Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Lokal Tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun

(1)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM BERBASIS

MASYARAKAT LOKAL TEPI DANAU TOBA

KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Oleh

ASNAWI LUBIS

097003029/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA NA


(2)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM BERBASIS

MASYARAKAT LOKAL TEPI DANAU TOBA

KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ASNAWI LUBIS

097003029/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM BERBASIS MASYARAKAT LOKAL TEPI DANAU TOBA

KABUPATEN SIMALUNGUN Nama Mahasiswa : Asnawi Lubis

Nomor Pokok : 097003029

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) K e t u a

(Dr. Murni Daulay, SE. M.Si) (Drs.Rahmad Sumandjaya, M.Si) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

Anggota : 1. Dr. Murni Daulay, SE. M.Si

2. Drs. Rahmad Sumandjaya, M.Si 3. Ir. Supriadi, MS


(5)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM BERBASIS MASYARAKAT LOKAL TEPI DANAU TOBA KABUPATEN SIMALUNGUN

ABSTRAK

Pengelolaan sumber daya alam secara tradisional oleh masyarakat tepi Danau Toba yang berlangsung turun temurun biasanya memiliki kearifan ekologis

(ecological wisdom), untuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumberdaya secara

berkesinambungan karena sudah menjadi kebiasaan yang terus menerus, atau berpola dan digunakan oleh masyarakat dalam keseharian kehidupan mereka.

Adapun masalah yang dibahas dalam pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat lokal tepi Danau Toba, adalah : sumberdaya alam apa saja yang dikelola masyarakat lokal tepi Danau Toba, bagaimana masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun dalam mengelola sumberdaya alam, dan pengaruh tingkat sosial ekonomi masyarakat tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun dalam mengelola sumberdaya alam terhadap pendapatan masyarakat dengan metode penelitian analisis deskriptif dan analisis linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya alam yang dikelola masyarakat responden memiliki lebih dari satu kegiatan usaha dalam mengelola sumberdaya alam, hal ini disebabkan adanya keinginan masyarakat untuk dapat meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan sumberdaya alam masyarakat lokal tepi Danau Toba dilakukan secara tradisional dan kearifan lokal berjalan dengan baik disebabkan adanya peran tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan peran pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam di tepi Danau Toba di Kabupaten Simalungun, Secara keseluruhan model statistik regresi berganda sangat mempengaruh, dimana nilai F-hitung > F table (73,804 > 2,30), hal tersebut menunjukkan secara bersama jumlah anggota keluarga yang bekerja, luas lahan, jumlah hari kerja, tingkat pendidikan dan variable dummy mempengaruhi pendapatan masyarakat tepi Danau Toba di Kabupaten Simalungun. Secara parsial jumlah anggota keluarga yang bekerja, luas lahan, jumlah hari kerja dan tingkat pendidikan mempengaruhi secara signifikan pendapatan masyarakat tepi Danau Toba di Kabupaten Simalungun, sedangkan variable dummy keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam tidak mempengaruhi secara signifikan.


(6)

NATURAL RESOURCE MANAGEMENT OF BASED LOCAL COMMUNITY LAKESIDE TOBA IN DISTRICT SIMALUNGUN

ABSTRACT

Management of natural resources traditionally by the shores of Lake Toba society that lasted from generation to generation usually has a ecological wisdom, to be able to manage and use resources sustainably has become a habit for a continuous, or patterned and used by people in their daily lives.

The problems discussed in the management of local community-based natural resource shores of Lake Toba, is: whatever resources are locally managed community banks of Lake Toba, how local communities Simalungun District shores of Lake Toba in managing natural resources, and socio-economic conditions influence the shores of Lake District Toba Simalungun in managing natural resources on public revenue with descriptive analysis research method and multiple linear analysis.

The results showed that natural resources are managed by community respondents had more than one business activity in managing natural resources, this is due to the desire for community can improve the welfare of local communities' natural resource. Natural resource management of local community lakeside Toba in traditional and local wisdom to walk with either due to the role of traditional leaders, community leaders, religious leaders, and government's role in natural resource management on the banks of Lake Toba in the District Simalungun, Overall multiple regression statistical model is influence, where the value of the F-count> F table (73.804> 2, 30), it shows it with the number of family members who work, land area, number of working days, the level of education and dummy variables affect the income of the banks of Lake Toba in Simalungun District. Partial number of family members who work, land area, number of working days and education level significantly affects the income of the banks of Lake Toba in Simalungun District, while the dummy variable of community participation in natural resource management does not affect significantly.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat terselesaikan. Tesis yang berjudul “Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Lokal Tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun” merupakan syarat dalam memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini merupakan sebuah karya yang mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu tidak lupa penyusun sampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Murni Daulay, SE., M.Si., dan Bapak Drs. Rahmad Sumandjaya, M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberi saran, dukungan, pengetahuan dan bimbingan kepada penyusun hingga tesis ini selesai.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bapak Ir. Supriadi, MS dan Agus Suriadi, S.Sos. M.Si selaku dosen pembanding

sekaligus penguji tesis yang telah memberikan masukan-masukan demi kesempurnaan tesis ini.

3. Seluruh dosen Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan

Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala keikhlasannya dalam memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya.

4. Bapak H. Gatot Pujo Nugroho, ST selaku Pelaksana Gubernur Provinsi Sumatera


(8)

meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.

5. Bapak Ir. H. Riadi Akhir Lubis, M.Si, Kepala Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin bagi penulis untuk menyelelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana USU.

6. Bapak Drs. H. Junaidi Muslim, M.Si, Kepala Bidang SDM dan Sosial Budaya

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan kelonggaran waktu bagi penulis, sehingga dapat menyelelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

7. Seluruh mahasiswa PWD kelas Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Angkatan 2009 dan staf administrasi atas keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.

8. Ayahanda (Alm) Ismail Lubis dan Ibunda Siti Fatimah Tun Zahra yang telah

membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.

9. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada isteri tercinta Hesdi

Retna, Amk atas segala kesabaran dan ketabahannya selama ini dalam mendampingi penulis serta dukungannya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Demikian pula kepada ketiga putra-putri penulis, masing-masing: Rifdah Pebiana Putri Lubis, Raisya Deswina Lubis, dan Muhammad Hanif Lubis.

Penyusun menyadari bahwa tesis yang dikerjakan sebatas kemampuan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan sehat, saran dan masukan dari semu pihak. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Medan, September 2011 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Asnawi Lubis lahir di Medan, 09 Januari 1969, dari pasangan (Alm) Ismail Lubis dengan Siti Fatimah Tun Zahra, dan merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar tahun 1982 di SD Muhammadiyah Medan. Pada tahun 1985 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada SMP Negeri 4 Medan dan tahun 1988 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Kesatria Medan. Kemudian pada tahun 1999 menyelesaikan Sarjana S1 di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan.

Pada tahun 2001 penulis menikah dengan Hesdi Retna, Amk dan dikarunia 3 orang putra putri: Rifdah Pebiana Putri Lubis, Raisya Deswina Lubis dan Muhammad Hanif Lubis. Sejak tahun 1989 sampai sekarang aktif bekerja di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara. Bulan September 2009 mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam bidang studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan (PWD).


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pengertian Masyarakat dan Komunitas ... 8

2.2. Pemberdayaan Masyarakat ... 9

2.3. Kearifan Lokal ... 10

2.4. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat ... 12

2.5. Sumberdaya Alam ... 15

2.6. Penelitian Sebelumnya ... 21

2.7. Kerangka Pemikiran ... 22

2.8. Hipotesis ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 24


(11)

3.2. Populasi dan Sampel ... 24

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 26

3.4. Pengumpulan Data ... 26

3.5. Metode Analisis ... 27

3.6. Definisi dan Batasan Operasional ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Simalungun ... 34

4.2. Gambaran Daerah Penelitian ... 36

4.3. Hasil Penelitian ... 42

4.3.1. Karakteristik Responden ... 42

4.3.2. Sumberdaya Alam yang Dikelola Masyarakat Tepi Danau Toba ... 47

4.3.3. Pengelolaan Sumberdaya Alam ... 51

4.3.4. Tingkat Sosial Masyarakat Tepi Danau Toba dalam Mengelola Sumberdaya Alam terhadap Pendapatan ... 54

4.4. Pembahasan ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

5.1. Kesimpulan ... 80

5.2. Saran ... 81


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. 3.1. 3.2.. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10. 4.11. 4.12.

Perkembangan PDRB Kabupaten Simalungun Berdasarkan Lapangan Usaha Periode 2005-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah) ………

Lokasi Penelitian ………... Sampel Responden Penelitian ………... Luas Wilayah dan Jumlah Nagori/Kelurahan di Kabupaten Simalungun ……… Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Nagori/Kelurahan di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Tahun 2009 ……… Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Nagori/Kelurahan di Kecamatan Dolok Pardamean Tahun 2009 ………... Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Nagori/Kelurahan di Kecamatan Pematang Sidamanik Bolon Tahun 2009 ………... Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Nagori/Kelurahan di Kecamatan Haranggaol Horison Tahun 2009 ………...

Luas Wilayah Menurut Lokasi Penelitian dan Jenis Penggunaan Lahan Tahun 2009 ……….

Banyaknya Rumah Tangga Perikanan (RTP), Produksi dan Nilai Penjualan dari Usaha Perikanan Danau Toba Tahun 2009 ……... Komposisi Umur Responden ……… Komposisi Tingkat Pendidikan Responden ……….. Komposisi Jumlah Tanggungan Keluarga Responden ………….. Distribusi Responden Berdasarkan Rata-rata pengeluaran per Bulan ……….

Sumberdaya Alam yang Dikelola Masyarakat Lokal Tepi Danau Toba

1 24 25 35 36 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47


(13)

4.13. 4.14. 4.15. 4.16

Pengelolaan Sumberdaya Alam Masyarakat Lokal Tepi Danau Toba Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas ………... Hasil Uji Asumsi Autokorelasi ………. Hasil Analisis Linier Berganda ……….

52 54 57 59


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. 4.1. 4.2.

Kerangka Pemikiran Penelitian ………. Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ………

Hasil Uji Heteroskedastisitas ………

23 56 58


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian ……….. 84

2. Data Hasil Penelitian ………. 87

3. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Pengaruh Tingkat Sosial


(16)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM BERBASIS MASYARAKAT LOKAL TEPI DANAU TOBA KABUPATEN SIMALUNGUN

ABSTRAK

Pengelolaan sumber daya alam secara tradisional oleh masyarakat tepi Danau Toba yang berlangsung turun temurun biasanya memiliki kearifan ekologis

(ecological wisdom), untuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumberdaya secara

berkesinambungan karena sudah menjadi kebiasaan yang terus menerus, atau berpola dan digunakan oleh masyarakat dalam keseharian kehidupan mereka.

Adapun masalah yang dibahas dalam pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat lokal tepi Danau Toba, adalah : sumberdaya alam apa saja yang dikelola masyarakat lokal tepi Danau Toba, bagaimana masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun dalam mengelola sumberdaya alam, dan pengaruh tingkat sosial ekonomi masyarakat tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun dalam mengelola sumberdaya alam terhadap pendapatan masyarakat dengan metode penelitian analisis deskriptif dan analisis linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya alam yang dikelola masyarakat responden memiliki lebih dari satu kegiatan usaha dalam mengelola sumberdaya alam, hal ini disebabkan adanya keinginan masyarakat untuk dapat meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan sumberdaya alam masyarakat lokal tepi Danau Toba dilakukan secara tradisional dan kearifan lokal berjalan dengan baik disebabkan adanya peran tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan peran pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam di tepi Danau Toba di Kabupaten Simalungun, Secara keseluruhan model statistik regresi berganda sangat mempengaruh, dimana nilai F-hitung > F table (73,804 > 2,30), hal tersebut menunjukkan secara bersama jumlah anggota keluarga yang bekerja, luas lahan, jumlah hari kerja, tingkat pendidikan dan variable dummy mempengaruhi pendapatan masyarakat tepi Danau Toba di Kabupaten Simalungun. Secara parsial jumlah anggota keluarga yang bekerja, luas lahan, jumlah hari kerja dan tingkat pendidikan mempengaruhi secara signifikan pendapatan masyarakat tepi Danau Toba di Kabupaten Simalungun, sedangkan variable dummy keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam tidak mempengaruhi secara signifikan.


(17)

NATURAL RESOURCE MANAGEMENT OF BASED LOCAL COMMUNITY LAKESIDE TOBA IN DISTRICT SIMALUNGUN

ABSTRACT

Management of natural resources traditionally by the shores of Lake Toba society that lasted from generation to generation usually has a ecological wisdom, to be able to manage and use resources sustainably has become a habit for a continuous, or patterned and used by people in their daily lives.

The problems discussed in the management of local community-based natural resource shores of Lake Toba, is: whatever resources are locally managed community banks of Lake Toba, how local communities Simalungun District shores of Lake Toba in managing natural resources, and socio-economic conditions influence the shores of Lake District Toba Simalungun in managing natural resources on public revenue with descriptive analysis research method and multiple linear analysis.

The results showed that natural resources are managed by community respondents had more than one business activity in managing natural resources, this is due to the desire for community can improve the welfare of local communities' natural resource. Natural resource management of local community lakeside Toba in traditional and local wisdom to walk with either due to the role of traditional leaders, community leaders, religious leaders, and government's role in natural resource management on the banks of Lake Toba in the District Simalungun, Overall multiple regression statistical model is influence, where the value of the F-count> F table (73.804> 2, 30), it shows it with the number of family members who work, land area, number of working days, the level of education and dummy variables affect the income of the banks of Lake Toba in Simalungun District. Partial number of family members who work, land area, number of working days and education level significantly affects the income of the banks of Lake Toba in Simalungun District, while the dummy variable of community participation in natural resource management does not affect significantly.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sumber daya alam merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan faktor-faktor alam yang satu dengan yang lainnya.

Perairan Danau Toba dengan luas ± 112.970 Ha, pada dasarnya merupakan

kepemilikan bersama antara 5 daerah Kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Karo.

Kabupaten Simalungun memiliki 4 daerah kecamatan yang wilayahnya mempunyai pantai di Danau Toba, yaitu Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kecamatan Dolok Pardamean dan Kecamatan Haranggaol Horison.

Berdasarkan data Simalungun Dalam Angka Tahun 2009, jumlah desa/kelurahan yang terdapat di 4 Kecamatan tersebut adalah 31 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 51.080 jiwa atau 13.144 KK. Lebih kurang 72% dari jumlah penduduknya atau 36.777 jiwa bekerja menjadi petani atau nelayan.

Terdapatnya beberapa desa yang berada di daerah landai, kegiatan pertanian khususnya budidaya tanaman pangan dilakukan sepanjang tahun. Kegiatan pertanian


(19)

tersebut meliputi: budidaya padi, bawang merah, kemiri, jahe, perikanan serta pertanian lainnya.

Panjang pantai Danau Toba yang dimiliki Kabupaten Simalungun secara

keseluruhan ± 20,9 km, merupakan potensi sumberdaya alam yang sangat besar untuk

kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya (Keramba Jaringan Apung), tetapi pemanfaatannya terutama untuk kegiatan budidaya masih sangat kecil walaupun ada kecenderungan terjadinya peningkatan.

Berdasarkan data statistik Simalungun Dalam Angka (2009), perkembangan produksi ikan hasil budidaya dalam 3 tahun terakhir terus mengalami penurunan. Setiap tahun rata-rata menurun 5,13%, yaitu dari 174,36 ton pada tahun 2005 menjadi 154,60 ton pada tahun 2007. Penurunan produksi ini, diantaranya disebabkan oleh banyaknya unit Keramba Jaringan Apung yang tidak beroperasi. Peningkatan harga pakan dan harga benih yang tinggi, kesulitan modal, sehingga menjadikan petani mengalami penurunan pendapatan dan berada pada garis kemiskinan.

Masalah kemiskinan di pedesaan merupakan resultan dari beberapa faktor antara lain: pertumbuhan penduduk, rendahnya sumber daya manusia dan rendahnya produktivitas. Kemiskinan melekat pada diri penduduk miskin, disebabkan masyarakat tidak memiliki asset produksi dan kemampuan untuk meningkatkan produkstivitas. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2010), Kabupaten Simalungun memiliki indikator kemiskinan 12,67%.


(20)

Selama periode 2005 hingga 2007 perkembangan PDRB berdasarkan harga konstan 2000 yang mencerminkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, dimana kontribusi sektor pertanian pada periode tersebut menunjukkan yang tertinggi dibanding sektor lain.

Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Kabupaten Simalungun Berdasarkan Lapangan Usaha Periode 2005-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah)

Sektor Ekonomi 2005 2006 2007

1. Pertanian 2.546.631,71 2.662.721,16 2.785.877,69

2. Penggalian 15.340,02 17.381,78 17.988,40

3. Industri 739.706,18 745.761,83 757.169,21

4. Listrik, Gas & Air 18.794,74 20.419,41 22.140,37

5. Bangunan 76.493,83 78.404,65 81.118,97

6. Perdagangan, Hotel &Restoran 361.365,91 371.123,97 388.646,93

7. Pengangkutan dan koperasi 111.908,65 115.712,74 119.595,77

8. Keuangan dan asuransi 75.875,44 77.713,61 86.784,67

9. Jasa Perusahaan 425.979,06 490.770,92 564.028,23

PDRB 4.372.095,54 4.580.010,06 4.823.349,24

Sumber: BPS Kabupaten Simalungun (2009)

Kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) sumber daya alam yang rendah; (2) teknologi dan unsur pendukung yang rendah; (3) sumber daya manusia yang rendah; (4) sarana dan prasarana termasuk kelembagaan yang belum baik.

Anwar dan Rustiadi (2000) masalah-masalah yang dihadapi dari terjadinya degradasi sumberdaya alam/lingkungan hidup, ternyata dicirikan oleh sifat dari proses kerusakannya. Pada umumnya proses tersebut berjalan relatif perlahan


(21)

(lamban), namun dampaknya kebanyakan bersifat kumulatif, sehingga pada suatu saat akan terjadi krisis yang penanggulangannya menjadi sulit atau sangat mahal untuk dilakukan.

Sutikno (1982 dalam Baiquni, 2005) pemanfaatan sumberdaya alam, selalu meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan dorongan mencapai kemajuan, di sisi lain terjadi kemerosotan sumberdaya dan lingkungan sebagai akibat penggunaan sumberdaya alam secara berlebihan.

Menurut Fauzi (2010) satu hal penting yang mendasar dari aspek ekonomi sumber daya alam adalah bagaimana ekstraksi sumber daya alam tersebut dapat memberikan manfaat atau kesejahteraan kepada masyarakat secara keseluruhan.

Pengelolaan sumberdaya alam Danau Toba dilakukan oleh masyarakat secara bersama-sama merupakan hal penting dalam rangka keberlangsungan eksistensi mereka sebagai suatu entitas atau kelompok di tengah tantangan perkembangan global yang cenderung memarginalkan keberadaan mereka.

Pengelolaan sumber daya alam secara tradisional oleh masyarakat tepi Danau Toba yang berlangsung turun temurun biasanya memiliki kearifan ekologis

(ecological wisdom), untuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumberdaya secara

berkesinambungan karena sudah menjadi kebiasaan yang terus menerus, atau berpola dan digunakan oleh masyarakat dalam keseharian kehidupan mereka.

