Peraturan Daerah TINJAUAN PUSTAKA

Pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dijelaskan terdapat 2 jenis definisi dari Peraturan Daerah. Yang pertama adalah “Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur ”. Sedangkan definisi yang kedua adalah “Peraturan Daerah KabupatenKota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenKota dengan persetujuan bersama BupatiWalikota. ” Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota berwenang untuk membuat peraturan daerah, guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan daerah Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Substansi atau muatan materi Perda adalah penjabaran dari peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi, dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah, dan substansi materi tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan perundangan yang lebih tinggi 26 Dalam proses pembuatan peraturan daerah, seperti yang telah dijelaskan di dalam Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan daerah. Rancangan peraturan daerah harus berpedoman kepada peratursan perundang-undangan. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD, Gubernur atau BupatiWalikota menyampaikan rancangan perda, mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan perda yang disampaikan Gubernur atau BupatiWalikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan 20 Muatan materi peraturan daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum dwangsom seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan daerah dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan dapat diatur pula memuat ancaman pidana atau denda lain sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya 21 27 2. Peran Masyarakat Dalam Proses Pembentukan Perda Dalam proses pembentukan Peraturan daerah, masyarakat tentu juga dilibatkan untuk menampung segala aspirasi sehingga Peraturan Daerah yang berlaku nanti dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik dalam proses implementasinya. Saat ini Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan juga memberikan dasar hukum bagi masyarakat yang ingin turut serta dalam proses pembentukan. Pasal 96 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menjelaskan bahwa Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan danatau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Adapaun untuk dalam proses peran masyarakatnya sendiri, seperti yang dijelaskan oleh Pasal 96 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan mengatakan bahwa masyarakat dapat menyampaikan aspirasi mereka untuk ikut serta dalam proses pembentukan Peraturan Daerah pada saat rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi danatau seminar, lokakarya, danatau diskusi. 22 28 Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang undangan dapat diartikan sebagai partisipasi politik , oleh Huntington dan Nelson partisipasi politik diartikan sebagai kegiatan warga negara sipil pivate citizen yang bertujuan untuk mempengaruhi 20 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 21 Siswanto Sunarno,2005 ,”Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia”,Jakarta, Sinar Grafika hlm. 39-40 22 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam proses rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, proses pengambilan keputusan publik dan alasan dari pengambilan keputusan publik merupakan salah satu ciri dari penyelenggaraan negara demokratis. Berkaitan dengan hal ini Bagir Maman mengatakan bahwa kebebasan politik ditandai dengan adanya rasa tentram, karena setiap orang merasa dijamin keamanannya atau kesela matannya. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pemerintahan, khususnya dalam pembentukan peraturan daerah sangat bervariasi, tergantung pada situasi dan kondisi di suatu tempat dan waktu. Dalam negara demokrasi dengan sistem perwakilan, kekuasaan pembentukan undang - undang atau Peraturan Daerah hanya ada ditangan kelompok orang - orang yang telah dipilih melalui pemilihan umum. Dalam hal ini, setiap wakil itu akan bertarung di parlemen demi kepentingan umum dan bila mereka bertindak sebaliknya, maka kursi yang didudukinya akan hilang dalam pemilihan umum yang akan datang, digantikan oleh orang lain dari partai yang sama ataupun dari partai yang berbeda. Disinilah letak titik kontrol yang utama dari rakyat kepada wakilnya di parlemen. 23 29 Alat kontrol lain yang dipergunakan masyarakat adalah demonstrasi atau bentuk bentuk pengerahan massa lainnya, atau bisa juga melalui prosedur hukum.Dengan demikian, untuk mencapai tujuan peraturan perundang-undangan tersebut syarat pertama yang harus dipenuhi adalah keterlibatan rakyatpartisipasi aktif masyarakat dalam suatu proses pembentukan Peraturan Daerah atau kebijakan lainnya mulai dari proses pembentukannya, proses pelaksanaannya di lapangan dan terakhir tahap evaluasi.Sehubungan dengan partisipasi aktif masyarakat dalam pembentukan Peraturan Daerah, maka perlu juga dikemukakan pandangan M. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Sudarsono yang menegaskan terdapat tiga akses three accesses yang perlu disediakan bagi masyarakat dalam 23 http:dinamikahukum.fh.unsoed.ac.idindex.phpJDHarticleviewFile11160 Diakses Pada Hari Kamis, 17 Maret 2016 Jam 11.00 WIB penyelenggaraan pemerintahan. Pertama,akses terhadap informasi yang meliputi 2dua tipe yaitu hak akses informasi pasif dan hak informasi aktif, kedua akses partisipasi dalam pengalihan keputusan public participation in decision making meliputi hak masyarakat untuk mempengaruhi pengambilan keputusan partisipasi dalam penetapan kebijakan, rencana dan program pembangunan dan partisipasi dalarn pernbentukan peraturan perundang- undangan dan ketiga akses terhadap keadilan access to justice dengan menyediakan mekanisme bagi masyarakat untuk menegakkan hukum lingkungan secara langsung the justice pillar also provides a mechanism for public to enforce environmental law directly. Sifat dasar dan peran serta adalah keterbukaan openness dan transparansi transparency. Lebih lanjut, M. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Sudarsono menjelaskan bahwa penguatan tri akses tersebut diyakini dapat mendorong terjadinya perubahan orientasi sikap dan perilaku birokrasi yang semula menjadi service provider menjadi enablerfasilitator. Perwujudan tri akses tersebut dapat dilihat dalam beberapa bentuk.Pertama,turut memikirkan dan memperjuangkan nasib sendiri; kedua,kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Tidak menyerahkan penentuan nasibnya kepada Model Ideal Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Daerah orang lain ; ketiga, merespons dan bersikap kritis; keempat,penguatan posisi tawar, dan kelima, sumber dan dasar motivasi serta inspirasi yang menjadi kekuatan pelaksanaan tugas dan kewajiban pemerintah. 24 30 3. Proses Pembentukan Peraturan Daerah Pembuatan Peraturan Daerah sebenarnya merupakan suatu bentuk pemecahan masalah secara rasional. Layaknya sebagai proses pemecahan masalah, langkah pertama yang perlu diambil adalah menjabarkan masalah yang akan diatasi, dan menjelaskan bagaimana peraturan daerah yang diusulkan akan dapat memecahkan masalah tersebut. 24 Ibid Konsep atau draft rancangan peraturan daerah harus merupakan usulan pemecahan masalah-masalah spesifik yang telah diidentifikasi dan dirumuskan. Dan seperti layaknya usulan pemecahan masalah yang memerlukan kajian empiris, draft peraturan daerah juga hendaknya dikaji secara empiris melalui konsultasi publik dan pembahasan antar instansi. Lebih jauh rancangan peraturan daerah yang sudah disahkan hanyalah merupakan pemecahan masalah secara teoritis. Sebagai pemecahan masalah, peraturan daerah yang baru hendaknya di cek secara silang. Peraturan daerah perlu diimplementasikan untuk mengetahui secara pasti tingkat keefektivan yang sebenarnya. 25 31 Secara umum, terdapat tujuh 7 langkah yang perlu dilalui dalam menyusum suatu peraturan daerah baru. Uraian dari masing-masing langkah dapat bervariasi, namun secara umum langkah ini perlu diketahui :  Identifikasi isu dan masalah  Identifikasi legal baseline atau landasasn hukum, dan bagaimana peraturan daerah baru dapat menyelesaikan masalah  Penyusunan naskah akademik  Penulisan rancangan peraturan daerah  Penyelenggaraan konsultasi publik  Pembahasan di DPRD  Pengesahan peraturan daerah Seluruh langkah ini dalam banyak hal hendaknya dilaksanakan dalam parameter hukum penyusunan peraturan perundang-undangan yang mungkin telah ada dalam yurisdiksi hukum terkait. Sebagai contoh, ketentuan-ketentuan hukum dalam hal penyusunan naskah akademik peraturan perundang-undangan atau dalam penyelenggaraan 25 Jazim Hamidi Kemilau Mutik,2011 ,”Legislative Drafting”,Jakarta, Total Media, hlm. 66 konsultasi publik mungkin sudah tersedia. Ketentuan-ketentuan hukum tersebut hendaknya digunakan dalam langkah-langkah yang diuraikan berikut ini. 26 Para perancang peraturan daerah perlu membuat perda atas nama dan untuk kepentingan masyarakat. Langkah pertama yang harus diambil adalah mengajukan pertanyaan mengenai jenis permasalahan yang dihadapi masyarakat. Permasalahan dapat mencakup banyak hal, antara lain degradasi dan deviasi sumber daya, konflik pemanfaatan antar pihak yang mengakibatkan keresahan sosial dan lain-lain. Selain mengidentifikasi masalah, perancang peraturan daerah harus pula mengidentifikasi penyebab terjadinya masalah akar masalah dan pihak-pihak yang terkena dampak dari berbagai masalah tersebut, seperti nelayan tradisional dan nelayan kecil lainnya, nelayan skala menengah dan besar, wisatawan, industri perikanan skala besar, dan industri skala besar lainnya 32 Sedangkan jika melihat mekanisme dalam proses dari Rancangan Peraturan Daerah Raperda menjadi Peraturan Daerah Perda seperti yang dijelaskan oleh Pasal 78 dan Pasal 79 UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah sebagai berikut :  Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah  Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud diatas dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 tujuh hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.  Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud diatas ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 26 Ibid tiga puluh hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah.  Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud tidak ditandatangani oleh Kepala Daerah dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama, Rancangan Peraturan Daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan 27 33 27 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

