Pigmen Ekstraseluler Kapang Xylaria psidii KT30 sebagai Pewarna Alami pada Lip Gloss

PIGMEN EKSTRASELULER KAPANG Xylaria psidii KT30
SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA LIP GLOSS

IA ARGA DHELIA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pigmen Ekstraseluler
Kapang Xylaria psidii KT30 sebagai Bahan Pewarna Alami pada Lip Gloss
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, 29 November 2013
Ia Arga Dhelia
NIM C34090090

ABSTRAK
IA ARGA DHELIA. Pigmen Ekstraseluler Kapang Xylaria psidii KT30 sebagai
Pewarna Alami pada Lip Gloss. Dibimbing oleh KUSTIARIYAH TARMAN dan
IRIANI SETYANINGSIH.
Lip gloss merupakan salah satu jenis kosmetik dekoratif dimana bahan
pewarna memiliki peranan yang penting. Saat ini, bahan pewarna sintesis
berbahaya marak digunakan dalam kosmetik sehingga diperlukan alternatif bahan
pewarna alami yang aman digunakan dalam kosmetik, khususnya lip gloss.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas dan toksisitas pigmen
ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30 dan pemanfaatannya sebagai bahan
pewarna alami pada lip gloss. Kultivasi selama 21 hari dilakukan untuk
mengetahui waktu panen yang tepat. Kultur selama 15 hari menghasilkan biomasa
kapang terbaik sebanyak 0,45 % dan pH selama kultur berkisar 4-5. Kultur selama
12 hari menghasilkan pigmen ekstraseluler paling pekat dengan nilai absorbansi
sebesar 1,001. Rendemen pigmen yang didapatkan sebesar 1,9%. Pigmen bersifat

tidak toksik dengan nilai LC50 sebesar 20.069,5 ppm dan homogenitas pigmen
baik karena tidak terdapat gumpalan (gritty). Pigmen ekstraseluler kapang X.
psidii KT30 yang diaplikasikan pada lip gloss bersifat homogen dan stabil.
Kekerasan dan suhu lebur lip gloss masing-masing adalah 55 cP/5 detik dan 48-60
°C, dengan bobot rata-rata lip gloss 2,94 gram.
Kata kunci: kapang, lip gloss, stabilitas, toksisitas, Xylaria psidii

ABSTRACT
IA ARGA DHELIA. Extracellular Pigment of Xylaria psidii KT30 as the Natural
Coloring Agent for Lip Gloss. Supervised by KUSTIARIYAH TARMAN and
IRIANI SETYANINGSIH.
Lip gloss is a kind of decorative cosmetic where the coloring agent has an
important role. Currently, hazardous synthetic coloring agent often contained in
the cosmetic so that natural coloring agent for cosmetic have to be found,
especially for lip gloss. The purpose of this study was to determine the stability
and toxicity of the extracellular pigment of fungus Xylaria psidii KT30 and its use
as a natural coloring agent on lip gloss. Cultivation for 21 days was conducted to
determine the appropriate harvest time. Culture for 15 days produced the best
fungal biomass as much as 0,45% and pH during culture ranged from 4-5. Culture
for 12 days produced the most dense extracellular pigment with absorbance value

of 1,001. The yield of pigment was 1,9%. Pigment was not toxic with LC50 value
of 20.069,5 ppm and homogenity of pigment was good because there was no
gritty. Extracellular pigment of X. psidii KT30 that applied in lip gloss was
homogeneous and stable. The breaking and melting points of lip gloss
correspondingly was 55 cP/5 second and 48-60 °C, with lip gloss average weight
was 2,94 gram.
Keywords: fungus, lip gloss, stability, toxicity, Xylaria psidii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PIGMEN EKSTRASELULER KAPANG Xylaria psidii KT30
SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA LIP GLOSS


IA ARGA DHELIA

IA ARGA DHELIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana
Sarjana
Perikanan
Perikanan
pada
Departemen Teknologi
pada Hasil Perairan
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Pigmen Ekstraseluler Kapang Xylaria psidii KT30
sebagai Pewarna Alami pada Lip Gloss
Nama
: Ia Arga Dhelia
NIM
: C34090090
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Kustiariyah Tarman, SPi, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS
nnnnPembimbing II

Diketahui oleh


Dr Ir Joko Santoso, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ………………..

Judul Skripsi

: Pigmen Ekstraseluler Kapang Xylaria psidii KT30
sebagai Pewarna Alami pada Lip Gloss
Nama
: Ia Arga Dhelia
NIM
: C34090090
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Kustiariyah Tarman, SPi, MSi
Pembimbing I


Tanggal Lulus:

.1J ..JAN-.._ セ N Qセ@

Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS
Pembimbing II

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ”Pigmen Ekstraseluler
Kapang Xylaria psidii KT30 sebagai Bahan Pewarna Alami pada Lip Gloss”.
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1 Dr. Kustiariyah Tarman, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS selaku
dosen pembimbing, yang telah memberikan arahan serta bimbingan.
2 Dr. Desniar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan
yang positif.
3 Dr. Ir. Joko Santoso, M.Sc selaku kepala Departemen Teknologi Hasil
Perairan.

4 Bapak, Mama, Dyah Hafida Laksmi, dan Hamidza Gita Hapsari sebagai
pemberi semangat yang utama.
5 Teman-teman tim kapang (Wenny Tiara, Cholila Widya, Virjean Pricillia,
Dwi Safitri, Rita Sahara, Ayu Puspita, dan Dhani Aprianto), laboran (Ibu Ema
dan Mbak Dini), dan kakak-kakak S2 THP.
6 Teman-teman THP 46, THP 45, THP 47, dan THP 48, khususnya Rika
Kartika, Marisky Nur Adnin, Yoshiara, Budi Dwi, dan Aditya Yudha.
7 Bnls (Adinna Astrianti, Rizkia Aulia, Risanthi Sentany, Ayu Kartini, dan
Intan Rizkia), Annisaa Bella, Danty Kartika, Selvi Anggraini, Nisa Agustina,
Rekha Mahendraswari, Ikhwan Agustian, dan Bagus Jaka.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya
ilmiah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Semoga tulisan ini
bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Bogor, 29 November 2013
Ia Arga Dhelia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
PENDAHULUAN ............................................................................................1
Latar Belakang ..........................................................................................1
Perumusan Masalah ..................................................................................1
Tujuan Penelitian ......................................................................................2
Manfaat Penelitian ....................................................................................2
Ruang Lingkup Penelitian .........................................................................2
METODE PENELITIAN .................................................................................2
Bahan.........................................................................................................2
Alat ............................................................................................................3
Prosedur Penelitian....................................................................................3
Kultivasi isolat kapang ........................................................................3
Pemanenan pigmen ekstraseluler ........................................................3
Uji dispersi dan stabilitas pigmen ekstraseluler ..................................4
Uji toksisitas ........................................................................................5
Aplikasi dalam pembuatan lip gloss ...................................................5
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................6
Kultivasi Kapang Xylaria psidii KT30 .....................................................6
Pigmen Ekstraseluler .................................................................................8
Toksisitas Pigmen Ekstraseluler .............................................................10

