Aspek Hukum Pidana Dalam Kasus Penggunaan Ijazah Palsu Pada Pencalonan Anggota Legislatif

Aspek Hukum Pidana Dalam Kasus Penggunaan Ijazah Palsu Pada Pencalonan
Anggota Legislatif
Tarima Saragih
Program Studi Hukum Pidana
Program Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Untuk meningkatkan kualitas anggota legislatif maka Pasal 60 Undang-undang
nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
menentukan salah satu syarat menjadi calon anggota legislatif adalah berpendidikan SLTA.
Untuk memenuhi syarat tersebut calon anggota legislatif ada yang menggunakan ijazah palsu.
Hal tersebut terbukti dengan banyaknya kasus-kasus ijazah palsu pada pemilu Tahun 2004
yang lalu yang sampai ke pengadilan
Sehubungan dengan hal tersebut yang menjadi pokok pembahasan dalam penulisan
ini adalah: Bagaimana aspek hukum pidananya dalam kasus penggunaan ijazah palsu pada
pencalonan anggota legislatif, dan bagaimana penegakan hukumnya oleh aparat penegak
hukum, serta bagaimana pertanggungjawaban partai politik yang mengajukan calon anggota
legislatif yang menggunakan ijazah palsu tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian normatif yang dilakukan penulis, Penggunaan ijazah
palsu oleh calon anggota legislatif merupakan tindak pidana yang diatur dalam tiga undangundang yaitu: 1. KUHP, 2. Undang-undang nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD, dan 3. Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.
Apabila kasus penggunaan ijazah palsu dilakukan pada waktu pencalonan anggota
legislatif clan dilaporkan kepada Panitia Pengawas Pemilu dalam tenggang waktu 7(tujuh)
hari sejak digunakan ijazah palsu tersebut oleh calon anggota legislatif, maka yang diterapkan
dalam penanganan kasus tersebut adalah Undang-undang khusus nomor 12 Tahun 2003.
Akan tetapi apabila kasus penggunaan ijazah palsu tersebut diketahui dan dilaporkan kepada
Panitia Pengawas Pemilu setelah lewat waktu 7(tujuh) hari, maka yang diterapkan menangani
kasus tersebut adalah Undang-undang nomor 20 Tahun 2003. Dan jika tidak dapat diterapkan
barulah kembali ke undang-undang umum yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Untuk penegakan hukum kasus penggunaan ijazah palsu, Panwaslu, Kepolisian dan
Kejaksaan membuat kesepakatan bersama yang dituangkan dalam keputusan bersama,
dimana laporan penggunaan ijazah palsu disampaikan kepada Panwaslu, lalu meneruskannya
kepada penyidik Polri, selanjutnya diteruskan kepada Kejaksaan, dan selanjutnya Kejaksaan
melimpahkannya ke Pengadilan Negeri. Akan tetapi apabila yang diterapkan dalam
penanganan kasus tersebut adalah Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 atau KUHP maka
proses penegakan hukumnya adalah sebagaimana dalam KUHAP, yakni tanpa adanya Panitia
Pengawas Pemilu.
Sesuai dengan Pasal 141 Undang-undang nomor 12 Tahun 2003,
pertanggungjawaban pidana dapat dilakukan terhadap calon anggota legislatif tersebut dan
terhadap partai politik yang mengajukannya sepanjang dapat dibuktikan bahwa partai politik

yang diwakili pimpinannya mengetahui palsunya ijazah tersebut.
Kata Kunci: Aspek Hukum Pidana Dalam Kasus Penggunaan Ijazah Palsu.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara