Karakterisasi fenotipe dan potensi genetic serta hubungannya dengan produktivitas dan kualitas daging sapi local Ciamis Jawa Barat

KARAKTERISASI FENOTIPE DAN POTENSI GENETIK SERTA
HUBUNGANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS
DAGING SAPI LOKAL CIAMIS JAWA BARAT

NENA HILMIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Karakterisasi
Fenotipe dan Potensi Genetik serta Hubungannya dengan Produktivitas dan
Kualitas Daging Sapi Lokal Ciamis, Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, September 2013

Nena Hilmia
NIM D161090041

RINGKASAN
NENA HILMIA. Karakterisasi Fenotipe dan Potensi Genetik serta Hubungannya
dengan Produktivitas dan Kualitas Daging Sapi Lokal Ciamis, Jawa Barat.
Dibimbing oleh CECE SUMANTRI, RONNY RACHMAN NOOR, RUDY
PRIYANTO dan R. EDDIE GURNADI (Alm).
Sapi lokal ciamis merupakan sumber daya genetik sapi potong yang
potensial dikembangkan dalam mendukung swasembada daging, khususnya di
Jawa Barat. Introduksi inseminasi buatan (IB) di kabupaten Ciamis cukup
intensif, sehingga dikhawatirkan sapi lokal sebagai plasma nutfah akan hilang
tergantikan dengan sapi eksotik. Identifikasi sifat kualitatif, kuantitatif dan
potensi genetiknya diperlukan untuk karakterisasi dan pengembangannya dalam
mendukung ketersediaan daging. Gen Leptin dan SCD1 (Stearoyl CoA Desaturase
1) merupakan kandidat gen potensial dalam program seleksi ternak, karena terlibat
dalam proses fisiologis tubuh. Diduga keragaman kedua gen ini berkorelasi
dengan produktivitas, kualitas daging dan kandungan asam lemak daging.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengidentifikasi sifat kualitatif dan
kuantitatif sapi lokal ciamis, 2) mengidentifikasi keragaman genetik dan

kekerabatan (filogenetik) sapi lokal ciamis dengan sapi lokal lainnya 3)
mengidentifikasi keragaman gen Leptin dan hubungannya dengan produktivitas
dan kualitas fisik daging, dan 4) mengidentifikasi keragaman gen SCD1 dan
hubungannya dengan komposisi asam lemak daging. Karakterisasi sifat kualitatif
dan kuantitatif menggunakan 92 ekor sapi betina umur > 3 tahun. Parameter yang
diamati adalah warna bulu, bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh. Pengamatan
pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan persentase karkas, masing-masing
menggunakan 18 dan 14 ekor sapi ciamis yang dipelihara dengan pakan
konsentrat dan jerami padi selama 58 hari. Keragaman genetik dan filogenetik
dievaluasi berdasarkan 3 lokus mikrosatelit yaitu INRA35, HEL9 dan BM2113,
masing-masing menggunakan 92, 78 dan 96 sampel. Keragaman gen Leptin
dianalisis dari hasil sekuensing (direct sequencing) menggunakan 78 sampel,
sedangkan hubungan genotipe gen Leptin dengan PBBH, persentase karkas dan
kualitas fisik daging, masing-masing dievaluasi pada 18, 14 dan 14 sampel
dengan genotipe yang berbeda. Keragaman gen SCD1 dianalisis dengan metode
PCR-RFLP dengan enzim AciI menggunakan 98 sampel. Hubungan keragaman
gen SCD1 dengan komposisi asam lemak daging dievaluasi pada 14 sampel
dengan genotipe yang berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan warna bulu dominan sapi ciamis adalah
merah kecoklatan, di Tambaksari sebesar 45.0% dan di Cijulang 48.1%. Rataan

bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi ciamis berada diantara sapi bali dan
PO, sapi di Cijulang lebih besar dibandingkan dengan di Tambaksari. Hal ini
diduga introduksi sapi PO di Cijulang lebih tinggi dibandingkan dengan di
Tambaksari. PBBH sapi ciamis mencapai 0.62 kg ± 0.23, kg/ekor/hari, relatif
sama dengan sapi lokal Indonesia lainnya. Persentase karkasnya sebesar 51.61%
± 1.8%, tidak berbeda dengan sapi bali, sapi PO dan sapi persilangan.
Keragaman genetik sapi ciamis termasuk kategori tinggi. Keragaman
genetik di subpopulasi Tambaksari lebih tinggi dibandingkan di subpopulasi

Cijulang.. Jarak genetik sapi ciamis lebih dekat dengan sapi PO, sehingga dalam
satu kluster dengan sapi PO.
Gen Leptin pada sapi ciamis bersifat polimorfik dengan ditemukannya dua
Single Nucleotide Polymorphism (SNP), yaitu Arg25Cys dan Arg25His. Terdapat
3 alel, yaitu C, T dan H dengan frekuensi masing-masing sebesar 55.5%, 29.5%
dan 15.4%. SNP Arg25His (alel H) merupakan mutasi baru yang mengubah
pengkodean asam amino arginina menjadi histidina. Keragaman gen Leptin di
populasi sapi ciamis dalam kategori tinggi. Keragaman gen Leptin di subpopulasi
Cijulang lebih tinggi dibandingkan dengan di subpopulasi Tambaksari. Perbedaan
genotipe gen Leptin tidak berpengaruh terhadap PBBH, persentase karkas dan
kualitas fisik daging sapi ciamis. Gen SCD1 pada populasi sapi ciamis

polimorfik, dengan ditemukan SNP pada Val293Ala, yang mengubah pengkodean
asam amino valina menjadi alanina. Terdapat 2 alel, yaitu C dan T, dengan
frekuensi masing-masing sebesar 25.5% dan 74.5%. Keragaman gen SCD1 pada
sapi ciamis dalam kategori medium. Keragaman gen SCD1 di subpopulasi
Tambaksari lebih tinggi dibandingkan dengan di subpopulasi Cijulang. Perbedaan
genotipe gen SCD1 tidak berpengaruh terhadap komposisi asam lemak daging
sapi ciamis.
Fenotipe sapi ciamis adalah warna bulu dominan merah kecoklatan, ukuran
tubuhnya berada diantara sapi bali dan PO, PBBH nya relatif rendah dengan
persentase karkas yang tinggi. Jarak genetik sapi ciamis dekat dengan sapi PO.
Gen Leptin dan SCD1 adalah polimorfik, namun perbedaan genotipe keduanya
tidak berpengaruh terhadap produktivitas, kualitas daging dan komposisi asam
lemak daging sapi ciamis.
Kata kunci: asam lemak, leptin, produktivitas, sapi ciamis, SCD1

SUMMARY
NENA HILMIA. Phenotipic Characterization and Genetic Potential as well as
Their Association with Productivity and Meat Quality on Local Cattle in Ciamis,
West Java. Supervised by CECE SUMANTRI, RONNY RACHMAN NOOR,
RUDY PRIYANTO, and R. EDDIE GURNADI (Alm).

Ciamis local cattle is a genetic resources that could support meat selfsufficiency particularly in West Java. The introduction of artificial insemination in
Ciamis district has been carried out intensively, therefore ciamis local cattle as a
genetic resources will dissapear and getting extinct. The identification of
qualitative and quantitative traits including their genetic potencies were required
for genetic resources development in order to support sustainable meat
availability. Leptin and SCD1 (Stearoyl CoA Desaturase1) genes are potential
candidates for genetic selection in the livestocks, and they involved in
physiological processes. It assumed that polymorphism of Leptin and SCD1 were
significantly associated with the productivity, meat quality and fatty acid
composition.
This study aimed to: 1) identify qualitative and quantitative traits of ciamis
cattle, 2) identify the genetic polymorphism, as well as their phylogenetic, 3)
identify Leptin polymorphism and their association with productivity and meat
quality, and 4) identify polymorphism on SCD1 gene and their association with
meat fatty acid composition. The qualitative and quantitative traits were
characterized by using 92 over three years old cows. The observed parameters
consist of coat colour, body weight and morphological measurements. The
average daily gain (ADG) and carcass percentage were observed from 18 and 14
bulls, respectively. They were fatten on concentrates and rice straw for 58 days.
Microsatellite loci, i.e INRA35, HEL9, and BM2113, of 92, 78 and 96 samples,

respectively were used to analyze the genetic diversity and its phylogenetic tree.
Direct sequencing was carried out using 78 samples to identify polymorphism of
Leptin gene and their association with ADG, carcass percentage and meat quality,
were analysed using 18, 14 and 14 samples, respectively. PCR-RFLP method
with AciI restricted enzym was carried out using 14 samples with different
genotypes to identify SCD1 gene polymorphism out of 98 samples and their
association with meat fatty acid composition.
The result showed that the red-brownish coat colour was predominant in
ciamis cattle. About 45.0% of population in Tambaksari, and 48.1% of
population in Cijulang were proofed this results. The ciamis cattle had frame size
between bali and PO cattle. The local cattle in Cijulang subpopulation were
larger significantly than Tambaksari subpopulation. This might be due to highly
introduction of PO cattle in Cijulang subpopulation. The ADG of ciamis cattle
was 0.62 kg ± 0.23 kg/head/day, and their carcass percentage was 51.61% ± 1.8%.
Their carcass percentage was similarly with bali, PO, and crossbred cattle.
Ciamis cattle had high level of heterozygosity. The genetic diversity of
cattle in Tambaksari subpopulation was higher than in Cijulang subpopulation.
The cattle in Ciamis has a closer genetic distance with the PO cattle.
Leptin gene of ciamis cattle was polymorphic, and there were two single
nucleotide polymorphisms (SNPs) i.e Arg25Cys and Arg25His. It was found


three alleles i.e C, T and H, with the frequencies were 55.5 %, 29.5% and 15.4%,
respectively. The new mutation (H allele) was found at Arg25His position,
convert amino acid code from arginine to histidine. Leptin gene polymorphisms
of ciamis cattle was in high category. There were no association between Leptin
gene polymorphisms with ADG, carcass percentage, and meat quality of ciamis
cattle. SCD1 gene of cattle in Ciamis were polymorphic. There was a SNP at
Val293Ala position, convert amino acid code from valin to alanin. It was found
two alleles i.e. C and T, with the frequencies were 74.5 % and 25.5%,
respectively. Heterozygosity of SCD1 gene in ciamis cattle was in medium
category. There was no association between SCD1 gene polymorphisms with meat
fatty acid composition.
The predominant coat colour of ciamis cattle were red-brownish, and their
frame size between bali and PO cattle. Their ADG was relatively low with high
carcass percentage. The genetic distance of ciamis cattle was closed with PO
cattle. Leptin and SCD1 were polymorphic, eventhough the genotype differences
on each gene did not influenced to productivity, meat quality, and meat fatty acid
composition of ciamis cattle.
Key words: ciamis cattle, fatty acid, leptin, meat quality, productivity, SCD1


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI FENOTIPE DAN POTENSI GENETIK SERTA
HUBUNGANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS
DAGING SAPI LOKAL CIAMIS JAWA BARAT

NENA HILMIA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof Dr Ir Muladno, MSA
Dr Ir Syahruddin Said, MAgrSc
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr Ir Dedi Rahmat, MSi
Prof (R) Dr Ir Ismeth Inounu

Judul Disertasi

: Karakterisasi Fenotipe dan Potensi Genetik serta
Hubungannya dengan Produktivitas dan Kualitas
Daging Sapi Lokai Ciamis Jawa Barat

Nama


Nena Hilmia

NRP

D161090041

Program Studi/Mayor

Ilmu Produksi dan Teknologi PetemakanlITP

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

ProfDr Ir Cece Sumant i, MAgrSc
Ketua

Dr Ir Rudy Priyanto
Anggota

Prof (Em) Dr drh R Eddie G, MSc (AIm)

Anggota

Diketahui oieh
Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan Teknologi
Petemakan

Tanggal Ujian :
23 September 2013

Tanggal Lulus:

1 2 DEC 2013

Judul Disertasi

: Karakterisasi Fenotipe dan Potensi Genetik serta
Hubungannya dengan Produktivitas dan Kualitas
Daging Sapi Lokal Ciamis Jawa Barat

Nama

: Nena Hilmia

NRP

: D161090041

Program Studi/Mayor

: Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan/ITP
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Ketua

Dr Ir Rudy Priyanto
Anggota

Prof Dr Ir Ronny R Noor, MRurSc
Anggota

Prof (Em) Dr drh R Eddie G, MSc (Alm)
Anggota
Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Salundik, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian :
23 September 2013

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan sykur penulis persembahkan kepada Allah SWT, atas Karunia
Rahmat dan Kasih Sayang-Nya sehingga Disertasi Doktor yang berjudul
Karakterisasi Fenotipe dan Potensi Genetik serta Hubungannya dengan
Produktivitas dan Kualitas Daging Sapi Lokal Ciamis Jawa Barat dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Komisi pembimbing Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc, Prof Dr Ir Ronny
Rachman Noor, MRurSc, Dr Ir Rudy Priyanto dan Prof (Em) Dr drh R Eddie
Gurnadi, MSc (Alm) yang selalu dengan sabar dan bijaksana memberikan
bimbingan dan arahan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Rektor Universitas Padjadjaran, Bapak Dr Ir Iwan Setiawan, DEA dan Dr Ir
Dedi Rahmat MSi, selaku Dekan dan Kepala Laboratorium Pemuliaan dan
Biometrika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi di Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
3. Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana dan Dekan beserta seluruh staf Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk
melanjutkan studi S3 di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan.
4. Kepala dinas peternakan kabupaten Ciamis beserta stafnya, bapak Ir Yanto
Supriyanto, Msi. Bapak Drs Endang Suharya, Bapak Ir Entis Sutisna, Bapak
dan Ibu Yati atas informasi, bantuan dan kerjasamanya selama penulis
melaksanakan penelitian.
5. Prof Dr Ir Muladno, MSA dan Dr Ir Syahruddin Said, MAgrSc atas
kesediaannya sebagai penguji luar komisi dalam ujian tertutup, serta Dr Ir
Dedi Rahmat MSi dan Prof (R) Dr Ir Ismeth Inounu atas kesediaannya sebagai
penguji luar komisi pada ujian terbuka. Perbaikan, saran dan kritikan yang
diberikan sangat membantu demi kesempurnaan penulisan disertasi ini.
6. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa untuk studi S3
melalui program BPPS serta atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti
program sandwich-like di Laboratorium Molekylär Husdjursgenetik
Departemen Animal Breeding and Genetics Swedish University of
Agricultural Sciences.
7. Kepala Lab. Genetika Molekuler Ternak Fapet IPB dan Dr Ir Jakaria Tabrani,
MSi atas diskusi dan kesempatan yang diberikan untuk melaksanakan
penelitian di Lab. LGMT, Eryk Andreas atas bantuan dan diskusinya serta
rekan-rekan mahasiswa seperjuangan di LGMT.
8. Rekan-rekan program Doktor IPTP angkatan 2009, atas kebersamaannya
selama menempuh studi, semoga silahturahmi kita tetap terjalin.
9. Keluarga besar jagal Ibu Hj. Puhun atas bantuan dan kesediaannya untuk
pengambilan sampel.
10. Johar Arifin, SPt MSi, atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian di Fapet
UNPAD.
11. Rekan-rekan staf pengajar di Laboratorium Biometrika dan Pemuliaan fapet
UNPAD, atas bantuan dan dukungannya selama penulis menempuh studi S3.

12. Suami, putri-putriku, Ibu, Ibu mertua, Teh Nia dan seluruh keluarga besar atas
segala doa, dukungan dan motivasi yang diberikan
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala doa,
bantuan dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Nena Hilmia

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1

2

3

4

PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
Kerangka Pemikiran Penelitian
4
IDENTIFIKASI SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF
SAPI LOKAL CIAMIS
Abstrak
5
Abstract
5
Pendahuluan
6
Materi dan Metode
6
Hasil dan Pembahasan
9
Simpulan
16
KARAKTERISASI POPULASI SAPI LOKAL CIAMIS BERDASARKAN
DNA MIKROSATELIT
Abstrak
17
Abstract
17
Pendahuluan
18
Materi dan Metode
18
Hasil dan Pembahasan
20
Simpulan
26
KERAGAMAN GEN LEPTIN DAN HUBUNGANNYA DENGAN
PRODUKTIVITAS SERTA KUALITAS FISIK DAGING SAPI
LOKAL CIAMIS
Abstrak
27
Abstract
27
Pendahuluan
28
Materi dan Metode
29
Hasil dan Pembahasan
31
Simpulan
40

DAFTAR ISI (lanjutan)
5

KERAGAMAN GEN SCD1 (Stearoyl CoA Desaturase1) DAN
HUBUNGANNYA DENGAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DAGING
SAPI LOKAL CIAMIS
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Materi dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

41
41
42
43
45
52

6

PEMBAHASAN UMUM ....................................................................

53

7

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................

56

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

57

LAMPIRAN .................................................................................................

65

RIWAYAT HIDUP

75

DAFTAR TABEL
Halaman
2.1. Sebaran warna bulu sapi betina lokal ciamis

10

2.2. Rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi lokal ciamis

13

2.3. Rataan bobot badan dan ukuran tubuh beberapa sapi lokal betina
di Indonesia

14

2.4. Perbandingan PBBH sapi lokal ciamis dengan sapi lokal
Indonesia lainnya

15

2.5. Rataan Persentase karkas sapi lokal ciamis, bali, Peranakan
Ongol dan Persilangan

16

3.1. Karakteristik lokus mikrosatelit dan sekuen primer yang digunakan

19

3.2. Sebaran jumlah dan frekuensi alel pada lokus mikrosatelit INRA35,
HEL 9 dan BM2113 pada sapi lokal ciamis, bali, PO, kelompok
B taurus dan Brahman

22

3.3. Sebaran frekuensi alel tertinggi dan terendah pada sub populasi sapi
penelitian

24

3.4. Nilai heterozigositas observasi dan harapan ketiga lokus
mikrosatelit pada sapi penelitian dan sapi pembanding

25

3.5. Matrik jarak genetik Nei (1978) antara dua subpopulasi sapi lokal
ciamis dengan sapi bali, Po dan Bos taurus

26

4.1. Tipe haplotipe berdasarkan 10 SNP pada intron 1,
exon 2 dan intron 2 gen Leptin 304 bp sapi lokal ciamis

33

4.2. Frekuensi alel dan genotipe gen Leptin pada sapi lokal ciamis
dan sapi pembanding

34

4.3.

Nilai heterozigositas pengamatan dan harapan gen Leptin pada
sapi lokal Ciamis dan sapi pembanding

35

4.4. Rataan PBBH. persentase karkas dan kualitas fisik daging
berdasarkan genotipe gen Leptin pada sapi lokal ciamis

36

4.5. Rataan nilai kualitas fisik daging sapi lokal ciamis berdasarkan
genotipe gen Leptin

37

5.1. Frekuensi alel dan genotipe gen SCD1 pada sapi lokal ciamis
dan sapi pembanding

47

5.2. Nilai heterozigositas pengamatan dan harapan gen SCD1 pada sapi
lokal Ciamis dan sapi pembanding

48

5.3. Rataan komposisi asam lemak daging sapi lokal ciamis

49

5.4. Rataan lemak dan asam lemak daging sapi lokal ciamis dan PO
berdasarkan genotipe gen SCD1

50

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1. Alur kerangka pemikiran penelitian

4

2.1. Peta wilayah pengambilan sampel

7

2.2. Metode pengukuran ukuran-ukuran tubuh

8

2.3. Variasi warna bulu sapi lokal betina Ciamis

11

3.1. Hasil PAGE untuk mikrosatelit BM2113, HEL9 dan INRA35

21

3.2. Pohon filogenetik sapi lokal ciamis, PO, bali, Brahman dan
sapi Bos taurus.

kelompok
26

4.1. Hasil Amplifikasi gen Leptin dengan panjang 620 bp.
M = Marker 100bp. 1- 10 = individu sampel

33

4.2. Hasil penjajaran gen Leptin berdasarkan SNP pada Arg25Cys
(substitusi C dengan T yang mengubah kode asam amino Arginina
menjadi Sisteina) dan Arg25His (Arginina diubah menjadi Histidina)

34

5.1. Hasil Amplifikasi gen SCD1 dengan panjang 343 bp,
M = Marker 100bp, 1- 11 = individu sampel

46

5.2. Pola pita dan genotipe hasil PCR- RFLP gen SCD1 dengan
panjang 321 bp dan 263 bp

47

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Foto pemeliharaan sapi lokal ciamis

66

2.

Kegiatan pengukuran ukuran tubuh sapi lokal ciamis

67

3.

Genotiping gen Leptin berdasarkan hasil sekuensing dalam data
chromatograph

68

4.

Contoh hasil uji t rasio MUFA : SFA berdasarkan genotipe SCD1

69

5.

Hasil penjajaran (alligment) untuk identifikasi haplotipe gen Leptin
pada sapi lokal ciamis

70

6.
7.
8.

Runutan nukleotida gen Leptin alel C berdasarkan hasil
DNA sekuensing
Runutan nukleotida gen Leptin alel T berdasarkan hasil
DNA sekuensing
Runutan nukleotida gen Leptin alel H berdasarkan hasil
DNA sekuensing

72
73
74

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keragaman sumber daya genetik sapi potong di Indonesia merupakan
salah satu potensi yang mendukung pencapaian program swasembada daging,
serta keberlanjutannya. Pemberdayaan sumber daya genetik sapi lokal dengan
pengelolaan yang tepat dan terarah, guna meningkatkan produktivitas dan
populasinya, menjadi salah satu pilihan, dalam mendukung tercapainya program
tersebut di atas. Sapi lokal mempunyai beberapa keunggulan diantaranya lebih
tahan terhadap penyakit, lebih tahan terhadap cuaca ekstrim dan dapat bertahan
dan produktif dengan input marginal, dengan kata lain sapi lokal sudah menyatu
dengan lingkungan dan kehidupan masyarakatnya, walaupun produktifitasnya
masih rendah. Sumber daya genetik ternak lokal dapat dimanfaatkan dengan biaya
(input) minimum dan memegang peranan penting dalam budaya masyarakat
pedesaan (FAO, 2000).
Salah satu sumber daya genetik sapi potong lokal yang belum digali
potensinya adalah sapi lokal di kabupaten Ciamis. Kabupaten Ciamis merupakan
daerah dengan populasi sapi ketiga tertinggi di Jawa Barat, setelah Tasikmalaya
dan Sumedang (Disnak Jabar, 2011). Seperti sapi lokal lainnya sapi lokal ciamis
memiliki performans tubuh yang relatif kecil dengan pertambahan bobot badan
yang relatif rendah, namun memiliki kemampuan reproduksi yang baik. Sampai
saat ini belum tersedia informasi mengenai karakteristik dan potensi genetik sapi
lokal ciamis, sementara itu introduksi inseminasi buatan (IB) di kabupaten Ciamis
cukup intensif, sehingga dikhawatirkan sapi lokal sebagai plasma nutfah akan
hilang tergantikan dengan sapi persilangan.
Langkah awal dalam rangka memberdayakan sapi potong lokal adalah
identifikasi sifat kualitatif dan kuantitatif sebagai dasar penetapan ciri khas serta
identifikasi filogenetiknya. Selain itu kajian potensi genetik yang berkaitan
dengan produktivitas dan kualitas daging pada sapi lokal, diperlukan untuk
pengelolaan dan pengembangannya dalam mendukung ketersediaan daging, baik
dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Identifikasi filogenetik dan potensi
genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi molekuler yang saat ini
perkembangannya cukup pesat. Khususnya pada bidang pemuliabiakan, teknologi
ini dapat mengetahui asal usul ternak dan menggali potensi genetik populasi
ternak dengan lebih baik karena dapat dilakukan dengan lebih cepat dan akurat,
serta langsung terhadap posisi gen-gen target yang diinginkan. Kajian genetik
sangat penting karena bersifat permanen dan dapat diturunkan kepada
keturunannya, sehingga dapat menjaga keberlangsungannya. Salah satu teknik
molekuler yang banyak digunakan untuk identifikasi keragaman dan studi
filogenetik adalah mikrosatelit karena keragamannya cukup tinggi (Almeida et al.
2000).
Kemampuan sapi lokal dalam mendukung ketersediaan daging perlu digali
lebih jauh dengan mengidentifikasi potensi genetiknya yang berkaitan dengan
produktivitas.
Sapi lokal dikenal dengan kapasitas reproduksi yang baik,
sehingga peningkatan produktivitas lebih ditujukan kepada apakah sapi-sapi lokal
tersebut memiliki gen-gen yang berkaitan dengan kemampuan pertumbuhan yang
tinggi. Salah satu kandidat gen yang berkaitan dengan produktifitas adalah gen

2
Leptin yang berperan dalam regulasi asupan makanan (feed intake) dan
metabolisme energi dalam tubuh. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
mutasi pada gen ini berkaitan dengan sifat-sifat produksi yaitu pertambahan
bobot badan dan distribusi lemak pada karkas. Mutasi pada gen leptin exon 2
merupakan non synonimous mutation, sehingga menyebabkan perubahan fungsi
Leptin dalam proses fisiologi tubuh (Buchanan et al. 2002; Leifers et al. 2002;
Kononof et al. 2005; Fortes et al. 2009). Selanjutnya Buchanan et al. (2002)
menyatakan Single Nucleotide Polymorphism (SNP) pada exon 2 merupakan
mutasi yang mempengaruhi sistem biologis, didukung dengan tingginya ekspresi
Leptin mRNA pada sapi homozigot TT, peningkatan ini dapat menunjukkan
respon terbalik, dan kompensasinya menurunkan fungsi biologis.
Selain kuantitas, kualitas daging saat ini, mulai mendapat perhatian terutama
mengenai kandungan lemak yang tidak baik bagi kesehatan, hal ini terkait dengan
rasio kandungan asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) dan tidak
jenuhnya (Unsaturated Fatty Acid/MUFA dan PUFA), karena komponen tersebut
merupakan salah satu pemicu timbulnya beberapa penyakit pada manusia.
Kandidat gen yang berperan dalam mengkonversi SFA menjadi MUFA/PUFA
adalah gen Stearoyl CoA Desaturase1(SCD1). Beberapa hasil penelitian
menunjukkan keragaman gen SCD1 yang disebabkan adanya SNP pada exon 5
gen SCD1, berasosiasi dengan rasio MUFA/PUFA : SFA. Penelitian Taniguchi
et al. (2004) pada sapi Japanese Black menyatakan mutasi pada SCD1 exon 5
berasosiasi dengan kandungan MUFA pada daging yang lebih tinggi.
Berdasarkan informasi tersebut diatas, kedua kandidat gen tersebut di atas,
potensial untuk dijadikan MAS (Marker Assisted Selection) pada program seleksi
sapi lokal untuk memperoleh bibit unggul, dalam mendukung ketersediaan daging
baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya.
Informasi fenotipe dan potensi genetik sapi lokal ciamis sampai saat ini
belum tersedia, sehingga dibutuhkan kajian terhadap sapi lokal tersebut, untuk
dimanfaatkan dalam rangka pengelolaan dan pengembangan sapi lokal ciamis di
Jawa Barat.

1.
2.
3.
4.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan :
Mengidentifikasi sifat kualitatif dan kuantitatif sapi lokal ciamis.
Mengidentifikasi keragaman genetik dan kekerabatan (filogenetik) sapi lokal
ciamis dengan sapi lokal lainnya
Mengidentifikasi keragaman gen Leptin, dan hubungannya dengan
produktivitas dan kualitas fisik daging sapi lokal ciamis
Mengidentifikasi keragaman gen SCD1 dan hubungannya dengan komposisi
asam lemak daging sapi lokal ciamis

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
karakteristik sifat kualitatif dan kuantitatif sapi lokal ciamis, sebagai salah satu
informasi dasar yang bermanfaat untuk pengelolaan dan pemanfaatan sapi lokal
tersebut. Kajian keragaman gen Leptin dan gen SCD1 serta hubungannya dengan
produktivitas, dan kualitas daging sapi lokal diharapkan dapat digunakan sebagai

3
Marker Assisted Selection (MAS) dalam kegiatan pemuliabiakan, guna
mendapatkan sapi unggul dalam rangka mengembangkan sapi lokal tersebut.
Selain itu hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dasar untuk
pengembangan penelitian di bidang molekuler.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dan batasan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi warna bulu, bobot badan, ukuran tubuh, pertambahan bobot
badan harian dan persentase karkas sapi lokal ciamis
2. Karakterisasi populasi sapi lokal ciamis berdasarkan DNA mikrosatelit
meliputi keragaman di dalam dan antar populasi.
3. Mengetahui jarak genetik sapi lokal ciamis dengan sapi PO dan sapi bali,
selanjutnya dibangun pohon filogenetiknya.
4. Mengidentifikasi keragaman gen Leptin berdasarkan SNP pada Exon 2.
5. Mengidentifikasi hubungan keragaman gen Leptin dengan
produktivitas serta kualitas fisik daging sapi lokal Ciamis
6. Mengidentifikasi keragaman gen SCD1 berdasarkan SNP pada Exon 5.
7. Mengidentifikasi hubungan keragaman gen SCD1 dengan komposisi asam
lemak daging sapi lokal ciamis

4
Adapun alur kerangka pemikiran pada penelitian ini disajikan pada
Gambar 1.1, berikut ini.

Sapi lokal ciamis sebagai SDG sapi potong Jawa Barat merupakan
potensi pendukung swasembada daging

 Karateristik fenotipe dan genetik
belum teridentifikasi
 Introduksi IB tinggi

Potensi genetik
ternak
potong
teridentifikasi

sebagai
belum

Pemecahan Masalah

Identifikasi fenotipe dan Genetik :
 Warna Bulu & Morfometrik
 Keragaman dan Filogenetik (DNA)
Mikrosatelit
 Produktivitas dan kualitas daging

Identifikasi Potensi Genetik berdasarkan
kandidat gen pertumbuhan dan kualitas
daging

Gen Leptin

Gen SCD 1

Sekuensing

PCR _ RFLP

Karakteristik fenotipe &
Genetik

PBBH, Persentase Karkas,
kualitas fisik daging dan
komposisi asam lemak

Asosiasi

MAS

Pemanfaatan dan pengelolaan sapi lokal Ciamis

Gambar 1.1 Alur kerangka pemikiran penelitian

5

IDENTIFIKASI SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF
SAPI LOKAL CIAMIS
Abstrak
Identifikasi sumber daya genetik sapi lokal diperlukan dalam rangka
karakterisasi, pengelolaan dan pemanfaatannya. Sapi lokal ciamis di Jawa Barat
adalah salah satu sumber daya genetik sapi potong yang potensial untuk
dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sifat kualitatif dan
kuantitatif sapi lokal ciamis. Identifikasi warna bulu, bobot badan dan
morfometrik menggunakan 92 ekor sapi betina umur lebih dari 3 tahun, terdiri
atas 40 ekor di subpopulasi Tambaksari dan 52 ekor di subpopulasi Cijulang.
Identifikasi produktivitas menggunakan 18 ekor sapi lokal ciamis yang dipelihara
selama 58 hari dengan pakan konsentrat dan jerami padi. Parameter yang diukur
adalah pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan persentase karkas. Hasil
penelitian menunjukkan warna bulu dominan sapi lokal betina ciamis adalah
merah kecoklatan. Bobot badan dan ukuran tubuh sapi lokal di Cijulang lebih
besar dibandingkan dengan di Tambaksari kecuali panjang dan lebar kepala.
Pertambahan bobot badan harian sapi lokal Ciamis mencapai 0.62 kg ± 0.23
kg/ekor/hari, dengan persentase karkas sebesar 51.61% ± 1.8%. Persentase karkas
sapi lokal ciamis tidak berbeda dengan sapi bali, PO dan persilangan.
Kata kunci: morfometrik, PBBH, persentase karkas, sapi lokal ciamis, warna bulu
Abstract
Identification of genetic resources is needed in order to characterize and
utilize the potency of local cattle. Local cattle in Ciamis, West Java is one of
Indonesian genetic resources that is potential to be developed. The objective of
this study was to identify the qualitative and quantitative traits of ciamis local
cattle. The qualitative and quantitative traits were characterized using 92 over
three years old cows, consist of 40 and 52 cows from Tambaksari and Cijulang
subpopulation respectively. The observed parameters consists of coat colour,
body weight and morphometric. Eighteen and fourteen bulls that fatten by
concentrates and rice straw for 58 days were used to observe the average daily
gain (ADG) and carcass percentage, respectively. The result showed that the redbrownish was predominant coat colour in most ciamis local cattle. The body
weight and frame size of local cattle in Cijulang were bigger than those of
Tambaksari, except for the skull width and length. The ADG of local cattle was
0.62 kg ± 0.23 kg/head/day. The carcass percentage was 51.61% ± 1.8%. as
similarly to bali, PO and crossbred cattle.
Key words: morphometric, ADG, carcass percentage, ciamis local cattle, coat
colour

