Perancangan Media Informasi Kesenian Kuda Renggong Melalui Foto Esai

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI KESENIAN KUDA RENGGONG MELALUI FOTO ESAI

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2014-2015

Oleh :

Irfan Akbar Affandi 51910729

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

iii KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya. Berkat izin dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Pengantar Tugas Akhir yang berjudul “Perancangan Media Informasi Kesenian Kuda Renggong Melalui Foto Esai”.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Sebelumnya penulis menyampaikan mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata- kata yang kurang berkenan, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu segala kritikan dan saran yang membangun akan penulis terima dengan baik.

Bandung, Agustus 2015


(5)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

GLOSSARY ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 3

I.3 Rumusan Masalah ... 3

I.4 Batasan Masalah ... 3

I.5 Tujuan Perancangan ... 3

I.6 Manfaat Perancangan ... 4

BAB II KUDA RENGGONG KHAS SUMEDANG ... 5

II.1 Sejarah Kuda Renggong ... 5

II.2 Pengertian Kuda Renggong ... 6

II.3 Cara Melatih Kuda Renggong ... 6

II.4 Tata Rias busana Kuda Renggong dan Penunggangnya ... 7

II.4.1 Tata Rias Busana Kuda Renggong ... 7

II.4.2 Tata Rias Penunggang Kuda ... 8

II.5 Alat Musik dan Pengiring ... 8

II.6 Bentuk Penyajian Kesenian Kuda Renggong ... 10

II.7 Makna Simbolis Kesenian Kuda Renggong ... 13

II.8 Fungsi Kesenian Kuda Renggong ... 14


(6)

vii

II.10 Usulan Perancangan ... 16

II.11 Khalayak Sasaran ... 16

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL MEDIA INFORMASI ... 18

III.1 Strategi Perancangan ... 18

III.1.1 Tujuan Komunikasi ... 18

III.1.2 Pendekatan Komunikasi ... 18

III.1.3 Materi Pesan ... 19

III.1.4 Gaya Bahasa ... 20

III.1.5 Khalayak Sasaran Perancangan... 20

III.1.6 Strategi Kreatif ... 20

III.1.7 Strategi Media ... 21

III.1.7.1 Media Utama ... 22

III.1.7.2 Media Pendukung... 22

III.1.8 Strategi Distribusi... 24

III.2 Konsep Visual ... 25

III.2.1 Format Desain ... 25

III.2.2 Tata Letak (Layout) ... 25

III.2.3 Huruf ... 30

III.2.4 Ilustrasi ... 31

III.2.5 Warna ... 34

BAB IV TEKNIS PRODUKSI ... 36

IV.1 Media Utama ... 36

IV.1.1 Proses Perancangan Buku Kesenian Tradisional Kuda Renggong ... 36

IV.1.2 Konsep Visual SampulDepan dan Belakang ... 40

IV.1.3 Isi Buku ... 41

IV.2 Media Pendukung ... 43

IV.2.1 Poster ... 43

IV.2.2 Flyer ... 44


(7)

viii

IV.2.4Tas Spunbond ... 45

IV.2.5 Stiker ... 46

IV.2.6 X-Banner ... 46

IV.2.7 Jejaring Sosial ... 47

IV.2.8 T-shirt ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Ahmad (dalam Basundoro, 2012), kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Kesenian tradisional biasanya diwariskan turun temurun dari generasi tua ke generasi muda. Sedangkan kesenian non-tradisional, dalam beberapa bidang seni sering disebut kesenian modern, yaitu suatu bentuk seni yang penggarapannya didasarkan atas cita rasa baru di kalangan masyarakat pendukungnya. Cita rasa baru ini umumnya adalah hasil pembaruan atau penemuan, sebagai akibat adanya pengaruh dari luar.

Bangsa Indonesia memiliki berbagai keanekaragaman suku bangsa, seni dan budaya. Salah satunya yaitu kesenian tradisional kuda renggong yang berasal dari Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Kuda renggong termasuk seni hiburan yang bersifat helaran yaitu seni yang ditampilkan dalam bentuk arak-arakan. Penampilannya biasanya sambil berjalan, merupakan iring-iringan disepanjang jalan atau suatu tempat berupa halaman yang luas (Atiek, 1994).

Generasi muda dijaman sekarang terlalu banyak menyerap informasi dari luar. Perkembangan teknologi yang sangat pesat dan tidak seimbang dengan perkembangan budaya tradisional, mengakibatkan kebudayaan tradisional dan modern sulit untuk jalan berdampingan (Sedyawati, 2014).

Menurut hasil wawancara dengan pimpinan grup kuda renggong Lingkung Seni Sunda Putra Arum Puntang Jaya Grup yaitu bapak Sarip (57 tahun) pada tanggal 6 Mei 2015, mengatakan bahawa adanya pandangan negatif sebagian masyarakat mengenai kesenian kuda renggong yaitu kesenian ini, yaitu terkadang sering menimbulkan kerusuhan akibat dari segelintir orang yang sedang mabuk minuman keras (faktor eksternal) yang ikut berpartisipasi dalam acara kesenian kuda renggong ini menyebabkan orang kurang peduli akan kesenian ini dan juga


(9)

2 sudut pandang sebagian orang yang menilai bahwa dalam kesenian ini terdapat pemujaan terhadap roh halus. Akan tetapi, minuman beralkohol yang terkadang disajikan kepada para anggota grupnya hanya bertujuan agar membuat mereka tampil percaya diri dan itu pun diminum secukupnya tidak sampai mengakibatkan mabuk yang parah, anggota grupnya pun tidak pernah sampai membuat kerusuhan dalam setiap acara pertunjukan kesenian kuda renggong.

Dari kuisioner yang sudah dilakukan oleh penulis pada tanggal 18 April 2015 dibeberapa sekolah yang ada di Kota Bandung, kurangnya media informasi literatur spesifik mengenai makna simbolis yang terdapat dalam kesenian tradisional kuda renggong menyebabkan banyak orang yang kurang tahu akan adanya eksistensi dan makna yang terkandung dari kesenian ini. Karena dalam kesenian kuda renggong ini bukan hanya menampilkan pertunjukkan yang dilihat dari segi estetikanya saja, akan tetapi ada makna yang sebagian banyak orang belum mengetahuinya.

Masalah pergeseran budaya memang akan sulit dipecahkan tetapi sedikitnya bisa mengurangi permasalahan yang ada saat ini. Minimal dengan orang mengenal dan tahu akan makna dari kebudayaan dan kesenian tradisional, bukan tidak mungkin nantinya mereka akan ada keprihatinan lalu kemudian mereka akan timbul kesadaran akan menjaga dan melestarikan warisan dari kebudayaan dan kesenian tradisional.

Dari paragraf diatas dapat disimpulkan bahwa pentingnya sebuah media informasi yang spesifik mengenai makna yang terkandung dalam kesenian tradisional demi menjaga eksistensi sebuah budaya dan kesenian tradisional agar tetap utuh dan lestari, sehingga bisa berdampingan dengan kesenian modern.


(10)

3 I.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan, maka adanya permasalahan, yaitu :

 Adanya pandangan negatif sebagian masyarakat mengenai kesenian kuda renggong yaitu dalam acara kesenian ini terkadang sering menimbulkan kerusuhan dari orang luar (faktor eksternal) dan pandangan negatif mengenai adanya pemujaan terhadap roh halus sehingga masyarakat kurang memperdulikan kesenian tradisional kuda renggong

 Kurangnya media informasi yang spesifik mengenai eksistensi dan makna simbolis dari pertunjukan kesenian kuda renggong terhadap masyarakat khususnya generasi muda.

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya, yaitu bagaimana menginformasikan makna simbolis dibalik eksistensi kesenian kuda renggong kepada masyarakat terutama generasi muda sehingga kesenian kuda renggong ini dapat lebih dikenal dan diketahui banyak orang ?

I.4 Batasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu meluas, penulis merasa perlu memberikan batasan, adapun batasan masalah sebagai berikut :

 Sejarah singkat tentang eksistensi kesenian kuda renggong di Kabupaten Sumedang dan perkembangannya di Kota/Kabupaten Bandung, Jawa Barat  Makna simbolis dari kesenian kuda renggong bagi masyarakat khususnya

generasi muda di Kota/Kabupaten Bandung, Jawa Barat

I.5 Tujuan Perancangan

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam perancangan ini adalah:  Memberikan informasi mengenai makna simbolis dari kesenian kuda


(11)

4

 Mengangkat dan memperkenalkan kesenian kuda renggong khas Sumedang kepada generasi muda di Kabupaten dan Kota Bandung

 Menjadi bahan media informasi dan referensi bagi generasi muda yang berminat pada kesenian tradisional

I.6 Manfaat Perancangan

Adapun manfaat dari perancangan media informasi ini yaitu sebagai berikut :  Bagi keilmuan Desain Komunikasi Visual, yaitu sebagai sumber referensi bagi

mahasiswa yang akan melakukan penelitian atau referensi untuk tugas akhir dan skripsinya

 Bagi masyarakat, yaitu menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kebudayaan tradisional melalui media informasi ini

 Bagi penulis, yaitu menambah wawasan budaya tradisional dan juga menambah wawasan dalam merancang sebuah media informasi untuk ke depannya


(12)

5 BAB II

KUDA RENGGONG KHAS SUMEDANG

II.1 Sejarah Kuda Renggong

Dari hasil wawancara pada tanggal 6 Mei 2015 dengan pimpinan grup kuda renggong Lingkung Seni Sunda Putra Arum Puntang Jaya Grup yaitu bapak Sarip (57 tahun) yang beralamat tepatnya di kampung Garung, desa Cilengkrang, kecamatan Cilengkrang, Kota Bandung. Kuda renggong pertama kali dipopulerkan oleh Aki Sipan pada tahun 1910 yang bermula dari desa Cikurubuk, kecamatan Buahdua, Sumedang. Aki Sipan ini adalah orang yang pertama kali melatih kuda renggong sehingga kuda tersebut bisa menari sambil diiringi musik. Asal mulanya kuda renggong hanya menampilkan kuda sedang menari sambil berjalan arak-arakan saja, akan tetapi sekarang berkembang sampai kuda renggong pun bisa melakukan pertunjukan silat.

Seiring perkembangannya kemudian kesenian kuda renggong ini dibawa pertama kali oleh Aki Anda yang berpindah tempat tinggal dari daerah Sumedang ke daerah Kabupaten Bandung pada tahun 1967, tepatnya di Cinunuk, kampung babakan Sumedang, Kabupaten Bandung yang sampai saat ini sudah menyebar ke beberapa daerah di Kota dan Kabupaten Bandung.

Gambar II.1 Wawancara : Bapak Sarip, Pimpinan grup kuda renggong Putra Arum Puntang Jaya Grup


(13)

6 II.2 Pengertian Kuda Renggong

Kuda renggong adalah seni pertunjukan rakyat yang memerankan kuda sebagai pemeran utamanya. Ada yang menarik dari kesenian kuda renggong ini yaitu penampilan seekor kuda yang dapat menggerak-gerakan badannya sesuai dengan musik sebagai iringannya. Kata renggong dalam kesenian ini yaitu kamonesan (keterampilan) cara berjalan kuda yang dilatih untuk seakan-akan menari mengikuti irama musik. Kuda renggong termasuk seni hiburan yang bersifat helaran yaitu seni yang ditampilkan dalam bentuk arak-arakan. Pertunjukkannya biasanya sambil berjalan dengan perlahan beriringan di sepanjang jalan dengan mengelilingi sebuah desa atau perkampungan yang akhirnya akan kembali ke tempat orang yang mempunyai hajatan dan juga penampilannya bisa disuatu tempat yang seperti lapangan atau halaman yang luas (Atiek, 1994).

II.3 Cara Melatih Kuda Renggong

Gerakan tarian kuda awal mulanya diciptakan oleh Aki Sipan dari gerakan berjalan yang berirama seperti yang diajarkan oleh Aki Sipan kepada kuda, kemudian kuda yang akan dijadikan pemeran kuda renggong dilatih dengan cara dibawa berlari-lari sambil diiringi musik dengan lagu dan ritme-ritme tertentu berdasarkan pada irama musik itu, pelatih kuda menarik-narik kendali kuda, sehingga gerakan kuda tepat mengikuti irama musik. Pelatihan kuda renggong mempunyai cara-cara tersendiri sesuai dengan kemampuan pelatihnya masing-masing. Kuda keperluan kesenian kuda renggong dipilih, dilatih, dipelihara dan diberi perawatan yang khusus. kuda tersebut pada umumnya dibeli dalam kondisi kuda atah yaitu kuda yang belum mempunyai kemampuan menari, para juru kuda melatih sendiri kuda-kuda tersebut atau memanggil pelatih kuda yang handal. Diantara juru kuda ada pula yang tidak mampu untuk melatih sendiri kudanya hingga bisa menari, maka biasanya mereka membeli kuda yang kuda jadi yaitu kuda yang sudah pandai menari dari para juru kuda lain yang menjual kudanya. Kuda berumur antara 7 atau 8 tahun dilatih hampir setiap hari selama kurang lebih 8 bulan (Atiek, 1994).


(14)

7 II.4Tata Rias busana Kuda Renggong dan Penunggangnya

Sebelum melaksanakan pertunjukan kesenian kuda renggong, kuda dan penunggangnya akan dirias terlebih dahulu dengan perlengkapan-perlengkapan sebagai berikut :

II.4.1Tata Rias Busana Kuda Renggong

Busana perlengkapan kuda renggong diperindah dengan menambahkan beberapa asesoris seperti manik-manik, beludru dan benang mas. Agar lebih menarik kuda renggong diberi pakaian khusus dengan hiasan-hiasan yang beragam dengan menggunakan warna-warna terang dan kontras layaknya seorang penari, seperti halnya rias busana penunggang kuda. Hal ini dilakukan agar menarik perhatian penonton, karena apabila semakin bagus hiasan pada kuda akan semakin mahal juga harga sewanya (Atiek, 1994). Biasanya juga pada pakaian kuda renggong terdapat nama kudanya tersebut seperti contoh Si Puntang. Menurut bapak Sarip nama ini mempunyai makna yaitu berharap kuda ini diharapkan bisa membantu perekonomian keluarga dan groupnya sendiri. Berikut adalah perlengkapan tradisional busana kuda renggong yang terdiri dari :

Sela : Tempat untuk duduk penunggang kuda  Sangawedi : Pijakan kaki bagi penunggang kuda  Deker : Gelang pada kaki kuda

Eles : Alat pengendali kuda  Makuta : Mahkota pada kepala kuda

Gambar II.2 Tata Rias Kuda Renggong Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)


(15)

8 II.4.2 Tata Rias Penunggang Kuda

Penunggang kuda renggong biasanya akan dirias memakai busana layaknya tokoh perwayangan, seperti Gatotkaca, sebelum menunggangi kudanya. Adapun biasanya warna ataupun busananya akan diserasikan dengan warna busana kuda renggong yang akan ditunggangi. Berikut adalah perlengkapan tradisional busana penunggang kuda renggong yang terdiri dari :

Topi Wayang yaitu hiasan kepala yang dipakai pengantin sunat

Badong yaitu semacam hiasan punggung yang ada pada pakaian pengantin sunat

Kotang yaitu baju Gatotkaca yang dipakai pengantin sunat

Gambar II.3 Tata Rias Penunggang Kuda Renggong Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) II.5 Alat Musik dan Pengiring

Adapun pengiring musik dalam kesenian kuda renggong yaitu diantaranya Sinden adalah sebutan bagi wanita yang membawakan nyanyian pada saat seni pertunjukan dan biasanya membawakan beberapa lagu-lagu sunda seperti Es Lilin, Bangbung Hideung, Mobil Butut dan lain sebagainya. Kemudian Nayaga adalah sebutan bagi orang yang memainkan alat musik tradisional sunda. Biasanya dalam seni pertunjukan kuda renggong, para Nayaga memainkan alat musik sambil berjoged menikmati alunan musik tradisional sunda yang dibawakan seorang Sinden.


(16)

9 Menurut hasil wawancara dengan pimpinan grup kuda renggong Lingkung Seni Sunda Putra Arum Puntang Jaya Grup yaitu bapak sarip (57 tahun), alat musik pengiring kuda renggong terdiri dari :

Goong yaitu alat musik yang terbuat dari bahan perunggu, ukurannya besar dan dimainkan dengan cara dipukul

Bedug yaitu alat musik yang terbuat biasanya dari kulit sapi dikedua sisinya, ukurannya besar dan dimainkan dengan cara dipukul

Bonang yaitu alat musik yang terbuat dari perunggu, bentuknya kecil biasanya terdiridari 2 buah atau lebih dan dimainkan dengan cara dipukul

Kendang yaitu alat musik yang terbuat dari kulit sapi dikedua sisinya, ukurannya sedang dan dimainkan dengan cara dipukul

Kulantet yaitu alat musik yang terbuat dari kulit sapi dikedua sisinya, ukurannya kecil dan dimainkan dengan cara dipukul

Kecrek yaitu alat musik yang terbuat dari logam besi dimainkan dengan cara dipukul

Gitar Elektrik yaituGitar dengan aliran listrik dimainkan dengan cara dipetik  Terompet Kendang yaitu alat musik yang terbuat dari bahan kayu dimainkan

dengan cara ditiup

Amplifier yaitu sebuah media elektronik suara untuk mengatur besaran kecilnya suara

Speaker yaitu sebuah alat pengeras suara

Panakol yaitu sebuah ala pukul untuk memainkan kendang, goong dan lain-lain

Gambar II.4 Alat Musik Pengiring Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)


(17)

10 II.6 Bentuk Penyajian Kesenian Kuda Renggong

Secara tradisional kesenian kuda renggong diperankan sebagai seni hiburan dalam rangka pesta khitanan bagi anak-anak yang sehari sebelum akan disunat atau seminggu setelah disunat. Bentuk penyajiannya merupakan gabungan dari unsur seni gerak tari, vokal (sinden) dan musik tradisional. Cara penampilan kuda renggong diawali dengan tersusunnya suatu barisan para pemain. Barisan paling depan tampak keluarga pengantin sunat beserta saudara-saudaranya kurang lebih berjumlah 10 orang, berjalan mengikuti irama musik dan kadang-kadang sambil ikut menari Barisan kedua tampak kuda renggong ditunggangi anak yang akan disunat lengkap dengan pakaian sunatnya. Barisan berikutnya yaitu dibelakang kuda renggong adalah para pemain musik yang bertugas sebagai pengiring dari pertunjukan kuda renggong itu (Atiek, 1994).

Para pengiring kuda renggong bermacam-macam, ada yang diiringi oleh seperangkat Kendang Penca, Reog, Calung atau kesenian rakyat lainnya. Seorang atau dua sinden turut membawakan lagu. Rombongan pengikut yang lainnya baik pria atau wanita, boleh turut menari dengan bebas. Agar suasana arak-arakan terdengar meriah, pertunjukan kuda renggong menggunakan media pengeras suara yang digantung dan dibawa oleh salah seorang petugas. Suasana penampilan kuda renggong akan semakin meriah, ketika kuda renggong menari-nari dengan menggerakkan kaki, kepala dan badannya sesuai dengan irama musik yang mengiringinya (Atiek, 1994).

Dalam pertunjukan arak-arak kuda renggong biasanya diiringi oleh grup seni tradisional lainnya, seperti grup seni tradisional Garuda yang biasanya berada dibelakang arak-arakan kuda renggong. Kemudian satu lagi yang sering tampil dalam mengiringi arak-arakan kuda renggong didaerah Kota dan Kabupaten Bandung yaitu kesenian reak. Kesenian ini merupakan kesenian yang menampilkan orang dalam keadaan kerasukan roh halus yang biasanya memakai sejenis kostum yaitu Barongan. Biasanya kesenian reak ini berada diposisi barisan paling depan membelakangi barisan arak-arakan kuda renggong, arak-arakannya


(18)

11 pun berjalan lambat sehingga durasi arak-arakan kuda renggong pun bisa sampai seharian yaitu dari pagi hingga sore hari.

Dilihat dari segi geografisnya antara Kabupaten Sumedang dan Kota Bandung, kesenian kuda renggong ini memiliki beberapa perbedaan dalam bentuk penyajiannya, antara lain sebagai berikut :

 Kesenian kuda renggong yang berada di Kabupaten Sumedang menyajikan pengiring sekelompok penari wanita dalam proses arak-arakannya

 Kesenian kuda renggong yang berada Di Kota Bandung menyajikan kesenian reak dalam proses arak-arakannya

Gambar II.5 Pengiring penari wanita dalam kesenian kuda renggong di Kabupaten Sumedang

Sumber: http://infopublik.id/cni-content/uploads/modules/gallery/kuda-renggong.jpg (2015)

Gambar II.6 Pengiring kesenian reak dalam kesenian kuda renggong di Kota Bandung


(19)

12 Rombongan arak-arakan kuda renggong beserta anak yang akan disunat kembali ke tempat semula, setelah berkeliling mengelilingi desa-desa dan perkampungan, untuk selanjutnya diadakan acara saweran yang merupakan bentuk dari nasehat orang tua kepada anaknya agar selalu ingat kepada sesama ketika diberi kekayaan dan kesejahteraan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Atiek, 1994).

Di akhir acara biasanya dilanjutkan dengan menampilkan atraksi kuda silat, atraksi ini mempertontonkan kemampuan dan keterampilan kuda dengan atraksi silatnya, pertunjukan ini sangat meriah dan juga ramai ditonton oleh warga sekitar rumah yang punya hajatan, gerakan kuda silat ini sangat menarik simpati yang menonton sehingga biasanya penonton memberi saweran uang pada kuda silat dan pelatihnya, acara ini biasanya diikuti minimal 2 ekor kuda atau lebih dan diiringi dengan musik tradisional.

Menurut hasil wawancara pada tanggal 6 Mei 2015 dengan bapak Sarip (57th), atraksi kuda renggong ini mempertontonkan kemampuan dan keterampilan kuda dengan atraksi silatnya yang diantaranya sebagai berikut :

Penghormatan (Sungkem) yaitu posisi kuda merunduk dengan kedua kaki depan ditekuk dan menyentuh tanah.

Silat (Padungdung) yaitu posisi kuda berdiri tegak dengan kaki depan menjulang ke atas sambil dikepakkan ke arah lawan (pelatihnya) seolah sedang bertarung antara kuda melawan manusia.

Pingsan (Kapaehan) yaitu kuda seolah bisa dibuat tidak sadar dan tidur di tanah dengan posisi menyamping, kemudian pelatih kuda menginjak-injak kuda dan melakukan tarian pencak silat diatas badan kuda yang terbaring dengan iringan musik Kendang Pencak.


(20)

13 Gambar II.7 Atraksi Silat Kuda Renggong

Sumber : www.pkp.parekraf.go.id (2015) II.7 Makna Simbolis Kesenian Kuda Renggong

Seni pertunjukan kuda renggong memiliki makna simbolis disamping fungsinya yaitu sebagai hiburan dimata masyrakat. Nalan (2003) menyebutkan bahwa makna simbolis kuda renggong adalah makna spiritual, makna interaksi makhluk Tuhan, makna teatrikal dan makna universal, yaitu diantaranya sebagai berikut :

Makna spiritual yaitu semangat yang dimunculkan adalah merupakan rangkaian upacara inisiasi (pendewasaan) dari seorang anak laki-laki yang disunat. Kekuatan kuda renggong yang tampil akan membekas di sanubari anak sunat, juga pemakaian kostum tokoh wayang Gatotkaca yang dikenal sebagai figur pahlawan;

Makna interaksi antar mahluk Tuhan yaitu kesadaran para pelatih Kuda Renggong dalam memperlakukan kudanya, tidak semata-mata seperti layaknya pada binatang peliharaan, akan tetapi memiliki kecenderungan memanjakan bahkan memposisikan kuda sebagai mahluk Tuhan yang dimanjakan, baik dari pemilihan makanannya, perawatannya, pakaiannya dan lain-lain;

Makna teatrikal yaitu pada saat-saat tertentu dikala kuda renggong bergerak ke atas seperti berdiri lalu dibawah pelatihnya saat bermain silat, kemudian menari dan bersilat bersama. Nampak teatrikal karena posisi kuda yang lebih


(21)

14 tampak berwibawa dan mempesona. Atraksi ini merupakan sajian yang langka, karena tidak semua kuda renggong mampu melakukannya;

Makna universal yaitu sejak zaman manusia mengenal binatang kuda, telah menjadi bagian dalam hidup manusia diberbagai tempat didunia. Bahkan kuda banyak dijadikan simbol-simbol, kekuatan, kejantanan, kepahlawanan, kewibawaan dan lain-lain. Pada kesenian kuda renggong makna simbolis ini terlihat dari seorang anak sunatan yang lengkap dengan pakaian Gatotkaca yang terlihat gagah dengan menaiki seekor kuda renggong.

II.8 Fungsi Kesenian Kuda Renggong

Kesenian kuda renggong dalam masyarakat memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai berikut :

 Sebagai sarana upacara khitanan

Pelaksanaan pertunjukkan kesenian kuda renggong dalam upacara Khitanan, agar terlaksana dengan lancar maka segala sesuatunya harus disusun dengan tertib. Sebelum acara pertunjukkan dimulai, terlebih dahulu diadakan upacara doa yaitu memohon perlindungan dan kelancaran selama pertunjukkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

 Sebagai sarana penyambutan tamu kehormatan

Pelaksanaan pertunjukkan kesenian kuda renggong biasanya juga dipakai untuk acara penyambutan tamu kehormatan

 Sebagai hiburan dan pentas seni

Pelaksanaan pertunjukkan kesenian kuda renggong biasanya juga dipakai untuk acara hiburan dan pentas seni pada saat memperingati hari-hari besar seperti pada saat menyambut hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, pertunjukan seni kuda renggong selalu ada meramaikan hari besar ini.

 Sebagai mata pencaharian

Sebagian besar para seniman kesenian kuda renggong mencari mata pencahariannya dari pertunjukkan kesenian kuda renggong.


(22)

15 II.10 Analisis Masalah

Peneliti melakukan penyebaran kuisioner pada tanggal 18 April 2015 secara acak dan langsung ke beberapa pelajar Sekolah Menengah Atas dan mahasiswa berjumlah 30 orang responden di Kota Bandung dan sekitarnya. Dikarenakan Kota Bandung adalah tempat perkembangan kesenian tradisional kuda renggong. Hasil data kuisioner yang dihasilkan yaitu sebagai berikut :

Gambar II.8 Masyarakat mengetahui atau tidak mengenai kesenian kuda renggong

Gambar II.9 Masyarakat mengetahui atau tidak mengenai makna, fungsi dan nilai budaya kesenian kuda renggong

88% 12%

Tahu Tidak tahu

15%

85%

Tahu Tidak tahu


(23)

16 Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil kuisioner dapat disimpulkan :

 Masyarakat rata-rata tahu akan keberadaan kesenian kuda renggong akan tetapi masih banyak juga masyarakat yang belum tahu akan makna, fungsi dan nilai budaya yang terkandung dalam kesenian kuda renggong.

 Seratus persen masyarakat yang pada umumnya pelajar Sekolah Menengah Atas dan mahasiswa menjawab pentingnya sebuah media informasi yang spesifik mengenai kesenian kuda renggong. Rata-rata alasannya adalah untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu diperlukan media informasi literatur yang spesifik mengenai makna simbolis sebagai salah satu bagian yang ada pada kesenian kuda renggong disamping estetika dalam pertunjukannya yang perlu diketahui banyak orang.

