KOMUNIKASI DAKWAH MELALUI SYAIR LAGU (Analisis Hermeneutika pada Lagu Syi’ir Tanpo Wathon Karangan Muhammad Nizam As Shofa)

(1)

KOMUNIKASI DAKWAH MELALUI SYAIR LAGU (Analisis Hermeneutika pada Lagu Syi’ir Tanpo Wathon

Karangan Muhammad Nizam As Shofa)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Oleh:

Chiwa Chayyuwa Azzahroh 08220335

KONSENTRASI AUDIO VISUAL JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyususnan laporan penelitian skripsi ini tanpa adanya suatu halangan yang berarti. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafaatnya di hari akhir nanti.

Penelitian ini berawal dari ketertarikan penulis terhadap musik. Musik sejak dahulu kala digunakan seseorang dalam mengapresiasi karya seninya. Musik juga dimaknai sebagai ajang untuk berekspresi dan menyuarakan isi hati. Seperti halnya yang dilakukan oleh para penegak agama Allah. Tengok saja H. Rhoma Irama yang kental dengan lagu-lagunya yang sarat dengan muatan dakwah. Para da’i seperti Ustad Jefri Al Bukhori dan Emha Ainun Najib juga melakukan hal serupa.

Seperti halnya lagu yang berjudul Syi’ir Tanpo Wathon. Lagu karangan Muhammad Nizam As Shofa ini adalah lagu fenomenal yang sempat diklaim sebagai lagu ciptaan alm. Gus Dur. Lagu ini juga telah beredar luas di kalangan masyarakat, khususnya di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Skripsi yang berjudul ”KOMUNIKASI DAKWAH MELALUI SYAIR LAGU (Analisis Hermeneutika pada lagu Syi’ir Tanpo Wathon karangan Muhammad Nizam As Shofa)” ini merupakan penelitian yang ingin menjelaskan makna yang ada di balik lagu tersebut. Dengan menggunakan pendekatan hermeneutika romantis Ernst Daniel Schleiermacher.

Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap saran dan kritikan dari berbagai


(7)

pihak yang berguna untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti, pembaca, dan bagi pengembangan Ilmu Komunikasi.

Malang, 21 Juli 2012

Penulis


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT atas segala KuasaNya yang memberikan kelancaran dan kemudahan.

2. Nabi Agung Muhammad SAW karena atas jasa beliaulah kita keluar dari tempat yang gelap menuju jalan yang terang, yakni agama Islam.

3. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang tak pernah lelah mendukung, memotivasi dan mendoakanku. Semoga kelak aku bisa membahagiakan beliau, sebagaimana beliau membahagiakanku selama ini.

4. Alm. Abah, Umik dan saudara-saudara yang kucintai, atas motivasi dan dukungannya. (cak Rozi, neng Miro, cak Nizam, cak Dzawafi, neng Ainun, neng Aida, alm. Auva)

5. Bapak Muhadjir Effendy, M. AP, selaku Rektor UMM. 6. Bapak Dr. Wahyudi Winaryo, M.Si selaku Dekan FISIP 7. Bapak Nurudin, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi

8. Bapak Joko Susilo, M. Si selaku Pembimbing I, terima kasih atas bimbingan bapak selama ini. Menjelang ujian, akhirnya bapak bersedia mencoret-coret skripsi saya (itu yang saya tunggu-tunggu pak). Wejangan bapak setelah menandatangani abstraksi saya, menghidupkan api semangat saya kembali. 9. Bapak Sugeng Winarno, S. Sos., M.A. selaku Pembimbing II, terima kasih atas

kesediaan dan waktu yang telah bapak berikan. Meskipun bimbingan tidak pernah lama, masukan dan saran yang bapak berikan sangat berarti untuk kemajuan skripsi saya. Maaf kalau sering sms bapak tentang jadwal bimbingan. 10. Seluruh Dosen yang telah memberikan pengajaran kepada saya, khususnya

jajaran Dosen Ilmu Komunikasi serta staf-staf yang telah banyak membantu proses belajar saya semasa di kampus dan terima kasih telah memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang begitu banyak dan bermanfaat.


(9)

11. Muhammad Nizam As Shofa, selaku pengarang dan pelantun lagu Syi’ir Tanpo Wathon. Semoga karya beliau ini bisa bermanfaat bagi seluruh umat yang merindukan syafa’at Allah dan Rasulullah.

12. Aris Novia Hidayat a.k.a. mas Blo atas kesabaran dan keikhlasannya selama ini. Motivasi yang kau berikan kadang tak terucap, namun selalu memberikan energi positif untuk membangun semangat dalam diri. Semoga Allah segera memberikan jalan untuk mewujudkan cita-cita kita. Amin.

13. Mas Gusti (IKOM ’07), yang telah membantuku untuk ”berkenalan” dengan hermeneutika.

14. Sahabat sejatiku, Yuanna Olifia Mardany (neng Olip) yang telah menemani hari-hariku. September Ceria, itu yang menjadi motivasi kita untuk tetap semangat mengerjakan skripsi walaupun dilanda banyak godaan. Kita masuk kuliah bareng dan lulus juga kudu bareng ya,,^^

15. Sahabat eMKa. Adien, teman pertamaku yang gindul-gindul. Ardhi, yang suka banget bilang ”kata mama”. Aya’, pemilik toko online ”Cherry Shop”. Cipa, penyiar radio bersuara seksi. Dana, yang suka banget bawain ole2 jajan Apollo. Ipit, si mania K-Pop. Tika, yg sekarang doyan mainan ular. Dedy, si penjual pulsa yang innocent. Hima, bapak ketua JUFOC yg melow. Harris, entrepreuner sejati. Semoga persahabatan kita awet sampai kakek nenek. Love u all guys. 16. Teman-teman seperjuangan di rumah kedua (JUFOC). Dengan kalian aku

menemukan keluarga yang mengisi hari-hariku dengan penuh canda dan tawa. JUFOC tempat bermain dan belajar. Disana aku bisa mendapatkan banyak pengalaman yang tak terlupakan. Terima kasih JUFOC, terima kasih kawan. I’ll miss u all..^^


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v

ABSTRAKSI ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

PERSEMBAHAN ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

D.1. Manfaat Akademis ... 8

D.2. Manfaat Praktis ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 8

E.1. Hakikat Komunikasi Dakwah ... 9

E.1.1. Potensi Komunikasi Dalam Al-Quran ... 9

E.2. Unsur-Unsur Dakwah... 11

E.2.1. Materi Dakwah (Maddah) ... 11

E.2.2. Pelaku Dakwah (Da’i) ... 14

E.2.3. Penerima Dakwah (Mad’u) ... 15

E.2.4. Media Dakwah (Wasilah) ... 16

E.2.5. Metode Dakwah (Uslub) ... 17


(11)

E.3. Hermeneutika ... 21

F. Definisi Konseptual ... 28

G. Metodologi Penelitian ... 29

G.1. Jenis Penelitian ... 29

G.2. Dasar Penelitian ... 30

G.3. Ruang Lingkup dan Fokus Penelitian ... 31

G.4. Unit Analisis ... 31

G.5. Sumber dan Cara Memperoleh Data ... 31

G.6. Analisis Data ... 32

BAB II GAMBARAN UMUM LAGU SYI’IR TANPO WATHON ... 34

A. Sejarah Syi’ir Tanpo Wathon ... 34

B. Lirik Syi’ir Tanpo Wathon ... 37

C. Biografi Pengarang ... 40

D. Gambaran Umum Pondok Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa. 43

BAB III KOMUNIKASI DAKWAH DALAM SYAIR LAGU SYI’IR TANPO WATHON ... 46

A. Lagu Sebagai Uslub Komunikasi Dakwah ... 46

B. Makna Dalam Lagu Syiir Tanpo Wathon ... 47

C. Aspek Historis Pengarang ... 93

D. Aspek Kultural Pengarang ... 96

BAB IV PENUTUP ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

B.1. Saran Akademis ... 102

B.2. Saran Kritik Sosial ... 103

B.3. Saran Praktis ... 103 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(12)

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Skema Hermeneutika Romantis Schleiermacher ... 33 Gambar 1.2 Foto M. Nizam As Shofa ... 41


(13)

DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku :

Abdullah,M. Zain. 2007. Dzikir dan Tasawuf. Solo: Qaula.

Adz-Dzakiey, Hamdani Bakran. 2007. Rahasia Sufi Bertemu Tuhan. Yogyakarta: Pustaka Al Furqan.

Al-Qarni, ’Aidh. 2010. La Tahzan. Jakarta: Qisthi Press. Aziz, Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media

Bisri, Tas’an. 2011. Ilmu Tasawuf dan Praktek. Wonosobo: LP3M UNSIQ. Fiske, Jhon. 2007. Cultural and Communication Studies. Jogjakarta: Jalasutra. Hamid, Abdul Wahid. 2001. Islam, Cara Hidup Alamiah. Yogyakarta: Lazuardi. Hamidi. 2010. Teori Komunikasi dan Strategi Dakwah. Malang: UMM Press Ilaihi, Wahyu. 2010. Komunikasi Dakwah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kaelan. 2002. Filsafat Bahasa, Realitas Bahasa, Logika Bahasa, Hermeneutika, dan Postmodernisme. Jogjakarta: Paradigma.

Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana.

Madkour,Ibrahim. 1988. Filsafat Islam, Metode dan Penerapannya. Jakarta: CV Rajawali.

Nata, Abuddin. 2001. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Permana, M. Syahria. 2004. Hidup Bukan Sandiwara. Bandung: Pustaka Ulumuddin. PDKIM-UMM. 1992. Islam, Kajian Interdisipliner. Malang: UMM Press.

Raharjo, Mudjia. 2008. Dasar-Dasar Hermeneutika, antara Intensionalisme & Gadamerian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media. Bandung: Rosdakarya.


(14)

xiv Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sukayat, Tata. 2009. Quantum Dakwah. Jakarta: Rineka Cipta

Qordhowi, Yusuf. 1996. Dimana Kerusakan Umat Islam. Jakarta: Gema Insani Press ________. 1422 H. Al-Quranul Karim. Saudi Arabia: Mujamma’ Al Malik Fahd Li

Thiba’ At Mush-haf Asy Syarif.

Sumber Non-Buku :

Abdullah.____. http://sabiluna.tripod.com/edisi02/qudwah.htm Diakses tanggal 16 Juli 2012 pada 06.51 WIB

Abu Hamzah Yusuf. 2011. http://fadhlihsan.wordpress.com/2011/09/09/bolehkah-menjenguk-non-muslim-yang-sakit/. Diakses pada tanggal 13 Juli 2012 pada jam 00.05 WIB

Anonim, a. 2007. http://risalahqusyairiyah.wordpress.com/2007/03/21/taubat/ Diakses pada tanggal 12 Juli 2012 pada 18.43 WIB

Anonim, b. 2010. http://eidariesky.wordpress.com/2010/06/25/sifat-pemurah-rasulullah-s-a-w/, Diakses tanggal 13 Juli 2012 pada 00.46 WIB

Anonim, c. 2007. http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/penjelasan-hadits-tentang-niat.html Diakses tanggal 13 Juli 2012 pada 08.24 WIB

Anonim, d.____. http://www.indospiritual.com/artikel_73-manfaat-dzikir-bagi-manusia.html Diakses tanggal 16 Juli 2012 pada 16.00 WIB

Arif. 2008. http://arifswork.blogspot.com/2008/06/fpi-islam-dan-kekerasan.html. Diakses tanggal 7 Agustus 2012 pukul 00.21 WIB

Nur Syam.____.

http://www.sunan-ampel.ac.id/in/kolom-akademisi/1378-pengakuan-musik-sebagai-media-dakwah.html. Diakses tanggal 16 Juli 2012 pada 16.05 WIB Reza Antonius Wattimena. 2009. http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/05/definisi-hermeneutika.html diakses pada tanggal 23 Mei 2012, pukul 10.00 WIB


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan kebutuhan pokok dari hidup manusia. Tanpa komunikasi, manusia hanya akan menjadi mahkluk yang statis dan hanya berdiam diri tanpa melakukan suatu perkembangan yang berarti. Komunikasi selain kebutuhan juga merupakan salah satu syarat terjalinnya hubungan antarmanusia. Karena manusia sebagai makhluk homo socius1 mempunyai kecenderungan untuk senantiasa berinteraksi dengan sesamanya, bahkan dengan makhluk yang lain.

Sebagai makhluk sosial, manusia tak akan lepas dari kebutuhan untuk berkomunikasi, terutama dalam hal pemenuhan informasi. Keberhasilan proses komunikasi juga tergantung pada teknik penyampaian pesan dan pemilihan jenis informasi yang akan disampaikan. Komunikasi sangat penting guna membangun konsep diri, aktualisasi diri, memperoleh kebahagiaan, serta memupuk hubungan. Sebagai salah satu bentuk aktualisasi dalam berkomunikasi setiap manusia selalu mempunyai ide, kreasi dan imajinasi dalam benaknya. Dan tentunya mereka mempunyai cara tersendiri dalam memindahkan rangkaian imajinasi tersebut, termasuk ide, dan kreatifitasnya.

Komunikasi dalam Islam mempunyai sudut pandang yang berbeda. Karena manusia sejatinya melakukan komunikasi secara hablum minallah dan

hablum minannas. Hablum minallah yaitu hubungan yang kita jalin dengan

1


(16)

Allah SWT. sang pecipta bumi dan isinya. Komunikasi yang dijalin seperti sholat, membaca ayat suci Al-Quran, zakat, puasa dan ibadah haji. Sedangkan komunikasi secara hablum minannas merupakan hubungan komunikasi yang dijalin antar sesama manusia, seperti berbuat baik, menolong sesama, dan bertingkah serta berkata yang baik.

Kedudukan komunikasi dalam Islam sangat jelas karena tindakan komunikasi tidak hanya dilakukan secara vertikal yaitu dengan sesama manusia, melainkan juga secara horizontal untuk melakukan komunikasi dengan Tuhan. Maka salah satu jalan untuk menyeru ke arah ”komunikasi dengan Tuhan” adalah dengan diberlakukan suatu komunikasi dakwah.

Komunikasi dakwah merupakan proses penyampaian pesan dakwah dari komunikator (da’i) kepada komunikan (mad’u) dimana pesan tersebut berisi mengenai seruan atau ajakan untuk menuju ke jalan Allah SWT. Pemahaman ini sejalan dengan penjelasan Allah dalam QS. Ali Imran ayat 104 dan QS. Yusuf ayat 108 :

ْدي مأْ ن ن تْلو

وح ْف ْلا ھ لْو و ن ْلانعنْوھْنيوفو ْع ْلا نو مْأيو ْي ْلاٮلإنوع

Artinya :

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)


(17)

Artinya :

Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108)

Proses terjalinnya suatu komunikasi dakwah tak lepas dari unsur-unsur komunikasi itu sendiri yaitu komunikator, komunikan, media, pesan dan

feedback. Komunikator, dalam hal ini seorang da’i, mempunyai beragam cara untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Alat atau instrumen dakwah yang digunakan pun bermacam-macam, dari mulai melakukan komunikasi antarpersonal, dengan memberikan bimbingan konseling rohani, melakukan

tabligh atau pengajian dengan melibatkan banyak orang sampai dengan media massa, baik itu media cetak, elektronik maupun internet.

Media massa mempunyai kekuatan dan peranan yang penting dalam membentuk dan mempersuasif pola pikir masyarakat. Seperti diungkapkan Alex Sobur, media dipakai sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik.2

Lagu dahulu digunakan untuk menyampaikan ekspresi seni dari pengarangnya. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, sekarang ini

2


(18)

lagu juga banyak digunakan sebagai ajang promosi dan juga sebagai media dakwah Islam. Menurut pedangdut kawakan, H. Rhoma Irama, musik tidak hanya dijadikan sebagai sarana hura-hura, sebagaimana yang dikemukakan oleh Rod Steward bahwa musik adalah sahabat setan, bagi beliau musik adalah sahabat agama.3 Begitu pula di ranah musik pop tanah air. Band-band kenamaan, seperti UNGU, WALI, GIGI, dsb telah mengangkat hal tersebut menjadi musik yang juga dikonsumsi oleh anak muda. Jadi lagu religi telah keluar dari paradigma lama karena dikemas dengan musik masa kini, selain itu bahasa yang digunakan pun terbilang ringan karena sasarannya sendiri adalah kalangan muda-mudi.

Begitu pula dengan para da’i. Penyampaian dakwah Islam tidak melulu dengan melalui pengajian yang digelar dengan mengundang masyarakat banyak, karena saat ini banyak cara yang dipakai para da’i untuk melakukan

syiar Islam. Salah satunya adalah melalui syair lagu. Tengok saja Ustadz Jefri Al Buchori, Opick, dan M. H. Ainun Najib yang menggunakan lagu sebagai media dakwah mereka.

Syi’ir Tanpo Wathon merupakan lagu karangan Muhammad Nizam As Shofa yang berisi mengenai himbauan kepada manusia untuk kembali ke esensinya sebagai makhluk Tuhan yang beriman. Lagu yang menggunakan bahasa jawa ini pertama kali diperdengarkan pada pengajian rutin Rebo-an yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa di daerah

3

Nur Syam. ____.


(19)

Simoketawang-Wonoayu-Sidoarjo yang dulunya masih bertempat di Tanggul-Wonoayu.

Lagu ini kemudian begitu booming di masyarakat karena KH. Marzuki Mustamar kemudian menyebarluaskannya di daerah Malang dalam bentuk CD dengan judul ”Gus Dur bersyair”. Selain itu, Calon DPR dari partai PKB Dapil Surabaya-Sidoarjo yang bernama Imam Nahrowi juga menyebarkan lagu Syi’ir Tanpo Wathon tersebut sebagai salah satu media kampanye untuk mendukungnya dalam pemilihan. Imam Nahrowi kemudian meminta izin kepada pengarang lagu, yakni M. Nizam As Shofa untuk memberikan label Gus Dur pada lagu Syi’ir Tanpo Wathon. Pasca Gus Dur meninggal dunia, lagu tersebut demikian meluas terutama di kalangan para pengagum alm. Gus Dur, karena desas-desus yang menyanyikan lagu tersebut adalah alm. Gus Dur begitu santer di masyarakat.

Jika menilik di internet, memang yang banyak keluar adalah artikel dan juga mp3 yang mencantumkan nama alm. Gus Dur sebagai orang yang menciptakan dan menyanyikan lagu tersebut. Padahal Syi’ir Tanpo Wathon telah ada semenjak tahun 2004 silam.

Ketenaran lagu Syi’ir Tanpo Wathon juga tak lepas dari peran Radio Yasmara, salah satu radio yang bertempat di Masjid Rahmat, Kembang Kuning, Surabaya, yang menyiarkan lagu tersebut secara rutin menjelang waktu sholat. Karena radio Yasmara tersebut merupakan radio yang menjadi rujukan masjid-masjid atau musholla yang ada di Surabaya, Mojokerto,


(20)

Sidoarjo dan sekitarnya, lagu tersebut kemudian meluas hingga seluruh daerah yang ada di Jawa Timur.

Bahasa jawa yang digunakan oleh M. Nizam As Shofa sebagai lirik dari lagu tersebut bertujuan untuk mengangkat budaya jawa serta lebih meresap pada kalangan masyarakat, khususnya masyarakat jawa seperti yang telah dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Lagu ini juga mengajak siapa saja yang mendengar agar ngelahiraken jiwa Muhammad lan mujudaken pakartine Gusti (melahirkan jiwa Muhammad dan mewujudkan pekerti Illahi).

Menurut pengakuan dari narasumber, lagu Syi’ir Tanpo Wathon telah menggugah hati banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat. Sehingga membuat orang-orang tersebut berusaha mencari asal-usul dari lagu tersebut, sehingga sampai pada si pengarang, yaitu M. Nizam As Shofa. Beberapa diantaranya ialah KH. P. Murtadho, salah satu tokoh NU di Surabaya, Lubis kepala pusdik kepolisian Porong, Ibu Marwah, salah satu tokoh nasional, dan masih banyak lagi.

Fenomena Syi’ir Tanpo Wathon kemudian mengusik peneliti untuk mengetahui makna yang ada di balik syair lagu tersebut. Karena peneliti lebih menelaah mengenai teks atau bahasa yang digunakan, maka peneliti menggunakan pisau analisis hermeneutika.

Hermeneutika yang dahulu hanya digunakan untuk kajian mengenai kitab-kitab suci keagamaan, sekarang ini telah berkembang menjadi kajian


(21)

yang digunakan untuk ilmu-ilmu umum. Menurut Richard E. Palmer4, definisi hermeneutika setidaknya dapat dibagi menjadi enam. Sejak awal, hermeneutika telah sering didefinisikan sebagai ilmu tentang penafsiran (science of interpretation). Akan tetapi, secara luas, hermeneutika juga sering didefinisikan sebagai, pertama, teori penafsiran Kitab Suci (theory of biblical exegesis). Kedua, hermeneutika sebagai metodologi filologi umum (general philological methodology). Ketiga, hermeneutika sebagai ilmu tentang semua pemahaman bahasa (science of all linguistic understanding). Empat, hermeneutika sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan (methodological foundation of Geisteswissenschaften). Lima, hermeneutika sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi (phenomenology of existence dan of existential understanding). Dan enam, hermeneutika sebagai sistem penafsiran (system of interpretation). Hermeneutika sebagai sistem penafsiran dapat diterapkan, baik secara kolektif maupun secara personal, untuk memahami makna yang terkandung dalam mitos-mitos ataupun simbol-simbol.

Menilik fungsi hermeneutika di atas, penelitian ini menggunakan fungsi hermeneutika yang keenam, yaitu sebagai sistem penafsiran teks. Syi’ir Tanpo Wathon sebagai salah satu sarana dakwah dari pengarangnya, merupakan suatu teks yang perlu dibongkar makna yang ada di dalamnya. Terutama karena lagu tersebut telah banyak membuat orang tergugah dan mau belajar mengenai Islam dengan lebih dalam.

4

Reza Antonius Wattimena. 2009. http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/05/definisi-hermeneutika.html diakses pada tanggal 23 Mei 2012, pukul 10.00 WIB


(22)

Dari pemaparan di atas, utamanya merujuk pada penggunaan bahasa dalam suatu teks, maka peneliti kemudian tertarik untuk meneliti Komunikasi Dakwah Melalui Syair Lagu dengan menggunakan analisis hermeneutika pada lagu Syi’ir Tanpo Wathon karangan Muhammad Nizam As Shofa. B. Rumusan Masalah

Dari pemaparan di atas, maka dapat diambil rumusan masalah yaitu, Makna apa yang terkandung dalam lagu Syi’ir Tanpo Wathon karangan M. Nizam As Shofa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan makna yang terkandung dalam lagu Syi’ir Tanpo Wathon karangan M. Nizam As Shofa dengan melalui pendekatan hermeneutika.

D. Manfaat Penelitian D.1. Manfaat Akademis

Secara akademis penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan wacana mengenai analisis hermeneutika kepada mahasiswa ilmu komunikasi sebagai pisau analisis untuk membedah suatu permasalahan teks.

D.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan pandangan bagi para pembuat lagu agar bisa menghasilkan karya sejenis dengan lebih baik lagi.


(23)

E. Tinjauan Pustaka

E.1. Hakikat Komunikasi Dakwah

Dakwah memang tidak lepas dari komunikasi. Karena pada dasarnya dakwah merupakan salah satu pengejawantahan dari komunikasi, walaupun tidak semua aktivitas komunikasi adalah dakwah. Dakwah merupakan seruan atau ajakan berbuat kebajikan untuk menaati perintah dan menjauhi larangan Allah SWT dan Muhammad Rasulullah SAW, sebagaimana yang terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadits.5

Jadi, yang dimaksud dengan komunikasi dakwah adalah proses penyampaian pesan dari komunikator (da’i) kepada komunikan (mad’u) yang berisi mengenai ajakan untuk menyeru kepada Allah SWT. dan senantiasa berbuat kebaikan serta mengikuti apa yang ada di dalam Al-Quran dan Al-Hadits

E.1.1. Potensi Komunikasi Dalam Al-Quran

Komunikasi adalah sesuatu yang urgent dalam kehidupan umat manusia. Karenanya, kedudukan komunikasi dalam Islam sangat terlihat jelas terutama melihat hakikat manusia yang melakukan komunikasi secara dua arah, yakni horizontal dan vertikal. Horizontal dengan sesama manusia dan vertikal dengan Allah SWT.

Di dalam Al-Quran terdapat banyak sekali ayat yang menggambarkan tentang proses komunikasi. Salah satunya adalah dialog yang terjadi pertama kali antara Allah SWT., malaikat, dan manusia. Dari

5


(24)

situ bisa kita lihat salah satu potensi manusia yang dianugerahkan Allah SWT. Seperti yang ada dalam QS Al-Baqarah ayat 31-33 :

ىلاعت

اق

:

ء ْسأب

ينو ن

اقف

ئا ْل

ى ع

ْمھض ع

مث

اھ ك

ء ْسأ

ء

م عو

نيق اص

متنك

ءآ ھ

{31}

مي عْل

تن

كن

انتْ ع

ام

ا

نل

مْ ع

ا

كناحْ س

ولاق

حْل

مي

{32}

ين

ْم ل

لق

ْمل

اق

ْمھئ ْسأب

ْمھأ ن

ف

ْمھئ ْسأب

مھْ ن

ء ي

اق

امو

ودْ ت

ام

م ْع و

ْرأ و

وا سل

بْيغ

م ْع

و تْ ت

ْمتنك

{33}

Artinya :

”Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama benda seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada malaikat lalu berfirman: ’Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu orang-orang yang benar!’ Mereka menjawab: ’Mahasuci Engkau, tidak ada yang Engkau ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.’ ’Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.’ Allah berfirman: ’Hai Adam, beritahukanlah nama-nama benda itu.’ Allah berfirman: ’Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan yang kamu sembunyikan”

Ayat di atas menginformasikan bahwa sesungguhnya manusia dianugerahi Allah potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda di sekitarnya. Salah satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikan apa yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa sehingga menghantarkan manusia untuk mengetahui sesuatu. Sehingga ayat di atas


(25)

sekaligus menguatkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses untuk memperoleh informasi dan pengetahuan serta mengenali benda-benda di sekitar kita.

E.2. Unsur-Unsur Dakwah

Yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah. Karena jika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi, maka hasil dari kegiatan dakwah tersebut dirasa kurang maksimal.

E.2.1. Materi Dakwah (Maddah)

Maddah dakwah adalah masalah atau isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada mad’u. Dalam hal ini jelas sekali bahwa yang menjadi materi dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri, sebab semua ajaran Islam yang sangat luas itu bisa dijadikan maddah

dalam dakwah Islam. Pesan dakwah bisa dikelompokkan seperti berikut :

1. Masalah Kehidupan

Kehidupan yang dianugerahkan Allah kepada manusia merupakan modal dasar yang harus dipergunakan secermat mungkin. Dakwah memperkenalkan dua jenis kehidupan, yaitu kehidupan di bumi yang sangat terbatas ruang dan waktu ( al-hayatuddunya) dan kehidupan akhirat yang terbatas dan kekal abadi sifatnya.


(26)

2. Masalah Manusia

Manusia adalah makhluk “muhtarom“ yang hidupnya harus dilindungi secara penuh. Kemuliaan pada manusia (al karamatul tusaniah) menempatkan manusia dalam dua status,

a. Ma’shum, yakni mempunyai hak hidup, hak memiliki, hak berketurunan, hak berpikir sehat, dan hak menganut keyakinan yang imani

b. Mukhallaf, yakni diberi kehormatan untuk mengembangkan takhlif atau penegasan Allah yang mencakup;

- Pengenalan yang benar dan pengabdian yang tulus kepada Allah SWT

- Pemeliharaan dan pengembangan dirinya dalam perilaku dan perangai yang luhur

- Memelihara hubungan yang baik, damai, dan rukun dengan lingkungannya (sosial dan natural)

3. Masalah Harta Benda

Masalah benda (mal) yang merupakan perlambang kehidupan (ziyanatul hayatid dunya) seperti yang ada dalam QS. Kahfi ayat 46, tidak dibenci dan hasrat untuk memilikinya tidak dimatikan atau dibekukan. Akan tetapi, ia hanya dijinakkan dengan ajaran qona’ah dan dengan ajaran cinta sesama dan kemasyarakatan, yaitu ajaran “infaq“ (pengeluaran atau


(27)

pemanfaatan) harta benda bagi kemaslahatan diri dan masyarakat.

ايْندل

ايحْل

ني

ون ْل و

ا ْل

ايقا ْل و

اب وث

كبر

دنع

ْيخ

احلا ل

ْيخو

ام

Artinya :

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Kahfi :46)

4. Masalah Ilmu Pengetahuan

Dakwah menerangkan tentang pentingnya ilmu pengetahuan, sebab ilmu adalah hak semua manusia. Islam menetapkan tiga jalur ilmu pengetahuan, diantaranya :

a. Mengenal tulisan dan membaca

b. Penalaran dan penelitian atas rahasia-rahasia alam c. Penggambaran di bumi seperti study tour dan ekspedisi

ilmiah 5. Masalah Akidah

Keempat masalah pokok yang menjadi materi dakwah di atas harus berpangkal pada akidah Islamiyah. Akidah mengikat kalbu manusia dan menguasai batinnya. Akidah inilah yang membentuk akhlak manusia. Oleh karena itu, pertama kali yang dijadikan materi dakwah Rasulullah adalah akidah keimanan.


(28)

Dengan iman yang kukuh akan lahir keteguhan dan pengorbanan yang akan selalu menyertai setiap langkah dakwah.

E.2.2. Pelaku Dakwah (Da’i)

Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan ataupun perbuatan, baik secara individu, kelompok, atau berbentuk organisasi atau lembaga. Seperti penggalan hadits Nabi Muhammad SAW, ”Sampaikanlah olehmu, walaupun satu ayat”. Jadi kewajiban berdakwah tidak hanya ditujukan kepada para ulama semata, akan tetapi kepada semua muslim, terutama jika menyangkut hal-hal yang bersifat universal dan tidak membutuhkan suatu pemikiran dan observasi yang mendalam, seperti menyampaikan bahwa mencuri itu jelek, dsb.

Sebelum seorang da’i memulai dakwahnya untuk orang lain, ada baiknya ia memperhatikan langkah-langkah berikut:

1. Memperbaiki diri sendiri hingga menjadi panutan dalam hal kebaikan

2. Memperbaiki keadaan rumah tangga dan keluarga agar menjadi rumah tangga yang muslim dan mukmin

3. Memperbaiki masyarakat dengan menebar kebaikan dan memerangi kemungkaran secara bijak, disamping juga memberikan motivasi untuk perbuatan-perbuatan yang baik dan akhlak mulia


(29)

4. Mengajak umat non-muslim ke jalan yang haq dan syariat Islam.

E.2.3. Penerima Dakwah (Mad’u)

Mad’u adalah manusia yang menjadi mitra dakwah atau menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara individu, kelompok, baik yang beragama Islam atau tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan.

Seorang da’i harus mengetahui keberagaman mad’u. Da’i itu ibarat seorang dokter, yang mampu mendiagnosa penyakit, dalam hal ini penyakit hati, sehingga metode penanganan yang diberikan kepada setiap orang berbeda-beda tergantung kondisi mad’u. Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan, yaitu:6

1. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara kritis, sehingga cepat menangkap persoalan 2. Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat

berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi

3. Golongan yang berbeda dengan golongan di atas adalah mereka yang senang membahas sesuatu, tetapi hanya dalam batas tertentu, dan tidak sanggup mendalami yang benar.

6


(30)

E.2.4. Media Dakwah (Wasilah)

Media Dakwah adalah sesuatu yang digunakan oleh seorang da’i, sehingga ia bisa menyampaikan dakwahnya, dan dengannya ia bisa meraih tujuan yang diharapkan dalam berdakwah, yaitu membimbing manusia (mad’u) kepada jalan yang lurus.

Hamzah Ya’qub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yakni:

1. Lisan, inilah wasilah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan wasilah ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dsb

2. Tulisan, buku majalah, surat kabar, surat menyurat, spanduk,

flash card, dsb

3. Lukisan, gambar, karikatur, dsb

4. Audio visual, yaitu alat dakwah yang meransang indera penglihatan atau pendengaran, dan kedua-duanya seperti televisi, film, slide, internet, dsb

5. Akhlak, yaitu perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam sehingga dapat dinikmati serta didengarkan oleh mad’u

Lagu syi’ir Tanpo Wathon ini termasuk dalam wasilah dakwah audio visual. Karena dakwah yang disampaikan dikemas dalam bentuk syair dan diperdengarkan kepada masyarakat luas.


(31)

E.2.5. Metode Dakwah (Uslub)

Metode dakwah adalah segala cara yang ditempuh untuk menegakkan syariat Islam serta mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan, yaitu terciptanya kondisi kehidupan mad’u yang

al-salam, baik di dunia maupun di akhirat nanti dengan menjalani syariat Islam secara murni dan konsekuen.

Sebab hakekat gerakan dakwah menurut al-Ghazali merupakan proses menegakkan syariat Islam secara terencana dan teratur agar manusia menjadikannya sebagai satu-satunya tatanan hidup yang haq dan cocok dengan fitrahnya. Sedangkan menurut Nasaruddin Razak, proses menegakkan syariat itu tidak mungkin dapat berjalan dengan efektif dan efisien tanpa metode yang jelas.

Bentuk metode dakwah berdasarkan syariat Al-Quran adalah sebagai berikut7 :

1. Metode Hikmah

Metode hikmah ini dipakai oleh para da’i dengan melihat karakteristik mad’u terlebih dahulu. Sebab kesiapan jiwa mad’u berbeda-beda. Karena itu diupayakan setiap satuan tugas yang diberikan sejalan dengan kapasitas intelektual dan spiritual dari mad’u tersebut. Jadi, hikmah berarti mendakwahi manusia dengan cara-cara ilmiah agar manusia menerima dan melaksanakan syariat Islam menurut contoh Rasulullah saw.

7


(32)

2. Metode Mau’idzah al-hasanah

Mau’idzah al-hasanah sebagai metode dakwah adalah mengajak manusia dengan memberi pelajaran dan nasihat yang baik, yang dapat menyentuh perasaan dan dapat membangkitkan semangat untuk mengamalkan syariat Islam.

3. Metode Mujadalah

Metode ini lebih menekankan agar para da’i senantiasa meluruskan pandangan yang salah dan menolak setiap pendapat yang tidak sejalan dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Namun cara yang efektif untuk meluruskan pemahaman orang lain tidak cukup dengan

hujjah-hujjah yang kuat, melainkan ditopang dengan cara penyampaian yang lembut, tidak menghina, dan tidak mencerca. Sebagai suatu metode, mujadalah berarti mendakwahi manusia melalui diskusi dan dialog (debat) secara baik berdasarkan etika dan mekanisme diskusi, yaitu dengan cara mempertinggi kualitas argumen dan menghindari sentimen.

4. Metode Diayat ila al-Khayr

Metode ini artinya mendakwahkan Islam dengan cara mengajak pada kebaikan dan bersifat persuasif edukatif. Metode ini lazim digunakan kepada objek dakwah yang non-muslim sebagai upaya ektensifikasi dakwah baik dengan bahasa lisan maupun tulisan agar mereka tahu dan mau menerima Islam


(33)

5. Metode Amr bi al-ma’ruf

Metode dakwah dengan cara ini berupa membina kualitas keimanan dan keislaman umat yang sudah menganut Islam. Metode ini digunakan untuk intensifikasi dakwah dan berorientasi ke internal muslim agar lebih taat dalam menjalankan kewajibannya

6. Metode Nahy bi al-mungkar

Metode dakwah ini adalah mendakwahkan Islam dengan cara preventif, penyingkiran dan penolakan atau segala bentuk ”penyakit” yang dapat merusak Islam baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar Islam

7. Metode Tasyhid

Metode dakwah ini dalam bentuk pembuktian atau percontohan, dimana da’i menjadi pengamal awal Islam, sehingga mad’u tidak hanya mendengar dakwah yang ilmiah tapi dapat melihat dakwah yang amaliah

8. Metode Ibda bi al-Nafsik

Metode dakwah ini dalam bentuk ini adalah mendakwahi manusia dengan cara mengawali, memperingatkan terhadap diri sendiri atau internalisasi Islam pada tingkat pribadi

9. Metode Nazh al-’Alamiy

Metode dakwah ini adalah mendakwahi manusia dengan menyelenggarakan wisata rohani untuk mengamati,


(34)

memperhatikan, meneliti, dan merenungkan keagungan Allah SWT. melalui ciptaan-Nya (tadzabur alam)

10.Metode ’Ibarat al-Qashash

Metode dakwah ini adalah mendakwahi manusia dengan cara bercermin pada kisah atau sejarah para rasul Allah yang banyak mengandung pelajaran

11.Metode Amtsal

Metode dakwah ini adalah mendakwahi manusia dengan cara mengambil dan memberikan perumpamaan yang positif dari berbagai fenomena alam termasuk keberadaan manusia dalam hal ketaatan mereka terhadap sunatullah fi al-khalqi

12.Metode Tabsyir

Metode dakwah ini adalah dengan memberikan kabar gembira dan memberikan daya tarik melalui iming-iming (reward dalam bentuk pahala) dalam mendorong mad’u agar memiliki optimisme dalam menghadapi hidup dan kehidupan

13.Metode Tazkiyah

Metode dakwah dalam bentuk tazkiyah ini adalah mendakwahi manusia dengan cara memperbaiki sikap dan mental yang negatif dengan pendekatan taubat dari segala dosa lahir dan batin, serta menciptakan lingkungan yang bersih dari hal-hal yang bertentangan dengan Islam


(35)

14.Metode Doa

Metode dakwah dalam bentuk doa ini adalah mendakwahi manusia dengan cara memohon kepada Allah SWT., agar mereka menerima pesan dakwah sehingga dapat menerima Islam. Sebagaimana doa Rasulullah saw. kepada dua umat agar salah satunya menganut Islam

15.Metode Tasy’ir

Metode dakwah dengan tasy’ir ini adalah mendakwahi manusia dengan cara memperlihatkan syiar Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat

16.Metode Tandzir

Metode tandzir ini adalah mendakwahi manusia dengan cara memberikan peringatan, kabar yang menakutkan, dan mengambil tindakan berupa sanksi bagi setiap pelanggar ajaran Islam

17.Metode Tadzkir

Tadzkir sebagai metode dakwah dalam mendakwahi manusia dengan cara menyadarkan dirinya dan menciptakan situasi dan kondisi psikologis mad’u yang dapat menggiring ke arah terbentuknya kesadaran beragama.

E.3. Hermeneutika

Hermeneutika menurut literatur peninggalan Yunani kuno, konon dipakai oleh Aristoteles dalam sebuah risalahnya yang berjudul Peri Hermeneias (Tentang Penafsiran). Hermeneutika berasal dari bahasa


(36)

Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti ”menafsirkan” dan ”penafsiran”.

Ebeling8 membuat interpretasi yang banyak dikutip mengenai proses penerjemahan yang dilakukan Hermes (seorang utusan Dewa), menurutnya proses tersebut mengandung tiga makna hermeneutis yang mendasar, yaitu (1) mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-kata sebagai medium penyampaian; (2) menjelaskan secara rasional sesuatu yang sebelumnya masih samar-samar sehingga maknanya dapat dimengerti; dan (3) menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain yang lebih dikuasai pemirsa. Jadi hermeneutika adalah suatu metode atau cara untuk menafsirkan simbol berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks untuk dicari arti dan maknanya, dimana metode ini mensyaratkan adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian dibawa ke masa sekarang. Hermeneutika merupakan ilmu menafsirkan berbagai bidang kajian kelimuan, tapi jika dilihat dari sejarah dan perkembangannya, peran hermeneutika paling besar ada dalam bidang ilmu sejarah dan kritik teks, sebagaimana dikemukakan Roger Trigg :9

8

Mudjia Raharjo, Dasar-Dasar Hermeneutika antara Intensionalisme & Gadamerian (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2008). pp. 28-29

9


(37)

The paradigm for hermeneutics is the interpretation for traditional text, where the problem must always be how can come to understand in our own context something which was written in a radically different situation.

Hermeneutika mengalami perkembangan seperti halnya ilmu pengetahuan yang lain. Menurut Mudjia Raharjdo dibagi ke dalam delapan varian:

1. Hermeneutika romantis yang dikembangkan oleh Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher (1768-1834), seorang filosof, teolog, filolog dan tokoh protestanisme liberal di Jerman. Hermeneutika sebagai seni memahami diungkapkan oleh Schleiermacher sebagai berikut :

”Semenjak seni berbicara dan seni memahami berhubungan satu dengan yang lain, maka berbicara hanya merupakan sisi luar dari berpikir dan hermeneutik adalah merupakan bagian dari seni berpikir itu sehingga bersifat filosofis”10

Menurut Schleiermacher terdapat dua pemahaman dalam hermeneutika. Pertama, pemahaman ketatabahasaan (grammatical understanding) terhadap semua ekspresi. Kedua, pemahaman terhadap psikologi pengarang. Dari dua pemahaman tersebut kemudian dikembangkan lagi menjadi invinitive understanding yang operasionalnya menekankan pada kerja rekonstruksi. Tujuannya untuk merekonstruksi pikiran pengarang. Bahwa makna tidak diperoleh dari materi subjek

10

Kaelan. Filsafat Bahasa, Realitas Bahasa, Logika Bahasa Hermeneutika dan Postmodernisme. (Yogyakarta:Paradigma. 2002). p. 186.


(38)

melainkan dari pengarang yang telah direkonstruksi. Dengan demikian, Schleiermacher menginginkan adanya makna autentik dari sebuah teks. Seperti istilah yang dikemukakan Bagir sebuah teks tidak mungkin tidak bertujuan (telos). Dengan ungkapan lain, sebuah teks berpartisipasi dalam sifat teleologis-objektif dunia dan bahwa memahami sebuah teks pada hakikatnya memahami makna autentik atau telos tersebut. Hanya perlu disadari bahwa memahami makna autentik tersebut bisa dicapai melalui cara intuitif.

2. Hermeneutika metodis atau historis yang dikemukakan oleh Wilhelm Dilthey (1833-1911). Dilthey yang sewaktu muda merupakan pengagum berat Schleiermacher mengkritisi pendapat dari pendahulunya tersebut. Menurutnya manusia bukan sekedar makhluk berbahasa tetapi juga makhluk eksistensial. Maka makna teks harus ditelusuri dari maksud subjektif pengarangnya. Oleh karenanya, hermeneutika bagi Dilthey adalah teknik memahami ekspresi tentang kehidupan yang tersusun dalam bentuk tulisan (karya-karya sejarah) yang merupakan ekspresi dari pengalaman hidup masa lalu. Kemudian untuk memahami pengalaman tersebut, interpreter harus memiliki kesamaan intens (sisi psikologi) dengan pengarangnya.

3. Hermeneutika fenomenologis oleh Edmund Russherl (1889-1938). Russherl menekankan atas kebenaran dunia objektif, dimana proses penafsiran harus kembali pada data, bukan pada pemikiran. Interpreter harus melepaskan semua pengandaian dan kepercayaan pribadinya serta


(39)

dengan simpati melihat objek yang mengarahkan diri kepadanya. Maka dalam perspektif ini, proses pemahaman yang benar harus mampu membebaskan diri dari prasangka, dengan membiarkan teks berbicara sendiri. Menurut Maulidin ada tiga langkah dalam teori ini. Pertama, melakukan reduksi fenomenologis yang dikerjakan dengan menempatkan dunia dalam tanda kurung. Kedua, melakukan reduksi eiditik yang dikerjakan dengan memusatkan perhatian dan pengamatan kita pada esensi sesuatu yang dicoba untuk dipahami. Ketiga, melakukan rekonstruksi dengan menghubungkan hasil reduksi fenomenologis dengan hasil reduksi eiditik.

4. Hermeneutika dialektis oleh Martin Heidegger (1887-1976). Heidegger menekankan bahwa sebuah penafsiran harus terlebih dahulu melalui prasangka-prasangka atas objek sebagai sumber-sumber pemahaman, karena prasangka adalah bagian dari eksistensi yang harus dipahami. Untuk memahami teks kita bisa melacak makna tertentu yang ditempatkan pengarang. Keberadaan kita harus dikaitkan dengan apa yang ditunjukkan oleh teks. Maka implikasinya adalah tidak ada ketetapan makna tunggal melainkan keberagaman makna dan dinamika eksistensial. Oleh karenanya, interpreter selalu merupakan redudansi pembacaan atau

redudance of interpreter, yakni akan terjadi pembaharuan pemaknaan teks dengan teks yang sama namun beda pemaknaannya.

5. Hermeneutika dialogis oleh Hans Georg Gadamer (1992-2002). Gadamer memaknai hermeneutika bukan sebagai penerjemah eksistensi, akan tetapi


(40)

sebagai pemikiran dalam tradisi filsafat. Kebenaran yang ingin dicapai bukan melalui metode melainkan dialektika dengan cara mengajukan beragam pertanyaan. Sehingga bahasa dijadikan medium penting atas terjadinya dialog. Dalam prosesnya, teks dan penafsir sama-sama menceburkan diri dalam kebangkitan makna teks. Maka dia menyebut proses pemahaman teks adalah proses peleburan horison-horison, sekurang-kurangnya dua horison. Pengarang (historis) sebuah teks menjadi pertimbangan dalam proses interpretif bersama dengan prasangka-prasangka penafsir seperti tradisi, kepentingan praksis, bahasa dan budaya. 6. Hermeneutika kritis terlebih dalam critical theory oleh Jurgen Habermas.

Madhzab ini sebetulnya diperkenalkan oleh Max Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse dalam tradisi madzhab Frankfurt Jerman. Habermas memang tidak pernah membicarakan hermeneutika sebagai teori tunggal, tetapi ketika hermeneutika dipahami sebagai perangkat untuk memahami linguistik maka dia memilki cara tersendiri untuk memahaminya, yaitu dengan pendekatan kritis. Karena itulah hermeneutika Habermas disebut juga hermeneutika kritis. Prosesnya bukan hanya menemukan kesalahan dan kekurangan pada kondisi yang ada tetapi juga mempertautkan beragam domain realitas, partikular dan singular, kulit dan isi, teori dan praktek. Gadamer memahami teks berdasarkan pada prasangka-prasangka atau pra-penilaian (pre-judment), sedangkan Habermas mengatakan bahwa pemahaman didahului oleh kepentingan. Sehingga yang menentukan horison pemahaman adalah


(41)

kepentingan sosial (social interest) yang melibatkan kepentingan kekuasaan (power interest) si interpreter dan komunitas-komunitas interpreter yang dekat dengan interpretasi. Dapat dikatakan bahwa hermeneutika Habermas lebih mengedepankan refleksi kritis penafsir dan menolak kehadiran prasangka dan tradisi. Karenanya penafsir dalam memahami teks harus mengambil jarak atau melangkah keluar dari tradisi dan prasangka. Karena kritisismenya, maka Habermas mengatakan setiap bentuk penafsiran dapat dipastikan memiliki bias-bias dan unsur-unsur kepentingan politik, ekonomi, sosial, termasuk strata kelas, suku dan gender.

7. Hermeneutika Paul Ricoeur banyak mengkritik penganut strukturalisme yang mengatakan bahwa bahasa harus dimengerti sebagai suatu sistem, sebelum dapat dipandang sebagai proses yang kreatif. Menurut Ricoeur, sebuah teks adalah otonom atau berdiri sendiri dan tidak bergantung pada maksud pengarangnya. Otonomi teks ada tiga macam, yakni intensi atau maksud pengarang, situasi kultural dan kondisi sosial pengadaan teks, dan untuk siapa teks tersebut dimaksudkan. Ricoeur mengatakan bahwa tugas hermeneutika tidak mencari makna tersembunyi di balik teks, melainkan mengarahkan perhatiannya pada makna objektif dari teks itu sendiri, terlepas dari maksud subjektif pengarang ataupun orang lain. Karena itu, menginterpretasikan sebuah teks bukannya mengadakan suatu relasi intersubjektif antara subjektivitas pengarang dan subjektivitas pembaca, melainkan hubungan antara dua diskursus teks dan diskursus interpretasi.


(42)

Interpretasi dianggap telah berhasil mencapai tujuannya jika ”dunia teks” dan ”dunia interpreter” telah berbaur menjadi satu.

8. Hermeneutika dekonstruksinonis seperti yang dikemukakan oleh Jacques Derrida. Menurutnya, bahasa dan simbol-simbol lain adalah sesuatu yang tidak stabil. Oleh karena itu, makna tulisan (teks) selalu mengalami perubahan tergantung pada konteks dan pembacanya. Hermeneutika dekonstruksionis menekankan pada pencarian makna eksistensial (non esensial yang tunggal dan utuh), makna yang disini dan sekarang. Ada semacam relasi (diferensiasi) tanda dan penanda, karena bahasa merujuk pada dirinya sendiri dan makna-makna adalah arbiter (manasuka) dan tak dapat dipastikan begitu saja. Disinilah Derrida mengembangkan pemikiran yang cemerlang bahwa prioritas utamanya adalah bahasa tulis. Terkait dengan bahasa tulis atau teks, Derrida mengatakan bahwa objek timbul dalam jaringan tanda dan jaringan atau rajutan tanda ini disebut ”teks”. Tidak ada sesuatu di luar teks, sebab segala sesuatu yang ada selalu ditandai dengan tekstualitas. Jika fenomenologis mengenalkan gagasan ”intersubjektivitas”, maka Derrida mengenalkan istilah ”intertekstualitas” dalam menafsir makna. Tidak ada makna yang melebihi teks dan penafsiran hadir di luar teks. Dengan demikian, makna senantiasa tertenun dalam teks.

F. Definisi Konseptual

Definisi konseptual bertujuan untuk membatasi persoalan yang akan diteliti. Oleh karena itu, definisi konseptual disini terletak sebagai berikut :


(43)

1. Lirik lagu adalah kalimat-kalimat yang dinyanyikan.

2. Komunikasi dakwah merupakan proses penyampaian pesan dakwah dari komunikator (da’i) kepada komunikan (mad’u) dimana pesan tersebut berisi mengenai seruan atau ajakan untuk menuju ke jalan Allah SWT 3. Hermeneutika merupakan suatu paradigma filsafat. Secara etimologi

hermeneutika yang dalam bahasa Inggris hermeneutics, berasal dari bahasa Yunani hermeneuine (menafsirkan) dan hermeneia (penafsiran). Namun, secara harfiah hermeneuein artinya menyampaikan pesan atau berita. Maka pesan atau berita merupakan sasaran dari hermeneutika

4. Syi’ir Tanpo Wathon adalah sebuah lagu berbahasa jawa karangan Muhammad Nizam As Shofa. Lagu tersebut kemudian begitu santer terdengar di masyarakat manakala label Gus Dur melekat padanya.

G. Metodologi Penelitian G.1. Tipe Penelitian

Dasar penelitian ini adalah studi pustaka yang memiliki kategori kualitatif-interpretatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci.11 Disini selain peneliti menjadi instrumen kunci, pengarang lagu yakni M. Nizam As Shofa juga turut serta menjadi instrumen yang mendukung penelitian.

11


(44)

Interpretatif dikarenakan peneliti ingin mengetahui suatu makna yang ada dalam lagu Syi’ir Tanpo Wathon. Selain itu, fungsi dari analisis hermeneutika adalah sebagai sistem interpretasi. Karena itulah dasar penelitian ini adalah kualitatif-interpretatif.

G.2. Dasar Penelitian

Penelitian ini menggunakan filsafat hermeneutika romantis Ernst Daniel Schleiermacher. Bagi Schleiermacher, hermeneutika dipahami melalui ketatabahasaan terhadap semua ekspresi dan melalui psikologi pengarang, terutama pada saat pengarang membuat teks tersebut. Jadi tujuan dari hermeneutika Schleiermacher adalah merekonstruksi pikiran pengarang, sehingga interpretasi tidak hanya dari interpreter semata, tapi juga dari historis pengarang.

Terdapat pergeseran pemikiran Schleiermacher dari konsepsi hermeneutika yang semula berpusat pada bahasa ke hermeneutika yang berpusat pada kejiwaan12. Dengan demikian ada relevansi yang sangat erat antara teks dalam hal ini struktur kebahasaannya dengan aspek kejiwaan manakala teks tersebut dibuat. Oleh karena itu, tugas dari analisis hermeneutika adalah untuk melintasi keterbatasan bahasa melalui proses batin dari pengarang.

Syi’ir Tanpo Wathon merupakan salah satu produk teks yang dibuat oleh pengarangnya, yakni M. Nizam As Shofa untuk kemudian

12


(45)

dianalisis oleh peneliti dengan pendekatan hermeneutika untuk mengetahui makna dari lagu tersebut.

G.3. Ruang Lingkup dan Fokus Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah syair lagu Syi’ir Tanpo Wathon serta latar belakang dan historis dari M. Nizam As Shofa sebagai pengarang lagu tersebut. Jadi peneliti disini tidak hanya meneliti teks dari lagu Syi’ir Tanpo Wathon saja melainkan juga menghubungkan dengan konteks pada saat lagu tersebut dibuat oleh pengarangnya.

G.4. Unit Analisis Penelitian

Unit analisis penelitian ini adalah syair lagu Syi’ir Tanpo Wathon. Meliputi apa saja makna dibalik teks syair tersebut serta bagaimana konteks saat teks tersebut dibuat.

G.5. Sumber dan Cara Memperoleh Data

Teknik pengumpulan data disini peneliti menggunakan dua macam sumber, yaitu primer dan sekunder. Data primer akan diperoleh peneliti untuk mengetahui konteks saat syair lagu tersebut dibuat dalam hal ini melalui wawancara langsung dengan pengarang lagu, yaitu M. Nizam As Shofa.

Dan data sekunder akan diperoleh melalui sumber rujukan lain berupa buku, arsip atau dokumen yang lain. Menurut Sugiyono, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya, catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan dan kebijakan.


(46)

G.6. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dasar

hermeneutika romantis Schleiermacher. Karena menurut peneliti, hermeneutika Schleiermacher lebih tepat digunakan sebagai pisau analisis dikarenakan makna itu muncul saat syair lagu Syi’ir Tanpo Wathon dibuat dan bagaimana konteks saat teks lagu tersebut diproduksi.

Hermeneutika romantis Schleiermacher berpandangan bahwa tugas hermeneutika adalah menemukan makna asli atau yang dikehendaki pengarang teks sehingga penafsir harus bisa mengalami atau seolah-olah menghayati situasi historis pengarang, sehingga ia pun harus memahami kondisi psikologis pengarang. Oleh karenanya, skema hermeneutika Schleiermacher digambarkan sebagai berikut :

Konteks Historis

Maksud Pengarang

Penafsir Teks

Konteks Kultural

Gb. 1.1. Skema Hermeneutika Romantis Schleiermacher13

13


(47)

Hermeneutika ini mengandaikan bahwa untuk bisa menangkap kembali kebenaran teks, ditetapkan dengan mengetahui maksud penulisan aslinya. Proses penafsiran, seperti yang tergambar di atas, berasal dari penafsir ke teks dengan melalui konteks sejarah dan kultural pengarang untuk menangkap kembali maksud penulisan aslinya.

Hermeneutika adalah proses kejiwaan suatu seni untuk

menentukan atau merekonstruksi suatu proses batin. Menurut Schleiermacher ”bukan aku” yang berpikir, akan tetapi ”objektive geist” yang berpikir dalam diriku. “Objektive geist“ bereksistensi dalam komunikasi manusia, ekspresi dan pemakaian bahasa14. Hubungan dalam diri seseorang dalam kehidupan adalah sesuatu yang fundamental bagi keberadaan manusia. Oleh karena itu, dalam suatu analisis teks, memahami proses batin dari penulis bukanlah sesuatu hal yang tidak mungkin dilakukan.

14


(1)

Interpretasi dianggap telah berhasil mencapai tujuannya jika ”dunia teks” dan ”dunia interpreter” telah berbaur menjadi satu.

8. Hermeneutika dekonstruksinonis seperti yang dikemukakan oleh Jacques Derrida. Menurutnya, bahasa dan simbol-simbol lain adalah sesuatu yang tidak stabil. Oleh karena itu, makna tulisan (teks) selalu mengalami perubahan tergantung pada konteks dan pembacanya. Hermeneutika dekonstruksionis menekankan pada pencarian makna eksistensial (non esensial yang tunggal dan utuh), makna yang disini dan sekarang. Ada semacam relasi (diferensiasi) tanda dan penanda, karena bahasa merujuk pada dirinya sendiri dan makna-makna adalah arbiter (manasuka) dan tak dapat dipastikan begitu saja. Disinilah Derrida mengembangkan pemikiran yang cemerlang bahwa prioritas utamanya adalah bahasa tulis. Terkait dengan bahasa tulis atau teks, Derrida mengatakan bahwa objek timbul dalam jaringan tanda dan jaringan atau rajutan tanda ini disebut ”teks”. Tidak ada sesuatu di luar teks, sebab segala sesuatu yang ada selalu ditandai dengan tekstualitas. Jika fenomenologis mengenalkan gagasan ”intersubjektivitas”, maka Derrida mengenalkan istilah ”intertekstualitas” dalam menafsir makna. Tidak ada makna yang melebihi teks dan penafsiran hadir di luar teks. Dengan demikian, makna senantiasa tertenun dalam teks.

F. Definisi Konseptual

Definisi konseptual bertujuan untuk membatasi persoalan yang akan diteliti. Oleh karena itu, definisi konseptual disini terletak sebagai berikut :


(2)

1. Lirik lagu adalah kalimat-kalimat yang dinyanyikan.

2. Komunikasi dakwah merupakan proses penyampaian pesan dakwah dari komunikator (da’i) kepada komunikan (mad’u) dimana pesan tersebut berisi mengenai seruan atau ajakan untuk menuju ke jalan Allah SWT 3. Hermeneutika merupakan suatu paradigma filsafat. Secara etimologi

hermeneutika yang dalam bahasa Inggris hermeneutics, berasal dari bahasa Yunani hermeneuine (menafsirkan) dan hermeneia (penafsiran). Namun, secara harfiah hermeneuein artinya menyampaikan pesan atau berita. Maka pesan atau berita merupakan sasaran dari hermeneutika

4. Syi’ir Tanpo Wathon adalah sebuah lagu berbahasa jawa karangan Muhammad Nizam As Shofa. Lagu tersebut kemudian begitu santer terdengar di masyarakat manakala label Gus Dur melekat padanya.

G. Metodologi Penelitian G.1. Tipe Penelitian

Dasar penelitian ini adalah studi pustaka yang memiliki kategori kualitatif-interpretatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci.11 Disini selain peneliti menjadi instrumen kunci, pengarang lagu yakni M. Nizam As Shofa juga turut serta menjadi instrumen yang mendukung penelitian.

11


(3)

Interpretatif dikarenakan peneliti ingin mengetahui suatu makna yang ada dalam lagu Syi’ir Tanpo Wathon. Selain itu, fungsi dari analisis hermeneutika adalah sebagai sistem interpretasi. Karena itulah dasar penelitian ini adalah kualitatif-interpretatif.

G.2. Dasar Penelitian

Penelitian ini menggunakan filsafat hermeneutika romantis Ernst Daniel Schleiermacher. Bagi Schleiermacher, hermeneutika dipahami melalui ketatabahasaan terhadap semua ekspresi dan melalui psikologi pengarang, terutama pada saat pengarang membuat teks tersebut. Jadi tujuan dari hermeneutika Schleiermacher adalah merekonstruksi pikiran pengarang, sehingga interpretasi tidak hanya dari interpreter semata, tapi juga dari historis pengarang.

Terdapat pergeseran pemikiran Schleiermacher dari konsepsi hermeneutika yang semula berpusat pada bahasa ke hermeneutika yang berpusat pada kejiwaan12. Dengan demikian ada relevansi yang sangat erat antara teks dalam hal ini struktur kebahasaannya dengan aspek kejiwaan manakala teks tersebut dibuat. Oleh karena itu, tugas dari analisis hermeneutika adalah untuk melintasi keterbatasan bahasa melalui proses batin dari pengarang.

Syi’ir Tanpo Wathon merupakan salah satu produk teks yang dibuat oleh pengarangnya, yakni M. Nizam As Shofa untuk kemudian

12


(4)

dianalisis oleh peneliti dengan pendekatan hermeneutika untuk mengetahui makna dari lagu tersebut.

G.3. Ruang Lingkup dan Fokus Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah syair lagu Syi’ir Tanpo Wathon serta latar belakang dan historis dari M. Nizam As Shofa sebagai pengarang lagu tersebut. Jadi peneliti disini tidak hanya meneliti teks dari lagu Syi’ir Tanpo Wathon saja melainkan juga menghubungkan dengan konteks pada saat lagu tersebut dibuat oleh pengarangnya.

G.4. Unit Analisis Penelitian

Unit analisis penelitian ini adalah syair lagu Syi’ir Tanpo Wathon. Meliputi apa saja makna dibalik teks syair tersebut serta bagaimana konteks saat teks tersebut dibuat.

G.5. Sumber dan Cara Memperoleh Data

Teknik pengumpulan data disini peneliti menggunakan dua macam sumber, yaitu primer dan sekunder. Data primer akan diperoleh peneliti untuk mengetahui konteks saat syair lagu tersebut dibuat dalam hal ini melalui wawancara langsung dengan pengarang lagu, yaitu M. Nizam As Shofa.

Dan data sekunder akan diperoleh melalui sumber rujukan lain berupa buku, arsip atau dokumen yang lain. Menurut Sugiyono, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya, catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan dan kebijakan.


(5)

G.6. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dasar hermeneutika romantis Schleiermacher. Karena menurut peneliti, hermeneutika Schleiermacher lebih tepat digunakan sebagai pisau analisis dikarenakan makna itu muncul saat syair lagu Syi’ir Tanpo Wathon dibuat dan bagaimana konteks saat teks lagu tersebut diproduksi.

Hermeneutika romantis Schleiermacher berpandangan bahwa tugas hermeneutika adalah menemukan makna asli atau yang dikehendaki pengarang teks sehingga penafsir harus bisa mengalami atau seolah-olah menghayati situasi historis pengarang, sehingga ia pun harus memahami kondisi psikologis pengarang. Oleh karenanya, skema hermeneutika Schleiermacher digambarkan sebagai berikut :

Konteks Historis

Maksud Pengarang

Penafsir Teks

Konteks Kultural

Gb. 1.1. Skema Hermeneutika Romantis Schleiermacher13

13


(6)

Hermeneutika ini mengandaikan bahwa untuk bisa menangkap kembali kebenaran teks, ditetapkan dengan mengetahui maksud penulisan aslinya. Proses penafsiran, seperti yang tergambar di atas, berasal dari penafsir ke teks dengan melalui konteks sejarah dan kultural pengarang untuk menangkap kembali maksud penulisan aslinya.

Hermeneutika adalah proses kejiwaan suatu seni untuk menentukan atau merekonstruksi suatu proses batin. Menurut Schleiermacher ”bukan aku” yang berpikir, akan tetapi ”objektive geist” yang berpikir dalam diriku. “Objektive geist“ bereksistensi dalam komunikasi manusia, ekspresi dan pemakaian bahasa14. Hubungan dalam diri seseorang dalam kehidupan adalah sesuatu yang fundamental bagi keberadaan manusia. Oleh karena itu, dalam suatu analisis teks, memahami proses batin dari penulis bukanlah sesuatu hal yang tidak mungkin dilakukan.

14