6
Pendahuluan
Sapi lokal Ciamis adalah salah satu sumber daya genetik sapi potong di
Jawa Barat yang belum digali potensinya. Sapi tersebut memberikan kontribusi
yang cukup besar untuk kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya karena kegiatan
memelihara sapi sudah turun temurun, dengan tujuan kepemilikannya sebagai
sumber pendapatan utama, sampingan dan tabungan. Selain itu keberadaannya
berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan daging sapi, khususnya di wilayah
Ciamis dan sekitarnya. Sapi lokal tersebut memiliki proporsi tubuh yang relatif
kecil karena telah beradaptasi terhadap lingkungannya dengan sarana produksi
yang terbatas, termasuk ketersediaan pakan.
Langkah awal pemanfaatan sumber daya genetik adalah karakterisasi
fenotipe berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatifnya. Sifat kualitatif adalah
sifat-sifat individu yang dapat diklasifikasikan kedalam satu dari dua kelompok
atau lebih dan pengelompokannya berbeda jelas satu sama lain (Warwick dkk.
1983) dan dapat dibedakan tanpa harus mengukurnya, sifat ini biasanya hanya
dikontrol oleh sepasang gen dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Sementara itu sifat kuantitatif seperti ukuran tubuh dan produktivitas adalah sifatsifat yang dapat diukur, berupa nilai kontinue, dikendalikan oleh banyak pasang
gen dan dipengaruhi oleh lingkungan ( Martojo 1994; Bourdon 1997; Noor 2008).
Sifat kualitatif dibandingkan dengan sifat kuantitatif umumnya kurang
bernilai ekonomis, namun dalam beberapa hal penting artinya jika peternak lebih
menyukai warna tertentu, misalnya coklat, sehingga warna lain, nilai jualnya
rendah (Martojo 1994). Sifat kuantitatif ukuran tubuh, selain dapat digunakan
untuk analisis keragaman populasi dan analisis silsilah, lebih bernilai ekonomis
karena berimplikasi terhadap besaran proporsi tubuh.
Demikian halnya
produktivitas dapat mencerminkan kemampuan produksi ternak, sehingga
berdampak terhadap nilai jual ternak tersebut. Sampai saat ini belum tersedia
informasi mengenai karakteristik fenotipe dan produktivitas sapi lokal ciamis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi warna bulu, ukuran-ukuran tubuh
dan produktivitas sapi lokal ciamis, sebagai upaya karakterisasi sapi lokal tersebut
yang dapat dimanfaatkan sebagai informasi dasar untuk karakterisasi fenotip,
pengelolaan dan pemanfaatannya.
Materi dan Metode
Tempat dan Waktu
Identifikasi sifat kualitatif dan kuantitatif sapi lokal ciamis, dilaksanakan di
dua kecamatan di kabupaten Ciamis, yaitu Tambaksari dan Cijulang pada bulan
Juni sampai dengan Juli 2011. Pemeliharaan sapi dilakukan di kandang penelitian
ternak potong Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor,
Sumedang dari bulan Agustus sampai dengan November 2011. Kegiatan di RPH
adalah, pengambilan sampel dari sapi lokal ciamis di RPH Cikeas Bogor, sapi
persilangan di RPH Tasik, bali di RPH Lombok, dan Peranakan Ongol (PO) di
RPH Fakultas Peternakan, IPB dari bulan Agustus sampai dengan November
2011.
Materi

7
Sampel penelitian untuk identifikasi sifat kualitatif dan kuantitatif adalah
92 ekor sapi betina lokal ciamis, umur > 3 tahun, masing masing 40 ekor dari
kecamatan Tambaksari dan 52 ekor dari kecamatan Cijulang. Identifikasi
produktivitas menggunakan 18 ekor sapi lokal ciamis jantan dengan kisaran umur
1.5- 2 tahun. Kegiatan di RPH, adalah pengukuran persentase karkas dari 14 ekor
sapi lokal, 8 ekor sapi PO, 10 ekor sapi bali dan 30 ekor sapi persilangan adapun
peralatan yang digunakan adalah timbangan dengan kapasitas 500 kg, timbangan
karkas, dan peralatan lainnya di RPH.
Metode
Penentuan daerah penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling,
dengan kriteria daerah dengan populasi sapi tertinggi, dengan ketinggian tempat
yang berbeda di kabupaten Ciamis, yaitu Tambaksari (± 500 dpl) dan Cijulang (±
317 dpl) (Gambar 2.1), sedangkan penentuan sampel ternak dengan penarikan
otoritas.

Gambar 2.1 Peta wilayah pengambilan sampel
Penentuan sapi lokal ciamis berdasarkan kriteria sapi yang dimiliki peternak
di kedua daerah tersebut dengan fenotipe tidak memiliki tanda hasil persilangan
dengan Bos taurus, diantaranya, bulu tubuh panjang. Kriteria sapi PO adalah
berpunuk dan warna bulu putih, sedangkan kriteria sapi hasil persilangan yaitu
performans besar dan memiliki ciri-ciri sapi hasil persilangan dengan Limousin,
Simmental, Brahman maupun Angus. Penentuan umur ternak berdasarkan
informasi peternak dan penanggalan gigi seri. Parameter kualitatif dan kuantitatif
yang diidentifikasi adalah:
1. Warna bulu tubuh: dilihat berdasarkan warna dominan pada setiap ekor
sampel, dan penyebarannya pada punggung, samping kiri dan kanan dan
bagian kaki.
2. Bobot badan (kg) diperoleh dengan pendugaan dari panjang badan dan
lingkar dada menggunakan rumus Winter yang telah dikonversi ke dalam cm
menjadi BB = LG2/10804, dimana L adalah panjang badan (cm) dan G
adalah lingkar dada (cm) (Abdullah 2008).

8
3.

Panjang Badan (cm), diukur jarak lurus dari tonjolan bahu atau tuberculum
humeri lateteral sampai pada tulang duduk atau tuber ischii menggunakan
pita ukur
4. Tinggi pundak (cm), diukur pada posisi sapi tegak pada bidang yang rata, dari
titik tertinggi pundak melewati belakang scapula tegak lurus ke tanah
menggunakan tongkat ukur
5. Tinggi panggul (cm), diukur dari bagian tertinggi pinggul secara tegak lurus
ke permukaan tanah menggunakan tongkat ukur.
6. Lingkar dada (cm) diukur melingkari rongga dada di belakang bahu,
dibelakang siku kaki depan tegak lurus dengan sumbu tubuh, menggunakan
pita ukur
7. Lebar dada (cm), diukur dari jarak terbesar dada sebelah kanan dan kiri pada
posisi pengukuran lingkar dada, menggunakan tongkat ukur
8. Dalam dada (cm) diukur dari bagian tertinggi pundak sampai dasar dada
menggunakan tongkat ukur.
9. Panjang kepala (cm) diukur pada posisi tengah kepala diantara dua tanduk
sampai dibatas hitam mulut, menggunakan pita ukur
10. Lebar kepala (cm) diukur jarak diantara kedua tonjolan tulang mata
menggunakan pita ukur.
Teknik pengukuran parameter tersebut di atas, disajikan pada Gambar 2.2.

