7
Tabel 2 Alokasi Alamat IP Jaringan
Perangkat Interface
Alamat IPv4 Alamat IPv6
Router R1 Lobridge 100.100.100.124
- Ether3
- 2002:c0a8:10::164
Ether2 192.168.10.124
- Router R2
Lobridge 100.100.100.224
- Ether1
192.168.10.224 -
Ether2 192.168.20.224
- Router R3
Lobridge 100.100.100.324
- Ether3
- 2002:c0a8:20::164
Ether2 192.168.20.124
- Client 1
LAN -
2002:c0a8:10::264 Client 2
LAN -
2002:c0a8:10::364 Client 3
LAN -
2002:c0a8:20::264 Client 4
LAN -
2002:c0a8:20::364 Tahap keempat: Implement, adalah tahapan implementasi sistem. Topologi
yang sudah dibuat pada tahap design diterapkan menggunakan perangkat- perangkat jaringan yang sudah dipersiapkan. Langkah selanjutnya dilakukan
proses konfigurasi baik dengan IPv6 maupun MPLS ke dalam sistem.
Tahap kelima, Operate, merupakan realisasi dan pengujian dari tahap design. Proses pengoperasian ini disertai dengan analisis terhadap kinerja
jaringan. Kinerja jaringan yang sudah dibangun akan dianalisis sesuai parameter delay, jitter, packet loss dan throughput.
Tahap keenam, Optimize, dilakukan dengan cara menganalisis kinerja jaringan yang telah dibuat, selanjutnya data yang diperoleh dari proses analisis
dikaji lagi sampai didapat hasil yang maksimal. Pada penelitian ini tahapan ini tidak dilakukan karena hanya akan terfokus pada proses analisis kinerja jaringan
IPv6 tunneling 6to4 dengan MPLS untuk aplikasi teleconference.
4. Hasil dan Pembahasan
Hasil dan pembahasan merupakan bagian yang menampilkan tahapan implementasi, pengujian dan hasil analisis disertai pembahasannya. Dalam
penelitian ini dilakukan 5 tahapan konfigurasi yang mencakup konfigurasi router, tunneling 6to4, MPLS, konfigurasi client dan konfigurasi aplikasi homer. Tahapan
yang pertama adalah konfigurasi router. Konfigurasi awal pada setiap router
8
adalah penamaan yang bertujuan untuk mempermudah identifikasi pada router yang digunakan. Penamaan pada setiap router akan sangat membantu dalam
proses konfigurasi selanjutnya.
Penelitian ini menggunakan metode transisi tunneling 6to4, oleh sebab itu sebagai dasar jaringan, dilakukan konfigurasi IPv4 pada masing-masing router
sesuai dengan alokasi pengalamatan pada Tabel 1. Routing protokol yang digunakan untuk menghubungkan antar router adalah static routing. Langkah
pengujian untuk mengetahui konektivitas yang terbangun antar router dalam jaringan IPv4 dilakukan dengan perintah ping. Selain itu proses routing terhadap
perangkat yang bertetangga dan saling terhubung dengan router tersebut dapat dilihat menggunakan perintah ip neighbor print. Gambar 6 menunjukkan
konektivitas yang terbangun pada salah satu router R1.
Gambar 6 Hasil Pengujian Ping Static Route IPv4 pada R1
Konfigurasi berikutnya adalah IPv6 yang diimplementasikan pada router 1 R1 dan router 3 R3. Pada router 2 R2 tidak di konfigurasikan IPv6 karena
metode transisi yang digunakan adalah tunneling 6to4 yang mana berjalan pada infrastruktur IPv4. Pengujian konektivitas router yang sudah dikonfigurasikan
IPv6 dapat dilakukan dengan menggunakan perintah ping ataupun dengan melihat ip neighbor. Gambar 7 merupakan konektivitas yang sudah terbangun pada salah
satu router R1.
Gambar 7 Hasil Pengujian Ping Static Route IPv6 pada R1
Implementasi konfigurasi tunneling 6to4 dilakukan pada router R1 dan R3 agar dapat saling berhubungan melalui R2 yang merupakan jaringan IPv4. Hal
penting yang diperlukan dalam proses konfigurasi interface tunneling 6to4 adalah penetapan local-address dan remote-address. Local-address memiliki pengertian
sumber alamat IPv4 yang terdapat pada router, sedangkan remote-address adalah alamat IPv4 dari router tujuan. Sama halnya dengan proses routing IPv4 yang
sebelumnya digunakan untuk menghubungkan jaringan IPv4, implementasi routing protokol pada jaringan IPv6 adalah static route. Pemilihan static route
9
dikarenakan ruang lingkup penelitian yang relatif lebih kecil, tanpa adanya pertumbuhan jaringan yang signifikan hanya melibatkan 4 client.
Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan konfigurasi MPLS kedalam jaringan. Konsep MPLS Multiprotocol Label Switching yang dibangun
dalam jaringan pada penelitian ini melibatkan 3 router, baik R1, R2 dan R3. Konfigurasi yang dilakukan adalah untuk proses pendistribusian label informasi
pada setiap router. Implementasi MPLS pada ketiga router dilakukan dengan mengkonfigurasi MPLS LDP. Cara mengaktifkan MPLS LDP di tiap-tiap router
dengan menyetting enabled=yes. Selanjutnya konfigurasi yang digunakan sebagai lsr-id dan transport-address adalah loopback address. Proses pengujian dari hasil
konfigurasi MPLS pada ketiga router R1, R2 dan R3 dapat dilakukan dengan melihat neighbor label router. Perintah untuk menampilkan informasi mengenai
neighbor label distribution pada ketiga router adalah mpls ldp neighbor print. Gambar 8 adalah hasil pengujian MPLS sudah berjalan dengan baik.
Gambar 8 Hasil Pengujian Konfigurasi MPLS pada setiap Router R1, R2 dan R3
Konfigurasi IPv6 dilakukan setelah konfigurasi MPLS di setiap router dalam jaringan selesai dan berjalan baik. Konfigurasi pengalamatan IPv6
diimplementasikan pada setiap client yang digunakan dalam penelitian. Dalam implementasi IPv6 address dibutuhkan konfigurasi alamat gateway yang
merupakan IPv6 address dari router yang terhubung dengan client bersangkutan. Sebagai contoh, alamat gateway dari client 1 adalah alamat IPv6 R1, karena R1
merupakan router yang terhubung langsung dengannya. Demikian selanjutnya dilakukan pada client 2, 3 dan 4 hingga semua client dalam jaringan dapat saling
terhubung satu sama lain. Gambar 9 merupakan hasil konfigurasi IPv6 di salah satu client.
Gambar 9 Hasil Konfigurasi IPv6 Address pada Laptop-Client 1
Tahapan terakhir setelah jaringan terbangun adalah mengkonfigurasikan aplikasi teleconference yang dipakai dalam penelitian. Homer adalah software
video conference yang digunakan untuk proses teleconferencing pada penelitian ini. Homer dipilih karena aplikasi ini mendukung untuk pemakaian IPv4 dan
10
IPv6. Selain itu homer juga mampu memberikan layanan video conference tanpa harus membangun suatu server. Konfigurasi aplikasi ini meliputi konfigurasi
identity, alamat IPv6 dan add contact. Pengalamatan IPv6 pada homer secara otomatis mendeteksi alamat IPv6 yang telah terkonfigurasi pada laptop client
sehingga tidak diperlukan pengaturan secara manual.
Gambar 10 Proses Komunikasi antar Client
Gambar 10 menunjukkan aplikasi homer yang berjalan dengan baik. Pengujian dan proses analisis hasil kinerja jaringan dilakukan setelah tahap
konfigurasi baik jaringan maupun laptop client selesai dan berjalan baik. Pengujian dalam penelitian ini diukur menggunakan parameter jitter, delay,
packet loss, dan throughput. Percobaan dilakukan sebanyak 20 kali, masing- masing selama 10 menit kemudian dibuat perbandingan kinerja kedua jaringan.
Software wireshark digunakan untuk mengcapture setiap proses dan paket data yang melintas dalam jaringan pada saat pengujian. Data yang terekam pada
aplikasi wireshark berupa protokol UDP, kemudian didecode menjadi protokol RTP yang merupakan trafik data video dan audio yang dihasilkan saat komunikasi
teleconferencing berlangsung. Hasil dari proses capture wireshark selanjutnya dipakai untuk proses analisis dan membandingkan kinerja jaringan mengenai
penggunaan MPLS pada jaringan IPv6 dengan tunneling 6to4 untuk kegiatan teleconference.
Gambar 11 merupakan contoh hasil capture paket data pada salah satu interface jaringan MPLS IPv6 tunneling 6to4. Pada Gambar 11 terdapat beberapa
protocol yang diidentifikasi dari proses pengcapturan paket pada salah satu interface dalam jaringan. Ethernet berguna mengidentifikasi alamat sumber
maupan tujuan berdasarkan mac address perangkat tersebut. Internet Protocol Version 6 berguna mengidentifikasi alamat sumber dan tujuan berdasarkan alamat
IPv6 yang terkonfigurasi pada tiap perangkat. User Protocol Diagram berguna untuk mengidentifikasi alamat sumber dan tujuan berdasarkan port yang
digunakan pada saat transfer data. Data digunakan untuk mengidentifikasi data yang dikirim dalam bentuk hexadecimal, serta menunjukkan besarnya ukuran data
dalam satuan bytes.
11
Gambar 11
Capture Paket Data pada Jaringan
Proses analisis dalam penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan skenario pengujian, yaitu melibatkan 2 client dan 4 client. Penambahan jumlah client
dalam jaringan dilakukan dengan maksud mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan MPLS dalam jaringan IPv6 menggunakan metode transisi tunneling
6to4 untuk teleconference apabila melibatkan jumlah client yang lebih banyak. Bit rate yang digunakan pada proses teleconference sebesar 254 kbps. Codec yang
dipakai untuk transfer audio adalah G.722, sedangkan video adalah H.263 yang masing-masing tersetting secara default pada aplikasi homer. G.722 merupakan
codec audio yang distandarisasi oleh ITU-T, 1 sesi komunikasi menggunakan codec ini membutuhkan kapasitas bandwidth sebesar minimal 32 kbps up dan 32
kbps down tiap channel. H.263 adalah salah satu codec video yang dioptimalkan untuk memproses komunikasi video dengan kualitas bitrate rendah. Proses
analisis difokuskan pada pengukuran kualitas kinerja kecepatan transfer data jaringan IPv6 tunneling 6to4 dengan konfigurasi MPLS untuk teleconference.
Hasil analisis tersebut kemudian dibandingkan dengan jaringan IPv6 tanpa MPLS untuk mengetahui seberapa besar efisiensi penerapan MPLS dalam mempengaruhi
kinerja jaringan berdasarkan nilai parameter delay, jitter, packet loss dan throughput.
Penentuan nilai delay diperoleh melalui selisih waktu pengiriman paket data yang berlangsung dari sumber pengirim ke tujuan penerima berdasarkan hasil
capture wireshark pada 20 kali pengujian tiap client. Delay maksimum yang direkomendasikan oleh ITU untuk aplikasi suara adalah 150 ms, dan yang masih
bisa diterima pengguna adalah 250 ms. Hasil pengujian nilai delay jaringan dengan melibatkan 2 client ditunjukkan melalui grafik seperti pada Gambar 12.
konfigurasi jaringan IPv6 tunneling 6to4 tanpa MPLS menghasilkan rata-rata nilai delay sebesar 19,7820 ms. Nilai delay tertinggi dihasilkan pada pengujian ke-2,
dengan nilai delay yang mencapai 20,3887 ms. Sedangkan nilai terendah terjadi pada pengujian ke-9, dengan nilai delay sebesar 19,3050 ms. Sedangkan pada
jaringan dengan konfigurasi MPLS IPv6 tunneling 6to4 dihasilkan rata-rata nilai delay sebesar 19,6047 ms. Nilai delay tertinggi terjadi pada pengujian ke-8,
dengan nilai delay yang mencapai 20,0352 ms. Sedangkan nilai terendah terjadi pada pengujian ke-11, dengan nilai delay 19,1379 ms. Rata-rata nilai delay
jaringan IPv6 tunneling 6to4 dengan konfigurasi MPLS memiliki nilai selisih
12
yang lebih kecil sebesar 0,1773 ms jika dibanding dengan rata-rata delay yang dihasilkan pada jaringan tanpa MPLS.
Gambar 12 Perbandingan Nilai Delay ms dengan melibatkan 2 Client
Gambar 13 Perbandingan Nilai Delay ms dengan melibatkan 4 Client
Hasil pengujian nilai delay jaringan dengan melibatkan 4 client ditunjukkan melalui grafik seperti pada Gambar 13. Jaringan dengan konfigurasi IPv6
memiliki rata-rata nilai delay yang dihasilkan sebesar 22,1375 ms. Nilai delay tertinggi terjadi pada pengujian ke-19, dengan nilai delay yang mencapai 23,5053
ms. Sedangkan nilai delay terendah terjadi pada pengujian ke-6 sebesar 21,3085 ms. Nilai rata-rata tersebut berselisih 0,2460 ms jika dibanding dengan rata-rata
delay yang dihasilkan jaringan dengan konfigurasi IPv6 dengan MPLS sebesar 21,8915 ms. Nilai delay tertinggi terjadi pada pengujian ke-13, dengan nilai delay
yang mencapai 23,1297 ms. Sedangkan nilai terendah terjadi pada pengujian ke- 18, dengan nilai delay 21,1345 ms.
Hasil dari analisis delay pada kedua skenario pengujian jaringan baik menggunakan 2 client maupun 4 client menunjukkan kinerja jaringan IPv6 yang
dikonfigurasi dengan MPLS lebih baik dibandingkan jaringan tanpa MPLS. Hal ini tidak lepas dari adanya proses perlabelan paket yang dikirim melalui jaringan
konfigurasi MPLS yang membuat proses pertukaran data menjadi lebih cepat.
13
Proses pengiriman paket data dari alamat sumber tidak harus memakan waktu lama dalam mencari rute untuk mencapai alamat tujuan. Hal ini dikarenakan
dalam MPLS pengiriman paket dari alamat sumber ke tujuan ditentukan berdasarkan informasi yang melekat pada label di tiap paket yang bersangutan.
Mekanisme proses pengiriman data dalam jaringan MPLS awalnya memang membutuhkan waktu dikarenakan adanya proses penambahan dan penghapusan
label, akan tetapi ketika proses itu sudah selesai maka transfer data yang terjadi akan lebih cepat. Pengecekkan paket hanya dilakukan sekali pada saat paket
tersebut pertama kali memasuki jaringan, sehingga lebih mempersingkat waktu pengiriman. Pada jaringan IPv6 tanpa MPLS memiliki nilai delay yang sedikit
lebih tinggi karena pada metode tunneling 6to4 paket IPv6 nantinya akan dienkapsulasi kedalam header IPv4 sehingga membutuhkan proses yang lama
dalam hal pengiriman paket data tanpa adanya mekanisme perlabelan seperti pada jaringan MPLS. Hal ini juga mempengaruhi antrian yang terjadi dalam jaringan
sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.
Gambar 14 Hasil Capture Jaringan MPLS dengan Delay Tinggi
Melihat pada grafik yang ditampilkan Gambar 12 dan Gambar 13 terjadi kondisi dimana jaringan MPLS IPv6 tunneling 6to4 menghasilkan nilai delay
yang lebih besar. Beberapa percobaan diantaranya adalah percobaan ke 4 dan 18 pada jaringan yang melibatkan 2 client serta percobaan ke 2, 7, 9, 10 dan 13 pada
jaringan yang melibatkan 4 client. Kondisi demikian dapat terjadi disebabkan faktor besarnya trafik yang diproses dalam jaringan, salah satunya adalah
intensitas terjadinya proses neighbor discovery yang cukup banyak pada percobaan-percobaan tersebut. Hal ini membuat pemrosesan paket di tiap
perangkat baik laptop client maupun router menjadi lebih lama karena harus memroses pesan neighbor solicitation dan neighbor advertisement berulang
ulang. Besarnya gangguan jaringan pada percobaan juga dibuktikan dengan proses capture paket dengan status unreachable destination. Besarnya gangguan dalam
jaringan ini juga dibuktikan dengan banyaknya paket berstatus destination unreachable pada masing-masing percobaan. Gambar 14 merupakan hasil capture
data pada salah satu percobaan jaringan MPLS yang menghasilkan nilai delay lebih tinggi.
Jitter merupakan variasi dari nilai delay, sehingga untuk mengetahui kinerja jaringan yang sudah dibangun perlu dilakukan pengamatan pada nilai jitter. Hasil
14
pengujian nilai jitter jaringan dengan melibatkan 2 client ditunjukkan melalui grafik pada Gambar 15. Nilai jitter tertinggi yang dihasilkan pada jaringan IPv6
tanpa MPLS terjadi pada pengujian ke-2 sebesar 15,4960 ms. Sedangkan nilai terendah terjadi pada pengujian ke-9, dengan nilai 14,4158 ms. Sedangkan pada
jaringan IPv6 dengan MPLS jitter tertinggi terjadi pada pengujian ke-8, dengan nilai jitter yang mencapai 15,1430 ms. Sedangkan nilai terendah terjadi pada
pengujian ke-11, dengan jitter sebesar 14,2416 ms. Rata-rata nilai jitter yang dihasilkan jaringan IPv6 tanpa MPLS sebesar 14,8581 ms. Nilai tersebut
berselisih 0,1561 ms jika dibanding dengan rata-rata jitter yang dihasilkan jaringan IPv6 dengan MPLS yang sebesar 14,7020 ms.
Gambar 15 Perbandingan Jitter ms dengan melibatkan 2 Client
Gambar 16 Grafik Perbandingan Nilai Jitter ms dengan melibatkan 4 Client
Gambar 16 adalah grafik dari hasil pengujian nilai jitter pada jaringan yang melibatkan 4 client. Nilai jitter tertinggi jaringan IPv6 tanpa MPLS terjadi
pada pengujian ke-19, dengan jitter mencapai 18,6121 ms. Nilai terendah terjadi pada pengujian ke-6, dengan jitter sebesar 16,4790 ms. Rata-rata nilai jitter yang
diperoleh pada jaringan IPv6 tanpa MPLS adalah sebesar 17,2318 ms. Sedangkan pada jaringan dengan MPLS nilai jitter tertinggi terjadi pada pengujian ke-13,
dengan jitter yang mencapai 18,2401 ms. Nilai terendah terjadi pada pengujian
15
ke-18, dengan jitter sebesar 16,2450 ms. Rata-rata nilai jitter yang diperoleh pada jaringan IPv6 dengan MPLS adalah sebesar 17,0617 ms. Jadi sesuai data yang
diperoleh nilai jitter pada jaringan MPLS lebih kecil jika dibandingkan dengan jaringan tanpa MPLS dengan selisih nilai rata-rata sebesar 0,1701 ms.
Berdasarkan rata-rata nilai jitter pengujian teleconferencing melibatkan 2 maupun 4 client diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa proses
teleconferencing pada jaringan IPv6 dengan MPLS memiliki kinerja lebih baik jika dibandingkan jaringan tanpa MPLS. Hal ini dikarenakan besarnya nilai jitter
juga dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai delay dalam suatu jaringan. Semakin besar nilai jitter akan semakin berpengaruh pada kualitas
suara dan gambar yang dihasilkan pada saat melakukan teleconferencing. Pada jaringan dengan konfigurasi MPLS, proses transfer data yang terjadi lebih cepat
dikarenakan proses mekanisme perlabelan mampu mempengaruhi padatnya antrian dan tumbukan data yang terjadi dalam jaringan. Hal ini membuat nilai
jitter jaringan dengan MPLS lebih kecil jika dibandingkan dengan jaringan tanpa MPLS.
Melihat pada grafik yang ditampilkan Gambar 15 dan Gambar 16, percobaan ke 18 jaringan yang melibatkan 2 client terjadi kondisi dimana jaringan
MPLS IPv6 tunneling 6to4 menghasilkan nilai jitter yang lebih besar dengan selisih cukup tinggi. Begitu juga dengan percobaan ke 2, 7, 9, 10 dan 13 pada
jaringan MPLS IPv6 tunnelling 6to4 yang melibatkan 4 client yang menghasilkan kondisi serupa. Berdasarkan hasil analisis, hal ini dapat terjadi dikarenakan
pengaruh besarnya nilai delay yang dihasilkan pada masing-masing percobaan tersebut. Contohnya dengan adanya delay yang disebabkan neighbor discovery
maupun delay yang disebabkan oleh perangkat jaringan. Masing-masing perangkat jaringan memiliki spesifikasi yang berbeda-beda yang juga berpengaruh
pada proses transmisi paket. Delay antrian yang terjadi pada perangkat jaringan, baik itu switch, router maupun laptop client juga dapat menyebabkan
pertambahan nilai jitter dalam jaringan.
Packet loss merupakan hilangnya sebagian paket saat terjadinya proses transfer data. Satuan yang digunakan untuk mengukur besarnya jumlah packet
loss adalah . Gambar 17 merupakan grafik perbandingan nilai paket loss proses teleconferencing pada jaringan IPv6 dengan MPLS dan tanpa MPLS dengan
melibatkan 2 client. Perbandingan tersebut diketahui dengan menghitung rata-rata persentase nilai packet loss masing-masing jaringan. Pada jaringan IPv6 tanpa
MPLS packet loss terendah terjadi pada pengujian ke-17 dengan persentase sebesar 0,772. Nilai packet loss tertinggi terjadi pada pengujian ke-13 dengan
persentase sebesar 1,778. Sedangkan pada jaringan IPv6 dengan MPLS nilai packet loss terendah terjadi pada pengujian ke-19 dengan persentase sebesar
0,502. Nilai packet loss tertinggi terjadi pada pengujian ke-13 dengan persentase sebesar 1,617. Rata-rata persentase nilai packet loss jaringan IPv6
dengan MPLS adalah sebesar 1,023. Hasil tersebut lebih kecil dari rata-rata persentase nilai packet loss pada jaringan tanpa MPLS yang sebesar 1,148. Nilai
selisih packet loss yang dihasilkan kedua jaringan adalah sebesar 0,125.
16
Gambar 17 Grafik Perbandingan Nilai Packet Loss melibatkan 2 Client
Gambar 18 Perbandingan Nilai Packet Loss dengan melibatkan 4 Client
Hasil perbandingan pengujian packet loss jaringan dengan melibatkan 4 client ditunjukkan melalui grafik pada Gambar 18. Pada jaringan IPv6 tanpa
MPLS memiliki rata-rata nilai packet loss sebesar 1,908. Nilai persentase packet loss terendah terjadi pada pengujian ke-18 sebesar 0,897. Sedangkan nilai
persentase packet loss tertinggi terjadi pada pengujian ke-19 sebesar 2,791. Rata-rata nilai packet loss tersebut berselisih 0,412 lebih besar jika dibanding
dengan rata-rata packet loss yang dihasilkan jaringan dengan konfigurasi IPv6 dengan MPLS sebesar 1,720. Nilai persentase packet loss terendah terjadi pada
pengujian ke-5 sebesar 0,842. Sedangkan nilai persentase packet loss tertinggi terjadi pada pengujian ke-13 sebesar 2,602.
Hasil analisis packet loss pada kedua jaringan baik melibatkan 2 client maupun 4 client diperoleh bahwa nilai packet loss jaringan IPv6 dengan MPLS
lebih rendah jika dibanding jaringan IPv6 tanpa MPLS. Hal ini disebabkan karena MPLS dapat mempermudah serta mempercepat proses pengiriman paket data
sesuai informasi pada label yang dienkapsulasi disetiap paket tersebut. Oleh sebab itu dengan adanya MPLS, jaringan IPv6 dapat meminimalisasi waktu antrian yang
terjadi dalam jaringan, sehingga menyebabkan nilai packet loss lebih rendah. Nilai packet loss yang terjadi juga dipengaruhi oleh besarnya gangguan yang terjadi
17
dalam jaringan pada saat proses transfer data berlangsung. Paket yang terlalu lama berada dalam antrian akan dapat hilang dan tidak sampai ke alamat tujuan.
Berdasarkan pengujian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan teknologi MPLS ke dalam suatu jaringan memberikan dampak positif,
dikarenakan mampu meminimalisasi besarnya packet loss.
Gambar 19 Hasil Capture Jaringan MPLS dengan Packet Loss Tinggi
Melihat grafik yang ditampilkan pada Gambar 17 dan Gambar 18 terjadi kondisi dimana packet loss jaringan dengan MPLS lebih tinggi dibanding jaringan
tanpa MPLS. Pada jaringan melibatkan 2 client seperti terjadi pada percobaan ke 4, sedangkan jaringan melibatkan 4 client terjadi pada percobaan ke 4, 7, 9, 13
dan 18. Kondisi tersebut dapat terjadi dikarenakan proses indentifikasi rute dalam jaringan tidak dikenali dengan status no route to destination pada percobaan
bersangkutan, sehingga mengakibatkan paket gagal terkirim. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 19 yang merupakan hasil capture jaringan MPLS
dengan packet loss tinggi.
Selain itu terdapat pengaruh dari paket yang tidak berhasil terkirim tersebut, yaitu dalam bentuk status wrong sequence yang datap dilihat melalui proses
streaming analisis pada percobaan teleconference bersangkutan. Wrong sequence sendiri merupakan penanda dari adanya hilangnya paket data atau paket loss yang
juga diakibatkan oleh pengaruh paket dengan status destination unreachable pada proses streaming teleconference. Gambar 20 merupakan capture tampilan wrong
sequence pada salah satu percobaan jaringan MPLS yang menghasilkan packet loss tinggi.
Gambar 20 Wrong Sequence Jaringan MPLS dengan Packet Loss Tinggi
18
Gambar 20 merupakan proses stream analisis pada paket yang dikirim dari alamat 2002:c0a8:10::3 menuju ke 2002:c0a8:20::3. Pada proses tersebut terjadi
lompatan paket data RTP yang disebabkan pengaruh packet loss. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pertambahan jumlah packet loss dalam jaringan adalah
kemampuan dan kapasitas perangkat untuk menyediakan bandwidth yang cukup untuk proses pengiriman paket data. Terjadinya retransmisi paket di setiap
perangkat dapat mengurangi efisiensi jaringan secara keseluruhan, meskipun jumlah bandwidth cukup tersedia untuk aplikasi yang digunakan.
Gambar 21 Perbandingan Nilai Throughput dengan melibatkan 2 Client
Throughput merupakan jumlah paket pada proses teleconferencing yang berhasil dikirim hingga tujuan, dibagi lamanya waktu pengiriman. Satuan yang
digunakan dalam perhitungan throughput adalah Mbitsec. Perhitungan throughput dilakukan untuk mengetahui aliran data dalam jaringan pada saat
proses transfer data berlangsung. Hasil perbandingan nilai throughput kedua jaringan baik IPv6 dengan MPLS maupun tanpa MPLS yang melibatkan 2 client
ditunjukkan dengan grafik pada Gambar 21.
Pada jaringan IPv6 tanpa MPLS diperoleh hasil rata-rata nilai throughput sebesar 1,253 Mbitsec. Nilai terendah terdapat pada pengujian ke-2, yaitu sebesar
1,211 Mbitsec. Sedangkan nilai throughput tertinggi terjadi pada percobaan pengujian ke-9 yaitu sebesar 1,296 Mbitsec. Pada jaringan IPv6 dengan MPLS
menghasilkan nilai rata-rata throughput sebesar 1,272 Mbitsec. Nilai throughput terendah terjadi pada percobaan pengujian ke-8 sebesar 1,231 Mbitsec.
Sedangkan nilai throughput tertinggi terjadi pada pengujian ke-11 sebesar 1,311 Mbitsec.
Gambar 25 merupakan grafik perbandingan nilai throughput jaringan IPv6 dengan MPLS dan tanpa MPLS yang melibatkan 4 client. Melihat grafik yang
ditampilkan pada Gambar 25 diketahui bahwa nilai throughput terendah yang dihasilkan pada jaringan IPv6 tanpa MPLS terdapat pada percobaan pengujian ke-
19 sebesar 1,803 Mbitsec. Sedangkan nilai tertinggi terdapat pada percobaan pengujian ke-6, sebesar 1,973 Mbitsec. Pada jaringan IPv6 dengan MPLS nilai
throughput terendah terjadi pada percobaan pengujian ke-13 dengan nilai sebesar 1,810 Mbitsec. Nilai tertinggi terjadi pada pengujian ke-18 yaitu sebesar 1,994
Mbitsec. Rata-rata nilai throughput yang dihasilkan jaringan dengan MPLS
19
adalah sebesar 1,920 Mbitsec, nilai tersebut berselisih 0,024 Mbitsec lebih besar jika dibanding jaringan tanpa MPLS yang memiliki rata-rata nilai throughput
sebesar 1,896 Mbitsec.
Gambar 25 Perbandingan Nilai Throughput Mbitsec dengan melibatkan 4 Client
Nilai throughput yang dihasilkan kedua jaringan baik melibatkan 2 maupun 4 client menunjukkan bahwa jaringan IPv6 tunneling 6to4 yang dikonfigurasi
dengan MPLS memiliki throughput yang lebih besar. Hal ini tidak lepas dari adanya mekanisme penambahan label pada paket data yang terjadi dalam MPLS.
Mekanisme labeling memungkinkan jumlah paket yang dikirimkan sampai ke alamat tujuan lebih terjamin, dikarenakan router-router dalam jaringan tidak
harus melakukan proses ip route yang memakan waktu lama pada setiap pengiriman paket. Semakin tinggi jumlah paket yang mengalami kegagalan pada
saat diterima oleh alamat tujuan menyebabkan nilai throughput semakin rendah.
Melihat grafik yang ditampilkan pada Gambar 24 dan Gambar 25 terjadi kondisi dimana nilai throughput jaringan dengan MPLS lebih tinggi dibanding
jaringan tanpa MPLS. Pada jaringan melibatkan 2 client terjadi pada percobaan ke 4 dan 8, sedangkan jaringan melibatkan 4 client terjadi pada percobaan ke 2, 7, 9,
10 dan 13. Hal ini terjadi dipengaruhi oleh nilai delay yang terjadi pada masing- masing percobaan. Ketika nilai delay meningkat maka menyebabkan paket yang
berhasil sampai ke tujuan menjadi sedikit, maka nilai throughput pun menjadi lebih kecil. Apabila diperhatikan terdapat keterkaitan antara nilai delay dan
throughput yang dihasilkan pada tiap percobaan tersebut.
Berdasarkan hasil analisis dari pengujian kinerja jaringan IPv6 tunneling 6to4 dengan implementasi MPLS yang digunakan untuk proses teleconferencing
baik dengan dengan melibatkan 2 client dan 4 client menunjukkan bahwa sebagian besar percobaan memiliki hubungan saling terkait dalam perhitungan
parameter. Dimana nilai delay yang terjadi dalam jaringan dapat mempengaruhi nilai jitter, packet loss dan throughput. Ketika nilai delay meningkat maka nilai
jiiter akan meningkat dan mempengaruhi jumlah packet loss. Nilai throughput yang dihasilkan juga semakin rendah, hal ini terjadi dikarenakan banyaknya
jumlah paket data yang tidak mencapai tujuannya.
20
5. Simpulan