Stabilitas Pigmen Ekstraseluler ...............................................................11
Aplikasi dalam Pembuatan Lip Gloss .....................................................12
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................15
Kesimpulan .............................................................................................15
Saran ........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................16
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Komposisi bahan pengujian dispersi dan stabilitas .......................................... 4
Perhitungan bahan pembuatan lip gloss ........................................................... 5
Hasil uji toksisitas pigmen ekstraseluler ........................................................ 11
Hasil uji dispersi dan kestabilan pigmen ekstraseluler................................... 12
Hasil evaluasi fisik lip gloss ........................................................................... 14


DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6

Diagram alir penelitian ..................................................................................... 4
Kultivasi kapang Xylaria psidii KT30 ............................................................. 7
Pertumbuhan kapang dan nilai pH media selama 21 hari kultivasi ................. 8
Nilai absorbansi pigmen esktraselueler ............................................................ 9
Hasil panen pigmen ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30 ..................... 10
Lip gloss yang menggunakan pigmen ekstraseluler sebagai bahan
pewarna alami ................................................................................................ 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji toksisitas pigmen ekstraseluler ......................................................... 20
2 Tabel keragaman bobot lip gloss ..................................................................... 20

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang digunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau
gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan maupun memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik (PERMENKES 2010). Lip gloss merupakan
salah satu kosmetika yang tergolong kosmetik dekoratif. Bahan pewarna berperan
penting pada kosmetik dekoratif. Bahan pewarna tersebut dapat berasal dari zat
warna alam dan zat warna sintetis.
Hasil pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pada
tahun 2005 dan 2006 di beberapa provinsi menunjukkan bahwa terdapat 27
merek kosmetika yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam
sediaan kosmetika. Salah satu yang termasuk di dalamnya adalah zat warna
rhodamin B dan merah K3 (Widana dan Yuningrat 2007). Penggunaan rhodamin
B pada kosmetik dalam waktu lama akan mengakibatkan kanker dan gangguan
fungsi hati. Bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu
singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Jika terpapar pada bibir
dapat menyebabkan bibir pecah-pecah, kering, gatal, bahkan kulit bibir terkelupas
(Yulianti 2007). Oleh karena itu diperlukan alternatif bahan pewarna alami yang
aman dan tidak menimbulkan efek samping.
Rumput laut atau alga (seaweed) telah dimanfaatkan sejak ratusan tahun
yang lalu oleh masyarakat pesisir di Indonesia untuk bahan pangan, obat-obatan,
dan obat luar, seperti antiseptik dan pemeliharaan kulit. Alga merah
(Rhodophyceae) atau rumput laut merah merupakan jenis yang paling banyak
dimanfaatkan (Kordi 2010). Selain dimanfaatkan secara langsung, alga merah
merupakan sumber kapang endofit yang bermanfaat pula. Banyak metabolit
sekunder yang sudah diisolasi dari kapang endofit genus Xylaria, misalnya
antifungi. Hasil penelitian Phongpaichit et al. pada tahun 2006 menunjukkan
bahwa ekstrak etil asetat dari media kultur broth Xylaria sp. PSU-D14 memiliki
aktivitas antifungi melawan Candida albicans (Pongcharoen et al. 2008). Selama
tahun 2002–2006 sudah ditemukan 330 senyawa baru yang berasal dari kapang
laut. Hal ini menunjukkan bahwa kapang laut menjadi sumber penting penghasil
senyawa bioaktif (Kjer et al. 2010). Sejumlah kapang juga memiliki pigmen
ekstraseluler yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami, seperti
Monascus purpureus (Jenie et al. 1997). Salah satu yang belum dimanfaatkan
adalah pigmen ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30.

Perumusan Masalah
Lip gloss merupakan kosmetik yang digunakan oleh wanita dan bahan
pewarna yang umumnya digunakan adalah bahan kimiawi (sintesis). Bahan
pewarna sintesis yang mempunyai efek samping berbahaya justru marak
digunakan oleh produsen saat ini. Padahal banyak bahan-bahan alami yang dapat

2
dijadikan pewarna, seperti potensi yang terdapat pada pigmen kapang Xylaria
psidii KT30 yang belum dimanfaatkan.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas pigmen
ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30 dan pemanfaatannya pada lip gloss.
Tujuan khusus yang ingin dicapai yaitu menguji stabilitas dan toksisitas pigmen
esktraseluler dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai pemanfaatan pigmen ekstraseluler kapang Xylaria
psidii KT30 sebagai bahan pewarna alami pada lip gloss memberikan keuntungan
di bidang kosmetika dalam pemanfaaatan bioteknologi dan mikrobiologi serta
menghasilkan produk yang alami dan memiliki nilai tambah (added value).
Pemanfaatan pigmen ini juga bermanfaat sebagai solusi untuk produk kosmetik
yang aman dari bahan-bahan kimia berbahaya yang marak di pasaran.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah prekultur dan kultivasi kapang Xylaria
psidii KT30, pemanenan pigmen ekstraseluler yang dihasilkan, uji stabilitas dan
toksisitas pigmen, aplikasi pigmen ektraseluler sebagai bahan pewarna alami pada
lip gloss, serta evaluasi fisik lip gloss.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013. Kultivasi
kapang Xylaria psidii KT30, pemanenan dan pengambilan pigmen ekstraseluler,
serta uji toksisitas pigmen dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Uji stabilitas pigmen, pembuatan dan evaluasi fisik lip
gloss dilakukan di Laboratorium Farmasetika Non Steril, Fakultas Farmasi,
Universitas Indonesia.

Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kapang Xylaria
psidii KT30 yang diisolasi dari rumput laut Kappaphycus alvarezii. Bahan lainnya
yaitu media PDA (Potato Dextrose Agar), media PDB (Potato Dextrose Broth),

3
akuades, alkohol, kertas saring (0,45 µm), kertas pH, aluminium foil, Artemia
salina, serta bahan-bahan dalam pembuatan lip gloss, yaitu malam lebah, lilin
karnauba, adeps lanae, minyak jarak, minyak zaitun, air, butil hidroksi toluen
(BHT), dan minyak pewangi strawberi.

