HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Protein
Menurut Fardiaz (1992), protein merupakan komponen kimia terbesar dalam daging yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan, perawatan sel serta sebagai sumber kalori. Hal yang sama dikemukakan oleh Winarno (1997), yang menyatakan bahwa protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena berfungsi sebagai sumber energi, zat pembangun dan pengatur dalam tubuh.
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengirisan dan penggilingan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kadar protein dendeng fermentasi. Tabel 9 memperlihatkan rendahnya penurunan kadar protein baik pada dendeng fermentasi iris maupun giling. Kadar protein dendeng fermentasi iris menjadi 73,34% (bk), sedangkan dendeng fermentasi giling menjadi 70,82% (bk). Faktor yang menyebab- kan kondisi tersebut adalah rendahnya aktivitas proteolitik L. plantarum saat proses fermentasi berlangsung (Kurniawati, 2007). Nilai rataan kadar protein kedua jenis dendeng ini lebih tinggi dari nilai kadar protein pada penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2005) terhadap sosis fermentasi yang difermentasi oleh L. plantarum dan P. chrysogenum, yakni kadar protein pada P1 (penggunaan kultur starter tunggal) sebesar 36,30% (bk) tidak jauh berbeda dengan kadar protein pada P2 (penggunaan kultur starter kombinasi L. plantarum dan P. chrysogenum) sebesar 37,54% (bk).
Kadar protein dendeng fermentasi secara statistik tidak mengalami perubahan. Meski demikian, hasil analisis HPLC (High Performance Liquid Chromatography ) menunjukan adanya peningkatan jumlah asam amino setelah Kadar protein dendeng fermentasi secara statistik tidak mengalami perubahan. Meski demikian, hasil analisis HPLC (High Performance Liquid Chromatography ) menunjukan adanya peningkatan jumlah asam amino setelah
Protein merupakan polimer dari ikatan beberapa asam amino yang dihubungkan oleh peptida dan mempunyai berat molekul yang besar. Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karbonil (-COOH) dan satu atau
lebih gugus amino (-NH 2 ) yang salah satunya terbentuk pada atom C tepat di sebelah gugus karbonil (Fardiaz, 1992). Kadar protein kasar merupakan jumlah total N yang terhitung dari sampel yang diukur. Peningkatan asam amino dendeng fermentasi iris dan giling tidak dipengaruhi oleh jumlah total N protein yang dikandungnya. Hal ini terjadi karena beberapa asam amino dapat berubah struktur kimianya melalui proses deaminisasi menjadi asam amino bentuk lain. Lebih lanjut, dikatakan bahwa komposisi asam amino daging dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan (misalnya pemanasan dan iradiasi ionisasi) yang dapat menyebabkan perubahan struktur kimianya (Soeparno, 1992). Sebagai contoh, perubahan asam amino glutamin menjadi glutamat dan asam amino asparagin menjadi aspartat setelah dilakukan pemanasan.
Adanya proses pengasapan pada pembuatan dendeng fermentasi turut mempengaruhi kondisi protein dendeng. Nilai gizi protein dapat berubah akibat bereaksi dengan komponen kimia asap. Senyawa fenol pada asap akan bereaksi dengan gugus sulfidril daging sedangkan karbonil bereaksi dengan gugus amino (Daun, 1989). Reaksi antara fenol dengan gugus sulfidril akan membentuk suatu lapisan damar pada bagian permukaan makanan yang diasap, sehingga tampak mengkilap. Selain itu, fenol adalah penyebab utama aroma yang khas pada makanan yang diasap (Wibowo, 1996). Reaksi antara karbonil dengan gugus amino akan menyebabkan reaksi Maillard. Reaksi tersebut menghasilkan warna cokelat pada permukaan bahan makanan yang diasap.
Kadar protein pada produk akhir merupakan kadar protein total dendeng setelah dilakukan pengolahan. Kondisi kadar protein ini dipengaruhi oleh beberapa Kadar protein pada produk akhir merupakan kadar protein total dendeng setelah dilakukan pengolahan. Kondisi kadar protein ini dipengaruhi oleh beberapa
Gambar 6. Diagram Perubahan Kadar Protein Selama Proses Pengolahan
Kadar protein daging segar yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 73,72% (bk). Gambar 6 memperlihatkan perubahan kadar protein dendeng iris dan giling setelah dilakukan fermentasi atau sebelum dilakukan pengasapan. Kadar protein dendeng fermentasi iris memiliki kecenderungan meningkat menjadi 81,77% (bk), sedangkan kadar protein dendeng fermentasi giling cenderung tetap yakni sebesar 72,13% (bk). Proses pengirisan tidak menyebabkan air dalam daging banyak keluar, sehingga hampir seluruh protein dapat dipertahankan. Ketersediaan air yang cukup juga merangsang sel-sel kultur starter bakteri dapat tetap hidup bahkan mungkin berkembang biak sehingga akan memberikan sumbangan kandungan protein pada dendeng iris fermentasi. Keberadaan mikroba di dalam dendeng iris ini menyebabkan peningkatan kadar proteinnya. Wardoyo (2008) menyatakan, bahwa total mikroba yang ada di dalam dendeng fermentasi iris lebih besar dari kandungan
total mikroba yang ada di dalam dendeng fermentasi giling, sebesar 3,5 x 10 13 cfu/g pada dendeng fermentasi iris dan 5,3 x 10 12 cfu/g pada dendeng fermentasi giling.
Badan Standardisasi Nasional (1992) dalam SNI 01-2908-1992 tentang dendeng sapi, menetapkan bahwa kadar protein minimal dendeng sapi untuk kualitas
I dan II berturut-turut adalah 30% dan 25% (bk). Hasil analisis proksimat I dan II berturut-turut adalah 30% dan 25% (bk). Hasil analisis proksimat
Kadar Lemak
Menurut Warris (2000), lemak sangat berperan dalam menentukan kehalusan dan kelembutan suatu bahan pangan. Hal yang sama dikemukakan oleh Ketaren (1986) yang menyatakan, bahwa lemak dalam bahan pangan berfungsi untuk memperbaiki penampilan dan struktur fisik bahan pangan, meningkatkan nilai gizi dan kalori serta memberikan cita rasa yang gurih pada bahan pangan.
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengirisan dan penggilingan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kadar lemak dendeng fermentasi. Tabel 9 memperlihatkan kadar lemak dendeng fermentasi iris cenderung mengalami peningkatan yakni menjadi 6,65% (bk), sedangkan kadar lemak dendeng fermentasi giling menjadi 7,84% (bk). Berdasarkan nilai rataan kadar lemak setelah dilakukan pengasapan, hasil tersebut tidak menunjukan perbedaan yang berarti. Adanya senyawa fenol dari bahan pengasap yang merupakan antioksidan bagi lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi, sehingga kadar lemak dendeng dapat dipertahankan (Pearson dan Tauber, 1973).
Faktor lain yang sangat berperan terhadap kandungan lemak dendeng adalah perubahan kadar air. Pengasapan menyebabkan kadar air kedua jenis dendeng mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan kadar lemak dendeng cenderung meningkat. Lemak tidak larut dalam air, sehingga semakin banyak air keluar dari daging akan menyebabkan kecenderungan kadar lemak daging meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Warris (2000) yang menyatakan, bahwa kadar lemak memiliki hubungan yang negatif dengan kadar air, artinya apabila kadar air menurun maka komponen lain misalnya lemak akan meningkat.
Kadar lemak pada produk akhir merupakan kadar lemak total dendeng setelah dilakukan pengolahan. Kondisi kadar lemak ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain tipe pengolahan yang dilakukan serta kandungan lemak bahan yang digunakan. Pada beberapa bahan pangan, kadar lemak juga dipengaruhi oleh bahan-bahan sumber lemak yang ditambahkan ke dalamnya. Perubahan kadar lemak selama proses pengolahan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Diagram Perubahan Kadar Lemak Selama Proses Pengolahan
Kadar lemak daging segar yang digunakan pada penelitian ini sebesar 6,05% (bk). Gambar 7 memperlihatkan perubahan kadar lemak setelah proses fermentasi atau sebelum dilakukan pengasapan menjadi 6,03% (bk) untuk dendeng iris, sedangkan kadar lemak dendeng giling menjadi 7,83% (bk). Nilai rataan kadar lemak kedua jenis dendeng selama proses fermentasi tidak menunjukan perbedaan yang berarti, hal ini menunjukan rendahnya aktivitas lipolitik L. plantarum selama proses fermentasi. Bila asam yang dihasilkan oleh kultur starter fermentasi cukup tinggi, maka pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik dapat dihambat (Winarno, 1984). Selain itu, Lactobacillus spp tidak termasuk dalam kelompok mikroba yang memiliki kemampuan tinggi dalam menghasilkan enzim lipase (Ray, 2000).
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) tentang dendeng sapi, menetapkan bahwa kadar lemak dendeng sapi tidak lebih dari 9,00% (bb). Rata-rata kadar lemak dendeng fermentasi iris sebesar 3,03% (bb) dan kadar lemak dendeng fermentasi giling sebesar 2,04% (bb). Kadar lemak dendeng fermentasi hasil penelitian ini telah memenuhi persyaratan.
Kadar Abu
Menurut Winarno (1997), kadar abu atau dikenal juga dengan kadar mineral adalah residu anorganik yang dihasilkan dari pembakaran zat-zat organik pada suhu
400-600 0
C. Komponen-komponen mineral dalam tubuh ternak terdiri atas komponen makro (Na, Cl, Ca, P, Mg dan S) dan komponen mikro (Fe, I, Mn, Cu, Zn,
Co dan F). Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral total dalam dendeng fermentasi .
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengirisan dan penggilingan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kadar abu dendeng fermentasi. Tabel 9 memperlihatkan terdapat kecenderungan penurunan kadar abu setelah dilakukan pengasapan. Kadar abu dendeng fermentasi iris menjadi 3,80% (bk) dari kadar abu dendeng sebelum dilakukan pengasapan sebesar 4,12% (bk), sedangkan kadar abu dendeng fermentasi giling sama dengan kadar abu daging segar menjadi 3,75% (bk) dari kadar abu dendeng sebelum pengasapan sebesar 3,78% (bk). Penurunan kadar abu setelah pengasapan disebabkan adanya penggunaan mineral daging untuk aktivitas hidup mikroorganisme yang hidup di dalam dendeng. Mikroorganisme membutuhkan mineral untuk mempertahankan hidupnya meskipun dalam jumlah sedikit (Fardiaz, 1988). Kadar abu kedua jenis dendeng fermentasi relatif sama dengan kadar abu daging segar, hal ini disebabkan karena tidak adanya penambahan bahan-bahan sumber mineral yang biasa ditambahkan ke dalam bahan pangan sebagai bumbu seperti garam atau gula.
Kadar abu suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain kandungan mineral bahan, jenis bahan serta cara pembakaranya. Pada beberapa bahan pangan, kadar abu juga dipengaruhi oleh bahan-bahan sumber mineral yang ditambahkan ke dalamnya. Perubahan kadar abu dendeng fermentasi selama proses pengolahan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram Perubahan Kadar Abu Selama Proses Pengolahan
Kadar abu daging segar yang digunakan pada penelitian ini sebesar 3,75% (bk). Gambar 8 memperlihatkan kecenderungan peningkatan kadar abu setelah dilakukan fermentasi atau sebelum pengasapan. Kadar abu dendeng fermentasi iris menjadi 4,12% (bk), sedangkan kadar abu dendeng fermentasi giling menjadi 3,78% (bk). Peningkatan kadar abu selama fermentasi disebabkan adanya dekomposisi mikrobial terhadap komponen-komponen organik yang mengikat komponen mineral (Sanni et al., 1999). Meningkatnya jumlah mikroorganisme juga dapat menjadi penyebab meningkatnya kadar abu karena adanya mineral yang terdapat pada komponen sel mikroba. Wardoyo (2008) menyatakan, bahwa terjadi peningkatan
populasi bakteri asam laktat sebesar 4 log 10 cfu/ml setelah fermentasi. Badan Standardisasi Nasional (1992) dalam SNI 01-2908-1992 tentang dendeng sapi, menetapkan bahwa kadar abu dendeng sapi maksimal untuk kualitas I dan II adalah 1 % (bk). Hasil analisis proksimat menunjukan bahwa kadar abu dendeng fermentasi yang diperoleh masih lebih tinggi sehingga belum memenuhi persyaratan BSN (1992).