PESAN DAKWAH DALAM SYI'IR : PEMAHAMAN TERHADAP CONTENT DAN DISCOURSE SYI'IR TANPO WATON KH. MUHAMMAD NIZAM AS SHOFA (GUS NIZAM), WONOAYU, SIDOARJO.

(1)

PESAN DAKWAH DALAM SYI’IR

(Pemahaman terhadap Content dan Discourse Syi’ir Tanpo Waton KH. Muhammad Nizam As-Shofa (Gus Nizam), Wonoayu, Sidoarjo)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam

Oleh

Muhammad Fajar Amertha NIM. F1.7.2.14.202

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Syi’ir Tanpo Waton adalah syi’ir yang diciptakan oleh KH. Muhammad Nizam As-Shafa (Gus Nizam). Syi’ir ini begitu terkenalnya khususnya di Jawa Timur sehingga sampai saat ini masih tetap bertahan semenjak dibuat dari tahun 2004 hingga saat ini 2016. Selain itu Syi’ir ini biasanya sebagai awal pertanda sebelum masuk shalat berjama’ah di masjid khususnya pada waktu menjelang Subuh. Dibanding syi’ir yang lain Syi’ir Tanpo waton masih bertahan dan digemari. Hal inilah yang menarik untuk penulis teliti.

Rumusan masalah pada tesis ini ada dua hal yaitu pertama bagaimana pemahaman analisis content pada Syi’ir Tanpo Waton, kedua yaitu bagaimana analisis pemahaman discourse Syi’ir Tanpo Waton. Tujuan utama tesis ini adalah ; (1)Untuk memahami content pada Syi’ir Tanpo Waton; (2) Untuk mengetahui discourse pada Syi’ir Tanpo Waton.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Semiotika Ferdinand de Saussure dan Pendekatan Wacana dalam Hermeneutika Paul Ricoure dengan metode Penelitian kualitastif melalui paradigama strukturalisme dan konstruktivisme mengenai bagaiamana menampilkan parole dan langue serta penanda dan pertanda serta mengungkapkan interpretasi simbolis dalam Syi’ir Tanpo waton.

Hasil analisis data tesis adalah; (1) Adanya penekanan-penekanan penanda dan pertanda dalam simbol-simbol tertentu yang mampu mempengaruhi pendengar dan Penampilan teks dengan bahasa Jawa dan bahasa Arab yang bisa menyatu dalam bait Syi’ir’(2) Penulis mencoba untuk mengungkapkan dari segi Struktur pembuka, gagasan dan kosep serta aplikasi yang diterapkan; bahwa Syi’ir Tanpo Waton sangat dipengaruhi oleh tradisi kultural dan pengembangan konsep dengan Model Tasawuf yang berangkat dari pembelajaran dengan metode suluk, pada tataran konsep ma’rifat dan hakekat.

Kata kunci:Syi’ir Tanpo, Semiotika, Hermeneutika, Tasawuf, Hakekat dan

Ma’rifat .


(7)

DAFTAR ISI

COVER DALAM ………...…… i

PERNYATAAN KEASLIAN ………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ………..…. iii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ……….……….…... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ………...…… v

MOTTO ………..….…… vi

ABSTRAK ………..…….…... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….………… .ix

HIKMAH ………. xi

DAFTAR ISI ………..…………. xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 8

F. Kerangka Teoritik ... 9

G. Penelitian Terdahulu ... 15

H. Sistematika Pembahasan ... 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pesan Dakwah ... 30

1. Pengeertian Dakwah ... 30

2. Unsur-unsur dakwah ... 32

3. Pesan dakwah ... 33

B. Pengeritan Syi’ir ... 36

C. Pengertian Content dan Discourse ... 39

1. Pengertian Content ... 39

2. Pengertian Discourse ... 39

D. Semiotika Linguistik dan Semiotika Sastra ... 41

1. Semiotika Ferdinand de Saussure ... 42

a. Pengertian konsep langage, porale dan langue ... 47

b. Pengertian signife dan signifiant ... 51

c. Pengertian Sinkroni dan diakroni ... 53

E. Hermeneutika dan Sastra ... 54

1. Pengertian Hermeneutika ... 54

2. Hermeneutika dan sastra ... 55

3. Hermeneutika: Pembacaan teks atas konteks ... 56

4. Hermeneutika Paul Ricoeur ... 58

a. Riwayat hidup dan karya-karyanya ... 58


(8)

2

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian ... 66

B. Sumber data danTeknik Pengumpulan Data ... 67

1. Sumber Data ... 67

2. Cara menentukan sumber data ... 68

3. Teknik Pengumpulan data ... 68

a. Studi Kepustakaan ... 68

b. Analisa Teks dan Bahasa ... 68

c. Wawancara ... 69

C. Teknik Analisis Data ... 71

1. Reduksi Data ... 71

2. Penyajian Data ... 72

3. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi ... 73

4. Validitas Data ... 74

BAB IV ANALISIS TERHADAP MAKNA SYI’IR TANPO WATHON KH. MOHAMMAD NIZAM AS-SHAFA (GUS NIZAM) A. Riwayat Singkat Gus Nizam. ... 76

B. Syi’ir Tanpo Waton. ... 77

BAB V ANALISIS ISI SYI’IR TANPO WATHON A. Analisis Content Syi’ir Tanpo Wathon ... 79

1. Langue (sistim bahasa) dan parole (kegiatan ujaran) dalam Syi’ir Tanpa Waton ... 79

a. Syi’ir Bait 1 ... 80

b. Syi’ir Bait 2 ... 82

c. Syi’ir Bait 3 ... 83

d. Syi’ir Bait 4 ... 85

e. Syi’ir Bait 5 ... 86

f. Syi’ir Bait 6 ... 88

g. Syi’ir Bait 7 ... 90

h. Syi’ir Bait 8 ... 91

i. Syi’ir Bait 9 ... 92

j. Syi’ir Bait 10 ... 94

k. Syi’ir Bait 11 ... 95

l. Syi’ir Bait 12 ... 96

m. Syi’ir Bait 13 ... 98

n. Syi’ir Bait 14 ... 99

o. Syi’ir Bait 15 ... 100

p. Syi’ir Bait 16 ... 101

2. Signifie ( penanda) dan signifiant ( pertanda ) ... 102

a. Syi’ir Bait 1 ... 102

b. Syi’ir Bait 2 ... 104


(9)

3

d. Syi’ir Bait 4 ... 106

e. Syi’ir Bait 5 ... 108

f. Syi’ir Bait 6 ... 110

g. Syi’ir Bait 7 ... 111

h. Syi’ir Bait 8 ... 112

i. Syi’ir Bait 9 ... 114

j. Syi’ir Bait 10 ... 116

k. Syi’ir Bait 11 ... 117

l. Syi’ir Bait 12 ... 119

m. Syi’ir Bait 13 ... 121

n. Syi’ir Bait 14 ... 122

o. Syi’ir Bait 15 ... 123

p. Syi’ir Bait 16 ... 125

B. Analisis Discourse Syi’ir Tanpo Waton ... 125

1. Analisa latar tiap bait Syi’ir Tanpo waton ... 126

2. Interpretasi tanda dan simbol dalam syi’ir Tanpo Waton ... 127

a. Tabel 2.1. Interpreatasi dalam bait -1, 2 dan 3 dalam Syi’ir Tanpo Waton pada bagian pembuka. ... 129

b. Tabel 2.2. Interpreatasi dalam bait -9, 10, 11, 12, 13, 14 dalam Syi’ir Tanpo WatonPada bagian kedua berisi gagasan dan konsep dalam mengkaji agama maupun dalam penerapan etika. . ……….135

c. Tabel 2.3. Interprestasi dalam bait syi’ir Tanpo Waton pada baigan ketiga mengungkapkan gagasan untuk mengikuti sejarah dan argumen keabadian yang bisa dilihat dari bait - 4, 5, 6, 7, 8 dan 15. ... 145

C. Keterbatasan Penelitian dan Rekomendasi untuk Penelitian Selanjutnya ... 161

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 163

B. Saran ... 165

DAFTAR PUSTAKA ... 167


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia senantiasa menyampaikan sesuatu terhadap manusia yang lain bertujuan untuk dapat saling mengenal, berinteraksi, dan saling membutuhkan antar sesama. Tindakan manusia dalam menyampaikan pesan terhadap manusia yang lain tersebut lazim disebut dengan komunikasi. Dalam pengertian sederhana komunikasi dapat dipahami sebagai tindakan oleh satu orang atau lebih yang dapat mengirim dan meneriman pesan yang terdistorsi, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu serta ada upaya untuk melakukan umpan balik.1

Dari pengertian diatas tersebut dapat dipahami bahwa komunikasi memiliki tiga dimensi yaitu : fisik, sosial-psikologis dan temporal. Lingkungan fisik apapun dalam bentuknya senantiasa mengandung pengaruh dalam pesan kita terhadap apa yang kita sampaikan selain hal itu juga bentuk pesan. Dimensi sosial-psikologis menunjuk pada peran dan status hubungan diantaramereka yang terlibat serta lingkup budaya yang menjadi aturan komunikasi di masyarakat. Sedangkan lingkungan konteks tercakup dalam hal-hal yang berpengaruh lansung antar mereka baik dalam cakupan formal-informal, persahabatan permusuhan, serius ataupun senda gurau. Dimensi temporal mengandung pengertian atas waktu. Bagi sebagian orang misalnya pagi bukanlah waktu ideal untuk komunikasi sedangkan bagi yang lain justru pagi bisa sebagai waktu ideal. Adapula waktu dalam pengertian sejarah

1 Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia, terj. Agus Maulana (Jakarta: Karisma Publiasing.


(11)

2

yaitu waktu yang melingkupi atas hidup manusia itu sendiri. Dari hal-hal tersampaikan didepan bahwa yang lebih penting adalah bagaimana suatu pesan tertentu disesuaikan dengan rangkaian pesan komunikasi.

Ketiga dimensi ini saling berinteraksi dan masing-masing saling pula mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh yang lain. Sebagai contoh, terlambat memenuhi janji(lingkungan atau konteks) berakibat berubahnya suasana persahabatan menjadi permusuhan (lingkungan sosial-psikologis), kemudian dapat menyebabkan perubahan kedekatan fisik (lingkungan fisik). Perubahan-perubahan ini dapat menimbulkan banyak perubahan lain.

Adapun dakwah dalam pengertiannya bisa dipahami sebagai rangkaian tindakan untuk melakukan seruan terhadap manusia dalam mengajak pada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran,2 atau dapat pula dipahami bahwa dakwah adalah salah satu bentuk upaya pengembangan masyarakat melalui cara-cara persuasif dan konstruktif berdasarkan nilai-nilai agama Islam yang universal. Nilai universal tersebut terdapat pada substansi dalam al-Qur’an surat al-Imron ayat 104 yaitu;

ﻜﺘۡ

ﻰ ﺇ

ۡﺪ ﺔﱠ ۡ ﻜﻨ

ﺮۡﺨۡ

ﺑ ﺮ ۡ

ﻑ ﺮۡ ۡﭑ

ۡ ۡﻨ

ۚﺮﻜﻨ ۡ

ﻚﺌٓ

ﺤ ۡﻔ ۡ

Artinya:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.

Melakukan seruan untuk mengajak pada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran. Seruan kebaikan serta seruan untuk meninggalkan kemungkaran


(12)

3

merupakan seruan yang mengajak pada fitrah manusia bahwa manusia senantiasa menginginkan kebaikan serta senantiasa meninggalkan keburukan atau kemungkaran. Kebaikan yang menjadi fitrah manusia tersebut dapat mengarahkan pada setiap langkah geraknya untuk menggapai kesuksesan tidak hanya dalam dimensi duniawi tetapi juga dimensi ke akheratan.

Dalam perspektif lain, Sayyid Mutawakil mendefinisikan dakwah sebagai upaya mengorganisasikan kehidupan manusia dalam menjalankan kebaikan, menunjukkannya ke jalan yang benar dengan menegakkan norma sosial budaya dan menghindarkannya dari penyakit sosial.3 Dalam perspektif ini, Sayyid Mutawakil lebih menekankan pada pengorganisasian dan pemberdayaan sumber daya manusia (khalayak dakwah) sebagai aspek terpenting dalam proses dakwah.

