ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI AMERIKA SERIKAT, INFLASI CINA, INFLASI JEPANG, DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) TERHADAP INFLASI DI INDONESIA Periode 2001:Q1-2012:Q4

(1)

DOMESTIK BRUTO (PDB) TERHADAP INFLASI DI INDONESIA

Periode 2001:Q1-2012:Q4 Oleh

ANDRY DWI ICHWANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI AMERIKA SERIKAT, INFLASI CINA, INFLASI JEPANG, DAN PRODUK

DOMESTIK BRUTO (PDB) TERHADAP INFLASI DI INDONESIA

Periode 2001:Q1-2012:Q4 Oleh

ANDRY DWI ICHWANTO

Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari suatu Negara ke Negara lainnya

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variable inflasi Amerika Serikat, inflasi Cina, inflasi Jepang, dan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap inflasi di Indonesia selama periode quartal I tahun 2001 hingga quartal IV tahun 2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data quartal selama periode 2000 : QI – 2010 : QIV.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Dari hasil estimasi ECM diketahui bahwa variable inflasi Amerika memiliki koefisien regresi sebesar -1.127796 (bernilai negatif), menunjukan bahwa apabila terjadi perubahan kenaikan persentaase IA sebesar 1% (ceteris paribus) maka akan menyebabkan perubahan penurunan Inflasi Indonesia sebesar 1.1 persen. Dan juga dari hasil estimasi ECM di lihat variabel IJ memiliki koefisien regresi sebesar 4.398301 (bernilai positif), menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan kenaikan 1 persen (ceteris paribus) IJ maka akan menyebabkan perubahan peningkatan inflasi Indonesia sebesar 4,4 persen

Kata kunci :Inflasi Amerika (IA), Inflasi Cina (IC), Inflasi Jepang (IJ), Produk Domestik Bruto (PDB).


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR GRAFIK ... iv

DAFTAR TABEL ... v

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Kerangka Pemikiran ... 11

E. Hipotesis ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Inflasi ... 13

1.Teori Inflasi Keynes ... 13

2.Teori Struktural ... 13

3.Mark –up Model ... 14

3.Inflasi Sisi Permintaan ... 16

4.Inflasi Sisi Penawaran ... 19

5.Inflasi Impor (Imported Inflation) ... 22

B. Produk Domestik Bruto ... 23

C. Penelitian Terdahulu ... 25

III. METODE PENELITIAN A. Data dan Sumber Data ... 27

B. Definisi Operasional Variabel ... 28

C. Metode Dan Teknik Analisis Data ... 29

1.Model dan Alat Analisis ... 29

2.Alat Analisis ... 30

2.1 Uji Stasionary ... 30


(7)

2.3 Model Koreksi Kesalahan (ECM) ... 33

2.4 Uji Asumsi Klasik ... 35

2.5 Pengujian Hipotesis ... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Uji Stasioner ... 41

1. Uji Stationary Data Pada Level ... 41

2. Uji Stationary Data Pada First Difference ... 42

B.Hasil Dan Pembahasan Uji Kointegrasi... 41

C.Hasil Dan Pembahasan Uji Asumsi Klasik Persamaan Kointegrasi... 45

1. Hasil Uji Normalitas ... 45

2. Hasil Uji Multikolinearitas ... 46

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 46

4. Hasil Uji Otokorelasi... 48

D.Analisis Statistik Persamaan Kointegrasi ... 48

E. Hasil Pengujian Hipotesis ... 49

F. Hasil Dan Pembahasan Estimasi ECM ... 51

G.Hasil Dan Pembahasan Uji Asumsi Klasik ECM ... 55

H.Pengujian Hipotesis ECM ... 58

I. Intepretasi Hasil ECM ... 60

J. Pembahasan ... 62

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 65

B. Saran ... 66


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari suatu negara ke negara lainnya (Sukirno, 2000: 15).

Inflasi merupakan masalah ekonomi yang tidak bisa dianggap remeh, karena dapat membawa dampak yang sangat luas. Oleh karena itu inflasi sering menjadi target kebijakan pemerintah. Inflasi tinggi begitu penting untuk diperhatikan mengingat dampaknya bagi perekonomian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lambat, pengangguran yang selalu meningkat.(www.bi.go.id)

Perkembangan ekonomi jangka panjang akan menjadi semakin memperburuk sekiranya inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi cenderung akan menjadi bertambah cepat apabila tidak diatasi. Inflasi yang bertambah serius tersebut cenderung untuk mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikan impor. Kecenderungan ini akan


(9)

Tabel 1. Target dan Realisasi Inflasi Yang Dihitung Berdasarkan IHK Tahun 2001 – 2012

Tahun Target % Realisasi %

2001 4-6 12,5

2002 9-10 10,03

2003 9±1 5,06

2004 5,5±1 6,4

2005 6±1 17,11

2006 8±1 6,6

2007 6±1 6,59

2008 5±1 11,06

2009 4,5±1 2,78

2010 5±1 6,96

2011 5±1 3,79

2012 4,5±1 4,3

Sumber : Laporan Perekonomian, BI (2013)

BI telah menetapkan target inflasi yang akan dicapainya dari tahun 2001 sampai dengan 2012. Realisasi inflasi yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh BI dari tahun 2001 sampai dengan 2012 hanya realisasi inflasi tahun 2004, 2007, 2011 dan 2012 saja yang sesuai dengan apa yang telah ditargetkan oleh BI selebihnya realisasi inflasi melenceng dari yang telah di targetkan.

Sumber : Laporan Perekonomian, BI (2013) Gambar 1. Inflasi Periode 2000-2012

0 5 10 15 20

1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

inflasi


(10)

Dari data diatas terlihat bahwa tahun 2000 tingkat inflasi di Indonesia berada

pada 9,35 persen. Kemudian pada tahun 2001 sampai dengan 2004 inflasi di Indonesia mengalami penurunan dari 12,55 persen menjadi 6,4 persen. Di tahun 2005 inflasi Indonesia mengalami kenaikan menjadi 17,11 persen, pada tahun 2006 inflasi Indonesia menurun menjadi 6,6 persen, kemudian pada tahun 2007 meningkat menjadi 7,4 persen lalu pada tahun 2008 inflasi Indonesia meningkat menjadi 11,1 persen, pada tahun 2009 ini lah tingkat terendah inflasi Indonesia yaitu sebesar 2,8 persen. kemudian di tahun 2010 inflasi Indonesia kembali meningkat menjadi 7 persen, tahun 2011 inflasi Indonesia menurun kembali menjadi 3,8 persen, hingga pada tahun 2012 inflasi Indonesia mengalami kenaikan menjadi 4,3 persen .

Akibat buruk inflasi pada perekonomian yang oleh sebagian ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi yang sangat lambat berlakunya dipandang sebagai stimulator bagi

pertumbuhan ekonomi. Kenaikan harga tersebut tidak secepatnya diikuti oleh kenaikan upah pekerja, maka keuntungan akan bertambah. Pertambahan keuntungan akan

menggalakkan investasi di masa akan datang dan ini akan menyebabkan percepatan dalam pertumbuhan ekonomi. Tetapi inflasi biasanya berlaku lebih cepat dari kenaikan upah para pekerja. Oleh sebab itu upah riil para pekerja akan merosot disebabkan oleh inflasi dan keadaan ini berarti tingkat kemakmuran segolongan besar masyarakat mengalami penurunan.


(11)

Dampak dari deflasi menyebabkan menurunnya persediaan uang di masyarakat dan akan menyebabkan depresi besar dan juga akan membuat pasar Investasi (Saham) akan mengalami kekacauan. Dikarenakan harga barang mengalami penurunan, konsumen memiliki kemampuan untuk menunda belanja mereka lebih lama lagi dengan harapan harga barang akan turun lebih jauh. Akibatnya aktivitas ekonomi akan melambat dan memberikan pengaruh pada spiral deflasi (deflationary spiral).

Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melemahnya investasi di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan melemahkan perekonomian dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan. Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu negara menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank. Ini memang merupakan langkah paling aktif untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.

Sejak lama ahli ekonomi klasik telah menunjukan bahwa kegiatan perdagangan luar negeri mempunyai beberapa sumbangan penting pada pertumbuhan ekonomi, ekspor, misalnya , akan memperluas pasar barang-barang buatan dalam negeri dan ini memungkinkan perusahaan-perusahaan dalam negeri mengembangkan kegiatannya.

Menurut asalnya terdapat dua jenis inflasi, yang pertama Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat.


(12)

Yang kedua Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (open economy system). Dan, inflasi ini dapat

‘menular’ baik melalui harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor.(Adwin S. Atmaja, jurnal ekonomi. 1999)

Tabel 2 .Tabel Impor Non Nigas 5 Negara Mitra Dagang

Impor Non

Migas China Amerika Jepang Korea

Arab Saudi

Share (%) 2001 2.143.889 1.842.680 4.223.470 1.227.656 152.324 42,47 2001 2.242.764 2.465.445 4.205.375 1.348.704 163.716 45,16 2003 2.535.065 2.601.989 4.778.202 1.638.498 166.527 46,76 2004 3.822.119 3.301.715 6.019.750 1.991.005 192.628 43,96 2005 4.830.401 3.868.192 7.031.174 1.698.722 205.720 30,24 2006 8.293.956 4.553.721 9.230.588 3.409.256 247.173 40,79 2007 9.305.459 5.445.694 9.335.444 3.746.563 350.832 39,02 2008 8.293.959 7.865.862 14.969.814 4.989.850 576.526 36,14 2009 11.215.047 6.544.583 9.712.649 3.750.228 458.163 40,91 2010 17.425.089 7.778.552 16.727.317 5.547.723 754.947 44,85 2011 25.321.071 9.388.939 19.316.137 7.365.803 965.377 46,02 2012 28.776.499 11.222.743 22.120.278 8.201.627 1.015.154 48,84 Rata-rata 124.205.318 66.880.115 127.670.198 44.915.635 5.249.087 42,09

Sumber : BI.go.id, 2013

Dari data pada tabel impor non migas ke 5 negara dapat terlihat jika impor non migas pada mitra dagang indonesia didominasi oleh jepang sebesar 127.670.198 dalam ribu dolar, dengan jumlah share rata-rata 5 negara tersebut sampai dengan tahun 2012 mencapai 42,09% .


(13)

Kenaikan harga harga yang kita impor mengakibatkan:

1. Secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagai dari barang barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor

2. Secara tidak langsung menaikan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi (dan kemudian, harga jual) dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin mesin yang harus di impor (post inflation)

3. Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kemungkinan (tetapi ini tidak harus demikian) kenaikan harga harga barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah atau swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tersebut (deman inflation). (Boediono, 1990; 164)

Sumber : Bank Indonesia


(14)

Berdasarkan grafik diatas 3 negara yang mempunyai jumlah kuota impor terbesar yaitu Cina, Jepang dan Amerika Serikat. Pada tahun awal tingkat ekpor Cina ke Indonesia sebesar 2.143.889 dan Jepang sebesar 4.223.470 sedangkan Amerika sendiri sebesar 1.842.680. Hingga pada akhir tahun 2012, Cina mengekspor sebesar 28.776.499, dan Jepang berada pada peringkat ke dua dengan ekspor ke Indonesia sebesar 22.120.278 dan Amerika sebesar 11.222.743 dalam ribu dolar.

Namun keterbukaan suatu perekonomian tidak selalu menguntungkan. Impor yang berlebihan dapat mengurangi kegiatan ekonomi di dalam negeri, karena hal tersebut berarti konsumen memilih menggunakan barang luar negeri dan tidak menggunakan barang dari dalam negeri. Implikasi berikutnya dari keadaan ini ialah modal dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, maka ketidak seimbangan pengeluaran uang dari dalam ke luar negeri akan berlaku.

Sumber : Bank Indonesia


(15)

Dapat dilihat dari tahun 2000 jumlah PDB Indonesia 1.389.777 kemudian pada tahun 2001 terus meningkat menjadi 1.440.406 dan hingga pada tahun 2008 meningkat menjadi 2.082.456 kemudian sampai dengan tahun 2012 PDB Indonesia terus mengalami peningkatan hingga mencapai 2.618.139 dalam miliar.

Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai masalah ekonomi makro yang

meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada singel digit.

Dapat disimpulkan pada saat terjadi inflasi di suatu negara maka akan berpengaruh kepada penurunan nilai mata uang suatu negara namun akan memiliki dampak positif pada sektor ekspor, dikarenakan pada saat harga negara tersebut meningkat karena inflasi maka nilai mata uang akan rendah dan pada saat tersebut mitra dagang atau negara lain akan memilih untuk melakukan impor ke negaranya, karena nilai mata uang Negra pengimpor menguat atas negara pengekspor barang. Akibat dari kerjasama ekspor dan impor antar negara maka Negra pengekspor akan mengalami penigkatan pada cadangan devisa.

Oleh karena itu untuk mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil diperlukan adanya kerjasama dan kemitraan dari seluruh pelaku ekonomi baik bank Indonesia, pemerintah maupun swasta. Inflasi tidak boleh diabaikan begitu saja, karena dapat menimbulkan dampak yang sangat luas. Inflasi yang sangat tinggi sangat penting


(16)

diperhatikan mengingat dampaknya bagi perekonomian yang bisa menimbulkan

ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lambat dan pengangguran yang meningkat. Dengan hal tersebut, upaya mengendalikan inflasi agar stabil sangat penting untuk dilakukan.

Berdasarkan faktor pengaruh inflasi dan data inflasi Indonesia maka peneliti akan membahas tentang Inflasi inti yang memiliki komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor fundamental. Diantaranya terdapatnya interaksi permintaan dan penawaran, Inflasi inti juga dipengaruhi oleh sektor lain yaitu sektor eksternal yang terdiri dari nilai tukar, harga komoditi internasional, serta inflasi mitra dagang khususnya pada sektor non migas. Sektor yang mempengaruhi inflasi inti yang terakhir yaitu ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen, ekspektasi tersebut ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui kebijakan sektor moneter yang bertujuan mengendalikan tingkat inflasi pada tahun yang akan datang


(17)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan penelitian ini adalah :

1. Apakah tingkat inflasi di Cina berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ? 2. Apakah tingkat inflasi Amerika berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ? 3. Apakah tingkat inflasi Jepang berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ?

4. Apakah Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui seberapa besar tingkat inflasi di Cina berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ?

2. Mengetahui seberapa besar tingkat inflasi Amerika berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ?

3. Mengetahui seberapa besar tingkat inflasi Jepang berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ?

4. Mengetahui seberapa besar Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ?


(18)

D. Kerangka Pemikiran

Tingkat inflasi negara mitra dagang dapat mempengaruhi keadaan inflasi di Indonesia. Hal itu karena AS, Cina, dan Jepang merupakan negara yang memiliki pengaruh besar dalam rincian pendapatan dunia. Jika negara-negra mitra dagang mengalami inflasi maka akan berdampak kepada kerjasama sektor ekspor maupun impor beberapa negara tersebut termasuk pada Indonesia, dengan kata lain ketika negara asing atau mitra dagang Indonesia mengalami inflasi maka mata uang Indonesia akan menguat atas negara tersebut, harag-harga barang di negara yang mengalami inflasi akan naik namun nilai mata uang negara tersebut akan melemah.

Negara lain akan lebih memilih melakukan ekspor barang karena mata uang negara lain menguat atas nilai mata uang negara yang mengalami inflasi, dengan demikian negara tersebut akan memiliki cadangan devisa dari ekspor yang dilakukannya. Tingkat inflasi di Amerika Serikat, Cina dan Jepang berpengaruh positif terhadap negara-negara yang menjalin hubungan dagang dengannya. Hasil penelitian Friedman dan Schwartz menunjukkan bahwa di Amerika Serikat dengan pertumbuhan uang tinggi cenderung memiliki inflasi yang tinggi, dan dengan pertumbuhan uang rendah cenderung memiliki inflasi yang rendah. Hal ini disebabkan antara lain oleh harga barang barang impor yang meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya devaluasi atau depresiasi mata uang di negara pengimpor.


(19)

Produk domestik bruto (PDB) adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu setahun. Besarnya Produk Domestik bruto (PDB) dinyatakan dalam satuan uang, namun nilai mata satuan uang berubah sepanjang waktu. Perubahan yang terjadi pada umumnya berupa penurunan nilai uang akibat inflasi

Gambar 4. Kerangka Konseptual

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh positif antara inflasi Cina dengan inflasi di Indonesia.

2. Terdapat pengaruh positif antara tingkat inflasi Amerika dengan inflasi Indonesia. 3. Terdapat pengaruh positif antara inflasi Jepang dengan inflasi Indonesia.

4. Terdapat pengaruh positif antara PDB dengan inflasi di Indonesia. Inflasi Amerika

Inflasi Jepang Produk Domestik

Bruto (PDB)

Inflasi Inti di Indonesia Inflasi Cina


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Inflasi

Inflasi merupakan salah satu resiko yang pasti dihadapi oleh manusia yang hidup dalam ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan berjalannya waktu mengalami erosi.

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.

a. Teori Inflasi Keynes

Menurut Keynes, inflasi pada dasarnya disebabkan oleh ketidakseimbangan antara permintaan masyarakat (demand) terhadap barang-barang dagangan (stock), dimana permintaan lebih banyak dibandingkan dengan barang yang tersedia, sehingga terdapat gap yang disebut inflationary gap.

b. Teori Struktural

Teori ini berlandaskan kepada struktur perekonomian dari suatu negara (umumnya negara berkembang). Menurut teori ini, inflasi disebabkan oleh :

Ketidak-elastisan penerimaan ekspor. Hasil ekspor meningkat namun lambat


(21)

antara lain disebabkan karena harga barang yang diekspor kurang menguntungkan dibandingkan dengan kebutuhan barang-barang impor yang harus dibayar. Dengan kata lain daya tukar barang-barang negara tersebut semakin memburuk.

Ketidak-elastisan supply produksi bahan makanan. Terjadi ketidak seimbangan antara pertumbuhan produksi bahan makanan dengan jumlah penduduk, sehingga mengakibatkan kelonjakan kenaikan harga bahan makanan. Hal ini dapat menimbulkan tuntutan kenaikan upah dari kalangan buruh / pegawai tetap akibat kenaikan biaya hidup. Kenaikan upah selanjutnya akan meningkatkan biaya produksi dan mendorong terjadinya inflasi.

c. Mark-up Model

Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Price = Cost + Profit Margin

Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi :

Price = Cost + ( a% x Cost )

Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau kenaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.


(22)

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan

memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain: 1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu

komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.

2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:

1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:


(23)

o Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang o Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen

2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari :

o Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food): Inflasi yang dominan dipengaruhi

oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.

o Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices): Inflasi

yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.

d. Inflasi Sisi Permintaan (Demand Pull Inflation)

Menurut teori ini inflasi lebih disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang menggeser kurva aggregate demand (AD) sehingga akan menciptakan keadaan kelebihan permintaan sehingga menekan harga untuk meningkat. Peningkatan aggregate demand pada kondisi ouput dalam keadaaan full-employment mengakibatkan permintaan pada barang dan jasa yang berlebih akibat akhirnya adalah harga barang dan jasa akan meningkat. Peningkatan pada perminataan barang dan jasa akan mengakibatkan permintaan pada faktor-faktor produksi yang juga akan berakibat harga faktor-faktor produksi akan meningkat.


(24)

Kenaikan harga barang dan jasa serta kenaikan harga faktor produksi ini yang merupakan inflasi bagi perekonomian.

Faktor pendorong terjadinya peningkatan aggregate demand ini dibagi menjadi beberapa faktor penyebab (Mishkin, 2007). Menurut golongan monetaris peningkataan aggregate demand ini lebih disebabkan oleh peningkatan jumlah uang beredar sedangkan golongan Neo-Keynesian menambahkan bahwa peningkatan dari aggregate demand selain

disebabakan oleh peningkatan jumlah uang beredar juga dapat disebabkan oleh adanya peningkatan pengeluaran konsumsi, investasi, penegeluaran pemerintah dan ekspor neto walaupun tidak disertai dengan peningkatan jumlah uang beredar. Jadi menurut kaum Neo-Keynesian sebab terjadinya kenaikan aggregate demand bisa dipicu bukan hanya oleh faktor moneter namun juga faktor non moneter.

Konsumsi sendiri dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Pembelian barang yang dilakukan oleh suatu keluarga dalam bentuk peralatan rumah tangga seperti meja, kursi dan tempat tidur dapat digolongkan sebagai konsumsi rumah tangga. Sedangkan pembelanjaan pemerintah terhadap barang-barang alat tulis dan peralatan kantor dapat digolongkan sebagai konsumsi pemerintah.

Dari kedua golongan pengeluaran ini pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah merupakan jenis konsumsi yang paling penting karena konsumsi rumah tangga

memberikan sumbangan yang paling besar terhadap pendapatan nasional dan konsumsi rumah tangga mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam menentukan fluktuasi kegiatan ekonomi dari waktu-kewaktu ( Sadono, 2000).


(25)

Dengan demikian pembelanjaan ini merupakan pembelanjaan yang paling penting dibandingkan dengan investasi perusahaan, pembelanjaan pemerintah dan ekspor bersih.

Gambar 5. Inflasi Yang Disebabkan Tarikan Permintaan (Demand – Pull Inflation)

Proses terbentuknya inflasi tarikan permintaan awalnya berada pada tingkat ekuilibrium, yaitu perpotongan kurva aggregate Supply (AS) dan AD0 pada titik E0. Tingkat harga pada

keadaan ini adalah P0 pada sumbu vertikal. Kemudian dimisalkan peningkatan pengeluaran

yang akan mendorong kurva AD0 bergeser menjadi AD1 sehingga terjadi titik

Ti gkat Harga P

Output

Celah

I flasi

AD

AD

AS

E

E

Q

Q

P

P


(26)

keseimbangan yang baru pada titik E1. Pada jumlah permintaan yang lebih besar ini akan

mengakibatkan harga naik menjadi P1. Inflasi tarikan permintaan ini terjadi akibat

banyaknya pengeluaran uang yang dibatasi penawaran barang-barang yang bisa dihasilkan oleh perekonomian dalam penggunaan tenaga kerja penuh.

e. Inflasi Sisi Penawaran (Cost Push Inflation)

Teori ini menekankan pada terjadinya inflasi akibat pergeseran kurva aggregate supply (AS) yang diakibatkan kenaikan biaya produksi perusahaan secara keseluruhan. Produksi barang juga sangat dipengaruhi oleh faktor produksi. Dua faktor produksi yang sangat penting adalah modal dan tenaga kerja (Mankiw, 2007) dimana harga dari kedua faktor produksi tersebut adalah masing-masing upah yang merupakan biaya tenaga kerja dan tingkat bunga yang merupakan biaya modal. Jika biaya produksi suatu output meningkat, keuntungan atas satu unit output menurun dan akan mengakibatkan jumlah output yang ditawarkan akan menurun.

Pergeseran kurva aggregate supply ini disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi biaya produksi yaitu (Mishkin, 2007) : tingkat kekakuan pasar tenaga kerja, perkiraan inflasi, upaya pekerja untuk mendorong upah riil dan adanya perubahan biaya produksi yang tidak berkaitan dengan upah. Tiga faktor pertama menggeser kurva penawaran agregat dengan mempengaruhi biaya upah sedangkan faktor yang keempat mempengaruhi biaya-biaya produksi lain.

Apabila perekonomian sedang mengalami kenaikan dan pasar tenaga kerja bersifat kaku, maka pihak produsen mungkin akan mengalami kesulitan dalam mempekerjakan pekerja


(27)

yang memiliki kemampuan kerja yang baik dan mungkin juga pihak produsen akan kesulitan untuk memelihara tenaga kerja yang ada. Permintaan akan tenaga kerja yang melebihi dari ketersedian tenaga kerja mendorong pengusaha untuk menaikkan upah untuk mempertahankan perkerja yang ada dan menarik pekerja yang dibutuhkan. Kenaikan pada upah pekerja merupakan biaya dalam proses produksi. Kenaikan dalam biaya produksi akan mengurangi keuntungan perunit output pada setiap tingkat harga dan kurva penawaran agregat akan mengalami pergeseran.

Selain tingkat kekakuan pasar tenaga kerja, kanaikan upah pekerja juga dapat disebabkan oleh perkiraan tingkat harga. Ketika tingkat harga meningkat pekerja yang memiliki upah nominal yang sama akan memperoleh jumlah barang dan jasa yang lebih sedikit jumlahnya. Pekerja yang mengharapkan tingkat harga meningkat selanjutnya akan meminta upah nominal yang lebih besar untuk menjaga upah riilnya tidak berubah. Kenaikan tingkat upah ini akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi serta menurunkan keuntungan per unit output pada setiap tingkat harga dan menggeser kurva penawaran agregat.

Naiknya tingkat upah yang mendorong terjadinya inflasi ini dapat diakibatkan oleh desakan serikat pekerja kepada pengusaha untuk menaikkan upah pekerja. Apabila kenaikan upah tersebut tidak dikompensasi oleh pengurangan komponen-komponen ongkos produksi lainnya, baik yang disebabkan oleh faktor internal (di dalam perusahaan) maupun faktor– faktor eksternal (seperti tingkat bunga pinjaman yang tinggi, harga bahan baku mahal, pungutan liar dll)


(28)

maka total ongkos produksi akan meningkat, terutama pada perusahaan skala menengah dan kecil atau perusahaan-perusahaan yang memang pada dasarnya sudah tidak efisien. Dalam kondisi yang demikian yang biasanya terjadi pihak pengusaha akan mengalihkan beban kenaikan upah tersebut kepada konsumen melalui peningkatan harga barang dan pengurangan volume produksi (Tulus, 1996). Secara grafik inflasi desakan biaya dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 6. Inflasi Yang Disebabkan Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation) Inflasi desakan biaya terjadi bila kenaiakan biaya menggeser kurva AS. Dimisalkan keseimbangan awal berada pada titik E0 dimana titik tersebut adalah merupakan titik

perpotongan antara AS0 dengan AD. Pergeseran kurva AS0 menjadi AS1 yang diakibatkan

Ti gkat Harga P

Output

Celah

I flasi

AD

AS

AS

E

E

Q

Q

P

P


(29)

oleh kenaikan biaya produksi akan mengakibatkan perubahan pada keseimbangan yang baru yaitu dititik E1 dimanan harga akan meningkat menjadi P1 dan output yang lebih

rendah yaitu pada Q1.

f. Inflasi Impor (Imported Inflation)

Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (open economy system). Dan, inflasi ini dapat ‘menular’ baik melalui harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor. (Adwin S. Atmaja, jurnal ekonomi,1999).

Inflasi ini dapat terjadi jika barang-barang yang diimpor ke suatu negara yang mengalami kenaikan harga mempunyai peran yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan (Sadono, 2005). Kenaikan harga barang-barang yang diimpor oleh suatu negara yang merupakan mitra dagang akan meyebabkan pengaruh langsung terhadap kenaikan indeks biaya hidup hal ini dapat terjadi jika banyak barang yang dikonsumsi yang berasal dari impor.

Indeks harga juga dapat mengalami kenaikan secara tidak langsung melalui kenaikan ongkos produksi dari berbagai barang yang menggunakan mesin ataupun bahan mentah dari luar negeri. Secara tidak langsung juga inflasi impor dapat menimbulkan kenaikan harga dalam negeri, karena kenaikan harga barang impor akan mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah atau swasta yang mengimbangi kenaikan harga barang impor tersebut. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara yang perekonomiannya terbuka.


(30)

Kaum strukturalis berpendapat, bahwa selain harga komoditi pangan, penyebab utama terjadinya inflasi di negara-negara berkembang adalah akibat inflasi dari luar negeri (imported inflation). Hal ini disebabkan antara lain oleh harga barangbarang impor yang meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya devaluasi atau depresiasi mata uang di negara pengimpor. Menurut kesimpulan dari penelitian M.N. Dalal dan G. Schachter (1988), bila kontribusi impor terhadap pembentukan output domestik sangat besar, yang artinya sifat barang impor tersebut sangat penting terhadap price behaviour di negara importir, maka kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di dalam negeri yang cukup besar. Selain itu, semakin rendah derajat kompetisi yang dimiliki oleh barang impor (price inelastic) terhadap produk dalam negeri, akan semakin besar pula dampak

perubahan harga barang impor tersebut terhadap inflasi domestik. (Adwin S. Atmaja, jurnal ekonomi 1999)

B. Produk Domestik Bruto

Menurut pendekatan produksi, Produk Domestik Bruto (PDB) adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu setahun. Atau bisa dikatakan produk domestik bruto (PDB) adalah konsep pengukuran tingkat kegiatan produksi dan ekonomi aktual suatu negara. Transaksi dan output sangat berkaitan karena semakin banyak barang yang dibeli dan dijual.


(31)

Gross Domestic Product menilai barang dan jasa pada harga berlaku, sedangkan Gross Domestic Product riil menilai barang dan jasa pada harga konstan. Gross Domestic Product riil meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat sedangkan Gross Domestic Product nominal bisa meningkat karena output naik atau karena dibeli oleh konsumen, seperti deflator Gross Domestic Product yang nerupakan rasio Gross Domestic Product nominal atas Gross Domestic Product riil, Consumer price indeks atau (CPI) mengukur seluruh tingkat harga.

Menurut McEachern (2000: 149) untuk memahami pendekatan pengeluaran pada GDP, kita membagi pengeluaran agregat menjadi empat komponen, konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor netto.

1. Konsumsi, atau secara lebih spesifik pengeluaran konsumsi perorangan, adalah pembelian barang dan jasa akhir oleh rumah tangga selama satu tahun. Contohnya : dry cleaning, potong rambut, perjalanan udara, dsb.

2. Investasi, atau secara lebih spesifik investasi domestik swasta bruto, adalah belanja pada barang kapital baru dan tambahan untuk persediaan.Contohnya: bangunan dan mesin baru yang dibeli perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.

3. Pembelian pemerintah, atau secara lebih spesifik konsumsi dan investasi bruto pemerintah, mencakup semua belanja semua tingkat pemerintahan pada barang dan jasa, dari

pembersihan jalan sampai pembersihan ruang pengadilan, dari buku perpustakaan sampai upah petugas perpustakaan. Di dalam pembelian pemerintah ini tidak mencakup keamanan sosial, bantuan kesejahteraan, dan asuransi pengangguran. Karena pembayaran tersebut


(32)

mencerminkan bantuan pemerintah kepada penerimanya dan tidak mencerminkan pembelian pemerintah.

4. Ekspor netto, sama dengan nilai ekspor barang dan jasa suatu negara dikurangi dengan impor barang dan jasa negara tersebut. Ekspor netto tidak hanya meliputi nilai perdagangan barang tetapi juga jasa.

Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.

C. Penelitian Terdahulu


(33)

Tabel 3. Hasil Penelitiaan Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Alat

Analisis

Hasil

1 Adwin S. Atmadja INFLASI DI INDONESIA : SUMBER-SUMBER PENYEBAB DAN PENGENDALIANNYA

jumlah uang beredar, Defisit Anggaran belanja pemerintah, factor-faktor penawaran agregat dan luar negeri. Regresi berganda Inflasi di Indonesia bukan semata-mata hanya disebabkan oleh gagalnya pelaksanaan kebijaksanaan di sektor moneter oleh pemerintah, yang seringkali dilakukan untuk tujuan menstabilkan fluktuasi tingkat harga umum dalam jangka pendek, tetapi juga mengindikasikan masih adanya hambatan-hambatan struktural dalam perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya dapat diatasi

2 Endri Analisis

faktor-faktor yang

mempengaruhi inflasi di Indonesia

SBI, output gap,

produktivitas, nilai tukar, inflasi luar negeri.

Regresi berganda

SBI, output gap,

nilai tukar

mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap inflasi di Indonesia

3 Julita Analisis

faktor-faktor yang

mempengaruhi laju inflasi di Sumater Utara

suku bunga, uang beredar, pengeluaran pemerintah, nilai tukar

Regresi berganda

variabel suku bunga, jumlah

uang beredar

berpengaruh positif signifikan terhadap inflasi. Sedangkan pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif.


(34)

III.METODE PENELITIAN

A. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series (runtun waktu) yang merupakan data sekunder. Data tingkat inflasi, inflasi mitra dagang (inflasi Cina, inflasi Amerika, inflasi Jepang) dan produk domestik bruto (PDB) merupakan data sekunder selama periode tahun 2001-2012.

Data ini diperoleh dengan menunduah dari internet melalui situs resmi Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik (BPS), Bank Dunia serta melalui situs google dalam publikasi bulanan maupun tahunan.

Berikut adalah data yang dipergunakan dalam penelitian ini:

Tabel 4. Data Penelitian Nama data Satuan

pengukuran

Selang periode

waktu Sumber data Inflasi Indonesia Persen 2001-1012 Bank Indonesia Inflasi AS Persen 2001-2012 Bank Indonesia Inflasi Cina Persen 2001-2012 Bank Indonesia Inflasi Jepang Persen 2001-2012 Bank Indonesia

PDB Miliar 2001-2012 BPS


(35)

B. Definisi Variabel Operasional

Variabel-variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut : 1. Tingkat Inflasi Indonesia (INF_INA)

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus.(Boediono,2001:161). Tingkat inflasi di Indonesia merupakan varibel terikat yang datanya diperoleh melalui situs Biro Pusat Statistik (BPS) dan juga Bank Indonesia. Data inflasi ini menggunakan inflasi yang ada di Indonesia pada periode 2001:I-2012:IV

2. Tingkat Inflasi Amerika Serikat (INF_USA)

Tingkat inflasi Amerika Serikat merupakan keadaan inflasi di Amerika Serikat yang mungkin memiliki pengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Data tingkat inflasi di Indonesia diperoleh dari situs Bank Dunia. Data inflasi ini menggunakan inflasi yang ada di Amerika pada periode 2001:I-2012:IV 3. Tingkat inflasi Cina (INF_RRC)

Tingkat inflasi Cina merupakan keadaan inflasi di Cina yang mungkin

memiliki pengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Data tingkat inflasi di Indonesia diperoleh dari situs Bank Dunia. Data inflasi ini menggunakan inflasi yang ada di Cina pada periode 2001:I-2012:IV

4. Tingkat inflasi di Jepang (INF_JPN)

Tingkat inflasi Jepang merupakan keadaan inflasi di Cina yang mungkin memiliki pengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Data tingkat inflasi di Indonesia diperoleh dari situs Bank Dunia. Data inflasi ini menggunakan inflasi yang ada di Jepang pada periode 2001:I-2012:IV


(36)

5. Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk domestik bruto (PDB) merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara. Data PDB ini menggunakan data PDB atas dasar harga konstan 2000.

C. Metode dan Teknik Analisis Data 1. Model dan Alat Analisis

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data sekunder, untuk memperkirakan secara kuantitatif pengaruh dari beberapa variabel Independen secara bersama-sama maupun secara sendiri sendiri terhadap variabel dependen. Hubungan fungsional antara satu variabel

dependen dengan variabel independen dapat dilakukan dengan regresi berganda dan menggunakan data time series. Data diperoleh menurut runtut waktu (time series) yaitu periode kuartal 2001: I sampai dengan periode 2012: IV.

Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Error Correction Model. Alat analisis ini digunakan untuk mengetahui

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam jangka pendek dan penyesuaian (speed of adjustment) yang cepat untuk kembali ke keseimbangan jangka panjangnya.. Dalam Analisis ini dilakukan dengan bantuan Eviews 4.1 dengan tujuan yang telah dibahas pada bab sebelumnya untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependennya.:


(37)

Dimana :

INF_INAt = Inflasi di Indonesia pada tahun ke-t (%)

β0 = Konstanta

β1,β2, β3 β4 = Koefisien regresi

INF_USAt = Tingkat inflasi di Amerika Serikat pada tahun ke-t (%)

INF_RRCt = Tingkat inflasi di Cina pada tahun ke-t (%)

INF_JPNt = Tingkat inflasi di Jepang pada tahun ke-t (%)

PDBt = Produk domestik bruto pada tahun ke-t (Rp)

εt = Error term

Perhitungan analisis dilakukan dengan menggunakan alat hitung Eviews yang dapat digunakan sebagai alat menganalisa guna membuktikan hipotesis. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa pengujian untuk menganalisis data, diantaranya adalah:

2. Alat Analisis

2.1 Uji Stasionary (Unit Root Test)

Uji Unit Root digunakan untuk melihat apakah data yang diamati stasionary atau tidak. Data dikatakan stationary bila data tersebut mendekati rata-ratanya dan tidak terpengaruhi waktu. Apabila data yang diamati dalam uji akar-akar unit (unit root test) ternyata belum stationary maka harus dilakukan uji integrasi (integration test) sampai memperoleh data yang stasionary.


(38)

Pada umumnya data ekonomi time-series sering kali tidak stasionary pada level series. Jika hal ini terjadi, maka kondisi stasionary dapat tercapai dengan melakukan differensiasi satu kali atau lebih. Apabila data telah stationary pada level series, maka data tersebut adalah integrated of order zero atau I(0). Apabila data stationary pada differensiasi tahap 1, maka data tersebut adalah integrated of order one atau I(1).

Terdapat beberapa metode pengujian unit root, dua diantaranya yang saat ini secara luas dipergunakan adalah (augmented) Dickey-Fuller dan Phillips– Perron unit root test. Prosedur pengujian stasionary adalah sebagai berikut (Awaluddin: 2004):

1. Langkah pertama dalam uji unit root adalah melakukan uji terhadap level series. Jika hasil dari unit root menolak hipotesis nol bahwa ada unit root, berarti series adalah stationary pada tingkat level atau series terintegrasi pada I(0).

2. Jika semua variabel adalah stationary, maka estimasi terhadap model yang digunakan adalah dengan regresi Ordinary Least Square (OLS).

3. Jika dalam uji terhadap level series hipotesis adanya unit root untuk seluruh series diterima, maka pada tingkat level seluruh series adalah non stationary. 4. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji unit root terhadap first difference

dari series.

5. Jika hasilnya menolak hipotesis adanya unit root, berarti pada tingkat first difference, series sudah stationary atau dengan kata lain semua series


(39)

terintegrasi pada orde I(1), sehingga estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode kointegrasi.

6. Jika uji unit root pada level series menunjukkan bahwa tidak semua series adalah stationary, maka dilakukan first difference terhadap seluruh series. 7. Jika hasil dari uji unit root pada tingkat first difference menolak hipotesis

adanya unit root untuk seluruh series, berarti seluruh series pada tingkat first difference terintegrasi pada orde I(0), sehingga estimasi dilakukan dengan metode regresi Ordinary Least Square (OLS) pada tingkat first difference-nya.

8. Jika hasil uji unit root menerima hipotesis adanya unit root, maka langkah selanjutnya adalah melakukan differensiasi lagi terhadap series sampai series menjadi stationary, atau series terintegrasi pada orde I(d).

Unit root digunakan untuk mengetahui stationarity data. Jika hasil uji menolak hipotesis adanya unit root untuk semua variabel, berarti semua adalah stationary atau dengan kata lain, variabel-variabel terkointegrasi pada I(0), sehingga estimasi akan dilakukan dengan menggunakan regresi linier biasa (OLS). Jika hasil uji unit root terhadap level dari variabel-variabel menerima hipotesis adanya unit root, berarti semua data adalah tidak stationary atau semua data terintegrasi pada orde I(1). Jika semua variabel adalah tidak stationary, estimasi terhadap model dapat dilakukan dengan teknik kointegrasi.


(40)

2.2 Uji Kointegrasi (Keseimbangan Jangka Panjang)

Konsep kointegrasi pada dasarnya adalah untuk mengetahui equilibrium jangka panjang di antara variabel-variabel yang diobservasi. Kadangkala dua variabel yang masing-masing tidak stasioner atau mengikuti pola random walk

mempunyai kombinasi linier diantara keduanya yang bersifat stasionary. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut saling terintegrasi atau ber-cointegrated.

Uji Kointegrasi adalah uji ada tidaknya hubungan jangka panjang antara variabel bebas dan variabel terikat. Uji ini merupakan kelanjutan dari uji stationary (unit root test). Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual regresi terkointegrasi stasionary atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Dan sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam jangka panjang.

Istilah kointegrasi dikenal juga dengan istilah error, karena deviasi terhadap ekuilibrium jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek. Ada beberapa macam uji kointegrasi, antara lain:

2. Uji Kointegrasi Engel-Granger (EG)

Penggunaan kointegrasi EG didasarkan atas uji ADF (C, n), ADF (T, 4) dan statistik regresi kointegrasi CRDW (cointegration regression durbin watson). Bentuk umum uji kointegrasi tersebut adalah sebagai berikut:


(41)

ADF (T, 4) : d(residt) = c + aβ (residt) + bâ d(residt-1) + trend + ut CDRW: Yt = c + aXt + ut

Dasar pengujian ADF (C, n) dan ADF (T, 4) adalah statistik Dickey-Fuller, sedangkan uji CDRW didasarkan atas nilai Durbin-Watson Ratio-nya, dan keputusan penerimaan atau penolakannya didasarkan atas angka statistik CDRW.

3. Model Koreksi Kesalahan (ECM)

Error Correction Model atau ECM pertama kali digunakan oleh Sargan pada tahun 1984 dan selanjutnya dipopulerkan oleh Engle dan Granger untuk mengoreksi ketidakseimbangan (disequilibrium) dalam jangka pendek. Teorema representasi Granger menyatakan bahwa jika dua variabel saling berkointegrasi, maka hubungan antara keduanya dapat diekspresikan dalam bentuk ECM. Model ECM mempunyai beberapa kegunaan namun yang paling utama bagi pekerjaan ekonometrika adalah mengatasi masalah data time series yang tidak statonary dan masalah regresi lancung (spurius regression). Model umum dari metode ECM (Gujarati:2003):

∆yt = α0 + α1∆Xt+ α2εt-1 +

µ

t

Keterangan :

∆yt = Perubahan variabel y pada perode t α0 = Intersep

α1 = koefisien dari perubahan variabel x

εt-1 = Nilai lag 1 periode dari galat


(42)

Jika α2 tidak signifikan, maka y menyesuaikan diri dengan perubahan x pada waktu yang sama. Sebaliknya, jika α2 signifikan berarti bahwa y menyesuaikan diri dengan perubahan x tidak pada waktu yang sama.

4.Uji Asumsi klasik 1. Uji Normalitas

Uji signifikasi pengaruh variabel bebas dangan variabel terikat melalui uji t hanya akan valid jika residual yang kita dapatkan mempunyai distribusi normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu :

1.Histogram Residual

Jika histogram residual menyerupai grafik distribusi normal yaitu berbentuk lonceng seperti distribusi t sebelumnya maka residual memiliki distribusi normal.

2. Uji Jarque-Bera (J-B)

Adapun langkah-langkah dengan menggunakan metode JB adalah : o Menentukan Ho dan Ha dimana :

Ho : residual terdistribusi normal Ha : residual tidak terdistribusi normal

Menghitung nilai JB dengan menggunakan rumus :

        24 ) 3 ( 6 2 2 K S n JB Dimana :

S = koefisien skewness K = koefisien kurtosis


(43)

Nilai hitung dari JB di bandingkan dengan nilai chi-square tabel. Jika nilai hitung JB lebih besar dari pada nilai Chi-square tabel maka kita menolak Ho. Jika nilai hitung JB lebih kecil dari Chi-tabel maka kita menerima Ho.

2. R-Square (R2)

Nilai R2 menunjukan besarnya variabel-variabel independent dalam

mempengaruhi variabel dependent. Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1 (0 < R2< 1). Semakin besar nila R2, maka semakin besar variasi variabel dependent yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independent. Sebaliknya, makin kecil nilai R2, maka semakin kecil variasi variabel dependent yang dapat di jelaskan oleh variasi variabel independent.

Sifat dari koefisien determinasi adalah : a. R2 merupakan besaran yang non negatif. b. Batasnya adalah ( 0 < R2 < 1 ).

Apabila R2 bernilai < 1 berarti tidak ada hubungan antara variabel-variabel independent dengan variabel dependent, dan jika R2 bernilai > 1 maka terdapat pengaruh antara variabel-variabel independent dengan variabel dependent.. Semakin besar nilai R2 maka semakin tepat garis regresi dalam menggambarkan nilai-nilai observasi.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam persamaan regresi terdapat variabel independent yang saling berkorelasi. Pengujian


(44)

multikolinearitas dilakukan dengan memperhatikan besarnya variance inflation factor (VIF). Jika nilai VIF < 5 maka persamaan regresi terbebas dari multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisita bertujuan untuk mengetahuni apakah terjadi

ketidaksamaan varience dalam residual dari satu pengamatan kepengamatan lain. Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan metode White dengan memperhatikan square hitung dan square table. Jika chi-square hitung lebih besar dari nilai chi-chi-square table dengan derajat kepercayaan tertentu maka ada heteroskedastisitas. Jika chi-square hitung lebih kecil dari nilai chi-square table maka tidak ada heteroskedastisitas (homokedastisitas).

Berdasarkan pernyataan di atas maka kita dapat memperoleh hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya.

Ho : homokedastisitas Ha : heteroskedastisitas

Gambar 7. Daerah penerimaan dan penolakan uji heteroskedastisitas metode White

χ2

tabel Tolak Ho Terima Ho


(45)

4. Uji Autokorelasi

Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi OLS autokorelasi merupakan korelasi antara satu variabel gangguan dengan variabel gangguan yang lain.

Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode Lagrange Multiplier (LM). Uji Autokorelasi menggunakan metode LM dengan memperhatikan nilai chi-square hitung dan chi square tabel. Jika chi square hitung lebih besar dari chi square tabel dengan tingkat kepercayaan tertentu dan df adalah panjang variabel kelembagaan residual maka terjadi autokorelasi. Dan jika chi square hitung lebih besar dari chi square tabel maka tidak terjadi autokorelasi.

Dengan demikian kita dapat membuat Ho dan Ha sebagai berikut :

Ho : ρ1 = ρ2 = …. = ρp = 0

Artinya tidak terjadi autokorelasi

Ha : ρ1 ≠ ρ2 ≠ …. ≠ ρp ≠ 0

Artinya terjadi autokorelasi. 5. Pengujian Hipotesis

5.1. Uji Parsial (uji-t)

Untuk mengetahuni pengaruh masing – masing variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial digunakan uji – t. Adapun langkah –langkah dalam pengujian ini adalah :


(46)

a) Memformulasikan hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha), yaitu :

Artinya variabel bebas secara parsial tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.

Artinya variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.

b) Menentukan taraf signifikansi α = 0,10 dan derajat bebas (db) =(n-k), dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah jumlah variabel bebas dengan uji dua ekor (two tailed test).

c) Menghitung nilai dengan rumus :

i. thitung =

Dimana :

1. βhat = koefisien estimasi

2. βi = koefisien regresi

3. Se = standart error koefisien regresi d) Membandingkan thitung dengan t tabel

a.Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti variabel bebas tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. b.Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti

variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.

βhat - βi

Se(βi)

Ho: βi≤ 0


(47)

Gambar 8. Daerah penerimaan dan penolakan untuk uji t 5.2. Uji Simultan (Uji F)

Untuk membuktikan hipotesis pertama digunakan uji - F (uji simultan), yaitu untuk mengetahuni apakah variabel bebas secara simultan berpengaruh

signifikan atau tidak terhadap variabel terikat. Adapun langkah- langkah untuk uji – F adalah sebagai berikut :

a) Membuat hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha), yaitu :

Ho : β0 = β1 = β2 = ….= βk = 0

Artinya variebel bebas tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Ha : Ho = Tidak Benar

Artinya variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. b) Menentukan taraf signifikan α = 10% dengan df.

c) Menghitung f hitung dengan rumus :

d) Membandingkan F hitung dengan F tabel.

i . Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti variabel bebas secara simultan tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.

ii. Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti variabel bebas secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.

Terima Ho

Tolak Ho

T tabel

R2 / k (1 - R2) / n – k - 1


(48)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

1. Inflasi Cina (IC) menunjukkan pengaruh negatif terhadapinflasi Indonesia (INF), yang artinya jika Inflasi Cina (IC) mengalami kenikan terhadapInflasi Indonesia (INF) akan mengalami penurunan, dan sebaliknyajikainflasi Cina (IC) mengalami penurunan terhadap inflasi Indonesia (INF) maka akan mengalami kenaikan.

2. Inflasi Amerika (IA) menunjukkan pengaruh negatif terhadap inflasi Indonesia (INF). yang artinya jikaInflasiAmerika (IA) mengalami kenaikan terhadap Inflasi Indonesia (INF) akan mengalami penurunan, dan sebaliknya jika inflasi Amerika mengalami penurunan terhadap inflasi Indonesia (INF) maka akan mengalami kenaikan.

3. Inflasi Jepang (IJ) menunjukkan pengaruh Positif terhadap inflasi Indonesia (INF). yang artinya jika Inflasi Jepang (IJ) mengalami kanikan terhadap Inflasi Indonesia (INF) akan mengalami Kenaikan, dan jika inflasi Jepang (IJ) mengalami penurunan terhadap inflasi Indonesia (INF) maka akan mengalami penurunan


(49)

4. PDB menunjukkan pengaruh Positif terhadap inflasi Indonesia (INF). yang artinya jika PDB mengalami kanikan terhadap Inflasi Indonesia (INF) akan mengalami Kenaikan, dan jika PDB mengalami penurunan terhadap inflasi Indonesia (INF) maka akan mengalami penurunan

B.Saran

1. Bagi Pemerintah Diharapkan agar pemerintah dapat lebih mengendalikan dan memperbaiki inflasi berdasarkan faktor- faktor yang telah dibahas dalam penelitian ini yaitu inflasi mitra dagang, diantaranya inflasi Cina, inflasi Amerika, inflasi jepang dan Produk domestik bruto(PDB) Indonesia.

2. Untuk mengurangiinflasi dari sisi mitra dagang, Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga harga di luar negeri atau di negara-negara berlangganan kita. Pemerintah diharapkan mampu menangani kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor. Jika barang produksi dalam negeri mampu dimaksimalkan maka akan sedikit kemungkinan

ketergantungan pada impor luar negeri.

3. PDBterbukti berpengaruh positif terhadap inflasi Indonesia. Hal ini menggambarkan jika PDB mengalami kanikan terhadap Inflasi Indonesia (INF) akan mengalami Kenaikan, dan jika PDB mengalami penurunan terhadap inflasi Indonesia (INF) maka akan mengalami penurunan. Jika PDB tetap berada pada kondisin yang positif atau mengalami peningkatan yang signifikan maka kemungkinan besar inflasi dapat ditekan atau diminimalisir


(50)

ke tingkat terendah. Maka tingkat inflasi indonesia terpengaruh oleh besar atau kecilnya tinggat produk domestik bruto (PDB).

4. Untuk peneliti selanjutnya disarankan menggunakan data penelitian Bulanan atau bahkan harian karena data inflasi dan produk domestik bruto merupakan data yang mengalami perubahan setiap waktunya dan disarankan

menggunakan metode penelitian Vector Auto Regression (VAR) atauVector Error Correction Model (VECM) untuk mengetahui keterkaitan variabel-variabel makro ekonomi yang digunakan dalam penelitian.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank. Indonesian Key Indicators 2006.

www.adb.org/statistics.

Asian Development Bank. Indonesian Key Indicators 2007.

www.adb.org/statistics.

Boediono (1997), Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No: 2 ; Ekonomi

Makro, edisi keempat; Yogyakarta, BPFE

Cavanese, A. J., The Structuralist Explanation in the Theory of Inflation, Word

Development, No. 10 halaman 523-529.

Dalal, M.N., Schacher, G. (July 1988), Transmission of International Inflation to

Development ?, Journal of Money, Credit and Banking, No. 1, halaman 22-45. Financially Repressed Economy, Journal of Development Economics, No. 13, Friedman, Milton (March 1984), The Role of Monetary Policy, American

Economic Review, halaman 57-71.

Fry, M.J., (Maret 1971), Money and Capital or Financial Deepening in Economic

Gunawan, Anton H. (Januari 1991), Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia, PAU-Ekonomi-UI, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.


(52)

halaman 45-65

India : A Structural Analisis, The Journal of Developing Areas, No. 23, halaman 85-104.

Indrawati, Sri Mulyani (1996), Sumber-Sumber Inflasi di Indonesia, Penelitian dalam Seminar ISEI dan PERHEPI, Jakarta.

Lim, J. (September 1987), The New Structuralist Critique of The Monetarist Theory of Inflation, Journal of Development Economic, No. 25.

Mankiw, N. Gregory (2003). Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Terjemahan.

Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mankiw, N. Gregory. Principles of Macroeconomic edisi 3 (e-book)

McKinnon, R.I (1973)., Money and Capital in Economic Development,

Washinton DC : Brooking.

Sukirno, Sadono (2000), Pengantar Teori Makroekonomi, edisi kedua; Jakarta

,PT Raja Grafindo Persada.

Tambunan, Tulus T.H. (1996), Perekonomian Indonesia, Jakarta, Galia Indonesia.


(1)

40

Gambar 8. Daerah penerimaan dan penolakan untuk uji t 5.2. Uji Simultan (Uji F)

Untuk membuktikan hipotesis pertama digunakan uji - F (uji simultan), yaitu untuk mengetahuni apakah variabel bebas secara simultan berpengaruh

signifikan atau tidak terhadap variabel terikat. Adapun langkah- langkah untuk uji – F adalah sebagai berikut :

a) Membuat hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha), yaitu : Ho : β0 = β1 = β2 = ….= βk = 0

Artinya variebel bebas tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Ha : Ho = Tidak Benar

Artinya variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. b) Menentukan taraf signifikan α = 10% dengan df.

c) Menghitung f hitung dengan rumus :

d) Membandingkan F hitung dengan F tabel.

i . Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti variabel bebas secara simultan tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.

ii. Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti variabel bebas secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.

Terima Ho

Tolak Ho

T tabel

R2 / k (1 - R2) / n – k - 1


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

1. Inflasi Cina (IC) menunjukkan pengaruh negatif terhadapinflasi Indonesia (INF), yang artinya jika Inflasi Cina (IC) mengalami kenikan terhadapInflasi Indonesia (INF) akan mengalami penurunan, dan sebaliknyajikainflasi Cina (IC) mengalami penurunan terhadap inflasi Indonesia (INF) maka akan mengalami kenaikan.

2. Inflasi Amerika (IA) menunjukkan pengaruh negatif terhadap inflasi Indonesia (INF). yang artinya jikaInflasiAmerika (IA) mengalami kenaikan terhadap Inflasi Indonesia (INF) akan mengalami penurunan, dan sebaliknya jika inflasi Amerika mengalami penurunan terhadap inflasi Indonesia (INF) maka akan mengalami kenaikan.

3. Inflasi Jepang (IJ) menunjukkan pengaruh Positif terhadap inflasi Indonesia (INF). yang artinya jika Inflasi Jepang (IJ) mengalami kanikan terhadap Inflasi Indonesia (INF) akan mengalami Kenaikan, dan jika inflasi Jepang (IJ) mengalami penurunan terhadap inflasi Indonesia (INF) maka akan mengalami penurunan


(3)

66

4. PDB menunjukkan pengaruh Positif terhadap inflasi Indonesia (INF). yang artinya jika PDB mengalami kanikan terhadap Inflasi Indonesia (INF) akan mengalami Kenaikan, dan jika PDB mengalami penurunan terhadap inflasi Indonesia (INF) maka akan mengalami penurunan

B.Saran

1. Bagi Pemerintah Diharapkan agar pemerintah dapat lebih mengendalikan dan memperbaiki inflasi berdasarkan faktor- faktor yang telah dibahas dalam penelitian ini yaitu inflasi mitra dagang, diantaranya inflasi Cina, inflasi Amerika, inflasi jepang dan Produk domestik bruto(PDB) Indonesia.

2. Untuk mengurangiinflasi dari sisi mitra dagang, Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga harga di luar negeri atau di negara-negara berlangganan kita. Pemerintah diharapkan mampu menangani kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor. Jika barang produksi dalam negeri mampu dimaksimalkan maka akan sedikit kemungkinan

ketergantungan pada impor luar negeri.

3. PDBterbukti berpengaruh positif terhadap inflasi Indonesia. Hal ini menggambarkan jika PDB mengalami kanikan terhadap Inflasi Indonesia (INF) akan mengalami Kenaikan, dan jika PDB mengalami penurunan terhadap inflasi Indonesia (INF) maka akan mengalami penurunan. Jika PDB tetap berada pada kondisin yang positif atau mengalami peningkatan yang signifikan maka kemungkinan besar inflasi dapat ditekan atau diminimalisir


(4)

ke tingkat terendah. Maka tingkat inflasi indonesia terpengaruh oleh besar atau kecilnya tinggat produk domestik bruto (PDB).

4. Untuk peneliti selanjutnya disarankan menggunakan data penelitian Bulanan atau bahkan harian karena data inflasi dan produk domestik bruto merupakan data yang mengalami perubahan setiap waktunya dan disarankan

menggunakan metode penelitian Vector Auto Regression (VAR) atauVector Error Correction Model (VECM) untuk mengetahui keterkaitan variabel-variabel makro ekonomi yang digunakan dalam penelitian.


(5)

68

DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank. Indonesian Key Indicators 2006. www.adb.org/statistics.

Asian Development Bank. Indonesian Key Indicators 2007. www.adb.org/statistics.

Boediono (1997), Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No: 2 ; Ekonomi Makro, edisi keempat; Yogyakarta, BPFE

Cavanese, A. J., The Structuralist Explanation in the Theory of Inflation, Word Development, No. 10 halaman 523-529.

Dalal, M.N., Schacher, G. (July 1988), Transmission of International Inflation to Development ?, Journal of Money, Credit and Banking, No. 1, halaman 22-45.

Financially Repressed Economy, Journal of Development Economics, No. 13, Friedman, Milton (March 1984), The Role of Monetary Policy, American

Economic Review, halaman 57-71.

Fry, M.J., (Maret 1971), Money and Capital or Financial Deepening in Economic Gunawan, Anton H. (Januari 1991), Anggaran Pemerintah dan Inflasi di


(6)

halaman 45-65

India : A Structural Analisis, The Journal of Developing Areas, No. 23, halaman 85-104.

Indrawati, Sri Mulyani (1996), Sumber-Sumber Inflasi di Indonesia, Penelitian dalam Seminar ISEI dan PERHEPI, Jakarta.

Lim, J. (September 1987), The New Structuralist Critique of The Monetarist Theory of Inflation, Journal of Development Economic, No. 25.

Mankiw, N. Gregory (2003). Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mankiw, N. Gregory. Principles of Macroeconomic edisi 3 (e-book)

McKinnon, R.I (1973)., Money and Capital in Economic Development, Washinton DC : Brooking.

Sukirno, Sadono (2000), Pengantar Teori Makroekonomi, edisi kedua; Jakarta ,PT Raja Grafindo Persada.

Tambunan, Tulus T.H. (1996), Perekonomian Indonesia, Jakarta, Galia Indonesia. Van Wijnbergen, S. (September 1982), Credit Policy, Inflation and Growth.