5

8
6

4

3

10
0
9

1

99

Gambar 2.2 Metode pengukuran ukuran-ukuran tubuh
Pemeliharaan Sapi
Pemeliharaan sapi penelitian dilakukan selama 58 hari dengan masa
adaptasi terhadap lingkungan kandang dan pakan selama 2 minggu. Pola
pemeliharaan menggunakan kandang individual. Pakan yang diberikan jerami
padi dan konsentrat diberikan berdasarkan bahan kering 2,5 - 3% dari bobot
badan, air minum diberikan ad libitum. Pakan diberikan dua kali sehari, yaitu
pada pukul 09.00 dan 16.00 WIB. Pertambahan bobot badan harian (PBBH)
dihitung dengan rumus :

9
Bobot badan akhir - Bobot badan awal
PBBH =
58 hari
Pada akhir pemeliharaan sapi dipotong di Rumah Pemotongan Hewan (RPH),
adapun peubah yang diukur adalah :
1. Bobot potong adalah hasil penimbangan sapi sebelum dipotong
2. Bobot karkas panas adalah hasil penimbangan karkas setelah pemotongan.
3. Persentase karkas adalah perhitungan berdasarkan perbandingan bobot
karkas panas dengan bobot potong dikalikan 100%
Sebagai pembanding dilakukan penghitungan parameter di atas pada sapi
bali di RPH Lombok, sapi PO di RPH Fapet –IPB dan sapi hasil persilangan di
RPH Tasikmalaya.
Analisis Data
Perbedaan parameter bobot badan dan ukuran tubuh pada kedua populasi
penelitian dianalisis dengan Uji T. Selanjutnya untuk persentase karkas dilakukan
analisis varians dengan data pembanding persentase karkas sapi bali, PO dan
persilangan menggunakan PROC.GLM (SAS. 9.13), model matematikanya
sebagai berikut :
Y = µ + αi + єij
Keterangan
Y
µ
αi
єij

=
=
=
=

Persentase karkas
Rataan umum
Pengaruh bangsa sapi ke-i
Pengaruh galat

Adapun Rumus Uji T adalah sebagiai berikut :
�=

� − �

� √



+



∑�= � − � ² + ∑�= � − � ²

� =
� + � −

Keterangan
� dan � = rataan bobot badan dan ukuran tubuh di subpopulasi Tambaksari
dan subpopulasi Cijulang
� dan � = jumlah sapi di subpopulasi Tambaksari dan Cijulang

= ragam gabungan
Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Warna Bulu
Introduksi IB dengan sapi eksotik yang intensif, mengubah pola
pemeliharaan sapi lokal ciamis, yaitu peternak memelihara sapi lokal sebagai
indukan untuk IB, sehingga di lapangan tidak ditemukan sapi jantan dewasa,
dengan demikian identifikasi warna bulu hanya dilakukan pada sapi betina
dewasa. Warna bulu yang ditemukan pada sapi lokal ciamis betina dapat
dikelompokkan menjadi 8 warna (Gambar 2.3), yaitu coklat kehitaman, merah

10
kecoklatan, coklat muda, putih kecoklatan (pisistan), abu-abu, putih, hitam, dan
bercak coklat putih.
Hasil penelitian menunjukkan warna bulu dominan dengan frekuensi
tertinggi di kedua daerah penelitian adalah merah kecoklatan, diikuti oleh warna
coklat muda di Tambaksari dan warna putih kecoklatan (pisitan) di Cijulang
(Tabel 2.1). Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian warna
bulu pada sapi lokal Indonesia yang menunjukkan warna bulu dominan adalah
merah kecoklatan (merah bata/coklat kemerahan). Pada sapi aceh betina,
Abdullah (2008) menyatakan warna dominan sapi tersebut adalah merah bata
sebesar 33.75% diikuti coklat muda 31%. Penelitian Sarbaini (2004)
mengemukakan warna dominan sapi pesisir Sumatra Barat adalah merah bata
(34.36%), diikuti warna kuning (25.51%). Selanjutnya Utomo et al. (2012)
mengemukakan warna dominan pada sapi katingan betina adalah coklat
kemerahan sebesar 27%, diikuti oleh warna coklat muda (14.1 %) dan coklat sapi
bali (13. 8%).
Tabel 2.1 Sebaran warna bulu sapi lokal ciamis betina dewasa
Tambaksari
Warna Bulu
Coklat kehitaman
Merah kecoklatan
Coklat muda
Putih kecoklatan (Pisitan)
Abu-abu
Putih
Hitam
Bercak coklat putih

Coklat kehitaman

Cijulang

Rataan

Jumlah

Frekuensi

Jumlah

Frekuensi

Jumlah

Frekuensi

(ekor)

(%)

(ekor)

(%)

(ekor)

(%)

1
18
7
5
6
2
1

2.5
45.0
17.5
12.5
15.0
5.0
2.5

2
25
4
11
2
8
-

3.8
48.1
7.7
21.2
3.9
15.4
-

3
43
11
16
2
14
2
1

3.3
46.7
12.0
17.4
2.2
15.2
2.2
1.1

Merah kecoklatan

11

Coklat muda

Abu-abu

Hitam

Putih kecoklatan (Pisitan)

Putih

Bercak coklat putih

Gambar 2.3 Variasi warna bulu sapi lokal betina di Ciamis
Warna bulu pada sapi ditentukan oleh ada tidaknya melanin, yang terbagi
atas dua kelompok warna, yaitu eumelanin yang menentukan warna hitam atau
coklat dan phaeomelanin yang menentukan warna merah, coklat kemerahan, tan
dan kuning (Olson 1999; Klungland et al. 1995; Gil et al. 2007). Regulator utama

