Evaluasi Lahan Daerah Tangkapan Hujan Danau Toba Sebagai Dasar Perencanaan Tata Guna lahan Untuk Pembangunan Berkelanjutan
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
EVALUASI LAHAN DAERAHTANGKAPAN HUJAN DANAUTOBA SEBAGAI DASARPERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pid a to Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p d a la m Bid a ng Ilmu Surve i Ta na h d a n Eva lua si La ha n p a d a Fa kulta s Pe rta nia n, d iuc a p ka n d i ha d a p a n Ra p a t Te rb uka Unive rsita s Suma te ra Uta ra Te rb uka Ge la ng g a ng Ma ha siswa , Ka mp us USU, 26 Me i 2005
O LEH: ZULKIFLI NASUTION
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2005
1
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
Yang terhormat, Bapak Ment eri Pendidikan Nasional Republik I ndonesia, Bapak Ket ua dan Bapak/ I bu Anggot a Maj elis Wali Am anat Universit as Sum at era Ut ara, Bapak Ket ua dan Bapak/ I bu Anggot a Senat Akadem ik Universit as Sum at era Ut ara, Bapak Ket ua dan Anggot a Dewan Guru Besar Universit as Sum at era Ut ara.
Bapak Rekt or Universit as Sum at era Ut ara, Bapak/ I bu para Pem bant u Rekt or Universit as Sum at era Ut ara, para Dekan, Ket ua Lem baga dan unit kerj a, para Dosen dan Karyawan di lingkungan Universit as
Sum at era Ut ara, Bapak dan I bu para undangan, keluarga, t em an sej awat , m ahasiswa dan hadirin yang
saya m uliakan.
Assalam ualaikum W arahm atullahi W abarakatuh. Tiada cukup perbendaharaan kata, untuk mengucapkan rasa syukur ke hadirat ALLAH Swt atas nikmat dan karunianya yang dilimpahkan kepada kami, hingga pada hari ini Insya Allah dapat menyampaikan pidato ilmiah sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Survei Tanah dan Evaluasi Lahan pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Atas izin dan ridhonya perkenanlah saya dihadapan Bapak/Ibu dan hadirin sekalian membacakan pidato ilmiah yang berjudul
EVALUASI LAH AN D AERAH TAN GKAPAN H UJAN D AN AU TOBA SEBAGAI D ASAR PEREN CAN AAN TATA GUN A LAH AN UN TUK PEM BAN GUN AN BERKELAN JUTAN
2
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
1. Pendahuluan
Danau Toba dengan luas permukaan 800 kilometer persegi merupakan danau terluas di Asia. Dengan cepatnya pembukaan lahan untuk pertanian dan hutan tanaman industri, berpotensi untuk terjadinya konflik penggunaan lahan. Oleh sebab itu diperlukan evaluasi lahan agar pengembangan lahan dan manajemen hutan dapat berjalan dengan baik.
Pengembangan lahan merupakan proses penting dalam perubahan suatu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya. Batasan pengembangan lahan sangat luas karena termasuk di dalamnya beberapa kegiatan seperti konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian intensif dan pemukiman. Dewberry (1996) menyatakan bahwa desain pengembangan lahan merupakan proses sistematik dari pengumpulan data, studi, ekstrapolasi data dan analisis agar didapatkan hasil yang lebih baik.
Evaluasi lahan merupakan suatu proses analisis untuk mengetahui potensi lahan untuk penggunaan tertentu yang berguna untuk membantu perencanaan penggunaan dan pengelolaan lahan. Evaluasi lahan meliputi interpretasi data fisik kimia tanah, potensi penggunaan lahan sekarang dan sebelumnya (Jones et al., 1990), yang bertujuan untuk memecahkan masalah jangka panjang terhadap penurunan kualitas lahan yang disebabkan oleh pengunaannya saat ini, memperhitungkan dampak penggunaan lahan, merumuskan alternatif penggunaan lahan dan mendapatkan cara pengelolaan yang lebih baik (Sys, 1985; Rossiter, 1994).
Leuschner (1984) menyatakan bahwa pengelolaan lahan dan hutan merupakan hasil integral dari seluruh komponen lingkungan baik fisik, kimia, biologi sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kepututusan perencanaan penggunaan lahan dengan mempertimbangkan kerusakan lingkungan dan konservasi lahan.
Konservasi lahan tidaklah bermaksud untuk tidak menggunakan lahan tetapi memanfaatkan lahan sebaik mungkin sehingga resiko terhadap kerusakan lahan seminimal mungkin (Margules and Pressey, 2000). Penggunaan lahan tanpa memperhatikan faktor kerusakan lingkungan akan menyebabkan kehilangan hutan, pertukaran iklim, erosi tanah dan banjir (Pearce, 2000).
Saat ini pembangunan berkelanjutan sudah menjadi konsep dasar untuk pengelolaan lahan baik lahan pertanian, kehutanan dan pemukiman agar diperoleh kualitas hidup yang lebih baik (TAG, 1988), walaupun metoda tentang pembangunan berkelanjutan tersebut belum sepenuhnya difahami (Fresco et al., 1994).
3
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
Menurut Tzschupke (1998), kata berkelanjutan (Sustainability) pertama sekali ditulis oleh seorang Jerman Hanns von Carlowiz dalam “Sylvicultura oeconomica” pada tahun 1713 yang beberapa dekade kemudian menjadi dasar manajemen sumberdaya alam. Sekarang ini pengertian berkelanjutan mengikuti batasan yang dibuat oleh Bruntland Commission dalam laporannya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu Pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang.
2 . Perencanaa n Penggunaa n Lahan da n Evaluasi Lahan
Konsep lahan haruslah tidak disamakan dengan tanah. Dalam pengertian lahan sudah termasuk tanah dengan segala sifat-sifatnya serta keadaan lingkungan sekitarnya. Jika sifat-sifat tersebut sama dalam segala aspek dikatakan unit lahan (Drissen and Koninj, 1992). Unit lahan ini biasanya di petakan dengan karakteristik yang spesifik dan merupakan dasar untuk mengevaluasi lahan (FAO, 1976; 1983).
Tujuan utama mendefenisikan unit lahan adalah agar diperoleh hasil maksimal dalam penilaian kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dan mendapatkan cara yang tepat dalam pengelolaannya (FAO, 1983). Untuk mendeskripsikan unit lahan haruslah merujuk kepada karakteristik lahan seperti kemiringan lahan, ketersediaan air dan sifat-sifat fisik dan kimia tanah (Nasution, 1989).
Menurut FAO (1985) perencanaan penggunaan lahan merupakan penilaian yang sistematik terhadap lahan untuk mendapatkan alternatif penggunaan lahan dan memperoleh opsi yang terbaik dalam memanfaatkan lahan agar terpenuhi kebutuhan manusia dengan tetap menjaga agar lahan tetap dapat digunakan pada masa yang akan datang. Sedangkan evaluasi lahan merupakan penilaian terhadap lahan untuk penggunaan tertentu.
2 .1 . Konsep Dasar dan Perkem bangan Evaluasi La ha n Dent and Young (1987) menyatakan bahwa evaluasi lahan suatu proses untuk memprakirakan potensi lahan untuk penggunaan tertentu termasuk didalamnya penggunaan lahan untuk tanaman pangan, perkebunan, daerah turis, pemukiman dan daerah konservasi. Dengan demikian dalam mengevaluasi lahan diperlukan banyak ahli dalam bidangnya masing-masing, sebagai contoh dalam evaluasi lahan untuk pertanian memerlukan ahli dalam bidang tanah, agronomi, hidrologi, biologi dan ekologi yang dibentuk menjadi satu tim yang akan mengambil keputusan dalam menentukan kesesuaian lahan (Nasution, 2003).
4
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
Hasil dari evaluasi lahan merupakan dasar bagi pengambil keputusan untuk menetapkan penggunaan lahan dan pengelolaan (management) yang dperlukan.
Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu biasanya dievaluasi dengan menggunakan karakteristik lahan atau kualitas lahan. Karakteristik lahan merupakan kelengkapan lahan itu sendiri, yang dapat dihitung atau diperkirakan seperti curah hujan, tekstur tanah dan ketersediaan air, sedangkan kualitas lahan lebih merupakan sifat tanah yang lebih kompleks, seperti kesesuaian kelembaban tanah, ketahanan terhadap erosi dan bahaya banjir (FAO, 1977).
Beberapa sistem evaluasi lahan (Klingebiel and Montgomery, 1976; Chan et al., 1975) menyarankan klasifikasi berdasarkan jumlah dan tingkat keragaman dan faktor penghambat produksi. The FAO Framework for Land Evaluation tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi lahan secara parametrik (Purnell, 1977). Hal ini disebabkan oleh kesulitan untuk mendapatkan kesepakatan terhadap kriteria yang akan digunakan dalam evaluasi, tetapi bukan berarti FAO Framework tidak dapat digunakan untuk pendekatan parametriks hanya perlu pengembangan pada parameter yang akan digunakan.
Keunggulan sistem parametriks ini tidak saja menghitung klas kesesuaian lahan berdasarkan sifat-sifat tanah saja akan tetapi memperhitungkan seluruh faktor iklim dan memetakannya dalam satu peta kesesuaian lahan.
Dalam penilaian parametriks, data iklim dibagi menjadi empat kelompok yaitu karakteristik iklim yang berhubungan dengan 1) curah hujan, 2) Suhu, 3) Kelembaban udara dan 4) Sinar mata hari. Untuk menghitung indeks iklim digunakan persamaan:
k
Π Ri
CI
=
i=1
(100)k−1
dengan:
CI = indeks iklim Ri = rating ke dari karakteristik iklim k = jumlah karakteristik iklim Π = simbol matematika untuk perkalian.
Indeks yang diperoleh dikonversikan ke dalam seluruh rating iklim dengan persamaan empiris (Nasution, 2003): CR = 13,999 + 0,897 CI r = 0,99. Nilai inilah yang digunakan untuk evaluasi lahan dengan menggabungkannya dengan indeks lahan.
5
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
Metoda yang digunakan untuk mengevaluasi lahan untuk penggunaan tertentu telah m engalam i perkem bangan sesuai dengan perkem bangan keilm uan dan analisis terhadap hasil dari evaluasi itu sendiri.
Sejak tahun 1930-an Storie telah membuat penilaian terhadap lahan untuk pengembangan pertanian (Storie, 1954). Konsep dasar dari penilaian ini didasarkan pada perkalian karakteristik lahan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang dihitung dalam persen. Penilaian ini dinamakan SIR (Storie Index Rating) dengan persamaan
SIR = A x B x C
A = Karakteristik profil tanah B = tekstur permukaan tanah C = faktor-faktor yang mempengaruhi (seperti drainase, kemiringan lahan
dan kemasaman tanah
Ablaiter (1937) telah mengemukakan suatu alternatif untuk mengevaluasi lahan secara parametriks. Beliau mengelompokkan tanah menjadi 10 kelompok berdasarkan indeks tanaman. Standar penilaian diberikan nilai 100 untuk lahanlahan yang sangat produktif untuk hasil tanaman tertentu. Kemudian lahan yang dinilai didasarkan atas hasilnya dalam persen terhadap standar hasil yang mungkin diperoleh secara maksimal.
Selanjutnya Fitzpatrick (1937) menilai tanah untuk tanaman tertentu menurut hasil (produksi). Produksi rata-rata tahunan tertinggi diberi nilai 100 dan yang gagal panen dinilai 0, dari sini persamaan linier sederhana digunakan untuk mengkonversi nilai lahan yang dievalusi.
Pada tahun 1948, Storie mengemukakan suatu “Rating Chart” berdasarkan penilainan terhadap tanah kemudian ternyata sangat penting untuk menilai pertumbuhan kayu (timber). Sebagai tambahan penilaian ini juga telah memperhitungkan faktor iklim (Storie and Wieslander, 1948). Selanjutnya Storie and Harradine (1950) menilai tanah untuk produksi hutan kayu berdasarkan produksi kayu, sedangkan untuk jenis kayu yang belum diketahui (belum ada data) berapa produksi maksimal yang dapat diperoleh evaluasinya didasarkan atas penilaian terhadap karakteristik tanah dan iklim dan dinilai menurut Indeks Storie.
Mitchell (1950) pertama sekali mengemukakan suatu tabulasi cara penilaian produksi tanah pada suatu areal. Penilaian ini harus merujuk kepada salah satu tanaman utama yang ditanam pada areal tersebut. Clarke (1950) mengembangkan Indeks Produksi berdasarkan atas formula perkalian yang sederhana dari data percobaan di lapangan. Formula ini dikembangkan atas dasar asumsi ciri sifat fisik tanah yang sangat mempengaruhi produktifitas yaitu:
6
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
tekstur, ke dalam tanah dan kondisi drainase. Sedangkan Blagovidove (1960) menghasilkan tabel evalusi produksi dimana penilaian berdasarkan penjumlahan dari nilai sifat tanah.
Storie (1964) mengklasifikasikan lahan menurut kesesuaiannya untuk pertanian beririgasi ke dalam 6 tingkatan (I s/d VI) dengan menggunakan Storie Rating Index dengan menghitung 10 (sepuluh) karakteristik tanah yang terpenting yaitu: kedalaman tanah, permeabilitas profil tanah, tekstur, kemiringan, drainase, kegaraman atau alkalinitas, pH, kondisi erosi, nutrisi tanah dan relif mikro.
Riquier et al. (1970) mengusulkan suatu indeks untuk produktifitas tanah dengan hanya mempertimbangkan 9 karakteristik tanah yaitu kedalaman efektif tanah, tekstur dan struktur tanah, kejenuhan basa, kelarutan garam-garam, kandungan bahan organik, kapasitas tukar kation mineral liat, cadangan mineral, drainase dan kelembaban tanah.
