Degradasi Danau Toba

DEGRADASI DANAU TOBA
Tumiar Sianturi
ABSTRAK
Danau Toba merupakan aset Pemerintah Daerah Sumatera Utara yang berharga dan
termasuk Daerah Tujuan Wisata (DTW) ke-3 di Indonesia. Dua dekade terakhir kawasan ini
mengalami degradasi dari berbagai aspek sehingga menurunkan kualitas lingkungan dan
keindahannya. Kepedulian Nasional dan internasional sangat jelas terhadap DTW ini, terlihat
dari brosur anjuran yang kembali semua pihak untuk memperbaiki keindahan Danau Toba
ini. Perlu penataan kembali objek wisata ini sebagai tujuan wisata, sementara usaha lain
mengancam usaha ini agar tidak terjadi konflik penggunaan/pemanfaatan kawasan ini.
Kata kunci: Daerah Tujuan Wisata (DTW), Degradasi

DANAU TOBA SAAT INI
Danau Toba berada di daerah
Sumatera Utara merupakan salah satu aset
Negara/Pemda yang
sangat berharga
dan termasuk salah satu Daerah Tujuan
Wisata
penting
setelah

Bali
dan
Lombok/NTB
sehingga
merupakan
kebanggaan tersendiri bagi daerah ini.
Ditetapkannya Danau Toba sebagai salah
satu daerah tujuan wisata, karena
anggapan selama ini memiliki panorama
alam yang indah. Apakah memang benar
demikian? Itu dulu. Sekarang ini keindahan
Danau Toba sudah terusik seabgai akibat
eksploitasi sumber daya alamnya, baik
daerah
perairan
maupun
daratan
disekitarnya.
Akhir-akhir
ini

sering
terdapat
diberbagai mass media, banyak tulisantulisan yang mengemukakan kemerosotan
kunjungan
wisatawan
baik
domestik
maupun manca negara dan sebagian
menyatakan disebabkan sudah terusiknya
panorama/keindahan Danau Toba.
Kepedulian Internasional terhadap
terusiknya keindahan panorama ini juga
jelas terlihat dari adanya brosur yang
sedang beredar di daerah ini yang
disponsori oleh Yayasan Pusat Perhimpunan
Pencinta Danau Toba (YPPPDI) dan
UNESCO, berisi himbauan yang berbunyi :
“Mari Memperindah Danau Toba” dan
diterjemahkan pula dalam berbagai
daerah, yakni : “Beta Hami Tapanuli Danau

Toba On” (Batak Toba), “Eta Kene Sipelias
Danau Toba Enda” (Batak Dairi), “Mari
Kujenda Penjilikan Danau Toba” (Batak
Karo). “Pajenges Hita Ma Danau Toba On”

(Batak Simalungun) dan “Tapajogi Ma
Daho Danau Toba On” (Mandailing)
Berdasarkan uraian tersebut
diatas
penulis
ingin
mengemukakan
dan
membahas apa yang
telah terjadi
terhadap kawasan DTW Danau Toba, yang
menyebabkan
terusiknya
keindahan
panoramanya.


KEADAAN UMUM DANAU TOBA
Danau Toba terbentuk sebagai akibat
terjadinya runtuhan (depresi) tektonik
vulkanis yang
dasysat pada zaman
Pleiopleistosen.
Kaldera
raksasa
ini
mempunyai ukuran:
- Panjang 87 km, lebar 27 – 31 km
- Luas 1100 km2, keliling
Ketinggian permukaan air Danau Toba
yang pernah diamati dan dicatat adalah
sekitar ± 906 meter dpl (diatas permukaan
laut) (van Bemmelen, 1994). Luas daerah
aliran sungai Asahan (DAS Asahan) adalah
± 4000 km2 dan 90% dari luas DAS ini adalah
kawasan Danau Toba sendiri sebagai

daerah tangkapan air (catchment area)
yang
dibatasi oleh pegunungan terjal,
kecuali di daerah antara Porsea dan Balige
terdapat daerah dataran. Di tengahtengah danau terdaapt pulau Samosir
dengan panjang 45 km, lebar 19 km dan
luas 640 km2. Kedalaman air Danau Toba
berkisar 400 – 600 meter dan bagian
terdapat
terdapat
di
depan
teluk
Haranggaol (± 460 meter) dan disaming
Tao Silalahi yang relatif memiliki area yang
luas (± 445 meter).
Jenis tanah yang terdapat disekeliling
Danau Toba mempunyai sifat kepekaan
terhadap erosi yang cukup tinggi. Hal ini
dapat kita lihat banyaknya bagian yy


JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 2, Nomor 1, April 2004: 1-3

1

terkena longsor dan adanya singkapan
batuan sesi (PPT Bogor, 1990).