12
untuk tata warna bulu tubuh pada sapi adalah gen Melanocortin Receptor 1
(MC1R/melanocyte stimulating hormone receptor). Variasi alel MC1-R diantara
bangsa sapi menghasilkan perbedaan warna bulu (Klungland et al. 2008). Lokus
MC1-R atau Extension locus (E) terdiri dari tiga alel, ED untuk hitam dominan, E+
alel tipe liar yang bertanggung jawab terhadap warna coklat kehitaman dengan
variasi warna hitam (kepala, leher, kaki, bagian belakang dan ekor) dan tipe e
resesif untuk warna merah, dengan tingkat dominasi ED > E+ > e. Lokus E
mengatur produksi tirosinase, jika produksi tirosinase rendah akan menghasilkan
pigmen phaeomelanin (merah/ee) dan sebaliknya jika produksi tirosinase tinggi
akan menghasilkan pigmen eumelanin (hitam/ ED _) (Olson 1999). Warna lain
pada sapi adalah hasil modifikasi sederhana dari tiga warna dasar yaitu hitam
(ED), tipe liar (coklat-merah-hitam) ( E+) dan merah (ee). Variasinya disebabkan
karena pengaruh gen/lokus lain yang terlibat mengontrol warna bulu, dengan
pengaruh lightening yang menghapus warna. Gen lain yang terlibat dalam warna
bulu adalah lokus A (agouti), BR (brindle), TYR dengan lokus C (albino), D
(dilution), dn (dun) dan S, R, Bl (spotted) (Olson 1999). Paling tidak ada tujuh
lokus yang terlibat dalam pengaturan warna bulu (Kantanen et al. 2000).
Warna dominan merah kecoklatan pada sapi lokal ciamis betina diduga
dipengaruhi oleh lokus EeEe (ee) yang bersifat resesif terhadap ED dan E+. Hasil
penelitian Utomo et al. (2012 ) pada sapi katingan betina, menduga bahwa warna
dominan coklat kemerahan diatur oleh gen resesif ee. Selanjutnya Kantanen et al.
(2000) mengemukakan bahwa pada sapi Nordic ditemukan lokus Ee jika resesif
EeEe menghasilkan warna merah. Variasi warna merah kecoklatan pada sapi lokal
ciamis, yaitu warna coklat muda dan putih kecoklatan (pisitan) diduga
dipengaruhi juga oleh lokus D (dilution), lokus Dun (dn) atau Agouti (aiaw).
Olson (1999) mengemukakan bahwa variasi warna merah terang pada sapi
Simental disebabkan oleh adanya gen dilusi pada kondisi heterozigot (eeDsds),
sedangkan kuning terang/tan dipengaruhi gen dilusi dalam keadaan homozigot
(eeDsDs). Selanjutnya Olson (1999) menyatakan bahwa ternak dengan warna
bulu krem, seperti halnya pada program crossbreeding Brahman dan Brown Swiss
dengan Red Angus, mungkin merupakan hasil kombinasi heterozigot lokus
Agouti ai atau aw dengan dn (Dun).
Pada populasi sapi lokal betina di Tambaksari ditemukan warna bulu
hitam (5.0%), diduga warna ini dipengaruhi oleh alel dominan ED. Variasi warna
abu-abu dipengaruhi oleh gen ED dan D (dilusi) yang bersifat dominan (ED_/D_).
Frekuensi warna putih pada populasi Cijulang cukup tinggi (15.4%), warna ini
diduga dipenngaruhi oleh alel E+, lokus Br (brindel) dan lokus Agouti. Olson
(1999) mengemukakan bahwa eumelanin (hitam) dibatasi oleh gen Br (brindel)
dan warna merah dihapus oleh lokus dn dan bekerja bersama dengan lokus Agouti
(ai atau aw), dapat menghasilkan warna putih. Pada populasi sapi ini ditemukan
juga warna tipe liar (merah kehitaman), di Tambaksari sebesar 2.5 % dan di
Cijulang sebesar 3.8% yang diduga diatur oleh alel E+ dan lokus Agouti (A+).
Ukuran-ukuran Tubuh
Ukuran tubuh merupakan salah satu parameter penting untuk
mengidentifikasi sumber daya genetik ternak, karena selain dapat digunakan
untuk pembeda antar bangsa, dapat juga digunakan untuk analisis jarak genetik
diantara bangsa ternak. Di lapangan parameter ini sering kali digunakan untuk

13
menduga bobot badan ternak ketika alat timbang tidak tersedia. Rataan bobot
badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi lokal Ciamis disajikan pada Tabel 2.2.
Keragaman bobot badan baik di Tambaksari maupun di Cijulang cukup
tinggi, masing-masing sebesar 13.77% dan 12,46%, hal ini diduga bobot badan
merupakan parameter kuantitatif yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
termasuk tatalaksana pemeliharaan dan pemberian pakan. Kondisi dilapangan
menunjukkan ada dua sistem pemeliharaan, yaitu petani yang tidak memiliki
sawah atau ladang, sapinya dikandangkan sepanjang hari, sedangkan jika petani
memiliki sawah dan ladang, siang hari sapi digembalakan di kedua tempat
tersebut dan malam dikandangkan serta masih diberikan rumput.
Keragaman ukuran tubuh di kedua daerah penelitian relatif rendah, kecuali
lebar dada. Hal ini disebabkan ukuran tubuh yang diidentifikasi diperoleh dari
sapi dewasa yang sudah tidak mengalami pertumbuhan lagi, dan pengukuran
ukuran tubuh cenderung mengukur kerangka tubuh. Kerangka tubuh berkaitan
dengan pertumbuhan tulang, Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa pada umur
penggemukan sekitar 2-3 tahun tingkat pertumbuhan tulang sudah mulai menurun,
dan proses selanjutnya adalah peningkatan bobot daging dan lemak.
Tabel 2.2 Rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi lokal betina dewasa
di Ciamis
Tambaksari
Parameter
Bobot badan (kg)

Cijulang

Rataan Populasi

Rataan ± sd

KK
(%)

Rataan ± sd

KK
(%)

Rataan ± sd

KK
(%)

257.32a ± 35.44

13.77

275.64b±34.36

12.46

267.68 ±35.81

13.38

a

b

P. badan (cm)
121.95 ± 5.94
4.87 124.73 ± 6.56
5.26 123.52 ± 6.42
5.19
a
b
T. pundak (cm)
114.10 ±3.86
3.38 116.06 ± 4.60
3.96 115.21 ± 4.38
3.80
T. panggul (cm)
118.24 a ± 4.37
3.69 120.56b ± 4.99
4.14 119.55 ± 4.85
4.05
a
b
Lkr. dada (cm)
150.59 ± 7.60
5.05 154.16 ± 6.63
4.30 152.61 ± 7.25
4.75
Lbr dada (cm)
25.23 a ± 3.26
12.93 29.33 b ± 2.56
8.72 27.55 ± 3.52
12.79
Dlm dada (cm)
53.30 a ± 5.16
9.67 55.78b ± 3.37
6.04 54.70 ± 4.39
8.03
P. Kepala (cm)
40.99 a ± 2.10
5.11 41.46 a ± 2.84
6.85 41.26 ± 2.54
6.16
a
a
Lbr Kepala (cm)
17.33 ± 1.15
6.66 17.58 ± 1.45
8.25 17.48 ± 1.33
7.62
Keterangan : sd = standar deviasi; KK = koefisien keragaman; P = panjang , T = Tinggi; Lkr =
lingkar ; Lbr = lebar; Dlm = dalam. Huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata (P