Perbedaan sistem politik dan Sistem Pemerintahan.
E. Perbedaan sistem politik dan Sistem Pemerintahan.
1. Perbedaan Sistem Politik
Berbicara tentang perbandingan sistem politik di Indonesia, tidak terlepas dari interpretasi terhadap sistem politik itu sendiri. Sistem politik di Indonesia sebagai seluruh proses sejarah dari saat berdirinya negara Indonesia sampai dewasa ini, atau hanya dalam periode-periode tertentu dari proses perjalana sejarah.
Dalam kenyataan kita dapat menjumpai perbedaan-perbedaan esensial sistem politik di Indonesia dari satu periode ke periode yang lain, misalnya: sistem poiltik demkorasi liberal, sistem demokrasi terpimpin, sistem demokrasi Pancasila, sedangkan falsafah negara tetap tidak berubah. Apa sebabnya ini terjadi? Apa penyebab adanya perbedaan bahkan gejala bertolak belakang antara cita-cita dan implementasinya? Jawabanya mengandung dua kemungkinan yang harus dipertimbangkan dan diselidiki lebih lanjut, yaitu: (1) falsafah tidak banyak berpengaruh terhadap sistem poltik, artinya juga tidak berpengaruh terhadap aktor (perilaku) politik; atau (2) belum ditemukan standar dan model sistem politik Indonesia yang sesuai dan menyangga (mendukung) cita-cita tadi.
1. Demokrasi Liberal.
Di Indonesia demokrasi liberal berlangsung sejak 3 Nopember 1945, yaitu sejak sistem multi- partai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi-partai ini lebih menampakkan sifat instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer dalam naungan UUD 1945 periode pertama.
Demokrasi liberal dikenal pula demokrasi-parlementer, oleh karena berlangsung dalam sistem pemerintahan parlementer ketika berlakunya UUD 1945 periode pertama, Konstitusi RIS dan UUDS 1950. Dengan demikian demokrasi liberal di Indonesia secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, sedangkan secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan, antara lain melalui pidato Presiden di depan Konstituante tanggal 10 Nopember 1956.atau pada saat Konsepsi Presiden tanggal 21 Pebruari 1957 dengan dibentuknya Dewan Nasional. Pada periode demokrasi liberal ini ada beberapa hal yang secara pasti dapat dikatakan telah melekat dan mewarnai prosesnya. (lihat pada tabel 1 di bawah ini):
2. Demokrasi Terpimpin
Dalam periode demokrasi terpimpin ini pemikiran a la demokrasi barat banyak ditinggalkan. Tokoh politik (Soekarno) yang memegang pimpinan nasional ketika itu menyatakan bahwa demokrasi liberal (demokrasi-parlementer) tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Prosedur pemungutan suara dalam lembaga perwakilan rakyat dinyatakannya pula sebagai tidak efektif dan ia kemudian memperkenalkan apa yang disebut musyawarah untuk mufakat. Sistem multi-partai oleh tokoh politik tersebut dinyatakan sebagai salah satu penyebab inefektivitas pengambilan keputusan, karena masyarakat lebih didorong ke arah bentuk yang fragmentaris. Demokrasi ini berlaku sejak 5 Juli 1959 sampai dengan 11 maret 1966.
Untuk merealisasikan demokrasi terpimpin ini, kemudian dibentuk badan yang disebut front nasional. Periode ini disebut pula periode pelaksanaan UUD 1945 dalam keadaan ekstra-ordiner, disebut demikian karena terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945. Penyimpangan itu misalnya Presiden membubarkan DPR, Badan Konstituante, dan sebagainya.
3. Demokrasi Pancasila
Penelaahan terhadap Demokrasi Pancasila tentu tidak dapat bersifat final di sini, karena masih terus berjalan dan berproses. Dalam demokrasi Pancasila sampai dewasa ini penyaluran berbagai tuntutan yang hidup dalam masyarakat menunjukkan keseimbangan. Pada awal pelaksanaan sistem politik ini dilakukan penyederhanaan sistem kepartaian, muncullah satu kekuatan politik yang dominan, yaitu Golkar dan ABRI.
Dalam perjalanan PEMILU berikut sejak, setelah orde reformasi, bermuncullah partai politik, yang ketika masa Orde Baru melebur ke tiga partai besar yaitu Golkar, PPP dan PDI. Hingga Dalam perjalanan PEMILU berikut sejak, setelah orde reformasi, bermuncullah partai politik, yang ketika masa Orde Baru melebur ke tiga partai besar yaitu Golkar, PPP dan PDI. Hingga
Kegagalan tiga partai besar dalam perannya sebagai lembaga kontrol terhadap jalannya pemerintahan dan tidak berfungsinya chek and balance, akibat terpolanya sistem politik kompromistis dari elit politik, justru tidak mencerminkan wakil rakyat yang sesungguhnya. Karena itulah muncul ketidakpuasan rakyat, dan muncullah gerakan reformasi, salah satu dampaknya adalah lahir kembali partai-partai kecil. Partai-partai kecil ini ada yang murni berdiri tanpa melalui induk semangnya, tetapi ada yang memisahkan dari induknya.
Nilai-nilai demokrasi Pancasila yang harus tetap dijunjung tinggi adalah kehidupan politik
adalah:
a) Sebagai warga negara punya hak dan kewajiban yg sama
b) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain
c) Tidak boleh memaksakan kehendak pada orang lain
d) Mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan
e) Musyawarah untuk mencapai mufakat, diliputi semangat kekeluargaan
f) Musywarah dilakukan dengan akal sehat dan nurani yg luhur
g) Menjunjung tinggi setiap keputusan
h) Menerima dan melaksanakan hasil keputusan
i) Keputusan diambil harus dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j) Memberi kepercayaan kepada wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan .
(lebih lanjut lihat pada tabel 1 di bawah ini)
Lebih lanjut perbandingan sistem politik di Indonesia yang dianalisis berdasarkan demensi masalah dan dimensi waku dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1 Perbandingan Sistem-sistem Politik di Indonesia
Demensi masalah
1 Penyaluran
≈ tuntutan lebih
≈ tuntutan lebih
≈ tuntutan sudah
tuntuan
besar dari pada
besar dari pada
mulai seimbang
kapabilitas
kapabilitas
dengan
sistemnya
sistemnya
kapabilitas
≈ selektor dan
≈ gaya nilai mutlak
sistemnya
filter sangat
melalui front
≈ melalui sistem
lemah, semua
nasional dan
partai dominan
input diterima
sistem satu partai
atau sistem satu
sedangkan
yang tak kentara.
setengah partai
output tidak
≈ stabilitas semu
seimbang
(pseudo stability)
dengan tuntutan. ≈ Melalui sistem
multipartai
2 Pemeliharaan dan ≈ keyakinan akan
≈ HAM banyak
≈ HAM diimbangi
kontinuitas nilai
HAM sangat
dihiraukan
oleh kewajiban
tinggi
≈ pemikirn
asasi.
≈ berdasarkan
ideologik
≈ gaya pragmatik
ideologi, gaya
menonjol.
≈ kontinuitas nilai
pragmatik
≈ konflik
bernegara
kurang
meningkat atau
dikukuhkan
menonjol.
bahaya laten.
berdasarkan
≈ pertarungan
UUD 1945 dan
antara gaya
konflik menurun.
ideologi versus garapragmatik
3 Kapabilitas
≈ pengolahan
≈ pemerintah
≈ ekonomi bebas
potensi ekstratif
berperanan
sampai batas-
dan distributif
besar dalam
batas tertentu
ekonomi bebas
ekstraktif dan
kebijaksanaan
dilakukan oleh
distributif
pemerintah
kabinet yang
≈ ekonomi bebas
≈ kapabilitas
pragmatik,
ditinggalkan,
dalam negeri
sedangkan
mulai ekonomi
mantap dan
simbolik lebih
≈ kapabilitas
karenanya
diutamakan oleh
≈ keadilan
bangsa dan
a (penanaman
mendapat
pembangunan
modal asing,
perhatian
karakter
bantuan asing,
kabinet
≈ kapabilitas
dan pinjaman
karena saluran
oleh kabinet
satu-satunya
pragmatik.
hanyalah front nasional (FN)
4 Integrasi vertikal ≈ antara elit
≈ ikatan
≈ Komunikasi
politik dengan
primordial
dua arah
massa atas
melemah dalam
mendekatkan mendekatkan
rangka nation-
hubungan elit
aliran
building
dan massa
(hubungan atas
≈ Pola
dalam soal-soal
– bawah)
paternalistik
yang
≈ Hubungan
tetap hidup
pragmatic.
bawah – atas
subur
berdasar-kan pola paternalistik
5 Integrasi
≈
≈ Pertentangan
≈ Antar elit
Horisontal
Kepemim
antar elit
ditemukan,
pinan secara
makers versus
di menangkan
≈ kerjasama
makers dan
oleh
antar teknokrat
≈ Solidarity
intelegensia
makers lebih
militer dan
sispil) ≈ administrators mendapat ang
6 Gaya politik
≈ ideologik,
≈ masih bersifat
≈ gaya ideologik
karenanya
ideologik ,
sudah tidak
bersifat
walau sudah
≈ desintegratif
penyederhanaan
≈ gaya pragmatik
elit tercermin
≈ tokoh politik
berorientasi
masyarakat
sebagai titik
pada program
sebagai
pusat politik
sengat coercive.
masalah lebih menonjol..
7 Kepemimpinan ≈ berasal dari
≈ berasal dari
≈ bersifat legal
angkatan 1928.
angkatan 1928
atas dasar
≈ masih bersifat
dengan tokoh
konstitusionil.
aliran, agama,
politik;
≈ ABRI sebagai
suku, dan
Soekarno
titik pusat
daerah
sebagai titik
dibantu oleh
≈ partai-partai
pusatnya.
teknokrat sipil..
politik yang
≈ Kharismatik
manggung..
dan paternalistik.
8 Perimbangan partisipasi politik dengan kelembagaan
a) Massa
≈ partisipasi
≈ partisipasi
≈ partisipasi
massa sangat
massa hanya
massa
tinggi.
melalui Front
dikembalikan
≈ deviasi
Nasional.
dan terbatas
terhadap
≈ output simbolik
rakyat telah
dengan adanya
tertentu saja
mempunyai
rapat-rapat
(a.l. pemilihan
kebudayaan
raksasa untuk
umum), karena
politik
mendukung
konsep ” the
partisipasi
regim
floating mass”
(sebenarnya: masih berbudaya politik kaula dan parokhial).
b) Veteran dan ≈ karena
≈ Sejak dwan
≈ partisipasi
Militer
pengaruh
nasional dan
veteran
demokrasi
front nasional
meningkat
barat, maka
partisipasi
melalui
supremasi sipil
mantan pejuang
angkatan 1945,
lebih menonjol
meningkat dan
Pepabri, dll.
≈ peristiwa 17
termasuk dalam
≈ partisipasi
oktober 1952
golongan
tentara makin
titik balik
≈ partisipasi
dengan doktrin,
menuju
tentara seha
kekayaan dan
perkembangan
dewan nasional
dwi-fungsi
selanjutnya
dan front
ABRI
nasional,
≈ partisipasi
dengan
dalam lembaga
indikator pos-
perwakilan
pos penting
dipegang oleh militer.
9 Pola
≈ berlangsung
≈ loyalitas
≈ pemingkatan
pembangunan
pola bebas.
kembar dari
pelayanan
Aparatur Negara ≈ afiliasi dengan
pegawai negeri
kepada
partai sering
tertentu menjadi
kembar yang
pegawai negeri
ditinjau dari
dan diarahkan dan diarahkan
pada usaha
pelayanannya.
pembentukan golongan profesi..
10 Tingkat
≈ terjadi
≈ Stabilitas
≈ meningkat
stabilitas
stabilitas
bersifat semu,
melalui a.l
politik yang
approach di
negatif bagi
dengan cara-
samping
usaha-usaha
cara tangan besi
persuasive
pembangunan
≈ stabilitas ini
approach
tidak
≈ yang hendak
dipergunakan
dicapai adalah
pembangunan ekonomi