KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENETAPAN AWA (1)

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENETAPAN AWAL BULAN KAMARIAH DI INDONESIA

Jayusman

Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung Jl. Letkol Hendro Suratmin Sukarame I Bandar Lampung 35131 Email: jayusman_falak@yahoo.co.id

Abstract: Governmental Policy in Deducing Early Islamic Calendar in Indonesia. There is different argumentation among Muslim scholars to determine early Islamic Calendar. Part of them argued that we should put it considerably based on the result of seeing moon (ru yatul hilâl) and the others used hisab method. This can be understood that despite the government of Indonesia has tried to unity the difference, in fact, there has not been equal result recently. No wonder that although the government follows imkân ar-ru yah with criterion indicator 238, it puts to the decision of seeing moon (result of ru yah). Besides, the result should be on the government s decision. The criteria of moon visibility done by the government were lower than the criteria considered by the astronomical experts, so that the result was not realistic and relevant to the scientific observation occurred in the field. The consideration made Muhammadiyah, as the most familiar Islamic organization in Indonesia, had not received that criteria.

Keywords: early Islamic Calendar, imkân al-ru yah, Indonesia

Abstrak: Kebijakan Pemerintah dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah di Indonesia. Dalam penentuan awal bulan Kamariah terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Sebagian mereka menyatakan harus berdasarkan pada hasil rukyatul hilal, sedangkan sebagian lain menggunakan metode hisab. Walaupun secara teknis Pemerintah Indonesia telah berusaha dan mengupayakan penyatuan ini. Namun, sampai sekarang belum menampakkan hasil. Ini bisa dipahami karena dalam penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia, walaupun pemerintah menganut paham imkanurrukyah dengan berpatokan pada kriteria 238, tetapi dalam praktik dan kenyataannya di lapangan, pemerintah cenderung berpatokan pada keberhasilan rukyah. Di samping itu, keberhasilan rukyah tersebut harus pula sesuai atau memenuhi kriteria yang ditetapkan pemerintah. Kriteria visibilitas hilal pemerintah tersebut lebih rendah daripada kriteria yang diakui para astronom, sehingga dianggap tidak realistik, tidak sesuai dengan fakta ilmiah hasil pengamatan hilal di lapangan. Hal inilah yang menyebabkan Muhammadiyah sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, belum bersedia menggunakan kriteria tersebut.

Kata kunci: awal bulan Kamariah, imkanurrukyah, Indonesia

Pendahuluan

Dalam perkembangannya terdapat juga Semenjak masuknya Islam ke nusantara

kelompok yang menggunakan metode hisab dan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, mereka

(memanfaatkan data-data hasil observasi bulan telah punya kebijakan tentang penetapan awal

dan matahari dalam jangka waktu yang panjang bulan kamariah dalam penentuan awal Ramadan,

sehingga data-data keduanya dapat dihitung Syawal, dan Zulhijah. Umat Islam beramai-ramai

dengan sangat teliti). Metode rukyah dan hisab pergi ke bukit-bukit atau pantai-pantai untuk

ini saling bersinergi. Hasil hisab membantu bersama-sama menyaksikan hilal di ufuk barat saat

pelaksanaan rukyatul hilal, sedangkan observasi/ matahari terbenam. Jika hilal berhasil dirukyah,

rukyatul hilal itu untuk pembuktian data hisab maka malam itu adalah malam tanggal satu dari

sekaligus mengoreksinya jika terdapat kekeliruan. bulan yang baru. Namun, bila hilal tidak berhasil

Penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia dirukyah, malam itu adalah malam hari ketiga

masih sering terjadi perbedaan pendapat. puluh dari bulan yang sedang berlangsung.

Permasalahan yang belum tuntas ini terus

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014 dihadapi dari tahun ke tahun sehingga masih

dapat diterima menurut kalangan Malikiyah dan terdapat perbedaan dalam penentuan awal bulan

Syafi`iyah. 2

Kamariah di Indonesia. Walaupun secara teknis Pelaksanaan rukyatul hilal sebagai metode Pemerintah telah berusaha dan mengupayakan

penentuan awal bulan Kamariah di Nusantara penyatuannya, namun sampai sekarang belum

diyakini sudah dilaksanakan semenjak Islam menampakkan hasil (jika tidak disebut sia-sia

masuk ke kepulauan Nusantara. Ini berdasarkan belaka) dan tak kunjung selesai. Menurut penulis,

pada perintah untuk melaksanakan rukyatul hilal perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan

sebelum umat Islam melaksanakan ibadah puasa kriteria. Tulisan ini selanjutnya mengupas

Ramadan dan menjelang hari raya Idul Fitri. Setiap tentang kebijakan dan kriteria pemerintah dalam

tanggal 29 Syakban dan 29 Ramadan, umat Islam penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia.

beramai-ramai pergi ke bukit-bukit atau pantai- pantai untuk bersama-sama menyaksikan hilal

Penentuan Awal Bulan Kamariah Secara

di ufuk barat saat matahari terbenam. Jika hilal

Syar`i

berhasil dirukyah, maka malam itu adalah malam Dalam penentuan awal bulan Kamariah

tanggal satu dari bulan yang baru. Namun, bila terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama,

hilal tidak berhasil dirukyah, malam itu adalah sebagiannya menyatakan harus berdasarkan

malam hari ketiga puluh dari bulan yang sedang pada hasil rukyatul hilal, sedangkan sebagian

berlangsung.

lain menggunakan metode hisab. Penetapan Semula pelaksanaan rukyatul hilal dilakukan awal bulan berdasarkan pada keberhasilan

secara spontanitas oleh umat Islam untuk rukyatul hilal harus memenuhi syarat-syarat

mengetahui awal bulan-bulan yang terkait dengan tertentu. Hanafiyah mensyaratkan penetapan

ibadah. Pelaksanaannya dipandu oleh para ulama awal Ramadan dan Syawal berupa hasil rukyatul

dan pemimpin keagamaan lainnya. Setelah hilal satu kelompok besar jika kondisi cuaca atau

berdirinya kerajaan-kerajaan Islam Nusantara, langit cerah. Dan dianggap memadai kesaksian

pelaksanaan rukyat selain yang dilaksanakan keberhasilan rukyatul hilal seorang yang adil

secara spontanitas oleh umat Islam, juga ada pada kondisi berawan, berkabut, dan sejenisnya.

yang dikoordinir oleh pejabat-pejabat keagamaan Sedangkan Malikiyah mensyaratkan keberhasilan

di kerajaan yang bersangkutan. 3 rukyah dari dua atau lebih orang yang adil. Dan

Ditinjau dari sarana prasarana yang digunakan mencukupi keberhasilan rukyah satu orang yang

dalam melaksanakan rukyatul hilal, semula adil pada kondisi hilal tidak terdapat keraguan

pelaksanaan rukyatul hilal hanya dilakukan dengan untuk dapat terlihat. Adapun menurut Syafi`iyah,

mata telanjang, tanpa menggunakan alat bantu memadai keberhasilan rukyah seorang yang adil

apa pun. Setelah kebudayaan manusia makin walaupun pada kondisi terdapat penghalang.

maju, maka pelaksanaan rukyah pun secara Namun, tidak memadai dalam kondisi tersebut

berangsur-angsur menggunakan sarana prasarana menurut Hanabilah.

yang menunjang. Sarana prasarana rukyah ini Menurut kalangan Hanabilah dan Malikiyah,

terus berkembang sesuai dengan perkembangan mereka mensyaratkan keberhasilan rukyah dua

ilmu pengetahuan dan teknologi. 4 orang yang adil pada rukyah awal Syawal untuk

Cara pelaksanaan rukyah pun mengalami

penentuan Idul Fitri. 1

perkembangan. Pada awalnya dalam pelaksanaan pendapat tentang kesaksian keberhasilan rukyah

Mereka juga berbeda

rukyatul hilal, orang hanya melihat atau perempuan. Menurut Hanafiyah dan Hanabilah,

pengarahkan pandangannya ke ufuk barat. diterima kesaksian atau keberhasian rukyatul hilal

perempuan. Namun, kesaksian tersebut tidak

2 Wahbah al- Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî..., h. 1656. 3 Wahbah al- Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî..., h. 1656.

1 Wahbah al- Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuh, 4 Departemen Agama, Pedoman Tehnik Rukyat, (Jakarta: (Dimsyiq: Dar al-Fikr, t.th.), Jilid III, h. 1656.

Depag RI, 1994), h. 2.

Jayusman: Kebijakan Pemerintah dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah

Dengan pengertian bahwa mengarahkan Keduanya sama dalam penentuan awal pandangannya ke ufuk barat yang sedemikan

masuknya bulan Kamariah, yakni pada saat luas. Hal ini sebagai akibat tidak atau kurang

Matahari terbenam setelah terjadinya ijtimak. pengetahuan mereka dalam bidang ilmu falak

Namun, keduanya berbeda dalam menetapkan atau astronomi. Setelah kedua ilmu tersebut

kedudukan bulan di atas ufuk. Aliran ijtimâ` qabl mulai dikuasai dengan baik, pelaksanaan rukyatul

ghurûb sama sekali tidak mempertimbangkan hilal pun menjadi lebih baik dan terarah. Mereka

dan memperhitungkan kedudukan hilal di atas yang melaksanakan rukyah dapat memfokus

ufuk pada saat sunset. Sebaliknya, kelompok dan mengkonsentrasikan pandangan mereka

yang berpegang pada terjadinya ijtimak dan ke posisi yang diduga tempat hilal berada.

posisi hilal saat sunset menyatakan apabila hilal Bahkan, lebih jauh lagi hilal pun dapat dipantau

sudah berada di atas ufuk, itulah pertanda awal pergerakannya. Jika hilal berhasil dirukyat, maka

masuknya bulan baru. Bila hilal belum wujud, gambarnya dapat didokumentasikan. Posisi dan

berarti hari itu merupakan hari terakhir dari bulan waktunya dapat diperhitungkan dengan sangat

yang sedang berlangsung. 8 akurat. 5

Selanjutnya kedua kelompok ini masing- Selanjutnya, di kalangan ahli hisab terdapat

masingnya terbagi lagi menjadi kelompok- pula perbedaan dalam penentuan awal bulan

kelompok yang lebih kecil. Perbedaan ini Kamariah. Di antaranya terdapat pendapat yang

disebabkan atau dikaitkan dengan fenomena- menyatakan bahwa awal bulan baru itu ditentukan

fenomena yang terdapat di sekitar peristiwa

ijtimak dan ghurûb al-syams. Dan dalam lain mendasarkan pada terjadinya ijtimak dan

hanya oleh terjadinya ijtimak 6 , sedangkan yang

perkembangan wacana dalam penetapan awal posisi hilal. Kelompok yang berpegang pada

bulan Kamariah, kelompok yang berpegang sistem ijtimak menetapkan jika ijtimak terjadi

pada posisi hilal inilah yang lebih mendominasi. sebelum matahari terbenam, maka sejak

Selanjutnya akan dibahas tentang kelompok yang matahari terbenam itulah awal bulan baru

berpedoman pada wujudul hilal dan kelompok sudah mulai masuk. Mereka sama sekali tidak

yang berpedoman pada imkanur rukyah dalam mempermasalahkan hilal dapat dirukyah atau

penentuan awal bulan. Keduanya merupakan tidak. Sedangkan kelompok yang berpegang pada

bagian dari mereka yang berpegang pada posisi terjadinya ijtimak dan posisi hilal, menetapkan jika

hilal, namun mereka memiliki standar atau pada saat matahari terbenam setelah terjadinya

patokan yang berbeda.

ijtimak dan posisi hilal sudah berada di atas ufuk, Mereka yang berpedoman pada wujud al- maka sejak matahari terbenam itulah perhitungan

hilal menyatakan bahwa pedoman masuknya bulan baru dimulai. 7 awal bulan adalah telah terjadi ijtimak sebelum

terbenam matahari dan pada saat sunset itu

5 Departemen Agama, Pedoman Tehnik , h. 2-3.

hilal telah wujud di atas ufuk. Sementara itu,

Ijtimak/konjungsi/iqtiran/pangkreman yaitu apabila matahari dan bulan berada pada kedudukan/bujur astronomi

mereka yang berpedoman pada imkanur rukyah

yang sama. Dalam astronomi dikenal dengan istilah konjungsi

menyatakan bahwa patokan masuknya awal bulan

(conjunction) dan dalam bahasa Jawa disebut pangkreman. Ijtimak dalam ilmu hisab dikenal juga dengan istilah ijtimâ`

adalah telah ijtimak terjadi sebelum terbenam

al-nayyirain. Ijtimak itu adakalanya terjadi setelah matahari

matahari dan pada saat sunset itu hilal telah

terbenam, dan pada waktu yang lain terjadi sebelum matahari

berada di atas ufuk pada ketinggian yang

terbenam. Ijtimak setelah matahari terbenam, posisi hilal masih di bawah ufuk dan pasti tidak dapat dirukyah. Adapun

memungkinkan untuk dirukyah.

apabila ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam ada tiga

Dalam menentukan masuknya awal bulan,

kemungkinan, yaitu: a. hilal sudah wujud di atas ufuk dan mungkin bisa dirukyah, b. hilal sudah wujud di atas ufuk dan

mereka yang berpedoman pada wujud al-hilal

tidak mungkin bisa dirukyah, c. hilal belum wujud di atas ufuk/ masih di bawah ufuk dan pasti tidak mungkin bisa dirukyah.

7 Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama Pusat, 8 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Proyek Pembinaan Badan

dan Sains Modern, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), Peradilan Agama Islam, 1981), h. 99.

Cet. ke-2, h. 109.

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014 berpatokan pada posisi hilal sudah di atas ufuk

tanpa mematok ketinggian tertentu. Jika hilal telah di atas ufuk, otomatis pertanda masuknya awal bulan. Mereka yang berpedoman pada imkanur rukyah menentukan ketinggian tertentu hilal sehingga memungkinkan untuk dirukyah. Kriteria ketinggian hilal ini pun dimaknai berbeda-beda, ada mereka yang menyatakan bahwa ketinggian hilal untuk memungkinkan untuk dirukyah harus memiliki ketinggian tertentu. Di samping itu, ada kriteria-kriteria lain sebagai pendukung seperti illuminasi bulan, jarak antara bulan dan matahari saat ghurûb, posisi hilal terhadap matahari, jangka waktu antara ijtimak dan terbenamnya matahari, dan lainnya. 9

PenetapanAwal Bulan Kamariah di Indonesia

Pelaksanaan rukyatul hilal sebagai metode penentuan awal bulan Kamariah; di Nusantara diyakini sudah dilaksanakan semenjak Islam masuk ke kepulauan Nusantara. Ini berdasarkan pada perintah untuk melaksanakan rukyatul hilal sebelum umat Islam melaksanakan ibadah puasa Ramadan dan hari raya Idul Fitri. Setiap tanggal 29 Syakban dan 29 Ramadan umat Islam beramai-ramai pergi ke bukit-bukit atau pantai- pantai untuk bersama-sama menyaksikan hilal di ufuk barat saat matahari terbenam. Jika hilal berhasil dirukyah, maka malam itu adalah malam tanggal satu dari bulan yang baru. Namun bila hilal tidak berhasil dirukyah, malam itu adalah malam hari ketiga puluh dari bulan yang sedang berlangsung. 10

9 Misalnya Muhammadiyah dalam hal ini memilih posisi bulan dan matahari terhadap ufuk sebagai tanda awal bulan,

yakni apabila matahari lebih dulu terbenam daripada Bulan setelah sebelumnya telah terjadi ijtimak. Inilah yang dikenal dengan wujudul hilal. Kata hilal pada kata wujudul hilal, dengan demikian, bukan hilal dalam arti visual sebagaimana ditunjukkan dalam hadis-hadis Nabi saw., melainkan hilal dalam arti konsepsual, yakni bagian permukaan bulan yang tersinari matahari menghadap ke bumi. Atau lebih tepat lagi, istilah itu harus diartikan matahari sudah terlampaui oleh bulan dalam peredarannya dari arah barat ke timur; pembatasnya adalah ufuk. Oman Fathurohman SW, Kalender Muhammadiyah , Power Point disampaikan pada Musyawarah Ahli Hisab Muhammadiyah, Yogyakarta, 29-30 Juli 2006.

10 Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qomariyah dan Permasalahannya di Indonesia , dalam Depag RI, Hisab

Rukyat dan Perbedaannya, (Jakarta: Depag RI, 2004), h. 25.

Semula pelaksanaan rukyatul hilal dilakukan secara spontanitas oleh umat Islam untuk mengetahui awal bulan-bulan yang terkait dengan ibadah. Pelaksanaannya dipandu oleh para ulama dan pemimpin keagamaan lainnya. Setelah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam Nusantara, pelaksanaan rukyat selain yang dilaksanakan secara spontanitas oleh umat Islam, juga ada yang dikoordinir oleh pejabat-pejabat keagamaan di kerajaan yang bersangkutan. 11

Ditinjau dari sarana prasarana yang digunakan dalam melaksanakan rukyatul hilal, semula pelaksanaan rukyatul hilal hanya dilakukan dengan mata telanjang; tanpa menggunakan alat bantu apapun. Setelah kebudayaan manusia makin maju, maka pelaksanaan rukyahpun secara berangsur- angsur menggunakan sarana prasarana yang menunjang. Sarana prasarana rukyah ini terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 12

Cara pelaksanaan rukyah pun mengalami perkembangan. Pada awalnya dalam pelaksanaan rukyatul hilal, orang hanya melihat atau pengarahkan pandangannya ke ufuk barat. Dengan pengertian bahwa mengarahkan pandangannya ke ufuk barat yang sedemikan luas. Hal ini sebagai akibat tidak atau kurang pengetahuan mereka dalam bidang ilmu Falak atau astronomi. Setelah kedua ilmu tersebut mulai dikuasai dengan baik, pelaksanaan rukyatul hilalpun menjadi lebih baik dan terarah. Mereka yang melaksanakan rukyah dapat menfokus dan konsentrasikan pandangan mereka ke posisi yang diduga tempat hilal berada. Bahkan lebih jauh lagi hilalpun dapat dipantau pergerakannya. Jika hilal berhasil dirukyat, maka gambarnya dapat didokumentasikan. Posisi dan waktunya dapat diperhitungkan dengan sangat akurat. 13

Tahapan perkembangan penentuan awal bulan Kamariah di Nusantara terkait dengan perkembangannya sains ilmu Falak dapat penulis klasifikasikan sebagai berikut:

11 Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan

, h. 25.

12 Departemen Agama, Pedoman Tehnik , h. 2. 13 Departemen Agama, Pedoman Tehnik , h. 2-3.

Jayusman: Kebijakan Pemerintah dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah

1. Pengaruh tabel Zij Sulthani karya Ulugh

Geosentris. Ia kemudian mengajarkannya pada

Beik (w. 1449 M)

para ulama di Betawi pada waktu itu. Di antara Sejarah tentang perkembangan ilmu Falak

muridnya adalah Ahmad Dahlan as-Simarani atau sebagai sebuah keilmuan yang mandiri di

at-Tarmasi (w. 1329H/1911M) dan Habib Usman Indonesia dimulai pada awal abad ke-20. Dalam

ibn Abdillah ibn Aqil ibn Yahya yang dikenal perhitungan awal bulan Kamariah misalnya,

dengan Mufti Betawi.

sebelum abad ke-20, di dunia Islam umumnya Lalu Ahmad Dahlan as-Simarani atau at- berkembang metode hisab yang belakangan

Tarmasi mengajarkannya di daerah Termas diidentifikasi sebagai metode hisab hakiki Taqribi.

(Pacitan) dengan menyusun buku Ta kirah al- Perhitungannya masih berpatokan pada asumsi

Ikhwan fi Ba dhi Tawarikhi A mal al-Falakiyah bi teori Geosentris.

Samarang yang selesai ditulis pada 1321 H/1903M. Perhitungan awal bulan yang dilakukan meng-

Sedang Habib Usman ibn Abdillâh ibn Aqil ibn gunakan tabel-tabel astronomi yang dirumuskan

Yahya tetap mengajar di Betawi. Ia menulis oleh Ulugh Beik (w. 1449 M) yang biasanya

buku Iqazu al-Niyâm fi Mâ Yata allaq bi Ahillah disebut Zij Sulthani. Tabel astronomi Ulugh Beik

wa al-Shiyam dicetak pada 1321H/1903 M. Buku ini di samping memuat masalah ilmu Falak,

ini merupakan penemuan yang sangat berharga juga terdapat di dalamnya tentang masalah

pada masa itu. Tabel ini telah digunakan bahkan puasa. 15 Adapun pemikirannya tentang ilmu

juga oleh para astronom di Barat selama berabad- Falak kemudian dibukukan oleh salah seorang

abad lamanya. muridnya Muhammad Manshur bin Abdul Hamid Dalam sejarah perkembangan modern ilmu

bin Muhammad Damiri bin Muhammad Habib Falak di Indonesia pada awal abad ke-20, ditandai

bin Abdul Muhit bin Tumenggung Tjakra Jaya dengan penulisan kitab-kitab ilmu Falak oleh para

yang menulis kitab Sullam al-Nayyirain dicetak ulama ahli Falak Indonesia. Seiring kembalinya

pertama kali pada 1344H/1925 M. Itulah kitab- para ulama yang telah berguru di Mekah pada

kitab yang dihasilkan oleh ulama Falak nusantara awal abad ke-20, ilmu Falak mulai tumbuh dan

pada priode awal ini. Kitab Sullam al-Nayyirain berkembang di tanah air. Ketika berguru di tanah

lah paling dikenal dari karya ulama Falak pada suci, mereka tidak hanya mempelajari ilmu-

masa ini dan masih banyak dipelajari sampai ilmu agama seperti: tafsir, hadis, fiqh, tauhid,

sekarang.

tasawuf, dan pemikiran yang mendorong umat Sementara tokoh Falak yang menonjol di Islam yang pada masa itu rata-rata di bawah daerah Sumatera adalah Thahir Djalaluddin

belenggu kolonialisme untuk membebaskan diri, dan Djamil Djambek. Thahir Djalaluddin dengan

melainkan juga membawa catatan tentang ilmu karyanya Pati Kiraan Pada Menentukan Waktu