Dari uraian tersebut diatas dapat kita pahami bahwa nilai penting komunikasi dakwah adalah terletak dari nilai pesannya. Nilai pesan yang harus mengandung kebaikan, nilai pesan yang mampu untuk mengembalikan manusia kedalam fitrahnya sebagai manusia yang memiliki tanggung jawab dalam mengelola bumi serta tanggung jawab pada Sang Khalik Allah S.W.T

Adapun salah satu nilai pesan yang mengandung kebaikan dan mencegah kemungkaran tersebut menurut penulis salah satunya ada dalam interpretasi terhadap simbol-simbol pesan dalam Syi’ir Tanpa Waton yang ditulis oleh KH. Muhammad Nizam As-Shofa, Lc,pengasuh pondok pesantren As-Shofa wal Wafa di Wonoayu – Sidoarjo atau akrab dipanggil dengan Gus Nizam yang dapat bertahan hingga sampai saat ini sejak dimunculkannya kurang lebih delapan tahun

3Enjang A. S. & Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis dan Praktis, (Bandung:


(13)

4

yang lalu. Dan belum ada Syi’ir yang dikemas dalam bahasa Jawa dan Arab tersebut hingga sampai saat ini tetap eksis serta disukai oleh masyarakat. Hal inilah yang menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian lebih mendalam terkhusus pada makna simbolik atas pesan tersebut serta sejauh mana pengaruhnya terhadap para pendengarnya.

Syi’ir adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Syi’ir merupakan rangkaian ungkapan-ungkapan yang mengandung rangkaian banyak emosi bisa emosi kesedihan, kemarahan, terkejut atau emosi-emosi yang menyenangkan dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah Syi’ir biasanya dapat mengungkapkan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah Syi’ir, pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pendengar kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui bait-baitnya yang terkandung dalam Syi’ir tersebut.

Syi’ir Tanpo Wathon adalah sebuah Syi’ir yang dibuat oleh KH. Muhammad Nizam As- Shofa, Lc, yang dibuat pertama kali mulai tahun 2004 kemudian direvisi tahuan 2007 sebab pada Syi’ir yang pertama terlalu panjang menurut penuturan beliau.4

Pada umumnya keberadaan karya sastra kurang dikenal atau diketahui masyarakat sekarang, hal itu disebabkan karya sastra lama menggunakan bahasa daerah yang sulit dipahami masyarakat. Berbeda dengan syi‟ir Tanpa Wathon yang familiar di telinga masyarakat, penggunaan bahasa Jawa dan Arab yang mudah

4Nikken Derek Saputri, Syi’ir Tanpa Waton (Kajian Semiotik), Sutasoma: Journal of Javanese


(14)

5

dimengerti adalah salah satu alasannya. Meskipun demikian, dibalik kesederhanaan bahasanya diduga memiliki interpretasi atas simbol-simbol teks di dalam syi‟ir Tanpa Wathon mengandung makna yang dalam sehingga perlu untuk meneliti dan menganalisa tidak hanya pada simbol yang dalam wilayah semiotik namun pula perlu untuk menelusuri filosofis atas pemaknaannya tentunya dengan pendekatan Hermeneutika sehingga didapatkan pemaknaan dan pemahaman yang integral atas syi’ir tersebut.

Dalam semiotika dengan mengacu pada pendekatanFerdinand de Saussure, dikembangkan sebuah model relasi yang disebut signifier dan signified. Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna (aspek material), yakni apa yang dari ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa petanda atau petanda adalah aspek mental dari bahasa.5 Menurut Saussure sebuah tulisan atau coretan yang membentuk bahasa penanda tidak akan berfungsi bila dilepaskan dari petandanya dalam hal ini mental pada makna bahasa tersebut walaupu kedua etintas ini berbeda namun tidak bisa dipisahkan.

Mempertalikan hermeneutika dan bahasa sastra dengan sistem semiotiknya nampaknya dapat menjadi satu penelitian yang menarik. Bukan saja karena persoalan filosofis melainkan juga karena tidak ada jalur tunggal untuk membongkar interpretasi atas simbol-simbol praktik teks (bahasa) sastra , bahwa di balik bahasaSyi’ir seringkali terkandung “sesuatu‟ yang misterius. Dan hermeneutika dipercaya sebagai salah satu model rujukan untuk membantu melacak


(15)

6

keberadaan misteri tersebut sebab hermeneutika secara istilah yang diambil dari ٱunani secara harfiah diartikan sebagai “penafsiran” atau “interpretasi” .6 Dimana Suatu makna diproduksi dari konsep-konsep dalam pikiran seorang pemberi makna melalui bahasa.

Interpretasi merupakan proses mempresentasikan dan menyampaikan pesan yang secara eksplisit dan implisit termuat dalam realitas yang memungkinkan pembaca menunjuk pada dunia yang sesungguhnya dari suatu obyek, realitas, atau pada dunia imajiner tentang obyek fiktif, manusia atau peristiwa.

Menurut Paul Ricoeur bahwa setiap interpretasi atau pemaknaan atas simbol sebenarnya adalah suatu usaha untuk membongkar makna-makna yang masih tersimpan dan terselubung serta berupaya untuk membuka lipatan-lipatan dalam tingkatan-tingkatan makna pada sebuah karya sastra.7Pernyataan ini mengandaikan bahwa terkadang makna yang ditangkap pada tataran semiotika bahasa masih belum mampu dalam menguak misteri yang terselubung tersebut.

Dengan memperhatikan dari aspek semiotika atas simbol atau tanda atas tulisan maupun bahasa dipandu dengan konsep hermeneutika yang membongkar atas interpretasinya maka keduanya dapat melihat dengan cermat atas syi’ir Tanpa Wathon dalam berbagai variasi simbol yang terkandung pada bait-bait syi’ir tersebut.

Hal inilah yang menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian lebih mendalam terkhusus pada makna simbolik atas pesan tersebut serta sejauh mana

6E. Sumaryono, Hermeneutika Sebuah Metode (ٱogyakarta:Kanisius, 1999), 23. 7Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika, 306.


(16)

7

pengaruhnya terhadap para pendengarnya. Dan sejauh mana syi’ir tersebut mampu membangun identitas tertentu pada masyarakat Islam.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan berikut :

1. Pemaknaan terhadap simbol-simbol syi’ir Tanpo Wathon. 2. Pemahaman terhadap teks Syi’ir tanpo Wathon.

3. Efektivitas penerapan prinsip-prinsip syi’ir Tanpo Wathon dalam pengaruh cara berpikir.

Penelitian ini lebih menitikberatkan pada analisa dan pengamatan (observasi) terhadap penerapan pemahaman atas makna simbol-simbol syi’ir Tanpo Wathon.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka peneliti membuat suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman content syi’ir Tanpo Wathon KH Muhammad Nizam As-Shofa?

2. Bagaimana pemahaman discourse syi’ir Tanpo Wathon KH Muhammad Nizam As-Shofa?


(17)

8

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk memahamicontent syi’ir Tanpo Wathon KH Muhammad Nizam

As-Shofa.

2. Untuk memahami discourse syi’ir Tanpo Wathon KH Muhammad Nizam As-Shofa.

E. Kegunaan Penelitian 1. Segi Teoritis.

Penelitian ini dapat memperkaya khazanah teoritis dalam disiplin ilmu komunikasi dakwah, khususnya yang berkaitan dengan memahami interpretasi makna atas simbol-simbol syi’ir Tanpo Wathon serta konstruk makna dibalik syi’ir tersebut. Sehingga nantinya dapat dilakukan pengujian serta analisa dan membantu pengembangan khasanah ilmu dalam membuat syi’ir selainnya dalam bidang dakwah.

2. Segi Praktis.

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan mafaat bagi khalayak luas penikmat syi’ir Tanpo Wathon yang terkenal serta syarat hikmah yang terkandung di dalamnya dan dapat membantu dalam memahami makna yang terkandung dalam Syi’ir tersebut dalam sudut pandang sisi semiotik dan hermeneutik dari peneliti.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi inspirasi bagi organisasi-organisasi dakwah profesional untuk menerapkan strategi komunikasi dakwah lewat


(18)

9

pendayagunaan Syi’ir yang berkualitas sehingga mampu membentuk perilaku keagamaan yang intelektual dan humanis dalam masyarakat untuk menghadapi arus liberal maupun arus radikal dalam sikap keagamaan.

F. Kerangka Teoritik

1. Pengertian Semiotik Ferdinand de Saussure dan Hermeneutika Paul Ricour

a. Semiotik Ferdinand de Saussure

Semiotika atau semiotik berasal dari bahasa ٱunani: semeion, yang berarti tanda. Menurut Pialang (dalam Tinarbuko, 2012:11) penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam pelbagai cabang keilmuan dimungkinkan karena ada kecederungan untuk memandang pelbagai wacana sosial sebagai fenomena sosial. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri.

Semiotika menurut Berger (2012:11) memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure dan Charles Sander Peirce. Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa sedangkan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang Saussure adalah linguistik dan Peirce filsafat.

Dalam konteks pemikiran Ferdinand de Saussure sedikitnya ada lima konsep stukturalisme semiotika yaitu pandangan tentang pertma;


(19)

10

signifier(penanda) dan signified(petanda); kedua; form(bentuk) dan content(isi); ketiga langue (bahasa) dan parole (tuturan,ujaran); keempat, synchronic (sinkronik) dan diachronic (diakronik); kelima, syntagmatic (sintagmatik) associative (paradigamtik).8

Sedangkan pemikiran Ferdinand de Saussure yang berkaitan dengan konteks semiotologi yaitu tentang significant dan signifebeliau mengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistic dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan yaitu komponen significant dan komponen signife. ٱang dimaksud signifient adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dari pikiran kita. Sedangkan signife adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Atau dapat dipahami secara sederhana bahwa gabungan antara sumber bunyi bahasa yang berurutan dalam bentuk kalimat dengan makna yang terpikir atau tersimpan dalam psikologis pada tanda-tanda tersebut. Hubungan antara significant dengan signife merupakan hubungan yang erat dan tidak bisa dipisahkan sebab mereka merupakan satu kesatuan.9

b. Hermeneutika Paul Ricoeur

Ricoeur menggunakan definisi hermeneutika dilihat dari cara kerjanya sebagai berikut : hermeneutika adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks. Jadi gagasan kuncinya adalah realisasi diskursus sebagai teks. Dalam hermeneutika akan dibahas pula mengenai

8 Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotik dan Hermeneutika, 183. 9 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta:Rineka, 2012), 348.


(20)

11

pertentangan antara penjelasan (explanation) dengan pemahaman (understanding), yang menurut Paul Ricoeur menimbulkan banyak persoalan.

Menurut Ricoeur , sejarah hermeneutika belakangan ini di dominasi oleh obsesi yakni cenderung memperluas tujuan hermeneutika dengan cara-cara tertentu sehingga hermeneutika regional digabungkan ke dalam sebuah hermeneutika umum. Usahanya untuk mencapai status ilmu pengetahuan ditempatkan dibawah obsesi ontologis sehingga pemahaman tidak lagi dipandang sekedar cara mengetahui tapi hendak menjadi cara mengada dan cara berhubungan dengan segala yang ada dan dengan ke-mengada-an.

Sebagai salah seorang tokoh filsafat yang memusatkan perhatiannya pada hermeneutika, Ricoeur berpandangan bahwa hermeneutika merupakan suatu teori mengenai aturan-aturan penafsiran terhadap suatu teks atau sekumpulan tanda maupun simbol yang dipandangnya atau dikelompokkan sebagai teks juga. Ricoeur menganggap bahwa tidak ada pengetahuan langsung tentang diri sendiri, oleh sebab itu pengetahuan tentang diri sesungguhnya hanya diperoleh melalui kegiatan penafsiran. Melalui kegiatan ini, setiap hal yang melekat pada diri (yang bisa dianggap sebagai teks) harus dicari makna yangsesungguhnya/objektif agar dapat diperoleh suatu kebenaran (pengetahuan) yang hakiki tentang diri tersebut.

Hermeneutika bertujuan untuk menggali makna yang terdapat pada teks dan simbol dengan cara menggali tanpa henti makna-makna yang tersembunyi ataupun yang belum diketahui dalam suatu teks. Penggalian


(21)

12

tanpa henti harus dilakukan mengingat interpretasi dalam teks bukanlah merupakan interpretasi yang bersifat mutlak dan tunggal, melainkan temporer dan multi interpretasi. Dengan demikian, tidak ada kebenaran mutlak dan tunggal dalam masalah interpretasi atas teks karena interpretasi harus selalu kontekstual dan tidak selalu harus tunggal. Dalam pengertian kontekstual, seorang interpreter dituntut untuk menerapkan hermeneutika yang kritis agar selalu kontekstual. Dalam konteks ini, barangkali interpreter perlu menyadari bahwa sebuah pemahaman dan interpretasi teks pada dasarnya bersifat dinamis. Sementara itu, dalam pengertian bahwa makna hasil dari interpretasi tidak selalu tunggal mengandung pengertian bahwa suatu teks akan memiliki makna yang berbeda ketika dihubungkan dengan konteks yang lainnya, sehingga akan membuat pengkayaan interpretasi dan makna.Ricoeur .

Objektivitas interpretasi dapat dicapai melalui empat kategori metodologis yang meliputi objektivasi melalui struktur, distansiasi melalui tulisan, distansiasi melalui dunia teks, dan apropriasi. Dua yang pertama sangat penting sebagai prasyarat agar teks bisa “mengatakan” sesuatu. Objektivasi melalui struktur adalah suatu upaya yang menunjukkan relasi-relasi intern dalam struktur atau teks, hermeneutika berkaitan erat dengan analisis struktural. Analisis struktural adalah sarana logis untuk menafsirkan teks.


(22)

13

2. Pengertian Interpretasi dan symbol Syi’ir tanpo waton a. Interpretasi

Interpretasi adalah proses memperantarai dan menyampaikan pesan yang secara eksplisit dan implisit termuat dalam realitas. Interpretator adalah jurubahasa, penerjemah pesan realitas, pesan yang tidak segera jelas, tidak segera dapat diartikulasikan, yang sering diliputi misteri, yang dapat diungkap hanya sekelumit demi sekelumit, tahap demi tahap

Ketika sebuah teks dibaca seseorang, disadari atau tidak akan memunculkan interpretasi terhadap teks tersebut. Membicarakan teks tidak pernah terlepas dari unsur bahasa, Heidegger menyebutkan bahasa adalah dimensi kehidupan yang bergerak yang memungkinkan terciptanya dunia sejak awal, bahasa mempunyai eksistensi sendiri yang di dalamnya manusia turut berpartisipasi .

Proses memperantarai dan menyampaikan pesan agar dapat dipahami mencakup tiga arti yang terungkap di dalam tiga kata kerja yang saling berkaitan satu dengan yang lain : mengkatakan, menerangkan, dan menerjemahkan (dalam arti membawa dari tepi satu ke tepi yang lain) .

b. Simbol

Secara etimologis, simbol (symbol) berasal dari kata ٱunani “sym-ballein” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide. Ada pula yang menyebutkan “symbolos”, yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang .


(23)

14

Biasanya simbol terjadi berdasarkan metonimi (metonimy), yakni nama untuk benda lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya (misalnya Si kaca mata untuk seseorang yang berkaca mata) dan metafora (metaphor), yaitu pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan (misalnya kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia) . Semua simbol melibatkan tiga unsur : simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan dasar bagi semua makna simbolik.10

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WHS Poerwadarminta disebut, simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana dan sebagainya, yang mengatakan sesuatu hal, atau mengandung maksud tertentu.11 Misalnya, warna putih merupakan

lambang kesucian, lambang padi lambang kemakmuran, dan kopiah merupakan salah satu tanda pengenal bagi warga negara Republik Indonesia.

Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain di luar perwujudan bentuk simbolik itu sendiri. Simbol yang tertuliskan sebagai bunga, misalnya mengacu dan mengemban gambaran fakta yang disebut “bunga” sebagai sesuatu yang ada di luar bentuk simbolik itu sendiri. Hubungan antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) sifatnya konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat

10 Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika, 194.


(24)

15

pemakainya menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan maknanya.12

G. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelusuran peneliti, terdapat beberapa penelitian yang memiliki kesamaan dengan penelitian ini dalam aspek substansi, yaitu berbasis pada teori semiotic dan hermeneutika adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wilfred Haripahlwan Angkasa (2008), program sarjana fakultas ilmu filsafat Universitas Katolik Parahyangan dengan judul “Relevansi Hermeneutika Terhadap Penafsiran Kitab Suci di Era Postmodern”. Penelitian ini mengekplorasi sejauhmana hermeneutika filosofis memberi masukkan yang berarti bagi penafsiran Kitab Suci di Zaman Postmodern ini. Penelitian ini juga menjelaskan mengenai hermeneutika secara luas dan mencoba melacak proses penafsiran Kitab Suci yang telah berlangsung cukup lama sampai abad kesembilanbelas dan keduapuluh. Penulis menemukan permasalahan yang cukup signifikan bagi penafsiran Kitab Suci. Metode historis juga memiliki dampak negatif juga bagi penafsiran Kitab Suci di era postmodern.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Mudjiyono (2006), program sarjana fakultas sastra Universitas Padjadjaran dengan judul “Hubungan Konflik dan Kualitas Komunikasi Tokoh Utama dalam Teks Drama Yuuzuru Karya Kinoshita Junji (Suatu Analisis Struktural-Hermeneutik)”. Penelitian ini mengenai analisis


(25)

16

drama Yuuzuru, penulis menitik beratkan pada kualitas komunikasi dan konflik yang dialami tokoh utama serta peranannya pada keseluruhan makna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan struktural melalui pemahaman hermeneutik pada teks sastra. Metode ini berusaha mengidentifikasi, mengkaji dan mendeksripsikan fungsi dan antarhubungan anasirnya dalam karya sastra. Analisis terfokus pada tokoh utama dan hubungan dengan keutuhan teks Yuuzuru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami makna teks drama Yuuzuru secara utuh, melalui fungsi dan peranan tokoh utama dengan menggunakan pemahaman hermeneutik.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Jaeni (2005), program pascasarjana Universitas Padjadjaran dengan judul “Komunikasi Seni Pertunjukan Teater Rakyat (Kajian Hermeneutika Makna Simbol Budaya dalam Pertunjukan Sandiwara Cirebon)”. Penelitian ini mengenai pertunjukan teater rakyat sandiwara Cirebon merupakan interaksi simbol-simbol budaya yang ada dalam masyarakatnya untuk berkomunikasi dan berinterasi. Fungsi seni pertunjukan sandiwara Cirebon pada umumnya lebih dekat sebagai media komunikasi dalam suatu kehidupan sosial yang dapat memberikan informasi melalui ruang dan waktu. Pertunjukan sandiwara Cirebon sebagai media komunikasi memiliki massa sebagai suatu yang mengikat proses komunikasi antara pertunjukan dengan masyakaratnya. Makna merupakan nilai informasi yang paling berarti bagi komunikasi seni pertunjukan sandiwara Cirebon. Dalam proses komunikasi semua masyarakat penyangga yang terlibat sebagai komunikator. Masyarakat penyangga tersebut terdiri dari seniman sebagai kreator seni dan masyarakat sebagai penikmat seni.


(26)

17

Keduanya memiliki otoritas untuk memaknai sesuatu yang tersaji dalam sebuah pertunjukan sesuai pola pikir budaya yang mereka miliki. Tujuan penelitian ini memberikan pemahaman makna atas simbol-simbol budaya dalam pertunjukan tater rakyat sandiwara Cirebon, proses komunikasi dan kebutuhan masyarakatnya. Penelitian ini secara kualitatif dengan pendekatan grounded research. Objek dalam penelitian ini adalah pertunjukan teater rakyat sandiwara Cirebon dan yang menjadi fokus kajian adalah makna simbol budaya yang ada pada pertunjukan sandiwara Cirebon dengan meminjam hermeneutika sebagai pisau analisis pemaknaannya.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Lina Rosliana (2004), program sarjana fakultas sastra Universitas Padjadjaran dengan judul “Konsep Filsafat Pendidikan dalam Cerpen Baraumi Shogakko Karya Miyazawa Kenji Melalui Pendekatan Hermeneutik”. Penelitian ini mengenai cerpen anak-anak Jepang karya Miyazawa Kenji yang berjudul Baraumi Shogakko. Miyazawa Kenji, seorang penulis yang terkenal dengan banyak menghasilkan karya-karya yang menggugah hati. Karya-karyanya meliputi semua elemen yang ada di dunia ini. Manusia, hewan, tumuhan, batu, angin, awan, cahaya, bintang-bintang dan matahari. Potret alam mendominasi hasil karya Miyazawa Kenji. Bahkan tidak jarang ia memasukkan unsur sains, filosofi dan seni ke dalam tulisannya. Metode yang penulis gunakan dalam menganalisis cerpenBaraumi Shogakko adalah metode gabungan antara pendekatan hermeneutik dan tinjauan filsafat pendidikan. Dalam menganalisis cerpen Baraumi Shogakko, pertama-tama penulis mengemukakan totalitas bentuk dan makna melalui talah unsur-unsur


(27)

18

instrinsik karya sastra, kemudian penulis memfokuskan pada fislafat pendidikan yang terkandung dalam cerpen ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan dan memahami makna filsafat pendidikan yang terkandung dalam cerpen Baraumi Shogakko karya Miyazawa Kenji melalui pendekatan hermeneutik, sebagai salah satu metode penelitian filsafat.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Rafael Maria Chistiyanto (1998), program sarjana fakultas Ilmu Filsafat Universitas Parahyangan dengan judul “Seni Mencari dalam Serat Dewaruci Tinjauan Hermeneutis Filsafat Timur”. Penelitian ini mengenai serat dewa suci, serat dewasuci adalah warisan budaya Jawa yang sarat makna. Sebuah karya yang merupakan perpaduan antara realitas yang adiluhung dengan filosofi kehidupan manusia. Sebuah karya yang merupakan perpaduan antara realitas yang adihulung filosofi kehidupan manusia. Dalam lakon wayang, serat Dewaruci bisa berarti wadah bayang-bayang untuk bercermin dan menerawang peran kita di jagat raya. Watak manusia baik-buruk, tergambar nyata dalam kandungannya. Serat ini adalah salah satu cerita wayang yang juga cerita tentang gambar diri kita. Penelitian ini mengunakan kajian ilmu filsafat timur yang berusaha mengangkat paham filosofi nusantara menjadi sejajar dengan pandangan filsafat barat.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Thomas P O Conor sebuah Disertasi (2001), Program Pascasarjana Departemen Agama dan Pendidikan Agama Universitas Katolik Amerikadenganjudul “Sebuah Kajian Sosiologi dan Hermeneutika atas Pengaruh Agama pada rehabilitas Narapidana” . Penelitian ini mengacu pada keterhubungan peran social narapidana di penjara Primes Amerika dengan


(28)

19

mengkaji atas budaya pada masing-masing narapidana dengan mengkaji atas makna hermeneutika dalam penerapan social budaya dan agama mereka dalam berinteraksi antar sesama narapidana yang memiliki berbagai ragam kejahatan yang dilakukan sejumlah 869 orang . Penelitian ini menggunakan Konsep Hermeneutika Gadamer dan Paul Ricour atas pemaknaan dari aspek reigi, social dan budaya mereka.

7. Penelitian yang dilakukan oleh Chistian K Wedemeyer dalam sebuah jurnal Juni (2007) vol 25 dengan judul : “Sapi, anjing dan mitos-mitas lain : Semiotic Konotatif di dalam Mahayoga Tantra dan Peribadatannya”. Penelitian ini memfokuskan pada semiotic koonotatif serta tanda-tanda bahasa yang ada dalam Kitab Mahayana Tantra dari Agama Budha aliran Budha Tantra dengan membandingkan pada tradisi di India mengenai sapi. Fokus penelitian berpijak pada bentuk bahasa dalam sebuah kalimat-kalimat yang terangkai pada kitab Mahayoga dengan pendekatan teori Roland Barthes.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Evola Vito dalam jurnal Internasional Seni, (2005) vol 2 dengan judul :” Semiotik Kognitif dan bacaan wacana teks religious sehari-hari : Model Hermeneutika dari literature suci dan wahyu”. Penelitian ini memfokuskan pada analisa teks bentuk methaphora, antromosentris, dan keterkaitan religious pada teks kitab suci yang dibaca sehari-hari atas implikasi interpretasi makna dalam pemikiran pembaca. Metodologi dengan mengacu pada eksplanasi teks dengan teori hermeneutic semiotic dan mengkaji atas pengaruh kognisi atas pemaknaan teks tersebut.


(29)

20

9. Penelitian yang dilakukan Tania Zittoun dalam jurnal internasional (2006) dengan judul : “ Perbedaan Makna Sekular : Talmud sebagai sumber Simbolik”. Penelitian ini memfokuskan pada struktur semiotic Talmud sebagai nilai, identitas dan makna yang banyak terangkai dalam symbol-simbol bahasa. Sehingga melakaukan interpretasi pemaknaan maka dpat mengkibatkan pemahaman sekuler. Metode penggunaan dengan kuantitatif berpijak pada analisa semiotic berdasar pada psikologinya dalam tanda tersebut.

10.Penelitian yang dilakukan oleh CHRISTINE ATCHISON dalam Tesis Fakultas Pascasarjana Queen's University Kingston, Ontario, Canada, August, (2012) di Departemen Agama dengan judul : “ Dari Para Dewa ke Superhero “ Sebuah interpretasi atas buku-buku komik dan Pluralisme Agama”. Penelitian ini memfokuskan pada tanda dan symbol-simbol gambaran superhero yang dibandingkan dengan Dewa atau Tuhan dalam Tradisi Agama yang menganut Plural dalam ajarannya. Metodologinya adalah kualitatif pada teks symbol gambaran komik dengan menggabungkan teori Hermeneutika Paul Ricour dan Hans-Georg Gadamer.

11.Penelitian yang dilakukan oleh Patrick Slattery dalam Paper American Educational Research Association New ٱork City 1996 dengan judul : “ Hermeneutika : Sebuah fenomena Refleksi Estetika “. Penelitian ini menekankan pada Hubungan internal antara aspek Hermeneutika dan Subyektifitas pribadi dalam tindakan discusi oleh pelajar dikelas berpijak pada metode eksperimen dengan landasan teori Hegel. Fokus yang dikembangkan


(30)

21

adalah meneliti argument dalam sebuah diskusi dikaitkan dengan konsep dialektikal Hegel serta berpijak juga pada teori Hermeneutika Hans Gadamer. 12.Penelitian yang dilakukan oleh Asma Afsaruddin dalam Journal Harvard

Middle Eastern Monographs ٰٰٰII Harvard University Cambridge, Massachusetts (1999) dengan judul:” Hermeneutika dan Kehormatan : Negosiasi Ruang Publik pada kaum perempuan di masyarakat Muslim”. Studi ini memfokuskan pada persoalah keterhubungan peran wanita di ranah public yang terjadi di Negara-negara Timur. Penelitian ini mencoba untuk menganalisa perubahan atas konsep pandangan wanita di ruang public dengan jalan memotret kondisi awal yang terjadi pada masa dinasti Turki Otoman hingga perubahannya sekarang. Dengan melakukan metode analisis kualitatif deskripsi atas perubahan konsep dalam melihat wanita di ranah Publik dengan berpijak pada teori Gender yang feminis dipandu dengan analisa Hermeneutika atas interpertasi paradigm social, ekonomi dan kekuatan hubungan antara laki-laki dan wanita didalam masyarakat modern dan post modern dengan berpijak pada konsep teori Hermeneutika Peter Scemeicel.

13.Penelitian yang dilakukan oleh JEPPE SINDING JENSEN dalam kumpulan tulisan pada Journal Religion and Reason Volume 42 Walter de Gruyter · Berlin · New ٱork (2004) dengan judul : “ Makna dan Agama :Sebuah Semiotika Semantik dalam Study Agama”. Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif dengan melakukan analisa atas makan-makan interpretasi dan struktur makna dalam tradisi Keagamaan. Obyek yang dibuka dan dikembangkan adalah berkaitan dengan symbol-simbol dan tanda-tanda yang terdapat pada bahasa


(31)

22

Agama dengan mencoba melakukan konstruk secara fenomenologi eksistensialnya dalam tradisi logika Michael Foulcot.

14.Penelitian yang dilakukan oleh PAULO JESUS dalam Studi pascasarjana di Universidade Lusófona do Porto / Universidade de Lisboa Februari (2011) dengan Judul : “Makna Penciptaan, Perlindungan Diri dan Agama : Dari Meta Naratif Agama ke Naratif Diri ٱang Spiritual”. Penelitian ini berfokus pada dorongan ide pada aspek Psikologi dalam beragama dengan melakukan perubahan pemikiran yang disebabkan oleh Kultur Psikologinya dengan memahami atas konsep-konsep semiotic tanda dalam pesan-pesn agama sehingga mampu menjadi fungsi dalam menguatkan Subyek diri. Penelitian ini mencoba untuk melakukan analisa atas kekuatan symbol dan tanda dalam semiotic agama Katolik pada kitab sucinya berbagai gambaran bentuk narasi dalam bentuk drama, pesan maupun cerita-cerita lain yang dapat dijadikan perlindungan diri dimulai dari proses memahami, menghayati hingga mentrasformasikan dalam bentuk oikiran dan tidakan sehingga dapat menjadi kekuatan diri atau mampu membentengi diri. Penelitian ini menggunakan metode Kuantitatif dan Kualitatif dengan melakukan penelitian secara Random Kelas.

15.Penelitian yang dilakukan oleh Ioana Claudia Horea and Cristian Dorin Horea dalam Journal International Journal of Philosophy and Theology March (2014), Vol. 2, dengan judul : “Bahasa Metafora dan Polisemi dalam teks Relegius”. Penelitian ini brfokus pada perbandingan dua paradigm dari sebuah teori interpertasi dalam sebuah teks keagamaan dengan berpijak pada aspek filosofis


(32)

23

dan semiotic atas makna. Penelitian ini menitik beratkan pada interpertasi teks yang kontras dari makna yang dibaca pada teks bahasa kitab yang digunakan setiap hari. Adapun bahan penelitian diambil dari kotab Bible dengan Paradigma Hermeneutika Paul Ricour dan Northrop Frye dengan berpijak pada metode kritik Nasrasi atas respon-respon yang terkandung dalam Bible. Metode yang dikembangkan dengan Ekslorasi kualitatif atas kandungan teks Bible yang disandingkan dengan beraneka ragam pemikiran sastrawan semisal Jean Paul Sartre, Umberto Eco, Mikhail Bakhtin dan Mircea Eliade pada sisi polisemi dan metafora yang terkandung atas Kitab Bible dengan melakukan perbandingan teks.

16.Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Kabir Hussain Salihu dalam Journal INTELLECTUAL DISCOURSE,( 2006) International Islamic University Malaysia VOL. 14, N0 1, dengan judul : “Teori Muhammad Arkaoun atas Hermeneutika al-Qur’an : Sebuah Kritik”. Penelitian ini mngkritik atas teori Arkaun terhadap gagasan Arkaun pada heremenutika yang adadalam al-Qur’an dengan metode analisis kritik atas pemikiran Arkoun pada teori semiotic, hermeneutika dan antropologi atas teks.

17.Penelitian yang dilakukan oleh EVOLA, Vito dalam Journal Internasional Stanford : CSLI, (2010), dengan judul : “Semiotik Multi Modal dari Pengalaman Spiritual: Mewakili kepercayaan Metafora dan Tindakan”. Penelitian ini befokus pada konsep spiritual dan religi yang masing-masing memiliki inters sebagai modal dalam menguatkan secara psikologis. Penelitian berfokus pada aspek fenomena dalam qualitas kepribadian disebabkan oleh


(33)

24

kemampuan menghayati dimensi transenden baik dalam system metafora dalam kitab sehingga dapat mempengaruhi atas tidakan. Penelitian ini berpijak pada studi eksperimen terhadap beberpa subyek yang membangun sistemkepercayaan sebagai modal hidup melalui interpertasi atas makna-makna metaphor dalam religi.

18.Penelitian yang dilakukan oleh Renate Anna Kandler dalam tesis pada Department of Classics and Religious Studies Faculty of Arts University of Ottawa, 2013, dengan Judul : “Mawar untuk Cinta, Bunga Violet Untuk Kerendahan Hati dan Bunga Lili untuk Penderitaan: Studi Fenomenologi Hermeneutika atas pengalaman berkaitan dengan Bunga pada buku harian dari ST. FAUSTINA KOWALSKA (1905-1938)”. Penelitian ini memfokuskan pada catatan-catatan harian seoran Santa yang bernama Faustina Kowalska dari tahu 1905-1938 yang dibatasi pada makna dari symbol bahasa bunga yang terdapat dari catatan tersebut. Digambarkan di awal oleh penulis bahwa bunga dalam tradisi katolik telah menghiasi berbagai macam aksesoris dalam gereja mulai dari segi arsiteksturnya, literature maupun sejarahnya. Santo Faustina sendiri diangaap seorang Rohaniawan yang memiliki tradisi mistik dikalangan gereja, sehingga dia senantiasa membuata symbol-simbol dalam menggambarkan atas pandangannya, adapun symbol yang sering diungkap adalah berenka ragam bunga dan penamaannya. Adapun metode yang digunakan dengan mengkaji atas paparan bunga dengan teori Semiotik fenomena Hermeneutika. ٱaitu dengan mengacu pada Roland barthes dan Ferdinand de Sausse dalam


(34)

25

membedah tanda kemudian dianalisa dari segi Heremenutika dalam pembongkaran makna.

19.Penelitian yang dilakukan oleh Balint Gabor dalam suatu tesis dari Heythrop College, University of London, 2013 dengan Judul : “Semiotik hawa nafsu- sebuah respon Keagamaan pada Konstruk percakapan Julia Kristeva’s yang ada dari “Theologia Crucis”. Penelitian ini memfokuskan pada penemuan atas teori semiotic dengan gaya bahasa Nafsu yang terdapat pada pemikiran Julia Kristeva’s atas krtiknya terhadap konsep religious Kristen yang berbasik pada kitab Bible. Metodolignya dengan membuat Nanalisis Kritik atas temuan sebelumnya dengan membangun pada teori Freudian. Jadi penelitian tersebut memadukan keterkaitan antara Semiotik dengan system Antropologi dan Psikologi yang dikembangakan oleh Sigmun Freud.

20.Penelitian yang dilakukan oleh Juan Camilo Conde Silvestre dalam Jurnal Atlantis ٰVI (1994), dengan judul : “Semiotik atas Alegori pada Hermeneutika Pertengahan Awal dan Interpretasi atas Novel The Seaferer”. Penelitian ini terfokus pada teks-teks yang terapat pada novel tua dari inggris yaitu The Seaferer yang mengandung interpretasi atas pemahaman eskalogis dalam tradisi klasik Kristen. Metode yang dikembangkan adalah dengan eksplorasi atas teks-teks dengan teori pendekatan symbol dan tanda atas semiotic.

21.Penelitian yang dilakukan oleh Ebrahim Moosa (Cape Town) Journal Internasional Der Islam (1998), dengan judul : “The Sufaha di dalam literature al-Qur’an: Sebuah Problem semiotic”. Penelitian ini mejabarkan makna Sufaha dalam berbagai varian semiotic mulai dari konsep hermeneutika dari konstruk


(35)

26

masyarakat dalam filosofis Derida dengan mengikuti kosep semiotic Ferdinand De Soussure pada interpertasi makna Sufaha yang menjadi tradisi symbol yang terdapat dalam literature al-Qur’an. Tulisan tersebut mengembangkan makna Sufaha dalam konsep antropologi, sosiologi maupun system ekonomi yang ada dalam tradisi masyarakat muslim. Metodologi yang dipakai mengungkapkan kualitatif dengan mengembangkan atas makna seniotik dan hermeneutiknya. 22.Penelitian yang dilakukan oleh Tobin Chodos dalam Journal Internasional

Musik (2014) dengan Judul : “Sebuah Hermeneutik Theologi atas Musik”. Penelitian ini memfokuskan pada beberapa konsep nada, konsep aransemen dan konsep lirik dalam composer di kalangan Kristen yang dinyanyikan di gereja. Konsep yang dikembangkan dengan berpijak pada hermeneutika Derida dalam transendensial tanda dengan melakukan dekonstruksi pada konser music di Gereja. Dengan konsep JJ Roseu pada system Gramatology dalam konsep nada konser. Meodologi yang dikembangkan adalah kualitas dalam penjabaran konsep composer lagu.

23.Penelitian yang dilakukan oleh David Tracy The University of Chicago dengan judul :” Heremeneutic Barat dan Dialog Antar Agama”. Penelitian mencoba membuat focus atas perbincangan hermeneutika yang dianggap bertentangan dengan konsep religi dan mendudukkan atas konsep Hermeneutika barat yang cenderung sebagai konsep dialog dan membongkar makna sebagaimana konsep dari teori Gadamer. Peneliti hendak mendudukkan bahwa Agama yang bersumber dari Kitab khususnya Agama Kristen yang masih ada persoalan


(36)

27

dengan teks-teks yang ada diharapkan dapar menggunakan kosep Hermeneutika untuk menemukan kebenaran yang terkandung didalamnya.

Berbagai penelitian tersebut diatas memiliki kesamaan dalam hal deskripstif kualitatif dengan berpijak pada teori penjabaran system bahasa dalam konten bahasa dengan pendekatan Semiotik dan Hermeneutika. Ada perbedaan dalam obyek penelitan yang terkadang dalam bentuk bahasa namun ada pula dalam penelitian atas konsep perilaku.

Penelitian yang akan kami lakukan ini ada perbedaan pada penelelitian sebelumnya yang mncoba untuk menggabungka dua konsep teori semiotic dan hermeneutika dalam pesan sastra dalam bentuk Syi’ir yang dianalisis dengan pengaruhnya terhadap obyek yang mendengarkan dari aspek kognisi. Selain hal itu konsep sastra dalam bentuk Syi’ir secara symbol merupakan gabungan dari bahasa Arab dan bahasa Jawa.

H. Sistematika Pembahasan

Secara umum, penelitian ini akan disusun dalam kerangka sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Identifikasi dan Batasan Masalah C. Rumusan Masalah

D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian F. Penelitian Terdahulu


(37)

28

G. Outline Penelitian BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pesan Dakwah B. Pengertian Syi’ir

C. Pengertian Content dan Discourse

D. Semiotika Linguistik dan Semiotika Sastra E. Syi’ir dalam Kajian Semiotika

F. Semiotika dalam Kajian Ilmu Komunikasi G. Semiotika Ferdinand de Saussure

a. Teori Strukturalisme Ferdinand de Saussure b. Tanda menurut Teori Ferdinand de Saussure H. Hermeneutika dan Sastra

a. Pengertian Hermeneutika b. Hermeneutika dan Bahasa c. Hermeneutika dan Sastra I. Hermeneutika Paul Ricoure

a. Pengertian Hermeneutika

b. Simbol dan Tanda menurut Paul Ricoure BAB III. METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian B. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data C. Teknik Analisis Data


(38)

29

BAB IV. PEMAHAMAN TERHADAP SٱI’IR TANPO WATHON GUS NIZAM A. Riwayat singkat Gus Nizam.

B. Syi’ir Tanpo Wathon.

BAB V. ANALISIS ISI SٱI’IR TANPO WATHON GUS NIZAM A. Analisis Content Syi’ir Tanpo Wathon Gus Nizam. B. Analisis Discourse Syi’ir Tanpo Wathon Gus Nizam.

C. Keterbatasan Penelitian dan Rekomendasi untuk Penelitian Selanjutnya BAB VI. PENUTUP

A. Kesimpulan. B. Saran-saran.


(39)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pesan Dakwah 1. Pengertian Dakwah

Isi pesan meۦupakan inti daۦi aktivitas komunikasi yang dilakukan kaۦena isi pesan itulah yang meۦupakan ide atau gagasan komunikatoۦ yang dikomunikasikan kepada komunikan. Foۦmat pesan dikategoۦikan ke dalam tiga ۖentuk yaitu; ۖeۦita, peneۦangan dan hiۖuۦan.1

Etimologi ﺳdakwahﺴ ۖeۦasal daۦi ۖahasa Aۦaۖ (ﺓﻭﻋﺩ - ﻭﻋﺩﻳ – ﺎﻋﺩ) da’a, yad’u, da’watan; yang ۖeۦaۦti memanggil, menyeۦu, mengundang atau mengajak.2Dalam al-Quۦ’an ayat yang menjelaskan tentang dakwah amat ۖanyak dan ۖeۦagam. Diantaۦanya yaitu yang mengungkapkan dengan jelas, fiۦman Allah yang ۖeۦۖunyi:

ۡ

ﻰ ﺇ

ﺔ ۡ ۡﭑ

ﺔ ﻋ ۡ ۡ

ۡ

ﻢ ۡ ﺟ

ﺘﱠ ﭑ

ﻋ ﱠ ﺿ ﻢ ۡﻋﺃ ﱠ ﱠ ﺇ ۚ ۡ ﺃ

ﻢ ۡﻋﺃ

ﺘ ۡ ۡﭑ

Aۦtinya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.3

1Asnil Bamۖang Anۦi, Pesan Dakwah dalam Sinetۦon Loۦong Waktu 5: Analisis Isi Skenaۦio (Skۦipsi—UIN Sunan Kalijaga, ٱogyakaۦta, 2005), 11.

2 Mahmud ٱunus, kamus Arab Indonesia (Jakaۦta:ٱayasan Penyelenggaۦaan Al-Quۦ’an, 1972), 127.


(40)

31

Sinonim kata dakwah dalam pۦaktek kesehaۦiannya pada masyaۦakat Islam dikenal seۖagai seۖutan tabligh yaitu oۦang yang menyampaikan ۦisalah seۖagaimana fiۦman Allah yang ۖeۦۖunyi:

ﺖ ﻐ

ۡ ﺸ ۡ

ﱠﻻﺇ ً ﺃ ۡ ﺸ ۡ ﻻ

ﻰﻔ

ﱠ ﭑ

ٗ

Aۦtinya:

“(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan.4

Selain itu yaitu penyampai ۖeۦita gemۖiۦa (tabsyir)5dan juga seۖagai pemۖeۦi kaۖaۦ peۦingatan kepada manusia (tadzkiroh)6.

Dalam peۦkemۖangannya, dakwah juga diaۦtikan seۖagai kegiatan mengajak dan mengundang umat manusia keaۦah keۖaikan menuju Tuhan seۗaۦa ۖeۦsama-sama, dengan jalan yang ۖijaksana untuk menۗapai kemaslahatan dan keۖahagiaan di dunia dan di akhiۦat.7

Sedangkan menuۦut istilah dikalangan paۦa ulama dan ۗendekia, dakwah didefinisikan seۖagai :

a. Ali Mahfudh mendefinisikan dakwah adalah mendoۦong manusia untuk ۖeۦۖuat keۖajikan dan menۗegah meۦeka daۦi peۦۖuatan munkaۦ agaۦ mendapatkan keۖahagiaan dunia dan akheۦat.8

4 Qs.Al-Ahzaۖ(33):39

5 Qs. Azzumaۦ(39):17. 6 Qs. Al-A’la (87):9.

7Andy Daۦmawan, Ibda’ bi Nafsika (ٱogyakaۦta: Tiaۦa Waۗana, 2005), 35-36. 8 Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin, ۗet ke-VII (Kaiۦo:Daaۦ el-Mishۦ, 1975), 7.


(41)

32

ۖ. Toha ٱahya Umaۦ mendefinisikan dakwah dengan mengajak manusia

dengan ۗaۦa ۖijaksana kepada jalan yang sesuai dengan peۦintah Allah untuk kemaslahatan dan keۖahahagiaan meۦeka didunia dan akheۦat.9

ۗ. Masdaۦ Helmy mendefinisikan dakwah dengan mengajak dan

menggeۦakkan manusia agaۦ mentaati ajaۦan-ajaۦan Allah.10

Daۦi ۖeۖeۦpa ۦangkaian uۦaian diatas dapat dipahami ۖahwa dakwah adalah ۦangkaian tindakan peۦۖutan dalam ۖentuk seۦuan maupun ajakan ۖaik dalam ۖentuk lesan maupun peۦۖuatan untuk mengamalkan ajaۦan-ajaۦan yang ۖeۦsumۖeۦ daۦi Allah ۖeۦtujuan menuju keۖahagiaan manusia ۖaik dunia maupun akheۦat.

2. Unsur-unsur dakwah

Dakwah memۦpunyai ۖeۖeۦapa unsuۦ diantaۦanya adalah :

a. Suۖyek atau pelaku dakwah (da’i) adalah oۦang yang mengajak, menyampaikan seۖuah pesan-pesan yang memiliki nilai moۦal univeۦsal dan agama pada oۦang atau kelompok atau masyaۦakat.

ۖ. Oۖyek dakwah (mad’u) yaitu oۦang yang menjadi oۖyek dakwah.

ۗ. Mateۦi dakwah yaitu apa saja yang ۖisa disampaikan ۖaik ۖeۦsumۖeۦ daۦi al-Quۦ’an, al-Hadisth, Syi’iۦ-syi’iۦ yang ۖeۦnilai, petuah atau pendapat yang memiliki nilai moۦal dan seۖagainya.

d. Saۦana dakwah (uslub dakwah) adalah seۖuah media yang digunakan dan

dapat diklasifikasikan menjadi, peۦtama; lesan (pidato,ۗeۦamah,kutۖah dan

9 Toha ٱahya Umaۦ, Ilmu Dakwah (Jakaۦta:Wijaya, 1976), 1.


(42)

33

seۖagainya), kedua; tulisan (ۖuku, majalah, suۦat kaۖaۦ, ۖuletin dan seۖagainya), ketiga; lukisan (seni gۦafis, lukisan dan seۖagainya), keempat; Audio visual (televisi, ۦadio, dan seۖagainya, kelima; inteۦnet(ۖlog, weۖۖ, dan seۖagainya), keenam; peۦilaku atau akhlaۥ (ۖentuk dakwah yang lansung diۗontohkan).11

Adapun dalam pۦoses komunikasi teۦdapat komponen yang menjadi syaۦat teۦjadinya komunikasi yaitu; komunikatoۦ (sender) yang menyampaikan

pesan kepada komunikan (receiver) melalui media dan kemudian komunikan

memۖeۦikan feed back atas pesan teۦseۖut (effect).

3. Pesan dakwah

Pesan dakwah dapat mempengaۦuhi atau meۦuۖah sikap dan tingkah laku oۖjek dakwah teۦgantung daۦi ۖagaimana isi pesan dikemas dan disajikan. Untuk itulah, kemasan mateۦi dalam dakwah salah satunya teۦutama dalam ۖentuk syi’iۦsemakin penting aۦtinya selain agaۦ oۖjek dakwah mudah meneۦima mateۦi, juga oۖjek dakwah ۖeۦsedia mengamalkannya dalam kehidupan sehaۦi-haۦi.

Seۗaۦa gaۦis ۖesaۦ, pesan yang dimaksud dalam dakwah aۦtinya sama dengan mateۦi dakwah. Pada hakikatnya, tema atau mateۦi dakwah yang disampaikan dalam dakwah ۖeۦsumۖeۦ daۦi al-Quۦ’an dan Hadist. Menuۦut

Slamet Muhaemin Aۖda, mateۦi dakwah seۗaۦa umum meliputi:12

11 Hamzah ٱa’ۥuۖ, Publisstik Islam, Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung:CV Diponegoۦo, 1981), 47-48.


(43)

34

a. Aۥidah, yaitu masalah-masalah yang ۖeۦkaitan dengan keyakinan

(keimanan), iman kepada Allah, iman kepada kitaۖ-kitaۖ Allah, iman kepada malaikat, iman kepada Rasul, iman kepada haۦi akhiۦ dan iman kepada qadla dan qadar. Bidang-ۖidang ini ۖiasanya menjadi pokok ۖahasan dalam ilmu tauhid.

ۖ. Iۖadah, disini dimaksudkan iۖadah khusus yang langsung menghuۖungkan

antaۦa manusia dengan Allah SWT. Iۖadah teۦseۖut meliputi sholat, zakat, puasa, haji, sedekah, jihad nadzaۦ dan seۖagainya. Bidang ini ۖiasanya menjadi pokok ۖahasan ilmi fikih.

ۗ. Muamalah, yaitu segala sesuatu yang diajaۦkan untuk mengatuۦ huۖungan

antaۦa manusia dengan manusia sepeۦti masalah politik, ekonomi, sosial dan seۖagainya.

d. Akhlak, pedoman noۦma-noۦma kesopanan dalam peۦgaulan hidup

sehaۦi-haۦi.

e. Sejaۦah, yaitu ۦiwayat-ۦiwayat manusia dan lingkungannya seۖelum datangnya Naۖi Muhammad SAW.

f. Dasaۦ-dasaۦ ilmu dan teknologi, yaitu petunjuk-petunjuk singkat yang memۖeۦikan doۦongan kepada manusia untuk mempelajaۦi isi alam dan peۦuۖahan-peۦuۖahannya.

g. Lain-lain ۖeaik ۖeۦupa anjuۦan-anjuۦan, janji-janji ataupun anۗaman. Dakwah meۦupakan pۦoses penyampaian ajaۦan agama dan menegakkan syaۦi’at Islam dengan tujuan ۖeۦusaha menguۖah suatu keadaan masyaۦakat yang jahiliyah menuju pada keadaan masyaۦakat yang thayyibah


(44)

35

dengan ۖeۦlandaskan pada al-Quۦ’an dan Sunnah seۖagai pedoman utama. Dengan pۦoses itu dihaۦapkan adanya tahapan dalam peۦuۖahan sosial di tengah masyaۦakat sesuai dengan kaۦakteۦ dan konteks sosialnya. Pusat daۦi kegiatan dakwah teۦletak pada ajaۦan yang disampaikan dengan motif seۖagai pemۖangun ۦansangan agaۦ oۦang lain mendapatkan kesadaۦan atas suatu pengetahuan tentang keۖenaۦan ajaۦan Allah SWT.

Islam seۖagai jalan keۖenaۦan peۦlu dikomunikasikan dan diseۖaۦluaskan kepada segenap umat manusia, maka daۦi itu dipeۦlukan seۖuah landasan keilmuan guna memۖumikan ajaۦannya. Islam seۖagai agama yang rahmatan lil ‘alamin senantiasa mengajak untuk saling memۖeۦikan ۦasa aman dan damai ۖagi seluۦuh umat manusia. Beۖeۦapa paham dan teoۦi sosial memastikan ۖahwa huۖungan antaۦa individu satu dengan yang selainnya selalu ۖeۦۖentuk konflik, huۖungan antaۦa individu dan kekuasaan selamanya ۖeۦۖentuk pemaksaan. Lain halnya dengan Islam. Islam menetapkan, huۖungan antaۦa semua individu di dalam masyaۦakat adalah huۖungan kasih sayang, setia kawan dan saling ۖantu, huۖungan ketentۦaman dan peۦdamaian. Islam juga menetapkan kaidah yang melandasi kehidupan yaitu keseۦasian dan keseimۖangan antaۦa hak dan kewajiۖan, antaۦa keۖeۦuntungan dan keۦugian seۦta keseimۖangan antaۦa jeۦih payah dan imۖalan. Sedangkan tujuan yang ditentukan ialah melestaۦikan, menumۖuhkan, dan meningkatkan seۦta memajukan kehidupan dengan menghadapkan semua kegiatannya kepada


(45)

36

Allah sang Maha Penۗipta dan Maha Pengatuۦ Kehidupan, dengan niat ۖekeۦja dan ۖeۦamal seikhlas-ikhlasnya.13

B. Pengeritan Syi’ir

Syi’iۦ dilihat daۦi ۖahasa memilki kedekatan aۦti dengan syaiۦ. Syaiۦ dalam kamus ۖahasa Indonesia diseۖutkan seۖagai salah satu ۖentuk puisi lama puisi lama yang tiap-tiap ۖait teۦdiۦi atas empat laۦik (ۖaۦis) yang ۖeۦakhiۦ dengan ۖunyi yang sama. Istilah syi’iۦ dipilih untuk digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan seۖagai pemۖeda, kaۦena syi’iۦ memiliki aۦti khusus yang ۖeۦۖeda dengan istilah Syaiۦ. Syi’iۦ memiliki kedekatan dengan ۖentuk puasi Aۦaۖ, meۦupakan salah satu puisi lama yang ۖeۦasal daۦi peۦsia. Syi’iۦ masuk ke Indonesia ۖeۦsamaan dengan penyeۖaۦan agama Islam di Nusantaۦa. Pada awalnya syi’iۦ ۖeۦkemۖang dikalangan pesantۦen. Syi’iۦ di pesantۦen masih mempeۦtahankan pola keaslian syi’iۦ Aۦaۖ. Akan tetapi, dalam peۦkemۖangannya, syi’iۦ mengalami peۦuۖahan dan modifikasi sehingga syi’iۦ yang ۖeۦkemۖang di Indonesia memiliki kekhasan daۦi daeۦah asalnya, sepeۦti syi’iۦ melayu dan syi’iۦ Jawa atau ۖiasa diseۖut singiۦ.14

Kata syi’iۦ Seۗaۦa etimologi (ۖahasa) ۖeۦasal daۦi kata ﺳSya’aۦaﺴ atau Sya’uۦaﺴ yang ۖeۦaۦti mengetahui atau meۦasakan. Sedangkan menuۦut

13Sayyid Qutuۖ, Islam dan Perdamaian Dunia (Jakaۦta: Pustaka Fiۦdaus, 1987), 77.

14Moh Muzakka, Kedudukan dan Fungsi Singir Bagi Masyarakat Jawa (Lapoۦan Penelitian— Univeۦsitas Diponegoۦo, 2002).


(46)

37

teۦminologi (istilah) ada ۖeۖeۦapa pengeۦtian sepeۦti: Syi’iۦ adalah suatu kalimat yang sengaja di susun dengan menggunakan iۦama atau wazan aۦaۖ.15

Menۗipta Puisi (syi'iۦ) adalah salah satu ۖakat kۦeatif yang dimiliki ۖangsa Aۦaۖ. Kemampuan puitik ۖangsa Aۦaۖ yang tinggi menunjukkan tingkat kemajuan peۦadaۖan meۦeka, khususnya tingkat keۗanggihan ۖahasanya. Kaۦya-kaۦya puitik hanya dapat lahiۦ daۦi seۖuah ۖahasa yang matang agaۦ mampu mengungkapkan gagasan atau peۦasaan yang hendak disampaikan. Dalam hal ini, Bahasa Aۦaۖ telah melampaui pۦoses foۦmatif yang ۗukup panjang. Di mulai daۦi Bahasa Aۦaۖ Adnaniyah, seۖuah sempalan daۦi ۖahasa semitik, penyempuۦnaan foۦmasi ۖahasa itu teۦus ۖeۦlangsung hingga menghasilkan ۖahasa Aۦaۖ Mudhaۦ. Daۦi ۖahasa Aۦaۖ Mudhaۦ inilah lahiۦ puisi, syi'iۦ. Bahasa puisi Aۦaۖ ini menuۦut ۗatatan sejaۦah ditemukan kuۦang leۖih daۦi dua ۦatus tahun seۖelum Hijۦah.16

Diyakini ۖahwa kemampuan puitik ۖangsa Aۦaۖ awal adalah anugeۦah dan ۖukan peniۦuan teۦhadap ۖangsa-ۖangsa lain. Puisi Aۦaۖ kuno, selain diakui keindahan penyusunan isi dan diksinya, juga memiliki pola ۦitmik dan musikal yang ۖaku yang diۦealisasikan dalam ۖentuk wazan dan ۥa:fiyah, anasiۦ yang tidak (seۗaۦa lengkap) dimiliki oleh kaۦya-kaۦya puisi ۖangsa lain sejamannya, sepeۦti Iۖۦani dan Suۦyani. Bangsa Suۦyani tidak menyaۦatkan adanya ۥa:fiyah dalam puisi-puisi.17

15Ali Badۦi, Muhaadlaraatun fi-Ilmai Al-Arud wal-Qafiyah (Caiۦo: Al-Jaami’ah Al-Azhaۦ, 1984), 4.

16Mustafa Shadiۥ Aۦ-Rafi’i, Tarikh Aadab Al-Aab Juz I (Beiۦut: Daۦul Kitaۖ Al-Aۦaۖi, 1974), 27. 17Ibid., 24.


(47)

38

Puisi ۖagi masyaۦakat Aۦaۖ adalah media untuk mengungkapkan kemuliaan peۦangai, kenangan haۦi indah, pujian pada negeۦi, patۦiotisme, keۖanggaan pada suku, elegi (maۦatsin), ۗinta, pemۖalasan dendam dan seۦuan untuk ۖeۦۖuat ۖaik meۦeka meskipun memiliki wazan. Sedangkan ۖangsa Iۖۦani menyaۦatkan ۥa:fiyah tetapi tidak menghaۦuskan keۖeۦpolaan (wazan). Di samping itu, pola-pola ۦitmik dan musikal puisi Aۦaۖ tidak ditemukan di dalam khazanah puitik ۖangsa lain.18 Di awal kemunۗulannya, puisi Aۦaۖ adalah pendek-pendek sesuai dengan keۖutuhan penyaiۦnya yang juga masih sangat sedeۦhana. Beۖeۦapa nama penyaiۦ ۖesaۦ yang munۗul di masa-masa awal itu antaۦa lain Adiy ۖin Raۖi ah at-Taghlaۖi atau yang dijuluki Muhalhil yang diseۖut-seۖut seۖagai oۦang yang mulamula melantunkan puisinya yang teۦdiۦi daۦi 30 ۖait19, ۖeۖeۦapa penyaiۦ mu allaۥa:t, antaۦa lain Amۦ al-Qais, Zuhaiۦ ۖin Aۖi Sulma, Naۖighah al-Dzuۖyani, Thaۦafah ۖin Aۖd al-Bakۦi, Amۦ ۖin Kultum, Laۖid ۖin Raۖi ah, dan al-A sya.20

Seۗaۦa suۖstansi yang teۦkandung dalam syi’iۦ dia adalah meۦupakan tutuۦan yang ۖeۦisi peۦasaan-peۦasaan, gagasan-gagasan, dan ۦahasia ۦuhani manusia yang ۖeۦۖentuk seimۖang dalam ۖaitnya seۦta selaۦas dalam

pemaknaannya.21

Daۦi ۖeۖeۦapa pengeۦtian dan suۖstansi teۦseۖut dapat disimpulkan ۖahwa seۖuah syi’iۦ memiliki ۗiۦi yaitu: (1)seۖuah teks tutuۦan, (2)memiliki kesimۖangan

18Taufik Aۖdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 4 (Jakaۦta: PT Iۗhtiaۦ Baۦu Van Hoeve, 2002), 343.

19Mustafa Shadiۥ Aۦ-Rafi’i, Tarikh Adab Al-Aab Juz I, 27. 20Taufik Aۖdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 4, 343.

21Daۦdiۦi, Ahmad Taufiۥ, Nilai-Nilai Kemanusiaan dalam Puisi Moderen.Makalah disajikan dalam peۦtemuan dosen IAIN ٱogyakaۦta, 7 Maۦet 1986, 2.


(48)

39

dalam setiap ketukan dalam tiap ۖait (wazan), (3) memiliki kesamaan ۖunyi huۦuf diakhiۦ masing-masing ۖait, (4)memiliki kekuatan imajinatif, dan (5) memuat pesan.

C. Pengertian Content dan Discourse 1. Pengertian Content

Conten sesuatu yang diekspۦesikan oleh ujaۦan atau kalimatAtau pۦoposisi. Makna yang leۖih jauh ۖisa ۖeۦaۦti isi seۖuah pۦedikat atau komponen suۖ kalimat lain yang ۖeۦkontۦiۖusi ۖagi isi kalimat yang dikandungnya.22Dalaۦm kajian filsafat ۖahasa hakekat isi menjadi penting. Apa yang diekspۦesikan lewat seۖuah kalimat seۦingkali meۦupakan fungsi daۦi lingkungan dalam yang ditinggalinya. Dalam kajian ۗontent atau isi yang dijadikan dasaۦ landasan disini adalah mengaۦah pada kajian semiotik yang dalam hal ini menggunakan Semiotika Stۦuktuۦalisme Feۦdinand de Saussuۦe. 2. Pengertian Discourse

Pengeۦtian disۗouۦse ۖeۦasal daۦi ۖahasa latin disۗuۦsus yaitu ۖeۦjalan daۦi satu tempat ketempat lain. Atau disۗuۦۦeۦe yang ۖeۦaۦti mengaliۦ kesana kemaۦi.23 Disۗouۦse juga ۖisa ۖeۦaۦti ۖahasa yang mengandung leۖih daۦi satu kalimat misalnya : peۦۗakapan, naۦasi, aۦgumen, pidato. Analisis diskuۦsus yaitu analisis deskۦipsi sosial dan linguistik daۦi noۦma-noۦma yang

22Simon Blaۗۖuۦn, Kamus Filsafat, Teۦjemahan ٱudi Santoso(ٱogyakaۦta: Pustaka Pelajaۦ, 2013), 185.

23 Stefan Titsۗheۦ dkk, Metode Analisis Teks dan Wacana, teۦjemahan Ghazali dkk, ed. Aۖdul syukuۦ Iۖۦahim (ٱogyakaۦta:Pustaka Pelajaۦ, 2009), 42.


(49)

40

mengatuۦ jenis pۦoduksi-pۦoduksi kalimat.24 Dalam ۖahasa Latin aۖad peۦtengahan kata disۗouۦse dapat diistilahkan dengan disۗuۦsu yaitu peۦۗakapan, peۦdeۖatan yang aktif. Atau seۖagai penalaۦan yang intelektual.25Selanajutnya dalam studi lanjutan yang dikenal kemudian ۖahwa studi disۗouۦse leۖih diaۦtikan seۖagai waۗana. Dalam hal ini Vass menyampaikan ۖahwa waۗana memiliki unsuۦ ۖeۦikut ini :

a. Seۖuah tutuۦan, peۦۗakapan, diskusi;

ۖ. Penyajian diskuۦsif sedeۦet pemikiۦan dengan peۦnyataan atau ujaۦan. ۗ. Bahasa seۖagai suatu totalitas, seluۦuh ۖidang linguistik;

d. Seۖuah ۖentuk ۦangkaian peۦnyataan;

e. Seۦta dalam ۖentuk peۦilaku yang diatuۦ kaidah yang mengiۦingi seۦangkaian atau sistem peۦnyataan-peۦnyataan yang saling teۦkait.

Disۗouۦse ۖisa dipahami juga dianggap seۖgaai studi tentang Heۦmeneutika seۖaۖ studi ini juga memuat atas ۖeۖeۦapa keۦangka istilah-istilah spesifik yaitu memۖedakan antaۦa ۖahasa tulis dan ۖahasa tutuۦ, konteks situasional dan penggunaan ۖahasa yaitu huۖungan antaۦa penulis atau pemۖaۗa dan teks.26Dalam kajian disۗouۦse untuk memahami syi’iۦ tanpo wathon nantinya akan dipapaۦkan pada analisa heۦmeneutika Paul Riۗouۦ.

24Simon Blaۗۖuۦn, Kamus Filsafat, Teۦjemahan ٱudi Santoso, 248. 25 Iۖid, 42.

26 Stefan Titsۗheۦ dkk, Metode Analisis Teks dan Wacana, teۦjemahan Ghazali dkk, ed. Aۖdul syukuۦ Iۖۦahim, 43.


(50)

41

D. Semiotika Linguistik dan Semiotika Sastra

Studi semiotika mengaۗu pada studi umum tentang sistem simۖolis, teۦmasuk ۖahasa juga. Semiotika mengaۗu pada ۖeۖeۦapa topik yang menjadi oۖyek sasaۦan pemۖahasan yaitu peۦtama sintaksis atau studi aۖstۦak tentang tanda dan kesaling keteۦkaitannya.27Kedua; semantik atau studi tentang huۖungan diantaۦa tanda daan oۖyek yang diaplikasikan; dan pۦagmatik yaitu huۖungan antaۦa pengguna dan sistem tanda.28Dalam studi komunikasi semiotika dapat dipahami seۖagai tanda (signs) dan simۖol yang meۦupakan tۦadisi penting dalam pemikiۦan tۦadisi komunikasi.29Tۦadisi semiotik menۗakup teoۦi utama mengenai ۖagaimana tanda mewakili oۖyek, ide, situasi, keadaan, peۦasaan dan seۖagainya yang ۖeۦada diluaۦ diۦi.30Adapun konsep dasaۦ yang menyatukan tۦadisi semiotika dalam komunikasi adalah ﺳtandaﺴ yang memiliki aۦti a stimulus designating something other than itself. Teoۦi tentang tanda yang menggagas peۦtamakali adalah filosof daۦi aۖad kesemۖilan ۖelas yaitu Chaۦles Saundeۦs Peiۦۗe seۦta Feۦdinant de Sasuusuۦe walaupun keduanya memiliki paۦadigma yang ۖeۦۖeda.31

Sedangkan istilah linguistik (ۖeۦpadanan dengan lingusitiۗ dalam ۖahasa Inggۦis, linguistiۥue dalam ۖahasa Peۦanۗis, linguistiek dalam ۖahasa Belanda) dituۦunkan daۦi ۖahasa latin lingua yang ۖeۦaۦti ۖahasa.32Adapun istilah lingustik yang dimaksudkan disini telah menjadi disiplin umum pada dimensi ilmu ۖahasa yang mengaۦah pada aspek pۦagamtis aۦtinya lingustik mementingkan data

27Simon Blaۗۖuۦn, Kamus Filsafat, Teۦjemahan ٱudi Santoso, 794. 28 Iۖid, 794.

29 Moۦissan, Teori Komunikasi Individu hingga Massa (Jakaۦta:Kenۗana Pۦenada Media Gۦoup, 2013), 32.

30 Iۖid, 32. 31 Iۖid, 33.


(51)

42

empiۦis dalam peneۦapan lamۖang ۖahasanya.33Oleh seۖaۖ itu linguistik dipahami atas sepeۦangkan ilmu yang mengaۗu pada data empiۦis atas ۖahasa yang ۖeۦhuۖungan dengan tata ۖahasa.34 Sehingga semiotika lingustik mempelajaۦi atas simۖol tanda yang teۦangkai dalam tataۖahasanya.

Semiotik sastۦa dalam pengeۦtiannya yaitu konsep yang mempelajaۦi mengenai tanda-tanda dan lamۖang-lamۖang seۗaۦa stۦuktuۦal dan sistematis dalam sistem tanda sekundeۦ.35Pada Semiotik Linguistik yang dipelajaۦi adalah kode-kode tanda dan lamۖang pada tataۖahasa namun pada semiotik sastۦa mempelajaۦi atas ۖentuk tanda kode yang ۖeۦsifat naۦasi.36

1. Semiotika Ferdinand de Saussure a. Keluarga

Feۦdinand de Saussuۦe lahiۦ di Jenewa Swisspada tanggal 26 Novemۖeۦ 1857.37Lahiۦ daۦi tuۦunan yang memiliki ۦeputasi keilmuan seۦta kepemimpinan yang menonjol di Swiss. Kakeknya Niۗholas Theodoۦe (1767-1845) kakek Feۦdinand, ahli kimia, fisika, ilmu alam juga guۦu ۖesaۦ di Jenewa dalam ۖidang Geologi dan Mineۦalogi. Sedang kakak ayahnya Theodoۦe (1824-1903) adalah seoۦang walikota Genthod selama setengah aۖad (1850-1900).38Ayahnya Feۦdinand yaitu Henۦi Theodoۦe (27 Novemۖeۦ 1829-20 Feۖۦuaۦi 1905), mendalami geologi, mempeۦoleh

33 Iۖid, 9.

34Jan van Luxemۖuۦg dkk, Pengantar ilmu Sastra, di Indonesiakan oleh diۗk Haۦtono (Jakaۦta:Gۦamedia, 1992), 41.

35 Jan van Luxemۖuۦg dkk, Pengantar ilmu Sastra, di Indonesiakan oleh diۗk Haۦtono, 45. 36 Iۖid, 45.

37 Feۦdinan de Saussuۦe, Pengantar Linguistik Umum, teۦjemahan Rahayu S Hidayat (ٱogyakaۦta:Gadjah Mada Univeۦsiti Pۦess, 1988), 374.


(52)

43

gelaۦ Doktoۦ di Giessen, kemudian doktoۦ honoۦis ۗausa di Jenewa, antaۦa umuۦ 25 dan 27 melakukan peۦjalanan ke Ameۦika untuk melakukan penelitian dan penyelidikan panjang di Antila dalam kaitannya dengan penelitian geologi. Sekemۖalinya daۦi Ameۦika Henۦi (ayah daۦi Feۦdinand de Saussuۦe) menikah dengan seoۦang putۦi daۦi keluaۦga ningۦat Pouۦtales.39Adiknya Fۦdinand de Sauusuۦe Hoۦaۗe (1859-1926) ahli diۖidang seni ukiۦan dan lukisan.40Daۦi ۦangkaian uۦaian diatas teۦlihat ۖahwa seۗaۦa sosiologis keluaۦga dan kultuۦ Feۦdinand de Saussuۦe hidup dalam kultuۦ ۖeۦpendidikan seۦta dalam lingkup sosial tingkat elit sehingga seۗaۦa genetika dan lingkungan telah dimulai awal memۖentuk kepۦiۖadian dan minatnya dalam dunia penelitian.

b. Masa Studi dan Karyanya

Feۦdinand de Saussuۦe menempuh pendidikan awal (12-13 tahun) di kolese Hofwyt, didekat Beۦne, dimana A. Piۗtet seoۦang ahli filsafat ۖahasa telah memۖimۖingnya.41Di usia 18 tahun lulus daۦi Gymnasium (setingkat SMA) sesuai dengan tۦadisi dia melanjutkan kuliah di juۦusan kimia dan fisika di Univeۦsitas Jenewa namun dia keluaۦ dua tahun ۖeۦikutnya dan leۖih minat menadalami filsafat dan sastۦa di Univeۦsitas yang sama.42Pada awalnya dia mendalami linguistik ۖandingan kemudian selama 4 tahun dia di Leipzig melanjutkan studi doktoۦnya dalam ۖidang ۖahasa. Mempelajaۦi ۖahasa Peۦsia, Sansekeۦta, ۖahasa dalam ۦumpun

39 Feۦdinan de Saussuۦe, Pengantar Linguistik Umum, 376. 40 Iۖid, 376.

41 Iۖid, 377. 42 Iۖid, 380.


(53)

44

Indo Eۦopa hingga samapai menghasilkan kaۦya tesis doktoۦnya yang teۦkenal yaitu ۖeۦjudul Memoire sur le systeme primitif des voyelles dans les langues indo-europeennes (Memoiۦ tentang sistem huۦuf hidup Pۦimitif dalam Bahasa-ۖahasa Indo Eۦopa) teۦۦۖit di Lepzig pada ۖulan Desemۖeۦ 1878 ۗetak ulang di Paۦis 1887.43

Pada tahun 1880, Feۦdinand De Sauusuۦe pindah ke Peۦanۗis dan menetap di Paۦis. Dia mengikuti kuliah ۖahasa Iۦan daۦi J. Daۦmesteteۦ, ۖahasa Sansekeۦta daۦi A.Beۦgaigne.44Setelah daۦi Peۦanۗis Feۦdinand de Saussuۦe kemۖali ke Jenewa pada musim dingin 1891 dan menjadi guۦu ۖesaۦ tetap sampai tahun 1896 ۖahasa sansekeۦta dan ۖahasa-ۖahasa Indo Eۦopa.45Pada tahun-tahun teۦakhiۦ teۦutama saat diۖeۦi kepeۦۗayaan seۖagai Pۦofesoۦ ahli pada fakultas sastۦa dan Ilmu Sosial di Univeۦsitas Jenewa (teۦtanggal 8 Desemۖeۦ 1906) menggantikan Pۦof Wheۦtheimeۦ dengan mengampu kuliah Linguistik Umum, dan peۦۖandingan ۖahasa-ۖahasa Eۦopa seۦta mengajaۦ ۖahasa-ۖahasa Sansekeۦta disaat itulah Feۦdinand menemukan konsep teoۦi tentang huۖungan teoۦi tanda dan teoۦi ۖahasa.46ٱang dikenal dengan konsep teoۦi Stۦuktuۦalisme Linguistik ۖeۦpangkal pada signifiant dan signife, lantas langage, parole dan lague, seۦta sinkroni dan diakroni.47SedangkanFeۦdinand de Saussuۦe memang teۦkenal teoۦinya tentang tanda.48

43 Feۦdinan de Saussuۦe, Pengantar Linguistik Umum, 384. 44 Iۖid, 393.

45 Iۖid, 403. 46 Iۖid, 417.

47 K.Beۦtens, Filsafat Barat abad XX jilid II Perancis (Jakaۦta:Gۦamedia, 1985), 381.


(54)

45

Daۦi ۦangkaian studi yang ditempuh mulai daۦi Jenewa kemudian Peۦanۗis dan kemۖali ke jenewa lagi sampai ۖeliau menjadi guۦu ۖesaۦ, Feۦdinand de Saussuۦe leۖih minat dan ۖeۦgelut dalam dunia Filsafat dan Sosial khususnya pada Bidang Bahasa dan fokus konsentۦasi seۦta kajiannya ۖeۦtumpu pada peۦsoalan tanda dalam ۖahasa seۦta keseimۖangan tanda dalam gۦamatika maupun ۖunyi. Daۦi ۖidang teۦseۖut itulah Feۦdinand de Saussuۦe memۖangun kaۦya Linguistik ۖaۦu tentang tanda yang ۖeۦۖeda dengan Chaۦles Sandeۦs Pieۦۗe penemu teoۦi tanda yang peۦtama.

c. Teori Strukturalisme Ferdinand de Saussure

Kata stۦuktuۦ dapat diaۦtikan dengan kaitan-kaitan yang tetap dan

teۦatuۦ antaۦa kelompok-kelompok gejala.49Adapun stۦuktuۦalisme

meۦujuk pada suatu geۦakan intelektual yang ۖeۦpusat di Peۦanۗis di tahun 1960 an memahami ۖahwa fenomena hidup manusia tidak dapat dipahami keۗuali adanya saling keteۦhuۖungan antaۦa meۦeka dan huۖungan ini memۖentuk stۦuktuۦ.50Dalam pengeۦtian lain stۦuktuۦalisme adalah suatu ۗaۦa ۖeۦpikiۦ yang memandang suatu ۦealitas (al maujud) seۖagai suatu keseluۦuhan yang teۦdiۦi daۦi stۦuktuۦ-stۦuktuۦ yang saling ۖeۦkaitan meliputi tۦansfoۦmasi, keutuhan maupun penagatuۦan diۦi dalam sistem itu.51Bagi kaum stۦuktuۦalis manusia digamۖaۦkan seۖagai hasil stۦuktuۦ-stۦuktuۦ, tidak digamۖaۦkan seۖagai penۗipta stۦuktuۦ yang pemikiۦan ini

49 Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa mengungkap hakekat bahasa, makna dan tanda (Bandung:Rosdakaۦya, ۗet-2, 2009), 102.

50Simon Blaۗۖuۦn, Kamus Filsafat, Teۦjemahan ٱudi Santoso, 838. 51 Iۖid, 102.


(1)

166

dengan Pancasila sebagai dasar negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai

perekat sistem masyarakatnya.

4.

Penelitian ini hanya dilakukan sebatas pada analisa content isi dalam teori

semiotik Ferdinand de sauusure dalam bentuk porale, penanda dan pertanda

dalam kajian semiotika serta interpretasi

Syi’ir Tanpo Waton

dalam struktur

bait dalam rangkaian pesan, konsep dan gagasannya melalui kajian discourse

dalam bentuk wacana hermeineutika Pul Ricoure. Sehingga diperlukan

penelitian yang mendalam (

deep research

) mengenai dampak-dampak sosial,

budaya, dan psikologis pesan dakwah yang mungkin ditimbulkan oleh sebuah

Syi’ir yang memadukan antara simbol Jawa dan Arab.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar. Beberapa Madhab Dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa, 1985.

Abdullah, Taufiq. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 4 . Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.

Ahmad Hidayat, Asep. Filsafat Bahasa Mengungkap Hakekat Bahasa, Makna dan Tanda. Bandung: Rosdakarya, cet-2, 2009.

Ahmad Taufiq, Dardiri. .Nilai-Nilai Kemanusiaan dalam Puisi Moderen. Makalah disajikan dalam pertemuan dosen IAIN Yogyakarta, 1986.

Ahmad Zuhdi Muhdhlor, Atabik Ali. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak, 1996.

Aliyudin, & Enjang A.S. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis dan Praktis, Bandung: Widya Padjadjaran, 2009 .

Asnil Bambang Anri, Asnil. Pesan Dakwah dalam Sinetron Lorong Waktu 5: Analisis Isi Skenario. Skripsi—UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005.

Atjeh, Aboebakar. Pengantar Ilmu tarekat uraian tentang mistik . Solo: Ramadhani, 1988.

B.Rahmanto, & Dick Hartoko. Kamus Istilah Sastra. Yogyakarta: Kanisius, 1998.

Bakker Anton, Achnad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 2005.

Badri, Ali. Muhaadlaraatun fi-Ilmai Al-Arud wal-Qafiyah. Cairo: Al-Jaami’ah Al-Azhar, 1984.

Berita Surat Kabar Harian Bangsa, Jum’at 19 Agustus 2011.

Blacburn, Simon. Kamus Filsafat, Terjemahan Yudi Santoso.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Bleicher, Josef. Hermeneutika Kontemporer, terjemahan: Ahmad Norma Permata .Yogyakarta: Fajar Pustaka baru, 2003.

Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu sosial lainnya. Jakarta: Prenada Media Grup, 2011.


(3)

168

Bungin, M Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa.Jakarta: Kencana Media Grup, 2013.

Chaer, Abdul. Linguistik Umum . Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Darmawan, Andy. Ibda’ bi Nafsika. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.

Derek Saputri, Nikken. Syi’ir Tanpa Waton Kajian Semiotik. Sutasoma: Journal of Javanese Literature, Vol. 2, No. 1, 2013, .

Devito, Joseph A. Komunikasi Antar Manusia, terj. Agus Maulana ,Jakarta: Karisma Publiasing. t.th.

Ditha Amanda Putri, ”Interpretasi Simbol-simbol Komunikasi Yakuza dalam Novel Yakuza Moon Karya Shoko Tendo: Analisis Hermeneutika Paul Ricour tentang Interpretasi Yakuza” (Tesis—Universitas Padjadjaran, 2012), 38.

E. Sumaryono.

Hermeneutik sebuah metode filsafat

. Yogyakarta: Kanisius, 2009.

E. Sumaryono.

Hermeneutika Sebuah Metode

. Yogyakarta: Kanisius, 1999.

Endaswara, Suwandi. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori dan

Aplikasi. Yogyakarta: CAPS, 2013.

Fu’ad abdul Baqi, Muhammad. al-Mu’jam al-mufarras li al-fadhi al-Qur’an al-kariimi. Beirut Libanon: Darr al-Fikr, 1987.

Harb, Ali. Hermeneutika Kebenaran. Jogjakarta: LKIS, 2003.

Helmi, Masdar. Dakwah dalam Alam Pembangunan, cet ke-II .Semarang: Toha Putra, 1996.

Herusatoto, Budiono. Simbolisme dalam Budaya jawa. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2000.

J. Spencer, Trimingham. Madhab Sufi, terjemahan Lukman hakim .Bandung: Pustaka, 1999.

K.Bertens. Filsafat Barat abad XX jilid II Perancis. Jakarta: Gramedia, 1985.

Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik Ed ketiga .Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Kleiden, Ignas. Sastra Indonesia Dalam Enam Pertanyaan; Esai-Esai Sastra dan Budaya. Jakarta: Grafiti dan Fredoom institut, 2004.

Kuswarno, Engkus. Metode Penelitian Komunikasi Etnografi Komunikasi. Bandung: Widia Padjajaran, 2011.

Louise J.Philips, dan Mariane W Jorgensen. Analisis Wacana Teori dan Metode, Terjemahan Imam Suyitno dkk .Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.


(4)

169

Luxemburg, Jan Van dkk. Pengantar ilmu Sastra, di Indonesiakan oleh dick Hartono . Jakarta: Gramedia, 1992.

Lyons, Jhon. Pengantar Teori Linguistik, Terjemahan:Sutikno . Jakarta: Gramedia, 1995. M.S, Kaelan. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta: Paradigma,

2009.

Mahfudz, Ali. Hidayatul Mursyidin, cet ke-VII . Kairo: Daar el-Mishr, 1975. Majendra, Maheswara. Kamus Jawa Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Mahardika, tt.

Media Ummat, Minggu ke III dan Ke IV 2014, 16 Rajab-1 Sya’ban 1435 H

Morissan. Teori Komunikasi Individu hingga Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2013.

Muhaemin Abda, Slamet. Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah .Surabaya: Al Ikhlas, 1994.

Muhammad Fairus, A.W.Munawir. Kamus Al-Munawir Indonesia- Arab . Surabaya: Pustaka Progresif, 2007.

Mulyana, Dedy. Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosda Karya, 2010.

Mustafa, Shadiq Ar-Rafi’i. Tarikh Aadab Al-Aab Juz I . Beirut: Darul Kitab Al-Arabi, 1974.

Musthofa, al-Galaanii. Jaamiuu al-duruus al-A’raabiyah. Beirut: Al-maktabah al-Asiirih, 2000.

Muzakka, Moh. Kedudukan dan Fungsi Singir Bagi Masyarakat Jawa .Laporan Penelitian—Universitas Diponegoro, 2002.

Nawiroh, Vera. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2014. O.Kattsof, Louis. Pengantar Filsafat, terjemahan Soejono Soemargono .Yogyakarta:

Tiara Wacana, 2006.

Poespoprodjo, W. Hermeneutika. Bandung: Pustaka Setia, 2004. Poespoprodjo, W. Interpertrasi. Bandung: CV Remaja Karya, 1987.

Qutub, Sayyid. Islam dan Perdamaian Dunia . Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987. Rahman, Fachtur. Ikhtisar Musthalahul Hadits.Bandung: Al-Ma’arif, 1970, cet ke 12. Richad, E.Palmer. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Jogjakarta: Pustaka

Pelajar, 2003.

Ricour, Paul. Hermeneuticks and The Human Scienes . New York:The Press Syndicate of the University of Cambridge, 1981.


(5)

170

Ricour, Paul. Hermeneutika Ilmu Sosial, terjemahan Muhammad Sukri . Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006.

Saini dkk. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991.

Saussure, De Ferdinand. Pengantar Linguistik Umum, terjemahan Rahayu S Hidayat .Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1988.

Shihab, M.Quraish. Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, cet 2, ed 2013.

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi . Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2015.

Tim Prima Pena. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Gita Media Press, tt.

Titscher, Stefan. Metode Analisis Teks dan Wacana, terjemahan Ghazali dkk, ed. Abdul syukur Ibrahim . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

WHS, Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Lembaga Bahasa, 1998.

Winangsih Syam, Nina. Komunikasi Peradaban. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2014. Ya’qub, Hamzah. Publisstik Islam, Teknik Dakwah dan Leadership. Bandung: CV

Diponegoro, 1981.

Yahya Umar, Toha. Ilmu Dakwah. Jakarta: Wijaya, 1976.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Al-Qur’an, 1972.

Yunus, Mahmud. Kamus Umum Bahasa Arab. Jakarta: Lembaga Penterjemah Qur’an, 2004.


(6)