II.11 Usulan Perancangan

Usulan perancangan dari analisis masalah yang sudah didapatkan yaitu dengan melalui media informasi agar semua orang khususnya generasi muda dapat mengetahui informasi mengenai makna simbolis dan fungsi dibalik eksistensi dari kesenian kuda renggong.

II.12 Khalayak Sasaran

Adapun khalayak sasaran yang menjadi sasaran dalam media informasi kuda renggong ini, meliputi :

Demografis

Di tingkat usia ini merupakan masa perkembangan generasi muda yang masih peduli terhadap perubahan lingkungan sosialnya, sehingga diharapkan masyarakat khususnya generasi muda dapat peduli terhadap kesenian tradisional yang dikhawatirkan hilang dari perkembangan jaman.

o Jenis kelamin laki-laki dan perempuan o Usia antara 16-30 tahun

o Pendidikan ditingkat Sekolah Menengah Atas dan tingkat awal Perguruan Tinggi

o Pekerjaan sebagai pelajar, mahasiswa dan umum o Status sosial untuk kalangan menengah ke bawah


(24)

17

Psikografis

Secara psikografis, media informasi ini ditujukan kepada masyarakat khususnya anak muda yang ruang lingkupnya masih menjalani pendidikan ditingkat Sekolah Menengah Atas dan tingkat awal Perguruan Tinggi yang berminat mempelajari kesenian tradisional dan juga yang masih aktif dalam membaca buku sebagai referensi.

Geografis

Dalam segi geografis khalayak sasaran meliputi kawasan Kota/Kabupaten Bandung dan sekitarnya.


(25)

18 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL MEDIA INFORMASI

III.1 Strategi Perancangan

Konsep strategi perancangan dari media informasi ini adalah bertujuan untuk memberikan wawasan dan informasi kepada masyarakat khususnya generasi muda mengenai informasi dari proses penyajian dari pertunjukan kesenian kuda renggong dan juga informasi dari makna-makna simbolis yang ada dalam pertunjukan kesenian kuda renggong yang ada melalui ilustrasi foto. Melalui media ilustrasi foto ini masyarakat akan dapat lebih mendapatkan gambaran dan informasi mengenai makna dari eksistensi kesenian kuda renggong.

III.1.1 Tujuan Komunikasi

Dalam perancangan sebuah media informasi, tujuan berkomunikasi sangatlah penting agar masyarakat yang menjadi khalayak sasaran mendapatkan informasi yang tepat. Tujuan komunikasi dari perancangan media informasi ini adalah agar masyarakat dapat memperoleh informasi dan wawasan serta lebih mengetahui akan makna yang terkandung dalam kesenian kuda renggong melalui ilustrasi foto sehingga diharapkan masyarakat terutama generasi muda sebagai khalayak sasaran dapat melestarikan kesenian kuda renggong untuk ke depannya.

III.1.2 Pendekatan Komunikasi

Untuk menyampaikan sebuah informasi kepada masyarakat dibutuhkan sebuah komunikasi yang baik agar informasi yang disampaikan mampu diserap dan dimengerti masyarakat khususnya generasi muda sebagai khalayak sasaran, karena itu dibutuhkan strategi pendekatan dalam berkomunikasi. Strategi pendekatan komunikasi yang akan digunakan dalam media foto esai ini dibagi menjadi 2 bagian, diantaranya yaitu :

 Pendekatan Visual

Pendekatan visual yang akan digunakan yaitu berupa ilustrasi foto, yaitu menampilkan proses acara ritual sebelum memulai pertunjukan, yang kemudian


(26)

19 dilanjutkan dengan menampilkan acara pertunjukan kesenian kuda renggong dari awal hingga akhir acara. Menampilkan proses gambaran atau foto yang mewakili makna yang terkandung dalam kesenian kuda renggong. Teknik pengambilan foto dilakukan dari awal hingga akhir acara pertunjukan secara jujur dan spontanitas, ini dimaksudkan agar khalayak sasaran dapat mengetahui sepenuhnya rangkaian acara dan makna yang ada dalam acara kesenian kuda renggong secara fakta tanpa ada rekayasa.

Gambar III.1 Pendekatan Visual Media Utama Sumber: http://www.sumedangdailyphoto.com/2012/04/

its-kuda-renggong-time.html (2015)  Pendekatan Verbal

Pendekatan verbal berupa teks diperlukan untuk mendukung pendekatan visual dalam foto dan isi teks menggunakan bahasa Indonesia formal dan bahasa Sunda sebagai istilah, tujuannya agar informasi yang disampaikan dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat khususnya generasi muda sebagai khalayak sasaran.

III.1.3 Materi Pesan

Materi pesan yang akan disampaikan melalui media informasi ini adalah menyampaikan bagaimana proses pelaksanaan pertunjukan, makna-makna simbolis, fungsi, pakaian yang dipakai kuda renggong beserta anak sunatnya, alat musik pengiring dan seluruh informasi dari kesenian kuda renggong ini dari awal hingga akhir acara secara detail agar khalayak sasaran dapat mengetahui informasinya dengan jelas. Sedangkan penggunaan beberapa istilah dalam bahasa sunda digunakan seperlunya, karena istilah-istilah tersebut sudah ada sejak dulu dan sudah menjadi istilah turun temurun.


(27)

20 III.1.4 Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia formal dan bahasa Sunda untuk istilah-istilah yang ada dalam kesenian kuda renggong, tujuannya agar materi pesan yang akan disampaikan mudah dimengerti masyarakat sebagai khalayak sasaran. Adapun penggunaan sedikit dari gaya bahasa metafora yang berfungsi sebagai teks pendukung. Gaya bahasa metafora menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah penggunaan kata atau gabungan kata yang bukan merupakan arti yang sebenarnya, melainkan untuk menggambarkan atau melukiskan suatu maksud.

III.1.5 Khalayak Sasaran Perancangan

Consumer Insight

Suatu emosi yang terbentuk didalam benak seseorang. Masyarakat yang ingin mengetahui informasi dan ilmu pengetahuan tentang kebudayaan dan kesenian tradisional yang ada di Indonesia dengan suatu desain yang menarik, agar desain dapat menyatu dengan emosi atau keinginan masyarakat yang menjadikannya tidak membosankan.

Consumer Journey

Suatu aktifitas yang sering dilakukan oleh seseorang setiap harinya. Dimulai dari bangun tidur, mandi, sarapan dan berangkat sekolah atau kerja, selesai dengan rutinitas kuliah atau kerja mereka akan berkumpul bersama teman-temannya, disitulah kadang perpustakaan ataupun toko buku menjadi salah satu tempat menghabiskan waktu luang bagi mereka untuk menambah wawasan serta ilmu pengetahuan mereka.

III.1.6 Strategi Kreatif

Strategi kreatif yang dipakai dalam media informasi ini adalah lebih menekankan informasi pada fotografi sebagai media utamanya dan sedikit teks yang berfungsi sebagai keterangan. Karena melalui media foto yang merupakan salah satu cara menarik untuk menyampaikn pesan, menceritakan sesuatu hal kepada orang lain, apa yang sedang mereka lihat disekitarnya dan juga cara untuk mengungkapkan realitas yang nyata dalam kehidupan masyarakat, dengan demikian fotografi


(28)

21 sudah menjadi media yang ampuh untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas (Gani, 2013). Warna objek yang dihasilkan foto merupakan warna asli dan natural (full color).

III.1.7 Strategi Media

Menurut Yasin (dalam Sarjanaku, 2012), informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna untuk membuat keputusan. Informasi berguna untuk pembuat keputusan karena informasi menurunkan ketidakpastian (atau meningkatkan pengetahuan) informasi menjadi penting, karena berdasarkan informasi itu para pengelola dapat mengetahui kondisi objektif suatu permasalahan. Informasi tersebut merupakan hasil pengolahan data atau fakta yang dikumpulkan dengan metode tertentu yang disalurkan melalui media yaitu media informasi. Media informasi adalah sarana yang digunakan untk memberikan informasi peristiwa-peristiwa yang terjadi kepada masyarakat umum secara cepat, sehingga informasi yang akan disampaikan dalam bentuk media akan lebih efektif dan cepat. Media informasi ini dapat terbagi menjadi 2 bagian yaitu :

 Media cetak : Buku, jurnal, laporan, surat kabar, koran majalah dan lain-lain

 Media non-cetak : Internet, televisi, radio dan lain-lain

Strategi media yaitu strategi melalui alat atau media yang akan disampaikan kepada khalayak sasaran, sebagai sarana agar informasi yang akan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat sebagai khalayak sasaran. Karena sasarannya adalah anak muda dan strategi kreatifnya yaitu media berupa foto, maka dipilihlah strategi media berupa buku foto esai. Foto esai yaitu sebuah rangkaian koleksi foto yang ditempatkan atau disusun secara spesifik untuk menjelaskan atau memberitahukan sebuah proses dari kejadian atau peristiwa, emosi dan konsep (Gani, 2013). Adapun media yang akan digunakan meliputi 2 bagian, yaitu :


(29)

22 III.1.7.1 Media Utama

Media utama yang digunakan adalah berupa buku foto esai yang didalamnya memuat informasi foto mengenai eksistensi dan makna simbolis dari kesenian tradisional kuda renggong. Karena melalui visual yang ada dalam buku foto esai ini masyarakat akan lebih tahu dan mengerti isi pesan informasi yang akan disampaikan, dibandingkan hanya melalui media informasi berupa teks saja. Fungsinya agar anak muda tidak terlalu bosan melihatnya, sehingga teks hanya dipakai sebagai pelengkap informasi saja dalam foto yang ada pada buku foto esai.