Falak. Kemudian proses transfer knowledge ini yang Lima diterbitkan pada 1357H/1938 M, dan

berlanjut kepada para murid mereka di tanah Natîjah al-Ummi The Almanac: Muslim and Christian

air. 14 Calendar and Direction of Qiblat According to Safie Dengan semangat menjalankan dakwah

Sect dicetak pada 1951. Tokoh lainnya Djamil islamiah, di antara para ulama ada yang

Djambek dengan karyanya Almanak Djamiliyah baerdakwah ke berbagai daerah yang baru. Pada

dan Diya al-Niri fî Mâ Yata`allaq bi al-Kawâkib. 16 dekade itu misalnya, Syekh Abdurrahman ibn

Tokoh Falak Nusantara yang hidup pada masa itu Ahmad al-Mishra (berasal dari Mesir) pada tahun

yang bersinar antara lain Syekh Ahmad Khatib 1314H/1896M datang ke Betawi. Ia membawa

al-Minangkabawi, Ahmad Rifa i, dan Kyai Sholeh Zij (tabel astronomi) Ulugh Beik (w. 1449 M)

Darat. 17

yang masih mendasarkan teorinya pada teori

15 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak..., h. 29. 14 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik,

16 Susiknan Azhari, Ilmu Falak , h. 10. (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2008), h. 28-29.

17 Susiknan Azhari, Ilmu Falak , h. 10.

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

2. Pengaruh Mathla` al-Sa`îd fi Hisabat

Ahmad SS Jepara yang dicetak pada 1986, al-

al-Kawâkib `ala Rashd al-Jadîd dan al-

Maksûf karya Ahmad Soleh Mahmud Jauhari

Cirebon, Ittifâq Dzât al-Bain karya Muhammad Setelah Nicolas Copernicus (1473-1543) me-

Manâhij al-Hamîdiyah.

Zuber Abdul Abdul Karim Gresik. nemukan teori Heliosentris, tentu saja penemuan ini berpengaruh terhadap metode dan rumus ilmu

3. Perkawinan Ilmu Falak dan Astronomi

Falak atau astronomi yang selama ini digunakan. Pembahasan tentang sejarah perkembangan Awalnya tidak mudah untuk menentang doktrin

ilmu Falak modern Indonesia tak lepas dari peran yang diyakini gereja, namun pada tahapan

Saadoe ddin Djambek. Ia lahir di Bukittinggi pada selanjutnya teori ini mendapat dukungan secara

tanggal 24 Maret 1911 M/ 1330 H. Ia wafat di ilmiah dari ilmuan setelahnya. Pembaharuan yang

Jakarta pada tanggal 22 November 1977 M/11 digulirkan inipun kemudian sampai ke Indonesia.

Zulhijah 1397 H. Ia merupakan seorang guru serta Diperkirakan baru sampai ke Indonesia pada

ahli hisab dan rukyat, putra ulama besar Syekh pertengahan abad ke-20.

Muhammad Djamil Djambek (1860-1947M/1277- Menurut M. Taufik bahwa kitab ilmu Falak

1367H) dari Minangkabau. 19 yang ditulis oleh ulama Falak nusantara pada

Ia mulai tertarik mempelajari ilmu hisab priode kedua ini banyak yang merupakan

pada tahun 1929 M/1348 H. pada tahap awal, ia cangkokan dari kitab Mathla al-Sa`îd fi Hisabat

belajar ilmu hisab dari Syekh Taher Jalaluddin al-Kawâkib `ala Rashd al-Jadîd karangan Husen Zaid

yang mengajar di Al-Jami ah Islamiah Padang al-Mishra dan al-Manâhij al-Hamîdiyah karangan

tahun 1939 M/1358 H. Pertemuannya dengan Abd al-Hamîd Mursy Ghais al-Falaki al-Syâfi î.

Syekh Taher Jalaluddin membekas dalam dirinya Kedua kitab tersebut dibawa ke Indonesia oleh

dan menjadi awal pembentukan keahliannya mereka yang menunaikan ibadah haji dan lalu

di bidang penanggalan. Untuk memperdalam menyempatkan diri untuk belajar di tanah suci dan

pengetahuannya, ia kemudian mengikuti kursus sampai ke Indonesia kira-kira pada pertengahan

Legere Akte Ilmu Pasti di Yogyakarta pada abad ke-20. Di antara kitab-kitab karangan ulama

tahun 1941-1942 M/1360-1361 H serta mengikuti Nusantara tersebut adalah kitab al-Khulâshah al-

kuliah ilmu pasti alam dan astronomi pada FIPIA Wafiyah karya Zubair Umar al-Jailani yang dicetak

(Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam) di Bandung pertama kalinya pada 1354H/ 1935M, buku Ilmu

pada tahun 1954-1955 M/1374-1375 H. 20 Falak dan Hisab dan buku Hisab Urfi dan Hakiki

Keahliannya di bidang ilmu pasti dan ilmu karya K Wardan Dipo Ningrat yang dicetak pada

Falak dikembangkannya melalui tugas yang 1957, al-Qawâ`id al-Falakiyah karya Abd al-Fattâh al-

dilaksanakannya di beberapa tempat. Pada tahun Sayyid al-Thûfi al-Falaki, dan Badî ah al-Mitsâl karya

1955-1956 M/1375-1376 H menjadi lektor kepala Ma shum Jombang (w 1351H/1933M). 18

dalam mata kuliah ilmu Pasti pada PTPG (Perguruan Pada tahap selanjutnya kitab-kitab ilmu Falak

Tinggi Pendidikan Guru) di Batusangkar, Sumatra karya para ulama Indonesia selain menjadikan

Barat. Kemudian ia memberi kuliah ilmu Falak Mathla al-Sa îd dan al-Manâhij al-Hamîdiyah

sebagai dosen tidak tetap di Fakultas Syariah IAIN sebagai rujukan utamanya juga merujuk karya

Sunan Kalijaga Yogyakarta (1959-1961 M/1379-1381 ulama Indonesia sebelum mereka, yakni para

H). Sebagai ahli ilmu Falak, ia banyak menulis guru mereka (yang telah mempelajari dan

tentang ilmu Hisab. Di antara karyanya adalah : (1) mencangkok kitab Mathla al-Sa îd dan al-

Waktu dan Djadwal Penjelasan Populer Mengenai Manâhij al-Hamîdiyah). Di antara karya-karya yang

Perjalanan Bumi, Bulan dan Matahari (diterbitkan dihasilkan adalah Almanak Menara Kudus karya

Turaikhan Adjhuri, Nûr al-Anwâr karya Kyai Noor

19 Susiknan Azhari, Tokoh-Tokoh Falak di Indonesia: Saadoe ddin Djambek,http://bimasislam.depag.go.id diakses

pada tanggal 5 Maret 2009.

18 Mohammad Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang: UIN 20 Susiknan Azhari, Tokoh-Tokoh Falak , http://bimasislam. Malang Press 2008), Cet. ke-1, h. 29.

depag.go.id diakses pada tanggal 5 Maret 2009.

Jayusman: Kebijakan Pemerintah dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah

oleh Penerbit Tintamas tahun 1952 M/1372 H), (2) Sofware Falak itu antara lain: Mawaqit oleh Almanak Djamiliyah (diterbitkan oleh Penerbit

ICMI Korwil Belanda pada tahun 1993; yang Tintamas tahun 1953 M/1373 H), (3) Perbandingan

disempurnakan menjadi Mawaqit versi 2001 oleh Tarich (diterbitkan oleh penerbit Tintamas pada

Khafid, program Falakiyah Najmi oleh Nuril Fuad tahun 1968 M/1388 H), (4) Pedoman Waktu

tahun 1995, program Astinfo softaware astronomi Sholat Sepanjang Masa (diterbitkan oleh Penerbit

komersial oleh Zephyr, dan program Badiah al- Bulan Bintang pada tahun 1974 M/1394 H), (5)

Mitsal tahun 2000, Ahillah, Misal, Pengetan dan Sholat dan Puasa di daerah Kutub (diterbitkan

Tsaqib oleh Muhyiddin Khazin pada tahun 2004. 23 oleh Penerbit Bulan Bintang pada tahun 1974

Penetapan awal bulan kamariah di Indonesia, M/1394 H) dan (6) Hisab Awal bulan Qamariyah

dilaksanakan dalam mekanisme sebuah sidang; (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas pada tahun

yang dikenal dengan sidang Isbat. Sebelum 1976 M/1397 H). 21 keputusan diambil, para peserta berkesempatan

Karya yang terakhir ini; Hisab Awal bulan untuk memaparkan hasil perhitungan mereka Qamariyah merupakan pergumulan pemikirannya

untuk awal bulan kamariah tersebut. Acara yang akhirnya merupakan ciri khas pemikirannya

dilanjutkan dengan mendengarkan hasil rukyatul dalam hisab awal bulan Kamariah. Ia lah yang

hilal dari berbagai tempat observasi di Indonesia. meletakkan dasar perhitungan awal bulan

Mulai dari hasil observasi dari daerah Indonesia Kamariah menggunakan hisab yang berdasarkan

Timur, yang lebih dahulu mengalami ghurub pada ilmu astronomi di Indonesia.

kemudian dilanjutkan dengan daerah di sebelah Satu lagi kontribusi Sa adoeddin Djambek

baratnya, begitulah seterusnya sampai ke daerah adalah dalam penentuan koordinat geografis

paling barat Indonesia; propinsi Aceh Nangroe Ka bah. Sewaktu melaksanakan ibadah haji, ia

Darussalam. Berdasarkan laporan keberhasilan melakukan pengukuran koordinat geografis

rukyah tersebutlah keputusan tentang penetapan Ka bah. Ia menyatakan bahwa koordinat geografis

awal bulan tersebut diambil pada sesi berikutnya. Ka bah adalah lintang ( ) 21° 25 LU dan bujur

Kondisi cuaca Indonesia yang cenderung ( ) 39° 50 BT. Jaringan keilmuan Sa adoeddin

hujan ataupun berawan sering membuat para Djambek ini diteruskan oleh muridnya. Di antara

ahli Falak merasa was-was. Walaupun posisi muridnya adalah Abdul Rachim dan A Mustadjib.

hilal tinggi, tapi karena faktor cuaca tadi bisa Karya Abdul Rachim antara lain Ilmu Falak yang

jadi tidak memungkinkan untuk terlihat. Kalau dicetak pada 1983, Perhitungan Awal Bulan dan

hilal tidak terlihat prosedurnya dilakukannya Gerhana Matahari sistem Newcomb.

istikmal (keesokan harinya merupakan tanggal Selanjutnya jajaran ulama yang berkiprah

ketiga puluh dari bulan yang sedang berjalan), dalam mengembangan ilmu Falak pada priode

padahal secara perhitungan kondisinya sudah ini antara lain: M. Taufik. Ia dan putranya me-

tinggi; ketinggian yang memungkinkan untuk nyusun Win Hisab versi 2.0 pada tahun 1998.

berhasil dirukyah. Namun kekhawatiran itu belum Hak lisensinya pada badan Hisab dan Rukyat

pernah benar-benar terjadi di Indonesia. Hal ini Kementrian Agama RI. Win Hisab ini dikenal juga

karena pada ketinggian hilal yang memenuhi dengan Sistem Ephemeris. 22 criteria untuk berhasil dirukyat tersebut, ada

saja laporan keberhasilan dari berbagai tempat Perbedaan dalam ber-Idul Fitri pada tahun

observasi di tanah air .

1993, 1993 dan 1994 mendatangkan berkah tersendiri bagi perkembangan ilmu Falak

Pemerintah melalui petugasnya yang di- Indonesia. Yakni dengan lahirnya software-

turunkan ke lapangan; tempat observasi me- software Falak yang praktis dari para ahli Falak.

lakukan klarifikasi terhadap laporan keberhasilan rukyah anggota Badan Hisab Rukyah. Apakah

laporan yang disampaikan tersebut benar secara

Susiknan Azhari, Tokoh-Tokoh Falak , http://bimasislam. depag.go.id diakses pada tanggal 5 Maret 2009. 22 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak , h. 36-37.

23 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak..., h. 37.

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014 perhitungan ilmu Falak dan astronomi ataukah

member saran kepada Menteri Agama dalam yang dilihat oleh yang bersangkutan adalah hilal

penetapan awal bulan Kamariah. halusinasi. Bahkan pemerintah pernah menolak

4. Keanggotaan Lembaga Hisab dan Rukyat laporan keberhasilan rukyatul hilal yang dinilai

terdiri dari anggota tetap (inti) dan anggota tidak sesuai dengan kedua ilmu tersebut.

tersebar. Anggota tetap terdiri dari tiga unsur, yakni: unsur Departemen Agama,

Pendirian Badan Hisab Rukyah

unsur ahli Falak dan Hisab, serta unsur ahli Kementerian Agama yang dulunya bernama

Hukum Islam/Ulama. 27

Departemen Agama Republik Indonesia didirikan Hasil rumusan tersebut lalu diserahkan tanggal 3 Januari 1946. Setelah berdirinya Depag,

kepada Direktorat Peradilan Agama. Pada persoalan yang terkait dengan libur Peringatan

tanggal 2 April 1972 Direktur Peradilan Agama Hari Besar Islam (PHBI) dan penetapan awal

menyampaikan nama-nama anggota; baik anggota Ramadan, Syawal, dan Zulhijah diserahkan

tetap maupun anggota tersebar kepada Menteri dan menjadi kewenangannya. Ini berdasarkan

Agama. Pada tanggal 16 Agustus 1972 dikeluarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No.2/ Um, 7/

surat Keputusan Menteri Agama no.76 tahun 1972 Um, 9/Um jo Keputusan Presiden No. 25 tahun

tentang Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat 1967, No. 148 tahun 1968 dan No.10 tahun 1971. 24 Departemen Agama.

Dalam wilayah etis-praktis sampai saat ini Selanjutnya dengan Surat Keputusan No. 77 penetapan dan awal bulan Kamariah tersebut

tahun 1972 tanggal 16 Agustus 1972 memutuskan belum seragam. Bahkan perbedaan ini menjadi

susunan personalia Badan Hisab dan Rukyat penyebab friksi dan mengusik ukhuwah islamiah di

Departemen Agama sebagai berikut: Sa adoeddin antara umat Islam Indonesia. Persoalan inilah yang

Djambek Jakarta sebagai ketua merangkap melatar belakangi pendirian sebuah Lembaga

anggota, Wasit Aulawi MA, Jakarta sebagai Hisab dan Rukyat. 25 wakil ketua merangkap anggota, dan Drs. Djabir

Untuk merealisasikan pendiriannya, maka Manshur Jakarta sebagai sekretaris merangkap dibentuklah sebuah tim yang beranggotakan lima

anggota. Adapun anggotanya adalah: ZA Noeh orang; mereka berasal dari tiga lembaga. Anggota

Jakarta, Drs. Susanto LMC Jakarta, Drs. Santoso tim itu adalah dari unsur Departemen Agama: A

Jakarta, Rodi Saleh Jakarta, Djunaidi Jakarta, Wasit Aulawi, Zaini Ahmad Noeh, dan Sa adoeddin

Kapten Laut Muhadji Jakarta, Drs. Peunoh Dali Djambek; Lembaga Meteorologi dan Geofisika:

Jakarta, dan Syarifudin BA Jakarta. Susanto; dan Planetarium: Santoso Nitisastro. 26 Adapun anggota tersebar diserahkan pe-

Setelah melalui serangkaian rapat, pada tanggal nyelesaiannya oleh Direktur Jendral Bimas Islam.

