4
dilakukan terhadap 940 siswa sekolah dengan umur 3 – 10 tahun di Colombia
ditemukan sebanyak 60 mengalami
flat foot
Enrrique
et al.,
2012. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Bhoir
et al
. 2014, terhadap 80
mahasiswa fisioterapi dengan umur antara 18 – 25 tahun di India ditemukan
sebanyak 11.25 mengalami
flat foot.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita serta tidak terdapat korelasi antara indeks
massa tubuh dengan
arch index.
Sedangkan berdasarkan studi pendahuluan yang telah saya lakukan pada mahasiswa Fisioterapi semester 1, 3 dan 5 di
Universitas Muhammadiyah Surakarta terdapat 20 mahasiswa yang mengalami
flat foot
. Menurut Ridjal 2016, kolaps yang terjadi pada arkus
longitudinal medial
kaki pada
flat foot
mengakibatkan kaki hiperpronasi sehingga berat badan ditransfer ke depan selama berjalan kaki. Kolaps
pada arkus
longitudinal medial
kaki juga dapat meregangkan ligamen dan
plantar fascia
yang dapat mengakibatkan
plantar fasciitis
. Kedua hal ini akan mempengaruhi aktivasi otot tungkai.
Pemeriksaan aktivasi otot dapat menggunakan
surface electromyography
SEMG. SEMG
merupakan suatu
alat biomekanik
yang dapat
membandingkan aktivasi otot saat terjadi kontraksi Standifird et al., 2010. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Murley
et al.
2009, menunjukan adanya
hyperactivity
pada otot
tibialis anterior
saat
stance phase
dengan menggunakan
surface electromyography
SEMG pada kondisi
flat foot
yang dibandingkan dengan
normal foot.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian, yaitu adakah perbedaan
muscle activation
pada otot
tibialis anterior
dan
triceps surae
saat
stance phase
pada kondisi
flat foot
dibandingkan dengan
normal foot
? Dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan
muscle activation
pada otot
tibialis anterior
dan
triceps surae
saat
stance phase
dalam kondisi
flat foot
dibandingkan dengan
normal foot
.
5
2. METODE
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah observasional dengan metode
cross sectional
. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini memilih sampel dengan dengan menggunakan
quota sampling
sebanyak 40 responden yang dibagi menjadi 20 responden
flat foot
dan 20 responden
normal foot
. Responden terdiri dari mahasiswa fisioterapi semester 1, 3, 5, dan 7 di
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Muscle activation
akan diperiksa menggunakan
surface electromyography
SEMG, responden akan diminta berjalan diatas
treadmill
dengan kecepatan 1.5 ms, incline 0° selama ± 3 menit dan dengan melalui software MR 3.10 Noraxon aktivasi otot akan direkam.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan pada sampel penelitian menggunakan Uji
Kolmogrov Smirnov
. Data dikatakan normal jikai nilai sig 0.05. Dari penelitian ini didapatkan hasil sig otot
tibialis anterior
sebesar 0.2 berarti data berdistribusi normal, otot
gastrocnemius medial
sebesar 0.004 berarti data berdistribusi tidak normal, otot
gastrocnemius lateral
sebesar 0.002 berarti data berdistribusi tidak normal, otot
soleus
sebesar 0.013 berarti data berdistribusi tidak normal. Dari hasil uji normalitas data diatas, maka dapat
disimpulkan data berdistribusi tidak normal.
3.2 Uji Beda
Peneliti menggunakan uji beda
Mann Whitney
untuk menganalisa apakah ada perbedaan antar variable. Uji
Mann Whitney
digunakan karena data berdistribusi tidak normal. Hipotesis diterima
jika hasil ρ value sig 0.05. Dari penelitian ini didapatkan
nilai ρ value sig dari
tibialis anterior
sebesar 0.001,
gastrocnemius medial
sebesar 0.007,
gastrocnemius lateral
sebesar 0.185, dan
soleus
sebesar 0.003. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan hipotesis diterima pada
muscle activation
otot
tibialis anterior
,
gastrocnemius medial
, dan
soleus
. Namun hipotesis di tolak pada otot
gastrocnemius lateral
.
6
3.3 Pembahasan
Kolapsnya arkus longitudinal medial akibat penurunan fungsi dari
spring ligament complex
akan menyebabkan perubahan biomekanik saat berjalan khususnya pada saat
stance phase
. Perubahan kinematik yang terjadi berupa
overpronation
pada
ankle
,
internal rotation
pada tibia,
inwards
pada
knee
yang akan menyebabkan
genu valgum
serta akan terjadi
anterior pelvic tilt
yang akan menyebabkan
tightness
otot
erector spine
Benedetti et al., 2011. Pada kondisi
normal foot
saat fase
opposite toe off
,
ankle
akan pronasi dan berubah menjadi supinasi sampai fase
opposite initial contact
. Namun pada kondisi
flat foot
akan terjadi
overpronation
pada
ankle
yang tidak diikuti perubahan kearah supinasi Karandagh et al., 2015.
Perubahan kinematik tersebut akan berdampak langsung terhadap
muscle activation
pada
ankle
. Kumpulan otot
invertor
seperti
tibialis anterior
,
extensor hallucis longus
,
tibialis posterior
,
flexor hallucis longus
, dan
flexor digitorum longus
akan mengalami
hyperactivity
saat
stance phase
. Namun sebaliknya kumpulan otot yang berlawanan seperti
triceps surae
,
peroneus brevis
,
peroneus tertius
,
peroneus longus
dan
extensor digitorum longus
akan mengalami
hipoactivity
Hunt et al., 2004 ; Lee et al., 2009 ; Karandagh et al., 2015. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
dan hasil studi sebelumnya, peneliti melakukan analisa bahwa kondisi
flat foot
akan mengalami
muscle imbalance
yang peneliti sebut dengan istilah
flat foot
crossed syndrome
yaitu suatu
sindroma terjadinya
ketidakseimbangan otot pada kumpulan otot agonis dengan antagonis karena perubahan kinematik yang terjadi pada
flat foot
. Hasil analisa data terkait perbedaan
muscle activation
otot
tibialis anterior
,
gastrocnemius lateral
, dan
soleus
saat
stance phase
pada kondisi
flat foot
dengan
normal foot
didapatkan hasil yang signifikan, yaitu terjadi peningkatan
muscle activation
otot
tibialis anterior
pada kondisi
flat foot
dibandingkan dengan
normal foot
. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Murley et al. 2009 pada 30 responden yang mengalami
flat foot
7
dibandingkan dengan 30 responden
normal foot
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
muscle activation
otot
tibialis anterior
saat
stance phase
pada
flat foot
. Namun sebaliknya terjadi penurunan
muscle activation
otot
gastrocnemius lateral
dan
soleus
pada kondisi
flat foot
dibandingkan dengan
normal foot
. Penjelasan yang lebih lanjut mengenai penyebab terjadinya peningkatan
muscle activation
otot
tibialias anterior
yaitu karena selama
stance phase
, otot
tibialis anterior
berfungsi dalam mengurangi pergerakan
plantar flexion
, stabilisasi aktif dari
ankle joint
dan menahan gerakan
overpronation
pada
flat foot
akibat kolapsnya arkus longitudinal medial Portinaro et al., 2014. Peningkatan
muscle activation
ini akan menyebabkan penurunan efisiensi kinerja otot saat berjalan yang seharusnya tidak mengalami
kenaikan dan apabila tidak ditangani dalam waktu yang lama akan menyebabkan
muscle tightness
. Namun di sisi lain, pada otot antagonis yaitu
gastrocnemius medialis
dan
soleus
terjadi penurunan
muscle activation
dalam kondisi
flat foot
terhadap
normal foot
. Berdasarkan biomekanik, otot agonis akan kontraksi secara konsentrik untuk menghasilkan suatu gerakan dan sebaliknya otot
antagonis akan kontraksi secara eksentrik bertujuan untuk mengurangi kecepatan dan pada dasarnya untuk melindungi sendi yang terlibat Croisier,
2004. Sehingga hal ini selaras dengan teori
muscle imbalance
, apabila salah satu otot agonis mengalami
hyperactivity
maka otot yang lainnya antagonis akan mengalami
hipoactivity
Lopata, 2014.
Hipoactivity
pada otot
gastrocnemius medial
dan
soleus
ini akan berdampak pada otot itu sendiri yaitu
muscle fatigue
.
Muscle fatigue
merupakan suatu gejala dimana terjadinya penurunan kekuatan otot setelah melakukan aktivitas fungsional.
Muscle activation
otot
gastrocnemius lateral
tidak terdapat perbedaan yang terlalu signifikan terhadap kelompok normal foot dibandingkan
dengan kelompok
flat foot
. Hal ini terjadi karena perubahan
foot posture
yang terjadi pada
flat foot
tidak terlalu berpengaruh terhadap
muscle activation
yang terjadi saat
stance phase
Twomey at al., 2012. Disisi lain