Kebijakan pemerintah dalam penetapan harga : menurut pespektif ekonomi islam

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
PENETAPAN HARGA BBM
“Suatu Tinjauan dari Perspektif Ekonomi Islam”.

Oleh:
HERMAWAN
101046122381

JURUSAN MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2006

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
PENETAPAN HARGA BBM
“Suatu Tinjauan dari Perspektif Ekonomi Islam”.

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:
HERMAWAN
101046122381

Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I

I. Drs. H. Anwar Abbas, M.Ag, MM
NIP. 131273007

Pembimbing II

II. Dedy Nursamsi, SH, M.Hum
NIP. 150264001

JURUSAN MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2006


KATA PENGANTAR

‫ﻦ ا ﱠﺮﺣِﻴ ِﻢ‬
ِ ‫ِﺑﺴْ ِﻢ ا ﱠﻪِ ا ﱠﺮﺣْ َﻤ‬
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, hanya berkat rahmat dan
petunjuk-Nya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan, sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi Islam pada Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada Nabi besar Muhammmad SAW, sang Periclytos yang menyediakan
kesejahteraan bagi yang dipimpinnya, pimpinan yang menyediakan suatu organisasi
sosial dimana orang-orang merasa aman didalamnya, pimpinan yang menyediakan
suatu bentuk kepercayaan yang benar dan hakiki.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan
dan tantangan. Namun dengan ketekunan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang mendalam kepada :
1. Prof. Dr. H, Amin Suma, SH, MA., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Euis Amalia, M.Ag dan Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, selaku Ketua dan

Sekretaris Jurusan Muamalat, Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.

i

3. Drs. H. Anwar Abbas, M.Ag, MM dan Dedy Nursamsi, SH, M.Hum, selaku
dosen pembimbing yang selalu mengarahkan dengan penuh kesabaran dalam
membimbing penulis.
4. Segenap Dosen di lingkungan Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah
memberikan bekal ilmu yang bermanfaat dalam proses belajar dan pendewasaan
diri dalam hidup dan kehidupan penulis.
5. Pimpinan Perpustakaan beserta seluruh staf-stafnya di lingkungan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah menyediakan sumber referensi.
6. Orang tua kami, H. Asikin dan Ibunda T. Mulyati, serta nenek tercinta Hj.
Rohaeni

yang

banyak


memberikan

dukungan

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan tahun 2001, yang telah sama-sama
menuntut ilmu di kampus tercinta.

Jakarta, Februari 2007

Penulis

ii


DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………….........1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah…………………………………………………6
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian………………………………………………………..7
D. Metode Penelitian……………………………………………………………………...8
E. Objek Penelitian………………………………………………………………………10
F. Sistematika Penulisan…………………………………………………………………10
BAB II. GAMBARAN UMUM BMT AL-KAUTSAR
A. Latar Belakang Berdirinya BMT Al-Kautsar…………………………………………12
B. Struktur Organisasi……………………………………………………………………15
C. Asas, Landasan dan Prinsip BMT Al-Kautsar………………………………………..18
D. Profil Organisasi Al-Kautsar………………………………………………………….19
E. Produk-Produk BMT Al-Kautsar……………………………………………………..19
F. Produk-Produk Al-Kautsar Dalam Dinar Dan Dirham……………………………….20
BAB III. KONSEP DAN SEJARAH DINAR DAN DIRHAM
A. Pengertian Dinar Dan Dirham………………………………………………………...22
B. Dinar Dan Dirham Dari Masa Kemasa
1. Dinar dan dirham pada masa Rasulullah SAW………………………………………..24
2. Dinar dan dirham di zaman Lhulafaurrasyidin………………………………………..25

3. Dinar dan dirham pada masa sesudah Khulafaurrasyidin……………………………..26
4. Dinar dan dirham masa kini dan masa keredupan penggunaan dimar dan dirham…...29
C. Konsep Uang Menurut Pada Pemikir Islam
1. Abu Ubaid (154-224 H)……………………………………………………………….32
2. Imam Al-Ghazali (450-505 H)………………………………………………………..33
3. Ibnu Khaldun (732-808 H)……………………………………………………………35
4. Al-Maqrizi (766-845 H)………………………………………………………………36
5. Umar Chapra………………………………………………………………………….38
D. Standar Emas
1. Arti dan syarat standar emas…………………………………………………………..39
2. Macam-macam standar emas………………………………………………………….40
3. Standar emas Internasional……………………………………………………………42
4. Jenis-jenis standar moneter……………………………………………………………42
BAB IV. REALISASI PENGGUNAAN DINAR DAN DIRHAM PADA PRODUK
BMT AL-KAUTSAR
A. Realisasi Penggunaan Dinnar Dan Dirham Pada BMT Al-Kautsar
1. Penukaran dinar dan dirham pada BMT Al-Kautsar.....................................................44
2. Penitipan uang dinar dalam tabung dinar pada Wakala BMT Al-Kautsar....................49
3. Dinar dan dirham untuk pembelian segala macam produk-produk BMT Al-Kautsar...51
4. Tabungan haji dinar…………………………………………………………………...53

5. Membayar zakat, infaq, dan shadaqah dengan dinar dan dirham……………………..57
B. Dampak Penjualan Dinar Dan Dirham Terhadap BMT Al-Kautsar Dan Tanggapan
Masyarakat Terhadap Dinar Dan Dirham

1. Dampak penjualan dinar dan dirham terhadap BMT Al-Kautsar……………………..59
2. Tanggapan masyarakat terhadap penerapan dinar dan dirham pada BMT Al-Kautsar.64
C. Analisis Terhadap Realisasi Penggunaan Dinar Dan Dirham Pada BMT Al-Kautsar.72
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan……………………………………………………………………………82
B. Saran………………………………………………………………………………….84

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perkembangan harga produk BBM tahin 2005………………………….44
Tabel 3.2 Rincian Rumah Tangga, Usaha Kecil, Transportasi
dan Pelayanan Umum ...............................................................................45
Tabel 3.3 Dampak Kenaikan Harga Minyak Terhadap APBN 2004………………50
Tabel 3.4 Dampak Kenaikan Harga Minyak Terhadap APBN 2005……………....51

DAFTAR GAMBAR


Gambar 3.1 Belanja pemerintah Pusat 2004 (Realisasi).............................................38
Gambar 3.2 Belanja Pemerintah Pusat 2005 (APBN Revisi II)..................................38
Gambar 3.3 Trend Produksi dan Impor Minyak dalam kurun waktu
lima tahun (2000-2004)………………………………………...………56

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah tanah surga yang didalamnya banyak terkandung kekayaaan
alam yang melimpah ruah. Bagaimana tidak, lautannya yang terbentang luas
merupakan salah satu kekayaan alam indonesia dimana para nelayan dapat menikmati
ikan-ikan yang ada di perairan Indonesia. Belum lagi kekayaan yang lainnya, meliputi
hutan, hasil tambang, pertanian, minyak dan yang lainnya.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah kenapa sejak beberapa tahun
belakangan telah berubah posisi dari net eksportir menjadi net importir. Salah satunya
adalah produksi minyak bumi kita yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri
sendiri yang pada akhirnya Indonesia sebagai salah satu negara penghasil minyak
terbesar harus mengimpor minyak untuk kebutuhan rakyatnya.