Riquier (1974) menekankan bahwa metoda parametriks terdiri dari tiga komponen yaitu: 1) Evaluasi secara terpisah terhadap ciri-ciri tanah sesuai dengan kepentingannya, 2) Mengkombinasikan secara numerik sesuai kaedah matematika, dengan tidak melupakan hubungan antar faktor dan 3) Indeks akhir digunakan untuk membuat tingkatan (rank) lahan untuk tujuan penggunaannya. Sedangkan Allgood and Gray (1978) telah menggunakan dua metoda untuk menentukan Indeks Produksi Tanaman yaitu: 1) Model sifat tanah, yang didasarkan atas tanggap tanaman terhadap sifat dan ciri tanah dan 2) Model klasifikasi tanah, yang didasarkan atas diagnosa terhadap karakteristik tanah, klasifikasi tanah dan dapat digunakan untuk memprakirakan indek produksi. Kedua model ini telah menggunakan model “multiple regression” untuk memprakirakan hasil atau produksi tanaman.
Dalam sistem parametriks, kriteria diagnosa dinilai secara numerik dan klasifikasi kesesuaian lahan didapatkan dengan perhitungan matematika (Require and Schwarz, 1972). Bertentangan dengan pendapat Purnell, pendekatan parametriks telah sukses digunakan untuk mengevaluasi lahan untuk pertanian secara umum (Requer et al., 1970) termasuk pengembangannya di daerah arid dan semi arid (Sys and Verheye, 1972) dan telah dicobakan untuk daerah tropika (Sys nad Fankart, 1972; Sys, 1978, Nasution, 1989; Nasution 2003).
2 .2 . Prinsip- prinsip Evaluasi Lahan
Dasar prinsip dari kerangka kerja evalusi lahan adalah : 1) Kesesuaian lahan dinilai dan diklasifikasikan sesuai dengan penggunaan lahan yang direncanakan, 2) Evaluasi memerlukan suatu perbandingan antara keuntungan yang akan diperoleh dan masukan yang diberikan terhadap lahan, 3) Pendekatan multi
7
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
disiplin 4) Evalusi dilaksanakan dengan pertimbangan berbagai faktor fisik, kimia tanah, ekonomi dan sosial, 5) Kesesuaian telah memperhitungkan keberlanjutan penggunaan lahan dan 6) Evaluasi meliputi berbagai pilihan penggunaan lahan.
2 .3 . Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Klasifikasi terdiri dari 4 katagori (FAO, 1976): 1) Ordo kesesuian lahan, menunjukkan kesesuaian lahan yang dinilai, 2) Klas kesesuaian lahan, menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo, 3) Sub klas kesesuaian menunjukkan faktor pembatas yang ada pada lahan tersebut dan merupakan faktor yang harus dikelola dan 4) Unit kesesuaian lahan, menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil dalam sub klas terutama berdasakan manajemen yang diperlukan.
Ordo kesesuaian tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu Sesuai (S) dan Tidak sesuai (N). Walaupun tidak ada pembatasan terhadap jumlah klas dalam satu ordo, telah direkomendasikan hanya menggunakan tiga klas untuk “S” dan dua klas untuk “N” (FAO, 1976; Mc Rae and Burnham, 1981; Drissen and Koninj, 1992). Struktur klasifikasi ini seperti tertera pada Tabel 1.
Table 1: Struktur klas kesesuain lahan (Drissen and Koninj, 1992)
Ordo
CATEGORI
Klas
Sub klas
Unit
S1
S2m
S2e-1
S2e S2e-2
S (Sesuai)
S2
S2me
etc
Etc
S3
N1m
N1
N (Tidak sesuai)
N1e
N2 dll
Ordo S (Sesuai): satuan lahan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat faktor pembatas baik ringan maupun sedang dalam pemanfaatan lahan. Nilai Indeks lahan biasanya > 25. Terdapat tiga klas untuk ordo ini yaitu S1 (Sangat sesuai):
8
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
adalah satuan lahan dengan tanpa, atau hanya tiga sampai empat faktor pembatas ”ringan”, Indeks lahan biasanya > 75. S2 (Kesesuaian sedang): satuan lahan dengan lebih dari empat faktor pembatas ”ringan”; dan atau lebih dari saru sampai tiga faktor pembatas ”sedang”; Nilai Indeks lahan antara 50 dan 75. S3 (Kesesuaian marginal): Satuan lahan dengan lebih dari dua sampai tiga faktor pembatas ”sedang” dan/atau tidak terdapat faktor pembatas ”berat” sehingga lahan masih dapat digunakan.Nilai Indeks lahan antara 25 dan 50.
Ordo N (tidak sesuai): satuan lahan dengan beberapa faktor pembatas ”berat” dan/atau mempunyai satu faktor pembatas ”sangat berat” sehingga lahan tidak dapat dimanfaatkan. Nilai Indeks lahan < 25. Satuan lahan ini mempunyai dua Klas yaitu N1: satuan lahan yang masih dapat digunakan setelah perbaikan (diberikan beberapa Input) dan N2: satuan lahan yang tidak dapat dimanfaatkan lagi walaupun telah dilakukan perbaikan.
Tabel 2 menunjukkan Ordo, Sub Ordo dan Klas kesesuaian lahan berdasarkan jumah dan tingkat faktor pembatas.
Tabel 2 : Ordo, Sub Ordo dan Klas Kesesuaian Lahan, Nilai I ndeks, Be r da sa r k a n Ju m a h da n Tin gk a t Fa k t or Pe m ba t a s.
Tingkat pembatas
Ordo Klas
0
1
Nilai 2 34
S1 + 3-4
0
0 0 ≥ 75
S S2 + >4 1-3 0 0 50 - 1 0
+
>1* ≥ 1*
< 25
2 .4 . Perhitungan I ndeks Lahan ( Land I ndex)
Untuk evaluasi karakteristik lahan pada pendekatan parametrik, perhitungan indeks lahan dari maksimum (100) ke minimum (0). Indeks lahan ini dihitung dari setiap parameter kualitas/karakteristik lahan yang menjadi parameter
9
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
evaluasi. Idealnya penilaian harus menunjukkan keadaan optimal dalam persen. Hubungan antara faktor pembatas dan nilai lahan seperti tertera pada Tabel 3.
Simbol 0 1 2 3 4
Tabel 3 . Tingkat Faktor Pem batas dan Nilai Lahan
Intensitas pembatas
Nilai
Tidak ada
95 – 100
Sedikit
85 – 95
Sedang
60 – 85
Banyak
40 – 60
Sangat banyak
40 – 0
- mungkin untuk diperbaiki
40 – 20
- tidak mungkin untuk diperbaiki
20 – 0
Nilai ini diinterpolasi dari suatu skala yang dibuat dari tabel kebutuhan tanaman atau suatu hal yang akan dievaluasi. Interpolasi linier sederhana digunakan untuk menghitung nilai karakteristik/kualitas lahan berdasarkan Tabel kebutuhan tersebut.
Indeks lahan dihitung dari setiap parameter. Nilai iklim yang telah dihitung sebelumnya dimasukkan ke dalam sistem perhitungan. Indeks lahan dihitung sesuai persamaan (Nasution, 1989):
n−1
LI = R min Π*0,01* Ri i−1
dengan: LI = Indeks lahan. Rmin = Nilai minimal karakteristik lahan (termasuk nilai iklim secara keseluruhan). Ri = rating ke i selain rating minimal Π = simbol matematik untuk perkalian. Perkalian 0,01 untuk menjadikan keseluruhan nilai dalam persen.