Pengelolaan sumberdaya alam secara optimal dan rasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan sumberdaya alam secara


(22)

bijaksana sesuai dengan kaidah kelestarian tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tetapi juga mendapatkan manfaat yang berkesinambungan. Pengelolaan sumber daya alam yang berlangsung saat ini dan dilakukan oleh masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun sejak dulu sampai saat ini adalah kegiatan keseharian dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka, dimana hubungan antara manusia dengan alam ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan ketersediaan sumber daya alam yang dimiliki. Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam sangat tergantung pada jenis dan sebaran sumber daya alam yang ada di lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas, perlulah dikaji lebih lanjut bagaimana pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun.

1.2. Perumusan Masalah

Kehidupan suatu masyarakat sebagai komunitas sangat tergantung pada

lingkungan dimana mereka hidup dan bagaimana mereka menggunakan sumber daya yang ada sebagai sarana untuk mempertahankan kehidupan, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Lingkungan dimana mereka hidup digunakan sebagai ruang privat sekaligus ruang publik untuk berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat yang sekelompok maupun dengan kelompok masyarakat di luar kelompoknya.


(23)

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat lokal tepi Danau Toba, maka perumusan masalahnya adalah:

1. Sumberdaya alam apa saja yang dikelola masyarakat lokal tepi Danau Toba

Kabupaten Simalungun.

2. Bagaimana masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun dalam

mengelola sumberdaya alam.

3. Bagaimana pengaruh tingkat sosial ekonomi masyarakat tepi Danau Toba

Kabupaten Simalungun dalam mengelola sumberdaya alam terhadap pendapatan masyarakat.

1.3. Tujuan Penelitian

Seiring dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ditetapkan sebagai berikut:

1. Menganalisis sumberdaya alam apa saja yang dikelola masyarakat lokal tepi

Danau Toba Kabupaten Simalungun.

2. Menganalisis bagaimana masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten

Simalungun dalam mengelola sumberdaya alam.

3. Menganalisis pengaruh tingkat sosial ekonomi masyarakat tepi Danau Toba

Kabupaten Simalungun dalam mengelola sumberdaya alam terhadap pendapatan masyarakat.


(24)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten

Simalungun dalam merencanakan dan mengimplementasikan pengelolaan sumberdaya alam Danau Toba yang lebih baik di masa mendatang, sehingga kesejahteraan rakyat dan pengembangan wilayah menjadi lebih meningkat.

2. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat dan pihak swasta yang terlibat langsung

dalam pengelolaan sumberdaya alam Danau Toba untuk dapat lebih arif dalam mengelola sumberdaya alam Danau Toba.

3. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang pembangunan dan

pengembangan wilayah. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi para penelitian lain yang berminat melakukan kajian sejenis.

4. Bagi peneliti hasil penelitian diharapkan dapat memperdalam dan memperkaya

wawasan dan pengetahuan khususnya tentang pengelolaan sumberdaya alam. berbasis masyarakat lokal tepi Danau Toba.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Masyarakat dan Komunitas

Masyarakat adalah kesatuan yang tetap dari orang-orang yang hidup di daerah tertentu dan bekerja sama di dalam kelompok-kelompok, berdasarkan kebudayaan yang sama untuk mencapai kepentingan yang sama. Di mana suatu masyarakat umumnya memiliki teritori yang sama dengan batas-batas geografis yang sudah ditetapkan, batas-batas ini menjadi petunjuk tentang eksistensi atau keberadaan suatu kelompok masyarakat.

Istilah komunitas (community) dalam buku-buku sosiologi barat digunakan berganti-ganti dan diberi artai masyarakat (society) kota (city) kampung (neighbourhoad). Kata komunitas berasal dari kata latin communire (communio) yang berarti memperkuat dan dari kata ini dibentuk istilah communitas yang artinya persatuan, persaudaraan, umat/jemaat, kumpulan bahkan masyarakat (Puspito, 1989

dalam Imbiri, 2004).

Adapun ciri-ciri komunitas adalah sebagai berikut:

1. Kesatuan hidup yang teratur dan tetap dan memiliki ciri tersendiri

2. Bersifat teritorial, yaitu unsur tanah dan daerah yang sama, anggota komunitas benar-benar terpaku dan terpadu pada tanah (teritorium) dan mungkin saja ada pertalian darah, tradisi dan nasib yang sama dan menjadi unsur yang sangat penting.


(26)

Di dalam komunitas dapat ditemukan sejarah komunitas tertentu, struktur dan juga aktifitas serta kepemimpinan dari komunitas tersebut apakah bersifat komunal atau sendiri-sendiri serta harta kekayaan atau asset yang dimiliki, tentu saja dalam batas geografis tertentu sebagai teritorinya.

2.2. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan dari asal kata “daya”. Daya artinya “kekuatan”. Jadi pemberdayaan adalah “penguatan”, yaitu penguatan yang lemah. Pemberdayaan masyarakat menurut versi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa adalah: a) penguatan masyarakat yang lemah, dan b) pengembangan aspek pengetahuan, sikap mental dan ketrampilan masyarakat melalui pemberdayaan, bagaimana masyarakat secara bertahap dapat bergerak dari kondisi tidak tahu, tidak mau dan tidak mampu menjadi tahu, mau dan mampu.

Menurut Kartasasmita (2000) yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat kita yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered, participatory, empowering, and


(27)

Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu.

Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (Kartasasmita, 2001)) disebut alternative

development, yang menghendaki “inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equity”.

Menurut Pranarka (2006) mengemukakan pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengubah keadaan seseorang atau kelompok agar yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan social yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional.

2.3. Kearifan Lokal

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (lokal wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (lokal). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, lokal berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka lokal wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh


(28)

kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah lokal genius

Gobyah (2003), mengatakan bahwa kearifan lokal (lokal genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal.

Menurut Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya.

Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan

Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.

Jadi, untuk melaksanakan pembangunan disuatu daerah, hendaknya pemerintah mengenal lebih dulu seperti apakah pola pikir dan apa saja yang ada pada daerah yang menjadi sasaran pembangunan tersebut, adalah sangat membuang tenaga


(29)

dan biaya jika membuat tempat wisata tanpa memberi pembinaan kepada masyarakat setempat bahwa tempat wisata tersebut adalah "ikon" atau sumber pendapatan yang mampu mensejahterakan rakyat didaerah itu. Atau lebih sederhananya, sebuah pembangunan akan menjadi sia-sia jika pemerintah tidak mengenal kebiasaan masyarakat atau potensi yang tepat untuk pembangunan didaerah tersebut.

2.4. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat

Siswanto (2001), mengatakan bahwa secara empirik banyak studi

menunjukkan bahwa masyarakat lebih mampu, mengidentifikasi, menilai dan memformulasikan permasalahannya, baik fisik, sosial kultural maupun ekonomi dan kesehatan lingkungan, membangun visi dan aspirasi dan kemudian memprioritaskan, intervensi, merencanakan, mengelola, memonitor dan bahkan memilih tehnologi yang tepat.

Masyarakat juga dapat memainkan peranan yang sesuai dengan kondisi fisik

wilayah serta ketersediaan sumber daya yang ada dengan batasan-batasan yang lebih mereka kenal, sehingga pengelolaan sumberdaya alam yang menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat lokal tepi Danau Toba tetap dapat dipakai dalam waktu yang relatif lebih lama dengan meminimalisir dampak yang akan muncul kemudian hari.

Pomeroy and William (1994 dalam Imbiri, 2004), menyebutkan bahwa kunci


(30)

(1) Batas wilayah yang jelas terdefinisi.

Batas fisik dari suatu kawasan yang akan dikelola harus dapat ditetapkan dan diketahui secara pasti oleh masyarakat. Dalam hal ini peranan pemerintah daerah dalam menentukan zoning dan sekaligus melegalilsasinya menjadi sangat penting, batas-batas wilayah tersebut harus berdasarkan sebuah ekosistem, sehingga sumberdaya alam tersebut lebih mudah untuk diamati dan dipahami. (2) Kejelasan keanggotaan.

Segenap pengguna yang berhak memanfaatkan sumberdaya alam di suatu kawasan dan berpartisipasi dalam pengelolaan daerah tersebut harus dapat diketahui dan didefinisikan dengan jelas, jumlah pengguna tersebut seoptimal mungkin tidak boleh terlalu banyak, sehingga proses komunikasi daria mayarakat yang dilakukan lebih efektif.

(3) Keterikatan dalam kelompok.

Kelompok masyarakat yang terlibat hendaknya tinggal secara tetap di dekat wilayah pengelolaan. Dalam konteks ini, maka kebersamaan masyarakat akan baik dalam hal etnik, agama, metode pemanfaatan, keabutuhan harapan dan sebagainya.

(4) Manfaat harus lebih besar dari biaya.

Setiap komponen masyarakat di sebuah kawasan pengelolaan mempunyai harapan bahwa manfaat yang diperoleh dari partisipasi masyarakat dalam konsep pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat akan lebih besaar dibanding


(31)

biaya yang dikeluarkan. Dalam hal ini, salah satu komponen indikatornya dapata berupa rasio pendapatan relatif dari masyarakat lokal dan stakehoders lain. (5) Pengelolaan yang sederhana.

Dalam model pengelolaan sumberdaya alam, salah satu kunci kesuksesan adalah penerapan peraturan yang sederhana namun terintegrasi. Proses monitoring dan penegakan hukum dapat dilakukan secara terpadu dengan basis masyarakat sebagai pemeran utama.

(6) Legalisasi Pengelolaan

Masyarakat lokal yang terlibat dalam pengelolaan membutuhkan pengakuan legal dari pemerintah daerah sehingga hak dan kewajibannya dapat terdefinisikan dengan jelas dan secara hukum terlindungi. Dalam hal ini jika hukum adat dalam suatu wilayah telah ada maka pemerintah seyogyanya memberikan legalisasi sehingga keberadaan hukum ini mempunyai kekuatan hukum yang lebih dalam penerapannya, baik setempat maupun stakeholders lain yang lerlibat, selain itu dengan adanya legalisasi semakin menumbuhkan kepercayaan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sumberdaya alam yang lebih lestari.

(7) Kerjasama dalam kepemimpinan masyarakat.

Kunci sukses lain adalah adanya individu maupun kelompok inti yang bersedia melakukan upaya semaksimal mungkin demi berjalannya proses pengelolaan sumber daya alam, upaya tersebut termasuk kepemimpinan yang diterima semua pihak khususnya dalam kalangan masyarakat, selain itu program kemitraan antar


(32)

segenap pengguna sumberdaya alam (pemerintah, masyarakat, swasta, LSM dan lain sebagainya) saling bermitra dalam setiap aktifitas ekonomi, sosial, keamanan dan lain-lain.

(8) Desentralisasi dan pendelegasian wewenang.

Pemerintah daerah sebagai bagian dari tripartit pengelolaan dengan model pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat ini perlu memberikan desentralisasi proses administrasi dan pendelegasian tanggunga jawab pengelolaan kepada kelompok masyarakat yang terlibat.

(9) Koordinasi antara pemerintah dan masyarakat.

Sebuah lembaga koordinasi atau semacam koordinasi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat berada di luar masyarakat yang terlibat dan beranggotakan masyarakat lokal, stakeholders lainnya dan wakil pemerintah, merupakan hal yang penting pula dibentuk dalam rangka memonitor pengelolaan penyusunan lokal dan pemecahan konflik.

(10) Pengetahuan, kemampuan dan kepedulian masyarakat.

Dalam rangka memberikan kepastian bahwa masyarakat mempunyai kemampuan dan pengetahuan dalam pengelolaan sumberdaya alam, maka diperlukan suatu upaya yang mampu memberikan peningkatan ketrampilan dan kepedulian masyarakat untuk turut serta secara aktif, responsif dan efektif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat.


(33)

2.5. Sumberdaya Alam

Sumberdaya alam merupakan salah satu unsur dari lingkungan hidup yang terbentuk karena kekuatan alamiah sangat penting artinya dalam memenuhi berbagai kebutuhan dan keperluan manusia, Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 menyebutkan bahwa sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya manusia, sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan.

Berdasarkan penggunaannya sumberdaya alam dapat dikelompokkan: (1) sumberdaya alam penghasil energi seperti: air, matahari, arus laut; (2) sumberdaya

alam penghasil bahan baku seperti: mineral, gas bumi, biotis dan lain-lain; (3) sumberdaya alam lingkungan hidup seperti udara dan ruangan, perairan, lansekap

dan sebagainya.

Sedangkan sumberdaya alam berdasarkan kemampuan untuk memperbaharui

diri telah mengalami gangguan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

(1) unrenewablw resources yakni sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui

atau dipulihkan seperti mineral, minyak bumi, tembaga, gas bumi dan lain-lain; (2) renewable resources, yakni sumberdaya alam yang dapat diperbaharui atau

dipulihkan, seperti air, hutan dan sebagainya.

Fauzi (2010) menyatakan bahwa dalam memahami sumberdaya alam, ada dua pandangan yang umumnya digunakan, Pertama adalah pandangan konservatif atau sering disebut juga pandangan pesimis atau perspektif Malthusian. Kedua adalah pandangan eksploitatif atau sering juga disebut sebagai perspektif Ricardian.


(34)

Aset adalah kekayaan alam yang disebut dengan istilah properti. Pengertian aset menurut pembangunan berkelanjutan adalah berdasarkan tiga aspek pokok, yaitu: sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan infrastuktur.

Tiga aspek pokok tersebut dapat diuraikan satu persatu sebagai berikut:

1. Sumberdaya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

2. Sumberdaya manusia adalah semua potensi yang ada pada manusia seperti akal

pikiran, seni, ketrampilan dan sebagainya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bagi dirinya maupun orang lain atau masyarakaat pada umumnya.

3. Infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana

untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan semaksimalnya, baik untuk saat ini maupun berkelanjutannya di masa yang akan datang.

Kepemilikan dari aset-aset tersebut dapat jatuh kembali selama krisis berlangsung akan berkurang atau tidak mencukupi dan mereka harus melakukan efisiensi dalam mengelola aset atau sumber daya yang dimiliki. Beberapa kelompok yang rentan mungkin tidak dapat mengeksploitasi aset secara efektif dan ada kemungkinan menjual sebagian dari milik mereka atau aset yang dimiliki dan pada akhirnya kembali menjadi rentan. Sebagai contoh kepemilikan tanah oleh wanita-wanita sebagai kepala rumah tangga tanpa kemampuan atau kecakapan menggunakan lahannya untuk kegiatan pertanian atau menggunakan tenaga kerja untuk kegiatan bercocok tanam. Kerentanan tidak hanya sekedar risiko untuk menjadi miskin karena


(35)

degradasi lilngkungan alam tetapi juga merupakan risiko dari eksploitasi dan manipulasi dari kelompok-kelompok penguasa atau powerful group. Kemampuan untuk mengeluarkan pendapat dan melawan exploitasi adalah sangat penting.

Asset management juga menyangkut 3 hal penting agar komunitas atau rumah

tangga maupun perorangan dapat tetap eksis atau berada dalam keadaan yang lebih baik yaitu (Mani dalam Imbiri, 2006):

1. Protecting the Asset Base (Proteksi Aset).

Kelompok yang rentan mungkin saja memiliki aset sumberdaya alam, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk memproteksinya, sebagai contoh; petani dengan lahan yang luas dapat memonopoli pembagian irigasi dan nelayan dengan kapal besar dan pukat harimau dapat menekan atau mengurangi tangkapan nelayan kecil, atau perusahaan raksasa pemegang Hak Pengusahaan Hutan yang merugikan atau menyesengsarakan masyarakat lokal. Asset juga dapat terancam karena bencana alam seperti banjir dan longsor lahan dan kelompok rentan ini tidak memiliki kapasitas untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi seperti ini.

Pendekatan untuk memproteksi asset lebih difokuskan pada perbaikan komunitas dan pengelolaan sumberdaya alam dan transfer atau pengalihan tehnik-tehnik atau cara-cara memproteksi dan mengelola dan mengukur mitigasi yang dipakai untuk memproteksi dari risiko yang mungkin timbul.

Pengelolaan asset dalam rangka proteksi ini dapat berupa perbaikan kesehatan, perbaikan gizi, pendidikan, tersedianya waktu untuk membicarakan perlindungan


(36)

terhadap asset, kepemimpinan dari pemimpin informasi sangatlah memegang peranan yang penting.

2. Ekspanding the Asset Base (ekspansi aset).

Ketidak seimbangan pemilikan asset karena perbedaan kelompok sosial ekonomi tertentu dapat menyebabkan kerentanan. Sebagai contoh; masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian di pedesaan dan penghuni kawasan kumuh di perkotaan, berada dalam kelompok yang rentan. Kebijakan untuk mengekspansi asset memang diperlukan, sebagai contoh; kebijakan land reform dimana dilakkukan distribusi kepemilikan tanah dan pemberian hak bagi mereka yang menempati lahan publik di daerah kumuh perkotaan, dengan cara kredit. Perbaikan infrastruktur seperti layanan air bersih dan sanitasi di daaerah miskin perkotaan dan akses irigasi bagi desa miskin. Dengan demikian Human Capital, dapat diperbaiki dengan pendidikan gratis atau bersubsidi, pelayanan kesehatan. Sosial capital, dapat diperluas dalam aktifitas komunitas dan ada asosiasi bagi wanita dan pemuda. Aset keuangan dapat berekspansi melalui kreasi dari peluang-peluang penghidupan dengan ketrampilan-ketrampilan dan pemberian kredit.

3. Improving the Asset Base (perbaikan aset)

Kualitas dari perluasan asset dasar penting untuk memastikan daya pegas dari masyarakat dalam mengatasi kerentanannya. Sumber daya alam seperti tanah dapat lebih produktif melalui pengelolaan pertanian dan pelatihan ketrampilan.

Pengelolaan asset sumber daya oleh masyarakat adat tepian danau yang ada saat ini masih berupa pemanfaatan sumber daya danau dan hutan dalam rangka pemenuhan


(37)

kebutuhan hidup sehari-hari dan berdasarkan pengamatan dan pengalaman, proteksi asset sebagai sumber daya adalah dengan melarang masyarakat dari luar komunitas untuk memanfaatkan asset berupa sumber daya danau dan juga ada usaha-usaha untuk meregistrasi asset berupa tanah pada kantor pertanahan setempat yang dilakukan oleh perorangan. Jika hal ini dilakukkan demi keberlangsungan asset atau perluasan darai asset management yang dikuasai atau dimiliki dengan cara menjaminkan ke lembaga pemberi kredit seperti bank, untuk kepentingan usaha yang produktif maka akan memenuhi unsur ketiga tersebut di atas.

Dalam kenyataannya yang terjadi adalah dengan terregistrasinya asset atau

terdaftarnya sebidang tanah pada kantor pertanahan, atau tanah tersebut sudah bersertifikat tidak jarang proses peralihan asset kepada pihak ketiga menjadi lebih mudah, biasanya yang dapat disertifikatkan adalah bagian tanah yang sudah menjadi pemilikan pribadi, sumber daya alam yang bersifat komunal seperti danau dan hutan. Hutan dan gunung terkadang menjadi bagian yang juga dengan mudah dapat beralih ke pihak lain, walaupun tidak melalui mekanisme jual beli seperti sertifikat hak atas tanah, sebagai asset yang ada pada mereka dengan melihat pola perilaku atau kebiasaan yang berlangsung terus menerus dalam komunitas atau kesatuan masyarakat dalam aktifitas keseharian baik itu secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam yang tergolong atau karena sifatnya dikelompokkan sebagai benda tidak bergerak atau benda tetap. Secara umum benda tetap dalam lapangan hukum perdata khususnya hukum benda adalah sebagai


(38)

berikut: tanah, rumah, kebun, sumber daya hutan, sumber daya danau, sungai dan lahan serta benda lain yang dipersamakan dengan itu, sedangkan menurut hukum adat setempat mungkin saja ada penggolongan yang lain.