Berita di harian Kompas hari ini (14 Desember 2005) yang menjelaskan data
impor produk pertanian memperlihatkan bahwa Indonesia mengimpor beras 3,7 juta
ton/tahun, gula 1,6 juta ton/tahun, kedelai 1,3 juta ton/tahun, gandum 4,5 juta
ton/tahun, jagung 1,3 juta ton/tahun, garam 1,6 juta ton/tahun, singkong 0,85 juta
ton/tahun, kacang tanah 260.000 ton/tahun, buah-buahan 247.000 ton/tahun serta
sayuran 281.000 ton/tahun.

1

2

Indonesia adalah negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
(Pasal 29 UUD 1945). Oleh sebab itu, bangsa Indonesia yakin dan mengimani bahwa
bumi dan seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya baik di darat, laut maupun
udara adalah milik Allah Robbul Alamin sebagaimana tercantum dalam surat alMaidah/5 ayat 17:

‫َﺎ َ َﺎء وَا ﱠﻪ ََﻰ آ ﱢ‬

ْ‫ض َو َﺎ َﺑﻴْ َﻬﻤَﺎ ﺨ‬
ِ ْ‫ﻷر‬

َ ْ‫ت َوا‬
ِ ‫ﺴ َﻤﻮَا‬
‫َوِﱠ ِﻪ ْﻚ ا ﱠ‬
(17 : 5/‫ﺷ ْء َ ِﺪ ْﺮ )ا ﻤﺎﺋﺪة‬
َ

Artinya :
"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara
keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu”. (al-Maidah/5 :17)
Ia percayakan kekayaan alam itu kepada manusia Indonesia untuk dikelola
dengan sebaik-baiknnya sehingga menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan. Di
darat ada pegunungan yang mengandung bahan-bahan tambang. Dalam surat alHadid/57 ayat 25 dan surat al-A’raf/7 ayat 74:

‫ب وَا ْﻤِﻴﺰَانَ ِ َﻴ ﻮ َم ا ﱠﺎس‬
َ ‫ت َوَأ ْ َﺰ ْ َﺎ َ َﻬﻢ ا ْ ِﻜ َﺎ‬
ِ ‫َ َﺪْ َأ ْر َ ْ َﺎ ر َ َﺎ ﺑِﺎ ْ َ ﱢﻴ َﺎ‬
ْ‫س َوِ َﻴ َْ َﻢ ا ﱠﻪ َﻦ‬
ِ ‫ﻂ َوَأ ْ َﺰ ْ َﺎ ا ْ َ ِﺪ َﺪ ِﻴ ِﻪ ﺑَﺄْس ﺷَﺪِ ﺪ َو َ َﺎ ِ ِ ﱠﺎ‬
ِ ْ‫ﺑِﺎ ْ ِﺴ‬

(25 :57/‫ي َﺰِ ﺰ )ا ﺪ ﺪ‬
‫ن ا ﱠ َﻪ َ ِﻮ ﱞ‬
‫َ ْﺼﺮ وَر َﻪ ﺑِﺎ ْ َﻐﻴْ ِ ِإ ﱠ‬
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan
neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya
Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya
padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha
Perkasa”.(al-Hadid/57 : 25)

3

ْ‫ن ِﻦ‬
َ ‫ض َﺗ ﱠﺨِﺬو‬
ِ ْ‫ﻷر‬
َ ‫ﺟ ََﻜﻢْ َ َﺎ َء ِﻦْ َﺑ ْ ِﺪ َﺎد َو َﺑ ﱠﻮأَآﻢْ ِ ا‬
َ ْ‫وَاذْآﺮوا ِإذ‬
ِ ‫ل ﺑﻴﻮﺗﺎ َﺎذْآﺮوا ءَاَﺎءَ ا ﱠ ِﻪ و َﺗ ْ َﺜﻮْا‬
َ ‫ﻬﻮِﻬَﺎ ﺼﻮرا وَﺗَ ْ ِ ﻮنَ ا ْ ِ َﺎ‬
(74 : 7/‫ )اﻷ ﺮاف‬.‫ﻦ‬
َ ‫ﺴ ِﺪ‬
ِْ ‫ض‬
ِ ْ‫ا َْﺄر‬
Artinya :
“Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu penggantipengganti (yang berkuasa) sesudah kaum `Aad dan memberikan tempat
bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar
dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah
ni`mat-ni`mat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat
kerusakan”. (al-A’raf/7 : 74)
Ada hutan yang menghgasilkan kayu-kayuan, ada sawah dan ladang yang
dapat menghasilkan makanan pokok. Juga tercantum dalam surat Ibrahim/14 ayat 32 :

‫ج ِﺑ ِﻪ‬
َ ‫ﺴﻤَﺎ ِء َﺎء ََﺄ ْ َﺮ‬
‫ﻦا ﱠ‬
َِ ‫ل‬
َ ‫ض َوَأ ْ َﺰ‬
َ ْ‫ت وَا َْﺄر‬
ِ ‫ﺴ َﻤﻮَا‬
‫ا ﱠَﻪ اﱠﺬِي ََ َ ا ﱠ‬
ِ ‫ي ِ ا ْ َ ْ ِﺮ ِﺑ َﺄ ْ ِﺮ‬
َ ‫ﻚ ِ َ ْ ِﺮ‬
َ ْ ْ ‫ﺨ َﺮ َﻜﻢ ا‬
‫ت ِرزْ ﺎ َﻜﻢْ َو َ ﱠ‬
ِ ‫ﻦ ا ﱠﺜ َﻤﺮَا‬
َِ
(32 : 14/‫ )اﺑﺮاهﻴﻢ‬.‫ﻷ ْﻬَﺎ َر‬
َ ْ‫ﺨ َﺮ َﻜﻢ ا‬
‫َو َ ﱠ‬
Artinya :
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air
hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai
buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera
bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia
telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai”.(Ibrahim/14 : 32)

Sayangnya, daratan yang bisa mendatangkan kemakmuran itu belum dikelola
secara maksimal. Bukti nyata adalah impor beras dan makanan lainnya yang
sesungguhnya bisa diproduksi oleh rakyat itu sendiri. Di luar pulau Jawa banyak
lahan terlantar dan banyak pulau tak terurus.