Alat
Alat yang digunakan untuk kultivasi kapang adalah sudip, timbangan
digital, tabung Erlenmeyer 300 dan 500 mL, pisau, gunting, cawan petri, tabung
ukur, dan pipet. Alat yang digunakan untuk pemanenan pigmen adalah corong,
botol sampel, timbangan digital (Sartorius TE64), spektrofotometer UV-Vis
(Epoch), dan rotary vacuum evaporator (Heidolph VV2000). Alat yang
digunakan untuk uji toksisitas adalah selang dan botol, tabung reaksi, pipet
volumetrik, sumur BSLT, dan pipet. Alat yang digunakan untuk pembuatan dan
evaluasi fisik lip gloss adalah kaca arloji, sudip, timbangan digital, lumpang,
penangas air, cetakan lip gloss, penetrometer (HERZOO), dan apparatus melting
point (Electrothermal).

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui lima tahapan, yaitu prekultur dan kultivasi
isolat kapang, pemanenan pigmen ekstraseluler yang dihasilkan, uji stabilitas dan
toksisitas pigmen, aplikasi pigmen ektraseluler sebagai bahan pewarna alami pada
lip gloss, serta evaluasi fisik lip gloss. Diagram alir penelitian disajikan pada
Gambar 1.

Kultivasi isolat kapang (Sofyana 2012)
Kultivasi kapang endofit isolat KT30 dilakukan secara in vitro
menggunakan media potato dextrose agar (PDA). Miselium yang diperoleh dari
substrat selanjutnya diinokulasi pada 50 mL potato dextrose broth (PDB) yang
diletakkan pada tabung Erlenmeyer 300 mL. Setelah 2 minggu masa inkubasi,
dilakukan pemindahan media prekultur ke dalam tabung Erlenmeyer yang berisi
200 mL media PDB sebanyak 5% dari media tanam. Lalu dikultivasi secara stand
culture selama 21 hari dan dipanen setiap 3 hari dengan metode penyaringan.

Pemanenan pigmen ekstraseluler
Kultur yang telah ditumbuhkan tersebut kemudian disaring menggunakan
kertas saring. Untuk mengetahui konsentrasi pigmen ekstraseluler pada
supernatan, absorbansi supernatan diamati pada panjang gelombang 518nm (A518)
(Tarman 2011).

4
Prekultur kapang

Kultivasi kapang

Pemanenan

Kultur broth

Miselium

Evaporasi

Pengeringan

Pekatan pigmen

Uji toksisitas

Penimbangan
biomassa
kering
Uji stabilitas

Pembuatan lip gloss

Evaluasi fisik lip gloss
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Uji dispersi dan stabilitas (Martinalova 2004)
Uji dispersi dan stabilitas lip gloss bertujuan menguji kemampuan dispersi
pigmen dalam basis lip gloss dan daya tahan pigmen ekstraseluler terhadap panas.
Pigmen didispersikan dalam medium air dan minyak jarak, dengan konsentrasi
pigmen 2%, 3%, dan 4%. Setiap konsentrasi tersebut didispersikan dalam air,
minyak jarak, dan pengemulsi, yaitu polietilen glikol (PEG). Komposisi bahan uji
dispersi dan stabilitas disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi bahan
No.
1
2
3

Konsentrasi
pigmen (%)
2
3
4

Air
(%)
5
5
5

Minyak jarak
(%)
88
87
86

Pengemusi
(%)
5
5
5

5
Ekstrak dalam pengemulsi dipanaskan dibawah sinar matahari selama satu
jam atau pada suhu sekitar ±35 ºC. Parameter yang diamati yaitu perubahan warna
dan ada tidaknya butiran dengan mengoleskan cara mengoleskan campuran di
antara telunjuk dan ibu jari.

Uji toksisitas (Meyer et al. 1982)
Hasil pigmen ekstraseluler dari kapang diambil 0,0211 g, dilarutkan dalam
10 mL air laut lalu dibuat pengenceran 0, 5, 10, 50, 100, 250, 500, 750, dan 1000
ppm. Pengujian dilakukan dengan memasukkan 10 ekor larva Artemia salina
berumur 48 jam ke dalam sumur yang telah berisi 2 mL campuran larutan ekstrak
dan air laut. Setelah 24 jam, jumlah larva yang mati dihitung.
Rancangan uji dilakukan menggunakan rancangan eksperimental dengan
pemberian perlakuan konsentrasi 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 250
ppm, 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali.
Parameter yang digunakan adalah jumlah Artemia salina yang mati 50 % dari
total larva uji. Nilai LC50 dihitung dengan memasukkan angka dari tabel nilai
probit presentase mortalitas (50% kematian larva uji). Kemudian dihitung nilai
LC50 dengan menggunakan rumus y = a + bx. Nilai a dan b diperoleh dengan
perhitungan menggunakan rumus regresi linier berdasarkan data dari titik
konsentrasi yang digunakan.

Aplikasi dalam pembuatan lip gloss (Rahim 2011)
Pembuatan lip gloss pada penelitian ini menggunakan campuran lemak,
minyak, dan malam. Bahan-bahan pembuatan lip gloss dan perhitungan bahan
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Perhitungan bahan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Bahan
Lilin karnauba
Malam lebah
Adeps lanae
Minyak jarak
Minyak zaitun
Air
BHT
Pigmen ekstraseluler
Total

Persen (%)
10
15
7
53.5
9
2
0.5
3
100

Jumlah (gram)
1.5
2.25
1.05
8.025
1.35
0.3
0.075
0.45
15

Lip gloss dibuat dengan cara campuran fase malam dan fase lemak (lilin
karnauba, malam lebah, dan adeps lanae) dipanaskan di atas penangas air bersuhu
85 oC. Mortar direndam dengan air panas selama 10-15 menit kemudian
permukaannya dilapisi sedikit minyak jarak dan diisi minyak zaitun dan sisa
minyak jarak, diaduk hingga homogen. Lalu pigmen ekstraseluler dilarutkan
dengan air dan dicampur dengan BHT ke dalam mortar hingga homogen. Setelah
berbentuk massa cair, campuran lilin karnauba, adeps lanae, dan malam lebah

6
dituangkan ke dalam mortar, diaduk hingga homogen dan ditambahkan minyak
pewangi strawberi. Massa cair lip gloss kemudian dituangkan ke dalam cetakan
dan dimasukkan dalam lemari pendingin sekitar 15 menit hingga berbentuk padat.
Kemudian dilakukan evaluasi sediaan semisolid yaitu evaluasi fisik lip gloss
sebagai berikut (Djajadisastra et al. 2010):
1 Penampilan fisik: Permukaan lip gloss (warna, aroma, serta timbulnya
keringat dan kristal) diamati.
2 Tekstur polesan: Lip gloss dioleskan pada kulit dan diamati tekstur polesannya.
3 Homogenistas polesan: Lip gloss dioleskan pada permukaan licin, seperti
punggung tangan atau bibir, lalu diamati homogenitas dan intensitas warna.
4 Uji keragaman bobot: Masing-masing empat buah lip gloss ditimbang dengan
timbangan analitik.
5 Uji kekerasan: Memakai alat penetrometer. Lip gloss diletakkan secara
horizontal dengan jarum penetrometer. Jarum penetrometer diletakkan pada
bagian tengah lip gloss, lalu tombol ON ditekan. Kekerasan lip gloss diukur
dengan satuan 1/10 mm.
6 Uji suhu lebur: Memakai alat melting point apparatus. Pipa kapiler
ditusukkan ke dalam plastik dengan kedalaman 10 mm lalu pipa kapiler
diletakkan dalam alat dengan posisi yang sesuai. Suhu pada saat lip gloss
mulai leleh merupakan suhu lebur lip gloss.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kultivasi Kapang Xylaria psidii KT30
Isolasi dan kultivasi kapang endofit merupakan langkah kritis karena
membutuhkan kepekaan untuk menemukan jumlah maksimum koloni endofit dan
harus cukup akurat untuk mengeliminasi mikroba epifit yang ada di permukaan
(Strobel dan Daisy 2003). Xylaria psidii KT30 merupakan kapang endofit yang
diisolasi dari alga merah Kappaphycus alvarezii BRKA-1 dari Barru, Sulawesi
Selatan. Kapang X. psidii KT30 memproduksi pigmen merah yang larut dalam
pelarut polar, yaitu metanol dan air (Tarman 2011). Kapang yang tergolong genus
Xylaria merupakan sumber griseofulvin, sitokalasin, eremophilanes
sesquiterpenes, xylaramides, xanthones, asam lemak, furanopyranols, dan turunan
xyloketal. Xylaria spp. yang tergolong Xylariceae, terdiri dari 40 genera.
Meskipun telah banyak ditemukan di banyak negara di dunia, Xylaria spp. lebih
banyak ditemukan di daerah tropis. Menurut penelitian Silva et al. (2010), kapang
ini termasuk dalam golongan kapang endofit. Endofit merupakan mikroorganisme
yang hidup secara berkoloni di dalam jaringan tumbuhan dan tidak menyebabkan
efek negatif terhadap tumbuhan tersebut. Mikroorganisme yang hidup pada
jaringan tumbuhan ini memiliki hubungan simbiosis (Bacon dan White 2000).
Kultivasi kapang Xylaria psidii KT30 diawali dengan tahap peremajaan, di
mana isolat dari media PDB diinokulasi dalam media PDA lalu diinkubasi pada
suhu ruang selama 14 hari, saat pertumbuhan miselium dan hasil pigmen
ekstraseluler telah maksimal. Tahap berikutnya adalah tahap prekultur dimana

7
isolat dari media PDA tersebut kemudian diinokulasikan dalam media PDB 50
mL untuk setiap isolat dan diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari hingga
pertumbuhan miselium telah menutupi permukaan media dan warna media PDB
menjadi merah pekat. Tahap kultur kemudian dimulai dengan pemindahan media
prekultur 50 mL ke dalam tabung Erlenmeyer yang berisi media PDB 200 mL
sebanyak 5% dari media tanam. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu ruang
secara stand culture selama dua puluh satu hari dan dilakukan pemanenan setiap
tiga hari untuk mengukur bobot miselium dan nilai absorbansi pigmen
ekstraseluler untuk mengetahui waktu pemanenan yang tepat. Hal tersebut sesuai
dengan Gandjar et al. (2006) bahwa pemisahan miselium dari mediumnya harus
melalui suatu penyaringan sebab miselium tidak bisa diambil seperti perlakuan
pada shake culture dimana miselium berbentuk butir. Kapang Xylaria psidii KT30
selama kultur disajikan pada Gambar 2.

(a) Peremajaan pada
media PDA

(b) Prekultur pada
media PDB 50 mL

(c) Kultur pada media PDB
200mL

Gambar 2 Kultivasi kapang Xylaria psidii KT30
Kapang Xylaria psidii KT30 tumbuh cepat dalam medium cair dan pH
cenderung stabil pada kisaran 6,6-7,3 (Tarman 2011). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pertumbuhan kapang Xylaria psidii KT30 pada media cair
PDB ditandai dengan adanya miselium yang berwarna putih di permukaan media.
Fase eksponensial kapang terjadi selama tiga hari kultivasi dan meningkat hingga
hari ke-9. Selama kultivasi dari hari ke-9 hingga hari ke-21 kapang mengalami
fase stasioner. Berbeda dengan penelitian Tarman (2011) bahwa fase eksponensial
berlangsung hingga tujuh hari selama 21 hari kultivasi, setelah itu pertumbuhan
kapang secara konstan berada pada fase stasioner. Gandjar et al. (2006)
menyatakan bahwa pertumbuhan kapang dipengaruhi oleh faktor substrat,
kelembaban, suhu, derajat keasaman substrat (pH), dan senyawa-senyawa kimia
di lingkungannya. Selama kultivasi, pH media cair berada pada kisaran 4 dan 5.
Hal tersebut karena umumnya kapang menyukai pH dibawah 7,0 (Gandjar et al.
2006) dan pertumbuhan kapang ini identik dengan nilai pH yang rendah (Tarman
2011). Kenampakan pertumbuhan kapang akan berbeda tergantung pada kondisi
lingkungan kulturnya, yaitu medium padat atau cair, medium yang digoyang atau
tidak digoyang saat proses pertumbuhan berlangsung (Gandjar et al. 2006).
Pertumbuhan biomasa kapang dan nilai pH media disajikan pada Gambar 3.