Evaluasi lahan dengan pendekatan parametrik dilaksanakan dengan asumsiasumsi sebagai berikut: 1) Jumlah karakteristik/kualitas lahan harus dibuat seminimum mungkin untuk menghindari pengulangan dari karakteristik yang ada kaitannya, sehingga menurunkan nilai indeks lahan. 2) Karakteristik/ kualitas lahan yang penting dinilai dalam rentang yang luas (misalnya 100 sampai 20), yang kurang penting lebih sempit (misalnya 100 sampai 60). 3) Nilai 100 dipakai untuk karakteristik yang terbaik. 4) Harus dipertimbangkan nilai horizon tanah dengan memberi nilai lebih besar terhadap horizon yang dekat ke permukaan.
10
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
Kedalaman tanah harus dipertimbangkan sesuai dengan kedalaman perakaran yang normal. Untuk Pinus m erkusii dan Eucalypt us misalnya 4 bagian ke dalam tanah untuk setiap 20 cm dengan koreksi indeks 1,75 – 1,25 – 0,75 –0,25. Untuk padi, jagung dan bawang merah koreksi terhadap kedalaman tanah memakai indeks 1,2 dan 0,8. Gambar 1 menunjukkan Bagan alir dari metodologi evaluasi lahan.
Data survei tanah
Karakteristik/Kuali tas lahan
Kebutuhan tanaman (tanah dan lanskap)
Nilai
Iklim
Agro-Kilmatik Indeks iklim
Nilai seluruh faktor iklim
Tingkat pembatas
Indeks lahan
Klas kesesuaian lahan
Gambar 1. Diagram Alir Metoda Evaluasi Lahan
11
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
2 .5 . Klas Kesesuaian Lahan
Klas kesesuaian lahan diklasifikasikan berdasarkan indeks lahan dengan m em pertim bangkan produksi yang um um didapatkan pada j enis tanah yang sam a. Hasil optimal merupakan produksi yang diperoleh pada lahan yang baik dengan manajemen yang memadai seperti pusat-pusat penelitian. Untuk padi misalnya produksi optimum pada 7 ton/ha, sedangkan marginal produksi diperoleh dari nilai produksi yang biaya produksinya sama dengan hasil yang diperoleh atau hanya untung sedikit saja.
3 . Kesesuaian I klim dan Lahan unt uk Beberapa Tanam an Utam a di Daerah Tangkapan Hujan Danau Toba
Tanaman yang dihitung kesesuaiannya di daerah tangkapan hujan Danau Toba terdiri dari tanaman padi dan jagung untuk pewakil tanaman pangan, bawang merah untuk tanaman hortikultura, pinus dan eukaliptus untuk tanaman kehutanan. Pemilihan pewakil ini didasarkan kepada tanaman utama dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di daerah tersebut.
3 .1 . Daerah I klim dan Kesesuaian I klim Daerah tangkapan hujan Danau Toba jika dihitung berdasarkan metoda Thiessen, dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 2. Pembagian ini berdasarkan atas curah hujan.
Ta be l 4 . Re r a t a Cur a h H uj a n da n Lua s D a e r a h H uj a n D a e r a h Ta ngk a pa n Hujan Danau Toba Berdasarkan Metoda Thiessen
Rerata curah Intensitas
No Stasiun
hujan
hujan
(mm/tahun) (mm/hari)
1 Siborong-Borong 2 Dolok Sanggul 3 Balige 4 Porsea 5 Pangururan 6 Mogang 7 Ambarita 8 Parapat 9 Sidamanik 10 Aek Nauli 11 Situnggaling
2,795.04 1,807.20
934.44 1,114.56
1,368 1,658.64
1,592 1,928.64
2,347.2 2,341.2
1,908
22.6 14.5 10.2 12.9 14.0 13.5 14.2 15.4 14.4 15.7 13.9
Hari hujan
124 125 92 85 96 123 112 125 163 149 137
Luas daerah hujan (Ha)
7,691 24.785 27.064 41.806 42.571 45.137 20,327 22,632
5,089 2,728 19,764
12
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
Total
259,594
Dari Tabel 1, terlihat luas Daerah Tangkapan Hujan Danau Toba yang hanya 259,594 Ha dibagi menjadi 11 (sebelas) daerah hujan, yang berarti harus dilakukan 11 macam pengelolaan air untuk produksi tanaman. Tabel 5 menunjukkan kesesuaian iklim untuk pertumbuhan padi, jagung, bawang merah, pinus dan eukaliptus
13
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
Gambar 2: Daerah Curah Hujan Berdasarkan Metoda Thiessen 14
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
Ta be l 5 : Ke se su a ia n I k lim u n t u k Pe r t u m buh a n Pa di, Ja gu n g, Ba w a n g Merah, Pinus dan Eukalipt us
Lo k a si
Kesesuaian iklim untuk tanam an terpilih
Padi*
M t 1 M t 2 Ja gu ng Ba w a n g M e r a h Pin u s Eu k a lipt u s
SiborongBorong
S3 S3
S1
N1 S1 S1
Dolok Sanggul S3 S3
S2
S1 S2 S1
Balige
S3 S3
N1
S1 S3 S3
Porsea
S3 S3
N1
S1 S3 S3
Pangururan
S3 S3
N1
S1 S2 S1
Mogang
S3 S3
S3
N1 S2 S1
Ambarita
S3 S3
S3
S1 S2 S1
Parapat
S3 S3
S3
S1 S2 S1
Sidamanik
S3 S3
S3
S1 S1 S1
Aek Nauli
S3 S3
N1
S1 S3 S2
Situnggaling
S3 S3
S3
N1 S2 S1
Mt1: Musim tanam pertama
Mt2: Musim tanam kedua
* Hanya untuk padi sawah, teras, dan irigasi, tidak disarankan untuk padi ladang tadah hujan.
Dari hasil perhitungan ini dapat dilihat bahwa iklim di Daerah Tangkap Air (DTA) Danau Toba hanya marginal untuk pertanaman padi. Jagung baik dikembangkan di Siborong-borong dan Dolok Sanggul, sedangkan untuk bawang merah baik dikembangkan di Pangururan, Ambarita dan Parapat, sedangkan untuk pinus dan eukaliptus dapat dikembangkan di seluruh areal DTA Danau Toba.
3 .2 . Tanah, Kesesuaian Lahan dan Pengelolaan yang diperlukan.
Taksonomi tanah di daerah DTA Danau Toba terdiri dari dari 14 (empat belas) Great Group yang terletak pada 33 satuan lahan seperti tertera pada Gambar 3 dan Tabel 6.
15
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
Gambar 3. Satuan Lahan dan Jenis Tanah di Daerah Tangkapan Air Danau Toba 16
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
Tabel 6 . Great Group tanah dan luasannya di DTA Danau Toba
No Great Group Tanah
Lu a s
Ha %
1 Fluvaquents
8.973,41
3
2 Tropopsamments
2.030,85
EVALUASI LAHAN DAERAHTANGKAPAN HUJAN DANAUTOBA SEBAGAI DASARPERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pid a to Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p d a la m Bid a ng Ilmu Surve i Ta na h d a n Eva lua si La ha n p a d a Fa kulta s Pe rta nia n, d iuc a p ka n d i ha d a p a n Ra p a t Te rb uka Unive rsita s Suma te ra Uta ra Te rb uka Ge la ng g a ng Ma ha siswa , Ka mp us USU, 26 Me i 2005
O LEH: ZULKIFLI NASUTION
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2005
1
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
Yang terhormat, Bapak Ment eri Pendidikan Nasional Republik I ndonesia, Bapak Ket ua dan Bapak/ I bu Anggot a Maj elis Wali Am anat Universit as Sum at era Ut ara, Bapak Ket ua dan Bapak/ I bu Anggot a Senat Akadem ik Universit as Sum at era Ut ara, Bapak Ket ua dan Anggot a Dewan Guru Besar Universit as Sum at era Ut ara.
Bapak Rekt or Universit as Sum at era Ut ara, Bapak/ I bu para Pem bant u Rekt or Universit as Sum at era Ut ara, para Dekan, Ket ua Lem baga dan unit kerj a, para Dosen dan Karyawan di lingkungan Universit as
Sum at era Ut ara, Bapak dan I bu para undangan, keluarga, t em an sej awat , m ahasiswa dan hadirin yang
saya m uliakan.
Assalam ualaikum W arahm atullahi W abarakatuh. Tiada cukup perbendaharaan kata, untuk mengucapkan rasa syukur ke hadirat ALLAH Swt atas nikmat dan karunianya yang dilimpahkan kepada kami, hingga pada hari ini Insya Allah dapat menyampaikan pidato ilmiah sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Survei Tanah dan Evaluasi Lahan pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Atas izin dan ridhonya perkenanlah saya dihadapan Bapak/Ibu dan hadirin sekalian membacakan pidato ilmiah yang berjudul
EVALUASI LAH AN D AERAH TAN GKAPAN H UJAN D AN AU TOBA SEBAGAI D ASAR PEREN CAN AAN TATA GUN A LAH AN UN TUK PEM BAN GUN AN BERKELAN JUTAN
2
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
1. Pendahuluan
Danau Toba dengan luas permukaan 800 kilometer persegi merupakan danau terluas di Asia. Dengan cepatnya pembukaan lahan untuk pertanian dan hutan tanaman industri, berpotensi untuk terjadinya konflik penggunaan lahan. Oleh sebab itu diperlukan evaluasi lahan agar pengembangan lahan dan manajemen hutan dapat berjalan dengan baik.
Pengembangan lahan merupakan proses penting dalam perubahan suatu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya. Batasan pengembangan lahan sangat luas karena termasuk di dalamnya beberapa kegiatan seperti konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian intensif dan pemukiman. Dewberry (1996) menyatakan bahwa desain pengembangan lahan merupakan proses sistematik dari pengumpulan data, studi, ekstrapolasi data dan analisis agar didapatkan hasil yang lebih baik.
Evaluasi lahan merupakan suatu proses analisis untuk mengetahui potensi lahan untuk penggunaan tertentu yang berguna untuk membantu perencanaan penggunaan dan pengelolaan lahan. Evaluasi lahan meliputi interpretasi data fisik kimia tanah, potensi penggunaan lahan sekarang dan sebelumnya (Jones et al., 1990), yang bertujuan untuk memecahkan masalah jangka panjang terhadap penurunan kualitas lahan yang disebabkan oleh pengunaannya saat ini, memperhitungkan dampak penggunaan lahan, merumuskan alternatif penggunaan lahan dan mendapatkan cara pengelolaan yang lebih baik (Sys, 1985; Rossiter, 1994).
Leuschner (1984) menyatakan bahwa pengelolaan lahan dan hutan merupakan hasil integral dari seluruh komponen lingkungan baik fisik, kimia, biologi sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kepututusan perencanaan penggunaan lahan dengan mempertimbangkan kerusakan lingkungan dan konservasi lahan.
Konservasi lahan tidaklah bermaksud untuk tidak menggunakan lahan tetapi memanfaatkan lahan sebaik mungkin sehingga resiko terhadap kerusakan lahan seminimal mungkin (Margules and Pressey, 2000). Penggunaan lahan tanpa memperhatikan faktor kerusakan lingkungan akan menyebabkan kehilangan hutan, pertukaran iklim, erosi tanah dan banjir (Pearce, 2000).
Saat ini pembangunan berkelanjutan sudah menjadi konsep dasar untuk pengelolaan lahan baik lahan pertanian, kehutanan dan pemukiman agar diperoleh kualitas hidup yang lebih baik (TAG, 1988), walaupun metoda tentang pembangunan berkelanjutan tersebut belum sepenuhnya difahami (Fresco et al., 1994).
3
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
Menurut Tzschupke (1998), kata berkelanjutan (Sustainability) pertama sekali ditulis oleh seorang Jerman Hanns von Carlowiz dalam “Sylvicultura oeconomica” pada tahun 1713 yang beberapa dekade kemudian menjadi dasar manajemen sumberdaya alam. Sekarang ini pengertian berkelanjutan mengikuti batasan yang dibuat oleh Bruntland Commission dalam laporannya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu Pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang.
2 . Perencanaa n Penggunaa n Lahan da n Evaluasi Lahan
Konsep lahan haruslah tidak disamakan dengan tanah. Dalam pengertian lahan sudah termasuk tanah dengan segala sifat-sifatnya serta keadaan lingkungan sekitarnya. Jika sifat-sifat tersebut sama dalam segala aspek dikatakan unit lahan (Drissen and Koninj, 1992). Unit lahan ini biasanya di petakan dengan karakteristik yang spesifik dan merupakan dasar untuk mengevaluasi lahan (FAO, 1976; 1983).
Tujuan utama mendefenisikan unit lahan adalah agar diperoleh hasil maksimal dalam penilaian kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dan mendapatkan cara yang tepat dalam pengelolaannya (FAO, 1983). Untuk mendeskripsikan unit lahan haruslah merujuk kepada karakteristik lahan seperti kemiringan lahan, ketersediaan air dan sifat-sifat fisik dan kimia tanah (Nasution, 1989).
Menurut FAO (1985) perencanaan penggunaan lahan merupakan penilaian yang sistematik terhadap lahan untuk mendapatkan alternatif penggunaan lahan dan memperoleh opsi yang terbaik dalam memanfaatkan lahan agar terpenuhi kebutuhan manusia dengan tetap menjaga agar lahan tetap dapat digunakan pada masa yang akan datang. Sedangkan evaluasi lahan merupakan penilaian terhadap lahan untuk penggunaan tertentu.
2 .1 . Konsep Dasar dan Perkem bangan Evaluasi La ha n Dent and Young (1987) menyatakan bahwa evaluasi lahan suatu proses untuk memprakirakan potensi lahan untuk penggunaan tertentu termasuk didalamnya penggunaan lahan untuk tanaman pangan, perkebunan, daerah turis, pemukiman dan daerah konservasi. Dengan demikian dalam mengevaluasi lahan diperlukan banyak ahli dalam bidangnya masing-masing, sebagai contoh dalam evaluasi lahan untuk pertanian memerlukan ahli dalam bidang tanah, agronomi, hidrologi, biologi dan ekologi yang dibentuk menjadi satu tim yang akan mengambil keputusan dalam menentukan kesesuaian lahan (Nasution, 2003).
4
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
Hasil dari evaluasi lahan merupakan dasar bagi pengambil keputusan untuk menetapkan penggunaan lahan dan pengelolaan (management) yang dperlukan.
Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu biasanya dievaluasi dengan menggunakan karakteristik lahan atau kualitas lahan. Karakteristik lahan merupakan kelengkapan lahan itu sendiri, yang dapat dihitung atau diperkirakan seperti curah hujan, tekstur tanah dan ketersediaan air, sedangkan kualitas lahan lebih merupakan sifat tanah yang lebih kompleks, seperti kesesuaian kelembaban tanah, ketahanan terhadap erosi dan bahaya banjir (FAO, 1977).
Beberapa sistem evaluasi lahan (Klingebiel and Montgomery, 1976; Chan et al., 1975) menyarankan klasifikasi berdasarkan jumlah dan tingkat keragaman dan faktor penghambat produksi. The FAO Framework for Land Evaluation tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi lahan secara parametrik (Purnell, 1977). Hal ini disebabkan oleh kesulitan untuk mendapatkan kesepakatan terhadap kriteria yang akan digunakan dalam evaluasi, tetapi bukan berarti FAO Framework tidak dapat digunakan untuk pendekatan parametriks hanya perlu pengembangan pada parameter yang akan digunakan.
Keunggulan sistem parametriks ini tidak saja menghitung klas kesesuaian lahan berdasarkan sifat-sifat tanah saja akan tetapi memperhitungkan seluruh faktor iklim dan memetakannya dalam satu peta kesesuaian lahan.
Dalam penilaian parametriks, data iklim dibagi menjadi empat kelompok yaitu karakteristik iklim yang berhubungan dengan 1) curah hujan, 2) Suhu, 3) Kelembaban udara dan 4) Sinar mata hari. Untuk menghitung indeks iklim digunakan persamaan:
k
Π Ri
CI
=
i=1
(100)k−1
dengan:
CI = indeks iklim Ri = rating ke dari karakteristik iklim k = jumlah karakteristik iklim Π = simbol matematika untuk perkalian.
Indeks yang diperoleh dikonversikan ke dalam seluruh rating iklim dengan persamaan empiris (Nasution, 2003): CR = 13,999 + 0,897 CI r = 0,99. Nilai inilah yang digunakan untuk evaluasi lahan dengan menggabungkannya dengan indeks lahan.
5
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
Metoda yang digunakan untuk mengevaluasi lahan untuk penggunaan tertentu telah m engalam i perkem bangan sesuai dengan perkem bangan keilm uan dan analisis terhadap hasil dari evaluasi itu sendiri.
Sejak tahun 1930-an Storie telah membuat penilaian terhadap lahan untuk pengembangan pertanian (Storie, 1954). Konsep dasar dari penilaian ini didasarkan pada perkalian karakteristik lahan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang dihitung dalam persen. Penilaian ini dinamakan SIR (Storie Index Rating) dengan persamaan
SIR = A x B x C
A = Karakteristik profil tanah B = tekstur permukaan tanah C = faktor-faktor yang mempengaruhi (seperti drainase, kemiringan lahan
dan kemasaman tanah
Ablaiter (1937) telah mengemukakan suatu alternatif untuk mengevaluasi lahan secara parametriks. Beliau mengelompokkan tanah menjadi 10 kelompok berdasarkan indeks tanaman. Standar penilaian diberikan nilai 100 untuk lahanlahan yang sangat produktif untuk hasil tanaman tertentu. Kemudian lahan yang dinilai didasarkan atas hasilnya dalam persen terhadap standar hasil yang mungkin diperoleh secara maksimal.
Selanjutnya Fitzpatrick (1937) menilai tanah untuk tanaman tertentu menurut hasil (produksi). Produksi rata-rata tahunan tertinggi diberi nilai 100 dan yang gagal panen dinilai 0, dari sini persamaan linier sederhana digunakan untuk mengkonversi nilai lahan yang dievalusi.
Pada tahun 1948, Storie mengemukakan suatu “Rating Chart” berdasarkan penilainan terhadap tanah kemudian ternyata sangat penting untuk menilai pertumbuhan kayu (timber). Sebagai tambahan penilaian ini juga telah memperhitungkan faktor iklim (Storie and Wieslander, 1948). Selanjutnya Storie and Harradine (1950) menilai tanah untuk produksi hutan kayu berdasarkan produksi kayu, sedangkan untuk jenis kayu yang belum diketahui (belum ada data) berapa produksi maksimal yang dapat diperoleh evaluasinya didasarkan atas penilaian terhadap karakteristik tanah dan iklim dan dinilai menurut Indeks Storie.
Mitchell (1950) pertama sekali mengemukakan suatu tabulasi cara penilaian produksi tanah pada suatu areal. Penilaian ini harus merujuk kepada salah satu tanaman utama yang ditanam pada areal tersebut. Clarke (1950) mengembangkan Indeks Produksi berdasarkan atas formula perkalian yang sederhana dari data percobaan di lapangan. Formula ini dikembangkan atas dasar asumsi ciri sifat fisik tanah yang sangat mempengaruhi produktifitas yaitu:
6
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
tekstur, ke dalam tanah dan kondisi drainase. Sedangkan Blagovidove (1960) menghasilkan tabel evalusi produksi dimana penilaian berdasarkan penjumlahan dari nilai sifat tanah.
Storie (1964) mengklasifikasikan lahan menurut kesesuaiannya untuk pertanian beririgasi ke dalam 6 tingkatan (I s/d VI) dengan menggunakan Storie Rating Index dengan menghitung 10 (sepuluh) karakteristik tanah yang terpenting yaitu: kedalaman tanah, permeabilitas profil tanah, tekstur, kemiringan, drainase, kegaraman atau alkalinitas, pH, kondisi erosi, nutrisi tanah dan relif mikro.
Riquier et al. (1970) mengusulkan suatu indeks untuk produktifitas tanah dengan hanya mempertimbangkan 9 karakteristik tanah yaitu kedalaman efektif tanah, tekstur dan struktur tanah, kejenuhan basa, kelarutan garam-garam, kandungan bahan organik, kapasitas tukar kation mineral liat, cadangan mineral, drainase dan kelembaban tanah.
Riquier (1974) menekankan bahwa metoda parametriks terdiri dari tiga komponen yaitu: 1) Evaluasi secara terpisah terhadap ciri-ciri tanah sesuai dengan kepentingannya, 2) Mengkombinasikan secara numerik sesuai kaedah matematika, dengan tidak melupakan hubungan antar faktor dan 3) Indeks akhir digunakan untuk membuat tingkatan (rank) lahan untuk tujuan penggunaannya. Sedangkan Allgood and Gray (1978) telah menggunakan dua metoda untuk menentukan Indeks Produksi Tanaman yaitu: 1) Model sifat tanah, yang didasarkan atas tanggap tanaman terhadap sifat dan ciri tanah dan 2) Model klasifikasi tanah, yang didasarkan atas diagnosa terhadap karakteristik tanah, klasifikasi tanah dan dapat digunakan untuk memprakirakan indek produksi. Kedua model ini telah menggunakan model “multiple regression” untuk memprakirakan hasil atau produksi tanaman.
Dalam sistem parametriks, kriteria diagnosa dinilai secara numerik dan klasifikasi kesesuaian lahan didapatkan dengan perhitungan matematika (Require and Schwarz, 1972). Bertentangan dengan pendapat Purnell, pendekatan parametriks telah sukses digunakan untuk mengevaluasi lahan untuk pertanian secara umum (Requer et al., 1970) termasuk pengembangannya di daerah arid dan semi arid (Sys and Verheye, 1972) dan telah dicobakan untuk daerah tropika (Sys nad Fankart, 1972; Sys, 1978, Nasution, 1989; Nasution 2003).
2 .2 . Prinsip- prinsip Evaluasi Lahan
Dasar prinsip dari kerangka kerja evalusi lahan adalah : 1) Kesesuaian lahan dinilai dan diklasifikasikan sesuai dengan penggunaan lahan yang direncanakan, 2) Evaluasi memerlukan suatu perbandingan antara keuntungan yang akan diperoleh dan masukan yang diberikan terhadap lahan, 3) Pendekatan multi
7
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
disiplin 4) Evalusi dilaksanakan dengan pertimbangan berbagai faktor fisik, kimia tanah, ekonomi dan sosial, 5) Kesesuaian telah memperhitungkan keberlanjutan penggunaan lahan dan 6) Evaluasi meliputi berbagai pilihan penggunaan lahan.
2 .3 . Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Klasifikasi terdiri dari 4 katagori (FAO, 1976): 1) Ordo kesesuian lahan, menunjukkan kesesuaian lahan yang dinilai, 2) Klas kesesuaian lahan, menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo, 3) Sub klas kesesuaian menunjukkan faktor pembatas yang ada pada lahan tersebut dan merupakan faktor yang harus dikelola dan 4) Unit kesesuaian lahan, menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil dalam sub klas terutama berdasakan manajemen yang diperlukan.
Ordo kesesuaian tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu Sesuai (S) dan Tidak sesuai (N). Walaupun tidak ada pembatasan terhadap jumlah klas dalam satu ordo, telah direkomendasikan hanya menggunakan tiga klas untuk “S” dan dua klas untuk “N” (FAO, 1976; Mc Rae and Burnham, 1981; Drissen and Koninj, 1992). Struktur klasifikasi ini seperti tertera pada Tabel 1.
Table 1: Struktur klas kesesuain lahan (Drissen and Koninj, 1992)
Ordo
CATEGORI
Klas
Sub klas
Unit
S1
S2m
S2e-1
S2e S2e-2
S (Sesuai)
S2
S2me
etc
Etc
S3
N1m
N1
N (Tidak sesuai)
N1e
N2 dll
Ordo S (Sesuai): satuan lahan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat faktor pembatas baik ringan maupun sedang dalam pemanfaatan lahan. Nilai Indeks lahan biasanya > 25. Terdapat tiga klas untuk ordo ini yaitu S1 (Sangat sesuai):
8
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
adalah satuan lahan dengan tanpa, atau hanya tiga sampai empat faktor pembatas ”ringan”, Indeks lahan biasanya > 75. S2 (Kesesuaian sedang): satuan lahan dengan lebih dari empat faktor pembatas ”ringan”; dan atau lebih dari saru sampai tiga faktor pembatas ”sedang”; Nilai Indeks lahan antara 50 dan 75. S3 (Kesesuaian marginal): Satuan lahan dengan lebih dari dua sampai tiga faktor pembatas ”sedang” dan/atau tidak terdapat faktor pembatas ”berat” sehingga lahan masih dapat digunakan.Nilai Indeks lahan antara 25 dan 50.
Ordo N (tidak sesuai): satuan lahan dengan beberapa faktor pembatas ”berat” dan/atau mempunyai satu faktor pembatas ”sangat berat” sehingga lahan tidak dapat dimanfaatkan. Nilai Indeks lahan < 25. Satuan lahan ini mempunyai dua Klas yaitu N1: satuan lahan yang masih dapat digunakan setelah perbaikan (diberikan beberapa Input) dan N2: satuan lahan yang tidak dapat dimanfaatkan lagi walaupun telah dilakukan perbaikan.
Tabel 2 menunjukkan Ordo, Sub Ordo dan Klas kesesuaian lahan berdasarkan jumah dan tingkat faktor pembatas.
Tabel 2 : Ordo, Sub Ordo dan Klas Kesesuaian Lahan, Nilai I ndeks, Be r da sa r k a n Ju m a h da n Tin gk a t Fa k t or Pe m ba t a s.
Tingkat pembatas
Ordo Klas
0
1
Nilai 2 34
S1 + 3-4
0
0 0 ≥ 75
S S2 + >4 1-3 0 0 50 - 1 0
+
>1* ≥ 1*
< 25
2 .4 . Perhitungan I ndeks Lahan ( Land I ndex)
Untuk evaluasi karakteristik lahan pada pendekatan parametrik, perhitungan indeks lahan dari maksimum (100) ke minimum (0). Indeks lahan ini dihitung dari setiap parameter kualitas/karakteristik lahan yang menjadi parameter
9
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
evaluasi. Idealnya penilaian harus menunjukkan keadaan optimal dalam persen. Hubungan antara faktor pembatas dan nilai lahan seperti tertera pada Tabel 3.
Simbol 0 1 2 3 4
Tabel 3 . Tingkat Faktor Pem batas dan Nilai Lahan
Intensitas pembatas
Nilai
Tidak ada
95 – 100
Sedikit
85 – 95
Sedang
60 – 85
Banyak
40 – 60
Sangat banyak
40 – 0
- mungkin untuk diperbaiki
40 – 20
- tidak mungkin untuk diperbaiki
20 – 0
Nilai ini diinterpolasi dari suatu skala yang dibuat dari tabel kebutuhan tanaman atau suatu hal yang akan dievaluasi. Interpolasi linier sederhana digunakan untuk menghitung nilai karakteristik/kualitas lahan berdasarkan Tabel kebutuhan tersebut.
Indeks lahan dihitung dari setiap parameter. Nilai iklim yang telah dihitung sebelumnya dimasukkan ke dalam sistem perhitungan. Indeks lahan dihitung sesuai persamaan (Nasution, 1989):
n−1
LI = R min Π*0,01* Ri i−1
dengan: LI = Indeks lahan. Rmin = Nilai minimal karakteristik lahan (termasuk nilai iklim secara keseluruhan). Ri = rating ke i selain rating minimal Π = simbol matematik untuk perkalian. Perkalian 0,01 untuk menjadikan keseluruhan nilai dalam persen.
Evaluasi lahan dengan pendekatan parametrik dilaksanakan dengan asumsiasumsi sebagai berikut: 1) Jumlah karakteristik/kualitas lahan harus dibuat seminimum mungkin untuk menghindari pengulangan dari karakteristik yang ada kaitannya, sehingga menurunkan nilai indeks lahan. 2) Karakteristik/ kualitas lahan yang penting dinilai dalam rentang yang luas (misalnya 100 sampai 20), yang kurang penting lebih sempit (misalnya 100 sampai 60). 3) Nilai 100 dipakai untuk karakteristik yang terbaik. 4) Harus dipertimbangkan nilai horizon tanah dengan memberi nilai lebih besar terhadap horizon yang dekat ke permukaan.
10
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
Kedalaman tanah harus dipertimbangkan sesuai dengan kedalaman perakaran yang normal. Untuk Pinus m erkusii dan Eucalypt us misalnya 4 bagian ke dalam tanah untuk setiap 20 cm dengan koreksi indeks 1,75 – 1,25 – 0,75 –0,25. Untuk padi, jagung dan bawang merah koreksi terhadap kedalaman tanah memakai indeks 1,2 dan 0,8. Gambar 1 menunjukkan Bagan alir dari metodologi evaluasi lahan.
Data survei tanah
Karakteristik/Kuali tas lahan
Kebutuhan tanaman (tanah dan lanskap)
Nilai
Iklim
Agro-Kilmatik Indeks iklim
Nilai seluruh faktor iklim
Tingkat pembatas
Indeks lahan
Klas kesesuaian lahan
Gambar 1. Diagram Alir Metoda Evaluasi Lahan
11
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
2 .5 . Klas Kesesuaian Lahan
Klas kesesuaian lahan diklasifikasikan berdasarkan indeks lahan dengan m em pertim bangkan produksi yang um um didapatkan pada j enis tanah yang sam a. Hasil optimal merupakan produksi yang diperoleh pada lahan yang baik dengan manajemen yang memadai seperti pusat-pusat penelitian. Untuk padi misalnya produksi optimum pada 7 ton/ha, sedangkan marginal produksi diperoleh dari nilai produksi yang biaya produksinya sama dengan hasil yang diperoleh atau hanya untung sedikit saja.
3 . Kesesuaian I klim dan Lahan unt uk Beberapa Tanam an Utam a di Daerah Tangkapan Hujan Danau Toba
Tanaman yang dihitung kesesuaiannya di daerah tangkapan hujan Danau Toba terdiri dari tanaman padi dan jagung untuk pewakil tanaman pangan, bawang merah untuk tanaman hortikultura, pinus dan eukaliptus untuk tanaman kehutanan. Pemilihan pewakil ini didasarkan kepada tanaman utama dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di daerah tersebut.
3 .1 . Daerah I klim dan Kesesuaian I klim Daerah tangkapan hujan Danau Toba jika dihitung berdasarkan metoda Thiessen, dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 2. Pembagian ini berdasarkan atas curah hujan.
Ta be l 4 . Re r a t a Cur a h H uj a n da n Lua s D a e r a h H uj a n D a e r a h Ta ngk a pa n Hujan Danau Toba Berdasarkan Metoda Thiessen
Rerata curah Intensitas
No Stasiun
hujan
hujan
(mm/tahun) (mm/hari)
1 Siborong-Borong 2 Dolok Sanggul 3 Balige 4 Porsea 5 Pangururan 6 Mogang 7 Ambarita 8 Parapat 9 Sidamanik 10 Aek Nauli 11 Situnggaling
2,795.04 1,807.20
934.44 1,114.56
1,368 1,658.64
1,592 1,928.64
2,347.2 2,341.2
1,908
22.6 14.5 10.2 12.9 14.0 13.5 14.2 15.4 14.4 15.7 13.9
Hari hujan
124 125 92 85 96 123 112 125 163 149 137
Luas daerah hujan (Ha)
7,691 24.785 27.064 41.806 42.571 45.137 20,327 22,632
5,089 2,728 19,764
12
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
Total
259,594
Dari Tabel 1, terlihat luas Daerah Tangkapan Hujan Danau Toba yang hanya 259,594 Ha dibagi menjadi 11 (sebelas) daerah hujan, yang berarti harus dilakukan 11 macam pengelolaan air untuk produksi tanaman. Tabel 5 menunjukkan kesesuaian iklim untuk pertumbuhan padi, jagung, bawang merah, pinus dan eukaliptus
13
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
Gambar 2: Daerah Curah Hujan Berdasarkan Metoda Thiessen 14
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
Ta be l 5 : Ke se su a ia n I k lim u n t u k Pe r t u m buh a n Pa di, Ja gu n g, Ba w a n g Merah, Pinus dan Eukalipt us
Lo k a si
Kesesuaian iklim untuk tanam an terpilih
Padi*
M t 1 M t 2 Ja gu ng Ba w a n g M e r a h Pin u s Eu k a lipt u s
SiborongBorong
S3 S3
S1
N1 S1 S1
Dolok Sanggul S3 S3
S2
S1 S2 S1
Balige
S3 S3
N1
S1 S3 S3
Porsea
S3 S3
N1
S1 S3 S3
Pangururan
S3 S3
N1
S1 S2 S1
Mogang
S3 S3
S3
N1 S2 S1
Ambarita
S3 S3
S3
S1 S2 S1
Parapat
S3 S3
S3
S1 S2 S1
Sidamanik
S3 S3
S3
S1 S1 S1
Aek Nauli
S3 S3
N1
S1 S3 S2
Situnggaling
S3 S3
S3
N1 S2 S1
Mt1: Musim tanam pertama
Mt2: Musim tanam kedua
* Hanya untuk padi sawah, teras, dan irigasi, tidak disarankan untuk padi ladang tadah hujan.
Dari hasil perhitungan ini dapat dilihat bahwa iklim di Daerah Tangkap Air (DTA) Danau Toba hanya marginal untuk pertanaman padi. Jagung baik dikembangkan di Siborong-borong dan Dolok Sanggul, sedangkan untuk bawang merah baik dikembangkan di Pangururan, Ambarita dan Parapat, sedangkan untuk pinus dan eukaliptus dapat dikembangkan di seluruh areal DTA Danau Toba.
3 .2 . Tanah, Kesesuaian Lahan dan Pengelolaan yang diperlukan.
Taksonomi tanah di daerah DTA Danau Toba terdiri dari dari 14 (empat belas) Great Group yang terletak pada 33 satuan lahan seperti tertera pada Gambar 3 dan Tabel 6.
15
Pidato Pe ng ukuha n Ja b a ta n Guru Be sa r Te ta p Unive rsita s Suma te ra Uta ra
Gambar 3. Satuan Lahan dan Jenis Tanah di Daerah Tangkapan Air Danau Toba 16
Eva lua si La ha n Da e ra h Ta ng ka p a n Huja n Da na u To b a se b a g a i Da sa r Pe re nc a na a n Ta ta Guna La ha n untuk Pe mb a ng una n Be rke la njuta n
Tabel 6 . Great Group tanah dan luasannya di DTA Danau Toba
No Great Group Tanah
Lu a s
Ha %
1 Fluvaquents
8.973,41
3
2 Tropopsamments
2.030,85