET15b. Balasubramanian et al.
(2010) mengekspresikan gen ini dengan vektor pET21b dan menghasilkan ukuran
protein rekombinan yang sama. Ukuran protein spmoB rekombinan menjadi lebih
kecil dari pada ukuran subunit pmoB (45 kDa) karena terdapat penghilangan
domain transmembran heliks.

A

B

Gambar 16 Analisis ekspresi gen spmoB yang diinduksi IPTG dengan SDS-PAGE
(A) inkubasi pada suhu 27 oC (B) inkubasi pada suhu 37oC.
Keterangan: (M) Marker protein; (K-) bakteri transforman yang tidak
diinduksi oleh IPTG; (1) induksi IPTG 0.1 mM; (2) induksi IPTG 0.5
mM; (3) induksi IPTG 1.0 mM
Beberapa konsentrasi IPTG dan suhu inkubasi digunakan untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap ekspresi. Pada beberapa kasus, suhu inkubasi sangat
berpengaruh terhadap ekspresi protein rekombinan di E. coli (Gopal & Kumar
2013). Konsentrasi IPTG yang digunakan untuk menginduksi represor-promotor
regulator lac dapat memberikan pengaruh nyata terhadap ekspresi (Khlebnikov &
Keasling 2002). Pada beberapa protein diperlukan induksi transkripsi yang lambat

18
(dengan konsentrasi IPTG yang lebih rendah) dan beberapa kasus yang lain
diharapkan produksi protein dengan jumlah yang lebih tinggi (Sambrook &
Russel 2001). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengamatan pengaruh
konsentrasi IPTG terhadap ekspresi gen spmoB. Hasilnya menunjukkan bahwa
konsentrasi IPTG 0.1 mM, 0.5 mM, dan 1.0 mM IPTG dapat menginduksi
ekspresi gen rekombinan dengan baik. Pada penelitian ini, konsentrasi 0.1 mM
IPTG dapat menginduksi ekspresi sebaik konsentrasi 0.5 mM dan 1.0 mM. Hasil
ini mengindikasikan bahwa konsentrasi 0.1 mM sudah mampu mengikat hampir
keseluruhan protein represor lac. Kenaikan konsentrasi IPTG tidak akan
memberikan perbedaan tingkat ekspresi jika seluruh protein represor lac di dalam
sel telah diikat oleh IPTG. Bakteri E. coli BL21 (DE3) rekombinan juga dapat
mengekspresikan protein rekombinan pada suhu 27 oC dan 37 oC. Kemampuan
untuk mengekspresikan protein rekombinan yang diinginkan dalam jumlah yang
tinggi memungkinkan untuk karakterisasi biokimia, aplikasi dalam proses industri,
dan juga aplikasi lainnya (Rosano & Ceccarelli 2014).
Pengukuran aktivitas spmoB pada E. coli BL21 (DE3) transforman telah
dilakukan. Kultur bakteri yang telah diinduksi oleh IPTG selama 24 jam pada
media LB digunakan untuk mengukur aktivitas oksidasi metan. Aktivitas bakteri
rekombinan adalah sebesar 0.114 mmol/mL kultur/jam. Pada E. coli BL21 (DE3)
non transforman tidak terbentuk metanol selama pengukuran aktivitas spmoB.
Kontrol percobaan ini memastikan bahwa aktivitas oksidasi metan pada E. coli
BL21 (DE3) rekombinan disebabkan oleh aktivitas protein rekombinan spmoB.
Aktivitas spmoB ini masih belum optimal. Tingkat ekspresi yang sangat tinggi
diduga sebagai penyebab penurunan aktivitas ini. Pada ekspresi berlebih,
akumulasi protein intraselular yang sangat cepat serta dalam jumlah yang besar
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan hal ini memicu ketidak
stabilan protein (Jonasson et al. 2002; Palomares et al. 2004). Pembentukan
agregat protein ini diketahui sebagai inclusion bodies. Aktivitas protein yang
membentuk inclusion bodies dapat dikembalikan dengan proses pelipatan ulang
secara in vitro.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gen spmoB berhasil diklon dan diekpresikan secara berlebih di E. coli BL21
(DE3) tanpa menyebabkan toksisitas. Ekspresi ini dapat dilakukan pada suhu 27
o
C dan 37 oC dengan konsentrasi IPTG 0.1 mM, 0.5 mM, dan 1.0 mM yang
ditambahkan ke dalam kultur. Protein spmoB rekombinan yang dihasilkan
berukuran 38.9 kDa. Aktivitas oksidasi metan bakteri rekombinan adalah sebesar
0.114 mmol/mL kultur/jam.
Saran
Perlu dilakukan penelitian untuk pemurnian protein dan pelipatan ulang
secara in vitro protein rekombinan spmoB, serta optimasi kondisi kultur untuk
mendapatkan aktivitas oksidasi metan protein spmoB yang lebih tinggi.

19

DAFTAR PUSTAKA
Balasubramanian R, Smith SM, Rawat S, Yatsunyk LA, Stemmler TL,
Rosenzweig AC. 2010. Oxidation of methane by a biological dicopper.
Nat 465: 115-121.
Benstead J, King GM, Williams HG. 1998. Methanol promotes atmospheric
methane oxidation by methanotrophic cultures and soils. Appl Environ
Microbiol 64: 1091-1098.
Bowman JP, Sly LI, Nichols PD, Hayward AC. 1993. Revised taxonomy of the
methanotrophs: description of Methylobacter gen. nov., emendation of
Methylococcus, validation of Methylosinus and Methylocystis species,
and a proposal that the family Methylococcaceae includes only the group
I methanotrophs. Int J Syst Bacteriol 43: 735–753.
Chistoserdova L, Vorholt JA, Lidstrom ME. 2005. A genomic view of methane
oxidation by aerobic bacteria and anaerobic archaea. Genome Biol 6:
208-214.
Culpepper MA, Rosenzweig AC. 2012. Architecture and active site of particulate
methane monooxygenase. Critical Rev Bioch Mol Biol 47 (6): 483-492.
Dedysh SN, Liesack W, Khmelenina VN, Suzina NE, Trotsenko YA, Semrau JD,
Bares AM, Panikov NS, Tiedje JM. 2000. Methylocella palustris gen.
nov., a new methane-oxidizing acidophilic bacterium from peat bogs,
representing a novel subtype of serine pathway methanotrophs. Int J Syst
Evol Micr 50: 955–969.
Dedysh SN, Knief C, Dunfield PF. 2005. Methylocella species are facultatively
methanotrophic. J Bacteriol 187: 4665-4670.
Dumont MG, Radajewski SM, Miguez CB, McDonald R, Murrel JC. 2006.
Identification of a complete methane monooxygenase operon from soil
by combining stable isotope probing and metagenomic analysis. Environ
Microbiol 8 (7): 1240-1250.
Gilbert B, McDonald IR, Finch R, Stafford GP, Nielsen AK, Murrell JC. 2000.
Molecular analysis of the pmo (particulate methane monooxygenase)
operons from two type II methanotrophs. App Environ Microb 66 (3):
966-975.
Gopal GJ, Kumar A. 2013. Strategies for the Production of recombinant protein in
Escherichia coli. Prot J 32: 419-425.
Gou X, Xing HH, Luo M, jiang H, Han B, Wu H, Wang L, Zhang F. 2006.
Functional expression of the particulate methane monooxygenase gene in
recombinant Rhodococcus erythropolis. FEMS Microbiol 263: 136-141.
Hakemian AS, Kondapalli KC, Telser J, Hoffman BM, Stemmler TL, Rosenzweig
AC. 2008. The metal centers of particulate methane monooxygenase
from Methylosinus trichosporium OB3b. Biochem 47 (26): 6793-6801.
Hakemian AS, Rosenzweig A. C. 2007. The biochemistry of methane oxidation.
Ann Rev Biochem 76: 223–241.
Han B et al. 2009. Diversity and activity of methanotrophs in alkaline soil from a
Chinese coal mine. FEMS Microbiol Ecol 70: 40-51.
Hanson RS, Hanson TE. 1996. Methanotrophic bacteria. Microbiol Rev 60: 439471.

20