8
6
5

4

4
3
3

pH

Total biomassa (g/L)

5

2
2

1

1

0

0
0

3

6

9

12
Hari

15

18

21

Gambar 3 Pertumbuhan kapang dan pH media selama 21 hari kultivasi.
Total biomassa, pH
Medium PDB sangat cocok untuk pertumbuhan kapang karena mengandung
banyak pati dan nitrogen dari asam amino yang terdapat pada kentang
(Hadioetomo 1993). Formulasi media kultivasi menjadi salah satu tahap penting
dalam industri berbasis fermentasi. Komponen penyusun media yang umumnya
terdiri dari sumber karbon, nitrogen, mineral, asam amino, vitamin maupun faktor
pertumbuhan yang lainnya akan mempengaruhi kondisi kimiawi dan nutrisi dari
sel di dalam reaktor serta mempengaruhi akumulasi produk di dalam sel maupun
yang disekresikan ke dalam medium. Optimasi media dilakukan untuk
mendapatkan sistem pertumbuhan terbaik untuk memaksimalkan produk maupun
meminimalkan biaya dan teknologi. Pembuatan formulasi media tidaklah mudah
karena banyaknya variabel yang terlibat di dalam proses dan kompleksitas
metabolisme di dalam mikroorganisme yang terlibat di dalam fermentasi
(Weuster-Botz 2000). Media PDB telah memenuhi syarat minimum untuk
pertumbuhan kapang karena memiliki sumber karbon dan nitrogen. Sumber
karbon pada media PDB adalah dekstrosa dan pati kentang sedangkan sumber
nitrogen adalah asam amino yang terkandung pada kentang (Hadioetomo 1993).

Pigmen Ekstraseluler
Pigmen merupakan komponen kimia yang mengabsorbsi cahaya dalam
kisaran panjang gelombang dari daerah yang terlihat. Pigmen dapat
diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu alami, sintetis, atau anorganik. Pigmen
alami diproduksi oleh organisme seperti tanaman, hewan, tumbuhan, kapang, dan
mikroorganisme (Vargaz et al. 2000). Warna eksudat yang indah dan cerah
banyak ditemukan pada koloni-koloni kapang. Zat warna juga terdapat pada
konidia, spora, tubuh buah, dan miselium. Zat warna dapat bersifat tosik maupun

9
tidak. Manusia sudah memanfaatkan zat warna yang berasal dari kapang pada
bahan pangan atau bahan lain agar lebih menarik dan memiliki nilai tambah
(Gandjar et al. 2006).
Pigmen merah yang berasal dari Monascus purpureus, di Cina, khusus
digunakan untuk menimbulkan warna khas pada bahan makanan. Pigmen alami
berwarna merah tersebut merupakan hasil metabolisme sekunder yang sejauh ini
diketahui tidak bersifat racun. Warna merah tersebut merupakan gabungan
pigmen dari enam senyawa yang terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu
rubropunctatin dan monascorubrin yang menghasilkan warna oranye, monacin
dan ankaflavin menghasilkan warna kuning, serta rubropinctamine dan
monascorubriamine menghasilkan warna merah. Kapang juga menghasilkan
pigmen yang belum dikembangkan secara industrial. Kapang sering menghasilkan
pigmen penting untuk dirinya, seperti terpen yang terdiri atas melanin dan karoten
(Gandjar et al. 2006). Kapang mengandung sebuah susunan pigmen-pigmen yang
berasal dari octaketide, seperti antrakuinon, yang berasal dari rangka antra-9-10kuinon dengan kedua jaringan yang diganti. Antrakuinon ditemukan dalam fungi
sebagai bentuk tereduksi tak berwarna sama yang dapat terjadi dalam berbagai
bentuk glikosida dalam banyak penelitian. Banyak antrakuinon alami yang
merupakan oligomer yang dibentuk dengan memasang dua atau lebih molekul
antrakuinon (Velisek dan Cejpek 2011).
Produksi pigmen dan beberapa metabolit tak berwarna signifikan dalam
kultur miselia pada keadaan tertentu (Zhou dan Liu 2010). Sejumlah antrakuinon
diisolasi dari kapang, khususnya macromycetes yang telah dikarakterisasi.
Pigmen juga dapat digunakan untuk tujuan taksonomi, misalnya mitorubrin yang
dapat digunakan dalam taksonomi Hypoxylon. Secara morfologis dan
kemotaksonomis, Xylaria memiliki hubungan yang sangat erat dengan Hypoxylon.
Karakter morfologis partikuler kelompok mitorubrin disusun oleh pigmen merah
atau oranye (Stadler dan Fournier 2006). Kapang Xylaria psidii KT30 yang
digunakan dalam penelitian ini menghasilkan pigmen berwarna merah. Pigmen ini
dapat diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 518 nm (A518) (Tarman
2011). Nilai absorbansi yang didapatkan selama kultur disajikan pada Gambar 4.
1,2
Absorbansi

1

1,001

0,8

0,714

0,6
0,4

0,416

0,335

0,227

0,2

0,404
0,261

0,036

0
0

3

6

9

12

15

18

21

Hari
Gambar 4 Nilai absorbansi pigmen ekstraseluler
Hasil pengamatan selama kultur menunjukkan bahwa nilai absorbansi
pigmen yang tertinggi ditunjukkan oleh kultur yang dipanen pada hari ke-12

10
sehingga dapat dikatakan hari panen yang terbaik adalah hari ke-12. Hal tersebut
sesuai dengan Purwanto (2011) karena hari ke-12 telah memasuki fase stasioner
kapang, dimana pada fase tersebut kapang mengambil nutrisi untuk membentuk
pigmen, sedangkan saat kultur masih muda, semua nutrisi dipakai untuk
pertumbuhan. Semakin pekat warna merah yang dihasilkan maka semakin tinggi
nilai absorbansinya. Spektrum serapan ekstrak dapat diukur dalam larutan sangat
encer dengan pembanding blanko pelarut menggunakan spektofotometer.
Senyawa yang tidak berwarna ditentukan dengan panjang gelombang antara 200
hingga 400 nm, untuk senyawa berwarna ditentukan dengan panjang gelombang
200 hingga 700 nm (Harborne 1987). Rendemen pigmen yang didapatkan dari
evaporasi 200 mL media kultur adalah 3,43 gram atau 1,9%. Produksi pigmen
Xylaria psidii KT30 lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi pigmen
angkak Monascus purpureus yang mencapai rendemen 10% (Jenie et al. 1997).
Hasil panen pigmen ekstraseluler yang dipanen tiga hari sekali disajikan pada
Gambar 5.

(a) Hari ke-6

(b) Hari ke-9

(c) Hari ke-12

(d) Hari ke-15

Gambar 5 Hasil panen pigmen ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30
Pigmen ekstraseluler kapang terbentuk karena cairan granular yang keluar
melewati ujung-ujung hifa. Ketika kultur masih muda, cairan ekskresinya belum
berwarna, tetapi secara bertahap terjadi perubahan menjadi kemerahan. Selama
pertumbuhan, substrat pati terurai menjadi sejumlah metabolit. Sumber karbon
(glukosa, maltosa, etanol) dan sumber nitrogen (pepton dan amonium nitrat) dapat
digunakan untuk merangsang produksi pigmen (Purwanto 2011). Hasil penelitian
Lee et al. (2001) menunjukkan bahwa sumber karbon dan nitrogen, yaitu glukosa
dan monosodium glutamat (MSG), merupakan sumber nutrisi terbaik untuk
produksi pigmen merah.

Toksisitas Pigmen Ekstraseluler
Toksisitas merupakan indikator yang sangat berguna dalam aktivitas
biologi. Toksisitas memberikan arahan yang penting terhadap adanya senyawa
aktif secara farmakologi dan senyawa antimikroba. Metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai
hewan uji merupakan salah satu metode uji toksisitas yang banyak digunakan
untuk mengetahui ada atau tidaknya toksin dalam suatu zat. Artemia sp. bersifat
sangat osmotoleran dan sangat banyak ditemukan pada salinitas berkisar 45-200

11
psu. Populasinya pun diadaptasi untuk perubahan suhu yang luas mulai kurang
dari 6 °C hingga 35 °C dan komposisi ion air laut yang berbeda. Mereka juga
dapat mentolerir nilai pH yang bervariasi dari netral hingga alkalin yang tinggi
(Naceur et al. 2012). Metode BSLT sering digunakan untuk praskrining senyawa
aktif yang terkandung dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah (tidak
perlu kondisi aseptis), dapat dilakukan di dalam laboratorium, dan memiliki
tingkat kepercayaan tinggi dibandingkan dengan uji in vitro menggunakan sel
lestari yang memerlukan media dan biaya sangat mahal serta keterampilan khusus
(Meyer et al. 1982). Perhitungan toksisitas pigmen disajikan pada Lampiran 1.
Hasil uji toksisitas pigmen ekstraseluler disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji toksisitas pigmen ekstraseluler
Konsentrasi pigmen (ppm)
Mortalitas
(%)

5

50

100

500

1000

LC50
(ppm)

3,33

3,33

16,67

20

23,33

20.069,5

Kategori
Tidak
toksik

LC50 merupakan konsentrasi bahan atau zat tertentu yang dapat mematikan
50% organisme uji (Zhang et al. 2007). Nilai LC50 yang didapatkan pada
penelitian ini sebesar 20.069,5 ppm (Tabel 3). Kategori toksisitas suatu bahan
pada perlakuan LC50 µg/mL dibagi menjadi tiga (Meyer et al. 1982), yaitu sangat
toksik (< 30 ppm), toksik (30-1000 ppm), dan tidak toksik (> 1000 ppm).
Berdasarkan pengelompokan tersebut, pigmen ekstraseluler KT30 tergolong
dalam kategori tidak toksik. Kapang Xylaria psidii KT30 menghasilkan pigmen
ekstraseluler yang bersifat tidak toksik, selain itu juga menghasilkan metabolit
sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme
uji, diantaranya Staphylococcus aureus. Xylaria psidii KT30 menunjukkan
aktivitas antibakteri paling aktif melawan kebanyakan organisme uji, seperti
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, Vibrio anguillarum, dan Aeromonas salmonicida (Tarman 2011).
Stabilitas Pigmen Ektraseluler
Stabilitas berperan penting dalam proses pengembangan obat dan kosmetik.
Uji ini menjelaskan beberapa faktor yang berdampak pada tanggal kadaluarsa dari
produk obat-obatan, termasuk stabilitas fisik dan kimia selama tahap formulasi
preklinis, pengembangan proses, pengembangan pengemasan, dan masa setelah
dipasarkan. Uji ini mengijinkan pengadaan kondisi penyimpanan yang dianjurkan,
periode pengujian ulang, dan secara tepat menunjukkan umur simpan produk
(Henal et al. 2011). Hasil uji dispersi dan kestabilan disajikan pada Tabel 4.
Hasil percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pigmen
ekstraseluler terdispersi lebih baik dalam air dibandingkan dalam minyak. Pigmen
ekstraseluler yang didispersikan dalam minyak menyisakan gumpalan yang sangat
lambat larut dalam minyak, sedangkan dalam air pigmen larut dengan baik. Hal
tersebut dikarenakan viskositas minyak jarak yang tinggi membuat minyak sukar
membasahi gumpalan pigmen yang didispersikan (Balsam 1972) dan pigmen
ekstraseluler yang bersifat polar sehingga mudah larut dalam air. Homogenitas

12
pigmen pun baik karena tidak terdapat gumpalan (gritty) seperti butiran pasir. Uji
kestabilan pigmen ekstraseluler dilakukan dengan memanaskan campuran pigmen
dan pengemulsi. Hasilnya pigmen bersifat stabil karena tidak terdapat perubahan
warna pigmen yang dicampur dengan pengemulsi lalu dipanaskan dibawah sinar
matahari.
Tabel 4 Hasil uji dispersi dan kestabilan pigmen ekstraseluler
Konsentrasi
campuran

Dispersi

(% b/b)

Air (5%)

2
3
4

mudah larut
mudah larut
mudah larut

Minyak
(86-88%)
lambat larut
lambat larut
lambat larut

Tingkat
homogenitas
emulsi

Perubahan warna
emulsi setelah
dipanaskan

homogen
homogen
homogen

warna tidak berubah
warna tidak berubah
warna tidak berubah

Aplikasi dalam Pembuatan Lip Gloss
Lip gloss merupakan salah satu jenis kosmetik dekoratif yang memberikan
efek kilau di bibir untuk jangka waktu yang lama, bersifat kedap air, dan dapat
menjadi pelapis lipstik. Lip gloss juga berfungsi membantu menambah volume
bibir dan membuat bibir terlihat lebih padat jika digunakan bersama lipstik (Inetz
2011). Fungsi utama kosmetik dekoratif hanya untuk mempercantik dan
memperindah diri. Fungsi lain kosmetik dekoratif adalah untuk memperbaiki
penampilan, memberikan rona, meratakan warna kulit, menyembunyikan
ketidaksempurnaan, dan fungsi protektif. Bahan pewarna merupakan komponen
utama dalam setiap formulasi kosmetik dekoratif (Barel et al. 2001).
Komponen utama dalam sediaan lip gloss adalah minyak, lilin, dan lemak.
Kualitasnya ditentukan oleh komponen penyusun basis lemak, yaitu merupakan
formulasi dari bahan-bahan yang mempunyai titik leleh yang berbeda-beda terdiri
dari malam (wax), minyak dan lemak (Perdanakusuma dan Wulandari 2012).
Minyak yang digunakan harus memberikan kelembutan, kilauan dan berfungsi
sebagai medium pendispersi zat warna (Poucher 2000). Lilin memberikan struktur
batang yang kuat pada lip gloss dan menjaganya tetap padat walau dalam keadaan
hangat. Formulasi lilin yang tepat mampu menjaga sediaan tetap padat pada suhu
50 °C dan mampu mengikat fase minyak agar tidak keluar atau berkeringat namun
tetap lembut dan mudah dioleskan di bibir dengan tekanan serendah mungkin
(Balsam 1972). Basis lemak digunakan untuk masa penyimpanan, kualitas, dan
‘rasa’ sediaan (Haynes 1994). Lemak yang biasa digunakan adalah campuran
lemak padat yang membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur lembut,
meningkatkan kekuatan, serta mengurangi efek berkeringat dan pecah pada
sediaan. Selain itu, fungsi lemak adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase
minyak dan fase lilin serta sebagai pendispersi dalam pigmen (Jellinek 1976).
Pembuatan lip gloss pada penelitian ini menggunakan campuran minyak,
malam (lilin), dan lemak. Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak jarak,
minyak zaitun, malam lebah, lilin karnauba, adeps lanae, air, BHT, pigmen
ekstraseluler, dan minyak pewangi strawberi. Bahan pewarna yang umum