4

Sementara itu, lautan Indonesia yang luasnya mencapai 5,8 juta km2 menyimpan
pokok-pokok kemakmuran yang luar biasa. Dari sumber daya yang dapat
diperbaharui ada perikanan. Sebagaimana tercantum dalam surat an-Nahl/16 ayat 14:

‫ﺣ ْﻴَﺔ‬
ِ ‫ﺨ َﺮ ا ْ َ ْ َﺮ ِ َﺄْآ ﻮا ِ ْﻪ َ ْﻤﺎ َ ِﺮ ًﺎ َو َﺗﺴْ َﺨْﺮِﺟﻮا ِ ْﻪ‬
‫وَه َﻮ اﱠﺬِي َ ﱠ‬
.َ‫ﻚ َﻮَا ِ َﺮ ِﻴ ِﻪ َوِ َ ْ َﻐﻮا ِﻦْ َﻀِْ ِﻪ َوَ َﱠﻜﻢْ ﺗَ ْﻜﺮون‬
َ ْ ْ ‫َﺗ ْ َﺴﻮ َﻬَﺎ َو َﺗﺮَى ا‬
(14 : 16/ ‫)ا‬
Artinya :
“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan
dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera
berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya,
dan supaya kamu bersyukur”.(an-Nahl/16 : 14)
Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui meliputi minyak, gas bumi dan
mineral. Lagi-lagi sangat disayangkan belum optimalnya pemerintah mengelola
kekayaan alam di laut. Yang terjadi justru sebaliknya banyak aset-aset negara yang
dicuri oleh negara-negara asing, bahkan pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab di
dalam negeripun ikut mengeruk kekayan laut Indonesia demi untuk kepentingan
pribadinya masing-masing. Sehingga dampak yang harus diterima oleh bangsa ini
adalah seperti sekarang ini, kelangkaan bahan pokok makanan, kelangkaan bahan
bakar minyak (BBM) dan kelangkaan yang lainya, sehingga mengakibatkan
melonjaknya harga di pasaran dikarnakan sulitnya untuk mendapatkannya.
Di antara kita tentu pernah menyaksikan atau bahkan merasakan sendiri
peristiwa-peristiwa berikut: ongkos transportasi kota tiba-tiba naik; barang-barang
konsumsi tertentu tiba-tiba lenyap dari pasaran; mahasiswa tidak lagi berdemonstrasi;

5

partai politik tidak lagi dapat beroperasi secara bebas di daerah pedesaan atau
penggunaan bahan energi tertentu terpaksa harus dicatut, dan lain sebagainya. 1
Peristiwa-peristiwa yang kita contohkan itu sebenarnya untuk menunjukkan
bahwa kebanyakan peristiwa yang berkangsung di sekitar kita bukanlah kejadian
secara alami, atau sebagai sesuatu yang terjadi karena proses perkembangan yang
normal. Dalam berbagai peristiwa tadi, kebijaksanaan negaralah (Public Policy) yang
sesungguhnya telah memberikan warna terhadap timbulnya peristiwa tersebut.
Dengan kata lain, kebijaksanaan negaralah yang sebenarnya banyak mempengaruhi
kehidupan kita sehari-hari, baik kita sadari atau tidak, mengerti atau tidak. 2
Kadangkala orang awam bingung dan tidak dapat membedakan antara
kebijaksanaan (Policy) dan politik (Politics). Namun untuk mudahnya kita harus
selalu ingat bahwa istilah policy itu dapat dan memang seyogianya bisa dipergunakan
di luar konteks politik. Sebagai ilustrasi, seorang pemilik toko mungkin saja
mempunyai kebijaksaan tertentu di bidang pembelian atau penjualan barang-barang
dagangannya, sebuah perusahaan besar dengan diversifikasi usaha yang luas
(konglomerasi bisnis) tentu akan mempunyai kebijaksanaan pemasaran (marketing
policy), bahkan pemilik rumah mungkin mempunyai kebijaksanaan tertentu yang
dimaksudkan untuk memelihara atau mempertahankan harta miliknya. Pada contohcontoh yang baru saja dikemukakan di atas, kita sebenarnya mengacu pada suatu jenis

1

Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakasanaan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakasanaan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 1
2

Ibid

6

tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu (course of action), yang lebih kurang
berkesinambungan sepanjang waktu, dan diharapkan untuk menjaga terpeliharanya
keadaan tertentu dan biasanya dimaksudkan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang
tidak dinyatakan secara eksplisit dalam pernyataan kebijaksanaan (policy statement).
Penjelasan ini sekaligus menegaskan bahwa policy itu adalah suatu tindakan berpola
yang mengarah pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan
sesuatu. 3
Kalau kita berbicara masalah kebijakan pemerintah, berarti kita juga
membicarakan masalah kebijakan publik. Kebijakan Publik merupakan salah satu
disiplin ilmu yang baru saja berkembang. Sudah sejak lama kebijakan publik
dimasukkan ke dalam disiplin ilmu politik, tetapi perkembangan selanjutnya
menuntut agar kebijakan publik berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu. Ini tidak
berarti kebijakan publik terlepas sama sekali dari disiplin ilmu social lainnya.
Kebijakan publik lebih banyak dikaitkan dengan kegiatan pemerintah karena
keseluruhan dari keputusan kebijakan publik mencerminkan akhir dari kebijakan
pemerintah. Baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, keputusan
kebijakan publik itu dijalankan untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Dasar
pembentukan kebijakan publik itu adalah kepentingan publik Suatu kebijakan publik

3

Ibid., h. 2-3

7

tidak dapat dikatakan sebagai kebijakan publik kalau ia tidak berorientasi terhadap
kepentingan publik. 4
Kebijakan publik sebagai ilmu pengetahuan mempelajari yang dilakukan
pemerintah, mengapa pemerintah melakukannya? Serta dampak apa yang
ditimbulkan?
Dalam usaha memahami pengertian tentang kebijakan publik, beberapa ahli
telah memberikan definisinya masing-masing. Menurut Thomas R Dye, Public Policy
adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan ataupun untuk tidak
dilakuakan. Dalam pengertian ini, maka pusat perhatian dari Public Policy tidak
hanya pada apa saja yang dilakukan oleh pemerintah melainkan termasuk juga apa
yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Justru dengan apa yang tidak dilakukan
pemerintah itu mempunyai dampak yang sangat besar terhadap masyarakat sama
seperti halnya dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Dapat
dibayangkan betapa besar pengaruhnya terhadap masyarakat jika pemerintah
mendiamkan atau tidak melakukan apa-apa terhadap kejahatan yang semakin semakin
merajalela dalam masyarakat. 5
Sebagai policy itu dapat dilakukan pemerintah dengan melakukan tindakantindakan selanjutnya. Dye mengatakan bahwa bila pemerintah memilih untuk
melakukan sesuatu, maka harus ada tujuannya atau objeknya dan Kebijakan Publik

4

Mohammad Ihsan, “Kebijakan Publik: Dalam Perspektif Ilmu Politik dan Ilmu Administrasi”,
makalah pada seminar mengenai kebijakan publik, (Jakarta: FISIP, 2005), h. 1
5

Ibid., h. 2

8

itu harus meliputi semua tindakan pemerintah jadi bukan semata-mata merupakan
pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Di samping itu,
sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh/dampak
yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah. 6
David Easton memberikan arti “Kebijakan Publik sebagai : pengalokasian
nilai-nilai secara paksa (sah) kepada seluruh anggota masyarakat”. Berdasarkan
definisi ini, Easton menegaskan bahwa hanya pemerintahlah yang secara sah dapat
membuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu tersebut dirupakan dalam bentuk pengalokasian
nilai-nilai pada masyarakat. Hal ini disebabkan karena pemerintah yang masuk ke
dalam apa yang oleh Easton disebut sebagai “Authorities in a political system”, yaitu
para penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam masalah sehari-hari yang telah
menjadi tanggung jawab atau peranannya. 7
Bagaimana mekanisme pemerintah dalam menetapkan pematokan harga dan
menentukan tarif upah? Dalam menjalankan kebijakan ini, pemerintah sesungguhnya
tidak diperkenankan berbuat sewenang-wenang mengikuti kehendaknya sendiri.
Akan tetapi, pemerintah mesti melakukan negosiasi, diskusi, dan konsultasi dengan
berbagai pihak yang terkait, termasuk dengan pihak pemasok dan penyalur barang. 8

6

7

Ibid., h. 3

Ibid
M. Arskal Salim GP, Etika Intervensi Negara: Perspektif Etika Politik Ibnu Taimiyah, (Jakarta:
Logas, 1999), h. 102
8

9

Dalam hubungan ini, Ibnu Taimiyah mengajukan sebuah mekanisme yang
telah pernah diungkapkan oleh Ibnu Habib. Menurutnya, dalam pematokan harga dan
penentuan tarif upah, pemerintah selayaknya membuat pertemuan dengan pihakpihak yang terlibat dalam dunia perdagangan (pasar), baik para pedagang maupun
para pembeli (konsumen). Dalam pertemuan itu, pemerintah berkesempatan bertanya
dan memverifikasi harga atau tarif upah yang berlaku dari masing-masing kedua
belah pihak. Dalam hal tidak terjadinya kecocokan harga di antara kedua belah pihak,
maka pemerintah dapat membujuk mereka agar sampai menyetujui harga yang
mereka kehendaki bersama secara sukarela tanpa paksaan sedikitpun. Jadi, penetapan
harga ataupun tarif upah bukannya dilakukan tanpa dasar apapun, melainkan
dilandasi oleh kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak. 9
Untuk menjelaskan tujuan pertemuan di atas, Ibnu Taimiyah

mengutip

pendapat Abu al-Walid yang mengatakan: “Dengan cara tersebut, kepentingan dan
kemaslahatan para pedagang maupun pembeli akan dapat terjamin; sehingga
pedagang akan memperoleh keuntungan yang seharusnya dan pembeli pun akan
terhindar dari kerugian. Kalau penetapan harga masih tetap dilakukan meski tanpa
kerelaan para pedagang, maka hal itu bukan saja dapat mengacaukan harga di
pasaran, tetapi juga mengakibatkan hilangnya barang-barang di pasaran.” 10

9

Ibid
Ibid,. h. 103

10

10

Dari uraian di atas, tampak bahwa Ibnu Taimiyah sadar bahwa penetapan
harga dan penentuan tarif upah yang sewenang-wenang akan membawa dampak
buruk bagi perkembangan ekonomi. 11
Salah satu dari kebijakan pemerintah yang baru-baru ini dikeluarkan adalah
masalah kenaikan harga BBM. Kebijakan tersebut dianggap kontroversial dan
mendapat kecaman yang sangat keras dari masyarakat, khususnya masyarakat kelas
bawah. Wajar bila hal itu terjadi, karena menaikan harga BBM itu adalah keputusan
yang buruk. Bagaimana tidak! Dengan menaikkan harga BBM, berarti menaikkan
seluruh harga kebutuhan masyarakat.
Adapun

dampak

yang

dihasilkan

dari

kebijakan

tersebut

adalah

melambungnya harga bahan pokok makanan, naiknya tarif kendaraan, dan naiknya
harga kebutuhan lainnya. Inilah kenyataan pahit yang harus masyarakat terima mau
tidak mau, ikhlas tidak ikhlas, ridho tidak ridho mereka harus menerimanya dengan
lapang dada dan sabar.
Seperti yang sudah dijabarkan di atas bahwa kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah sangat berpengaruh terhadap perekonomian rakyat, terlebih kebijakan
tersebut menyangkut masalah kemakmuran rakyat. Salah mengambil kebijakan
berarti merampas kemakmuran rakyat itu sendiri. Maka dalam penelitian yang akan
dilakukan hanya terbatas pada kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga BBM
serta bagaimana ekonomi Islam menanggapi kebijakan tersebut.

11

Ibid

11

Dari berbagai penjelasan di atas, penulis bermaksud menuangkannya dalam
sebuah

skripsi

yang

berjudul

KEBIJAKAN

PEMERINTAH

DALAM

PENETAPAN HARGA BBM: “Menurut Perspektif Ekonomi Islam”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat luasnya pembahasan yang akan diteliti, maka penelitian ini akan
dibatasi pada: “Kebijakan pemerintah dalam penetapan harga BBM tahun 2005
ditinjau dari perspektif ekonomi Islam.”
Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka di sini penulis
memberikan perumusan, antara lain:
1. Bagaimana konsep Islam tentang peranan negara dalam penetapan harga?
2. Bagaiman kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga BBM pada tahun
2005?
3. Bagaimana pandangan ekonomi Islam terhadap penetapan harga BBM oleh
pemerintah pada tahun 2005?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui konsep Islam tentang peranan negara dalam penetapan
harga.

12

b. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga BBM
pada tahun 2005.
c. Untuk mengetahui pandangan ekonomi Islam terhadap penetapan harga
BBM oleh pemerintah pada tahun 2005.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis: menambah khazanah pengetahuan dalam bidang ekonomi
Islam, khususnya masalah penetapan harga yang dilakukan oleh
pemerintah.
b. Manfaat praktis: agar masyarakat mengetahui rumusan pemikiran ekonomi
Islam terhadap kebijakan yang di ambil oleh pemerintah dalam menetapkan
harga BBM. Sehingga diharapkan kepada pemerintah dalam menetapkan
harga BBM harus benar-benar adil dan mengacu kepada ekonomi Islam
demi kemaslahatan rakyat banyak.

D. Metode Penelitian
Dalam pengumpulan data skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian
kepustakaan (library reseach), yaitu mencari dan menghimpun data yang ada
hubungannya dengan pembahasan ini, dilakukan dengan membaca dan menelaah
buku-buku dan majalah-majalah yang ada relevansinya dengan skripsi ini.
Pengolahan data, adapun metode yang penulis gunakan dalam pengolahan
data tersebut adalah deskriptif analitis, dimana dari data yang ada penulis
menganalisa melalui pendekatan politik-ekonomi dan mengkaitkannya dengan

13

perspektif ekonomi Islam. Tujuannya adalah untuk mencari pengertian-pengertian
atau untuk memahami konsepsi-konsepsi yang sedang dibahas. Dengan demikian,
skripsi ini bersifat deskriptif analisis.
Dalam penelitian ini penulis mencoba mengetahui perspektif ekonomi islam
terhadap kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga BBM pada tahun 2005.
Teknik penulisan dan penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku-buku:
“Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi untuk mahasiswa UIN” yang
diterbitkan oleh UIN Jakarta Press dan Logos tahun 2004.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari empat bab, dengan
perincian sebagai berikut:
Bab I

Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, sistematika
penulisan.

