RESPON PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT RAMPAI (Lycopersicon pimpineliffolium) DENGAN SISTEM IRIGASI BAWAH PERMUKAAN (Sub Surface Irrigation)RESPON PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT RAMPAI (Lycopersicon pimpineliffolium) DENGAN SISTEM IRIGASI BAWAH PERMUKAAN (Sub Surfac
ABSTRACT
GROWTH RESPONSE OF RAMPAI TOMATO (Lycopersicon pimpinellifolium) UNDER THE SURFACE IRRIGATION SYSTEM
By
ANNA SEPTIANA
This research was aimed to analyze the growth response of rampai tomato plant to subsurface irrigation systems at different depths of water source. Experiment was conducted in a completely randomized design with four replications. Treatment consisted of 5 different depths of growing media: T1: 15 cm, T2: 20 cm , T3: 25cm, T4: 30 cm, and T5: 35 cm. The variables observed were evapotranspiration (ETc), irrigation water requirement, plant growth, and yield. The results showed that the T4 (30cm depth) is the best response of plants, with average ETc/day of 11.2 mm for vegetative phase and 41.1 ETc/day mm for generative phase. The tomato in this treatment produced an average weight of 1.43 gr/plant for 3 time harvest.
(2)
ABSTRAK
RESPON PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT RAMPAI (Lycopersicon pimpineliffolium) DENGAN SISTEM IRIGASI BAWAH
PERMUKAAN (Sub Surface Irrigation) Oleh
ANNA SEPTIANA
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon pertumbuhan tanaman tomat rampai terhadap sistem irigasi bawah permukaan pada berbagai ketinggian media tanam dari sumber irigasi. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 kali ulangan yang terdiri dari3 kali ulangan pada tanaman dan 1 kali ulangan pada media tanpa tanaman, dengan ketinggian tanah yang berbeda-beda dari sumber air irigasi bawah permukaan, yaitu : T1:15 cm, T2:20 cm, T3:25cm, T4:30 cm, dan T5:35 cm. Variabel yang diamati adalah (ETc), kebutuhan air irigasi, pertumbuhan dan hasil tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada media tanam T4 (30 cm) merupakan respon tanaman yang paling baik, dengan rata-rata ETc 11,2 mm/hari fase vegetatif dan 41,1 mm/hari fase generatif, serta menghasilkan rata-rata berat buah tomat rampai 1,43 gr/pohon selama 3 kali panen.
(3)
(4)
RESPON PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT RAMPAI (Lycopersicon pimpinellifolium) DENGAN SISTEM IRIGASI BAWAH PERMUKAAN
(Sub Surface Irrigation)
Oleh
Anna Septiana
Skripsi
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2014
(5)
(6)
(7)
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabumi Lampung Utara, Provinsi Lampung pada tanggal 07 September 1992, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Aris Munandar dan Ibu Nursilawati S.Pd. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Jagaraga, Lampung Barat pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama (SMP) penulis selesaikan di SMP Negeri 1 Sukau Lampung Barat pada tahun 2007, dan selanjutnya menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Liwa Lampung Barat pada tahun 2010.
Pada Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Penerimaan Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Pada tahun 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. S.P.E.A.K, dengan judul “Mempelajari Teknik Pengeboran dan Pengolahan AirTanah Di Desa Sukamanjur TanjungKaarang Timur Bandar Lampung” selama 30 hari mulai tanggal 1 Juli 2013 sampai dengan 3 Agustus 2013. Penulis juga penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Labuhan Ratu Tiga, Kecamatan Labuhan Ratu KabupatenLampung Timur selama 40 hari.
(9)
“
Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Barang siapa yang mendapat hikmah itu
Sesungguhnya ia telah mendapat kebajikan yang banyak.
Dan tiadalah yang menerima peringatan
melainkan orang- orang yang berakal”.
(Q.S. Al-Baqarah: 269)
“...kaki yang akan berjalan lebih jauh, tangan yang akan berbuat lebih
banyak, mata yang akan menatap lebih lama, leher yang akan lebih
sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari
baja, dan hati yang
akan bekerja lebih keras, serta mulut yang akan
selalu berdoa...” - 5cm.
Sukses dalam hidup tidak ditentukan oleh kartu baik, tetapi dengan
cara memainkan kartu yang buruk dengan baik
Jangan pernah memperlambat langkah apalagi berhenti sekedar untuk
menunggu saya karena saya yang akan berlari mengejar anda,
kalaupun kita tidak bersama digaris finis itu berarti saya telah sampai
(10)
Alhamdulllahirabbil’alamin…. Alhamdulllahirabbil ‘alamin….
Alhamdulllahirabbil alamin….
Akhirnya aku sampai ke titik ini,
sepercik keberhasilan yang Engkau hadiahkan padaku ya Rabb
Tak henti-hentinya aku mengucap syukur pada_Mu ya Rabb
Semoga karya ini menjadi amal shaleh bagiku dan menjadi kebanggaan
bagi keluargaku tercinta.
Ku persembahkan karya ini…
untuk seseorang yang menginjeksikan segala idealisme, prinsip,
edukasi dan kasih sayang berlimpah dengan wajah datar menyimpan
kegelisahan ataukah perjuangan yang tidak pernah ku ketahui, namun
tenang temaram dengan penuh kesabaran dan pengertian luar biasa
Ayahandaku tercinta (ARIS MUNANDAR)
Yang telah memberikan segalanya untukku.
Serta belahan jiwa ku bidadari surgaku yang tanpamu aku bukanlah
siapa-siapa di dunia fana ini Ibundaku tersayang
(NURSILAWATI,SP.d)
Kepada Adik-Adikku (LIA QELINA MUNANDAR), (DHANI
RESTU MUNANDAR ) terima kasih tiada tara atas harapan dan
kesabaran dalam menanti keberhasilanku ..
Serta
Almamater Tercinta Universitas Lampung
Teknik Pertanian
(11)
SANWACANA
Puji syukur Alhamudillah penulis panjatkan ke Hadhirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul
”RESPON PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT RAMPAI (Lycopersicum Pimpinellifolium) DENGAN SISTEM IRIGASI BAWAH PERMUKAA (Sub Surface Irrigation)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulis, baik dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada :
1. Bapak Ir. M.Zen Kadir, M.T., selaku Dosen Pembimbing satu serta selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak membantu dan bersedia memberikan bimbingan, motivasi, saran, serta kritik dalam proses penyelesian skripsi ini.
2. Bapak Ir. Oktafri, M.Si.., selaku Dosen Pembimbing Kedua atas kesediaan beliau dalam memberikan bimbingan, masukan, saran dan kritik yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini.
(12)
3. Bapak Ahmad Tusi, S.TP., M.Si., selaku Dosen Penguji Utama pada ujian skripsi. Terima kasih atas motivasi, kritik, masukan dan saran dalam proses perkuliahan dan penyelesian skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Ayah dan Mama tercinta yang selalu mendoakan, menbmbing ,
mendukung, menasehati, dan tak henti-hentinya memotivasi. Adikku Lia Qelina Munandar dan Dhani Restu Munandar untuk semua do;a, kasih sayang, perhatiannaya dan pengertiannya.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 yang selalu menjadi motivasi dan semangat dalam menjalankan kuliah. Terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.
8. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan dan arahan yang telah diberikan. Serta Keluarga Besar Teknik Pertanian, Angkatan 2007, 2008, 2009, 2011, 2012 dan 2013
Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan Saudara-saudara, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bandar Lampung, September 2014 Penulis
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... i
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR LAMPIRAN TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR... x
1.PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan penelitian ... 3
1.3. Manfaat penelitian ... 4
II. TINJUAN PUSTAKA... 5
2.1. Tomat Rampai ... 5
2.1.1. Taksonomi Tanaman Tomat Rampai ... 5
2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Tomat Rampai ... 7
2.1.3. Budidaya Tanaman Tomat Rampai ... 9
2.2. Evapotranspirasi Tanaman ... 11
2.3. Kebutuhan Air Tanaman ... 13
2.4. Kadar Air Tanah ... 14
(14)
ii
2.6. Irigasi ... 16
2.6.1. Waktu Pemberian Air Irigasi ... 18
2.6.2. Tanggapan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ... 19
2.6.3. Hubungan Air, Tanah, dan Tanaman ... 20
2.7. Pergerakan Air Bawah Permukaan (Perembesan Tanah) ... 21
2.8. Metode Penggenangan (flooding) ... 21
III.METEDOLOGI PENELITIAN... 23
3.1. Waktu dan Tempat ... 23
3.2. Alat dan Bahan ... 23
3.3. Metode Penelitian ... 24
3.3.1. Uji Sifat Fisik Tanah ... 25
3.3.2 Aplikasi Irigasi Bawah Permukaan ... 25
3.3.3 Pengamatan Dan Pengukuran Data ... 27
3.3.4 Tata Letak Percobaan ... 28
3.3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 31
3.4. Analisis Data ... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 33
4.1. Analisis Sifat Fisik Media Tanam ... 33
4.2. Analisis Kebutuhan Air Tanaman ... 33
4.3. Pemberian Air Irigasi ... 37
4.4. Pertumbuhan Tanaman Tomat Rampai ... 39
4.4.1. Tinggi Tanaman Tomat Rampai ... 39
4.4.2. Jumlah Daun Tomat Rampai ... 43
4.4.3. Jumlah Cabang Tomat Rampai ... 46
4.4.4. Jumlah Bunga Tomat Rampai ... 49
4.4.5. Jumlah Buah Tomat Rampai ... 53
(15)
iii
4.5. Berat Berangkasan Tomat Rampai ... 59
4.6. Akar Tanaman Tomat Rampai ... 61
V. KESIMPULAN... 64
(16)
iv DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tomat Rampai
Minggu Pertama ... 39 2. Tabel Uji BNT Taraf 1% Tinggi Tanaman Tomat Rampai
Minggu Pertama ... 40 3. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tomat Rampai
Minggu Kedua ... 41 4. Tabel uji BNT taraf 1% Tinggi Tanaman Tomat Rampai
Minggu Kedua ... 41 5. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tomat Rampai
Minggu Ketiga ... 41 6. Tabel uji BNT taraf 1% Tinggi Tanaman Tomat Rampai
Minggu Ketiga ... 41 7. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tomat Rampai
Minggu Keempat ... 42 8. Tabel uji BNT taraf 1% Tinggi Tanaman Tomat Rampai
Minggu Keempat ... 42 9. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tomat Rampai
Minggu Ketiga ... 43 10. Tabel Uji BNT Taraf 1% Jumlah Daun Tomat Rampai
Minggu Ketiga ... 44 11. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tomat Rampai
(17)
v 12. Uji BNT 1% Jumlah Cabang Tomat Rampai
Minggu Pertama ... 47 13. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tomat Rampai
Minggu Ketiga ... 48 14. Uji BNT 1% Jumlah Cabang Tomat Rampai
Minggu Ketiga ... 48 15. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tomat Rampai
Minggu Kedelapan ... 51 16. Uji BNT Taraf 1% Jumlah Bunga Tomat Rampai
(18)
vi DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Tanaman Tomat Rampai ... 6
2. Laju Evapotranspirasi Tanaman Tomat Rampai ... 34
3. Tanaman Terserang Penyakit ... 45
4. Grafik Jumlah Daun Tanaman Tomat Rampai ... 45
5. Grafik Jumlah Cabang Tomat Rampai ... 49
6. Tomat Rampai Berbunga ... 50
7. Jumlah Bunga Tomat Rampai ... 52
8. Tomat Rampai Berbuah ... 54
9. Jumlah Buah Tomat Rampai ... 55
10. Produksi Buah Tomat Rampai ... 57
11. Grafik Berat Buah Tomat Rampai ... 58
12. Berat Basah Berangkasan Atas ... 59
13. Berat Kering Berangkasan Atas ... 60
14. Berat Berangkasan Bawah ... 60
(19)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tomat rampai (Lycopersicon Pimpinellifolium) adalah salah satu jenis dari tanaman tomat yang ada di Indonesia. Tanaman tomat rampai merupakan salah satu sayuran yang digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan. Di daerah Sumatera, khususnya di Lampung, tomat rampai sangat disukai daripada tomat biasa. Tomat rampai biasanya digunakan untuk campuran bumbu masakan, seperti pindang baung, sambal terasi, masakan tumis dan lain-lainnya khususnya masakan khas sumatera. Tomat rampai juga memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan tomat biasa. Tomat rampai juga memiliki kandungan gizi maupun kandungan vitamin yang cukup banyak sebagai suplai bagi kesehatan tubuh (Tugiyono, 2005).
Tomat rampai memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan membutuhkan penanganan yang serius terutama dalam peningkatan hasil dan produksi buah rampai.
Tanaman tomat rampai membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhannya dan tidak tahan terhadap curah hujan yang terus menerus, hal ini akan menyebabkan pertumbuhan rampai menjadi kurang optimal, selain akan mudah terserang penyakit akan menyebabkan kerusakan buah rampai dan pecah-pecah (Tugiyono,
(20)
2
2005). Sistem pemberian air irigasi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tanaman rampai harus sesuai sehinggah tomat rampai dapat hidup dengan baik dan menghasilkan kualitas buah rampai yang banyak .
Irigasi adalah istilah yang berkaitan dengan penyaluran air dari sumber air ke tanaman atau irigasi dapat juga diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian (anonim, 2014). Irigasi terbagi menjadi beberapa macam jenis irigasi, diantaranya adalah irigasi bawah permukaan (Sub Surface Irrigation). Pada sistem ini air di berikan dari bawah tanah dan diserap oleh akar tanaman dan mengalir melalui pori-pori tanah atau disebut dengan kapilarisasi (kenaikan air kapiler). Tinggi kenaikan air kapiler tergantung dari tesktur tanah, apabila tanah tekstur tanah lebih halus maka kenaikan air kapiler lebih cepat dibandingkan dengan tekstur tanah yang kasar.
Salah satu teknologi irigasi yang sesuai untuk tanaman tomat rampai adalah sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation). Sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation) adalah salah satu teknologi dalam bidang pertanian yang sangat efisien dan efektif dalam memenuhi kebutuhan air tanaman. Proses pemberian air pada sistem ini langsung menuju daerah perakaran tanaman sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sistem sub surface irrigation merupakan sistem yang tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak, sehinggah menghemat tenaga kerja dalam hal penyiraman tanamam (Kasiran, 2006).
(21)
3
Menurut sumarna (1998) pada sistem irigasi bawah permukaan, tanaman dapat langsung mendapatkan air yang diberikan pada jalur – jalur sistem irigasi, hal ini dapat meningkatkan efiseinsi penggunaan air mencapai 90 %. Pada sistem irigasi bawah permukaan tanaman dapat langsung menerima air sesuai dengan kebutuhan tanamana karena air diberikan secara langsung pada zona perakaran tanamanan (Hermantoro, 2006).
Penelitian mengenai respon pertumbuhan dan hasil tanaman tomat rampai (Lycopersicon Pimpinellifolium) dengan sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation ) perlu dilakukan sehingga dapat diketahui kebutuhan air tanaman tomat rampai dengan sistem irigasi bawah permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan air tanaman tomat rampai dan respon pertumbuhan tanaman dengan sistem irigasi bawah permukaan.
1.2. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis respon pertumbuhan tanaman tomat rampai terhadap sistem irigasi bawah permukaan pada berbagai ketinggian media tanam dari sumber air irigasi.
2. Mengetahui tinggi media tanam yang paling cocok untuk tanaman tomat rampai dengan sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation)
(22)
4
1.3. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah merekomdasikan tinggi tanah yang paling baik dengan aplikasi sistem bawah permukaan terhadap budidaya tanaman tomat rampai.
(23)
5
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1.Tomat Rampai
2.1.1. Taksonomi Tanaman Tomat Rampai
Tomat Rampai (Lycopersicon Pimpinellifolium) merupakan tanaman yang tumbuh pada semua tempat, dari dataran rendah sampai dataran tinggi (pengunungan). Tomat rampai merupakan tanaman semusim yang bersifat self – compatible pada daerah yang lebih dingin. Bunga pada rampai bersifat hemafrodit atau dalam satu bunga benang sari serta putik sekaligus sehinggah penyerbukan pada rampai dapat dilakukan sendiri (wiryanta, 2002). Daun rampai berbentuk daun menyelah meyirip tanpa daun menumpu dengan jumlah daun ganjil yaitu antara 5 – 7 helai. Pada setiap sela daun terdapat 1 – 2 pasang daun kecil yang berbentuk delta. Batang tomat rampai berbentuk bulat yang berwarna hijau dan diselimuti bulu-bulu halus serta memiliki cabang. Akar pada tomat rampai berupa akar tunggang dan akar samping yang menjalar keseluruh
permukaan atas tanah. Sedangkan bunga tomat rampai berjenis 2 dan berkelopak hijau dengan bulu halus dan berdaun hijau (Tugiyono, 2005).
(24)
6
Gambar 1. Tanaman Tomat Rampai
Klasifikasi tanaman tomat rampai (Wiryanta, 2002)adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermaet Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Metachlamidae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Lycopersicon
Spesies : Lycopersicon Pimpinellifolium.
Tanaman rampai memiliki bentuk buah yang berbeda-beda, diantaranya bulat, bulat pipih dan berbentu bulat menyerupai bola lampu . Buah rampai tersusun bertandan-tandan atau berkelompok yg terdiri dalam satu tangkai 4 – 5 buah dengan buah yg berkulis tipis dan berdaging sedikit lebih tipis dan sedikit lebih kecil ukuran buah dibandingkna dengan buah tomat dan mengandung sedikit air (Tugiyono, 2005 ).
(25)
7
2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Tomat Rampai
a. Iklim
Tomat dapat tumbuh dengan baik sesuai dengan tipe tanah, tanah yang baik adalah tanah berpasir hinggah liat bertesktur halus dengan kandungan bahan organik tinggi dengan keasaman tanah berkisar 5,5 - 7 (Wiryanta, 2002).
Pada daerah tanah basah dan dengan curah hujan yang tinggi, pertumbuhan tanaman tomat akan kurang baik, yaitu buahnya akan rusak dan mudah pecah – pecak kemudian mudah terserang penyakit cendawan Pyhtophora infectans dan pada tanah yang terlalu lembab akar tanaman akan mudah busuk dan tidak dapat menyerap unsur hara sehinggah menyebabkan tanaman tomat rampai mati. Sehinggah pada daerah curah hujan yang tinggi dengan tanah lembab, sebaiknya tomat rampai ditanam pada musim kemarau ( Tugiyono, 2005).
-Tanaman rampai memerlukan sinar matahari yang cukup selama penyinaran dengan suhu optimun berkisar antara 20 - 250C. Pada daerah tropis dengan suhu 260C dengan curah yg tinggi akan menyebabkan pertumbuhan vegetatif terganggu
dan cepat terserangp penyakit. Sedangkan pada daerah kering atau dataran rendah dengan kelembapan suhu dan suhu tinggi, pertumbuhan rampai akan menjadi terganggu pada saat fase pembungaan dan fase pembentukan buah serta fase kematangan biji.
(26)
8
b. Tanah
Tanaman tomat rampai lebih menyukai tanah yang sedikit menggandung pasir, gembur, dan kaya akan humus pada peroses pertumbuhan tanaman. Tomat rampai dapat hidup dengan pH tanah berkisar antara 5 - 6 dengan pengairan yang teratur (Tugiyono, 2005). Tomat rampai juga dapat tumbuh pada dataran dengan ketinggian 700 – 1500 m diatas permukaan laut (Wiryanta, 2002)
c. Mekanisme Masuknya Unsur Hara
Unsur hara masuk ke dalam tanaman melalui dua cara, yaitu melalui akar dan daun. Akar mengambil unsur hara dari dalam tanah, tetapi daun mengambil unsur hara dari udara bebas.
Mekanisme penyerapan unsur hara melalui akar unsur hara yang akan di serap oleh akar tanaman dapat ditentukan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan unsur hara didaerah permukaan akar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tersedianya unsur hara didalam tanah yaitu suplay padat, air dan pH tanah .
Sebelum tanaman dapat mengabsorbsi unsur hara, maka unsur hara tersebut harus terdapat pada permukaan akar. Bergeraknya unsur hara kepermukaan terjadi melalui beberapa cara yaitu aliran massa (masa flow), difusi dan intersepsi Mekanisme penyerapan unsur hara melalui daun unsur hara yang diserap oleh daun pada umumnya berupa zat perangsang tumbuh yang diberikan melalui
(27)
9
penyemprotan keseluruh bagian tubuh tanaman. Pemberian zat perangsang tumbuh akan melalui floem dan dikirim kemeristem melalui pembuluh xylem
Pada siang hari yang terlalu terik atau angin terlalu kencang, maka penguapaan akan banyak sekali dan air akan berkurang, sehingga tekanan turgor berkurang secara otomatis dan stomata akan tertutup. Bila tanaman disemprot dengan air maka stomata membuka dan menyerap cairan yang hilang akibat penguapan. Seandainya yang disemprot larutan pupuk yang mengandung jenis hara, maka tanaman bukan hanya menyerap air tetapi sekaligus menyerap zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tanaman bagi pertumbuhannya.
2.1.3. Budidaya Tanaman Tomat Rampai
a. Penanaman Tomat Rampai
Tanaman tomat ditanam dengan menggunakan biji. Biji yang digunakan adalah biji buah tomat yang sudah matang. Sebelum ditanam,biji tomat harus disemai terlebih dahulu selama 15 hari. Pertumbuhan perkecambahan rampai akan tumbuh pada umur tanam 1 minggu setalah biji disebar. Pada saat pemindahan tanaman pada lahan sebaiknya pilih bibit tomat dengan pertumbuhan yang baik, hal ini dilakukan agar tanaman tomat dapat tumbuh dan berbuah secara merata. Selain itu, sebaiknya tanaman rampai diberikan ajir pada pertumbuhan fase generatif, agar tanaman tidak menjalar pada permukaan tanah yang akan menyebabkan daun mudah terserang penyakit, hama, serta buah tanaman akan mudah busuk.
(28)
10
Jarak tanaman yang dikehendaki tomat rampai adalah 60 – 80 cm untuk jarak antar baris tanaman dan jarak tanaman antar tanaman dalam baris adalah 50 – 60 cm. Pupuk yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman rampai adalah NPK (12 – 24 – 12 ) dengan dosis yang diberikan sebanyak 750 – 1000 kg/ha atau 30 – 50 gram pertanaman (Wiryanta, 2002).
b. Pemanenan tomat rampai
Pemanenan buah tomat rampai pada umur 2 – 3 bulan setelah tanam. Buah yang dipanen adalah buah rampai yang sudah matang. Tingkat kematangan buah rampai terdiri 3 tingkatan yaitu matang hijua, pecah warna dan matang.
