Pandangan Hukum PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG

Selain qishas hukuman lain juga dapat diterapkan bagi pelaku penganiayaan, yaitu dengan hukuman pengganti diyat, jika sikorban meminta kepada hakim tentang hal tersebut. Tidak samapai disitu, pelaku penganiayaan menurut Imam Malik penganiayaan secara disengaja berhak dita’zir, baik ia berhak di-qishas maupun tidak karena adanya syubhat penghalang, ampunan atau akad damai. 22 Sejalan dengan pendapat di atas, “penganiayaan” Dalam Perdes ini diatur dalam Pasal 8 yang ancaman hukumannya 20 kali cambuk dan dapat dihapus hukumannya jika si-korban memaafkan pelaku dan atau diserahkan kepihak kepolisian untuk diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Dapat disimpulkan bahwa pidana cambuk dalam kajian hukum Islam ini menunjukkan bahwa efek jera yang ditimbulkan sangatlah berdampak positif bagi orang yang melakukan dan keengganan orang yang melihat penghukuman dengan cara ini untuk tidak melakukan perbauatan yang sudah dilarang tersebut. Disisi lain keistimewaan yang terdapat dalam pidana cambuk ini sangatlah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan hak-hak bagi pihak yang dirugikan korban.

B. Pandangan Hukum

Positif Dalam kajian hukum pidana Islam, pidana cambuk merupakan suatu bentuk hukuman yang menimbulkan efek jera bagi para pelaku pidana jarimah. Hal ini dimaksudkan untuk terbentuknya maqasidu as-sayri’ah. Di mana akan terciptanya 22 Lihat Ibid, Audah: Ensiklopedi Hukum Pidana islam, h. 65-67. hifdzu al-din terjaganya agama, hifdzu an-nafs terjaganya jiwa, hifdzu al-‘aql terjaganya akal sehat, hifdzu an-nasl keturunan atau kehormatan, hifdzu al-mal terjaganya harta. Terlepas dari hukum cambuk yang dierapkan oleh aparatur Desa Padang, bagi pelaku zina, menuduh orang lain melakukan zina, laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berduaan ditempat sunyi dan bepergian tanpa mendapat izin dari orang tua atau wali, menjual dan meminum minuman keras, judi dan penganiayaan, hukum positif KUHP tidak menganal tentang hukuman cambuk bagi pelakunya. Secara keseluruhan sedikitnya pelarangan di atas sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KHUP. Akan tetapi secara zhahiriyah nyata ketentuan sanksi hukumannya “berbeda” misalnya seperti: 1 Mengenai Zina perselingkuhan atau overspel dan Khalwat permesuman Zina dalam hukum positif yang terdapat dalam KUHP Pasal 284 23 tercantum sebagai perbuatan “mukah” atau perselingkuhan overspel antara suami atau isteri yang termasuk kedalam “Kejahatan Terhadap Kesusilaan”, dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan bulan. Menurut Drs. P.A.F Lamintang 24 , perbuatan ini 23 Lihat Andi Hamzah, KUHP KUHAP, Cet. ke- 14 Jakarta: Rineka Cipta, 2007, h. 114. 24 Lamintang, Delik-Delik Khusus, Cet. I. Bandung: Mandar Maju, 1990, h. 87-88. merupakan suatu perbuatan tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja. Perlu diketahui bahwa dalam hukum positif tidak diatur sanksi hukuman bagi perbuatan hubungan layaknya suami-isteri yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi. Menurut Neng Jubaedah S.H. M.H 25 dalam bukunya yang berjudul Porno Grafi dan Porno Aksi; Di Tinjau dari Hukum Islam, berpendapat bahwa perbuatan khalwat mesum adalah perbuatan berduaan antara laki-laki dengan perempuan atau antara sejenis kelamin yang bertujuan untuk melakukan maksiat baik secara sembunyi-sembunyi atau dimuka umum, baik ditempat gelap atau terang, baik ditempat yang tidak bergerak maupun dikendaraan-kendaraan umum. Adapun ketentuan sanksi hukuman bagi pelaku khalwat dalam Perdes ini pasal 10 ayat 3 26 . Hemat penulis, dalam hukum positif telah ditentukan mengenai hukuman bagi pelaku. Yaitu dengan meng-illat-kannya dengan suatu perbuatan yang dapat meresahkan orang lain karena perbuatannya bertentangan dengan norma yang dianut oleh bangsa ini. Perlu diketahui bahwa dalam hukum positif kedua perbuatan ini termasuk kedalam delik aduan. 25 Neng Jubaedah, Porno Aksi dan Porno Grafi; Di Tinjau Dari Hukum Islam, Cet. I, Bogor: Kencana, 2003, h.255. 26 Yaitu peringatan atau teguran dan atau mendapat hukum cambuk jika orang tua atau wali merasa keberatan, atau dilimpakan kepihak kepolisian untuk diproses sesuai hukum KUHP ; 2 Mengenai Menuduh Orang Lain Berzina Tanpa Empat Orang Saksi fitnah 27 Jika demikian halnya, apa yang diartikan oleh Topo Santoso qadzaf itu sama dengan fitnah, maka menurut penulis mengutip dari Wirjono Prodjodikoro 28 , memfitnah laster diatur dalam Pasal 311 KUHP, di mana sipelaku harus membuktikan kebenaran tuduhannya. Jika gagal, tuduhan itu dilakukan dengan diketahui kebohongan dari tuduhan itu, maka ia dapat dihukum karena memfitnah dengan hukuman lebih berat, yaitu maksimum empat tahun penjara dan dicabut ha- hak yang dimuat dalam Pasal 35 nomor 1, 2, dan 3. 3 Mengenai Menjual dan Meminum minuman Beralkohol dan Zat Aditif Lainnya Mengenai hal ini, hukum positif sudah mengaturnya dalam Kitab Undang- undanh Hukum Pidana KUHP masuk kedalam tindak pidana Kejahatan Terhadap Kesusilaan bagi penjualnya dikenakan Pasal 300 ayat 1 angka 1 yaitu “Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah bagi orang yang sengaja menjual atau memberikan minuman yang memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk.” 29 Sedangkan bagi 27 Lihat Ibid, Topo Santoso: h. 200. 28 Wirjono Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Cet. I. Ed. ke-3, Bandung, Refika Aditama, 2003, h. 101. 29 Lihat Ibid, Hamzah: h, 120. peminumnya sendiri disebutkan dalam buku ketiga Pasal 492 ayat 1 KUHP “Tentang Pelanggaran Keamanan Umum Bagi Orang Atau Barang dan Kesehatan”. 30 Selain itu juga diperkuat dengan adanya Keputusan Presiden KeppresNomor 30 Tahun 1997 Tentang Pengawasan Dan Pegendalian Minuman Beralkohol 31 dan Undang-undang Nomor 29 Tahun 1947 Tentang Cukai, Cukai Minuman Keras 32 . Pasal 5 ayat 1 Dilarang mengedarkan dan atau menjual minuman beralkohol sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat 2 ditempat umum, kecuali hotel, bar, restoran, dan ditempat tertentu lainnya, yang ditetapkan oleh BupatiatauWalikota Madya, Kepala Daerah Tingakat II dan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk Daerah Khusus Ibukota. 4 Mengenai Perjudian Perjudian merupakan suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan. Menurut Aziz Syamsuddin 33 dalam bukunya “Dekriminalisasi Tindak Pidana Perjudian” sikap pemerintah terhadap perjudian tidak terlepas dari 30 Lihat Ibid, h. 195 “ Barang siapa dalam keadaan mabuk dimuka umum merintangi lalu lintas, atau mengganggu ketertiban, atau mengancam keamanan orang lain, atau melakukan sesuatu yang harus dilakukan dengan hati-hati atau dengan mengadakan tindakan penjagaan tertentu lebih dahulu agar jangan membahayakan nyawa atau kesalahan orang lain, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.” 31 Keputusan Presiden Nomor. 30 Tahun 1997 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Minuman Beralkohol di akses dari www.bnn.go.id pada 15 Juni 2010. 32 UU Nomor. 29 Tahun 1974 Tentang Cukai, Cukai Minuman Keras. Diakses dari http:www.jdihukum.banten.go.id 33 Aziz Syamsuddin, Dekriminalisasi Tindak Pidana Perjudian, Cet. I, Jakarta: tanpa penerbit, 2007, h. 85-90. kriminalisasi perjudian sebagi suatu tindak pidana, sebagaimana ditegaskan dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, setidaknya ada 5 lima peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagai bentuk kebijakan hukum pidana criminal law policy tentang perjudian sebagai tindak pidana kejahatan. Antara lain adalah: 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP Pasal 303 ayat 1, Pasal 542 ayat 1 dan 2, dengan ketentuan sanksi pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah. 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Pajak Daerah. Menurutnya Undang-undang ini juga mengisyaratkan Kepala Daerah untuk memungut pajak dan atas izin mengadakan perjudian. 3 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1973 tentang Larangan Berjudi bagi Pegawai Negeri dan Anggota TNI. 4 Undang-undang Nomor 07 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian. 5 Peraturan Pemerintah Nomor 09 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Undang- undang Nomor 07 Tahun 1974. 5 Mengenai Penganiayaan Penjelasan mengenai “penganiayaan” dalam Perdes Muslim Padang ini adalah “Suatu tindakan fisik baik dengan alat atau tanpa alat yang dapat menyebabkan orang lain merasa sakit dan orang tersebut tidak menerima perlakuan yang ditimpakan kepada dirinya”. Dan perbuatan tersebut dikenai sanksi dengan hukuman cambuk sebanyak 20 kali cambukan dan dapat dihapus hukumannya apabila sikorban memaafkan pelakunya dan atau selanjutnya di lanjutkan kepihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hukum positif sebenarnya aturan hukum mengenai “pengaiayaan” sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP berikut dengan sanksinya. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP ada 7 macam “penganiayaan” antaranya yaitu: 1. Penganiayaan biasa Pasal 351 KUHP. 2. Penganiayan ringan Pasal 352 KUHP. 3. Penganiayaan yang direncanakan lebih dahulu Pasal 353. 4. Penganayaan yang disengaja untuk melukai berat Pasal 354. 5. Penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu Pasal 355. 6. Penganiayaan terhadap orang-orang tertentu dan dengan menggunakan benda- benda yang membahayakan kesehatan orang Pasal 356 KUHP. 7. Penyerangan atau perkelahian Pasal 358 KUHP. 34 Sanksi bagi pelaku penganiayaan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP adalah sebagai berikut: 1 Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 34 M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu; Di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cet. ke-2, Bandung: Remaja Karya, 1986, h. 134. 2 Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 3 Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 4 Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 5 Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 6 Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 35 Melalui pandangan hukum positif ini bahwa dalam Peraturan Desa Muslim Padang selain terdapat hukum pidana Islam juga terdapat hukum positif. Di mana dalam pandangan hukum positif bahwa secara keseluruhan peraturan yang terdapat dalam Perdes Muslim Padang ini sudah diatur sebelumnya oleh Kitab Undang- undang Hukum Pidana KUHP. Akan tetapi jika dilihat dari asas keadilan dapat dibandingkan antara hukum Islam dan hukum positif. Di mana dapat disimpulkan bahwa dalam hukum Islam dalam hal ini pidana cambuk tidak serta merta merampas kemerdekaan seseorang yang dikenai hukuman melainkan memberi kesempatan baginya untuk tetap 35 Ibid, Hamzah, KUHP KUHAP; h. 137. menjalani kehidupan seperti biasa tanpa menghilangkan efek jera yang ditimbulkan dari hukum yang dikenakan padanya. Beda halnya dengan hukum positif dalam hal ini pidana kurungan atau penjara, selain merampas kemerdekaan seseorang, juga dapat membuka peluang kembali terjadinya kejahatan yang dilakukan pelaku karena efek jera yang ditimbulkan atas hukuman tersebut kurang begitu mengena padanya. Contoh seperti, seorang kepala keluarga yang mempunyai dua anak yang masih balita. Dan ia terbukti meminum minuman keras dan kemudian ia melakukan penganiayaan terhadap orang lain. Dalam hukum positif perbuatan tersebut diancam dengan hukuman penjara dengan wawktu yang telah ditentukan. Selama dalam penjara si Ayah tersebut tidak bisa menafkahi keluarganya. Akan tetapi di dalam hukum Islam si Ayah tersebut hanya mendapatkan hukuman badan berupa cambuk didepan orang banyak pada waktu itu saja dan setelahnya ia dapat kembali mencarinafkah untuk isteri dan kedua anaknya. Dengan demikian jika ditela’ah lebih dalam lagi hukum Islam dan hukum positif sejatinya sama-sama bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, hanya saja kedua hukum di atas memang selalu berbeda dalam pelaksanaan hukumannya. Dan keduanya mempunyai kelebihan dan kesamaan masing-masing tergantung orang yang menialainya dari sisi mana ia melihat.

C. Analisis Penulis Mengenai Perdes Muslim Padang dengan Undang-