III.1.7.2 Media Pendukung

Media pendukung merupakan media yang dibutuhkan untuk mendukung informasi pada media utama. Adapun media pendukung yang akan digunakan antara lain, yaitu :

 Poster

Poster ini berfungsi untuk mempromosikan media utama yaitu buku foto esai kesenian kuda renggong. Poster ini akan ditempel disekitar toko buku dan tempat lainnya seperti pada waktu ada pentas seni di Taman Seni yang bertempat di Ujung Berung, Kota Bandung agar menarik perhatian khalayak sasaran untuk membelinya. Poster ini akan dicetak dengan ukuran A3 yaitu 29,7 cm x 42 cm dikertas art paper 210 gram.

X-banner

X-banner berfungsi sebagai media untuk menarik perhatian pengunjung toko buku dan biasanya berisi informasi mengenai ketersediaan buku atau informasi buku yang akan diterbitkan nantinya. X-banner ini seringkali dipakai karena fungsinya yang bisa berpindah-pindah tempat sesuai dengan keinginan dan biasanya ditempatkan didalam atau luar ruangan seperti didekat pintu masuk toko buku contohnya. X-banner ini dicetak dengan ukuran 60 cm x 160 cm dengan material Flexi Korea.

Flyer

Flyer merupakan media promosi pendukung yang fungsinya bisa disebarkan disekolah-sekolah, perguruan tinggi dan juga tempat lainnya yang biasa


(30)

23 dikunjungi oleh khalayak sasaran. Flyer ini dicetak dengan ukuran 14,8 cm x 21 cm menggunakan kertas art paper 150 gram.

 Stiker

Stiker berfungsi sebagai merchandise pada saat pembelian dan juga sebagai tanda pengingat khalayak sasaran. Stiker ini akan dicetak offset dengan ukuran 8,5 cm x 8,5 cm menggunakan kertas Vinyl Doff.

 Pembatas Buku

Pembatas buku berfungsi untuk menandai halaman pada saat pembaca akan meneruskan sisa bacaan bukunya. Dan juga agar meminimalisir rusaknya buku karena sering dilipat untuk menandai halaman karena tidak adanya pembatas buku. Pembatas buku ini akan dicetak dengan ukuran 15 cm x 4cm dengan kertas art paper 260 gram.

 Tas Spunbond

Tas Spunbond merupakan kemasan pada saat pembelian buku sekaligus merchandise untuk menarik perhatian khalayak sasaran. Fungsinya yaitu sebagai tempat menyimpan buku yang akan diberikan pada saat pembelian ditoko buku Gramedia. Dalam pengerjaan tas Spunbond ini menggunakan teknik digital print.

T-shirt

Media pendukung selanjutnya yaitu t-shirt bergambar kesenian tradisional kuda renggong. T-shirt ini akan dipakai oleh orang yang bertugas menyebarkan poster dan flyer ke tempat-tempat dimana khalayak sasaran berada. T-shirt ini akan dicetak dengan ukuran all size menggunakan kain berjenis katun.

 Jejaring Sosial

Media promosi selanjutnya yaitu melalui jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram. Mengingat khalayak sasaran merupakan anak muda yang merupakan penduduk kota besar yang sebagian besar aktif mengakses media internet.


(31)

24 III.1.8 Strategi Distribusi

Strategi distribusi ini dilakukan agar media informasi buku foto esai ini dapat tersalurkan secara merata. Distribusi atau penjualannya akan dilakukan ke toko-toko buku seperti Gramedia. Hal ini dilakukan agar masyarakat mudah mendapatkan buku ini. Dan juga disebarkan ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang ada di Kota Bandung dan juga disebarkan di Taman Seni Ujung Berung Kota Bandung. Secara strategi geografisnya buku foto esai ini akan disebarkan di Kota Bandung dan sekitarnya. Adapun jadwal pendistribusian akan dilakukan yaitu sebagai berikut :

Tabel III.1 Tabel Distribusi Media

No. Media

Bulan / Tahun

Lokasi Mei 2015 Juni 2015 Juli 2015 Agustus 2015

1 Buku Toko buku

2 Poster Toko buku, Taman Seni

Ujung Berung

3 Flyer Toko buku, Sekolah,

Perguruan Tinggi

4 X-banner Toko buku

5 Pembatas Buku Toko buku

6 Stiker Toko buku

7 Tas

Spunboond Toko Buku

8 T-shirt Toko buku, Sekolah,

Perguruan Tinggi 9 Jejaring


(32)

25 III.2 Konsep Visual

III.2.1 Format Desain

Format desain dari ukuran buku foto esai ini disetiap halamannya yaitu menggunakan posisi vertikal, posisi foto yang melewati batas standar grid atau asimetris sampai ke halaman berikutnya sengaja dibuat dinamis agar foto terlihat lebih mendominasi dibandingkan dengan teks yang hanya berfungsi sebagai keterangan. Adapun rincian formatnya adalah sebagai berikut :

 Buku dicetak custom dengan ukuran B5 yaitu 17,5 cm x 25 cm  Kertas yang digunakan berjenis art paper 150 gram

 Jilid sampul buku yang digunakan softcover laminasi doff

 Didalam buku terdapat pembatas buku dengan ukuran 4cm x 14,5cm dicetak dikertas art paper 260 gram.

Gambar III.2 Format Desain Sampul Buku Foto Esai Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) III.2.2 Tata Letak (Layout)

Menurut Amborse dan Harris dalam (Nathalia, 2014), layout adalah penyusunan dari elemen-elemen desain yang berhubungan ke dalam sebuah bidang sehingga membentuk susunan artistik. Hal ini bisa disebut juga manajemen bentuk dan bidang. Adapun penerapan prinsip-prinsip layout dalam desain buku foto esai ini mengacu pada teori yang diaplikasikan oleh (Nathalia, 2014), yaitu :

Sequence yaitu urutan perhatian dalam layout atau aliran pandangan mata ketika melihat layout. Karena layout yang baik akan langsung menarik pandangan mata ke dalam informasi yang disajikan pada layout


(33)

26

Emphasis yaitu penekanan dibagian-bagian tertentu pada layout. Penekanan ini agar dapat langsung menarik perhatian pembacanya agar fokus pada bagian yang penting

 Keseimbangan/balance yaitu teknik mengatur keseimbangan terhadap elemen layout. Prinsip keseimbangan ini ada dua jenis, yaitu keseimbangan simetris dan asimetris. Keseimbangan simetris yaitu menyeimbangkan tata letak dan ukuran pada sisi berlawanan harus sama persis agar tercipta keseimbangan. Sedangkan asimetris obyek-obyek yang berlawanan tidak sama atau tidak seimbang.

Tata letak pada isi buku dibuat dinamis dengan menyimpan tata letak pada foto yang lebih besar hingga melewati hal berikutnya. Hal ini dilakukan karena foto merupakan unsur utama dan teks hanya berfungsi sebagai keterangan dalam buku foto esai ini dan juga tata letak pada 6 buah foto yang digabung memanjang horizontal berada dibagian bawah sebagai pelengkap atau tambahan untuk unsur foto utama.

Gambar III.3 Tata Letak Layout Sampul Buku Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)


(34)

27 Gambar III.4 Tata Letak Layout isi buku

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

Menurut Sasmita(sasmitaarsitek.com,2014), Bauhaus adalah sebuah sekolah seni dan desain yang terkenal dengan keunikan pemaduan antara seni dan teknik dalam produksi massal, yang dalam perkembangannya lebih dikenal sebagai nama sebuah gaya seni tersendiri, “Bauhaus Style”. Sekolah ini berdiri di Jerman dan sangat besar pengaruhnya dan berdiri pada tahun 1919, pertama kali dipimpin oleh Walter Gropius (1883-1969) dan Ludwig Mies van der Rohe (1886-1969). Ide dasar dari pola pengajaran dari Bauhaus adalah idealisme artistik itu sendiri dan dedikasi praktikal (keahlian praktik di dunia nyata). Setiap siswa harus menyelesaikan pelajaran pengantar selama 6 bulan sebelum dia dapat memasuki sebuah workshop yang dia pilih sendiri. Pelajaran pengantar ini adalah melukis dan ekperimen dasar tentang bentuk.


(35)

28 Gambar III.5 Gaya Desain Bauhaus

Sumber : http://www.sasmitaarsitek.com/wp-content/uploads/2014/05/bauhaus-graphic1.jpg (2015)

Tata letak pada media pendukung dibuat dengan gaya Bauhaus dinamis yaitu dengan membuat pengaturan grid diagonal pada font yang terdapat pada media pendukung poster, flyer dan x-banner. Dengan cara memodifikasi dari grid standar yang sudah ada atau membuat suatu grid baru yang fleksibel ini bertujuan untuk menciptakan sebuah desain layout yang dinamis dan artistik (Nathalia, 2014).