Menurut Nazzarudin (1999) tomat dengan kondisi pecah warna adalah tomat yang sebagian warnanya sudah berwarna kunig sedangkan ujungnya sudah berwarna merah. Tomat matang penuh adalah tomat yang sudah benar – benar matang berwarna merah dengan tujuan pemasaran daerah yang dekat atau daerah yang langsung dikomsumsi. Tomat yang sudah dipanen sebaiknya jangan ditumpuk atau dimasukkan dalam satu wadah yang tertutup, hal inidapat menyebabkan kerusakan dan menurunkan mutu kualitas buah tomat tersebut ( Nazzarudin, 1999).
c. Mamfaat Buat Tomat Rampai
Buah tomat mempunyai kandungan likopen yang tinggi serta warna merah pada buah tomat. Fungsi dari likopen sebagai zat antioksidan yang dapat menurunkan resiko terkena kanker, terutama kanker posfat, lambung, tenggorakan dan usus
(29)
11
besar. Kandungan asam klorogenat dan asam p-kumarat di dalam tomat mampu melemahkan zat nitrosamin penyebab kanker. Kandungan lain yang terdapat dari tomat adalah kaya akan vitamin A, vitamin C, mineral, serat dan zat fitonutrien, yang semua itu sangat menyehatkan tubuh (Tugiyono, 2005)
Kandungan vitamin A pada kandungan tomat berfungsi untuk membentu sel darah merah dan membantu menyembuhkan penyakit buta malam.
Kandungan vitamin C berfungsi untuk menjaga kesehatan gigi dan gusi serta dapat menjaga tubuh agar terhindar dari segala penyakit ( Tugiyono, 2005)
2.2. Evapotranspirasi Tanaman
Evapotranspirasi adalah gabungan dari dua proses yang terpisah antara proses penguapan yang terjadi pada permukaan tanah (evaporasi ) dan proses penguapan yang terjadi pada tanaman (transpirasi) .
Menurut (Vaughn dkk., 1992) Evaporasi merupakan proses dimana air dalam bentuk cair dikonversi menjadi uap air (vaporization) dan dipindahkan dari permukaan penguapan (vapour removal).
Transpirasi merupakan proses dimana uap air keluar dari tanaman yang masih hidup, misalnya daun-daunan dan memasuki atmosfer. Proses transpirasi meliputi penguapan cairan (air) yang terkandung pada jaringan tanaman dan pemindahan uap ke atmosfer. Pada dasarnya transpirasi merupakan proses dimana air dari tanaman menguap dan kembali ke atmosfer. Ada 2 bentuk transpirasi yaitu :
(30)
12
2.Transpirasi kutikular, yaitu air menguap dari permukaan daun ke atmosfir melalui kutikula.
Sehinggah jika kedua proses ini digabungkan akan menjadi proses evapotranspirasi (ET) yang berarti total kebutuhan air yang diperlukan oleh tanaman (Islamie dan Utomi, 1995). Proses evapotranspirasi menyebabkan tanaman kehilangan air sehinggah untuk menghitung kebutuhan air tanaman dengan menggunakan jumlah air yang hilang akibat proses evapotranspirasi. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi laju evapotranspirasi diantaranya adalah cuaca, tanah dari tanaman itu sendiri.
Cuaca merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada proses evapotranspirasi yaitu intensitas radiasi matahari yang kemudian akan
mempengaruhi suhu udara, kecepatan angin dan kecepatan udara (Manik, dkk., 2010). Kebutuhan evapotranspirasi adalah proses evapotranspirasi dimana kondisi air tanah tidak menjadi pembatas. Sehinggah kecepatan evapotranspirasi ditentukan oleh kondisi iklim dan disebut kondisi potensial. Nilai keseluruhan evapotranspirasi selama satu periode pertumbuhan tanaman dalam kondisi air tanah untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi dapat digunakan untuk memperoleh nilai kebutuha air tanaman (crop water requirement) atau disebut evapotranspirasi maksimum (ETm). Evapotranspirasi aktual (ETa), yaitu evapotranspirasi terjadi pada kondisi kandungan air tanah di lapangan disebut “penggunaan air tanaman” (crop water use) (Islamie dan Utomo, 1995).
(31)
13
Kebutuhan air tanaman yang dibutuhkan berbeda-beda sesuai fase pertumbuhan tanaman,untuk menghitung kebutuhan air tanaman (ETm) harus diketahui nisbah ETM terhadap evapotranspirasi potensial atau ETm/Eto. Kararkteristik tanaman terhadap kebutuhan air berpengaruh bagi tanaman (crop water requirement), dan dinyatakan sebagai Kc (crop coefisien atau koefisien tanaman), menurut Rosadi, dkk., (2010) untuk menghitung kebutuhan air tanaman (ETc) dapat menggunakan persamaan sebagi berikut :
Etc = Kc * Eto ... (1)
Keterangan :
ETc = evapotranspirasi tanaman pada kondisi standar ETo = evapotranspirasi tanaman acuan
Kc = koefisien tanaman ( berbeda – beda sesuai fase pertumbuhan tanaman)
2.3. Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang dibuthkan untuk memenuhi atau menggantikan kehilangan air akibat evapotranspirasi (ETc). Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh iklim, air tanah, metode irigasi dan budidaya ,
Secara fisiologi, tanaman mengandung air antara 65 –90 % yang dimamfaatkan untuk proses fotosintesis, pertumbuhan dan respirasi. Sedangkan 1 % digunakan untuk metabolisme pertumbuhan. Air sangat diperlukan bagi tanaman dn menjadi faktor utama sebagai kebutuhan tanaman. kebutuhan air tanaman yang
(32)
14
mencukupi bagi setiap tanaman merupaka keseimbangan antara kebutuhan air dan suplai air yang tesedia.
2.4. Kadar Air Tanah
Air tanah merupakan salah satu sifat fisik yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman dan aspek-aspek kehidupan manusia lainnya. Penetapan kadar air tanah dapat dilakukan secara langsung melalui pengukuran perbedaan berat tanah (metode gravimetri). Air tanah berada dalam ruang pori diantara padatan tanah. Pada keadaan jenuh, jumlah air tanah tersedia dan tersimpan dalam tanah merupakan jumlah maksimum yang kapasiata penyimpana air maksimum.
Menurut islami dan utomo (1995), tanaman memiliki kemampuan menghisap air ( mengabsorbsi air ) yang disebut Kapasitas Lapang (Field Capacity), Titik Layu Permanen ( Wilting Point) dan kapasitas penyimpanan air (KPA). Kadar air tanah dalam keadaan kapasias lapang adalah jumlah air yang ditahan oleh tanah setelah kelebihan air gravitasi meresap ke bawah karena gaya gravitasi. Kadar air tanah dalam keadaan titik layu permanen adalah kandungan air tanah pada saat tanaman yag ditanam di atasnya mengalami layu permanen dalam arti sukar di kembalikan meskipun telah ditambahkan sejumlah air yang mencukupi.
Selisih antara kadar air pada kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut air tersedia. Hal ini ditandai dengan adanya layu terus menerus pada tanaman (Islamie dan Utomo, 1995). Air yang dapat digunakan oleh tanaman pada masa pertumbuhan berada antar kapasitas lapang dan titik layu permane yang disebut
(33)
15
air tanagh tersedia. Jumlah air yang digunakan dipengaruhi oleh tekstur, struktur dan kandungan bahan organik tanah, selain jumlah air yang dapat digunakan oleh tanaman dipengaruhi oleh kedalaman tnah dan sistem perakaran tanaman (Islamie dan Utomo, 1995)
2.5. Kerapatan Tanah (Bulk Density)
Bulk Density merupakan berat suatu massa tanah persatuan volume tertentu, dimana volume kerapatan tanah termasuk didalamnya adalah ruang pori. Yang satuannya adalah grm/cm3. Bulk Density merupakan petunjuk kepadatan tanah.
Makin padat suatu tanah maka nilai dari Bulk Density juga semakin tinggi, ini berarti makin sulit pula meneruskan air atau makin sulit ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 1992).
Tanah yang lebih padat mempunyai nilai Bulk density yang lebih besar dari tanah yang sama tetapi kurang padat. Pada umumnya, tanah lapisan atas pada tanah mineral mempunyai kandungan Bulk Density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah dibawahnya. Nilai Bulk Density tanah mineral berkisar antara 1-1,6 gram/am3 sedangkan tanah organik umumnya memiliki nilai Bulk Density antara 0,1-0,9 gram/cm3 (Islamie dan Utomo, 1995).
Bulk density pada lapisan A tanah-tanah mineral umumnya berkisar antara 1,2-1,6 gram/cm3. Tanah organik mempunyai Bulk density yang rendah hanya dapat mencapai 0,1 gram/cm3 pada bahan organiknya.
(34)
16
Kerapatan isi tanah atau bobot volume tanah (bulk density) adalah nisbah antara massa total tanah dalam keadaan kering (Mtk) dengan volume total tanah dalam keadaan kering . Bulk Density dinyatakan sebagai perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah dan dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
ρb = �� �
� ... (2) Keterangan :
ρb = Kerapatan tanah ( g/cm3)
msoven = Berat kering tanah oven (1050C) selama 24 jam
Vt = Volume total tanah ( cm3)
2.6. Irigasi
Irigasi adalah istilah yang berkaitan dengan penyaluran air dari sumber air ke tanaman atau irigasi dapat juga diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian.
Secara umum irigasi merupakan pemberian air atau penggunaan air tanah umtuk keperluan penyedian cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Irigasi mempunyai tujuan utama untuk menciptakan kondisi lengas tanah dalamm tanah yang optimum bagi pertumbuhan tanaman. Pemberian air irigasi secara sistematis pada tanh olah adalah penambahan bahan atau pemberian air secara buatan atau
(35)
17
pada tanah yang kekurangan kadar air tanah. Akan tetapi pemberian air yang berlebihan dapat merusak tanaman.
Ada dua macam irigasi yaitu sistem irigasi permukaan (surface irrigation) dan sistem irigasi bawah permukaan (sub –surface irrigation).
1. Sistem Irigasi Permukaan (Surface Irrigation)
Pada irigasi permukaan, pipa – pip lateral yang digunakan diletakan diatas permukaan tanah melalui jaringa – jaringan permukaaan tanah dan dipasang disekitar jalur – jalur tanaman. Sistem irigasi permukaan memiliki keuntungan tanaman dapat langsung mendapatkan suplai air melalui pipa – pipa yng
diletakkan disekitar jalur – jalur tanaman pada permukaan tanah, selain itu sistem ini memiliki efisiensi penggunaan air mencapai 90 % apabila dilakukan dengan baik, cermat dan teratur (Sumarna, 1998)
2. Sistem Irigasi Bawah Permukaan (sub surface irrigation)
Sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation) adalah salah satu
teknologi dalam bidang pertanian yang sangat efisein dan efektif dalam memenuhi kebutuhan air tanaman dengan cara memberikan air langsung pada tanaman sesuai dengan kebutuhan tanaman, selain itu sistem ini merupakan sistem yang tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak, hanya dibutuhkan 1 orang pekerja dalam memberikan air irigasi pada tanaman sehinggah sangat menghemat tenaga kerja dalam hal penyiraman tanamam (Kasiran, 2006). Menurut Hermantoro (2006), keuntungan dari sistem ini tanaman dapat langsung menerima air sehinggah
(36)
18
tanaman dapat menerima langsung air sehinggah laju kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi dapat dikurangi.
2.6.1. Waktu Pemberian Air Irigasi
Waktu pemberian air irigasi tanaman tomat sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Tanaman tomat merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan dan kelebihan air sehingga perlu air yang memadai pada awal pertumbuhan. Pemberian air irigasi atau waktu pemberian air pada tanaman dilakukan dengan merencanaan waktu dan jumlah pemberian air irigasi agar sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat menurunkan produksi tanaman, sedangkan suplai air yang berlebih dapat menurunkan produksi tanaman. Pembuatan jadwal pemberian air irigasi dapat didasarkan atas kriteria waktu dan kriteria jumlah air irigasi (Raes, 1987).
Menurut Raes, (1987) kriteria waktu terbagi atas beberapa macam, yaitu :
1. Fixed Interval : irigasi dapat diaplikasikan pada selang waktu tetapi tidak tergantung keadaan air di daerah perakarannya.
2. Allowable Depletion Amount : irigasi dilakukan apabila jumlah kadar air di bawah kapasitas lapang yang telah ditentukan.
3. Allowable Daily Stress : irigasi dilakukan apabila evapotranspirasi aktual menurun di bawah evapotranspirasi potensial.
4. Allowable Daily Yield Reduction : irigasi dilakukan apabila respon hasil aktual (Ya) menurun di bawah presentase yang telah ditentukan dari hasil maksimum.
(37)
19
5. Allowable Fraction of Readily Available Water (RAW) : irigasi dilakukan apabila pemakaian air di daerah perakaran melampaui batas RAW.
Sedangkan kriteria jumlah pemberian air irigasi terbagi atas :
1. Fixed Depth : jumlah air irigasi diberikan setiap waktu sama.
2. Back to field capacity : air irigasi yang diberikan hanya untuk menaikkan kadar air tanah sampai kondisi kapasitas lapang
2.6.2. Tanggapan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Tanggapan hasil terhadap air (yield response to water) adalah hubungan antara hasil dan pasokan air bagi tanaman. Hubungan keduanya menunjukkan hasil yang berbeda pada pasokan air yang berbeda. Hasil tanaman dikenal dengan hasil tanaman maksimum (Ym) dan hasil tanaman aktual (Ya), sedangkan pasokan air
bagi tanaman merupakan air yang diberikan kepada tanaman sebagai kebutuhan air tanaman.
Hasil tanaman maximum (maximum yield, Ym) adalah hasil yang diperoleh
maksimum karena pasokan air sepenuhnya memenuhi kebutuhan air tanaman, dengan asumsi faktor pertumbuhan lainnya terpenuhi, sedangkan hasil aktual (Ya)
adalah hasil tanaman aktual sesuai dengan pasokan yang tidak memenuhi kebutuhan air tanaman sepenuhnya, dengan asumsi faktor-faktor pertumbuhan lainnya terpenuhi. Ketika pasokan air tidak memenuhi, ETa akan jatuh di bawah
ETm atau ETa < ET. Dalam kondisi ini cekaman air akan berkembang pada
(38)
20
panen. Pengaruh cekaman terhadap pertumbuhan dan hasil tergantung pada varietas tanaman, dan waktu terjadinya defisit air (Rosadi, 2012).
Hasil tanaman adalah fungsi dari pertumbuhan. Oleh karena itu, sebagai akibat lebih lanjut cekaman air akan menurunkan hasil tanaman dan bahkan tanaman gagal membentuk hasil. Jika cekaman air terjadi pada intensitas yang tinggi dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan tanaman mati. Tanggapan
pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap cekaman air tergantung stadia pertumbuhan saat cekaman air tersebut terjadi. Jika cekaman air terjadi pada stadia pertumbuhan vegetatif yang cepat, pengaruhnya akan lebih merugikan jika dibandingkan dengan cekaman air terjadi pada stadia pertumbuhan lainnya. Jika ketersediaan air di dalam tanah cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, maka tingkat hasil tanaman akan ditentukan oleh ketersediaan hara dan adanya serangan hama atau penyakit. (Islami dan Utomo, 1995).
2.6.3. Hubungan Air, Tanah, dan Tanaman
Air merupakan salah satu komponen penting bagi tanaman. Tanaman
membutuhkan air agar pertumbuhannya baik. Oleh karena itu tanaman harus mencapai keseimbangan antara permintaan dan suplay air yang tersedia. Secara ringkas hubungan air, tanah dan tanaman dapat ditulis sebagai berikut: tanaman memerlukan air, tanah menyimpan air yang dibutuhkan tanaman, dan tanaman menarik air dari tanah untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi (Rosadi, 2003).
(39)
21
2.7. Pergerakan Air Bawah Permukaan (Perembesan Tanah)
Pergerakan air dalam tanah merupakan bagian dari siklus hidrologi. Pergerakan air dalam tanah, pada umumnya air bergerak dengan aliran relatif lambat atau dalam kondisi laminer. Ada dua tujuan utama pergerakan dalam pemodelan perembesan air ke dalam tanah.
1. Pola perembesan dilakukan untuk mengetahui bagaimana distribusi pergerakan air dalam tanah akibat perembesan itu.
2. Pola perembesan dilakukan untuk mengetahui bagaimana distribusi laju perembesan .
Dengan mengetahui distribusi kecepatan perembesan dalam tanah maka dapat diperhitungkan banyaknya air yang akan merembes dan kemana arah perembesan air tersebut (Hamzah dkk, 2008)
2.8. Metode Penggenangan (flooding)
Cara penggenangan air adalah proses pengairan yang telah diambil disalurkan ke lahan –lahan pertanian atau lahan penanaman sehinggah menggenangi permukaan tanah. Pada proses penggenangan tergantung pada lahan penanamannya.
Fooding dibedakan dengan 2 cara :
(40)
22
2. Penggenangan secara terbatas, seperti pada petak – petak penanaman yang dibatasi dengan galengan – galengan , contohny adalah petak – petak persawahan (Hamzah dkk, 2008)
(41)
23
BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN
3.1.Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei 2014 sampai dengan bulan Agustus 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu dan Laboratorium Teknik Sumber Daya Air dan Lahan (TSDAL) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung
3.2.Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sumbu (kain ), kawat , mistar, gelas ukur, ember, wadah penampung air, penjepit, cawan, ring sampel,timbangan (duduk, analitik), cangkul, karung, desikator, oven, plastik, tali rapia, gunting, kertas lebel, ajir, camera digital, ayakan tanah dan seperangkat komputer.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : tanah sebagai media tanam, benih tomat, pupuk NPK, dan air.
(42)
24
3.3.Metode Penelitian
Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL), terdiri atas 5 perlakuan dan 1 (termasuk kontrol) dengan 3 kali ulangan dan1 kali ulangan pada perlakuan Evapotranspirasi, yaitu perlakuan untuk mengetahui evaporasi tanah . Jarak yang digunakan pada penelitian dengan ketinggian yang berbeda – berbeda adalah jarak air tanah dengan zona jenuh, artinya jarak tanah dari air irigasi yang dibutuhkan tanaman.
Pada penelitian ini diameter lubang bawah ember yang digunakan seragam, sebelum tanah dimasukan kedalam ember, pada dasar ember diberikan sumbu dan kawat – kawat dengan mm 1 mm , yang bertujuan agar tanah pada lubang ember tidak keluar dari celah – celah lubang ember penggenangan atau ember yang digunakan sebagi tempat air irigasi. Pada percobaan ini tinggi air yang digunakan seragam yaitu 7 cm.
Adapun perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut : T1 = tinggi tanah dari sumber air irigasi 15 cm
T2 = tinggi tanah dari sumber air irigasi 20 cm T3 = tinggi tanah dari sumber air irigasi 25 cm T4 = tinggi tanah dari sumber air irigasi 30 cm T5 = tinggi tanah dari sumber air irigasi 35 cm T6 = sebagai indikator (kontrol) kedalaman 15 cm
(43)
25
3.3.1.Uji Sifat Fisik Tanah
Kadar air dihitung dengan cara mengambil contoh tanah terganggu kemudian dioven dengan suhu 1050C selama 24 jam. Kadar air tanah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Kadar air (%) = ℎ ℎ − ℎ �� � �
ℎ �� � � � % ... (3) (Tim Dosen, 2010)
3.3.2 Aplikasi Irigasi Bawah Permukaan
Hal-hal yang perlu diperhatian dalam irigasi bawah permukaan ini adalah kebutuhan air irigas.
1. Persiapan media tanam
Media tanah disiapkan dengan cara menjemur tanah dan mengayak tanah dengan ayakan yang memiliki diameter 5 mm kemudian tanah diberikan kapur yang berguna untuk mengurangi kadar keasamaan tanah. Tahap selanjutnya tanah yang sudah siap sebagai media tanam dimasukan kedalam ember sesuai dengan tinggi tanah pada masing – masing perlakuan.
2. Penanaman benih
Benih yang sebelumnya telah di semai didalam nampan yang telah berisi media tanam berupa arang sekam. Setelah benih berumur 15 hari benih dipindahkan ke dalam ember yang berisi media tanam dengan kedalaman 10 cm dan jarak tanam 60 cm x 60 cm.
(44)
26
3. Pengisian air dalam baskom air
Pengisian baskom air dilakukan dengan melakukan pengecekan dan
pengamatan setiap pagi dan sore hari. Ini dilakukan dengan cara mengukur penurunan atau pengurangan tinggi air irigasi yang dibutuhkan tanaman sebagai evapotranspirasi tanaman.
4. Pemberian air irigasi
Pemberian air irigasi diberikan dengan motode irigasi bawah permukaan. Pemberian air disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman yang diukur dengan cara menghitung penurunan tinggi air irigasi pada baskom penampungan air irigasi, pemberian air irigasi berdasarkan penuruna tinggi air pada mistar didalam baskom penampungan air irigasi.
5. Pemberian pupuk
Pemberian pupuk dilakuan 1 minggu setelah penanamana. Pupuk yang diberikan adalah NPK dengan dosis 6,5 gram pertanaman.
Pemupukan dilakukan pada saat irigasi. Pupuk NPK diberikan 3 kali yaitu pada saat seminggu setelah penanaman, saat tanaman berbunga, dan saat tanaman bebuah.
6. Pemanenan
Pemanenan dilakukan 70 hari setalah tanam. Tomat rampai dipanen dengan cara memetik buah yang sudah matang.
(45)
27
3.3.3 Pengamatan Dan Pengukuran Data
a. Pengamatan Evapotranspirasi Tanaman
Pengamatan evapotranspirasi tanaman dilakukan dengan cara mengukur penurunan muka air pada ember irigasi dengan cara menghitung kehilangan air akibat evapotranspirasi, kemudian air yang berkurang dikembalikan kekeadaan awal sebelum terjadi evapotranspirasi ( kapasitas lapang) dengan tinggi air irigasi 7 cm. Prosedur pemberian air pada penelitian adalah, sebelum dilakukan
penambahan air, terlebih dahulu dilakukan pengukuran penurunan air irigasi dengan menggunakan mistar.
b. Pengamatan Pertumbuhan
Pengamatan pertumbuhan meliputi pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan generatif. Pertumbuhan vegetatif yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang, pengamatan dilakukan 1 minggu sekali. Pertumbuhan generatif yaitu jumlah buah dan jumlah bunga dan berat buah. Pengamatan tanaman tomat rampai setelah panen yaitu akar tanaman, berat berangkasan dan berat total buahb yang dipanen.
c. Menimbang Hasil Panen Buah Tomat Rampai Dan Berat Berangkasan Tanaman
Penimbangan hasil buah tomat dilakukan setelah tanaman panen. Penimbangan berat berangkasan atas terdiri dari akar tanaman, sedangkan berat berangksan atas adalah batang tanaman yaitu dari pangkar akar sampai ujung daun. Proses penimbangan dengan menggunakan timbangan digital (ketelitian 1 mg)
(46)
28
3.3.4 Tata Letak Percobaan
Penepatan tata letak percobaan diurutkan berdasarkan pada perlakuan dan ulangan penelitian. Tata letak diurutkan dari urutan kedalam tanah terdekat dengan
sumber irigasi sampai dengan kedalaman tanah terjauh dari sumber irigasi.
Gambar 2. Tata Letak Percobaan T11
T10
T31 T51
T21
T13 T12
T41
T33 T23
T52 T42
T32 T22
T30 T20
T53 T43
T50 T40
(47)
29
Keterangan :
K = Kontrol tanaman
T11 = Perlakuan 1 ulangan 1 dengan tinggi tanah 15 cm dari dasar ember sampai permukaan ember .
T12 = Perlakuan 1 ulangan 2 dengan tinggi tanah 15 cm dari dasar ember sampai permukaan ember.
T13 = Perlakuan 1 ulangan 3 pada tinggi tanah 15 cm dari dasar ember sampai permukaan ember
T10 = Perlakuan 1 ulangan 0 (tanpa tanaman sebagai kontrol evaporasi tanaman) pada tinggi tanah 15 cm dari dasar ember sampai permukaan ember.
T21 = Perlakuan 2 ulangan 1 dengan tinggi tanah 20 cm dari dasar ember sampai permukaan ember .
T22 = Perlakuan 2 ulangan 2 dengan tinggi tanah 20 cm dari dasar ember sampai permukaan ember.
T23 = Perlakuan 2 ulangan 3 pada tinggi tanah 20 cm dari dasar ember sampai permukaan ember
T20 = Perlakuan 2 ulangan 0 (tanpa tanaman sebagai kontrol evaporasi tanaman) pada tinggi tanah 20 cm dari dasar ember sampai permukaan ember.
T31 = Perlakuan 3 ulangan 1 dengan tinggi tanah 25 cm dari dasar ember sampai permukaan ember .
T32 = Perlakuan 3 ulangan 2 dengan tinggi tanah 25 cm dari dasar ember sampai permukaan ember.
T33 = Perlakuan 3 ulangan 3 pada tinggi tanah 25 cm dari dasar ember sampai permukaan ember
T30 = Perlakuan 3 ulangan 0 (tanpa tanaman sebagai kontrol evaporasi tanaman) pada tinggi tanah 25 cm dari dasar ember sampai permukaan ember.
T41 = Perlakuan 4 ulangan 1 dengan tinggi tanah 30 cm dari dasar ember sampai permukaan ember .
T42 = Perlakuan 4 ulangan 2 dengan tinggi tanah 30 cm dari dasar ember sampai permukaan ember.
(48)
30
T43 = Perlakuan 4 ulangan 3 pada tinggi tanah 30 cm dari dasar ember sampai permukaan ember
T40 = Perlakuan 4 ulangan 0 (tanpa tanaman sebagai kontrol evaporasi tanaman) pada tinggi tanah 30 cm dari dasar ember sampai permukaan ember.
T51 = Perlakuan 5 ulangan 1 dengan tinggi tanah 35 cm dari dasar ember sampai permukaan ember .
T52 = Perlakuan 5 ulangan 2 dengan tinggi tanah 35 cm dari dasar ember sampai permukaan ember.
T53 = Perlakuan 5 ulangan 3 pada tinggi tanah 35 cm dari dasar ember sampai permukaan ember
T50 = Perlakuan 5 ulangan 0 (tanpa tanaman sebagai kontrol evaporasi tanaman) pada tinggi tanah 35 cm dari dasar ember sampai permukaan ember.
(49)
31
3.3.5 Pelaksanaan Penelitian
Gambar 3. Pelaksanaan Penelitian Mulai
Sampel dan analisis sifat fisik tanah
Persiapan media tanam
1. Penjemuran
2. Pengapuran media
tanam Persiapan pembibitan
1. Persemaian benih
2. Pemisahan bibit
dalam polybag
3. Pemindahan bibit
1. Penanaman bibit
2. Pemupukan
Pemeliharaan
1. Penyiangan hama
2. Pemberian air irigasi
Pengamatan
1. Tinggi tanaman (cm)
2. Jumlah daun (helai)
3. Jumlah cabang
4. Perakaran Penulisan laporan/skripsi selesai Analisis data Data skripsi
(50)
32
3.4. Analisis Data
Data yang diperoleh diuji kesamaan ragamnya dengan uji F dan kemudian data dianalisis lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 1%. Data yang telah diuji dapat disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan kurva.
(51)
64
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
1. Semakin tinggi laju kebutuhan bagi air tanaman, semakin menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman semakin baik. Dari pengamatan yang dilakukan kebutuhan air irigasi yang baik bagi tanaman dengan irigasi bawah permukaan pada perlakuan T4. sebanyak170130 ml.
2. Evapotransiprasi merupakan proses kehilangan air oleh tanaman yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : iklim dan faktor tanaman itu sendiri. Semakin besar laju Evapotranspirasi semakin baik
pertumbuhan tanaman. Dari pengamatan yang dilakuan ETc terbesar pada fase vegetatif yaitu perlakuan T4 sebesar 11,2 mm/hari dan fase generatif sebesar 29,9 mm/hari serta total ETc selama tanam sebesar 41,1 mm/hari. 3. Jarak tinggi tanah dengan sumber air irigasi berpengaruh sangat nyata
terhadap pertumbuhan tanaman tomat rampai pada setiap perlakuan. Berdasarkan hasil pengamatan jarak maksimal bagi tanaman tomat rampai yaitu 30 cm, pada jarak ini umur berbunga tanaman lebih cepat serta menghasilkan berat buah sebesar 430,1588 gr.
(52)
65
5.2. Saran
Perlu adanya penelitian lanjut untuk menduga efisiensi kebutuhan air dengan menambahkan analisis kadar air tanah, kapasitas lapang, titik layu permanen serta jenis tanah yang berbeda .
(53)
66
DAFTAR PUSTAKA
AAK (Aksi Agraris Kanisius). 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisius. Yogyakarta: 215 halaman
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolahan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Jakarata: 569 halaman.
Allen, R.G., L.S. Pereira, D. Raes, and M. Smith. 1998. FAO Irrigation And Drainage Paper.United Nations, Rome, 300 halaman
Gandi. W. 2013. Pengujian Pupuk Organanitrofos terhadap Respon Tanaman Tomat Rampai ( Lycopersicon pimpinellifolium) dalam Pot ( Pot Experiment ). Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol. 2, No. 1: 17- 26 Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. PT. Mediyatama Sarana
Perkasa. Jakarta: 233 halaman
Hartati, S. 2000. Penampilan Genotif Tanaman Tomat (Lycopersicum
Escelentum) Hasill Mutilasi Buatan Pada Kondisi Stress Air Dan Kondisi Normal. Agrosains. Vol 2 (2) : 34 – 42
Hermantoro. 2006. Pengembangan sistem irigasi pipa gerabah bawah permukaan pada lahan kering. Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 29-30
November. Yogyakarta. Institut Pertanian Stiper. Yogyakarta.
Islamie, T. Dan W.H Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang :297 halaman
Kasiran. 2006. Teknologi Irigasi Tetes “Ro Drip” untuk Budidaya Tanaman Sayuran di Lahan Kering Dataran Rendah. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol. 8 (1) : 26 -30
Krisnawati, D. 2014. Pengaruh Aerasi Terhadap Pertumbuhan Baby Kailan (Brassica Oleraceae Var. Achepala) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung Didalam Dan Diluar Greenhouse. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.
(54)
67
Manik, T. K., R. B. Rosadi,A. Karyanto, dan A. I. Prataya. 2010. Pendugaan Koefisien Tanaman untuk Menghitung Kebutuhan Air dan Mengatur Jadual Tanam Kedelai di Lahan Kering. Jurnal Agrotropika. Vol 15 (2) : 78 – 84
Manik, T. K., R. B. Rosadi, dan A. Karyanto. 2012. Evaluasi Metode Penman Monteith dalam Menduga Laju Evapotranspirasi Standar (ETo) di Datarana Rendah Provinsi Lampung, Indonesia. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol 26 (2) : 121 – 128
Mechram, S. 2006 . Aplikasi Teknik Irigasi Tetes dan Komposisi Media Tanam pada Selada (Lactuva satuva). Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 7 (1): 27 – 36
Nazzarudin , 1999. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Sayuran Dataran Rendah . Penebar Swadaya, Jakarta: 35 halaman
Ningrum, D.A. 2014. Aplikasi Irigasi Tetes Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.
Oktaviani. 2013. Analisis Neraca Air Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max [L] Merr) Pada Lahan Kering. Jurnal Teknik Pertanian Lampung . Vol.2 (1): 7-16
Raes, D. 1987.Irigation Scheduling Information System (IRSIS).Katholike. Universiteit Leuven. Belgium.
Riskiyah ,J. 2013. Uji Volume Air Pada Berbagai Varietas Tanaman Tomat (Lycopersicumm esculuentum Mill). Skrips Fakultas Pertanian. Universitas Riau
Rosadi, R.A Bustomi. 2003. Penentuan Fraksi Penipisan (p) Air Tanah Tersedia Tanaman Kedelai (Glycine max [L] marr.) pada Berbagai Jenis Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Lampung: Lampung.
Rosadi, B., Oktafri, R. Zahab dan N. Haryono. 2010. Penuntun Praktikum Mata Kuliah Teknik Irigasi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Lampung
Rosadi, R.A Bustomi. 2012. Irigasi Defisit. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung: 7-8 halaman
Sumarna , A. 1998. Irigasi Tetes pada Budidaya Cabai. Monograf No. 9. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultural Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. http://Scholar.google.com. Diakses tanggal 10 agustus 2014
(55)
68
Sutomo, H. 1995. Pedoman bertanam sayiran dataran rendah. Gadjah Mada University Press. Yoyjakarta: 250 halaman.
Tugiyono. 2005. Tanaman Tomat. Agromedia Pustaka. Jakarta: 250 halaman Wiryanta, W. 2002. Bertanam tomat. Agromedia Pustaka. Jakarta: 102 halaman.
(1)
dianalisis lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 1%. Data yang telah diuji dapat disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan kurva.
(2)
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
1. Semakin tinggi laju kebutuhan bagi air tanaman, semakin menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman semakin baik. Dari pengamatan yang dilakukan kebutuhan air irigasi yang baik bagi tanaman dengan irigasi bawah permukaan pada perlakuan T4. sebanyak170130 ml.
2. Evapotransiprasi merupakan proses kehilangan air oleh tanaman yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : iklim dan faktor tanaman itu sendiri. Semakin besar laju Evapotranspirasi semakin baik
pertumbuhan tanaman. Dari pengamatan yang dilakuan ETc terbesar pada fase vegetatif yaitu perlakuan T4 sebesar 11,2 mm/hari dan fase generatif sebesar 29,9 mm/hari serta total ETc selama tanam sebesar 41,1 mm/hari. 3. Jarak tinggi tanah dengan sumber air irigasi berpengaruh sangat nyata
terhadap pertumbuhan tanaman tomat rampai pada setiap perlakuan. Berdasarkan hasil pengamatan jarak maksimal bagi tanaman tomat rampai yaitu 30 cm, pada jarak ini umur berbunga tanaman lebih cepat serta menghasilkan berat buah sebesar 430,1588 gr.
(3)
(4)
DAFTAR PUSTAKA
AAK (Aksi Agraris Kanisius). 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisius. Yogyakarta: 215 halaman
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolahan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Jakarata: 569 halaman.
Allen, R.G., L.S. Pereira, D. Raes, and M. Smith. 1998. FAO Irrigation And
Drainage Paper.United Nations, Rome, 300 halaman
Gandi. W. 2013. Pengujian Pupuk Organanitrofos terhadap Respon Tanaman Tomat Rampai ( Lycopersicon pimpinellifolium) dalam Pot ( Pot Experiment ). Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol. 2, No. 1: 17- 26 Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. PT. Mediyatama Sarana
Perkasa. Jakarta: 233 halaman
Hartati, S. 2000. Penampilan Genotif Tanaman Tomat (Lycopersicum
Escelentum) Hasill Mutilasi Buatan Pada Kondisi Stress Air Dan Kondisi
Normal. Agrosains. Vol 2 (2) : 34 – 42
Hermantoro. 2006. Pengembangan sistem irigasi pipa gerabah bawah permukaan pada lahan kering. Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 29-30
November. Yogyakarta. Institut Pertanian Stiper. Yogyakarta.
Islamie, T. Dan W.H Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang :297 halaman
Kasiran. 2006. Teknologi Irigasi Tetes “Ro Drip” untuk Budidaya Tanaman Sayuran di Lahan Kering Dataran Rendah. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia. Vol. 8 (1) : 26 -30
Krisnawati, D. 2014. Pengaruh Aerasi Terhadap Pertumbuhan Baby Kailan (Brassica Oleraceae Var. Achepala) Pada Teknologi Hidroponik Sistem
Terapung Didalam Dan Diluar Greenhouse. Skripsi Fakultas Pertanian.
(5)
Manik, T. K., R. B. Rosadi, dan A. Karyanto. 2012. Evaluasi Metode Penman Monteith dalam Menduga Laju Evapotranspirasi Standar (ETo) di Datarana Rendah Provinsi Lampung, Indonesia. Jurnal Keteknikan
Pertanian. Vol 26 (2) : 121 – 128
Mechram, S. 2006 . Aplikasi Teknik Irigasi Tetes dan Komposisi Media Tanam pada Selada (Lactuva satuva). Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 7 (1): 27 – 36
Nazzarudin , 1999. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Sayuran Dataran
Rendah . Penebar Swadaya, Jakarta: 35 halaman
Ningrum, D.A. 2014. Aplikasi Irigasi Tetes Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum
Esculentum Mill). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Lampung.
Oktaviani. 2013. Analisis Neraca Air Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max [L] Merr) Pada Lahan Kering. Jurnal Teknik Pertanian Lampung . Vol.2 (1): 7-16
Raes, D. 1987.Irigation Scheduling Information System (IRSIS).Katholike. Universiteit Leuven. Belgium.
Riskiyah ,J. 2013. Uji Volume Air Pada Berbagai Varietas Tanaman Tomat
(Lycopersicumm esculuentum Mill). Skrips Fakultas Pertanian. Universitas
Riau
Rosadi, R.A Bustomi. 2003. Penentuan Fraksi Penipisan (p) Air Tanah Tersedia Tanaman Kedelai (Glycine max [L] marr.) pada Berbagai Jenis Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Lampung: Lampung.
Rosadi, B., Oktafri, R. Zahab dan N. Haryono. 2010. Penuntun Praktikum Mata
Kuliah Teknik Irigasi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Lampung
Rosadi, R.A Bustomi. 2012. Irigasi Defisit. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung: 7-8 halaman
Sumarna , A. 1998. Irigasi Tetes pada Budidaya Cabai. Monograf No. 9. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultural Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. http://Scholar.google.com. Diakses tanggal 10 agustus 2014
(6)
Sutomo, H. 1995. Pedoman bertanam sayiran dataran rendah. Gadjah Mada University Press. Yoyjakarta: 250 halaman.
Tugiyono. 2005. Tanaman Tomat. Agromedia Pustaka. Jakarta: 250 halaman Wiryanta, W. 2002. Bertanam tomat. Agromedia Pustaka. Jakarta: 102 halaman.