Bab II. Peranan Pemerintah dalam Sistem Ekonomi Islam, yang meliputi
pengertian pemerintah menurut konsep islam, fungsi dan peranan
pemerintah dalam islam, peranan pemerintah dalam bidang ekonomi
dan penetapan harga menurut ekonomi islam.
Bab III. Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga BBM Tahun 2005 Serta Analisis
Ekonomi Islam Terhadap Kebijakan Tersebut, yang meliputi deskriptif

tentang kebijakan pemerintah terhadap kenaikan harga BBM

14

(Peraturan Presiden Dalam Menetapkan Harga BBM Tahun 2005,
Faktor Yang Melatar Belakangi Kenaikan Harga BBM Tahun 2005),
analisis terhadap kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga
BBM menurut perspektif ekonomi islam.
Bab IV. Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
Daftar Pustaka
Lampiran

15

DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’an dan Terjemahannya
Gilarso T., Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Mikro. Yogyakarta: Kanisius, 1993, Jilid
2, Cet. ke-1
Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: III T, 2003, Jilid 2, Cet. ke-2
Khaf, Monzer, Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, Cet. ke-1
Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Dana Bhakti
Prima Yasa, 1997, Cet. ke-2

Salim, M. Arskal GP, Etika Intervensi Negara: Perspektif Etika Politik Ibnu
Taimiyah. Jakarta: Logos, 1999, Cet. ke-1

Wahab, Solichin Abdul, Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara, 1997, Cet. ke-2

16

OUTLINE
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Sistematika Penyusunan

BAB II.

PERANAN PEMERINTAH DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM
A. Pengertian Pemerintah Menurut Konsep Islam
B. Tujuan dan Fungsi Pemerintah Dalam Islam
C. Peranan Pemarintah Dalam Bidang Ekonomi dan Penetapan Harga
Menurut Ekonomi Islam

17

BAB III.

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP HARGA BBM TAHUN
2005
A. BBM dan Perekonomian Nasional
B. Pengaturan Kebijakan Yang Diambil Oleh Pemerintah Dalam
Menetapkan Harga BBM
1. Dasar Hukum Penetapan Harga BBM Tahun 2005
2. Perpres Tentang Harga BBM Tahun 2005
C. Faktor Yang Melatar Belakangi Kenaikan BBM Tahun 2005

BAB IV.

ANALISIS
TERHADAP

TENTANG

KEBIJAKAN

PENETAPAN

HARGA

PEMERINTAH
BBM

DALAM

PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
A. Analisis Ekonomi Islam Terhadap Wewenang Pemerintah dalam
Menetapkan Harga BBM
B. Analisis Ekonomi Islam terhadap Subsidi BBM yang Dilakukan
Pemerintah dalam Menstabilkan Perekonomian
BAB V.

PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

18

BAB II
PERANAN PEMERINTAH DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM

A. Pengertian Pemerintahan Menurut Konsep Islam.
Dalam kelompok masyarakat pada umumnya ada sejumlah orang yang
mengatur dan sekaligus melakukan usaha guna menciptakan serta memelihara
ketertiban. Mereka merupakan pimpinan dalam suatu masyarakat negara. Golongan
orang-orang yang berwenang untuk mengatur dan memimpin itu disebut dengan
pemerintah. Oleh karena salah satu syarat berdirinya negara yaitu adanya unsur
pemerintah/pemerintahan. 1 Sebelum melangkah pada bahasan mengenai konsep
pemerintahan dalam al-Qur’an terlebih dahulu penulis akan memaparkan pengertian
pemerintahan itu sendiri.
Secara etimologi pemerintah berasal dari kata sebagai berikut :
1. Kata dasar “perintah” berarti melakukan pekerjaan menyuruh.
2. Penambahan awalan pe menjadi “pemerintah” berarti badan yang melakukan
kekuasaaan memerintah.
3. Penambahan akhiran an menjadi “pemerintahan” berarti pembutan, cara, hal
atau urusan dari pada badan yang memerintah tersebut. 2
1

Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), cet.
Ke-1, h. 128
2

Ibid., h. 5

14

15

Dibeberapa negara, antara pemerintah dan pemerintahan tidak dibedakan,
Inggris menyebutnya “Government” dan Prancis menyebut “Gouvernment” keduanya
berasal dari kata latin “Gubernacalum”. Dalam bahasa Arab disebut “Hukumat” dan
di Amerika Serikat disebut hanya dengan “Administration”, sedangkan Belanda
mengartikan “Regering” sebagai penggunaan kekuasaan negara oleh yang berwenang
untuk menentukan keputusan dan kebijaksanaan dalam rangka mewujudkan tujuan
negara, dan sebagai penguasa menetapkan perintah-perintah. 3
Pemerintahan dalam arti organnya dibedakan, yaitu pemerintahan dalam arti
sempit, hanya terbatas pada lembaga yang memegang kekuasan eksekutif.
Pemerintahan dalam ati luas, mencakup kekuasaan eksekutif, legislatif dan
yudikatif. 4
Jadi pemerintahan merupakan alat bagi negara dalam menyelenggarakan
segala kepentingan rakyatnya dan juga dalam mewujudkan tujuan yang sudah
ditetapkan. Pemerintah harus diartikan luas yang mencakup semua badan-badan
negara. Suatu hal yang penting adalah pemerintah yang berkuasa harus diakui oleh
rakyatnya karena pada hakekatnya pemerintah merupakan pembawa suara dari rakyat
sehingga pemerintah dapat berdiri dengan stabil.5

3

Ibid., h. 6

4

Ibid

5

Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000),

cet. ke-4, h. 112.

16

1. Konsep Pemerintahan Dalam Al-Qur’an
Tentang elit pemerintahan yang kemudian menjadi dasar untuk
pembentukan suatu negara yang islami, tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an,
surat ali imran/3 ayat 104:

‫ﻦ‬
َِ ‫ن‬
َ ْ‫ف َو َ ْ َﻬﻮ‬
ِ ‫ن ﺑِﺎ ْ َﻤ ْﺮو‬
َ ‫ﺨﻴْ ِﺮ َو َﺄْ ﺮو‬
َ ْ ‫ن ِإَﻰ ا‬
َ ‫َو ْ َﻜﻦْ ِ ْﻜﻢْ أ ﱠﺔ َﺪْ ﻮ‬
( 104 : 3/‫ )أل ﻤﺮان‬.‫ن‬
َ ‫ﻚ هﻢ ا ْﻤ ِْ ﻮ‬
َ ِ َ‫ا ْﻤ ْ َﻜ ِﺮ وَأو‬
Artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung”. (Al-imran/3:104)

Ayat diatas menjadi dasar berdirinya negara dan perlunya diadakan
pemerintahan untuk pengaturan dan penyelenggaraan kenegaraan tersebut.
Walaupun jumlah aparat pemerintah tersebut sedikit tetapi sanggup mengatur
warga Negara yang jumlahnya relative jauh lebih banyak. Rakyat wajib
mendengar dan menaati segala perintah dan peraturan yang dibentuk oleh
pemerintah, dengan tujuan agar terciptanya kedamaian,kemakmuran dan
kesejahteraan.
Al-Qur’an di dalamnya berisikan pokok utama peristiwa-peristiwa yang
pernahtrjadi

di

kalangan

umat

islam

baik

tentang

musuh-

musuhnya,ambisi,ikrar,pengorbanan, kebaikan dan kelemahannya. Begitu pula

17

mengenai hubungan-hubungan antara pemimpin(Rasulullah) dan sahabatnya, dan
staf generalnya. 6
Demikian pula hubungan antara pemimpin dengan tim pimpinan dan seluruh
penganut setia, dan penganut sifatnya adalah pendukung dan simpatisan.
Golongan-golongan ini, secara bersama membentuk suatu komunitas dan
tentunya menjadi bagian dari komunitas itu sendiri. Dan dalam kedudukannya,
memelihara hubungan dengan golongan-golongan dan individu-individu yang
bukan bagian dari komunitas itu. 7
Lebih lanjut, islam sebagai ‘fakta al-Qur’an’ mempunyai konsepsi tentang
kekuasaan. Ada dua hal yang menjadi bagian dari konsepsi tersebut, yaitu
pertama, adalah yang tak masuk jika memikirkan bahwa, pengalaman yang
dilakukan manusia untuk membentuk suatu tata tertib baru yang bersifat universal
dapat dilakukan tanpa suatu otoritas, pemimpin dan organisasi. Kedua, al-Qur’an
telah membentuk sejumlah prinsip mengenai otoritas dan kekuasaan, dan telah
membentuk sejumlah prinsip mengenai otoritas dan kekuasaan, dan telah
membedakan antara keduanya dengan jelas. Tahta otoritas, secara ekslusif berada
di tangna tuhan. Ada satu otoritas dab hanya Allah, lailahaillahu. Sedangkan tahta
kekuasaan telah diambil oleh Muhammad saw, sebagai utusan Allah kekuasaan
ini yang diserahkan dan dianugerahkan, pada definisinya tidak mempunyai
6

Mehdi Muzaffari, Authority in Islam, Abdul Rahman Ahmed, Kekuasaan dalam Islam,
(terj.), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994), cet. ke-1, h. xi
7

Ibid.

18

otonomi, tetapi sebalikya tergantung pada otoritas Allah di mana dari Dialah
harus menerima legitimasi untuk dipatuhi. 8
Secara tegas al-Qur’an menggunakan ungkapan ulul amr umtuk konsep
pemegang dan pengendali kekuasaan politik. Meskipun begitu para ulama tidak
sependapat mengenai konsep yang dimaksud karena terpengaruh oleh
perkembangan pemikiran politik zamannya. Pemerintah sebagai salah satu
struktur dasar system politik merupakan lembaga yang menyelenggarakan
mekanisme politik atau roda pemerinthan yang di pimpin oleh seorang pejabat
yang disebut ‘wali’ atau ‘amir’ atau dengan istilah lainnya yang dikenal dalam
kepustakaan politik dan ketatanegaraan islam. 9
Kekuasaan politik yang dimiliki oleh wali mempunyai dua landasan :
landasan formal normatif dan landasan struktural formatif. 10 Landasan pertama
bertumpu pada ajaran kedaulatan hukum ketuhanan (al-Qur’an). Karena itu
kekuasaan politik yang dimiliki oleh wali berdasarkan ayat al-Qur’an yang
memberinya tugas untuk menegakkan hukum Allah dan menyelenggarakan
pemerintahan dengan adil dalam masyarakat. Kekuasaan politik diperoleh dan
dimiliki wali karena kekuasaan itu interen pada tugas-tugas tersebut. Landasan
kedua yakni landasan struktural formatif yang bertumpu pada penerimaan dan
pengakuan rakyat; seorang wali yang berkedudukan sebagai pemerintah harus
8

Ibid., h, xii

9

Abdul Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1995), cet. ke-2, h. 301
10

Ibid., h. 302

19

mendapat legalisasi dari rakyat dan ini diperoleh melalui bai’at dengan demikian
rakyatlah yang memegang kedaulatan politik sehingga tanpa bai’at, kekuasaan
wali tidak dapat diberlakukan secara sah. Bai’at kepada wali merupakan
manifestasi kapercayaan rakyat kepadanya untuk menegakkan hukum Allah.
Karena itu jika ia tidak melaksanakan tugasnya maka rakyat dapat menggantinya
dengan wali lain.
Adanya

istilah

al-Amr,

al-Hukm,

al-Mulk,

yaitu

kekuasaan

yang

melakasanakan hukum dan aturan. Juga bisa disebut dengan aktifitas
kepemimpinan ini merupakan kekuasaan yang dipergunakan untuk menjaga
terjadinya

tindak

kezaliman

serta

memutuskan

masalah-masalah

yang

dipersengketakan. 11 Istilah-istilah tersebut telah dipakai untuk menunjukan
kekuasaan, namun dengan sangat jelas al-Qur’an menegaskan bahwa secara
eksklusif otoritas berada ditangan Allah. Dialah: Yang menciptakan peraturan:
Khalq dan amr. Tuhan adalah pemilik kehendak penciptaan (iradah khalqiyyah)
atau (kauniyyah) dan kehendak legislatif (iradah tasyri’iyyah). Rosulullah sendiri,
dan lebih lagi semua para khalifah, sultan, raja, imam, tuan, ayah, suami
memrintah hanya karena perintah-perintah yang diberikan oleh Allah. 12
Disamping

itu,

al-Qur’an

juga

menyoroti

mengenai

kebijaksanaan

pemerintah. Allah menyuruh berlaku adil walaupun terhadap saudara dan kerabat
11

Taqiyuddin An-Nabhani, Nidhamul Hukmi Fil Islam, Moh. Magfur Wachid, Sistem
Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, (terj.), (Surabaya: Al-Izzah, 1996), cet.
ke-1, h. 11
12

Mehdi Muzaffari, Authority in Islam …, Op.Cit., h. 19-20

20

sendiri oleh karenanya, pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakannya
dituntut berlaku seadil-adilnya, tanpa ada unsure kepentingan pribadi maupun
golongan. Pada hakikatnya semua yang berkaitan dengan kebijaksanaan
pemerintah hendaknya semata-mata untuk kemakmurkan dan kesejahteraan
rakyat. Sebagaimana tercantum dalam dalam al-Qur’an, surat an-Nisa’/4 ayat
135:

ْ‫ﻂ ﺷ َﻬﺪَا َء ِﱠ ِﻪ َوَﻮْ ََﻰ َأ ْ ﺴِﻜﻢ‬
ِ ْ‫ﻦ ﺑِﺎ ْ ِﺴ‬
َ ‫ﻦ ءَا َ ﻮا آﻮ ﻮا َﻮﱠا ِﻴ‬
َ ‫َﺎَأ ﻬَﺎ اﱠ ِﺬ‬
‫ﻏ ِﻴًﺎ َأوْ َ ِﻴﺮا َﺎ ﱠﻪ َأوَْﻰ ِﺑ ِﻬﻤَﺎ ََﺎ َﺗ ﱠ ِ ﻮا‬
َ ْ‫ﻦ ِإنْ َﻜﻦ‬
َ ‫ﻦ وَا َْﺄ ْ َﺮﺑِﻴ‬
ِ ْ ‫َأ ِو ا ْﻮَاِ َﺪ‬
‫ن‬
َ ‫ن ِﺑﻤَﺎ َﺗ ْ َﻤ ﻮ‬
َ ‫ن ا ﱠ َﻪ آَﺎ‬
‫ا ْ َﻬﻮَى َأنْ َﺗ ْ ِﺪ ﻮا َوِإنْ َﺗ ْﻮوا َأوْ ﺗ ْ ِﺮ ﻮا َِﺈ ﱠ‬
(135 : 4/‫ )أ ﺴﺎء‬.‫َ ِﻴﺮا‬
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin,
maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu
memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu
kerjaan”. (An-Nisa’/4: 135)
Pemerintahan sebagai suatu ilmu (science) dan seni (art) memiliki serba-serbi,
objek dan metode tersendiri. Pemerintahan sebagai cara bagaimana mengatur,
memrintah dan menguasai orang-orang, dan yang sering dan masih akan terus
berlanjut dalam pemerintahan itu sendiri adalah perebutan kekuasaan. Padahal
pada hakikatnya, kekuasaan itu tidak akan kekal di tangan manusia, melainkan
kekal pada Allah. 13

13

Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an …, Op.Cit., h. 166

21

2. Prinsip Dasar Pemerintahan dalam Islam
Prinsip dasar yang harus dipegang dalam menjalankan pemerintahan
islam. Secara garis besarnya yaitu: 14
a. Keadilan.
Perintah melaksanakan keadilan banyak ditemukan secara eksplisit dalam alQur’an, surat an-Nisa’/4 ayat 58:

ْ‫س َأن‬
ِ ‫ﻦ ا ﱠﺎ‬
َ ْ‫ﺣ َﻜﻤْ ﻢْ َﺑﻴ‬
َ ‫ت ِإَﻰ َأهِْﻬَﺎ َوِإذَا‬
ِ ‫ن ا ﱠ َﻪ َﺄْ ﺮآﻢْ َأنْ ﺗﺆَدوا ا َْﺄ َﺎ َﺎ‬
‫ِإ ﱠ‬
‫ن َﻤِﻴ ﺎ َﺑﺼِﻴﺮا‬
َ ‫ن ا ﱠ َﻪ آَﺎ‬
‫ن ا ﱠ َﻪ ِ ِﻤﱠﺎ َ ِﻈﻜﻢْ ِﺑ ِﻪ ِإ ﱠ‬
‫ل ِإ ﱠ‬
ِ ْ‫َﺗ ْﻜﻤﻮا ﺑِﺎ ْ َﺪ‬
(58 : 4/‫ )أ ﺴﺎء‬.
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (An-Nisa’/4: 58)

b. Persamaan di Hadapan Hukum.
Tentang persamaan, juga disebutkan dalam al-Qur’an, sebagaimana firmanNya surat al-Hujurat/49 ayat 13:

َ ‫ﺟ َ ْ َﺎآﻢْ ﺷ ﻮﺑﺎ َو َ َﺎ ِﺋ‬
َ ‫ﺎَأ ﻬَﺎ ا ﱠﺎس ِإ ﱠﺎ ََ ْ َﺎآﻢْ ِﻦْ َذآَﺮ وَأ ْﺜَﻰ َو‬
: 4/‫ )أ ﺴﺎء‬.‫ن ا ﱠ َﻪ َِﻴﻢ َ ِﻴﺮ‬
‫ن َأآْ َﺮ َﻜﻢْ ِ ْ َﺪ ا ﱠ ِﻪ َأﺗْ َﺎآﻢْ ِإ ﱠ‬
‫ِ َ َﺎ َر ﻮا ِإ ﱠ‬
(49
Artinya:
14

Muhammad Dhiauddin Rais, An-Nazhariyatu As-Siyasatul Islamiyah, Abdul Hayyie AlKattani, Teori Politik Islam, (terj.), (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet. ke-1, h. 265

22

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
(Al-Hujurat/49: 13)
c. Taat.
Loyalitas adalah satu pilar pemerintahan dalam islam. Negara tidak akan kuat
tanpa adanya keadilan dari penguasa dan ketaatan rakyat kepada umara’
(pimpinan), sebagaimana dalam firman Allah swt dalam surat An-Nisa’/4 ayat
59:

ْ‫ل وَأوِ ا َْﺄ ْ ِﺮ ِ ْﻜﻢ‬
َ ‫ﻦ ءَا َ ﻮا َأ ِﻴ ﻮا ا ﱠ َﻪ َوَأ ِﻴ ﻮا ا ﱠﺮ ﻮ‬
َ ‫َﺎَأ ﻬَﺎ اﱠ ِﺬ‬
‫ل ِإنْ آ ْ ﻢْ ﺗﺆْ ِ ﻮنَ ﺑِﺎ ﱠ ِﻪ‬
ِ ‫ﺷ ْء َﺮدو ِإَﻰ ا ﱠ ِﻪ وَا ﱠﺮ ﻮ‬
َ ِ ْ‫َِﺈنْ َﺗ َﺎ َز ْ ﻢ‬
(49 : 4/‫ )أ ﺴﺎء‬.‫ﻚ َﻴْﺮ َوَأﺣْﺴَﻦ َﺗﺄْ ِو ْﻸ‬
َ ِ‫وَا ْ َﻴﻮْ ِم ا ْﺂ ِ ِﺮ َذ‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (An-Nisa’/4: 59)
d. Syura (Musyawarah).
Dalam pemerintahan islam mengambil keputusan didalam semua urusan
kemasyarakatan harus dilakukan melalui musyawarah dan konsultasi dengan
semua pihak sebagaimana tercantum dalam Firman Allah swt surat Ali
Imran/3 ayat 159:

23

ْ‫ﻆ ا ْ َ ْ ِ َﺎ ْ َﻀﻮا ِﻦ‬
َ ‫ﻏِﻴ‬
َ ‫ﻦ ا ﱠ ِﻪ ِ ْ َ َﻬﻢْ َوَﻮْ آ ْ َ َﻈًﺎ‬
َ ِ ‫َ ِﻤَﺎ َرﺣْﻤَﺔ‬
َ ْ ‫َ ْﻬﻢْ وَا ْ َﻐْ ِﺮْ َﻬﻢْ َوﺷَﺎ ِورْهﻢْ ِ ا َْﺄ ْ ِﺮ َِﺈذَا َ َﺰ‬
ْ ‫ﻚ َﺎ‬
َ ِْ‫ﺣﻮ‬
َ
( 159 : 3/‫ )أل ﻤﺮان‬. ‫ن ا ﱠ َﻪ ِ ا ْﻤ َ َﻮ ﱢآِﻴﻦ‬
‫َ َ َﻮ ﱠآ ْ ََﻰ ا ﱠ ِﻪ ِإ ﱠ‬
Artinya:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya”. (Ali Imran/3: 159)