Gambar III.6 Tata Letak Layout Poster Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)


(36)

29 Gambar III.7 Tata Letak Layout Flyer

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

Gambar III.8 Tata Letak Layout X-banner Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)


(37)

30 III.2.3 Huruf

Font yang digunakan pada headline dalam perancangan media buku foto esai kuda renggong ini adalah Colonna MT, sedangkan pada sub headline adalah Goudy Old Style. Font ini termasuk ke dalam jenis huruf Serif, karena karakter pada huruf ini berfungsi untuk memudahkan pembaca dalam membaca teks-teks kecil. Serif juga memberikan kesan klasik, resmi dan elegan pada sebuah karya desain. Pada isi bacaan dalam buku dipilih jenis font Sans Serif yaitu font Helvetica agar memudahkan keterbacaan bagi pembaca (Nathalia, 2014).

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 1234567890

Gambar III.9 Font Colonna MT diaplikasikan pada judul Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 1234567890

Gambar III.10 Font Goudy Old Style diaplikasikan pada sub judul Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 1234567890

Gambar III.11 Font Helvetica diaplikasikan pada isi teks dalam buku Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)


(38)

31 III.2.4 Ilustrasi

Fotografi berasal dari bahasa Inggris, yaitu photography. Sedangkan kata photography diadaptasi dari bahasa Yunani, yaitu photos yang berarti cahaya dan graphein yang berarti gambar atau menggambar. Secara harfiah, fotografi bermakna “menggambar dengan cahaya”. Oleh karena itu kegiatan fotografi dengan berbagai teknik hanya dapat dilakukan ketika ada cahaya. Tanpa cahaya, tidak mungkin dapat dihasilkan sebuah foto. Apabila memahami sifat cahaya, kita dapat lebih mudah memahami teknik-teknik dalam fotografi (Gani, 2013).

Menurut Sudjojo (dalam Gani, 2013), pada dasarnya fotografi adalah kegiatan merekam dan memanipulasi cahaya untuk mendapatkan hasil yang kita inginkan. Fotografi dapat dikategorikan sebagai teknik dan seni. Fotografi sebagai teknik adalah mengetahui cara-cara memotret dengan benar, mengetahui cara-cara mengatur pencahayaan, mengetahui cara-cara pengolahan gambar yang benar, dan semua yang berkaitan dengan fotografi sendiri. Sedangkan fotografi sebagai karya seni mengandung nilai estetika yang mencerminkan pikiran dan perasaan dari fotografer yang ingin menyampaikan pesannya melalui gambar/foto.

Teknik ilustrasi pada perancangan media utama buku foto esai kuda renggong ini adalah melalui teknik fotografi dengan jenis fotografi esai foto. Foto esai yaitu sebuah rangkaian koleksi foto yang ditempatkan atau disusun secara spesifik untuk menjelaskan atau memberitahukan sebuah proses dari kejadian atau peristiwa, emosi dan konsep (Gani, 2013). Oleh karena itu pentingnya membuat konsep dalam membuat buku foto esai agar suatu peristiwa dan kejadian pada pertunjukan kesenian kuda renggong dapat tersusun dengan baik dan mendapat perhatian pembacanya.

Menurut Rizki (2014), foto-foto yang dipilih untuk menjadi foto esai harus disusun menjadi cerita yang mempunyai narasi atau plot line menarik. Tata letak atau layout yang berperan dalam menghasilkan foto esai yang baik. Kobre (dalam Rizki, 2014) menegaskan, dalam pengaturan tata letak sebuah foto esai, foto pertama haruslah memikat (eye catching), sehingga menarik minat pembaca untuk


(39)

32 mengetahui kelanjutannya. Selanjutnya, foto-foto yang membangun cerita menggiring pemirsa ke foto utama yang biasanya dipasang dalam ukuran yang lebih besar dibandingkan foto-foto yang lainnya. Foto terakhir berfungsi sebagai pengikat, sekaligus memperluas kedalaman dan arti dari keseluruhan peristiwa yang ditampilkan, juga berfungsi sebagai penutup cerita. Menurut Wijaya (dalam Rizki, 2014), sebuah foto yang sifatnya bercerita, dibutuhkan perpaduan antara unsur teks, foto, dan tata letak atau layout. Bila salah satu dari ketiganya tidak bagus, akan memengaruhi hasil tampilan keseluruhan foto esai. Berikut ini karakteristik sebuah foto esai, yakni:

 Foto esai untuk satu halaman memiliki satu foto utama sebagai objek yang dicetak dalam ukuran paling besar dan dominan.

 Foto utama bisa saja menampilkan emosi manusia, mood atau adegan yang mewakili keseluruhan cerita.

 Foto pendukung lainnya dicetak dalam ukuran yang lebih kecil.

 Foto-foto yang dipasang bukan merupakan pengulangan dari foto aktifitas yang sejenis.

 Komposisi foto terdiri dari perpaduan bidikan long shot, medium shot dan close up.

Adapun beberapa teknik-teknik ilustrasi fotografi dalam media informasi buku foto esai ini diantara lain, yaitu :

1. Objek

Objek foto dalam media informasi buku foto esai ini merupakan segala bentuk proses dari pertunjukan kesenian kuda renggong. Teknik dalam pengambilan foto objek sendiri menggunakan teknik ruang tajam gambar (depth of field). Ruang tajam gambar adalah wilayah ketajaman objek gambar yang dapat ditangkap oleh lensa dan terekam pada film atau sensor digital kamera (Gani, 2013). Teknik ini sangat berguna dalam proses pengambilan foto objek pada saat menangkap momen-momen penting dalam sebuah peristiwa atau proses pertunjukan kesenian kuda renggong, terutama untuk memisahkan focus of interest sebagai objek foto dari background (latar belakang) dan foreground (latar depan) yang dianggap tidak terlalu penting untuk difoto. Adapun foto-foto yang ada pada media


(40)

33 informasi foto esai ini bersifat naratif dan sistematis sesuai dengan tahapan-tahapan proses yang ada pada pertunjukan kesenian kuda renggong.

2. Framing, Angle danKomposisi

Menurut Trihanondo (magetankab.go.id, 2013), teknik dasar-dasar pengambilan foto yang biasa dilakukan ada beberapa hal, yaitu :

Framing yaitu kegiatan membatasi adegan/mengatur kamera sehingga mencakup ruang penglihatan yang diinginkan.

Angle yaitu sudut pengambilan gambar/foto.

 Komposisi yaitu penyusunan elemen-elemen dalam sebuah pengambilan gambar, termasuk didalamnya adalah warna dan objek.

Dalam pengambilan objek foto dari rangkaian proses pertunjukan kesenian kuda renggong ini masyarakat yang terlibat dalam acara dijadikan sebuah framing agar ruang tajam objek didapatkan, yaitu dengan menempatkan objek utama pada foto dalam posisi yang sedemikian rupa sehingga dikelilingi elemen lain yaitu masyarakat yang ikut dalam acara kesenian kuda renggong yang dijadikan sebuah

foreground (latar depan) yang merupakan framing dari objek utama yang akan

difoto, sehingga komposisi yang dihasilkan akan lebih baik. Kemudian pengambilan objek foto melalui beberapa sudut pengambilan angle yaitu foto diambil sejajar dengan objek foto (normal angle), foto yang diambil dari atas objek foto (high angle) dan juga foto yang diambil dari bawah objek foto (low

angle), sehingga foto yang dihasilkan akan lebih variatif dan juga maksimal.

3. Warna dan Cahaya

Warna dari objek foto yang dihasilkan merupakan warna aseli dari objek foto yang sebenarnya atau warna natural. Warna pada foto yang dihasilkan adalah foto full color yaitu semua warna hampir ada dalam objek foto yang dihasilkan. Cahaya dominan pada foto yang dihasilkan merupakan cahaya alami yaitu cahaya matahari, sehingga objek yang dihasilkan pun menjadi lebih natural.

Sedangkan ilustrasi yang ada pada sampul buku menggunakan teknik photo editing yaitu dengan cara menyatukan foto-foto hitam putih menjadi satu kesatuan yang memenuhi badan kuda renggong yang sedang bermain atraksi silat yang menggambarkan bahawa disetiap pertunjukan kesenian tradisional kuda renggong


(41)

34 terdapat makna-makna simbolis yang sebagian besar orang belum mengetahuinya. Kemudian ilustrasi pada desain layout sampul pada buku dan sub bab pada isi buku ditambahkan sebuah desain motif corak yang terdapat pada pakaian kuda renggong yaitu motif Kote.

Gambar III.12 Desain layout motif Kote Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) III.2.5 Warna

Menurut Nathalia (2014), warna merupakan unsur penting dalam sebuah perancangan obyek desain. Warna merupakan identitas sebuah obyek dan warna juga merupakan salah satu elemen yang dapat menarik perhatian khalayak sasaran. Dalam penggunaan warna pada perancangan desain buku foto esai ini menggunakan warna coklat yang merupakan warna netral yang natural, tradisional, hangat, klasik dan stabil yang menghadirkan kenyamanan dan memberikan kesan kesejahteraan. Warna ini merupakan warna tersier hasil pencampuran warna primer yaitu warna merah, kuning dan biru. Warna oranye pada headline sampul dan headline isi dalam buku dipilih karena merupakan warna yang kontras jika dipadukan dengan warna coklat, sehingga mempermudah khalayak sasaran dalam keterbacaan. Begitu pula warna putih pada isi teks dalam buku untuk mempermudah keterbacaan.