13
digunakan berasal dari dua bentuk pewarna yang dapat larut yang dapat meresap
di kulit, bahan pewarna yang tak larut dan pigmen-pigmen yang melindungi bibir
(Haynes 1994). Minyak jarak merupakan minyak nabati yang berasal dari biji
Ricinus communis L. yang telah dikupas dan memiliki viskositas tinggi serta
kemampuan melarutkan staining-dye dengan baik. Viskositasnya yang tinggi
dapat menunda pengendapan dari pigmen yang tidak larut pada saat pencetakan,
sehingga dispersi pigmen benar-benar merata (Balsam 1972). Minyak sebagai
minyak alami, yang dalam keadaan murni, memiliki banyak kegunaan, mulai dari
produk perawatan pribadi (pencahar, kosmetik, dan topikal), pabrikasi kimia
(bahan baku), dan bahan industri (pelumas, cairan hidrolik, dielektrik cairan,
tekstil, cat, dan coating). Komposisi kastroli unik yang berisi trigliserida terbentuk
dari asam lemak tak jenuh omega-9, 12-hidroksi-9-cisoctadecenoic asam
(ricinoleic asam, R). Sembilan puluh persen dari total trigliserida adalah
triricinoleate (RRR) (Plante et al. 2011).
Beeswax atau malam lebah dibuat dengan memutihkan malam yang
diperoleh dari sarang lebah Apis mellifera L. Suhu leburnya berkisar antara 6265 °C. Kegunaan malam lebah adalah untuk mengatur titik lebur sediaan (Rowe et
al. 2009). Malam lebah merupakan campuran dari banyak senyawa organik,
seperti hidrokarbon, ester lilin dan asam lemak (Buchwald et al. 2009). Malam
lebah yang sifatnya berlemak, menghalangi percampuran zat tertentu dengan
ramuan yang mengandung malam lebah, bersifat mengemulsi, dan menguatkan
(Haynes 1994). Semakin meningkat konsentrasi malam lebah, sediaan yang
dihasilkan semakin kasar, kusam, semakin tidak berbau dan daya oles semakin
menurun atau tidak menempel (Perdanakusuma dan Wulandari 2012).
Lilin karnauba diperoleh dari daun Copernicia cerifera dan merupakan
salah satu lilin alami yang sangat keras karena memiliki suhu lebur yang tinggi
yaitu 80-86 °C. Lilin karnauba biasa digunakan untuk meningkatkan suhu lebur
dan kekerasan lipstik (Rowe et al. 2009). Lilin karnauba adalah minyak nabati
yang sangat keras untuk meningkatkan titik leleh berbagai campuran, membantu
proses penguraian, dan sebagai pengeras (Haynes 1994). Umumnya digunakan
dalam jumlah kecil untuk meningkatkan titik lebur dan kekerasan sediaan
(Balsam 1972).
Lanolin atau disebut juga adeps lanae merupakan zat serupa lemak yang
dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Bovis aries L. (Famili Bovidae), yang
dibersihkan dan dihilangkan warna serta baunya. Suhu leburnya berkisar antara
38-44 °C. Lanolin banyak digunakan dalam sediaan topikal dan kosmetik (Rowe
et al. 2009). Sebagai bahan dasar lanolin bersifat hipoalergik diserap oleh kulit,
memfasilitasi bahan aktif yang dibawa (Sharma 2008).
Antioksidan adalah zat yang memperpanjang umur simpan suatu produk
dengan melindungi produk dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidasi, seperti
ketengikan lemak dan perubahan warna (Race 2009). Butil hidroksi toluen (BHT)
digunakan sebagai antioksidan dalam obat, kosmetik, dan makanan untuk
menunda atau mencegah oksidasi lemak dan minyak menjadi tengik, serta untuk
mencegah hilangnya aktivitas vitamin-vitamin yang larut dalam minyak.
Konsentrasi butil hidroksi toluen yang digunakan untuk formulasi sediaan topikal
adalah 0,0075-0,1% (Rowe et al. 2009). BHT ditujukan untuk keperluan industri
dan dapat digunakan sebagai penstabil (antioksidan) dalam karet, elastomer,
bahan polimer (poliolefin, poliuretan, polivinil, dan poliester), bahan kemasan,

14
lilin, insektisida, pelumas sintetis, cat, dan lain-lain (Akrochem 1991). Pewangi
digunakan untuk memberikan aroma yang menyenangkan, menutupi aroma dari
lemak yang digunakan sebagai basis, dan dapat menutupi aroma yang mungkin
timbul selama penyimpanan dan penggunaan sediaan (Balsam 1972). Lip gloss
yang dihasilkan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Lip gloss yang menggunakan pigmen ekstraseluler sebagai bahan
pewarna alami
Lip gloss kemudian dievaluasi sebagai sediaan semisolid. Evaluasi ini
bertujuan untuk menjaga kualitas dan kuantitas produk agar aman bagi konsumen.
Kestabilan dari karakteristik semisolid, seperti viskositas, warna dan bau, penting
karena sediaan tersebut akan disimpan dalam jangka waktu yang lama. Evaluasi
fisik lip gloss ini mengacu pada evaluasi fisik lipstik. Hasil evaluasi yang
dilakukan pada lip gloss disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil evaluasi fisik lip gloss
No.

Parameter

1

Penampilan fisik

2

Tekstur polesan

3

Homogenitas
polesan

4

Keragaman bobot

5

Kekerasan

6

Suhu lebur

Deskripsi
Lip gloss berwarna merah muda, mengkilat (glossy)
dan beraroma strawberi.
Lip gloss yang dioleskan pada punggung tangan
memberikan tekstur polesan yang halus.
Lip gloss yang dioleskan pada punggung tangan
memperlihatkan warna dan partikel zat homogen
dengan intensitas warna yang rendah.
Empat buah lip gloss yang telah dibuat kemudian
ditimbang (Lampiran 2) dan dihitung bobot rataratanya sehingga diperoleh bobot 2,94 gram.
Uji ini digunakan untuk menentukan konsistensi
sediaan lip gloss menggunakan penetrometer
melalui dua kali ulangan dengan hasil 55 cP/5 detik.
Suhu lebur lip gloss yang diukur menggunakan
melting point apparatus menunjukkan suhu saat lip
gloss mulai meleleh, yaitu pada suhu 48-60 °C.

Lip gloss terdiri dari bahan pewarna yang terdispersi dalam bahan
pembawa yang terbuat dari campuran lilin dan minyak dalam komposisi tertentu
dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang diinginkan. Suhu lebur lip gloss

15
belum diketahui secara pasti, namun pada penelitian ini suhu lebur lip gloss
mengacu pada suhu lebur lipstik, yaitu yang mendekati suhu bibir, antara 3638 °C. Namun karena suhu di daerah daerah tropis, suhu leburnya dibuat lebih
tinggi, umumnya pada suhu ±62 °C atau berkisar antara 55-75 °C (Ditjen POM
1985). Penentuan titik lebur penting dilakukan karena merupakan indikator batas
penyimpanan (Mishra dan Dwivedi 2011). Penentuan suhu lebur bertujuan untuk
mengetahui pada suhu berapa sediaan akan meleleh dalam wadahnya sehingga
minyak akan keluar. Suhu tersebut menunjukkan batas suhu penyimpanan yang
selanjutnya berguna dalam proses pembentukan, pengemasan, dan
pengangkutannya (Balsam 1972).
Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui kekuatan sediaan (Mishra dan
Dwivedi 2011). Evaluasi kekerasan lip gloss menunjukkan kualitas patahan dan
juga kekuatan lip gloss dalam proses pengemasan, pengangkutan, dan
penyimpanan. Evaluasi ini dapat dilakukan untuk mengetahui kekuatan lilin
dalam sediaan (Balsam 1972).
Komposisi malam atau lilin yang digunakan pada penelitian ini sudah tepat
untuk menghasilkan produk lip gloss yang halus dan mengkilap, yaitu sebanyak
25%. Hal tersebut sesuai dengan Perdanakusuma dan Wulandari (2012) yang
menyatakan bahwa komposisi malam ≤ 25% menghasilkan sediaan yang halus
dan konsentrasi malam ≥ 35% menghasilkan sediaan yang kasar, komposisi
malam ≤ 25% menghasilkan sediaan yang mengkilap dan konsentrasi malam
≥ 35% menghasilkan sediaan yang kusam. Komposisi malam atau lilin juga
berpengaruh terhadap aroma lip gloss. Hal tersebut sesuai dengan Perdanakusuma
dan Wulandari (2012), bahwa komposisi malam kurang dari 35% menghasilkan
sediaan yang tidak berbau dan konsentrasi malam lebih dari 35% menghasilkan
sediaan yang bau. Semakin banyak komposisi malam atau lilin yang digunakan
pun mempengaruhi daya oles lip gloss. Sediaan cenderung semakin tidak
menempel di permukaan kulit dengan meningkatnya konsentrasi malam karena
campuran minyak dalam emulsi berkurang sehingga penampakannya tidak
creamy dan semakin tidak menempel di bibir (Perdanakusuma dan Wulandari
2012).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kapang Xylaria psidii KT30 memproduksi pigmen paling banyak dari
pemanenan hari ke-12 dengan nilai absorbansi sebesar 1,001. Rendemen pigmen
yang didapatkan sebesar 1,9%. Pigmen bersifat stabil dan tidak toksik dengan
nilai LC50 sebesar 20.069,5 ppm. Kekerasan dan suhu lebur lip gloss masingmasing adalah 55 cP/5 detik dan 48-60 °C, dengan bobot rata-rata lip gloss 2,94
gram.

16
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakterisasi kelarutan
pigmen ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30 agar dapat diaplikasikan pada
kosmetik lain maupun produk non kosmetik. Evaluasi kimia sediaan semisolid
perlu dilakukan untuk mengetahui masa simpan produk.

DAFTAR PUSTAKA
[DITJEN POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1985.
Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
[PERMENKES] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Nomor
1176/MENKES/PER/VIII/2010. Notifikasi Kosmetika. Jakarta: Menteri
Kesehatan RI.
Akrochem. 1991. Antioxidant BHT 2,6-di-tert-butyl-para-cresol (butylated
hydroxytoluene). Akrochem Corp. Ohio.
Bacon CW, White JF. 2000. Microbial Endophytes. New York: Marcel Dekker.
Balsam MS. 1972. Cosmetic Science and Technology. Edisi Kedua. London: Jhon
Willy and Son, Inc.
Barel AO, Paye M, Howard IM. 2001. Handbook of Cosmetic Science and
Technology. Edisi Kedua. New York: Informa Healthcare.
Buchwald R, Breed MD, Bjostad L, Hibbard BE, Greenberg AR. 2009. The role
of fatty acids in the mechanical properties of beeswax. Apidologie
40(5): 585-594.
Djajadisastra J, Sutriyo, Karina YD. 2010. Formulasi lipstik menggunakan
liposom magnesium askorbil fosfat yang dibuat dengan metode reverse
phase evaporation. Medicinus 23(2): 35-40.
Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalis
Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro.
Bandung: Penerbit ITB.
Haynes A. 1994. Face Facts: A Guide to Cosmetics, Skin and Hair Care.
Marrickville: Choice Books.
Henal P, Bhat SR, V Balamuralidhara, Kumar PTM. 2011. Comparison of
stability testing requirements of ICH with other international regulatory
agencies. Pharma Times 43(09): 21-24.
Inetz. 2011. Tampil natural dengan lip gloss. Majalah Holly Trend 4(16): 15.
Jellinek JS. 1976. Formulation and Function of Cosmetics. New York: Wiley
Interscience.
Jenie BSL, Mitrajanty KD, Fardiaz S. 1997. Produksi konsentrat dan bubuk
pigmen angkak dari Monascus purpureus serta stabilitasnya selama
penyimpanan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan VIII(2): 39-46.

17
Kjer J, Debbab A, Aly HA, Proksch P. 2010. Methods for isolation of marinederived endophytic fungi and their bioactive secondary products. N