DEGRADASI SUMBER
DANAU TOBA

DAYA

ALAM

Apa yang telah terjadi di kawasan
Danau Toba selama dekade terakhir ini.
Berikut dikemukakan beberapa hal yang
terpenting:
1. Perairan Danau Toba

Semenjak beroperasinya PTLA Siguragura/PT. Inalum, telah terjadi perubahan
perairan Danau Toba yaitu terjadinya
penurunan
permukaan
arinya.
Hasil
penelitian yang
dilakukan pada tahun
1980 menunjukkan terjadinya penurunan
permukaan ari menjadi 903-905 meter dpl
dari ketinggian 906 meter dpl. Penurunan
ini disebabkan oleh terjadinya pengerukan
dasar sungai tanpa mengaikannya dengan
kerusakan hutan sekitar Danau Toba (Lubis,
1980).
Pada tahun 1984 muncul keputusan
bersama tiga menteri yaitu Menteri Dalam
Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri
Pekerjaan Umum masing-masing No. 19
tahun 1984, No. 059/Kpts-II/1984, No.

124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984 tentang
Penanganan Konservasi Tanah dalam
rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai
Prioritas atas 22 DAS Super Prioritas,
termasuk DAS Asahan (Arsyad, 1989). Dasar
penetapan ini adalah DAS Asahan dinilai
sebagai daerah yang
hidrologis kritis,
ditandai dengan
besarnya angka
perbandingan antara debit maksimum
(musim hujan) dan debit minimum (musim
kemarau). Hal ini juga berarti erat kaitannya
dengan
kerusakan hutan dilingkungan
kawasan Danau Toba.
Usaha reboisasi yang dilakukan oleh
pemerintah dengan
penanaman pinus
mengalami kegagalan karena musnah

terbakar (dibakar) yang
menyebabkan
kerusakan lingkungan yang
semakin
bertambah parah.
Akhir-akhir ini dari data pengamatan
perorangan, ada yang
menyebutkan
bahwa kedalaman permukaan perairan
Danau Toba saat ini sudah mencapai
penurunan sekitar
900 – 903 meter dpl
dan hal ini diduga sebagai akibat dari
berbagai faktor yang kompleks.
2

Secara visual dapat kita lihat bawah
garis pantai telah menjauhi pinggiran
pantai Danau Toba. Oleh karena itu sudah
saatnya

diperlukan
penelitian
untuk
mengetahui penyebabnya dan usaha
untuk menanggulanginya.
2. Eksploitasi Perairan Danau Toba
Pada saat ini telah berlangsung
berbagai kegiatan/usaha di perairan
Danau Toba dan berkembang dengan
pesat, di antaranya yang
menonjol
(dominan) adalah kegiatan pariwisata, lalu
lintas perairan (transportasi perairan) dan
perikanan.
a. Kegiatan Perikanan
Di perairan Danau Toba ini tempo dulu
masih dijumpai ikan asli yaitu ikan batak
dan pora-pora. Tetapi saat ini sudah jarang
bahkan mungkin sudah hilang dan tidak
jelas apa penyebabnya. Pada tahun 1996

usaha perikanan di perairan Danau Toba
mulai berkembang dalam bentuk Keramba
Jaring Apung (KJA) dan hingga saat ini
mencapai luas ± 440 ha. Walaupun luas
perairan yang digarap baru mencapai
0,4% dari ambang luas dan yang diizinkan
sebesar 1% dari luas perairan Danau Toba
(LP Universitas Sumatera Utara, 1999).
Yang
menjadi masalah adalah
penyebaran lokasi KJA tersebut berada
didalam kawasan daerah wisata. Sebagai
contoh
terdapat didaerah turis Tomok
yang
walaupun dalam jumlah yang
sedikit, para wisatawan terutama dari
mancanegara sudah terusik dan enggang
mandi di perairan tersebut. Demikian juga
di kota Haranggaol, sepanjang pantainya
penuh dengan KJA sehingga menggangu
sekaligus sebagai kota tujuan wisata
potensial di Kabupaten Simalungun dan
banyak lagi daerah/kota lain di sekitar
Danau Toa dan Pulau Samosir. Dengan
demikian
sudah
terjadi
konflik
penggunaan/pemanfaatan
perairan
Danau Toba antara para petani KJA
dengan pariwisata. Demikian juga dengan
transportasi perairan (perhubungan) dapat
terganggu apabila penempatan KJA yang
sembarangan.
b.

Pariwisata dan Perhubungan (Lalu
Lintas Perairan)
Perkembangan
pariwisata sejalan
dengan
perkembangan transportasi
perairan dan selama tiga tahun terakhir ini
mengalami kelesuan disamping sebagai
Degradasi Danau Toba
(Tumiar Sianturi)

akibat terjadinya krisis ekonomi dan
keamanan secara nasional, juga sebagai
akibat dari kemerosotan keindahan. Danau
Toba sebagaimana diuraikan sebelumnya.
Perlu pengaturan dan penataan kembali
antara
ke-tiga
jenis
usaha
yang
mendominasi perairan Danau Toba ini agar
tidak terjadi konflik penggunaan lahan
perairan tersebut.
Sebagai kawasan terbesar, Danau
Toba merupakan DTW ketiga di Indonesia
sehingga secara tidak langsung Pemda
Propinsi
Sumatera
Utara
telah
menempatkan
pariwisata
sebagai
kegiatan utama, dan telah mengeluarkan
Perda No. 1 Tahun 1990 tentang penataan
kawasan
Danau
Toba,
tetapi
pengelolaannya
(pemanfaatannya)
diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten
masing-masing yang wilayahnya memiliki
pantai di Danau Toba, yaitu kabupaten
Tapanuli Utara, Toba Samosir, Simalungun,
Tanah Karo dan Dairi. Dengan berjalannya
otonomi daerah sekarang ini, maka produk
yang dihasilkan dalam bentuk Perda Dati II
juga akan berbeda-beda, walaupun
perairan yang menjadi objek adalah sama
yaitu Danau Toba. Sampai sekarang
pengaturan peran masing-masing sektor
atau
subsektor dalam pemanfaatan
sumber daya alam tidak mempunyai
standar yang jelas.
3.

Curahan Limbah ke Perairan Danau
Toba
Kondisi perairan Danau Toba saat ini
sudah sampai pada taraf issue yang
menyebabkan sakit mata kalau mandi di
perairan Danau Toba sebagai akibat dari
curahan limbah antara lain : limbah dari
pemukiman dan perhotelan di berbagai
tempat masing-masing yang masih belum
mempunyai septik tank selain langsung
tercurah ke perairan lepas. Disampiing
limbah cair ini juga, limbah padat berupa
sampah-sampah (kertas, plastik, dan lainlain) ikut mencemari lingkungan perairan
Danau Toba. Pemberian pakan ikan yang
berlebihan pada usaha perikanan KJA
yang
semakin berkembang luas akan
menimbulkan
residu
yang
dapat
mencemari perairan disekitarnya, terutama
apabila dekat dengan lokasi wisata.
Pada perairan yang
dangkal dan
dekat dengan
muara sungai/daerah
sungai, pada waktu musim hujan dapat
menyebabkan kekeruhan air danau. Hal ini
disebabkan
terjadinya
erosi
yang

membawa lumpur-lumpur dari daerah
hulunya. Akan tetapi disamping endapan
lumpur ini, kemungkinan juga aliran sungai
ini membawa residu-residu bahan kimia
dari daerah pertanian yang melalui sungaisungai tersebut
terdapat kehidupan
biodata-biodata perairan berupa plankton
dan algae telah mengalami penurunan
bahkan telah hilang sama sekali. Lebih dari
dua ratus buah sungai/anak-anak sungai
yang bermuara ke perairan Danau Toba.
Perkembangan transportasi perairan
juga mempengaruhi kejernihan permukaan
perairan Danau Toba akibat curahan
minyak solar dari kapal-kapal motor,
misalnya antara Parapat dan Tomok serta
daerah lainnya.
Degradasi perairan Danau Toba ini
juga mengakibatkan perubahan ekologis
biodata terapung yaitu enceng gondok
(Eichornia Crassipes) yang
semakin
berkembang
menutupi
perairan
di
berbagai tempat.

PENUTUP
Danau Toba kawasan tangkapan air
(DTA) yang potensial memang mengalami
degradasi dari berbagai aspek yang
menggangu keseimbangan lingkungan
(ekosistem).
Dengan
ditetapkannya kawasan
Danau Toba sebagai Tujuan Wisata ke tiga
di Indonesia
maka pengembangannya
diutamakan dalam bidang pariwisata
sedangkan usaha lainya haruslah mengacu
kepada program pariwisata agar tidak
terjadi konflik penggunaan.
Perlu dikaji ulang kembali dalam hal
penataan perairan Danau Toba untuk
tujuan
pengembangan
wisata
yang
sifatnya seragam walaupun
telah
diteruskannya Otonomi Daerah agar tidak
terjadi penataan dan peraturan yang
saling tumpang tindih. Perlu dukungn dari
berbagai pihak terhadap saran/anjuran
yang sedang gencar-gencarnya dilakukan
oleh YPPDT & UNESCO yaitu : “Mari
Memperindah Danau Toba”.

DAFTAR PUSTAKA
Lembaga Penelitian Universitas Sumatera
Utara,
1999,
Peta
Kawasan
Budidaya KJA di Perairan Danau
Toba. Pemantapan Data Dasar dan
Sosialisasi Rencana Pengembangan
SPAKU Ikan di DTA Danau Toba.

JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 2, Nomor 1, April 2004: 1-3

3

Lubis,

J., 1980, Laporan Penyelidikan
Turunnya Permukaan Air Danau
Toba.

PPT Bogor, 1990, Buku Keterangan Peta
Satuan Lahan dan Tanah Lembar
Sidikalang (0618) dan P. Siantar
()718)
Sitanala, A., 1989 Konservasi Tanah dan Air,
Penerbit IPB.
Van Bemmelenm, R.W., 1949. The Geology
of Indonesia Volume I.A. General
Geologu of Indonesia
and
Archipelagos Government Printing
Office,
the
Hagul.

4

Degradasi Danau Toba
(Tumiar Sianturi)