(42)

35 Gambar III.13 Warna yang diaplikasikan pada layout buku foto esai

Gambar III.14 Warna yang diaplikasikan pada headline buku foto esai

Gambar III.15 Warna yang diaplikasikan pada isi teks dalam buku foto esai


(43)

36 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Media Utama

IV.1.1 Proses Perancangan Buku Kesenian Tradisional Kuda Renggong Proses pertama yang dilakukan yaitu mencari referensi data melalui buku dan internet yang berhubungan dengan isi buku. Setelah data-data didapat, kemudian selanjutnya membuat sebuah sketsa kasar atau storyboard dan storyline yaitu jalan cerita atau keterangan teks sebagai informasi yang akan disampaikan didalam buku foto esai. Setelah semua konsep pada storyboard dan storyline selesai, selanjutnya yaitu proses pengambilan foto dilapangan dengan menggunakan kamera DSLR merk Canon 60D, lensa zoom merk Canon 70-200mm f2.8 dan juga lensa kit merk Canon 18-55mm IS II.

Gambar IV.1 Kamera DSLR merk Canon 60D

Sumber : http://www.dpreview.com/reviews/CanonEOS60D/images/front.jpg (2015)


(44)

37 Gambar IV.2 Lensa zoom merk Canon 70-200mm f2.8

Sumber : http://www.kenrockwell.com/canon/lenses/images/70-200mm-f28/D3S_7038-oblique-1200.jpg (2015)

Gambar IV.3 Lensa kit merk Canon 18-55mm IS II

Sumber : http://www.kenrockwell.com/canon/lenses/images/18-55mm-is-ii/18-55mm-is-ii-1200.jpg (2015)

Setelah semua stok foto sudah didapatkan kemudian dilakukan editing foto dikomputer, mulai dari pengaturan kontras, brightness, saturasi warna, cropping foto, penggabungan beberapa foto menjadi satu gabungan foto, dan juga melakukan edit seleksi beberapa bagian pada pakaian kuda renggong dengan menggunakan software Adobe Photoshop CC yang kemudian disimpan dalam format jpeg dan png. Setelah itu kemudian tahap layout pada buku menggunakan software Adobe Ilustrator CS6. Prosesnya meliputi tata letak pada foto, kemudian penambahan copywrite atau isi teks pada buku yang berfungsi sebagai keterangan dan juga penambahan motif kote yaitu salah satu motif yang ada pada pakaian kuda renggong. Setelah proses editing dan layout selesai kemudian dilakukan


(45)

38 proses pencetakan. Berikut ini merupakan tahap-tahap dari proses perancangan buku foto esai kesenian tradisional kuda renggong :

1. Dimulai dari proses pembuatan storyline, yaitu sejarah awal tempat munculnya kesenian kuda renggong, kemudian perkembangannya di Kota Bandung, pengenalan dari pakaian dan dan alat musik yang dipakai oleh kuda renggong dan aktifitas persiapan dari kuda renggong, rangkaian acara dari pertunjukan kesenian kuda renggong berikut makna yang ada dalam rangkaian pertunjukan dari awal hingga akhirnya kuda renggong kembali ke tempat asalnya tinggal.

2. Kemudian selanjutnya storyline tersebut dibuat pada storyboard atau sketsa kasar sebagai gambaran alternatif untuk selanjutnya dilakukan proses pengambilan foto dilapangan.

Gambar IV.4 Storyboard Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(46)

39 3. Tahap berikutnya pengambilan foto dilapangan dengan menggunakan media

kamera DSLR Canon 60D.

Gambar IV.5 Hasil Pengambilan Foto Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

4. Proses cropping pada foto dengan perbandingan 1:1 (square), berikut penambahan saturasi, kontras dan brigthness pada foto menggunakan software Adobe Photoshop CC.

5. Proses penggabungan beberapa foto menggunakan software Adobe Photoshop CC.

6. Proses digital imaging yaitu menyatukan beberapa kumpulan foto yang sudah diproses menjadi warna hitam putih dengan karakter kuda yang sudah diseleksi untuk bagian sampul menggunakan software Adobe Photoshop CC. 7. Proses editing selection pada bagian alat musik dan juga pakaian kuda

renggong menggunakan software Adobe Photoshop CC.

8. Tahap selanjutnya yaitu teknik tracing pada salah satu motif yang ada pada pakaian kuda yaitu motif Kote untuk kemudian diaplikasikan pada layout sampul bagian depan dan belakang serta layout pada sub bab menggunakan software Adobe Ilustrator CS6.

9. Setelah semua proses editing pada foto dan tracing pada motif selesai, kemudian foto disimpan dalam format jpeg dan png dan memasuki tahap layout pada buku menggunakan software Adobe Ilustrator CS6. Proses ini


(47)

40 meliputi pengaturan tata letak, warna dan juga penambahan teks atau copywrite pada layout.

10.Setelah semua proses yang meliputi editing, tracing, tata letak dan penambahan copywrite selesai, kemudian selanjutnya merupakan tahap akhir yaitu proses pencetakan menjadi karya nyata.

Gambar IV.6 Hasil Akhir Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

IV.1.2 Konsep Visual Sampul Depan dan Belakang

Pada bagian sampulbagian depan terdapat visual foto seekor kuda renggong yang sedang berdiri dengan seluruh bagian badan dipenuhi foto-foto kecil berwarna hitam putih kecuali dengan pakaiannya, maksud dari visual ini sendiri yaitu menggambarkan bahwa terdapat banyak sisi lain disamping estetika seni dari pertunjukan kuda renggong yaitu makna simbolis. Sedangkan pada headline yang dipilih yaitu nama dari keseniannya sendiri “Kesenian Tradisional Kuda Renggong” yaitu memberi tahukan bahwa buku ini menjelaskan tentang kesenian tradisional kuda renggong, kemudian pada sub headlinedipilih kata “Makna yang Terbias”, maksudnya yaitu terdapat makna simbolis dibalik pertunjukan kesenian kuda renggong yang sebagian besar orang tidak mengetahuinya.

Pada bagian sampul belakang terdapat copywrite mengenai gambaran singkat yang terdapat pada isi buku. Sedangkan layout pada samping kanan dan kiri buku terdapat pola motif Kote yaitu motif yang tedapat pada pakaian kuda renggong


(48)

41 sebagai elemen desain pada buku. Warna cokelat yang pada layout dipilih karena merupakan warna netral yang natural, hangat, klasik dan stabil yang merupakan identitas dari warna tradisional dan juga memberikan kesan memunculkan foto dari kuda renggong.

Ukuran : B5 (17,5cm x 25cm)

Material : Artpaper 260 gram + Soft Cover laminasi Doff Teknis Produksi : Cetak Offset

Gambar IV.7 Sampul depan dan belakang Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015) IV.1.3 Isi Buku

Didalam isi yang terdapat dalam buku ini, visual foto menjadi media utama dalam menyampaikan informasi, adapun isi teks berupa tulisan yaitu keterangan yang menjelaskan informasi pada foto. Terdapat 3 bab dalam buku ini yaitu diantaranya:

 Sub bab 1 “Kesenian Tradisional Kuda Renggong” yaitu bahasan dan visual mengenai sejarah singkat, perkembangan, pengertian dan lain-lain.


(49)

42

 Sub bab 2 “Persiapan Pertunjukan” yaitu bahasan dan visual mengenai persiapan kuda dan alat musik sebelum pertunjukan.

 Sub bab 3 “Pelaksanaan dan Makna Simbolis” yaitu bahasan dan visual mengenai bentuk penyajian dalam pertunjukan kuda renggong dan makna-makna simbolis yang terkandung dalam kesenian kuda renggong.

Ukuran : B5 (17,5cm x 25cm) Material : Artpaper 150 gram Teknis Produksi : Cetak Offset

Gambar IV.8 Isi dalam buku Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(50)

43 IV.2 Media Pendukung

IV.2.1 Poster

Media poster ini digunakan untuk mempromosikan dan menginformasikan bahwa buku mengenai “Kesenian Tradisional Kuda Renggong” akan segera diterbitkan. Penempatan poster ini akan disimpan ditempat umum seperti di Taman Seni Ujung Berung yang merupakan tempat yang khusus mengadakan pentas seni tradisional, kemudian dipapan pengumuman seperti disekolah-sekolah dan perguruan-perhuruan tinggi di Kota dan Kabupaten Bandung dan juga di Toko Buku Gramedia sebagai tempat dijualnya buku ini.

Ukuran : A3 (42cm x 29,7cm) Material : Artpaper 210 gram Teknis Produksi : Cetak Offset

Gambar IV.9 Poster


(51)

44 IV.2.2 Flyer

Flyer merupakan media informasi yang bisa disebarkan ditempat umum seperti di taman-taman kota, sekolahan, perguruan tinggi dan juga tempat-tempat keramaian umum lainnya.

Ukuran : A5 (14,8cm x 21cm) Material : Artpaper 150 gram Teknis Produksi : Cetak Offset

Gambar IV.10 Flyer

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015) IV.2.3 Pembatas Buku

Pembatas buku merupakan bagian dari merchandise yang disimpan dalam buku berfungsi sebagai penanda halaman yang sudah dibaca, selain itu juga untuk meminimalisir kerusakan pada isi buku karena seringnya pembaca melipat isi dalam buku untuk menandai sebuah halaman.

Ukuran : 4cm x 14,5cm Material : Artpaper 260 gram Teknis Produksi : Cetak Offset


(52)

45 Gambar IV.11 Pembatas Buku

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

IV.2.4 Tas Spunbond

Tas Spunbond merupakan kemasan pada saat pembelian buku sekaligus merchandise untuk menarik perhatian khalayak sasaran. Fungsinya yaitu sebagai tempat menyimpan alat tulis dan buku yang akan diberikan pada saat pembelian ditoko buku Gramedia. Dalam pengerjaan tas Spunbond ini menggunakan teknik digital print.

