3
pertunjukan atau upacara. Pengaruh dari penekanan di zaman penjajahan Belanda ini banyak mewarnai perkembangan
pencak silat untuk masa sesudahnya.
C. Perkembangan pada Pendudukan Jepang
Politik Jepang terhadap bangsa yang diduduki berlainan dengan politik Belanda. Pencak silat sebagai ilmu nasional
didorong dan dikembangkan untuk kepentingan Jepang sendiri, dengan mengobarkan semangat pertahanan
menghadapi sekutu. Di mana-mana atas anjuran Shimitsu diadakan pemusatan tenaga aliran pencak silat.
Di seluruh Jawa didirikan gerakan pencak silat yang diatur oleh pemerintah secara serentak. Di Jakarta pada waktu
itu telah diciptakan oleh para pembina pencak silat suatu olahraga berdasarkan pencak silat, yang diusulkan untuk
dipakai sebagai gerakan olahraga setiap pagi di sekolah- sekolah. Usul itu ditolak oleh Shimitsu karena khawatir akan
mendesak Taysho, Jepang. Sekalipun Jepang memberikan kesempatan untuk
menghidupkan unsur-unsur warisan kebesaran bangsa, tujuannya adalah untuk mempergunakan semangat yang
diduga akan berkobar lagi demi kepentingan Jepang sendiri bukan untuk kepentingan nasional. Meskipun demikian,
ada keuntungan yang diperoleh dari zaman itu, masyarakat kembali sadar untuk mengembalikan ilmu pencak silat pada
tempat yang semestinya. Masyarakat mulai menata kembali pencak silat dan mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari.
4
D. Perkembangan pada Zaman Kemerdekaan
Pada zaman kemerdekaan ini perkembangan pencak silat dibagi menjadi lima periode.
1. Periode Perintisan tahun 1948-1955
Periode ini adalah perintisan berdirinya organisasi pencak silat yang bertujuan untuk menampung
perguruan-perguruan pencak silat. Pada tanggal 18 Mei 1948 di Solo menjelang PON ke I, para pendekar
berkumpul dan membentuk organisasi Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia IPSSI. Ketua umum pertama
IPSSI adalah Mr. Wongsonegoro. Kemudian diubah namanya menjadi Ikatan Pencak Silat Indonesia IPSI,
yang dimaksud untuk menggalang kembali semangat juang bangsa Indonesia dalam pembangunan. Selain
itu IPSI mempunyai tujuan yang dapat memupuk persaudaraan dan kesatuan bangsa Indonesia sehingga
tidak mudah dipecah belah. Tahun 1948 sejak berdirinya PORI yaitu wadah induk-
induk organisasi olahraga, IPSI sudah menjadi anggota. IPSI juga ikut aktif mendirikan KONI Komite Olahraga
Nasional Indonesia.
2. Periode Konsolidasi dan Pemantapan tahun 1955-1973
Setelah terbentuknya organisasi pencak silat, maka IPSI mengonsolidasikan anggota-anggota perguruan
pencak silat di seluruh Indonesia. Tujuannya untuk memantapkan program sehingga pencak silat selain
sebagai beladiri juga dapat dipakai olahraga, sehingga dibuatlah peraturan pertandingan pencak silat. Dengan
terbentuknya peraturan tersebut maka pada PON VIII
13
A. Pengertian
Pencak Silat merupakan sistem beladiri yang diwariskan oleh nenek moyang sebagai budaya bangsa Indonesia
sehingga perlu dilestarikan, dibina, dan dikembangkan. Indonesia merupakan negara yang menjadi pusat ilmu
beladiri tradisional pencak silat. Istilah resmi pencak silat di beberapa daerah berbeda-beda, contohnya:
a. Sumatera Barat dengan istilah Silek dan Gayuang. b. Di pesisir timur Sumatra Barat dan Malaysia dengan
istilah Bersilat. c. Jawa Barat dengan istilah Maempok dan Penca.
d. Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur dengan istilah Pencak.
e. Madura dan Pulau Bawean dengan istilah Mancak. f. Bali dengan istilah Mancak atau Encak.
g. Kabupaten Dompu dan NTB dengan istilah Mpaa Sila.
PENCAK SILAT DI INDONESIA
15
kamus bahasa Indonesia, pencak silat diartikan permainan keahlian dalam mempertahankan diri dengan kepandaian
menangkis, menyerang dan membela diri dengan atau tanpa senjata. Pencak silat juga merupakan seni beladiri, sehingga
di dalamnya terdapat unsur keindahan dan tindakan. Pencak silat merupakan hasil budi dan akal manusia, lahir dari
sebuah proses perenungan, pembelajaran dan pengamatan.
1. Landasan Budaya yang Melandasi dan Mewarnai Pencak Silat
Pencak silat merupakan salah satu hasil masyarakat Indonesia dan termasuk budaya masyarakat rumpun
Melayu. Masyarakat rumpun Melayu pada dasarnya adalah masyarakat agraris dan masyarakat paguyuban,
maka budaya yang melandasi ataupun yang dihasilkan adalah budaya paguyuban. Budaya paguyuban adalah
budaya kegotongroyongan, kekeluargaan, kekerabatan, kebersamaan, kesetiakawanan, kerukunan, dan toleransi
sosial. Budaya gotong royong tentunya dalam kebaikan dan
perbaikan, setiap perguruan dalam pencak silat tidak ada ada yan
g menyarankan gotong royong dalam keburukan. Sikap gotong royong adalah bekerja bersama-sama
dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama- sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil.
Atau suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh semua warga menurut
batas kemampuannya masing-masing.
17
yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok- kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh
mayoritas dalam suatu masyarakat. Belajar pencak silat sesungguhnya adalah belajar
tentang kehidupan. Belajar bertanggungjawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, negara, dan Tuhan
Yang Maha Esa.
2. Falsafah Pencak Silat
Falsafah pencak silat adalah falsafah budi pekerti luhur, yakni falsafah yang memandang budi pekerti
luhur sebagai sumber dari keluhuran sikap, perilaku, dan perbuatan manusia yang diperlukan untuk mewujudkan
cita-cita agama dan moral masyarakat. Falsafah berbudi pekerti luhur dapat pula dikatakan pengendalian diri,
dengan budi pekerti luhur atau pengendalian diri yang tinggi manusia akan dapat memenuhi kewajiban
luhurnya sebagai mahluk Tuhan, mahluk pribadi, mahluk sosial dan mahluk alam semesta yakni Taqwa kepada
Tuhannya, meningkatkan kualitas dirinya, menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan sendiri dan
mencintai alam lingkungan hidupnya. Budi adalah aspek kejiwaan yang mempunyai unsur
cipta, rasa, dan karsa. Pekerti artinya watak atau akhlak, sedang luhur artinya mulia atau terpuji. Dengan demikian,
falsafah budi pekerti luhur mengajarkan manusia sebagai makhluk Tuhan, makhluk pribadi, makhluk sosial, dan
makhluk alam semesta yang selalu mengamalkan pada bidang masing-masing sesuai dengan cipta, rasa, dan karsa
yang mulia.
19
c. Tangguh, adalah keuletan, pantang menyerah, dan sanggup mengembangkan kemampuannya
dalam menjawab tantangan dalam menang gulangi
kesulitan demi menegakkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan.
d. Tanggon, adalah tahan uji dalam menghadapi godaan dan cobaan, disiplin, tanggung jawab serta mentaati
norma-norma hukum, sosial, dan agama, serta konsisten dan konsekuen memegang prinsip
e. Trengginas, adalah kelincahan, kegesitan, dan keterampilan yang dinamis, enerjik, korektif, efisien,
dan efektif untuk mengejar kemajuan.
B. Kaidah Pencak Silat
Kaidah pencak silat adalah aturan dasar tentang cara-cara melaksanakan atau mempraktekkan pencak silat. Kaidah ini
mengandung ajaran moral serta nilai-nilai dan aspek-aspek pencak silat sebagai satu kesatuan. Dengan demikian, aturan
dasar pencak silat tersebut mengandung norma etika, logika, estetika, dan atletika. Kaidah ini dapat diartikan sebagai
aturan dasar yang mengatur pelaksanaan pencak silat secara etis, teknis, estetis, dan atletis sebagai satu kesatuan.
C. Hakikat Pencak Silat
Ditinjau dari identitas dan kaidahnya, pencak silat pada hakikatnya adalah substansi dan sarana pendidikan mental
spiritual dan pendidikan jasmani untuk membentuk manusia yang mampu menghayati dan mengamalkan ajaran falsafah
budi pekerti luhur.
20
Penerapan tentang hakikat dari belajar pencak silat itu harus mengandung arti bahwa:
1. Manusia sebagai makhluk Tuhan harus mematuhi dan melaksanakan secara konsisten dan konsekuen
nilai-nilai ketuhanan dan keagamaan, baik secara vertikal maupun horizontal.
2. Manusia sebagai makhluk individu atau makhluk pribadi wajib meningkatkan dan mengem
bangkan kualitas kepribadiannya untuk mencapai kepribadian
yang luhur, yakni kepribadian yang bernilai dan berkualitas tinggi serta ideal menurut pandangan
masyarakat dan ajaran agama. 3. Manusia sebagai makhluk sosial wajib memiliki
pemikiran, orientasi, wawasan, pandangan, motivasi, sikap, tingkah laku, dan perbuatan sosial yang luhur,
dalam arti bernilai dan berkualitas tinggi serta ideal menurut pandangan masyarakat.
4. Manusia sebagai makhluk alam semesta berkewajiban untuk melestarikan kondisi dan keseimbangan alam
semesta yang memberikan kemajuan, kesejahteraan, dan kebahagiaan kepada manusia sebagai karunia
Tuhan.
D. Aspek Pencak Silat