B. Tujuan dan Fungsi Pemerintah Dalam Islam.
Ditinjau dari tujuan adanya negara, Islam memandang bahwa kewajiban
utama atas seorang penguasa dan pemerintahannya ialah menegakan sistem
kehidupan

islami

dengan

sempurna

tanpa

mengurangi

atau

mengganti,

memerintahkan segala yang ma’ruf, menebarkan kebaikan dan mencegah
kemunkaran serta bertindak membasmi kejahatan dan kerusakan sesuai dengan
ukuran nilai-nilai akhlak Islam. 15
Tujuan menunjukan dunia cita-cita, yakni suasana ideal yang harus dijelmakan.
Maka, tujuan mengandaikan adanya sasaran yang hendak dicapai. Sebaliknya, fungsi
menunjukan dunia riel yang konkret. Oleh karenanya fungsi adalah pelaksanaan dari
pada tujuan yang hendak dicapai itu. 16

15

16

M. Amin Rais, Khalifah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1984), cet. ke-1, h. 104

M. Arskal Salim GP, Etika Intervensi Negara: Perspektif Etika Politik Ibnu Taimiyah,
(Jakarta: Logos, 1999), h. 62

24

Dalam hubungannya dengan Negara, tujuan menunjukan apa yang secara
ideal hendak dicapai oleh Negara itu, sedangkan fungsi adalah pelaksanaan cita-cita
Negara itu dalam kenyataan. Dengan demikian, antara tujuan Negara dan fungsi
Negara harus terdapat konsistensi. 17
Dari pembahasan yang lalu, kita mengetahui Negara bagi Ibnu Taimyah tak
lebih sebagai sarana bukan tujuan. Lalu apa sebenarnya yang menjadi tujuan dengan
terbentuknya

Negara?

Dalam

pandangan

politik

Ibu

Taimiyah,

Negara

diselenggarakan agara semua tujuan-tujuan syariat dapat diwujudkan. Jadi, dalam hal
ini,

mempersoalkan

tujuan

Negara

sesungguhnya

secara

tak

langsung

mempertanyakan apa yang menjadi tujuan dari syariat itu sendiri. Dengan kata lain,
antara tujuan Negara dan tujuan syariat terdapat paralelisasi. 18
Ibnu Taimiyah menulis:
“semua bentuk kekuasaan di dalam islam dimaksudkan hanyalah untuk
kepentingan Allah semata dan agar kalimatullah dapat ditegakan setinggitingginya. Sebab, Allah swt. Sengaja menciptakan seluruh makhluk di dunia
untuk kepentingan itu, dan untuk maksud tersebut Allah menurunkan sejumlah
kitab suci dan mengutus beberapa orang rasul. Berdasarkan alas an itu, segenap

17

Ibid.

18

Ibid., h. 63

25

para

Rasul

bersama

orang-orang

yang

beriman

turut

bahu-membahu

memperjuangkannya.” 19
Secara sederhana, tujuana Negara dalam pandangan politik Ibnu Taimiyah
adalah terealisasinya syariat ditengah komunitas umat. dengan demikian, seorang
yang dipercayai memegang kendali pemerintahan harus menjalankan fungsi-fungsi
Negara sesuai dengan tujuan Negara tersebut. Lalu apa fungsi-fungsi negara menurut
Ibnu Taimiyah? Dari beberapa keterangan di dalam karya-karyanya, kita mengetahui
bahwa fungsi Negara yang paling utama adalah menegakan amar makruf dan nahi
mungkar. Ibnu Taimiyah mengatakan:
“seluruh kekuasaan keagamaan dimaksudkan untuk menegakan amar makruf
dan nahi mungkar, baik pada kekuasaan yang sifatnya makro, seperti kekuasaan
Sultan, ataupun pada kekuasaan yang sifatnya mikro, seperti kekuasaan polisi,
kekuasaan hakim, kekuasaan fiskal(kantor keuangan), dan kekuasaan hisbah.” 20
Dalam hal itu, khan benar ketika mengemukakan pandangan bahwa tujuan
utama dari Negara dan pemerintahan, menurut Ibnu Taimiyah, adalah menegakan
amar makruf dan nahi mungkar. Memang, penegakan amar makruf dan nahi mungkar
parallel dengan upaya mewujudkan terciptanya sebuah tata social dan tertib hukum
yang adil, dan beriman kepada Allah serta merealisasikan syariat. 21

19

Ibid.

20

Ibid.

21

Ibid., h. 64

26

Secara literal, amar makruf nahi mungkar diartikan sebagai perintah berbuat
kebajikan dan larangan berbuat kejahatan. Penegakan amar makruf nahi mungkar
merupakan kewajiban semua individu Muslim. Artinya, kewajiban tersebut bersifat
kolektif (fardhu kifayah). Walau begitu, kewajiban tersebut dapat berubah menjadi
individual impertatif (fardhu ain) jika tak ada satupun pihak yang sanggup
melaksanakannya. Dalam hal itu, pihak yang mempunyai otiritas dan kopetensi,
seperti Negara, merupakan institusi yang paling bertanggung jawab untuk
merealisasikannya. 22
Dari uaraian-uraian Ibnu Taimiyah di dalam dua karangan politiknya, alsiyasah dan al-hisbah, kita menyimpulkan sedikitnya ada lima bentuk fungsi Negara
dalam menegakan amar makruf nahi mungkar, yaitu (1) pelaksanaan dasar-dasar
agama Islam; (2) penegakan hukum/keadilan dan perlindungan hak-hak; (3)
pemeliharaan ketertiban dan keseimbangan ekonomi; (4) penyediaan infrastruktur
social; dan (5) pembelaan keamanan Negara. 23
Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, Ibnu Taimiyah menghendaki agar
Negara membentuk pula beberapa institusi-institusi yang mendukung kelancaran
tugas penegakan amar makruf nahi mungkar, seperti pengadilan (al-qadha), lembaga
al-hisab, pilisi (as-syurthah), dan kantor keuangan (dawawin al-maliyah). 24

22

Ibid.

23

Ibid.

24

Ibid.

27

Dari uraian singkat tersebut, tampak jelas betapa fungsi negara dalam
pandangan politik Ibnu Taimiyah terlihat sangat kentara, konkret, dan transparan.
Karena itu, kita dapat mengatakan fungsi negara dalam pandangannya tidak hanya
sekedar “penjaga malam”, meminjam istilah yang digunakan oleh Adam Smith.
Sebab, fungsi Negara menurut Ibnu Taimiyah mempunyai cakupan obyek yang lebih
luas dan terlihat lebih optimal dalam melakukan fingsinya. 25

C. Peranan Pemarintah Dalam Bidang Ekonomi dan Penetapan Harga Menurut
Ekonomi Islam
“Pa