1. Penelitian Lapangan Penelitian yang dilakukan secara langsung memperoleh bahan-bahan mengenai masalah yang diteliti dengan wawancara terbuka yaitu teknik pengumpulam data yang dilakukan dengan tanya jawab secara langsung oleh penulis kepada para narasumber dan responden 2. Penelitian Kepustakaan Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan bahan hukum yang terdiri dari beberapa Bahan Hukum seperti bahan hukum Primer yang berasal dari berbagai sumber literatur seperti perundang-undangan, putusan hakim, putusan pengadilan dan lain-lain. Bahan Hukum Sekunder yang bersumber dari suatu pendapat, doktrin, jurnal koran dan lain-lain yang nantinya akan memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer. Dan yang terakhir adalah Bahan Hukum Terseier yang nantinya akan memberikan penjelasan baik dari bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang terdiri dari ensiklopedia, leksikon dan dokumen non hoku

B. Jenis Data Dan Bahan Hukum

a. Jenis Data Primer Adalah data utama yang diperoleh langsung dari hasil penelitian yang di dapat langsung dari pejabat pemerintahan atau masyarakat secara langsung. b. Jenis Data Sekunder Adalah data tambahan yang bersumber dari kepustakaan seperti buku, jurnal atau literatur lainnya yang masih berkaitan dengan masalah yang dibahas. • Bahan Hukum Primer Adalah literatur yang berasal dari suatu sumber yang mengikat seperti peraturan perundang-undangan, putusan hakim, keputusan pengadilan, dll. Bahan hukum primer yaitu :  UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah  UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan  Peraturan Daerah Perda Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Penataan