23 Maret 1972 tim sampai pada kesimpulan: Dirjen Bimas Islam dengan surat keputusannya

1. Tujuan dari Lembaga Hisab dan Rukyat adalah No. D.I/96/P/1973 tanggal 28 Juni 1973 telah mengupayakan persatuan dalam menentukan

menetapkan susunan anggota tersebar Badan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.

Hisab dan Rukyat Departemen Agama sebagai berikut: KH. Muchtar Jakarta, KH. Turaichan

2. Status Lembaga Hisab dan Rukyat adalah Adjhuri Kudus, K.R.B Tang Soban Sukabumi,

resmi (pemerintah) dan berada di bawah Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat

KH. Ali Yafi Ujung Pandang, KH. A Djalil Kudus, Islam yang berkedudukan di Jakarta.

KH. Wardan Yogyakarta, Drs. Abdur Rachim Yogyakata, Ir. Basit Wachit Yogyakarta, Ir.

3. Tugas Lembaga Hisab dan Rukyat adalah Muchlas Hamidi Yogyakar ta, H. Aslam Z

Yogyakarta, H. Bidran Hadi Yogyakarta, Drs.

24 Susiknan Azhari, Sa adoeddin Djambek (1911-1977) dalam

Bambang Hidayat Bandung/ITB, Ir. Hamran

Sejarah Pemikiran Hisab di Indonesia, (Yogyakarta: Proyek PTA

Wachid Bandung/ITB, KH. O.K.A Azis Jakarta,

IAIN Sunan Kalijaga, 1998/1999), h. 14. 25 Susiknan Azhari, Sa adoeddin Djambek , h. 15

26 Susiknan Azhari, Sa adoeddin Djambek , h. 15. 27 Susiknan Azhari, Sa adoeddin Djambek , h. 16.

Jayusman: Kebijakan Pemerintah dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah

Ustaz Ali Ghozali Cianjur, Banadji Aqil Jakarta, kepentingan rukyah dan penetapan awal bulan dan Kyai Zuhdi Usman Nganjuk.

Kamariah. Termasuk juga penentuan hari-hari Anggota Badan Hisab Rukyah tersebut terdiri

libur nasional yang berhubungan dengan PHBI. dari unsur: Badan Meteorologi Klimatologi dan

Temu kerja ini diadakan setiap tahun. Geofisika, Planetarium, dan Observatorium

3. Mengadakan musyawarah dan rukyah Jakarta, Observatorium Bosscha Lembang,

bersama dengan negara-negara Malaysia, Dishidros TM AL, Bakosurtanal, dan LAPAN,

Brunei Darussalam, dan Singapura (Mabims). Perguruan Tinggi, serta perorangan yang ahli. 28 4. Melakukan konsultasi dengan Majlis Ulama Badan Hisab dan Rukyat mengupayakan

Indonesia, terutama dalam menghadapi unifikasi dalam menentukan awal bulan Kamariah

situasi kritis.

di Indonesia; terutama awal Ramadan, Syawal,

5. Mengadakan pelatihan yang diikuti oleh dan Zulhijah. Namun dalam wilayah etik praktis

unsur instansi pemerintah dan masyarakat belum bisa terwujud. Menurut Susiknan Azhari,

(pesantren dan ormas). perbedaan tersebut tidak hanya tarik menarik

6. Melakukan kajian terhadap sistem dan antara mereka yang berpedoman kepada hisab

referensi hisab yang berkembang di ataupun mereka yang menggunakan rukyat.

masyarakat. Kemudian menusun suatu sistem Akan tetapi problem intern dari masing-masing

dan data hisab untuk digunakan oleh semua kalangan tersebut. Kajian hisab misalnya, selama

pihak. Sistem dan data yang dimaksud adalah Ephemeris Hisab Rukyat ini lebih bercorak paktis (practical guidance) dan 31 . kian melupakan wilayah teoritis-filosofis. 29 7. Menerbitkan Takwim Standar Indonesia setiap

Kehadiran Badan Hisab dan Rukyat merupa- tahunnya. Takwim ini memuat penanggalan kan wadah bagi pemikiran hisab dan rukyat di

hijriah yang telah disepakati oleh temu kerja Indonesia. Akan tetapi menurut Susiknan Azhari,

BHR.

dalam perjalannya badan Hisab dan Rukyat

8. Melakukan rukyat bersama, baik untuk terkungkung oleh rutinitas dan lebih bercorak

kepentingan penentuan awal Ramadan, Bayani ketimbang Burhani. Sudah saatnya Badan

Syawal, dan Zulhijjah maupun pada awal- Hisab dan Rukyat mengembangkan wilayah teoritis

awal bulan lainnya.

dan filosofis. Dalam hal ini patut direnungkan

9. Melakukan observasi gerhana sebagai pernyataan KH Syukri Ghazali sebagaimana yang

pengecekan hasil hisab. 32 dikutip oleh Susiknan Azhari agar Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama memperhatikan

Kriteria Visibilitas Hilal/ Imkanurrukyah

masyarakat Islam Indonesia. Bila masyarakat

Pemerintah

dipaksa menganut suatu pendapat sebelum ada Kriteria visibilitas hilal ditentukan berdasarkan titik temu dari berbagai pendapat, maka usaha

keberhasilan pengamatan hilal secara empiris. untuk mempersatukan pendapat akan mengalami

Kriteria dasar yang dapat digunakan berdasarkan kegagalan. 30 pengamatan dan model teoritik adalah limit

Kegiatan Badan Hisab Rukyah antara lain: Danjon, bahwa hilal tidak mungkin teramati bila jarak sudut bulan-matahari kurang dari 7 1. o Menghimpun data dan pendapat serta . 33 melakukan musyawarah, dan menelaah ulang saat sidang isbat awal Ramadan, Syawal, dan

31 Sistem ini menyajikan data astronomis bulan dan

Zulhijah.

matahari haran, bahkan tiap jamnya. Sistem ini disebar dan disosialisasikan kepada seluruh Pearadilan Agama, beberapa

2. Melakukan temu kerja (muker) dan mu-

pesantren, serta para peminat hisab rukyat.

syawarah untuk menentukan data hisab bagi

32 Gerhana Matahari terjadi pada saat ijtmak atau konjungsi. Konjungsi adalah peristiwa astronomis pada saat

bulan dan matahari berada pada bujur astronomi yang sama. 28 Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan , h. 12. Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan , h. 14. 29 Susiknan Azhari, Sa adoeddin Djambek , h. 20

33 Schaefer, BE, Length of the Lunar Crescent , Q. J. R. 30 Susiknan Azhari, Sa adoeddin Djambek , h. 21.

Astron. Soc., Vol. 32,1991, h. 265.

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014 Hal ini disebabkan oleh batas kepekaan mata

hilal termuda tercatat pada umur hilal 13 jam 24 manusia yang tidak mungkin melihat tanduk

menit yang teramati pada tanggal 5 Mei 1989 sabitnya hilal yang lebih redup dari ambang batas

(6 Mei 01:10 UT) di Houston, Amerika Serikat. 37 kepekaan mata manusia. Pada jarak sudut bulan-

Mengenai kriteria imkanurrukyah dalam matahari sedikit lebih dari 7 o , hilal mungkin hanya

penetapan awal bulan hijriah yang dikembangkan tampak sebagai goresan tipis, tanpa tanda-tanda

oleh pemerintah, sebagaimana disepakati dalam lengkungan sabit. Bila kurang dari 7 o , sama sekali

persidangan hilal Negara-negara Islam se-dunia mata rata-rata manusia tidak bisa menangkap

di Istanul Turki 1978 dengan ketentuan sebagai cahaya hilal tersebut. 34 berikut:

1. Tinggi hilal tidak kurang dari 5 derajat dari oleh Mohammad Ilyas dari IICP (International

Kriteria lain di antaranya dikembangkan

ufuk barat

2. Jarak sudut hilal ke matahari tidak kurang visibilitas hilal yang dirumuskan IICP (dengan

Islamic Calendar Programme), Malaysia. Kriteria

8 derajat

sedikit modifikasi: bukan nilai rata-rata yang

3. Umur hilal tidak kurang dari 8 jam setelah diambil sebagai kriteria, tetapi nilai minimumnya)

ijtimak terjadi. 38

terbagi menjadi tiga jenis, tergantung aspek yang Namun demikian ketentuan ini sering

ditinjau: 35 mengalami penyesuaian berdasarkan faktor

1. Kriteria posisi bulan dan matahari: beda tinggi geografis dan kesulitan teknis lainnya. Seperti

bulan-matahari minimum agar hilal dapat

Negara-negara serumpun Indonesia, Malasyia, teramati adalah 4 bila beda azimut bulan -

Brunai Darussalam, dan Singapura (MABIMS) matahari lebih dari 45 , bila beda azimutnya

1990 bersepakat untuk menyatukan kriteria

0 o perlu beda tinggi > 10,5 . kebolehtampakan hilal dengan ketentuan yang

2. Kriteria beda waktu terbenam: sekurang- berdasarkan kriteria Turki dan penggabungan

kurangnya bulan 40 menit lebih lambat hisab rukyah, yaitu sebagai berikut:

terbenam daripada matahari dan memerlukan

1. Tinggi hilal tidak kurang dari 2 derajat beda waktu lebih besar untuk daerah di

lintang tinggi, terutama pada musim dingin.

2. Jarak sudut hilal ke matahari tidak kurang

3 derajat

3. Kriteria umur bulan (dihitung sejak ijtimak): hilal harus berumur lebih dari 16 jam bagi

3. Umur hilal tidak kurang dari 8 jam setelah ijtimak terjadi. pengamat di daerah tropic, dan berumur 39

lebih dari 20 jam bagi pengamat di lintang Kriteria ini juga yang disepakati dalam tinggi. 36 sidang komite penyatuan kalender Hijriah

Kriteria IICP sebenarnya belum final, mungkin ke-8 yang diselenggarakan oleh Departemen berubah dengan adanya lebih banyak data.

Kehakiman Saudi Arabia 7-9 Nopember 1998 di Visibilitas berdasarkan umur bulan dan beda posisi

Jeddah. Indonesia pada saat itu mendelegasikan tampaknya kuat dipengaruhi jarak bulan-bumi dan

Taufiq dan Abdur Rahim. Akan tetapi dalam posisi lintang ekliptika bulan, bukan hanya faktor

prakteknya kriteria tersebut tidak dapat disepakati geografis. Rekor pengamatan hilal termuda bisa

sebagaimana Turki yang tetap menggunakan 8 dijadikan bukti kelemahan kriteria beda posisi

derajat atau International Islamic Calendar Program dan umur hilal. Rekor keberhasilan pengamatan

(IICP) dengan kriteria 4 derajat. Sebenarnya terdapat korelasi antara ke-

34 T. Djamaluddin, Visibilitas Hilal di Indonesia , Makalah perkuliahan Fiqh Hisab Rukyah di IAIN Wali Songo, 6 November

2009. 37 T. Djamaluddin, Visibilitas Hilal 35 Ilyas M, Limiting Altitude Separation in the New Moon s

38 Wahyu Ima Sumantri, Manhaj Penyatuan Kalender Visibility Criterion , Astron. & Astrophys., Vol. 206, 1988, h. 133

Muslimin, dalam www. Imran Kuzsa.com diakses pada tanggal dan Ilyas, M dan Khalid-Taib, M, Pengantarbangsaan Kalender

5 Maret 2009.

Islam , Univ. Sains Schaefer, 1989. 39 Wahyu Ima Sumantri, Manhaj Penyatuan..., www. Imran 36 T. Djamaluddin, Visibilitas Hilal

Kuzsa.com diakses pada tanggal 5 Maret 2009.

Jayusman: Kebijakan Pemerintah dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah

tentuan Turki dan yang disepakati oleh MABIMS organisasi kemasyarakatan Islam dan para yaitu apabila ketinggian hilal di negara-negara

ahli 41 .

ASEAN mencapai 2 derajat, maka ketinggian Di Indonesia, Selama ini belum ada penelitian itu akan menjadi 5 derajat di Negara-negara

sistemik tentang kriteria visibilitas hilal berdasarkan sekitar laut tengah dan ketinggian itu akan

data-data rukyatul hilal. Departemen Agama RI semakin bertambah di negara-negara sekitar

menggariskan yang biasa digunakan di Indonesia laut tengah. 40 adalah kriteria imkanurrukyah MABIMS di atas.

Kriteria imkanurrukyah sebenarnya adalah 42 Menurut para astronom, kriteria visibilitas hilal titik temu yang paling baik antara semua praktisi

tersebut lebih rendah dari pada yang telah mereka hisab dan rukyah di Indonesia. Kriteria ini dibuat

tentukan.

dari perpaduan data rukyat dan data hisab. Kriteria visibilitas ini ditentukan berdasarkan Walaupun kriteria yang digunakan di Indonesia

keberhasilan pengamatan hilal. Kriteria dasar yang lebih rendah dari kriteria Internasional, sebagai

dapat digunakan yang berdasarkan pengamatan langkah awal itu sudah cukup baik. Kriteria itu

dan model teoritik adalah limit Danjon: hilal tidak harus terus disempurnakan.

mungkin dapat diobservasi bila jarak sudut bulan- Pada bulan Maret 1998 para ulama ahli hisab

matahari kurang dari 7°. Hal ini dikarenakan rukyah Indonesia dan para perwakilan masyarakat

oleh batas kepekaan mata manusia yang tidak Islam mengadakan pertemuan yang membahas

mungkin melihat ujung sabitnya sabitnya hilal tentang kriteria imkanurrukyah Indonesia dan

yang lebih redup dari ambang batas kepekaan menghasilan keputusan sebagai berikut:

mata manusia. Pada jarak sudut bulan-matahari

1. Penentuan awal bulan kamariah didasarkan lebih sedikit dari 7°, hilal hanya mungkin tampak pada sistem hisab hakiki tahkiki dan atau

sebagai goresan tipis, tanpa adanya lengkungan rukyah.

sabit. Bila kurang dari 7°, mata rata-rata manusia Penentuan awal bulan kamariah yang terkait

tidak dapat menangkap cahaya hilal tersebut. 2. 43 dengan pelaksanaan ibadah mahdhah yaitu

Ada kriteria lain yang dikembangkan oleh awal ramadhan, syawal dan dzulhijjah di-

Mohammad Ilyas dari IICP (International Islamic tetapkan dengan memperhitungkan hisab

Calendar Programme), Malaysia. Kriteria yang hakiki tahkiki dan rukyah.

dirumuskannya (dengan sedikit modifikasi: bukan

3. Kesaksian rukyah hilal dapat diterima apabila nilai rata-rata yang diambil sebagai kriteria, tapi ketingian hilal 2 derajat dan jarak ijtimak ke

nilai minimumnya) terbagi menjadi tiga jenis, ghurub matahari minimal 8 jam.

tergantung aspek yang ditinjau:

1. Posisi matahari dan bulan: beda tinggi ketingian hilal kurang dari 2 derajat maka

4. Kesaksian rukyah hilal dapat diterima apabila

matahari-bulan minimum agar hilal yang bisa awal bulan didasarkan istikmal.

terobservasi adalah 4° bila beda azimuth

5. Apabila ketinggian hilal 2 derajat atau lebih matahari-bulan lebih dari 45°, bila beda awal bulan dapat ditetapkan.

6. 41 Kriteria imkanurrukyah tersebut akan di- Hasil musyawarah ulama ahli hisab rukyah dan ormas adakan penelitian lebih lanjut.

Islam tentang kriteria imkanurrukyah yang dilaksanakan pada tangal 24-26 Maret 1998/ 25-27 Dzulqo dah 1418 H di hotel USSU

7. Menghimbau kepada seluruh pimpinan

Cisarua Bogor, sebagaimana dinukil oleh Ahmad Izzuddin, Fiqh

organisasi kemasyarakatan Islam untuk

Hisab Rukyah Indonesia: Sebuah Upaya Penyatuan Madzhab Hisab Dan Madzhab Rukyah, (Yogyakarta: Logung Pustaka,

menyosialisasikan keputusan ini.

2003), h. 80-81.

8. 42 Dalam pelaksanaan sidang isbat, pemerintah Ditbinbapera, Kebijaksanaan Pemerintah Indonesia mendengarkan pendapat-pendapat dari dalam Menyikapi Permasalahan Hisab Rukyat di Tingkat

Nasional dan Internasional , Pertemuan Tokoh Pemuka Agama Islam dalam Rangka Peningkatan Pelaksanaan Hisab Rukyat

40 Lihat selengkapnya dalam laporan hasil sidang komite (PTA Jabar), Bandung 1-3 Agustus 2000. penyatuan kalender hijriah ke 8 di Jeddah, Saudi Arabia, 7-9

43 Schaefer BE, Length of the Lunar Crescent , Q. J. R. Nopember 1998.

Astron. Soc., Vol. 32, 1991.

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

azimuthnya 0° perlu beda tinggi > 10,5°. bulan-matahari, serta jarak sudut bulan-matahari.

2. Beda waktu terbenam: sekurang-kurangnya Guna meminimalisir efek kesalahan observasi bulan 40 menit lebih lambat terbenam

tersebut, dibutuhkan analisis awal untuk meng- daripada matahari dan memerlukan beda

klasifikasi data berdasar kriteria berikut: waktu lebih besar untuk daerah di lintang

1. Kriteria primer: pada sudut beda tinggi bulan- tinggi, terutama pada musim dingin.

matahari kurang dari 4 o (kriteria menurut

3. Umur bulan (dihitung sejak ijtimak): hilal harus Ilyas, 1988), perlu mempertimbangkan berumur lebih dari 16 jam bagi pengamat di

hasil pengamatan yang dilakukan oleh tim daerah tropik dan berumur lebih dari 20 jam

observator lain di tiga atau lebih tempat bagi pengamat di lintang tinggi. 44 berbeda. Data yang diinformasikan oleh

Kriteria Mohammad Ilyas ini sebenarnya belum tim-tim observator tersebut mimimal harus final, mungkin berubah dengan data yang lebih

terdiri dari data lengkap tentang waktu banyak. Visibilitas berdasarkan umur bulan dan

pengamatan. Data tersebut digunakan beda posisi, tampaknya kuat dipengaruhi jarak

untuk dikomperkan dengan data terbenam bulan-bumi dan posisi lintang ekliptika bulan, bukan

matahari dan bulan. Apabila dilaporkan hanya faktor geografis. Rekor pengamatan hilal

bahwa hilal dapat terlihat pada waktu hilal termuda bisa dijadikan bukti kelemahan kriteria

sudah terbenam, maka laporan tersebut beda posisi dan umur hilal. Rekor keberhasilan

harus ditolak.

pengamatan hilal termuda tercatat pada umur

2. Kriteria sekunder: pada saat planet venus hilal 13 jam 24 menit yang teramati pada tanggal

dan merkurius berdekatan dengan bulan,

5 Mei 1989 (6 Mei 01:10 UT) di Houston, Amerika cahaya terang dari planet-planet tersebut Serikat.

sangat menggangu saat observasi hilal. Dalam kasus ini para observator hilal sering terkecoh

Data observasi hilal diambil T Djamaluddin dengan visibilitas planet mars dan merkurius. dari kumpulan keputusan Menteri Agama Tentang Oleh karena itu, informasi penampakan hilal penetapan tanggal 1 Ramadan dan 1 Syawal

45 1381-1418 H/ 1962-1997 M. pada kasus ini harus ditolak. Dalam selang waktu tersebut ada 38 laporan observasi hilal. Dalam

Berdasarkan data dari kumpulan keputusan kumpulan data tersebut yang dianalisis adalah

Menteri Agama di atas, ternyata banyak teori- waktu pengamatan (meliputi tanggal dan jam),

teori tentang visibilitas hilal yang tidak sesuai jumlah lokasi pengamatan, dan jumlah pengamat.

dengan kenyataan. Misalkan saja menurut teori Data-data tersebut kemudian dikomperkan

limit Danjon yang menyatakan bahwa hilal hanya dengan data astronomis bulan, planet Mars

dapat terlihat bila jarak bulan-matahari lebih dan Venus pada saat matahari terbenam dengan

dari 7 o (Shaefer, 1991), pada kenyataannya hilal menggunakan perangkat lunak Astro Info.

dapat terlihat pada saat jarak bulan-matahari minimum 3,2 o . Demikian juga teori kriteria Ilyas

Data astronomis yang dikomperkan meliputi yang menyatakan bahwa hilal dapat dapat sudut waktu matahari saat terbenam di lokasi terlihat bila umur bulan minimum 16 jam. Namun pengamatan (t m ), sudut waktu bulan saat ternyata teori tersebut terpatahkan oleh data

terbenam matahari (bulan baru, t b ), waktu

dari Menteri Agama yang mencatat bahwa umur terjadinya ijtimak, serta tinggi dan azimut bulan minimum 4,3 jam sudah dapat terlihat. matahari dan bulan pada saat matahari terbenam.

Kriteria beda jarak tinggi bulan-matahari minimum Dari data tersebut dapat dihitung umur bulan

1 o untuk beda azimut 5 o dan tinggi beda jarak 4 o (t m -t b ), beda tinggi bulan matahari, beda azimut

untuk beda azimut 0 o , inipun berbeda dengan teori kriteria Ilyas yang menyatakan lebih tinggi

dari data Menteri Agama. Ilyas M, Limiting Altitude 46 , dan Ilyas dan Khalid-Taib, Pengantarbangsaan

, lihat juga T. Djamaluddin, Visibilitas Hilal 45 Ditbinbapera, Kebijaksanaan Pemerintah

46 Ditbinbapera, Kebijaksanaan Pemerintah

Jayusman: Kebijakan Pemerintah dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah