ANALISIS DAN REKOMENDASI SUMBER-SUMBER PENERIMAAN DAERAH DARI BAGI HASIL
SUB SEKTOR PERKEBUNAN
I. PENDAHULUAN
Pemerintah daerah yang wilayahnya terdapat perkebunan-perkebunan besar khususnya perkebunan besar negara, telah lama menuntut kepada pemerintah pusat
agar memperoleh sebagian porsi penerimaan pemerintah pusat dari sub sektor perkebunan ini. Sayangnya, gaung tuntutan ini masih sebatas gema suara karena
sampai sekarang belum juga direspon oleh pemerintah pusat, terbukti dalam UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah belum diatur dana
bagi hasil dari sub sektor perkebunan. Dana bagi hasil DBH menurut UU No.33 tahun 2004 hanya bersumber dari pajak dan sumberdaya alam.
II. PORSI DANA BAGI HASIL DARI PAJAK
Sumber dana bagi hasil DBH dari pajak terdiri atas PBB, BPHTB, PPh WPOPDN dan PPh pasal 21. Berkaitan dengan sub sektor perkebunan, kontribusinya
terhadap empat jenis pajak ini telah mereka penuhi sebagaimana lazimnya dengan obyek pajak di luar sub sektor perkebunan. Persentase pembagiannya antara
pemerintah pusat dan daerah dengan jelas telah pula diatur dalam UU tersebut. Dengan demikian pemerintah daerah sebenarnya telah menerima DBH dari sub sektor
perkebunan melalui pembagian empat jenis pajak tersebut. Masalahnya adalah daerah yang di wilayahnya terdapat perkebunan-perkebunan besar ingin memperoleh porsi
yang lebih besar lagi. Bahkan ada usulan agar PBB khusus untuk lahan perkebunan
Murbanto Sinaga : Analisis dan Rekomendasi Sumber-Sumber Penerimaan Daerah daril…, 2006
USU Repository © 2006
2
diklasifikasikan atas 3 bagian yaitu lahan yang tanamannya belum menghasilkan, tanaman menghasilkan dan tanaman tua. Apakah tuntutan atas porsi lebih DBH dari
pajak ini dapat terealisasi? Jawabannya “ya” tapi prosesnya pastilah berliku-liku dan memerlukan proses waktu yang relatip sangat lama. Alasannya sederhana, untuk
merubah DBH dari pajak harus dirubah pula minimal 4 empat undang-undang yang terkait yaitu UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, UU No.33 tahun 2004
tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, UU tentang pajak dan UU No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan. Bagi daerah, tentulah memerlukan kesabaran ekstra
menunggu proses dan waktu perubahan undang-undang dimaksud. Perlu waktu bertahun-tahun, bahkan bisa saja rezim telah berganti, namun perubahan UU
dimaksud belum kunjung terealisasi.
III. PORSI DANA BAGI HASIL DARI SUMBERDAYA ALAM