Pengertian Kewenangan Pengadilan KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA EKONOMI SYARI’AH (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) LISTYO BUDI SANTOSO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kewenangan Pengadilan

Kewenangan “Baru” Pengadilan dalam Lingkungan Pengadilan Agama. Secara umum, kewenangan competency pengadilan dapat dibedakan menjadi dua yaitu. Kewenangan relatif relative competency dan kewenangan absolut absolute competency. Kewenangan relatif berkaitan dengan wilayah, sementara kewenangan absolut berkaitan dengan orang kewarganegaraan dan keagamaan seseorang dan perkara. 23 Setelah pemberlakuan UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, perluasan kompetensi absolut peradilan agama dilakukan. Dari segi susunan undang- undang, ketentuan mengenai kekuasaan absolute peradilan agama dijelaskan dalam dua tempat; 1 ketentuan yang bersifat ”umum” yang ditetapkan pada bagian dua tentang kedudukan peradilan agama; dan 2 ketentuan rincian yang ditetapkan pada bagian “kewenangan pengadilan. Dalam ketentuan mengenai kewenangan absolut peradilan agama yang bersifat umum ditetapkan bahwa peradilan agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi pencari keadilan yang beragama Islam mengenai “perkara perdata tertentu.” 24 Sementara dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 ditetapkan bahwa peradilan agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi pencari keadilan yang beragama Islam mengenai “perkara tertentu.” 25 Perubahan klausul dari “perkara perdata tertentu” menjadi “perkara tertentu” menunjukkan bahwa peradilan agama memiliki potensi untuk memeriksa dan memutus perkara perdata yang lebih luas. B. Pengertian Ekonomi Syari’ah Hukum ekonomi syari’ah adalah hukum yang digunakan untuk menegakkan ekonomi syari’ah makro dan ekonomi syari’ah mikro. Mengkaji 23 Jaih Mubarak, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Di Indonesia, www.badilag.net, hal. 1 24 UU Nomor 7 Tahun 1989, Pasal 2. 25 UU Nomor 3 Tahun 2006, Pasal 2. ekonomi syariah makro adalah mengkaji ekonomi masyarakat secara agregat menyeluruh, bukan individu atau perusahaan institusi. Sedangkan membicarakan ekonomi syari’ah mikro, adalah membahas hanya dari sisi hubungan kontrak antara debitur dan kreditur. 26 Selanjutnya yang dimaksud dengan istilah ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah yang meliputi bank syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah, reksadana syari’ah, obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah, pergadaian syari’ah, dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah. 27 Padahal wewenang Pengadilan Agama sebelumnya dalam UU Nomor 71989 adalah a.Perkawinan, b.Kewarisan, wasiat dan hibah, c. Wakaf dan shadaqah. Sedangkan menurut UU Nomor 32006 : a. perkawinan, b. waris, c.wasiat, d. hibah, e. wakaf, f. zakat, g. infaq, h. shadaqah dan i. ekonomi syari’ah. 28

C. Sistem Ekonomi Syariah.