SKRIPSI PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK

PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK

Oleh Mukhlas Ariesta H.0708173 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh Mukhlas Ariesta

H 0708173

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK

Mukhlas Ariesta H0708173

Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. Subagiya, MP NIP. 196102271988031004

Ir. YV. Pardjo NS, MS NIP. 194903231980101001

Surakarta, Januari 2013 Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan,

Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, MS NIP.195602251986011001

PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK

yang dipersiapkan dan disusun oleh Mukhlas Ariesta H0708173

telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal: 10 Januari 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agroteknologi

Susunan Tim Penguji:

Ketua

Anggota I

Anggota II

Dr. Ir. Subagiya, M.P. NIP. 196102271988031004

Ir. YV. Pardjo NS, M.S NIP. 194903231980101001

Prof.Dr.Ir. Sholahuddin, M.S NIP. 195610081980031003

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sekaligus penyusunan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Ir. Subagiya, MP selaku pembimbing utama yang telah memberikan banyak arahan, masukan, saran, ide dan nasehat untuk penulisan skripsi ini.

3. Ir. YV. Pardjo NS, MS selaku pembimbing pendamping sekaligus pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Sholahuddin, MS selaku dosen pembahas yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan dalam penulisan skripsi.

5. Ibunda dan ayahanda tercinta, yang telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga, doa, nasehat, dan dukungan.

6. Teman-temanku seperjuangan Agroteknologi Angkatan 2008 atas kebersamaan yang telah kita lalui dengan penuh suka dan duka.

7. Laboran di Laboratorium Hama Penyakit Tanaman yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan analisis laboratorium.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan agar dapat lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin.

Surakarta, Januari 2013

Penulis

H. Pengaruh Cuka Kayu Terhadap Kemampuan Makan Spodoptera litura . 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 39

A. Kesimpulan .............................................................................................. 39

B. Saran ........................................................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Nomor Judul dalam Teks Halaman

1. Populasi Thrips sp. pada tanaman tomat ................................................. 17

2. Populasi Empoasca sp. pada tanaman tomat ........................................... 19

3. Populasi S.litura pada tanaman tomat ...................................................... 22

4. Populasi Helicoverpa amigera pada tanaman tomat ............................... 24

5. Jumlah buah pada per tanaman tomat ...................................................... 28

6. Kadar klorofil daun .................................................................................. 29

7. Berat buah tomat layak pada panen pertama ........................................... 32

8. Berat buah tomat tidak layak pada panen pertama ................................. 34

9. Efektifitas cuka kayu terhadap mortalitas S.litura ................................... 36

10. Pengaruh cuka kayu terhadap kemampuan makan S. litura .................... 38

Nomor

Judul dalam Teks

Halaman

1 Gejala Serangan Thrips sp.......................................................... 17

2 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Thrips sp.........

18

3 Serangan Empoasca sp...............................................................

19

4 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Empoasca sp...

19

5 Serangan S. litura.......................................................................

21

6 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi S. litura..........

23

7 Gejala Serangan H. amigera......................................................

24

8 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi H. amigera.....

25

9 Grafik tinggi tanaman tomat tiap minggu................................

27

10 Rata-rata jumlah buah tomat....................................................

28

11 Rata-rata kadar klorofil pada tanaman tomat...........................

30

12 Jumlah buah tomat layak pada panen pertama.........................

31

13 Buah tomat yang diserang hama dan buah tomat yang terserang hama membusuk karena infeksi..................................

33

14 Jumlah buah tidak layak pada panen pertama..........................

34

15 Grafik pengaruh pemberian cuka kayu terhadap mortalitas S.litura......................................................................................

37

Judul dalam Lampiran

16 Penyemaian benih tomat .........................................................

56

17 Bibit tomat siap tanam..............................................................

56

18 Pembalikan tanah.....................................................................

56

19 Pembuatan bedengan ...............................................................

56

20 Pemberian pupuk dasar............................................................

56

21 Pemasangan mulsa...................................................................

56

47 Aplikasi cuka kayu pada daun..................................................

60

PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA

ORGANIK. Skripsi: Mukhlas Ariesta (H0708173). Pembimbing: Subagiya, YV. Pardjo NS, Sholahuddin. Program Studi: Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Budidaya tomat secara organik biasanya menggunakan pupuk dan pestisida yang berbahan alami. Namun kendala yang sering dihadapi dalam kegiatan pertanian organik adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT). Sehingga diperlukan alternatif pengendalian OPT secara alami yang dapat menggendalikan OPT dan tentunya juga bersifat ramah lingkungan. Salah satunya adalah dengan penggunaan cuka kayu. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji lebih lanjut tentang kemampuan pestisida alami cuka kayu dalam mengendalikan hama pada tanaman tomat.

Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap yakni (1) aplikasi cuka kayu pada tanaman tomat di lapangan, (2) uji cuka kayu pada ulat grayak (Spodoptera litura) di laboratorium. Penelitian di lapang dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: sistem budidaya konvensional, sitem budidaya organik, sistem budidaya organik + cuka kayu konsentrasi 10%, sistem budidaya organik + cuka kayu konsentrasi 5%, sistem budidaya organik + cuka kayu konsentrasi 2,5%. Sedangkan penelitian di laboratorium dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap mortalitas dan kemampuan makan ulat grayak (Spodoptera litura). Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu aplikasi cuka kayu.

Keragaman hama yang menyerang tanaman tomat dengan sistem budidaya organik cukup tinggi, antara lain: Helicoverpa armigera, Empoasca sp, Aphis sp., Pseudococcus sp, Bemisia tabaci, Valanga nigricornis, Epilachna spp ,Thrips sp, Liriomyza sp, dan Spodoptera litura. Hama pada tanaman tomat yang populasi serta intensitas seranganya paling tinggi adalah Thrips sp, Empoasca sp, Spodoptera litura dan Helicoverpa armigera. Cuka kayu dapat mengendalikan populasi hama pada tanaman tomat, dengan konsentrasi terbaik adalah 10%. Aplikasi cuka kayu pada tanaman tomat tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat.

EFFECT OF WOOD VINEGAR APPLICATION ON PEST AND

GROWTH OF TOMATO IN ORGANIC FARMING SYSTEM. Thesis-S1: Mukhlas Ariesta (H0708173). Advisers: Subagiya, YV. Pardjo NS, Sholahuddin. Study Program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Cultivation of organic tomatoes usually use fertilizers and pesticides with natural ingridient. But the obstacles often encountered in organic farming is a crop pests (OPT). So that the necessary alternative to control pests naturally to controling pests and must also be environmentally friendly. One alternative control is to use wood vinegar. The study was conducted to examine more about the capabilities of natural pesticides in controlling pests of wood vinegar contained in tomato plants.

This research was conducted with 2 phases: (1) application of wood vinegar on tomato in the field, (2) wood vinegar test armyworm (Spodoptera litura) in the laboratory. Field research was conducted using a complete randomized block

design (CRBD) with one factor treatment. The treatments that was given such as:

conventional cultivation systems, organic farming system, organic farming systems + concentration of 10% wood vinegar, organic farming systems + wood vinegar concentration of 5%, organic farming systems + wood vinegar concentration of 2.5%. While laboratory studies conducted to determine the effect of application wood vinegar on mortality and the ability to eat armyworm (Spodoptera litura). The study was conducted using a completely randomized design (CRD) with one factor treatment is the application of wood vinegar.

Diversity of pests that attack tomato in organic farming system is high, such as: Helicoverpa armigera, Empoasca sp, Aphis sp, Pseudococcus sp, Bemisia tabaci , Valanga nigricornis, Epilachna sp, Thrips sp, Liriomyza sp., dan Spodoptera litura ,. The highest pest populations and damage intensities on tomato plants were Thrips sp, Empoasca sp, Spodoptera litura and Helicoverpa armigera . Wood vinegar can control pest populations on tomatoes, the best concentration is 10%. Application of wood vinegar on tomato did not affect the growth of tomato.

A. Latar Belakang

Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu komoditas sayuran yang mengandung vitamin A dan vitamin C cukup tinggi. Tomat juga merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat bermanfaat bagi tubuh karena mengandung berbagai mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Buah tomat mengandung karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Buah tomat merupakan komoditas multiguna yang berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, bahan pewarna makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan obat-obatan. Sebagai sumber mineral, buah tomat dapat bermanfaat untuk pembentukan tulang dan gigi (zat kapur dan fospor), sedangkan zat besi (Fe) yang terkandung di dalam buah tomat dapat berfungsi untuk pembentukan sel darah merah atau hemoglobin. Selain itu tomat mengandung zat potassium yang sangat bermanfaat untuk menurunkan gejala tekanan darah tinggi (Cahyono 2005).

Namun, sistem budidaya petani untuk meningkatkan hasil tomat kebanyakan melalui sistem intesifikasi dengan penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dengan tujuan mendapatkan hasil tomat yang tinggi. Penggunaan pupuk anorganik dalam jangka yang relatif lama umumnya berakibat buruk pada kondisi tanah. Tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan cepat menjadi asam yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman (Indrakusuma 2000). Dengan penerapan sistem budidaya yang menggunakan bahan kimia sintetik ini juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem dan dalam jangka waktu yang panjang dapat merusak lingkungan. Selain itu buah tomat yang dihasilkan juga mengadung toksik yang tidak menyehatkan bagi manusia. Sehingga petani mulai menerapkan sistem budidaya organik mengingat adanya kesadaran petani serta berbagai pihak yang bergerak dalam bidang pertanian akan pentingnya kesehatan dan keberlanjutan lingkungan.

Budidaya secara organik biasanya menggunakan pupuk dan pestida yang berbahan alami. Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar dari alam Budidaya secara organik biasanya menggunakan pupuk dan pestida yang berbahan alami. Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar dari alam

Masalah utama yang sering dihadapi dalam kegiatan pertanian organik adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT), terutama di daerah tropis karena kondisi iklim tropis akan sangat mendukung perkembangan OPT. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian OPT yang intensif, antara lain dengan menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida kimia sintetis dilarang dalam sistem pertanian organik karena dampak negatif penggunaan pestisida sintetis meliputi polusi lingkungan (kontaminasi tanah, air, dan udara), serangga hama menjadi resisten, resurgen maupun toleran terhadap pestisida, serta dampak negatif lainnya sehingga dalam budidaya tomat organik ini menggunakan pestisida hayati yang terbuat dari destilasi asap pada pembuatan arang sekam. Hasil destilasi dari asap ini dinamakan gas cuka kayu, ini merupakan terobosan baru dimana sebelumnya belum termanfaatkan sebagai bahan pengendalian hama ataupun penyakit di lahan sawah.

Penggunaan pestisida alami cuka kayu apakah dapat mengendalikan hama yang terdapat pada tanaman tomat. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai pengaruh sistem budidaya organik dan aplikasi cuka kayu terhadap jumlah dan keragaman hama serta pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Selain itu juga untuk mengetahui dosis cuka kayu yang paling baik untuk mengendalikan hama-hama penting pada ekosistem sayuran tomat organik .

B. Perumusan Masalah

Sistem budidaya tanaman tomat di Indonesia masih cenderung menerapkan sistem pertanian konvensional yaitu masih menggunakan bahan-bahan kimia sintetis yang berlebih dalam pemupukan maupun pengendalian OPT (Organisme Penggangu Tanaman). Penggunaan bahan-bahan kimia ini dengan tujuan mendapatkan hasil panen yang maksimal. Namun disisi lain, hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, merusak ekosistem, bahkan membunuh organisme yang berperan sebagai musuh alami. Oleh karena itu, petani mulai Sistem budidaya tanaman tomat di Indonesia masih cenderung menerapkan sistem pertanian konvensional yaitu masih menggunakan bahan-bahan kimia sintetis yang berlebih dalam pemupukan maupun pengendalian OPT (Organisme Penggangu Tanaman). Penggunaan bahan-bahan kimia ini dengan tujuan mendapatkan hasil panen yang maksimal. Namun disisi lain, hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, merusak ekosistem, bahkan membunuh organisme yang berperan sebagai musuh alami. Oleh karena itu, petani mulai

1. Hama apa saja dan bagaimana populasi hama yang menyerang pada sistem budidaya tanaman tomat secara organik dengan aplikasi cuka kayu?

2. Berapa konsentrasi yang tepat dalam aplikasi cuka kayu untuk mengendalikan hama pada tanaman tomat?

3. Bagaimana pertumbuhan dan hasil pada sistem budidaya tanaman tomat secara organik aplikasi cuka kayu?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui macam dan populasi hama yang menyerang pada sistem budidaya tanaman tomat secara organik dengan aplikasi cuka kayu

b. Mengetahui konsentrasi cuka kayu yang tepat didalam mengendalikan hama pada tanaman tomat.

c. Mengetahui pertumbuhan dan hasil pada sistem budidaya tanaman tomat organik dengan aplikasi cuka kayu.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan rekomendasi kepada petani mengenai pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap serangan hama dan pertumbuhan tanaman tomat dengan sistem budidaya organik.

A. Tanaman Tomat

Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur sekitar 4 bulan. Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Buah tomat juga mengandung karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Buah tomat juga adalah komoditas yang multiguna berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan pewarna makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan obat-obatan. Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut:

Divisi

: Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae Kelas

: Lycopersicon (Lycopersicum)

Species : Lycopersicon esculentum (Pudjiatmoko 2011). Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran yang mengandung vitamin A dan vitamin C cukup tinggi. Produktivitas tomat Provinsi Jawa Tengah sebesar 11,93 ton/ha, lebih rendah dibandingkan provinsi lain, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur yaitu 20,25 ton/ha dan 13,35 ton/ha (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura 2006).

Tomat (Lycopersicon esculentum) merupakan salah satu jenis sayuran yang bermanfaat karena mengandung vitamin dan mineral yang berguna bagi tubuh dan kesehatan manusia. Konsumsi tomat segar dan olahan meningkat diikuti oleh meningkatnya kesadaran petani dan konsumen untuk mendapatkan produk pertanian yang berkualitas. Pemerintah melalui Pusat Standardisasi dan Akreditasi Departemen Pertanian telah menetapkan standar mutu buah tomat dengan nomor SNI 01-3162-1992 untuk standar mutu buah tomat segar dan standar mutu tomat olahan dengan nomor SNI 01-4217-196 (Wiryanta 2004).

pemberian pupuk kandang 20 t/ha dapat meningkatkan bobot buah dan jumlah buah tomat. Pupuk kandang dalam penelitian diatas tidak dijadikan kompos terlebih dahulu atau tanpa bantuan suatu mikroorganisma. Demikian juga penelitian Rahardjo et al. (2003), pemberian pupuk organik berupa sampah kota dan sampah desa dapat meningkatkan tinggi tanaman dan produksi buah tomat (Atanitokyo 2008).

B. Sistem Pertanian Organik

Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Sebaliknya, sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun agroekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik (Anonim 2007).

Sistem pertanian organik itu tergantung dengan pembangunan dan perawatan keanekaragaman hewan-hewan dan serangga. Kerusakan dari hama tidak bisa dihindarkan tetapi kejadian ini ditoleransikan karena ini memang proses alami. Walaupun begitu, dengan keseimbangan keanekaragaman hayati bersama dengan kehadiran hama akan menghasilkan kehadiran musuh alami hama itu, dan musuh alami ini akan menghalangi populasi hama dari menjadi terlalu besar dan kemudian menghalangi kerusakan panen dari mencapai tingkat tinggi (Winnet 2011).

Istilah pertanian organik telah menghimpun seluruh imajinasi petani bersama-sama konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia (pestisida dan herbisida) dan pupuk kimia yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksitanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan Istilah pertanian organik telah menghimpun seluruh imajinasi petani bersama-sama konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia (pestisida dan herbisida) dan pupuk kimia yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksitanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan

C. Cuka Kayu

Cuka kayu (Bahasa Inggris: wood vinegar , pyroligneous acid )

adalah cairan berwarna coklat pekat dan berbau sangit yang diperoleh dari distilasi asap yang dihasilkan dari proses pembuatan arang kayu. Komponen utama yang terdapat dalam cuka kayu adalah asam asetat dan metanol, dan karenanya zat ini pernah digunakan sebagai sumber komersial untuk asam asetat. Cuka kayu yang disimpan beberapa lama dan diencerkan dengan air, jika disiramkan ke daun atau sekitar akar tumbuhan bisa dimanfaatkan untuk membantu metabolisme tumbuhan tersebut. Meskipun demikian, cuka kayu tidak bisa dianggap sebagai pupuk dalam arti konvensional karena cuka kayu tidak mengandung unsur hara (Wikipedia 2010).

Cuka kayu yang digunakan adalah cuka kayu ’crude’ yang disaring lebih dahulu untuk memisahkan tar terlarut yaitu pada konsentrasi 2,5%. Uji coba pemanfaatan dilakukan pada budidaya tanaman padi jenis Ciherang di sawah milik petani seluas 5000 m dengan cara penyemprotan setelah padi berumur 1 bulan hingga menjelang masa panen. Lamanya uji coba mulai dari pembibitan sampai panen diperlukan waktu 3 bulan. Parameter yang diamati meliputi penyakit dan hama, berat gabah kering panen dan beras hasil gilingan. Untuk mengetahui efektifitas pemanfaatan cuka kayu, digunakan zat pertumbuhan tanaman jenis boster energi dan kontrol sebagai pembanding (Nurhayati dan Yelin 2009).

Menurut Yatagai (2002), komponen kimia cuka kayu berperan sebagai pemercepat pertumbuhan tanaman yaitu komponen asam, metanol, furfural dan sebagai inhibitor dari komponen phenol, asam, guaiakol. Menurut Nurhayati (2000) bahwa sifat cuka kayu mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Sehingga cuka kayu dapat digunakan sebagai pestida alami pada tanaman.

Aplikasi mikoriza dan cuka kayu berpengaruh sangat nyata pada peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman sengon. Pada penelitian ini bertujuan utuk mengetahui pengaruh pertumbuhan tanaman sengon dengan pemberian cuka Aplikasi mikoriza dan cuka kayu berpengaruh sangat nyata pada peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman sengon. Pada penelitian ini bertujuan utuk mengetahui pengaruh pertumbuhan tanaman sengon dengan pemberian cuka

Tren penggunaan pestisida di dunia sudah mengarah ke pestisida alami sehingga pemanfaatan tumbuhan sebagai pestisida nabati pun mulai dilirik. Hal ini ditunjang oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pestisida nabati cukup efektif dan ramah lingkungan (Kardinan et al. 1994).

D. Hama Tanaman Tomat

Hama-hama yang menyerang tanaman sayuran tomat organik relatif yang menyerang sayuran secara umum yaitu diserang oleh hama-hama Aphis sp, Thrips, Aulocophora similis , pengorok daun (Liriomyza sp.) pada stadia vegetaif, dan hama Bemisia tabacci, Heliothis armigera, dan lalat buah pada fase reproduktif (Haryanto et al. 2007).

Hasil panen tomat yang berkualitas ditentukan oleh pemilihan benih unggul, pemeliharaan, pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hama utama tanaman tomat seperti Spodoptera litura dan Helicoverpa armigera mampu menurunkan produktivitas tanaman tomat secara signifikan (Kalshoven 1981).

Salah satu OPT penting pada tanaman tomat yang sangat responsif terhadap pemupukan ialah kutukebul, Bemisia tabaci Genn. Bemisia tabaci dapat menimbulkan kerusakan secara langsung dan tidak langsung. Kerusakan secara langsung sebagai akibat aktivitas makannya, yaitu (1) penutupan stomata oleh embun madu yang dikeluarkan nimfa, dan embun jelaga yang tumbuh pada lapisan embun madu tersebut, seperti Cladosporium spp. dan Alternaria spp., (2) pembentukan bintik klorotik pada daun sebagai akibat kerusakan sebagian jaringan karena tusukan stilet, (3) pembentukan pigmen antosianin, dan (4) daun berguguran, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Hoddle 2003). Kerusakan secara tidak langsung, B. tabaci merupakan vektor penyakit virus kuning (Byrne dan Bellows 1990).

menyerang tanaman tomat, ulat buah tomat Helicoverpa armigera Hubn. (Lepidoptera: Noctuidae) dianggap sebagai hama utama. Serangan H.armigera biasanya terjadi pada musim kemarau yang dapat mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 52% (Setiawati 1991).

Menurut Semangun (1989), interaksin nematoda dengan tanaman inang menimbulkan gejala yang khas pada bagian akar di bawah permukaan tanah. Tumbuhan yang terserang biasanya menunjukkan gejala pertumbuhan yang tidak normal, seperti kerdil dan cendrung layu pada hari-hari panas, sedangkan akarnya akan mengalami pembengkakan dengan berbagai macam bentuk. Serangan pada tanaman tomat terutama terjadi pada tanah yang bertekstur kasar atau berpasir. Di samping memperlemah tanaman, nematoda ini dapat juga menurunkan produksi. Pada populasi yang tinggi dapat menyebabkan kehilangan hasil sebanyak 25- 50% (Rahayu dan Mukidjo 1977) .

Dalam budidaya tanaman tomat perlu diperhatikan hama-hama yang sering menyerang tanaman tomat. Hama-hama tersebut dapat menurunkan produksi dan merugikan, hama tersebut diantaranya: ulat buah tomat (Heliothis armigera

Hubner), Kutu daun (Aphis sp), Kutu putih , Kutu daun (Thrips sp), Lalat buah, dan Tungau merah (Atanitokyo 2008). Pengendalian secara kimiawi dengan pestisida sintetik merupakan cara yang sering dilakukan oleh petani untuk mengatasi serangan hama karena mempunyai tingkat keberhasilan tinggi tetapi terdapat pula dampak negatif berupa resistensi, ledakan hama sekunder dan akumulasi residu kimia pada hasil panen dan lingkungan yang membahayakan konsumen dan agroekosistem (Departemen Pertanian 2000).

Terjadinya resistensi pada suatu jenis hama akan meningkatkan dosis dan frekuensi insektisida yang digunakan sehingga terjadi pemborosan dan pencemaran serius terhadap lingkungan. Perkembangan resistensi lebih cepat terjadi pada insektisida tunggal dibandingkan dengan insektisida ganda atau campuran (Sutrisno 1987).

1. Diduga macam dan populasi hama pada pada tanaman tomat dengan sistem budidaya organik banyak jumlahnya.

2. Konsentrasi cuka kayu yang tepat diduga 10% didalam mengendalikan hama pada tanaman tomat.

3. Diduga pertumbuhan dan hasil pada sistem budidaya tanaman tomat organik dengan aplikasi cuka kayu lebih baik dibandingkan dengan sistem budidaya organik.

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai September 2012 yang bertempat di Desa Beku, Karanganom, Klaten dan Laboratorium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih tomat, cuka kayu dengan tiga konsentrasi yang berbeda, mulsa, ajir, kompos, urinsa plus, PGPR dan rafia. Bahan lain yang digunakan yaitu air bersih, alkohol, dan formalin 10%.

Adapun alat yang digunakan antara lain: cangkul, sprayer gendong, ember, penggaris atau meteran, jaring, klorofilmeter, kaca pembesar, flakon, timbangan analitik dan camera digital.

C. Cara Kerja Penelitian

1. Perancangan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor perlakuan. Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan . . Tiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:

a) Sistem budidaya konvensional (sesuai perlakuan petani setempat) (PP)

b) Sitem budidaya organik (P0)

c) Sitem budidaya organik + aplikasi cuka kayu konsentrasi 10% (P1)

d) Sitem budidaya organik + aplikasi cuka kayu konsentrasi 5% (P2)

e) Sitem budidaya organik + aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5% (P3)

Sedangkan penelitian di laboratorium dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap mortalitas dan kemampuan makan ulat grayak (Spodoptera litura). Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu aplikasi cuka kayu. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: Sedangkan penelitian di laboratorium dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap mortalitas dan kemampuan makan ulat grayak (Spodoptera litura). Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu aplikasi cuka kayu. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:

c) Aplikasi cuka kayu konsentrasi 5% (P2)

d) Aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5% (P3)

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan uji F dengan taraf 0,05 kemudian dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/ DMRT) taraf 5% untuk membandingkan kelimpahan hama pada kelima perlakuan dan membadingkan pertumbuhan serta hasil dari 5 perlakuan.

3. Pelaksanaan Penelitian

a. Penentuan lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih di Desa Beku, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten dengan luas lahan 800 m 2 . Lahan yang digunakan merupakan lahan yang baru pertama kalinya diterapkan sistem budidaya organik.

b. Pengolahan lahan sawah

Lahan sawah yang akan digunakan diolah tanahnya kemudain diberi tambahan pupuk kompos untuk sistem budidaya organik dan pupuk TSP, ZA dan KCL untuk sistem budidaya secara konvensional. Lahan yang sudah diolah tanahnya dibuat bedengan-bedengan sejumlah 15 bedeng dengan tiap perlakuan diberi jarak 5 meter. Bedengan-bedengan tersebut ditutup dengan mulsa plastik hitam perak.

c. Penyiapan bibit Tomat

Bibit tomat disiapkan dalam polybag kecil yang ditanam dari biji kemudian setelah umur 21 hari setelah tanam baru dipindah pada lahan yang sudah disiapkan.

d. Penentuan sampel

Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan sistem acak. Satu bedengan diambil 6 sampel tanaman. Sehingga jumlah sampel yang digunakan pada semua perlakuan yaitu 90 tanaman tomat yang merupakan sampel tetap.

Pemupukan dilakukan setiap seminggu sekali pada sistem budidaya organik dengan aplikasi urinsa dan PGPR. Urinsa merupakan pupuk organik cair yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Sedangkan PGPR merupakan pupuk hayati untuk memacu pertumbuhan tanaman serta meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan pemyakit tanaman. Kemudian aplikasi cuka kayu juga dilakukan setiap seminggu sekali. Sedangkan pada sistem budidaya konvensional (sesuai perlakuan petani setempat) pemupukan menggunakan pupuk NPK mutiara setiap 2 minggu sekali dan untuk pengendalian hama mengguanakan insektisida kimia (sintetis).

f. Pengamatan hama pada tanaman

Pengamatan hama dilakukan secara langsung dengan cara menghitung semua hama yang aktif atau tampak pada tanaman sampel. Apabila ditemukan hama yang belum diketahui maka diambil dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali mulai jam 07.00 sampai jam 12.00 dan dimulai 1 minggu setelah tanam hingga panen pertama (minggu ke delapan).

g. Pengamatan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat

Pengamatan pertumbuhan tanaman tomat meliputi, tinggi tanaman, kadar klorofil, dan jumlah buah per tanaman. Pengamatan dilakukan secara manual yaitu menghitung langsung di lahan. Pengamatan dimulai pada minggu pertama setelah tanam hingga panen pertama. Pengamatan hasil meliputi jumlah buah layak dan tidak layak serta berat total hasil panen pada setiap perlakuan tanaman sampel. Pengamatan hasil dilakukan setelah panen dengan menghitung dan menimbang buah pada tanaman dari panen pertama.

h. Uji Laboratorium

Percobaan di laboratorium dilakukan dengan menggunakan larva S. litura instar II yang berasal dari hasil pembiakan massal dengan dua jenis pengujian, yaitu pengujian mortalitas larva dan pengujian kemampuan Percobaan di laboratorium dilakukan dengan menggunakan larva S. litura instar II yang berasal dari hasil pembiakan massal dengan dua jenis pengujian, yaitu pengujian mortalitas larva dan pengujian kemampuan

Sedangkan untuk uji kemampuan makan, larva yang digunakan hanya satu ekor larva instar II. Larva diberi pakan sehelai daun kacang panjang yang telah ditimbang terlebih dahulu dan kemudian dicelupkan ke dalam cuka kayu. Setelah itu diamati perkembangan kemampuan makan larva setelah diaplikasi cuka kayu dengan menimbang daun kacang panjang untuk melihat seberapa besar larva S. litura dapat makan dan sejauh mana cuka kayu dapat menurunkan kemampuan makan larva.

D. Peubah Pengamatan

1. Jenis dan populasi hama pada tanaman tomat

Pengamatan populasi hama dilakukan dengan mengamati semua hama yang ditemukan pada tanaman tomat serta menghitung jumlah keseluruhan masing-masing jenis hama yang ditemukan setiap minggunya sampai panen pertama. Pengamatan yang dilakukan meliputi semua hama yang ditemukan pada tanaman tomat dengan cara membandingkan dengan gambar yang diperoleh dari buku maupun dari internet yang didasarkan pada sumber- sumber pustaka. Apabila ada hama yang belum diketahui maka diambil dan dimasukkan dalam flakon yang telah diberi alkohol kemudian diidentifikasi di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman. Sedangkan perhitungan populasi hama hanya dilakukan pada hama utama saja. Pengamatan hama dilakukan pada fase saat hama tersebut menyerang tanaman tomat.

2. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan 2 minggu setelah tanam hingga panen.

Jumlah buah pada satu tanaman diamati dari buah pertama yang muncul asilkan sampai pemanenan pertama. Jumlah buah dihitung pada tiap minggu.

4. Kadar klorofil daun

Kadar klorofil daun diukur menggunakan alat klorofil meter pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui apakah cuka kayu dan pemupukan mempengaruhi zat hijau daun. Pengamatan dilakukan pada 2 MST. Daun yang diukur kadar klorofilnya adalah 3 daun teratas pada setiap tanaman.

5. Hasil panen pada setiap perlakuan

Panen dilakukan dengan memetik buah tomat yang berwarna kekuning-kunigan dan oranye. Hasil panen meliputi jumlah buah yang matang dan bobot hasil panen per tanaman. Jumlah buah diketahui dengan menghitung buah tomat layak dan tidak layak dari panen pertama. Sedangkan bobot hasil panen diketahui dengan cara menimbang buah hasil panen pada masing-masing tanaman pada tiap perlakuan.

6. Efektivitas cuka kayu terhadap mortalitas Spodoptera litura

Mortalitas larva, dengan cara menghitung jumlah larva yang mati setiap hari. Persentase mortalitas larva S.litura dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

M=

x 100 %

M adalah mortalitas (%), n adalah jumlah larva yang mati (ekor), dan N adalah jumlah larva yang diuji (ekor).

7. Pengaruh Cuka Kayu terhadap Kemampuan Makan S. litura

Pengamatan terhadap uji kemampuan makan meliputi perhitungan berat daun sebelum dan sesudah dimakan oleh larva S.litura di dalam toples. Penimbangan daun dilakukan sebelum dan sesudah dimakan oleh S.litura. Sehingga dapat diketahui berat daun yang dimakan oleh larva S.litura selama perlakuan.

A. Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan pada lahan sawah di Kolekan, Beku, Karanganom, Klaten dan di Laboratorium Hama Penyakit Tanaman. Lahan sawah yang digunakan merupakan lahan yang baru pertama kalinya diterapkan sistem budidaya organik. Pengamatan yang dilakukan di lahan sawah antara lain: populasi hama yang meyerang pada tanaman tomat, tinggi tanaman, kadar klorofil daun, jumlah buah dan hasil panen. Sedangkan pengamatan yang dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman yaitu uji mortalitas dan kemampuan makan ulat grayak (Spodoptera litura) dengan kondisi lingkungan yang terkontrol, suhu ruang yang normal dan tanpa pancaran dari sinar matahari. Percobaan di laboratorium merupakan tindak lanjut dari percobaan di lapangan. Percobaan ini bertujuan untuk menguji keefektifan cuka kayu dalam mengendalikan ulat grayak (Spodoptera litura). Karena hama tersebut merupakan hama yang cukup memberikan dampak kerusakan pada tanaman tomat.

Kondisi lingkungan di lahan sawah pada minggu pertama dan kedua terjadi hujan 1 minggu sekali. Kemudian pada minggu ke-tiga sampai panen (minggu ke-8) tidak terjadi hujan dan suhu lingkungan rata-rata tiap minggu

mencapai 35 0 C. Alimin (2011), menjelaskan bahwa suhu dan kelembaban udara

yang semakin meningkat mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT. Serangga hama dan mikroba termofilik (menyukai kondisi panas) lebih diuntungkan dan hama dapat berekspansi ke wilayah lain dengan kondisi peralihan musim ini.

Pada kondisi musim kemarau ini terjadi kekeringan sehingga pengairan pada lahan dilakukan dengan mengambil air melalui sumur bor. Pengairan dilakukan setiap minggu sekali agar kebutuhan air bagi tanaman tercukupi. Pada petak pembanding pemupukan dilakukan sesuai perlakuan petani setempat yakni

dengan pemupukan dasar TSP, ZA, dan KCL. Selanjutnya sebagai pemupukan perawatan menggunakan pupuk NPK mutiara. Untuk pengendalian hama

menggunakan insektisida kimia (sintetis). Sedangkan pada budidaya organik

(urin sapi fermentasi) dan PGPR (Plant Grow Promoting Rhizobium) dengan cara dikocorkan. Urinsa merupakan pupuk organik cair yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Sedangkan PGPR merupakan pupuk hayati untuk memacu pertumbuhan tanaman serta meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan pemyakit tanaman. Sedangkan aplikasi cuka kayu juga dilakukan seminggu sekali dengan disemprotkan.

B. Jenis dan Populasi Hama Tanaman Tomat

Dalam budidaya tanaman tomat perlu diperhatikan hama-hama yang sering menyerang tanaman tomat. Hama-hama tersebut dapat menurunkan produksi dan merugikan (Atanitokyo 2008). Pada penelitian ini dijumpai beberapa hama yang menyerang tanaman tomat, antara lain: ulat buah tomat (Helicoverpa amigera), kutu daun (Aphis sp), kutu putih (Pseudococcus sp), kutu kebul (Bemisia tabaci), Empoasca sp., belalang (Valanga nigricornis), Thrips sp, kumbang daun (Epilachna spp), penggorok daun (Liriomyza sp.), dan ulat grayak (Spodoptera litura ). Selain hama terdapat pula musuh alami, yakni laba-laba dan kumbang buas. Musuh alami tersebut juga mempengaruhi populasi hama yang terdapat pada tanaman tomat.

Dari beberapa hama tersebut yang jumlah populasinya dan intensitas seranganya paling banyak antara lain:

1. Thrips sp.

Thrips sp. merupakan hama yang penting pada tanaman tomat. Menurut Pracaya (1991), hama ini memilki ciri-ciri panjang tubuhnya 1-2 mm dengan warna hitam, bergaris merah dan nimfanya berwarna putih atau kuning. Pengamataan Thrips sp. dilakukan pada fase nimfa sampai imago. Hama Thrips sp. menyerang bagian daun tanaman tomat. Menurut Indiati (2004) Nimfa dan serangga dewasa mengisap cairan permukaan daun dengan mulut pengisapnya, sehingga permukaan atas daun berbintik-bintik keputihan dan permukaan bawah daun menjadi nekrotik. Gejala muncul sejak tanaman masih muda yang dicirikan dengan daun-daun yang mengerut (Gambar 1.). Serangan hama Thrips sp. ini berbahaya bila menyerang bagian pucuk atau titik tumbuh Thrips sp. merupakan hama yang penting pada tanaman tomat. Menurut Pracaya (1991), hama ini memilki ciri-ciri panjang tubuhnya 1-2 mm dengan warna hitam, bergaris merah dan nimfanya berwarna putih atau kuning. Pengamataan Thrips sp. dilakukan pada fase nimfa sampai imago. Hama Thrips sp. menyerang bagian daun tanaman tomat. Menurut Indiati (2004) Nimfa dan serangga dewasa mengisap cairan permukaan daun dengan mulut pengisapnya, sehingga permukaan atas daun berbintik-bintik keputihan dan permukaan bawah daun menjadi nekrotik. Gejala muncul sejak tanaman masih muda yang dicirikan dengan daun-daun yang mengerut (Gambar 1.). Serangan hama Thrips sp. ini berbahaya bila menyerang bagian pucuk atau titik tumbuh

Gambar 1. Gejala serangan Thrips sp.

Menurut Kartasapoetra (1987) klasifikasi Thrips sp. adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum

: Thrips sp. Hama ini muncul pada minggu ke empat setelah tanam, dimana pada kondisi ini merupakan kondisi peralihan musim penghujan ke musim kemarau. Pada kondisi tersebut hama ini menyerang tanaman tomat dalam jumlah yang banyak. Tabel 1. Populasi Thrips sp. pada tanaman tomat

Perlakuan

Rata-rata Populasi Thrips sp. Cuka kayu dengan konsentrasi 10%

±3 a

Cuka kayu dengan konsentrasi 5%

±4 a

Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5%

Petak Pembanding

± 34 b

Keterangan: Angka-angka pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak

berbeda nyata pada DMRT taraf 5%. Tabel 1. menunjukkan bahwa populasi hama Thrips sp. pada tanaman tomat paling tinggi adalah pada petak pembanding (dengan perlakuan kimia).

perlakuan. Sedangkan kontrol tidak berbeda nyata dengan aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%. Namun dapat dilihat bahwa pada kontrol menunjukkan populasi Thrips sp. tertinggi dibandingkan dengan dengan aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%. Artinya bahwa aplikasi cuka kayu memberikan dampak penurunan populasi hama Thrips sp. jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa aplikasi cuka kayu).

Gambar 2. Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Thrips sp.

Berdasarkan histogram populasi hama Thrips sp. (Gambar 2.) menunjukkan bahwa pada semua perlakuan, populasi Thrips sp. cenderung meningkat pada tiap minggunya. Populasi Thrips sp. paling tinggi setiap minggunya adalah pada petak pembanding. Populasi Thrips sp. paling tinggi pada petak pembanding adalah pada minggu ke enam yakni 46 ekor. Padahal pada petak pembanding juga dilakukan pengendalian hama menggunakan isektida kimia namun jumlah hama tetap mengalami peningkatan. Menurut Sutrisno (1987) ini terjadi resistensi pada hama tersebut karena insektisida yang digunakan bersifat tunggal bukan secara ganda atau campuran. Sedangkan populasi paling rendah pada tiap minggunya adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10%. Aplikasi cuka kayu 10% merupakan

Minggu ke-

Kepadatan Thrips sp.

PP: Petak pembanding

P0: kontrol

P1: aplikasi cuka kayu konsentrasi 10%

P2: aplikasi cuka kayu konsentrasi 5%

P3: aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5%

mengendalikan hama Thrips sp.

2. Empoasca sp.

Hama ini memiliki ciri tubuhnya berawarna hijau sampai hijau kekuningan dengan bercak coklat tua di tengah dan bercak putih di dada . Kakinya berwarna hijau serta panjang tubuhnya ± 2,5 mm. Empoasca sp. merupakan hama yang menyerang bagian daun tanaman tomat. Menurut Pracaya (1991), Empoasca sp. biasanya menyerang tanaman dari keluarga Malvaceae seperti bunga sepatu dan okra. Kadang juga pelompat daun tersebut menyerang keluarga Solanaceae (tomat, terung, cabai) dan keluarga Leguminosae (buncis dan kacang panjang). Empoasca sp. yang masih nimfa maupun yang sudah dewasa menghisap daun. Pada siang hari hama tersebut tetap tinggal di bawah permukaan daun. Akibat dari serangan dari hama ini yaitu akan timbul bercak pada daun yang berwarna putih dan mengelompok, seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Serangan Empoasca sp

Tabel 2. Populasi Empoasca sp. pada tanaman tomat

Perlakuan

Rata-rata Populasi Empoasca sp. Cuka kayu dengan konsentrasi 10%

±1a

Cuka kayu dengan konsentrasi 5%

± 2 ab

Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5%

±3b

Petak Pembanding

Keterangan: Angka-angka pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak

berbeda nyata pada DMRT taraf 5% Tabel 2. menunjukkan bahwa populasi hama Empoasca sp. pada tanaman tomat paling tinggi adalah pada perlakuan kontrol. Pada kontrol populasi Empoasca sp. tidak berbeda nyata dengan petak pembanding.

dengan aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10% dan 2,5%. Namun dapat dlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi cuka kayu maka jumlah Empoasca sp. semakin rendah. Hasil ini menunjukan bahwa aplikasi cuka kayu pada tanaman tomat mampu mengendalikan Empoasca sp. Menurut Gautama (2005), bahwa cuka kayu adalah cairan yang berasal dari asap hasil pembakaran pada proses pembuatan arang kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida organik yang ramah lingkungan.

Gambar 4. Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Empoasca sp.

Gambar 4. menunjukkan bahwa populasi Empoasca sp. pada semua perlakuan cenderung meningkat pada setiap minggunya. Walaupun populasi Empoasca sp. meningkat pada setiap minggunya dengan aplikasi cuka kayu dapat mengendalikan populasi Empoasca sp. tidak meningkat banyak. Populasi Empoasca sp. paling tinggi pada minggu ke delapan adalah pada kontrol yakni sebanyak 16 ekor. Sedangkan populasi terendah pada minggu ke delapan adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10% yaitu sebanyak 3 ekor. Konsentrasi 10% merupakan konsentrasi yang paling tinggi dan menunjukkan cuka kayu yang diaplikasikan lebih pekat dibandingkan dengan perlakuan lain. Sehingga dengan konsentrasi yang lebih pekat ini maka lebih efektif untuk mengusir Empoasca sp. yang ada pada tanaman tomat. Menurut Hartoyo dan Nurhayati (1997), senyawa-senyawa yang terkandung

Minggu ke-

Kepadatan Empoasca sp.

PP: Petak pembanding

P0: kontrol

P1: aplikasi cuka kayu konsentrasi 10%

P2: aplikasi cuka kayu konsentrasi 5%

P3: aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5%

format, metil alkohol, aseton dan metil asetat dan fenol. Hendra (1992), mengungkapkan bahwa adanya senyawa asam-asam kayu dan senyawa fenol cuka kayu dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioinsektisida.

3. Ulat grayak (Spodoptera litura)

Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan salah satu jenis hama pemakan daun yang sangat penting. Kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 80% (Marwoto dan Suharsono, 2008). Pengamatan ulat grayak dilakukan pada saat fase larva. Menurut Kalshoven (1981), sistematika klasifikasi ulat grayak yaitu: Kingdom : Animalia

Sub famili : Amphipyrinae Genus

: Spodoptera

Spesies

: Spodoptera litura F Hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang cukup luas atau banyak inang. Salah satu tanaman inangnya yaitu tanaman tomat. Larva yang masih muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas (transparan) dan tulang daun. Larva instar lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang buah tomat. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat (Gambar 5.).

Gambar 5. Serangan S. litura