2
4. Jaman baru modern, sejak masuknya anasir-anasir Barat dan teknik modern pada kira-kira tahun 1900 sampai dewasa ini.
Tentunya pembahasan tentang arsitektur Bali akan menampilkan kronologis yang berbeda dengan pembagian sejarah kebudayaan Indonesia menurut Soekmono. Karena titik tolak
bahasan kita disini adalah pada latar belakang dari keberadaan hasil-hasil karya arsitektur di Bali.
Hanya saja patut dimaklumi, bahwa berbicara tentang arsitektur mau tidak mau, suka tidak suka kita akan membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan dan sejarah
manusia. Van Romondt menyatakan dalam definisinya bahwa Arsitektur adalah berkenaan dengan kegiatan manusia, ruang dan kebudayaan manusia. Demikian pula dinyatakan
bahwa mempelajari sejarah jatuh bangunnya kota Roma berarti mempelajari perjalanan arsitektur Romawi. Dua alasan ini mungkin cukup bagi kita untuk memaklumi bahwa jikalau
kita hendak membicarakan arsitektur, berarti kita juga membicarakan sejarah dan kebudayaan manusianya.
Kenyataannya, memang ada hubungan antara kebudayaan dengan arsitektur. Dalam hal ini kebudayaan melihat arsitektur sebagai hasil-hasil budaya atau wujud ketiga dari
kebudayaan itu sendiri wujud kebudayaan itu ada tiga, yakni: gagasan; aktivitas dan hasil- hasil budaya. Sedangkan arsitektur itu sendiri oleh Vitruvius Polio abad I Masehi
menyebutkan berkaitan dengan tiga hal seperti:firmitasbentuk; venustaskeindahan dan utilitaskegunaan. Berkaitan dengan utilitas, dimana utilitas diartikan sebagai kegunaan
atau adanya fungsi, dan seperti diketahui bahwa fungsi lahir dari adanya aktivitas. Sebagai contoh dalam arsitektur dikenal adanya ruang kerja atau ruang terima tamu, adanya fungsi
ruang sebagai tempat kerja adalah karena adanya kegiatan bekerja yang dilakukan oleh orang-orang yang berkegiatan kerja didalam ruang tersebut. Demikian juga dengan ruang
tamu, hadir karena adanya fungsi untuk menerima tamu dan itu berarti ada kegiatan menerima tamu dalam ruang tersebut.
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumusakan beberapa hal tentang Arsitektur
Bali Purba, sebagai berikut :
1. bagaimanakah cara hidup dan pola menetap orang Bali pada jaman purba kira-kira abab 15 sampai dengan 3 SM ?
2. bagaimanakah konsep arsitektur tradisional Bali pada jaman Batu yang ditertapkan sampai saat ini ?
3. bagaimanakah penataan permukiman orang Bali pada abad ke 9 Masehi terkait dengan prinsip-prinsip yang melatarbelakanginya
II. PEMBAHASAN 2.1 Hasil-Hasil Penelusuran
Ada tiga jenis hasil-hasil kebudayaan di Bali yang dapat dikaitkan dengan aspek arsitektur pada saat jaman prasejarah di Bali Bali Purba, yakni: Sarkofagus; Nekara; Punden
berundak-undak dan Menhir.
1. Sarkofagus
Sarkofagus atau keranda adalah hasil budaya berupa peti mayat yang termasuk dalam kebudayaan masa Megalithikum Soekmono, 1981
– 72. Sarkofagus berasal dari kata sart artinya daging danphagein artinya memakan, jadi sarkofagus secara literleks
berarti pemakan daging. Maksudnya karena mayat yang ditempatkan didalam peti lama- kelamaan akan busuk dan lenyap Ardana, 1982
– 14.
3
Mengapa sarkofagus kita masukkan ke dalam bahasan arsitektur Bali? karena Arsitektur Tradisional Bali ATB yang kita terima sekarang punya latar belakang atau dilatari oleh
konsep “keluhuran”, artinya menghormati leluhur dalam bentuk proses penanaman mayat, kemudian pengabenan dan memukuratau nyekah dan terakhir upacara ngelinggihang
Hyangdewa atau dewapitara di Sanggah KemulanArdana, 1982 – 15.
Di samping itu juga adanya kepercayaan pada hulu-teben atas-bawah yang ditampilkan dalam wujud meletakkan arah kepala mayat kearah bukit atau gunung, kepercayaan ini
merupakan keyakinan masyarakat Bali pada masa itu bahwa roh nenek moyang atau leluhur mereka berada di tempat ketinggian atau gunung. Konsep ini hulu-teben sampai
sekarang masih berlaku dalam setiap perencanaan lingkungan perumahan di Bali. Pola orientasi penataan desa-desa tradisional di Bali juga masih menerapkan konsep hulu-
teben ini. Penghormatan kepada para leluhur pada masa ini berlanjut hingga kini, di Bali banyak
ditemukan tempat suci yang bertujuan untuk menghormati leluhurnya. Seperti sanggah atau pemerajan dapat dijumpai hampir disetiap pekarangan rumah tinggal di Bali. Polanya juga
berkembang dari sanggah ini melebar ke merajan agung, panti sampai kepada kawitan leluhurnya.
Ada suatu pemikiran dimana awal peristiwa pengabenan kita perkirakan bahwa itu murni kebudayaan asli yang ada di Bali. Ternyata pada abad 8 SM di Yunani Bertens, 1984
– 15. sesuai dengan hasil kesusastraannya yang terkenal berjudul Ilias dan Odyssea sebuah
puisi karya Homeros yang kemudian di filmkan dengan judul The Troya catatan: kalau data ini mengandung suatu kebenaran, disini ada sebuah prosesi pembakaran mayat yang
memiliki kesamaan dengan apa yang kita kenal di Bali sebagai bentuk pengabenan. Terutama dalam hal adanya Bale Gumi di dalam film itu jelas divisualisasikan suatu bentuk
tempat yang ditinggikan guna menempatkan mayat pahlawan yang akan dikremasi tersebut. Demikian pula sebelum pembakaran dimulai kedua mata sang mayat diberi dua buah kaca
terlebih dahulu, dan hal ini dijumpai pula peristiwa yang semacam itu hingga saat ini di Bali. Lengkap diceritakan bahwa setelah 12 hari terhitung sejak pembakaran dilakukan, diadakan
upacara kembali, hal ini di Bali kita kenal sebagai bentuk upacara ngerorasin. Tentu ini menimbulkan suatu pertanyaan, apakah ini sebuah kebetulan atau memang ada suatu
peristiwa yang memang memungkinkan peradaban dua bangsa dapat saling mempengaruhi?
[1] Prinsip-prinsip dalam orientasi prosesi penghormatan terhadap leluhur inilah yang menjadi
pedoman disain dalam ATB yang diwarisi hingga kini. Yakni orientasi kaja-kelod. Termasuk didalamnya pengaturan waktu-waktu untuk pelaksanaan atau kegiatan yang berlangsung.
Karena arsitektur tidak hanya diartikan sebagai penataan bentuk namun juga tata waktu Robi, 1983- hal 171.
2. Nekara