Dalam melaksanakan kegiatan kesehariannya masyarakat Kabupaten

Simalungun secara umum dan masyarakat lokal tepi Danau Toba secara khusus melaksanakan pengelolaan sumber daya alamnya berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah berjalan terus menerus dan menjadi warisan dari leluhur mereka, dari sinilah muncul hubungan mereka dengan sumber daya alam yang mereka kuasai sebagai bagian dari kehidupan masyarakat lokal tepi Danau Toba.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Imbiri (2006) dalam tesisnya “Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Lokal di Kampung Yoka Tepi Danau Sentani”, dengan pendekatan deskriptif eksploratif-partisipatory observation, menyimpulkan bahwa pengelolaan sumberdaya alam dengan konsep-konsep lokal dan sederhana ternyata lebih adil dan memberikan perlindungan atau proteksi sehingga sumberdaya alam berupa perairan (danau), rawa dan lahan daratan tetap terjaga keberadaannya meskipun disana sini telah terjadi perubahan-perubahan penggunaan lahan dan luas pemilikan lahan.

Sudiono (2008) dalam tesisnya “Analisis Pengelolaan Terumbu Karang pada Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Randayan dan Sekitarnya Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat” dengan menggunakan analisis KEKEPAN/ SWOT disesuaikan dengan Master Plan KKLD dan RTR Laut, Pesisir


(39)

dan P3K Kabupaten Bengkayang. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kondisi terumbu karang di KKLD tergolong dalam kondisi sedang (lifeform = 50,33 %), Kualitas perairan baik dan subur, arus 72 cm/det (N-S) dan 17.5 cm/det. (E-W),

kecerahan 1- 9 meter, salinitas 21-30 ‰, dan suhu 27,8 - 30,20C. Potensi ancaman

kerusakan terumbu karang oleh penangkapan ikan yang merusak (bagan tancap dan bubu) serta berlebihan, sedimentasi, jangkar kapal transportasi umum dan pariwisata masih berlangsung hingga saat ini. Penyebabnya adalah faktor kepedudukan, kemiskinan, kelembagaan, serta rendahnya pemahaman tentang pentingnya terumbu karang dan kurangnya komitmen pemerintah untuk mengimplementasi perencanaan pengelolaan terumbu karang sesuai Master Plan KKLD.

2.7. Kerangka Pemikiran

Danau Toba merupakan salah satu sumber daya alam di Kabupaten Simalungun dan danau terbesar di Indonesia yang sudah dikenal sebagai salah satu objek wisata. Disamping potensinya sebagai objek wisata, Danau Toba juga memiliki potensi lain yakni sebagai sumber sumberdaya alam pertanian perikanan, dan kehutanan.

Pengelolaan masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun dalam mengelola sumberdaya alam tersebut dipengaruhi oleh tradisional masyarakat dan kearifan lokal yang dijalankan masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun dalam mengelola sumberdaya alam untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.


(40)

Pengelolaan sumberdaya alam yang mengeliminir degradasi ekosistem Danau Toba dapat memberikan manfaat bagi masyarakat lokal tepi Danau Toba dalam kelangsungan memperoleh mata pencaharian yang tetap bagi masyarakat dengan memanfaatkan potensi kawasan Danau Toba secara arif dan bijaksana sekaligus diharapkan dapat menjaga keseimbangan ekosistem perairan Danau Toba dalam pengembangan wilayah Kabupaten Simalungun. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Sumberdaya Alam

Pengelolaan Masyarakat Lokal

Pengembangan Wilayah Kabupaten Simalungun

Pendapatan Masyarakat

Tradisional Kearifan Lokal

Pertanian Perikanan

Hutan Pariwisata Danau Toba


(41)

2.8. Hipotesis

Jawaban sementara terhadap perumusan masalah di atas adalah: Tingkat sosial ekonomi masyarakat lokal tepi Danau Toba dalam mengelola sumberdaya alam berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan masyarakat.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara yang berada pada kawasan tepi Danau Toba yaitu berturut-turut Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kecamatan Dolok Pardamaen, Kecamatan Pematang Sidamanik dan Kecamatan Haranggaol Horison.

Secara rinci lokasi penelitian yang dipilih adalah desa-desa yang berada di tepi dan berinteraksi langsung dengan tepian Danau Toba yakni : Kelurahan Prapat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Desa Tigaras di Kecamatan Dolok Pardamean dan Desa Sipolha Horisan di Kecamatan Pematang Sidamanik dan Desa Haranggaol di Kecamatan Haranggaol Horison, yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Lokasi Penelitian

No. Kecamatan Jumlah

Desa/Kelurahan

Desa/Kelurahan Penelitian

1 Girsang Sipangan Bolon 5 Prapat

2 Pematang Sidamanik 10 Sipolha Horison

3 Dolok Pardamean 11 Tigaras

4 Haranggaol Horison 5 Haranggaol

Jumlah 31 4


(43)

3.2. Populasi dan Sampel

Penelitian ini mengkaji pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun, oleh karenanya yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di lokasi tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun yang memiliki keterkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam.

Sampel penelitian ditetapkan mengikuti pendapat Roscoe (Sugiyono, 2003), yang menyatakan : 1) berapapun jumlah populasinya, dalam penelitian sosial ukuran sampel yang layak digunakan adalah antara 30 sampai 500 orang; 2) bila dalam penelitian akan dilakukan dengan analisis multivariate (korelasi atau regresi), maka jumlah sampel minimal 10 kali dari jumlah varibel yang diteliti (varibel dependen dan independen).

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menetapkan anggota sampel penelitian sebanyak 100 orang masyarakat, dengan alasan : 1) telah melebihi ambang batas kriteria Roscoe, yakni batasan minimal 30 orang dan telah melebihi 10 kali dari tiga varibel penelitian; 2) mengingat masyarakat yang akan diteli adalah homogen, dilihat dari etnis, wilayah administratif, serta pekerjaan yang mereka tekuni berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam. Dengan demikian penetapan anggota sampel sebanyak 100 orang dianggap telah representatif.

Adapun distribusi jumlah sampel masyarakat responden penelitian setiap desa ditetapkan sebanyak 25 orang, yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.


(44)

Tabel 3.2. Sampel Responden Penelitian

No. Desa/Kelurahan Penelitian Jumlah Sampel Responden

1 Prapat 25

2 Sipolha Horison 25

3 Tigaras 25

4 Haranggaol 25

Jumlah 100

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sumberdaya alam apa saja dan bagaimana masyarakat lokal tepi Danau Toba mengelola sumberdaya alam di Kabupaten Simalungun. Selain itu, dibutuhkan juga data mengenai tingkat sosial ekonomi (pendapatan) masyarakat lokal tepi Danau Toba.

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer bersumber dari masyarakat responden, yakni melalui penyebaran kuisioner dan wawancara dengan pihak yang berkompeten dengan indikator pendapatan masyarakat, jumlah anggota bekerja, penguasaan lahan, jumlah jam kerja dan tingkat pendidikan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi lembaga/instansi yang berhubungan dengan penelitian.

3.4. Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data primer, digunakan teknik kuisioner yang disebarkan secara langsung kepada responden penelitian. Selain menggunakan kuisioner, pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten, seperti Dinas Pertanian, Dinas Peternakan dan Perikanan, Kantor


(45)

Kecamatan, Kantor Desa/Kelurahan, untuk mendapatkan informasi tentang pengelolaan sumberdaya alam yang dilakukan masyarakat lokal tepi Danau Toba.

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dengan mempelajari buku-buku literatur maupun dokumen-dokumen resmi lain yang telah dipublikasikan pemerintah Kabupaten Simalungun. Studi dokumentasi ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dari variabel yang diteliti yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian dan Dinas Perternakan dan Perikanan Kabupaten Simalungun.

3.5. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif, di mana :

a. Untuk menjawab perumusan masalah pertama dan kedua menggunakan analisis

deskriptif, yaitu mengdeskriptifkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun, dengan penekanan pada konsep-konsep lokal terutama sekali pada sumberdaya alam yang berupa benda tidak bergerak seperti sumber daya lahan, hutan, danau dan lain sebagainya, serta aturan atau norma-norma yang dijadikan pedoman dalam berperilaku termasuk di dalamnya pemanfaatan ruang sebagai sumberdaya, sehingga penelitian ini dapat dilakukan secara deskriptif-eksploratif-partisipatory


(46)

menggambarkan status fenomena yang berhubungan dengan perilaku pemanfaatan sumber daya oleh masyarakat lokal.

b. Untuk menjawab hipotesis dan perumusan masalah ketiga, menganalisis tingkat

sosial ekonomi masyarakat tepi Danau Toba dalam mengelola sumberdaya alam terhadap pendapatan masyarakat, dan variable-variabel yang diperkirakan mempengaruhi dalam hal ini digunakan model ekonometrika dengan persamaan linier berganda memakai metode Ordinary Least Square (OLS). Untuk itu fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Y = f (L, M, H,P, D) ………...(1) Fungsi di atas disederhanakan dengan mengkombinasikan outputnya (y) atau jumlah pendapatan yang diterima oleh kepala keluarga dengan input yaitu jumlah anggota keluarga yang bekerja (L), luas lahan (M), jumlah hari kerja orang (H) dan tingkat pendidikan (P) serta variable dummy (D). Penyelesaian hubungan antara variable dependent dan independent biasanya dengan cara regresi, di mana variabel dari Y (pendapatan) akan dipengaruhi oleh variable (L,M,H,P,D), Dari fungsi tersebut di atas, kemudian dispesifikasikan ke dalam model sebagai berikut:

Y = a + bL + cM + dH + eP + fD + µ ...(2) Di mana :

Y = Jumlah pendapatan yang diterima oleh kepala rumah tangga (Rp) L = Jumlah anggota keluarga yang bekerja (orang)

M = Luas lahan (rante)


(47)

P = Tingkat Pendidikan (tahun)

D = Variabel Dummy (0 = Tidak melesatarikan lingkungan ; 1 = melestarikan lingkungan)

a = Intercept

b,c,d, e dan f = parameter

3.5.1. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier, yang secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang terbentuk. Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik yang terdiri dari :

1. Uji Multikolinieritas

Interpretasi dari persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas, maka akan menimbulkan beberapa akibat, untuk itu perlu dideteksi multikolinieritas dengan besaran-besaran regresi yang didapat, yakni :

a. Variasi besar (dari taksiran OLS)

b. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standar error


(48)

c. Uji-t tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik secara subtansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana, bisa tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standar error terlalu besar, maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi tidak signifikan

d. R2

e. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai

yang tidak sesuai dengan substansi, sehingga tidak menyesatkan interpretasi.

tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji-t.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas untuk mengetahui normal tidaknya distribusi faktor gangguan (residual) . Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik adalah dengan grafik histogram dan melihat normal probability plot yaitu dengan membandingkan distribusi kumulatif dengan distribusi normal. Sedangkan uji

statistik dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan skewness dari residual.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series. Sehingga terdapat saling ketergantungan antara faktor pengganggu yang berhubungan dengan observasi yang dipengaruhi oleh unsur gangguan yang


(49)

berhubungan dengan pengamatan lainnya. Oleh sebab itu masalah autokorelasi biasanya muncul dalam data time series, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi dalam data cross sectional. Dalam konteks regresi, model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam

disturbansi atau pengguan µi. Dengan menggunakan lambang Ε (µi, µj) = 0; i ≠

j. Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun.

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Dasar analisisnya dapat dilihat :

a) Jika titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar

kemudian memyempit) maka mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah


(50)

3.5.2. Uji Kesesuaian

Suatu masalah yang erat hubungannya dengan penaksiran koefisien regresi adalah kesesuaian (goodness of fit) regresi sampel secara keseluruhan. Kebaikan

sesuai diukur dengan koefisien determinasi R2, yang mengatakan proporsi variasi

variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh variabel yang menjelaskan. R2

Pengujian satistik dilakukan dengan menggunakan uji-t (t-test) dan uji-F (F-test) serta perhitungan nilai koefisien determinasi R

ini mempunyai jangkauan antara 0 dan 1, semakin dekat ke 1 maka semakin baik kesesuiannya.

2

. Uji-t dimaksud untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial. Sedangkan uji-F dimaksudkan untuk mengetahui signikasi statistik koefisien regresi secara bersama.

Koefisien determinasi R2 bertujuan untuk melihat kekuatan variabel bebas

menjelaskan variabel tidak bebas.

3.6. Definisi dan Batasan Operasional

1. Pengelolaan berbasis masyarakat lokal merupakan pengelolaan sumberdaya alam

yang dilakukan oleh masyarakat sekitar tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun.

2. Sumber daya alam ialah suatu sumber daya yang terbentuk karena kekuatan

alamiah, misalnya tanah, air dan perairan.

3. Pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan oleh masyarakat setempat


(51)

berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya, sekaligus sebagai upaya untuk memproteksi sumber daya yang dimiliki.

4. Pendapatan adalah jumlah penerimaan yang diterima oleh kepala rumah tangga

dan anggota rumah tangga yang bekerja baik dari pekerjaan pokok maupun pekerjaan sampingan yang dilakukan (Rupiah/bulan).

5. Anggota keluarga yang bekerja adalah jumlah anggota keluarga yang berada di

suatu rumah tangga yang bekerja dan menghasilkan uang untuk kebutuhan keluarga (orang).

6. Jumlah hari kerja adalah lamanya keluarga tersebut dalam pengelolaan

sumberdaya alam setiap bulan (HKO/bulan).

7. Luas lahan adalah seberapa luas lahan yang dimiliki oleh masyarakat responden

dalam mengelola sumberdaya alam (rante).

8. Tingkat pendidikan adalah meliputi seberapa lama kepala keluarga menamatkan

pendidikannya (tahun).

9. Variabel Dummy pelestarian lingkungan (di mana 0 = tidak ikut melestarikan


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Simalungun

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu dari Kabupaten/Kota Provinsi

Sumatera Utara dengan luas wilayah 4.386,6 Km2

Kabupaten Simalungun terletak antara 02

atau 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 31 Kecamatan, 22 Kelurahan dan 345 desa/nagori, yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

o

19’ sampai dengan 03o18’ Lintang

Utara dan 98o32’ sampai dengan 99o35’ Bujur Timur. Keadaan iklim bertemperatur

sedang, suhu tertinggi terdapat pada bulan Mei dengan rata-rata 25,4o C. Rata-rata

suhu udara tertinggi per tahun adalah 29,7o C dan terendah 20,4o

Secara administratif, wilayah Kabupaten Simalungun berbatasan dengan: C. Kelembaban udara rata-rata per bulan 86 % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan Nopember yaitu 89 % dengan penguapan 3,03 mm/hari. Dalam satu tahun rata-rata terdapat 16 hari hujan dengan hari hujan tertinggi terdapat pada bulan September dan Oktober sebanyak 22 hari hujan, kemudian bulan Maret sebanyak 21 hari hujan. Curah hujan terbanyak terdapat pada bulan September sebesar 574 mm.

Sebelah Utara dengan Kabupaten Serdang Bedagai/Deli Serdang Sebelah Selatan dengan Kabupaten Toba Samosir/Kabupaten Samosir Sebelah Timur dengan Kabupaten Asahan/Batubara


(53)

Sebelah Barat dengan Kabupaten Karo.

Tabel 4.1. Luas Wilayah dan Jumlah Nagori/Kelurahan di Kabupaten Simalungun

No Kecamatan Luas Wilayah

(Km2

Jumlah Nagori/Kelurahan )

1 Silimakuta 77,50 6

2 Pematang Silimahuta 68,20 8

3 Purba 172,00 10

4 Haranggaol Horison 34,50 5

5 Dolok Pardamean 99,45 11

6 Sidamanik 83,56 13

7 Pematang Sidamanik 125,19 10

8 Girsang Sipangan Bolon 123,00 5

9 Tanah Jawa 213,95 20

10 Hatonduhan 275,80 9

11 Dolok Panribuan 154,30 14

12 Jorlang Hataran 92,25 10

13 Panei 72,30 13

14 Panombeian Panei 82,20 10

15 Raya 335,.60 18

16 Dolok Silau 288,45 10

17 Silau Kahean 220,50 16

18 Raya Kahaean 226,25 11

19 Tapian Dolok 116,90 10

20 Dolok Batu Nanggar 126,10 15

21 Siantar 79,11 17

22 Gunung Malela 108,97 16

23 Gunung Maligas 58,52 9

24 Hutabayu Raja 156,13 13

25 Jawa Maraja Bah Jambi 73,72 8

26 Pematang Bandar 95,00 12

27 Bandar Huluan 102,35 10

28 Bandar 109,18 15

29 Bandar Marsilam 97,72 9

30 Bosar Maligas 294,40 17

31 Ujung Padang 223,50 17

Jumlah 4.386,60 367


(54)

4.2. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditetapkan pada kecamatan-kecamatan yang berada pada kawasan tepi Danau Toba yang diperkirakan mengelola sumberdaya alam oleh masyarakat lokal yaitu berturut-turut Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kecamatan Dolok Pardamaen, Kecamatan Pematang Sidamanik dan Kecamatan Haranggaol Horison.

4.2.1. Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Kecamatan Girsang Sipangan Bolon terletak 920 meter di atas permukaan laut

dengan l;uas wilayah 120,38 Km2

Sebelah Utara : Kecamatan Dolok Panribuan

dan terdiri dari 5 nagori/kelurahan, yang berbatasan dengan:

Sebelah Selatan : Kabupaten Toba Samosir

Sebelah Barat : Kabupaten Samosir

Sebelah Timur : Kecamatan Hatonduhan

Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut nagori/kelurahan di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon pada Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 4.2.


(55)

Tabel. 4.2. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Nagori/Kelurahan di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Tahun 2009

No Nagori/Kelurahan

Luas Wilayah Jumlah Penduduk (jiwa)

Luas

(Km2

Rasio

) (%)

Laki-laki

Perempuan Total

1 Sipangan Bolon 39,75 33,02 1.052 1.102 2.154

2 Girsang 29,23 24,28 940 931 1.871

3 Parapat 14,52 12,06 3.367 3.462 6.829

4 Tigaraja 0,25 0,21 878 955 1.833

5 Sibaganding 36,63 30,43 792 849 1.641

Jumlah 120,38 100,00 7.092 7.299 14.328

Sumber: Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Dalam Angka, 2010

Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa daerah penelitian Kelurahan Parapat memiliki jumlah penduduk yang terbesar di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, yaitu 6.829

jiwa atau 47,7 % dari jumlah penduduk kecamatan, dengan luas wilayah 14,52 Km2

atau 12,06 % dari luas wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon. 4.2.2. Kecamatan Dolok Pardamean

Kecamatan Dolok Pardamean terletak 1- 1000 meter di atas permukaan laut

dengan l;uas wilayah 99,42 Km2 dan terdiri dari 11 nagori/kelurahan, yang berbatasan

dengan:

Sebelah Utara : Kecamatan Raya

Sebelah Selatan : Kabupaten Sidamanik

Sebelah Barat : Kabupaten Purba

Sebelah Timur : Kecamatan Panei

Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut nagori/kelurahan di Kecamatan Dolok Pardamean pada Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 4.3.


(56)

Tabel. 4.3. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Nagori/Kelurahan di Kecamatan Dolok Pardamean Tahun 2009

No Nagori/Kelurahan

Luas Wilayah Jumlah Penduduk (jiwa)

Luas

(Km2)

Rasio (%)

Laki-laki

Perempuan Total

1 Tigaras 10,16 10,22 803 768 1.571

2 Parik Sabungan 15,36 15,45 836 824 1.660

3 Sibuntuon 8,46 8,51 799 769 1.568

4 Dolok Saribu 10,89 10,95 555 532 1.087

5 Sinaman Labuh 10,37 10,43 760 732 1.492

6 Bangun Pane 15,49 15,58 877 842 1.719

7 Buttu Bayu Panei Rj 7,03 7,07 944 905 1.849

8 Togu Domu Nauli 8,68 8,73 439 425 864

9 Parjalangan 6,27 6,31 369 357 726

10 Silabah Jaya 6,71 6,75 562 542 1.104

11 Sirube Rube * * 761 624 1.385

Jumlah 99,42 100,00 7.705 7.320 15.035

Keterangan: *) Data masih terhitung di desa induknya Sumber: Kecamatan Dolok Pardamen Dalam Angka, 2010

Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa daerah penelitian Nagori Tigaras memiliki jumlah penduduk 1.571 jiwa atau 10,4 % dari jumlah penduduk Kecamatan Dolok

Pardamean, dengan luas wilayah 10,16 Km2, atau 10,22 % dari luas wilayah

Kecamatan Dolok Pardamean.

4.2.3. Kecamatan Pematang Sidamanik

Kecamatan Pematang Sidamanik terletak 780 meter di atas permukaan laut

dengan l;uas wilayah 91,03 Km2 dan terdiri dari 10 nagori/kelurahan, yang berbatasan

dengan:

Sebelah Utara : Kecamatan Panei/Dolok Panribuan

Sebelah Selatan : Kecamatan Jorlang Hataran


(57)

Sebelah Timur : Kecamatan Sidamanik

Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut nagori/kelurahan di Kecamatan Pematang Sidamanik pada Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel. 4.4. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Nagori/Kelurahan di Kecamatan Pematang Sidamanik Tahun 2009

No Nagori/Kelurahan

Luas Wilayah Jumlah Penduduk (jiwa)

Luas

(Km2)

Rasio (%)

Laki-laki

Perempuan Total

1 Sipolha Horison 7,02 7,71 572 585 1.157

2 Pem.Tanbun Raya 7,12 7,82 618 634 1.252

3 Sihaporas 12,24 13,45 1.753 1.738 3.491

4 Jorlang Huluan 7,20 7,91 636 591 1.227

5 Bandar Manik 18,35 20,16 646 587 1.233

6 Sait Buttu Saribu 8,17 8,98 1.086 1.102 2.188

7 Pematang Sidamanik 2,81 3,09 901 908 1.809

8 Sarimantin 2,51 2,76 876 916 1.792

9 Simantin 18,76 20,61 699 729 1.428

10 Gorak 6,85 7,52 269 285 554

Jumlah 91,03 100,00 8.056 8.075 16.131

Sumber: Kecamatan Pematang Sidamanik Dalam Angka, 2010

Pada Tabel 4.4. terlihat bahwa daerah penelitian Nagori Sipolha Horison memiliki jumlah penduduk 1.157 jiwa atau 7,2 % dari jumlah penduduk Kecamatan

Pematang Sidamnik, dengan luas wilayah 7,02 Km2 atau 7,71 % dari luas wilayah

Kecamatan Pematang Sidamanik.

4.2.4. Kecamatan Haranggaol Horison

Kecamatan Haranggaol Harison terletak 751 - 1400 meter di atas permukaan

laut dengan l;uas wilayah 34,5 Km2 dan terdiri dari 5 nagori/kelurahan, yang


(58)

Sebelah Utara : Kecamatan Purba

Sebelah Selatan : Kecamatan Danau Toba

Sebelah Barat : Kecamatan Silimakuta

Sebelah Timur : Kecamatan Dolok Pardamean

Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut nagori/kelurahan di Kecamatan Haranggaol Horison pada Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel. 4.5. Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut nagori/kelurahan di Kecamatan Haranggal Horison Tahun 2009

No Nagori/Kelurahan

Luas Wilayah Jumlah Penduduk (jiwa)

Luas

(Km2)

Rasio (%)

Laki-laki

Perempuan Total

1 Nagori Sihalpe 4,00 11,59 1.052 1.102 2.154

2 Purba Horison 9,75 28,26 940 931 1.871

3 Purba Pasir 4,75 13,77 3.367 3.462 6.829

4 Haranggaol 9,75 28,26 878 955 1.833

5 Nagori Purba 6,25 18,12 792 849 1.641

Jumlah 34,50 100,00 7.092 7.299 14.328

Sumber: Kecamatan Haranggaol Harison Dalam Angka, 2010

Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa daerah penelitian Haranggaol memiliki jumlah penduduk 1.833 jiwa atau 12,8 % dari jumlah penduduk Kecamatan Haranggaol

Horison, dengan luas wilayah 9,75 Km2, dari luas wilayah Kecamatan Haranggal

Horison.

4.2.5. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di daerah penelitian peruntukkannya untuk lahan sawah, lahan kering, halaman pekarangan dan lainnya, yang dapat dilihat pada Tabel 4.6.


(59)

Tabel 4.6. Luas Wilayah Menurut Lokasi Penelitian dan Jenis Penggunaan Lahan Tahun 2009

No Nagori/Kelurahan Lahan

Sawah

Lahan Kering

Halaman Pekarangan

Lainnya Jumlah

1 Parapat 7 78 777 590 1.452

2 Sipolha Horison 35 627 40 0 702

3 Tigaras 0 898 28 90 1.016

4 Haranggaol 0 955 20 0 975

Jumlah 42 2558 895 680 4.145

Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2010

Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa penggunaan lahan sawah hanya terdapat di Nagori/Kelurahan Sipolha Horison dan Parapat, yaitu masing-masing 35 Ha dan 7 Ha. Lahan kering terluas terdapat pada Nagori/Kelurahan Haranggaol sebesar 955 Ha, kemudian Tigaras 898 Ha dan Sipolha Horoson 627 Ha, sedangkan Parapat memiliki wilayah lahan kering terkecil, yaitu 78 Ha. Halaman pekarangan terluas terdapat di Kelurahan Parapat yaitu 777 Ha, sedangkan Nagori/Kelurahan Sipolha Horison, Tigaras dan Haranggaol masing-masing memiliki luas 40 Ha, 28 Ha dan 20 Ha. Luas wilayah untuk pengunaan lahan lainnya terluas terdapat di Kelurahan Parapat yaitu 590 Ha, kemudian Nagori Tigaras 90 Ha.

4.2.6. Perikanan

Banyaknya rumah tangga perikanan, produksi dan nilai penjualan dari usaha perikanan Danau Toba di kecamatan penelitian Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel 4.7.


(60)

Tabel 4.7. Banyaknya Rumah Tangga Perikanan (RTP), Produksi dan Nilai Penjualan dari Usaha Perikanan Danau Tahun 2009

No Kecamatan Jumlah

RTP

Produksi (ton)

Nilai Penjualan

(Rp. 000)

Rata-rata Pendapatan

RTP

1 Girsang Sipangan

Bolon

109,00 30,20 211.400 1.939,45

2 Dolok Pardamean 156,00 37,20 260.400 1.669,23

3 Pematang Sidamanik 73,00 20,30 142.100 1.946,58

4 Haranggaol Horison 225,00 51,80 362.600 1.611,56

Jumlah 563,00 139,50 976.500 1.791,27

Sumber: Kabupaten Simalungun Dalam Angka, 2010

Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa di kecamatan Haranggaol Harison memiliki jumlah rumah tangga perikanan terbesar yaitu 225 rumah tangga (RT), sedangkan di kecamatan Pematang Sidamanik memiliki 73 rumah tangga perikanan.

4.3. Hasil Penelitian

4.3.1. Karakteristik Responden

Masyarakat yang menjadi responden penelitian adalah masyarakat yang berada di tepi Danau Toba Kabupaten Simalungunan yaitu Nagori/Kelurahan Parapat, Sipolha Horison, Tigaras dan Haranggaol yang memiliki latar belakang sosial ekonomi, umur dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda.

a. Umur

Responden penelitian umurnya sekitar 25 tahun sampai dengan lebih dari 50 tahun seperti tertera pada tabel berikut:


(61)

Tabel 4.8. Komposisi Umur Responden

No. Umur Jumlah (orang) Persentase

1. 25-30 15 15,00

2. 31-35 23 23,00

3. 36-40 34 34,00

4. 41-45 14 14,00

5. 46-50 10 10,00

6. > 50 4 4,00

Jumlah 100 100

Sumber: Data Olahan Tahun 2011

Distrubisi umur responden masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun yang paling besar terdapat pada umur antara 36-49 tahun sebanyak 34 responden (34 %), yang diikuti dengan umur antara 31-35 tahun sebanyak 23 responden (23 %), umur antara 25-30 tahun sebanyak 15 responden (15 %) dan umur antara 41-45 tahun sebanyak 14 responden (14 %). Sedangkan umur antara 46-50 tahun dan lebih besar dari 50 tahun masing 10 responden (10 %) dan 4 responden (4 %).

Beragamnya umur responden menunjukkan bahwa yang menjadi responden penelitian ini telah melibatkan masyarakat dan berbagai tingkatan, serta menggambarkan bahwa kegiatan pengelolaan sumberdaya alam di tepi Danau Toba Kabupaten Simalungunmelibatkan berbagai tingkatan umur.

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan responden penelitian umumnya adalah pendidikan Sekolah Dasar, namun juga dijumpai D1/D3 seperti tertera pada tabel berikut:


(62)

Tabel 4.9. Komposisi Tingkat Pendidikan Responden

No. Pendidikan Jumlah (orang) Persentase

1. SD 8 8,00

2. SMP 24 24,00

3. SMA 43 43,00

4. D1/D3/S1 25 25,00

Jumlah 80 100

Sumber: Data Olahan Tahun 2011

Distrubisi responden masyarakat lokal tepi Danau Toba Simalungun berdasarkan kategori tingkat pendidikan adalah sangat beragam mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Diploma (D1/D3). Pendidikan responden yang paling dominan adalah pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 43 responden (43 %), diikuti dengan pendidikan D1/D3/S1 sebanyak 25 responden (25 %), dan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 24 responden (24 %), sedangkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 8 responden (8 %).

Beragamnya tingkat pendidikan responden menunjukkan bahwa yang menjadi responden penelitian ini telah melibatkan masyarakat dan berbagai tingkatan pendidikan, serta menggambarkan bahwa kegiatan pengelolaan sumberdaya alam di tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun melibatkan berbagai tingkatan pendidikan. c. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga responden penelitian umunya adalah 2 sampai dengan 5 orang seperti tertera pada tabel berikut:


(63)

Tabel 4.10. Komposisi Jumlah Tanggungan Keluarga Responden

No Jumlah Tanggungan Keluarga

(Orang)

Jumlah (Orang)

Persentase

1. 2 14 14,00

2. 3 40 40,00

3. 4 33 33,00

4. 5 13 13,00

Jumlah 80 100

Sumber: Data Olahan Tahun 2011

Distrubisi responden masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun berdasarkan kategori jumlah tanggungan keluarga yang paling dominan adalah 3 orang sebanyak 40 responden (40 %), diikuti dengan jumlah tanggungan 4 orang sebanyak 33 responden (33 %). Jumlah tanggungan 2 orang dan 5 orang masing-masing sebanyak 14 responden (14 %) dan 13 responden (13 %).

Beragamnya jumlah tanggungan keluarga masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa yang menjadi responden penelitian ini telah melibatkan masyarakat dengan jumlah tanggungan keluarga yang beragam, dan menggambarkan bahwa kegiatan pengelolaan sumberdaya alam di Kabupaten Simalungun melibatkan masyarakat yang memiliki jumlah tanggungan keluarga 2 sampai dengan 5 orang.

d. Pengeluaran Responden

Jumlah pengeluaran responden penelitian umunya adalah Rp. 100.000 sampai dengan Rp. 1.000.000 seperti tertera pada tabel berikut:


(1)

Kalau ada dalam bentuk apa ...

...

...

...

8. Apakah Bapak/Ibu dalam pengelolaan sumberdaya alam, baik itu hutan dan

perairan Danau Toba meminta pertimbangan/izin kepada para tokoh agama,

adat, masyarakat dan pemerintah

a. Ada

b. Tidak Ada

Kalau ada bagaimana mekanismenya ...

...

...


(2)

Lampiran 2. Data Hasil Penelitian

No. Resp

Pendapatan Jumlah anggota Luas lahan Jumlah hari Pendidikan V. Dummy (Rupiah) yang bekerja (orang) (rante) kerja (HKO) (tahun)

1 3.000.000 2 17,5 24 12 1

2 5.000.000 3 25 29 17 1

3 3.000.000 2 10 24 9 0

4 4.000.000 3 16 28 13 1

5 3.500.000 2 12,5 24 9 0

6 4.000.000 2 20 23 12 1

7 3.500.000 2 25 25 9 0

8 5.000.000 3 25 28 13 1

9 4.000.000 2 25 22 12 1

10 4.000.000 2 25 20 9 1

11 4.000.000 2 10 21 9 0

12 4.000.000 2 20 24 12 1

13 3.500.000 2 12,5 23 9 0

14 5.000.000 3 25 30 15 1

15 4.000.000 2 25 25 12 1

16 5.000.000 3 25 27 13 1

17 2.500.000 2 10 25 6 0

18 4.000.000 2 25 25 12 1

19 3.500.000 2 25 25 9 0

20 5.000.000 3 25 28 13 1

21 4.000.000 3 25 25 15 1

22 5.000.000 3 25 28 13 1

23 5.000.000 3 25 26 13 1

24 5.000.000 3 25 27 17 1

25 4.000.000 2 25 24 12 1

26 3.500.000 2 25 22 9 0

27 4.000.000 2 25 24 12 1

28 3.000.000 2 18 21 6 0

29 4.000.000 2 25 21 9 0

30 3.500.000 2 25 20 9 0

31 3.000.000 2 25 20 6 0

32 4.000.000 2 25 21 9 0

33 4.500.000 3 25 26 15 1


(3)

35 3.000.000 2 25 21 6 0

36 5.000.000 3 25 24 12 1

37 3.500.000 2 25 22 12 1

38 5.000.000 3 25 25 13 1

39 2.500.000 2 5 21 6 0

40 2.500.000 2 8 20 6 0

41 4.000.000 3 15 22 12 1

42 3.000.000 2 20 20 6 0

43 4.000.000 2 25 22 12 1

44 5.000.000 3 20 26 15 1

45 4.000.000 2 25 25 12 1

46 3.500.000 2 25 22 9 0

47 4.000.000 2 18 24 12 1

48 5.000.000 3 17,5 26 13 1

49 5.000.000 3 25 28 17 1

50 5.000.000 3 20 26 15 1

51 4.000.000 2 25 24 12 1

52 3.500.000 2 10 22 9 1

53 4.000.000 2 25 23 12 1

54 4.000.000 2 20 24 9 0

55 5.000.000 3 25 25 13 1

56 4.000.000 2 20 25 12 0

57 3.000.000 2 20 24 9 0

58 4.000.000 2 25 25 12 1

59 4.000.000 2 20 25 12 1

60 4.000.000 3 25 25 12 1

61 3.000.000 2 25 21 9 0

62 3.500.000 2 8 21 9 1

63 2.500.000 2 12,5 20 6 0

64 4.000.000 2 25 23 9 1

65 5.000.000 3 20 25 15 1

66 4.000.000 2 25 24 12 1

67 3.500.000 2 25 22 9 0

68 5.000.000 3 20 26 17 1

69 4.000.000 2 15 25 12 1

70 5.000.000 3 25 26 13 1

71 3.500.000 2 25 22 12 1

72 4.000.000 2 20 24 12 1


(4)

73 4.000.000 2 25 24 12 1

74 3.500.000 2 15 22 12 1

75 4.000.000 2 25 23 12 1

76 3.500.000 2 15 22 12 1

77 4.000.000 2 20 24 12 1

78 4.000.000 2 25 24 12 1

79 4.500.000 3 25 25 12 1

80 3.500.000 2 15 22 9 1

81 3.000.000 2 12,5 20 12 1

82 2.500.000 2 10 20 6 0

83 4.000.000 2 25 24 12 1

84 3.500.000 2 17,5 22 12 1

85 4.000.000 2 25 25 12 1

86 5.500.000 3 25 26 17 1

87 2.500.000 2 10 20 6 0

88 3.000.000 2 15 20 12 1

89 4.000.000 3 20 27 13 1

90 5.000.000 3 20 26 15 1

91 4.500.000 3 20 27 13 1

92 3.500.000 2 17,5 24 9 0

93 4.000.000 2 15 22 12 1

94 4.000.000 2 10 24 12 1

95 2.500.000 3 15 22 6 0

96 3.000.000 2 18 24 9 0

97 4.000.000 2 20 20 9 1

98 3.500.000 2 17,5 23 12 1

99 4.000.000 3 12,5 25 15 1


(5)

Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Pengaruh Tingkat Sosial

Ekonomi dengan Pendapatan Masyarakat

Variables Entered/Removed(b)

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1

V.Dummy, L.Lahan, J.A.K.Y.Bekerja, J.H.Kerja, T.Pendidikan(a)

. Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Pendapatan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .893(a) .797 .786 341061.669

a Predictors: (Constant), V.Dummy, L.Lahan, J.A.K.Y.Bekerja, J.J.Kerja, T.Pendidikan

ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 42925632168095.430 5 8585126433619.080 73.804 .000(a) Residual 10934367831904.560 94 116323062041.538

Total 53859999999999.900 99

a Predictors: (Constant), V.Dummy, L.Lahan, J.A.K.Y.Bekerja, J.J.Kerja, T.Pendidikan b Dependent Variable: Pendapatan

Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 33260.916 388555.816 .086 .932

J.A.K.Y.Bekerja 458407.483 105278.634 .289 4.354 .000

L.Lahan 31554.357 6874.724 .235 4.590 .000

J.H.Kerja 39808.153 23983.792 .128 1.660 .100


(6)

V.Dummy 162878.717 120086.837 .101 1.356 .178 a Dependent Variable: Pendapatan


Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Wisata Alam Danau Toba (studi deskriptif di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

18 120 118

Pengelolaan Sumberdaya Alam : Kelestarian Lingkungan dan Kesejahteraan Masyarakat Lokal

0 12 52

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Wisata Alam Danau Toba (studi deskriptif di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

7 38 118

Modul Pengelolaan Sederhana Keuangan Koperasi Berbasis Sumberdaya Alam Lokal

0 4 27

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Wisata Alam Danau Toba (studi deskriptif di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

0 0 7

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Wisata Alam Danau Toba (studi deskriptif di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

0 0 1

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Wisata Alam Danau Toba (studi deskriptif di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

0 1 11

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Wisata Alam Danau Toba (studi deskriptif di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

0 0 38

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Wisata Alam Danau Toba (studi deskriptif di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

0 0 3

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Wisata Alam Danau Toba (studi deskriptif di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

0 0 3