ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN PENGRAJIN BONGGOL DAN LIMBAH JATI Analisis Kebutuhan Pelatihan Pengrajin Bonggol Dan Limbah Jati Di Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi Jawa Timur.

(1)

i

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN

PENGRAJIN BONGGOL DAN LIMBAH JATI

DI KECAMATAN KEDUNGGALAR KABUPATEN NGAWI

JAWA TIMUR

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada Program Studi Magister Manajemen

Oleh:

AHMAD SETIYONO

NIM : P100130010

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

1

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN PENGRAJIN BONGGOL DAN LIMBAH JATI DI KECAMATAN KEDUNGGALAR KABUPATEN

NGAWI JAWA TIMUR

Abstrak

Kerajinan kayu jati merupakan subsektor industri kreatif unggulan di Kabupaten Ngawi Untuk meningkatkan bersaing para pengarjin maka perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui kemampuan para pengrajin dalam mengelola usaha kerajinan limbah kayu dan bonggol jati, kendala-kendala yang dihadapi sehingga dapat ditentukan jenis pelatihan yang tepat sesuai kebutuhan para pengarjin. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik analisis deskriptif. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dengan mengambil sampel seluruh populasi pengrajin yang berjumlah 43. Hasil analisis menguunakan teknik deskriptif disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan pengrajin dalam mengelola usaha masih kurang optimal, di mana terdapat kelemahan dalam aspek pemasaran, produksi dan pengelolaan keuangan. Kebutuhan pelatihan yang diharapkan adalah pelatihan manajemen usaha fokus pada pemasaran dengan materi strategi bersaing, strategi promosi dan teknik menjual, pada aspek produksi dengan materi ketrampilan mendesain dan inovasi produk, pada aspek keuangan dengan materi akses permodalan dan pada aspek hubungan sosial teknik negosiasi dan membangun hubungan dengan pelanggan. Kata Kunci: Analisa Kebutuhan Pelatihan, Kemampuan Mengelola Usaha, Kerajinan Bonggol dan limbah jati

Abstract

Teak wood root craft is considered as leading creative industry sector in Ngawi District, East Java. To improve the competitiveness of the sector, attempts are needed to be taken to improve skill and competency of the craftsmen by performing intensive education and training. This study aims to observe the skill and competency of the craftsmen in managing their craft business as well as the constraints they faced, hence we can determine the effective training programs to improve their ability to manage the business. This research implements quantitative method by employing descriptive statistic technique. Data were collected by questionnaire by taking samples of the entire population of craftsmen of 43 respondents. Outputs of the descriptive statistic are presented in a frequency distribution table. The results showed that the skill and ability of craftsmen in managing the business are still below ideal levels. There are weaknesses in marketing, production and financial management aspect. The expected training is training in managing business especially in the aspect of marketing focusing on the topic of effective competitive strategy, promotion strategy and selling technique. In the field of production training are needed focusing on the topics of


(6)

2

design skill, product innovation. In the financial aspect, the topics that need to be improved are focusing on rising capital and working capital management. While in the social relation aspect the most important topics are negotiation technique and developing customer relationship.

Keywords: Training needs analysis, Managing Business, Teak wood root craft

1. PENDAHULUAN

Kerajinan kayu jati merupakan subsektor industri kreatif unggulan di Kabupaten Ngawi, yang bersumber dari kekayaan alam daerah tersebut berupa hamparan hutan jati yang luasnya sebesar 34.600,6 ha, dan mampu menghasilkan kayu jati pertukangan sebanyak 8.029,75 m2 (BPS, 2012).

Meskipun menyimpan potensi yang besar, pengembangan industri kreatif menghadapi beberapa kendala. Berdasarkan dokumen rencana tata ruang dan tata wilayah (RTRW) Kabupaten Ngawi, kendala pengembangan industri kecil dan menengah di wilayah Kabupaten Ngawi antara lain keterbatasan modal dan keahlian yang mengakibatkan industri-industri kecil tidak mampu bersaing dan akhirnya gulung tikar.

Sebagai upaya untuk menjadikan kerajinan kayu jati sebagai sektor usaha yang memiliki keunggulan bersaing harus dilakukan usaha untuk memaksimumkan kemampuan seluruh pengrajin dengan melakukan pengembangan, pendidikan dan pelatihan serta peminjaman modal. Agar pengembangan keahlian para pelaku industri kerajinan jati tepat sasaran, para pemangku kepentingan perlu menentukan secara tepat kebutuhan pelatihan.

Penilaian kebutuhan (training need assessment) merupakan langkah strategis untuk mengetahui program pelatihan yang teapat bagi pengembangan industri kreatif. Penilian kebutuhan pelatihan sangat penting karena menyediakan informasi mengenai tingkat keahlian dan pengetahuan sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan. Dengan pendekatan ini, pemangku kepentingan dapat mengetahui kesenjangan (gap) antara kebutuhan industri dan kapabilitas sumber daya manusia. Selanjutnya, pelatihan yang diberikan dapat difokuskan untuk mengisi gap tersebut (Wulandari, 2005). Sehingga setiap dana yang diinvestasikan untuk kegiatan pelatihan diharapkan akan mampu memberikan nilai tambah bagi perkembangan industri kerajinan kayu jati.


(7)

3

Studi ini akan mendiskripsikan kemampuan pengarajin dalam mengelola usaha, kendala-kendala yang dihadapi untuk kemudian dianalisis kebutuhan pelatihan. Hasil dari studi ini diharapkan akan membantu para pemangku kepentingan, baik pengusaha maupun pemerintah daerah untuk mengembangkan sebuah pelatihan yang benar-benar dibutuhkan dalam pengembangan kinerja para pengusaha dan pengrajin bongol dan limbah kayu jati di Kabupaten Ngawi.

2. METODE PENELITIAN 2.1 Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini yang menjadi populasi dan sampel penelitian adalah seluruh pengrajin bonggol jati yang ada di Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi Jawa Timur yang berjumlah kurang lebih 43 pengrajin menurut data dari Dinas Koperasi dan Perindustrian.

2.2 Teknik Pengumpulan Data

Data dan informasi mengenai kemampuan manajerial pengrajin bonggol jati di Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi Jawa Timur diperoleh dengan mengunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Kuesioner

Peneitian ini menggunakan kuesioner dengan pertanyaan tertutup dan terbuka. Jawaban dari kuesioner sudah ditentukan oleh peneliti namun responden bisa memberikan alternative jawaban lain selain jawaban yang tersedia. Hal ini dilakukan untuk mempermudah responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan karena latar belakang pendidikan pengrajin yang berbeda-beda. 2. Wawancara

Pada penelitian ini wawancara dilakukan untuk memperdalam informasi dengan memberikan pertayaan lanjutan atas kuesiner yang ada untuk mengungkap dan memperjelas data kuesiner yang telah didapat dari responden.

3. Observasi

Melalui observasi ini diharapkan peneliti akan memiliki gambaran yang lebih kompehensif terkait kemampuan manajerial para pengarjin dengan memandingkan antara jawaban yang diberikan dengan kondisi dilapangan.


(8)

4 2.3. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh, tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan data. Proses pengolahan data dilakukan melaui tiga tahapan yaitu:

1. Editing

Editing adalah tahapan pendahuluan yang dilakukan setelah data diperoleh baik melalui kuesioner maupun wawancara. Tahapan ini merpakan aktivitas pengumpulan dan pengelompokan data selanjutnya mengklasifikannya berdasarkan kelengkapan dan akurasi data yang diperleh dari masing-masing kuesioner.

2. Coding

Coding adalah aktivitas pemberian label atau kode pada data yang telah terkumpul. Kode tersebut merupakan identitas dari data yang akan diproses pada tahap selanjutnya.

3. Tabulating

Tabulasi adalah proses entri atau pengorganisasian data dalam kelompok maupun klasifikasi yang telah ditentukan sehingga akan mempermudah dalam proses anailisis dan interpretasinya (Hasan, 2002:89).

2.4. Teknik Analisis Data.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner ditabulasi dan dihitung proporsi masing-masing dengan menggunakan program SPSS analisis diskripsi statistik frekuensi kemudian out put disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Berdasarkan tabel yang disajikan proporsi jawaban responden tersebut akan diketahui gambaran atau deskripsi mengenai kemampuan pengrajin bonggol jati di Kecamatan Kedunggalar dalam mengelola usahanya. Tabel analisis juga menyajikan tabulasi mengenai kebutuhan pelatihan para pengrajin, sehingga bisa dilakukan analisis kesesuaian antara kondisi kemampuan manajerial para pengrajin dengan pelatihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan manajerial para pengrajin. Data yang diperoleh dari kuesioner selanjutnya dijadikan dasar dalam melakukan interview untuk memperdalam dan mengkonfirmasi hasil yang telah diperoleh.


(9)

5

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1. Kemampuan dalam Mengelola Usaha

a. Ketrampilan dalam Mengelola Aspek Pemasaran

Dalam memulai usaha kerajinan ini, para pengarajin menangkap peluang usaha kerajinan bonggol dan limbah kayu jati atas dasar basis ketrampilan yang dimiliki. Ketrampilan didapatkan dengan cara ikut bekerja dan belajar pada usaha kerajinan yang sudah ada, kemudian mereka merasa mampu untuk mandiri dengan membuka usaha sendiri. Hanya sebagian kecil dari pengrajin yang mendapatkan peluang dan membuka usaha ini dengan melakukan survey atau pengamatan pasar. Demikian juga dalam menemukan ide-ide pembuatan produk yang ditawarkan kepada konsumen baik itu jenis, motif, dan bentuk didapatkan dari karya, ide dan kreatifitas pengrajin sendiri, dengan tidak melakukan pengamatan terhadap kebutuhan pasar.

Dalam hal promosi, mayoritas pengrajin menyadari pentingnya promosi menentukan keberhasilan usaha mereka. Dengan promosi ini pengrajin dapat mengenalkan produk hasil kerajinanya kepada calon pembeli. Mereka mempromosikan produk kerajinan dengan beberapa cara dintaranya dengan mengiklankan usaha kerjaninan mereka di beberapa surat kabar dan media sosial, mengikuti pameran-pameran, dan penjualan langsung. Kebanyakan pengrajin mempromosikan dengan penjualan langsung dengan membawa produk-produk hasil kerajinan sebagai sampel untuk ditawarkan kepada pedagang-pedagang besar yang mengekspor produk kerajinan mereka keluar negeri. Dengan cara ini ketergantungan pengrajin kepada eksportir sangat tinggi, harga ditentukan oleh eksportir dan pengrajin tidak mendapatkan akses dipasar internasional, akibatnya usaha kerajinan mereka sulit untuk berkembang dan hanya menguntungkan eksportir saja.

Dalam hal menetapkan harga jual produk kerajinan, pengrajin menetapkan harga kurang mempertimbangkan banyak faktor. Hal ini menunjukan bahwa perlu peningkatan kemampuan dan pengetahuan pengrajin dalam menetapkan harga. Banyak faktor yang dapat dijadikan dasar penetapan harga disamping berdasarkan biaya produksi perlu juga memperhatikan harga pesaing, jumlah atau tingkat permintaan produk dan nilai seni dari sebuah produk. Untuk dapat bersaing


(10)

6

setrategi yang dilakukan oleh pengrajin adalah selalu berinovasi dan menjaga kwalitas produk. Kemampuan untuk berinovasi dan mengembangkan kreatifitas dalam mengolah limbah kayu jati harus ditingkatkan sehingga pengrajin selalu menghasilkan karya yang selalu berbeda.

Kemampuan pengrajin dalam melakukan transaksi penjualan mayoritas masih mengandalkan cara penjualan langsung. Untuk meningkatkan penjualan dan mengembangkan pasar para pengrajin perlu membuka wawasan tentang penjualan dengan melalui media online. Media ini sangat efektif untuk mendapatkan konsumen dengan tanpa dibatasi wilayah. Sehingga produk dapat dikenal secara luas oleh pengguna internet baik didalam negeri maupun luar negeri. Namun kamampuan pengrajin dalam pemanfaatan teknologi digital marketing kurang maksimal. Mayoritas responden sudah mengenal teknologi internet namun banyak yang belum mengggunakan kemajuan teknologi ini untuk kegiatan pemasaran usaha. Pengrajin perlu mendapatkan edukasi tentang internet dan penggunaanya untuk mendukung kegiatan usaha terutama dibidang pemasaran.

Disamping itu mengikuti pameran-pameran juga mendukung dalam meningkatkan transaksi penjualan, namun cara ini membutuhkan biaya dan dana besar yang dikeluarkan oleh pengrajin. Pengrajin perlu menjalin kerja sama dengan dinas terkait untuk mengikuti beberapa even pameran baik lingkup nasional maupun internasional.

b.Ketrampilan dalam Mengelola Aspek Produksi

Sebelum dimulai proses produksi mayoritas pengrajin membuat perencanaan produksi dengan meramalkan permintaan produk baik segi jenis, bentuk, motif, kwalitas dan kwantitas produk. Disamping itu pengrajin juga membuat desain produk sebagai acuan dalam proses produksi. Hal ini menunjukan bahwa dalam proses produksi para pengrajin telah memahami pentingnya perencanaan proses produksi.

Pengrajin rata-rata memiliki kreatifitas dan inovasi tinggi dalam membuat desain produk. Desain produk dibuat oleh pengrajin sendiri bersumber dari ide-ide kreatif dan inovatif pengrajin. Kemampuan mendesain produk ini didapatkan dengan belajar secara mandiri. Kemampuan ini sangat penting dimiliki oleh


(11)

7

pengrajin untuk dapat bersaing dan menciptakan kesinambungan usaha. Sedangkan untuk menjaga dan meningkatkan kwalitas produk, mayoritas pengrajin menetapkan standar kwalitas bahan dan produk. Penetapan standar kwalitas produk dan bahan ini didasarkan atas permintaan konsumen.

Dilihat dari kemampuan pengrajin dalam melakukan pekerjaan finishing mayoritas pengrajin memiliki kemampuan finishing produk yang cukup. Mereka melakukan pekerjaan finishing sendiri tidak memberikan pekerjaan finishing kepada pengrajin dari pengrajin lain.

c. Ketrampilan dalam Mengelola Aspek Keuangan

Sumber modal yang digunakan para pengrajin untuk kegiatan usaha rata-rata berasal dari dana sendiri, dana ini berasal dari tabungan pribadi. Namun sebagian pengrajin ada yang sudah mengakses dana pinjaman atau kredit lunak untuk sumber modal dan pengembangan usahanya.

Dalam mengelola keuangan mayoritas pengrajin tidak melakukan pencatatan administrasi keuangan secara rapi dan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan usaha sehingga menyebabkan bercampurnya transaksi pribadi dan transaksi usaha, kondisi ini membuat para pengrajin tidak dapat melakukan perhitungan-perhitungan hasil kegiatan usaha dan laporan keuangan selama periode tertentu untuk evaluasi perkembangan usaha. Hasil keuntungan yang didapatkan dari mengelola usaha oleh mayoritas pengrajin dipergunakan dan dikelola untuk mengembangkan usaha dan sebagian kecil digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini menunjukan para pengrajin memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya pengembangan usahanya.

d. Ketrampilan Dalam Menjalin Hubungan Sosial

Salah satu ketrampilan yang harus dimiliki pengusaha adalah kemampuan menjalin hubungan dengan pelanggan, pemasok, karyawan dan mitra binis lainya. Kemampuan ini sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mengelola usaha disamping ketrampilan teknik dan ketrampilan manajerial.

Dalam mengelola usaha, pengrajin dengan ketrampilan komunikasinya sudah memiliki pelanggan tetap. Hal ini menunjukan kemampuan pengrajin dalam menjalin hubungan dengan pelanggan dapat menciptakan loyalitas pelanggan.


(12)

8

Jalinan hubungan dengan pelanggan ini dilakukan dengan bentuk-bentuk komunikasi melalui media telpon, internet atau kunjungan kerumah.

Para pengrajin juga terlibat aktif dalam organisasi atau asosiasi pengrajin baik sebagai anggota maupun pengurus. Forum ini bisa dimanfaatkan untuk sharing bisnis dan berbagi informasi tentang bahan baku, desain, pasar, produk, akses modal dan lain sebagainya. Mayoritas pengrajin memiliki kesadaran akan pentingnya asosiasi ini.

Jalinan kemitraan dengan pihak lain menentukan keberlangsungan usaha. Berdasarkan data yang didapat lembaga yang menjadi mitra bisnis para pengrajin bonggol dan limbah jati Perum Perhutani, Dinas koperasi dan UMKM, Bank, supliyer, karyawan dan pelanggan. Perum Perhutani sebagai mitra bisnis menyediakan kios-kios gallery untuk display produk dan penjualan. Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian berperan dalam melakukan pembinaan usaha dengan mengadakan bimbingan dan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan teknik dan manajerial. Pihak Bank diharapkan dapat memberikan bantuan permodalan dengan bunga rendah dan proses yang mudah sehingga dapat mengembanngkan usaha. Sedangkan suplayer dapat mengirimkan bahan baku yang dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan usaha.

3.2. Kendala Dalam Mengelola Usaha a. Kendala di Aspek Pemasaran

Di aspek pemasaran kendala dan hambatan yang didapatkan pengrajin mayoritas mengatakan bahwa persaingan bisnis dan kemampuan menjual menjadi kendala utama dalam mengelola usaha. Pengrajin memerlukan kiat-kiat dan strategi bagaimana mengahadapi persaingan bisnis dan strategi bagaimana meningkatkan penjualan.

b.Kendala di Aspek Pengelolaan Produksi

Pada aspek pengelolaan produksi kendala utama yang dihadapi pengrajin adalah keterbatasan peralatan yang dimiliki dan kurangnya SDM terampil untuk memproduksi, hal ini mengakibatkan pengrajin tidak mampu memenuhi permintaan konsumen atau pelanggan baik secara kwalitas dan kwantitas produk.


(13)

9 c. Kendala di Aspek Pengelolaan Keuangan

Dalam mengelola keuangan kendala utama yang dihadapi adalah tentang akses permodalan dan pengelolaan pembiayaan. Permodalan bagi pengusaha kecil merupakan factor penting, mengingat pengusaha kecil lebih mengandalkan modal sendiri dan tentunya memiliki keterbatasan. Pengrajin sangat membutuhkan tambahan modal untuk mengembangkan usaha namun karena minimnya pengetahuan dan ketrampilan untuk mengakses modal hal ini menjadi kendala dan terasa sulit untuk mendapatkan modal. Sedangkan ketika mendapatkan modal pengrajin juga merasa kurang mampu bagaimana mengelola modal untuk pembiayaan usaha. Secara umum masalah akses permodalan dan pengelolaan pendanaan menjadi kendala yang dihadapi UMKM. Hasil ini memperkuat penelitian Hadi (2010). UMKM perlu mendapatkan kemudahan akses kredit di bank dengan bunga rendah dan pelatihan penggunaan modal untuk pembiayaan agar tepat sasaran.

3.3. Kebutuhan Pelatihan

Berdasarkan analisis tugas atau kerja yang dilakukan terhadap kemampuan pengrajin dalam mengelola aspek pemasaran, produksi keuangan dan kemampuan hubungan sosial didapatkan data analisis kebutuhan pelatihan sebagai berikut. a. Kebutuhan Pelatihan dalam Mengelola Pemasaran

Kebutuhan pelatihan pengrajin bonggol dan limbah jati dalam mengelola pemasaran sesuai tingkat kebutuhanya ditunjukan dalam tabel berikut

Tabel 1

Kebutuhan Pelatihan Pada Aspek Pemasaran

Keterangan Sangat

Butuh

% Butuh % Kurang

Butuh %

Strategi promosi 20 62.5 9 28.1 3 9.4

Strategi bersaing 23 71.9 7 21.9 2 6.2

Strategi penetapan harga 5 15.6 13 40.6 14 43.8 Membaca peluang bisnis 8 25.0 10 31.2 14 44.8

Teknik menjual 17 53.1 12 37.5 3 9.4


(14)

10

Jika dilihat pada tabel 1 tingkat kebutuhan pelatihan pada aspek pemasaran, maka kebutuhan pelatihan dalam kategori sangat butuh adalah pelatihan dengan fokus materi strategi bersaing berada pada urutan pertama. Sedangkan keterampilan tentang strategi promosi menempati urutan kedua dan urutan ketiga materi teknik menjual. Kebutuhan pelatihan kategorit dibutuhkan adalah pelatihan tentang digital arketing, strategi penetapan harga dan membaca peluang usaha. Materi-materi ini menjadi penting bagi para pengrajin untuk dapat mengembangkan usaha dalam sekala lebih besar. Sehingga mereka dapat menghadapi persaingan pasar dan dapat member solusi atas kendala-kendala yang dihadapi dalam hal pemasaran.

b. Kebutuhan Pelatihan dalam Mengelola Produksi

Tabel 2. Kebutuahan Pelatiahan Pada Aspek Produksi 4.

Keterangan Sangat

Butuh

% Butuh % Kurang Butuh

%

Perencanaan produksi 14 43.8 13 40.6 5 15.6 Pengendalian kwalitas 11 34.4 15 46.9 6 19.7 Desain dan inovasi produk 26 81.3 4 12.5 2 6.2

Finishing produk 8 25.0 16 50.0 8 25.0

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa tingkat kebutuhan pelatihan dalam teknik produksi kategori sangat dibutuhkan yang paling tinggi adalah pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mendesain dan inovasi produk. Kemampuan inilah yang dibutuhkan oleh pengrajin untuk menghadapi persaingan bisnis. Tingkat kebutuhan pelatihan dalam teknis produksi yang kedua adalah perencanaan produksi. Para pengrajin merasa sangat perlu akan pelatihan tentang perencanaan produksi untuk menjamin proses produksi berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Perencanaan produksi meliputi perencanaan jumlah produksi, perencanaan bahan baku, desain produk, perencanaan peralatan dan perencanaan tenaga kerja. Faktor-faktor inilah yang sering diabaikan para pengrajin sehingga beberapa kegagalan dalam proses produksi sering terjadi.

Kebutahan peringkat ketiga yang sangat dibutuhkan dalam aspek produksi adalah kaitanya dengan pengendalian kwalitas produk. Pengetahuan dan


(15)

11

ketrampilan ini untuk menjamin bahwa produk dapat memberi kepuasan kepada konsumen.

c. Kebutuhan Pelatihan dalam Mengelola Keuangan

Tabel 3. Kebutuhan Pelatihan Pada Aspek Keuangan

Keterangan Sangat

Butuh

% Butuh % Kurang Butuh

%

Akses permodalan 29 90.6 3 9.4 - -

Administrasi dan pembukuan 6 18.7 17 53.1 9 28.2 Pembuatan laporan keuangan 2 6.3 14 43.8 16 50.0

Manajemen pembiayaan 13 40.6 12 37.5 7 21.9

Berdasarkan pada tabel 3 kebutuhan pelatihan yang menjadi prioritas dalam mengelola keuangan yang dianggap sangat penting adalah pelatihan bagaimana mengakses permodalan. Pengrajin memerlukan pengetahuan tentang berbagai macam kredit usaha, persyaratan-persayaratan pencairan kredit, dan proses pencairan kredit dari pihak lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan yang menyediakan fasilitas kredit bagi pengusaha kecil dan menengah.

Prioritas kedua dari tingkat kebutuhan yang sangat dibutuhkan oleh para pengrajin adalah tentang manajemen pembiayaan. Pembiayaan yang dimaksud disini adalah penggunaan dana untuk pembiayaan usaha. Pengrajin membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelola dana untuk pembiayaan usaha baik untuk penggunaan modal kerja dan modal tetap, penggunaan dana untuk peningkatan produksi, penggunaan dana peningkatan penjualan dan biaya-biaya lainya. Pada prioritas ketiga pengrajin membutuhkan pelatihan tentang administrasi dan pembukuan keuangan usaha.

Sedangkan kebutuhan pelatihan kategori dibutuhkan yaitu pelatihan tentang administrasi dan pembukuan dan pelatihan tentang pembuatan laporan keuangan. Pelatihan ini membatu para pegrajin dalam pencatatan keuangan dan penyajian laporan untuk mengetahui perkembangan usaha.


(16)

12

d. Kebutuhan Pelatihan dalam Membangun Hubungan Sosial Tabel 4. Kebutuhan Pelatihan Dalam Membangun Hubungan

e.

Keterangan Sangat

Butuh

% Butuh % Kurang Butuh

%

Menjalin hubungan dengan pelanggan

24 75.0 8 25.0 - -

Membangun networking 15 46.9 14 43.8 3 9.4

Komunikasi bisnis 13 40.6 16 50.0 3 9.4

Teknik negosiasi 19 59.3 10 31.3 3 9.4

Tabel 4 menunjukan bahwa dalam meningkatkan kemampuan interpersonal pengrajin bonggol jati, kebutuhan pelatihan yang paling utama adalah pelatihan dalam menjalin hubungan dengan pelanggan. Ketrampilan ini terkait dengan ketrampilan mendapatkan pelanggan baru dan ketrampilan menjaga loyalitas pelanggan. Kebutuhan pelatihan yang kedua adalah kebutuhan dalam hal teknik negosiasi, pengrajin selama ini merasa cukup lemah dalam bernegosiasi dengan pihak terkait seperti supplier, bank, maupun pelanggan atau pedagang besar. Kebutuhan yang ketiga adalah ketrampilan dalam membangun jaringan usaha sehingga dapat memperluas usaha pengrajinnya lebih baik. Dan secara umum pelatihan yang dibutuhkan adalah pelatihan mengenai komunikasi bisnis, sebenarnya komunikasi bisnis ini juga mencakup ketrampilan menjalin hubungan dengan pelanggan, networking, dan ketrampilan bernegosiasi.

4. PENUTUP 4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Kemampuan pengrajin bonggol dan limbah kayu jati di Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi dalam mengelola usaha baik itu pemasaran, keuangan, produksi dan membangun hubungan sosial secara umum kurang optimal. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi pengrajin dan mengahambat perkembangan usaha. Pengrajin perlu memperbaruhi dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelola usaha.


(17)

13

2. Kendala-kendala yang dihadapi pengrajin dalam mengelola usaha adalah: a. Dalam mengelola pemasaran kendala yang dihadapi adalah persaingan

usaha dan kemampuan menjual. Pengrajin memerlukan kiat-kiat dan strategi menghadapi persaingan usaha dan bagaimana mendapatkan dan meningkatkan penjualan.

b. Dalam mengelola produksi kendala utama yang dihadapi adalah keterbatasan sarana produksi dan kurangnya SDM terampil. Hal ini mengakibatkan terhambatnya proses produksi sehingga tidak mampu memenuhi permintaan pelanggan secara kwalitas dan kwntitas.

c. Dalam mengelola keuangan kendala yang dihadapi adalah masalah akses permodalan dan penggunaan dana.

3. Pelatihan yang dibutuhkan para pengrajin untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan mengelola usaha adalah pelatihan manajemen usaha dengan focus materi pada :

a. Strategi bersaing, strategi promosi dan teknik menjual b. Ketrampilan mendesain produk dan inovasi produk c. Akses permodalan

d. Membangun hubungan dengan pelanggan dan teknik negosiasi. 4.2. Saran

1. Bagi para pengrajin untuk meningkatkan kemampuan mengelola usahanya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan, sharing bisnis sesama pengrajin dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak pemerintah maupun non pemerintah.

2. Bagi Dinas terkait untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan dalam upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan industry kreatif kerjainan kayu dan bonngol jati berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan agar pelaksanaan pelatihan sesuai dengan kebutuhan.

3. Bagi pihak akademisi hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber inspirasi dalam rangka pengabdian masyarakat untuk membina dan mengembangkan industri kreatif kerajinan kayu dan bonggol jati khususnya di daerah Kabupaten Ngawi.


(18)

14

4. Bagi peneliti berikutnya penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber data untuk penelitian berikutnya. Peneliti diharapkan dapat memperluas obyek penelitianya mengingat jumlah pengrajin bonggol dan limbah kayu jati di Kabupaten Ngawi cukup banyak dengan menambah varibel-variabel penelitian lain yang lebih signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Feni Dwi. 2013. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Melalui Fasilitasi Pihak eksternal dan Potensi Internal (Studi Kasus pada Usaha Emping jagung di Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang), Jurnal Administrasi Publik Vol 1, No 6 (2013) page. 1286-1295

Anoraga Panji dan Djokosudantoko. 2002. Koperasi, Kewirausahaan dan Usaha

Kecil. Jakarta: Reneka Cipta.

Anoraga Panji. Pengantar Bisnis Pengelolaan Bisnis dalam Era Globalisasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Reneka Cipta.

Atmodiwiro, Soebagio. 2005. Manajemen Pelatihan. Jakarta: PT Ardadizya Jaya. Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga Basri, Hasan dan Rusdiana A. 2015. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan.

Bandung: Pustaka.

Bayu Kartib. 2010. Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik Wirausahawan

Sukses. Jakarta: Kencana.

Boone E. Louis. 2013. Pengantar Bisnis Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat. BPS. 2013. Ngawi dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi


(19)

15

Buchari Alma. 2009. Kewirausahaan Untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung: Alfabeta.

Creswell, J. W. (2010). Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan

mixed. Yogjakarta: PT Pustaka Pelajar.

Dariyanto. 2014. Manajemen Diklat. Yogyakarta: Gaya Media.

Davis. Eddie. 2005. The Art of Training and Development; The Training

Managers : A Hand Book. Jakarta: Gramedia.

Dessler, Tan Chwee Huat. 2009. Human Resource Management An Asian

Perspective. Singapore: Pearson.

Dessler Gerry. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Indeks. Dwi Kusriniarti. 2013. Penentuan Harga Produk Karya Seni. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada.

Effendi, Syahril. 2005. Analisis Peningkatan Pengusaha Kecil Sesudah Mengikuti Pelatihan Kewirausahaan yang diseleggarakan oleh Swisscontact Medan.

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6. No 5. November 2005.

Febrianis I, Muljono P, Susanto D. 2014. Pedagogical Competence-based Training Need Analysis For Natural Science Teachers. Journal of Education and Learning, Vol 2, p 144-151.

Hadi, Dwi Prasetyo. 2015. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pada Usaha Kecil dan Menengah Berbasis Sumber Daya Lokal Dalam Rangka Millenium Development Goals 2015 (Studi Kasus di PNPM-MP Kabupaten Kendal). Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume V, No 1, Januari 2015

Hamdi. Need Assesment Pengusaha Mikro dan Kecil Olahan Hasil Pertanian di Daerah Wisata Kabupaten Sambas. Jurnal PATANI, Vol 1, No 1, 2014, hal 31-40


(20)

16

Handoko, H. 2013. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE

Haryono, Anung. 2004. Analisis Kebutuhan Pelatihan. Jakarta: Prenada Media. Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.

Bogor: Ghalia Indonesia.

Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hendro. 2011. Dasar-Dasar Kewirausahaan Panduan Bagi Mahasiswa untuk

Mengenal, Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis. Jakarta: Erlangga.

Irianto J. 2001. Prinsip-Prinsip Dasar Manajemen Pelatihan (dari Analisis

Kebutuhan Sampai Evaluasi Program Pelatihan). Jakarta: Insani Cendekia.

Irianto J. 2001. Tema-Tema Pokok Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Insan Cendekia.

Isa, Muzakar. Analisis Kompetensi Kewirausahaan, Orientasi Kewirausahaan dan Kinerja Industri Mebel. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis. Vol 17, No 1, Juni 2013, hal 89-98.

Kamil, Musthofa. 2010. Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta.

Kaswan. (2011). Pelatihan dan Pengembangan untuk Meningkatkan Kinerja SDM. Bandung: Alfabeta.

Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode Peelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Masyhuri dan Zaenudin. 2008. Metodologi Penelitian Pedekatan Praktis dan

Aplikatif. Bandung: Refika Aditama.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Ofset.


(21)

17

Narasimhan, Ramanarayanan. Analysis of Training Needs Assesment and Implementation – Comparative Study of Public and Private Sector Banks, Indian Journal of Commerce & Management Studies, Volume 5, issue 3, Sep 2014.

Nasution. 2009. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. Nawawi. Hadari 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang

Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Noe, Raymond., Hollenbeck, John R., Gerhart B., Wright, Patrick M. 2010.

Manajemen Sumber Daya Manusia (Mencapai Keunggulan Bersaing).

Jakarta: Salemba Empat

Nurlela, Siti. Profil Industri Kreatif Pengrajin Handycraff di Desa Sumber Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten, GEMA Th XXII/40 Februari – Juli 2010.

Okpara, J.O. 2011. Factors constraining the growth and survival of SMEs in Nigeria Implications for poverty alleviation. Management Research Review, Vol. 34 No. 2, 2011 pp. 156-171

Panggabean, S. Mutiara. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Rae, Leslie. 2005. The Art Training and Development; Efective Planning. Jakarta: Gramedia.

Reed Jacqueline, Vakola Maria. 2006. What Role Can a Training Needs Analysis Play in Organisational Change?, Journal of Organizational Change Management, Vol. 19, No 3 pp. 393-407.

Richard Macheke and W Smith, An Analysis of Business skills and Training Needs Essential for Business Succes in Plastic Manufacturing Industries in Developing Nations; Case Study of The Eastern Cape Province South


(22)

18

Africa, African Journal of Business Management, Vol 7(20), pp 2001-2010, 28 May 2013.

Rivai, Veithzal dan Ella J. Sagala. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia

untuk Perusahaan dari Teori dan Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Robbins, Stephen P. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Indeks.

Rolf P. Lynton dan Udai Pareek. 1992. Pelatihan dan Pengembangan Tenaga

Kerja. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Rosnani Jusoh, Babak Ziyae, Soib Asmirian, Suhaida Abd. Kadir. Entrepreneur Training Needs Analysis Implications on The Entrepreneurial Skill Needed for Successful Entrepreneurs, International Business & Economic Research

Journal – January 2011 Vol 10, Number 1.

Simamora, H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.

Subagyo. 1997. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alpabeta.

Sukardi. 2014. Evaluasi Program Kependidikan dan Pelatihan. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryana. 2006. Kewirausahaan Pedoman Praktis dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat.

Suryana, Y. dan Bayu Katib. 2010. Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik

Wirausahawan Sukses. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS.

Wulandari, Retno. 2005. Penilaian Kebutuhan Pelatihan; Tantangan dan Solusi. Jurnal Siasat Bisnis, Edisi Khusus on Human Resource, hal 75-86.


(23)

(1)

14

4. Bagi peneliti berikutnya penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber data untuk penelitian berikutnya. Peneliti diharapkan dapat memperluas obyek penelitianya mengingat jumlah pengrajin bonggol dan limbah kayu jati di Kabupaten Ngawi cukup banyak dengan menambah varibel-variabel penelitian lain yang lebih signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Feni Dwi. 2013. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Melalui Fasilitasi Pihak eksternal dan Potensi Internal (Studi Kasus pada Usaha Emping jagung di Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang), Jurnal Administrasi Publik Vol 1, No 6 (2013) page. 1286-1295

Anoraga Panji dan Djokosudantoko. 2002. Koperasi, Kewirausahaan dan Usaha Kecil. Jakarta: Reneka Cipta.

Anoraga Panji. Pengantar Bisnis Pengelolaan Bisnis dalam Era Globalisasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Reneka Cipta.

Atmodiwiro, Soebagio. 2005. Manajemen Pelatihan. Jakarta: PT Ardadizya Jaya. Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga Basri, Hasan dan Rusdiana A. 2015. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan.

Bandung: Pustaka.

Bayu Kartib. 2010. Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik Wirausahawan Sukses. Jakarta: Kencana.

Boone E. Louis. 2013. Pengantar Bisnis Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat. BPS. 2013. Ngawi dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi


(2)

15

Buchari Alma. 2009. Kewirausahaan Untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung: Alfabeta.

Creswell, J. W. (2010). Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogjakarta: PT Pustaka Pelajar.

Dariyanto. 2014. Manajemen Diklat. Yogyakarta: Gaya Media.

Davis. Eddie. 2005. The Art of Training and Development; The Training Managers : A Hand Book. Jakarta: Gramedia.

Dessler, Tan Chwee Huat. 2009. Human Resource Management An Asian Perspective. Singapore: Pearson.

Dessler Gerry. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Indeks. Dwi Kusriniarti. 2013. Penentuan Harga Produk Karya Seni. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada.

Effendi, Syahril. 2005. Analisis Peningkatan Pengusaha Kecil Sesudah Mengikuti Pelatihan Kewirausahaan yang diseleggarakan oleh Swisscontact Medan. Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6. No 5. November 2005.

Febrianis I, Muljono P, Susanto D. 2014. Pedagogical Competence-based Training Need Analysis For Natural Science Teachers. Journal of Education and Learning, Vol 2, p 144-151.

Hadi, Dwi Prasetyo. 2015. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pada Usaha Kecil dan Menengah Berbasis Sumber Daya Lokal Dalam Rangka Millenium Development Goals 2015 (Studi Kasus di PNPM-MP Kabupaten Kendal). Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume V, No 1, Januari 2015

Hamdi. Need Assesment Pengusaha Mikro dan Kecil Olahan Hasil Pertanian di Daerah Wisata Kabupaten Sambas. Jurnal PATANI, Vol 1, No 1, 2014, hal 31-40


(3)

16

Handoko, H. 2013. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE

Haryono, Anung. 2004. Analisis Kebutuhan Pelatihan. Jakarta: Prenada Media. Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.

Bogor: Ghalia Indonesia.

Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hendro. 2011. Dasar-Dasar Kewirausahaan Panduan Bagi Mahasiswa untuk Mengenal, Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis. Jakarta: Erlangga. Irianto J. 2001. Prinsip-Prinsip Dasar Manajemen Pelatihan (dari Analisis

Kebutuhan Sampai Evaluasi Program Pelatihan). Jakarta: Insani Cendekia. Irianto J. 2001. Tema-Tema Pokok Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Insan Cendekia.

Isa, Muzakar. Analisis Kompetensi Kewirausahaan, Orientasi Kewirausahaan dan Kinerja Industri Mebel. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis. Vol 17, No 1, Juni 2013, hal 89-98.

Kamil, Musthofa. 2010. Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta.

Kaswan. (2011). Pelatihan dan Pengembangan untuk Meningkatkan Kinerja SDM. Bandung: Alfabeta.

Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode Peelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Masyhuri dan Zaenudin. 2008. Metodologi Penelitian Pedekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung: Refika Aditama.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Ofset.


(4)

17

Narasimhan, Ramanarayanan. Analysis of Training Needs Assesment and Implementation – Comparative Study of Public and Private Sector Banks, Indian Journal of Commerce & Management Studies, Volume 5, issue 3, Sep 2014.

Nasution. 2009. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. Nawawi. Hadari 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang

Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Noe, Raymond., Hollenbeck, John R., Gerhart B., Wright, Patrick M. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia (Mencapai Keunggulan Bersaing). Jakarta: Salemba Empat

Nurlela, Siti. Profil Industri Kreatif Pengrajin Handycraff di Desa Sumber Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten, GEMA Th XXII/40 Februari – Juli 2010.

Okpara, J.O. 2011. Factors constraining the growth and survival of SMEs in Nigeria Implications for poverty alleviation. Management Research Review, Vol. 34 No. 2, 2011 pp. 156-171

Panggabean, S. Mutiara. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Rae, Leslie. 2005. The Art Training and Development; Efective Planning. Jakarta: Gramedia.

Reed Jacqueline, Vakola Maria. 2006. What Role Can a Training Needs Analysis Play in Organisational Change?, Journal of Organizational Change Management, Vol. 19, No 3 pp. 393-407.

Richard Macheke and W Smith, An Analysis of Business skills and Training Needs Essential for Business Succes in Plastic Manufacturing Industries in Developing Nations; Case Study of The Eastern Cape Province South


(5)

18

Africa, African Journal of Business Management, Vol 7(20), pp 2001-2010, 28 May 2013.

Rivai, Veithzal dan Ella J. Sagala. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori dan Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Robbins, Stephen P. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Indeks.

Rolf P. Lynton dan Udai Pareek. 1992. Pelatihan dan Pengembangan Tenaga Kerja. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Rosnani Jusoh, Babak Ziyae, Soib Asmirian, Suhaida Abd. Kadir. Entrepreneur Training Needs Analysis Implications on The Entrepreneurial Skill Needed for Successful Entrepreneurs, International Business & Economic Research Journal – January 2011 Vol 10, Number 1.

Simamora, H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.

Subagyo. 1997. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alpabeta.

Sukardi. 2014. Evaluasi Program Kependidikan dan Pelatihan. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryana. 2006. Kewirausahaan Pedoman Praktis dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat.

Suryana, Y. dan Bayu Katib. 2010. Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik Wirausahawan Sukses. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS.

Wulandari, Retno. 2005. Penilaian Kebutuhan Pelatihan; Tantangan dan Solusi. Jurnal Siasat Bisnis, Edisi Khusus on Human Resource, hal 75-86.


(6)