Gambar IV.12 Tas Spunbond Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(53)

46 IV.2.5 Stiker

Stiker berfungsi sebagai merchandise pada saat pembelian dan juga sebagai tanda pengingat khalayak sasaran.

Ukuran : 8,5cm x 8,5cm Material : Vinyl Doff Teknis Produksi : Cetak Offset

Gambar IV.13 Stiker

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015) IV.2.6 X-Banner

X-banner berfungsi sebagai media untuk menarik perhatian pengunjung toko buku dan biasanya berisi informasi mengenai ketersediaan buku atau informasi buku yang akan diterbitkan nantinya. X-banner ini seringkali dipakai karena fungsinya yang bisa berpindah-pindah tempat sesuai dengan keinginan dan biasanya ditempatkan didalam atau luar ruangan seperti didekat pintu masuk toko buku.


(54)

47 Ukuran : 60cm x 160cm

Material : Flexi Korea Teknis Produksi : Cetak Offset

Gambar IV.14 X-Banner

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015) IV.2.7 Jejaring Sosial

Media promosi selanjutnya yaitu melalui jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram. Mengingat khalayak sasaran merupakan anak muda yang merupakan penduduk kota besar yang sebagian besar aktif mengakses media internet.


(55)

48 Media

Website : Facebook

Username : Kesenian Tradisional Kuda Renggong

Link : https://www.facebook.com/pages/Kesenian-Tradisional-Kuda Renggong

Gambar IV.15 Halaman Facebook Kesenian Tradisional Kuda Renggong Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(56)

49 Media

Website : Twitter

Username : @kuda_renggong

Link : https://twitter.com/kuda_renggong

Gambar IV.16 Akun Twitter Kesenian Tradisional Kuda Renggong Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(57)

50 Media

Website : Instagram

Username : @kuda.renggong

Link : https://instagram.com/kuda.renggong

Gambar IV.17 Akun Instagram Kesenian Tradisional Kuda Renggong Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(58)

51 IV.2.8 T-shirt

Media pendukung selanjutnya yaitu t-shirt bergambar kesenian tradisional kuda renggong. T-shirt ini akan dipakai oleh orang yang bertugas menyebarkan poster dan flyer ke tempat-tempat dimana khalayak sasaranberada.

Ukuran : All Size Material : Kain Katun Teknis Produksi : Digital Print

Gambar IV.18 T-shirt Kesenian Tradisional Kuda Renggong Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(59)

52 DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Gani, Rita, dkk. (2013). Jurnalistik Foto. Bandung : PT Simbiosa Rekatama Media

Lia dan Kartika. (2014). Desain Komunikasi Visual ;Dasar-dasar dan Panduan untuk pemula. Bandung : Nuansa Cendikia.

Nalan, Arthur S. dan Ganjar Kurnia. (2003). Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Bandung : Disparbud Jabar & PDP UNPAD.

Rizki. (2014). Foto Esai Suatu Pengantar. Bandung : PT Simbiosa Rekatama Media

Sedyawati, Edi. (2014). Kebudayaan di Nusantara. Depok : Komunitas Bambu. Soepandi, Atiek, dkk. (1994). Mengenal Seni Pertunjukan Daerah Jawa Barat.

Bandung : CV. Sampurna.

PENELITIAN

Sarip. (2015). Wawancara tentang Kesenian Tradisional Kuda Renggong. Kampung Garung RT 01/01, Desa Cilengkrang, Kecamatan Cilengkrang, Kota Bandung

WEBSITE

Basundoro, Purnawan. (2012, Desember 4). Kesenian Tradisional Di Tengah Arus Modernisasi. Diakses dari: http://basundoro-

fib.web.unair.ac.id/artikel_detail-67666-Sejarah-KESENIAN%20TRADISIONAL%20DI%20TENGAH%20ARUS%20M ODERNISASI.html#_ftn3. Diakses pada 5 Juni 2015

Sanjaya, Yasin. (2011, November 1). Pengertian Informasi Menurut Para Ahli. Diakses dari : http://www.sarjanaku.com/2012/11/pengertian-informasi-menurut-para-ahli.html. Diakses pada 13 April 2015

Sasmita, Kapindro. (2014, Mei 2014). Desain Dan Produk Gaya Bauhaus. Diakses dari : http://www.sasmitaarsitek.com/desain-dan-produk-gaya-bauhaus/. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2015


(60)

53 Trihanondo, Donny. (2013, Juni 2013). Teknik dan Komposisi

Fotografi/Sinematografi. Diakses dari :

http://www.magetankab.go.id/sites/default/files/documents/formulir/Tekni k-Dasar-Komposisi-Fotografi-Sinematografi-final1.pdf. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2015


(61)

61 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Irfan Akbar Affandi

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 18 Maret 1990

Alamat : Jl. Mekar Jati dalam 2 No. 199 RT 05/05, Cibiru

Telp/HP : 08996933018

Email : ivan.affandi.18@gmail.com

Website : http://irfanakbaraffandi.web.id

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Riwayat Pendidikan

 1997 – 2002 : SDN 2 Cibiru  2002 – 2005 : SMPN 1 Cileunyi

 2005 – 2008 : SMKN 7 Bandung

 2011 – 2015 : Fakultas Desain Universitas Komputer Indonesia

Pengalaman Kerja

 Mei – Juni 2014 : Fotografer di PT. Bakti Mitra Sejahtera (Bale Cafe)


(1)

49 Media

Website : Twitter

Username : @kuda_renggong

Link : https://twitter.com/kuda_renggong

Gambar IV.16 Akun Twitter Kesenian Tradisional Kuda Renggong Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(2)

50 Media

Website : Instagram

Username : @kuda.renggong

Link : https://instagram.com/kuda.renggong

Gambar IV.17 Akun Instagram Kesenian Tradisional Kuda Renggong Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(3)

51 IV.2.8 T-shirt

Media pendukung selanjutnya yaitu t-shirt bergambar kesenian tradisional kuda renggong. T-shirt ini akan dipakai oleh orang yang bertugas menyebarkan poster dan flyer ke tempat-tempat dimana khalayak sasaranberada.

Ukuran : All Size Material : Kain Katun Teknis Produksi : Digital Print

Gambar IV.18 T-shirt Kesenian Tradisional Kuda Renggong Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(4)

52 DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Gani, Rita, dkk. (2013). Jurnalistik Foto. Bandung : PT Simbiosa Rekatama Media

Lia dan Kartika. (2014). Desain Komunikasi Visual ;Dasar-dasar dan Panduan untuk pemula. Bandung : Nuansa Cendikia.

Nalan, Arthur S. dan Ganjar Kurnia. (2003). Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Bandung : Disparbud Jabar & PDP UNPAD.

Rizki. (2014). Foto Esai Suatu Pengantar. Bandung : PT Simbiosa Rekatama Media

Sedyawati, Edi. (2014). Kebudayaan di Nusantara. Depok : Komunitas Bambu. Soepandi, Atiek, dkk. (1994). Mengenal Seni Pertunjukan Daerah Jawa Barat.

Bandung : CV. Sampurna.

PENELITIAN

Sarip. (2015). Wawancara tentang Kesenian Tradisional Kuda Renggong. Kampung Garung RT 01/01, Desa Cilengkrang, Kecamatan Cilengkrang, Kota Bandung

WEBSITE

Basundoro, Purnawan. (2012, Desember 4). Kesenian Tradisional Di Tengah Arus Modernisasi. Diakses dari: http://basundoro-

fib.web.unair.ac.id/artikel_detail-67666-Sejarah-KESENIAN%20TRADISIONAL%20DI%20TENGAH%20ARUS%20M ODERNISASI.html#_ftn3. Diakses pada 5 Juni 2015

Sanjaya, Yasin. (2011, November 1). Pengertian Informasi Menurut Para Ahli. Diakses dari : http://www.sarjanaku.com/2012/11/pengertian-informasi-menurut-para-ahli.html. Diakses pada 13 April 2015

Sasmita, Kapindro. (2014, Mei 2014). Desain Dan Produk Gaya Bauhaus. Diakses dari : http://www.sasmitaarsitek.com/desain-dan-produk-gaya-bauhaus/. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2015


(5)

53 Trihanondo, Donny. (2013, Juni 2013). Teknik dan Komposisi

Fotografi/Sinematografi. Diakses dari :

http://www.magetankab.go.id/sites/default/files/documents/formulir/Tekni k-Dasar-Komposisi-Fotografi-Sinematografi-final1.pdf. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2015


(6)

61 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Irfan Akbar Affandi

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 18 Maret 1990

Alamat : Jl. Mekar Jati dalam 2 No. 199 RT 05/05, Cibiru

Telp/HP : 08996933018

Email : ivan.affandi.18@gmail.com Website : http://irfanakbaraffandi.web.id Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Riwayat Pendidikan

 1997 – 2002 : SDN 2 Cibiru  2002 – 2005 : SMPN 1 Cileunyi  2005 – 2008 : SMKN 7 Bandung

 2011 – 2015 : Fakultas Desain Universitas Komputer Indonesia Pengalaman Kerja

 Mei – Juni 2014 : Fotografer di PT. Bakti Mitra Sejahtera (Bale Cafe)