ANALISIS PENGARUH PEREKONOMIAN TERBUKA TERHADAP INFLASI DI INDONESIA (PERIODE 2005:07 – 2012:06)

(1)

ANALISIS PENGARUH PEREKONOMIAN TERBUKA TERHADAP INFLASI DI INDONESIA

(PERIODE 2005:07 – 2012:06)

Oleh

SAUT MANGARATA PANJAITAN

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH PEREKONOMIAN TERBUKA TERHADAP INFLASI DI INDONESIA

(PERIODE 2005:07 – 2012:06)

Oleh

SAUT MANGARATA PANJAITAN

Perekonomian terbuka adalah salah satu dari banyak variabel yang mempengaruhi tingkat Inflasi suatu negara. Ekonomi global menuntut setiap negara untuk

berperan aktif, bersaing dalam kegiatan ekonomi dunia.Ini berupa memenangkan persaingan pasar produk di pasar global. Indonesia yang juga ikut didalamnya juga semakin berbenah untuk menjadi yang terbaik. Memburuknya ekonomi dunia di pertengahan 2008, juga membuat banyak ekonomi banyak negara memburuk. Dengan semakin tingginya globalisasi ekonomi menyeret negara yang terlibat di dalamnya ikut memburuk, tidak terkecuali Indonesia pun ikut terkena dampak krisis global. Perekonomian terbuka diduga dapat membawa pengaruh yang buruk bagi negara importir yang dibawa dari negara eksportir. Inflasi yang tinggi di negara mitra dagang utama diduga dapat berpengaruh pada ikut naiknya tingkat inflasi dalam negri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perekonomian terbuka, Jumlah Uang Beredar (M2),Suku Bunga Bank Indonesia, Nilai Tukar Rupiah terhdap Yuan ,dan Inflasi China terhadap tingkat Inflasi Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang digunakan adalah data rangkai waktu (Time series) tahun 2005:07 – 2012:06. Model dalam penelitian ini diestimasi dengan menggunakan Eror Corection Model (ECM).

Hasil menunjukkan bahwa perekonomian terbuka, Suku Bunga Bank Indonesia, dan Tingkat Inflasi Mitra dagang (China) mempengaruhi tingkat inflasi Indonesia, sedangkan Jumlah Uang Beredar(M2) dan Nilai Tukar rupiah terhadap Yuan Tidak berpengaruh terhadap tingkat Inflasi Indonesia.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

DAFTAR ISI……… i

DAFTAR TABEL………... iv

DAFTAR GAMBAR………... v

I. PENDAHULUAN……….. 1

A.Latar Belakang………. 1

B.Rumusan Masalah……….... 11

C. Tujuan………. 12

D. Kerangka Pemikiran………....……... 12

E. Hipotesis………. 15

F. Sistematika Penulisan... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA……… 17

A. Perekonomian Terbuka...……….... 17

B. Inflasi... 26

C. Agregat Moneter(M2)...……… 33

D. Nilai Tukar...……….. 33

E. Suku Bunga...……….. 35

F. Inflasi Mitra Dagang... 36

G. Tinjawan Empirik...………..………... 37

III. METODE PENELITIAN……… 42

A. Jenis dan Sumber data………. 42

B. Batasan Variabel.……….... 43


(7)

1. Uji Stasionaritas... 47

2. Uji Konintergasi... 48

3. ModelKoreksi Kesalahan... 49

F. Uji Asumsi Klasik……….. 50

1. Uji Normalitas... 50

2. Uji Multikolineritas... 51

3. Uji Autokolerasi... 51

4. Uji Heteroskedastisitas... 52

G. Uji Hipotesis... 54

1. Uji T... 54

2. Uji F... 54

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 56

A. Hasil dan Pembahasan Uji Stasionaritas... 56

1. Uji Stationary Data Pada Level... 56

2. Uji Stationary Data Pada First Difference... 57

B. Uji Kointgrasi... 58

C. Estimasi Error Correction Model (ECM)... 59

D. Hasil dan Pembahasan Uji Asumsi Klasik... 60

1. Hasil Uji Normalitas... 60

2. Hasil Uji Multikolinearitas... 61

3. Hasil Uji Autokorelasi... 62

4. Hasil Uji Heteroskedastisitas... 63

E. Hasil dan Pembahasan Uji Hipotesis... 64

1. Pengujian Parsial (Uji t-Statistik)... 64

2. Pengujian Simultan (Uji F-statistik)... 66

F. Implikasi Hasil... 67


(8)

4. YUAN... 70

5. INFCHY... 71

V. SIMPULAN DAN SARAN... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran... 74 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian terbuka merupakan perekonomian yang melibatkan diri dalam perdagangan internasional (ekspor dan impor) barang dan jasa serta modal dengan negara lain. Perekonomian terbuka menjadi topik hangat yang diperbincangkan para ekonom dunia dewasa ini. Hubungan antara keterbukaan ekonomi

(khususnya perdagangan) dan inflasi merupakan satu diantara proposisi menarik yang ditemukan dalam setiap buku teks perdagangan internasional. Ada beberapa teori berbeda yang menjelaskan dampak terbalik dari keterbukaan perdagangan terhadap inflasi. Menurut pandangan konvensional, inflasi lebih rendah di negara-negara yang memiliki tingkat keterbukaan yang lebih tinggi karena depresiasi riil yang disebabkan oleh ekspansi moneter yang tidak terantisipasi, sehingga

menimbulkan pengaruh buruk seperti kenaikan biaya produksi yang lebih besar dengan semakin besarnya tingkat keterbukaan, maka pemerintah akan membatasi kenaikan laju inflasi dan berusaha menurunkan tingkat inflasi tersebut (Romer, 1993). Ketergantungan yang tinggi pada tarif impor sebagai sumber pendapatan pemerintah adalah aspek utama yang menghalangi proses keterbukaan

perdagangan dalam perekonomian, namun perlahan mulai berkurang dengan adanya kesepakatan perdagangan bebas antar negara mitra dagang. Tarif,


(10)

pembatasan kuantitatif, dan hambatan nontarif lainnya merupakan instrumen kebijakan utama yang pada awalnya digunakan untuk melindungi industri yang merupakan substitusi impor domestik. Dengan adanya liberalisasi perdagangan, perekonomian diharapkan semakin membaik. Dalam penerapan dan pelaksanaan liberalisasi perdagangan diduga akan menyebabkan inflasi tinggi. Inflasi ini di duga berasal dari barang impor yang membawa inflasi yang berasal dari mitra dagang. Selain menjalin hubungan baik dengan negara tetangga, Indonesia juga menjadi pelopor berdirinya beberapa organisasi multilateral yang sampai sekarang tumbuh dan berkembang menjadi organisasi besar, yaitu ASEAN (Asosiation Of South East Nation) yang merupakan kumpulan negara-negara Asia Tenggara. Organisasi ini membidangi masalah ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain. Sampai sekarang ASEAN menjadi organisasi yang besar. Belum lama ini ASEAN telah sampai pada tahap perdagangan bebas (free trade) yang dikenal dengan CAFTA (China ASEAN Free Trade Area), sehingga Indonesia dan seluruh negara-negara ASEAN lainnya harus berlomba untuk menjadi yang terbaik. Dengan demikian tiap-tiap negara anggota harus lebih aktif dan inovatif, serta meningkatkan daya saing produk dalam negeri.


(11)

Sumber: Data Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia- Bank Indonesia

Gambar 1. Derajat Keterbukaan Ekonomi Indonesia

Berdasarkan gambar 1 derajat keterbukaan didasarkan pada shared total trade pada GDP. Terlihat bahwa hubungan antara perekonomian nasional dengan internasional melaui perdagangan, yaitu melalui ekspor dan impor tidak dapat terhindari. Ini menunjukkan keterkaitan yang kuat terhadap kondisi ekonomi negara mitra dagang. Adanya relevansi antara keterbukaan ekonomi dengan harga domestik, yaitu menyebabkan harga barang domestik akan dipengaruhi struktur perekonomian negara mitra dagang. Banyak hal yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan Internasional atau menganut perekonomian terbuka, seperti perbedaan sumber daya yang dimiliki untuk memperluas pangsa pasar produksi nasional dengan menjalin hubungan politik dagang internasional dan banyak hal lain yang mempengaruhi (Boediono,1981).

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00 Ju l-05 De s-05 Me i-06 Ok t-06 Ma r-07 Agu st -07 Jan -08 Ju n -08 N o p -08 Ap r-09 Se p -09 Fe b -10 Ju l-10 De s-10 Me i-11 Ok t-11 Ma r-12

OPENC

Openess


(12)

Pada penelitian ini akan dianalisis dampak perekonomian terbuka terhadap inflasi. Pengaruh yang besar akan terjadi ketika suatu negara melakukan perdagangan besar. Inflasi dipengaruhi melalui sisi permintaan dan sisi penawaran.

Perdagangan internasional akan mempengaruhi melalui penawaran. Import akan mempengaruhi ketersedian barang dan jasa dalam negeri, sehingga kelangkaan akan dapat di hindari. Terdapat perbedaan terhadap teori yang terdahulu. Pada teori terdahulu diduga perekonomian terbuka akan berpengaruh negatif terhadap inflasi. Teori David Ricardo, keunggulan komparatif (komparatif advantage), beranggapan bahwa negara akan mengekspor barang yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dan akan mengimpor barang yang memiliki keunggulan komparatif yang rendah. Dengan demikian semakin tinggi derajat keterbukaan, maka inflasi cenderung menurun. Karena kelebihan permintaan dalam negeri akan tercukupi oleh barang-barang import dari negara yang memiliki kelebihan akan barang tersebut. Secara empiris, sejumlah studi telah meneliti efek keterbukaan perdagangan terhadap inflasi dan telah mencapai hasil yang kurang jelas. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi efek negatif dari keterbukaan perdagangan terhadap inflasi (Triffin dan Grubel(1962) Whitman (1969) Iyoha (1973); Romer (1993); Lane (1997); Sachsida (2003) IMF (2006 )) yang lain menegaskan hubungan yang tidak signifikan atau bahkan positif (Alfaro( 2005); Kim dan Beladi (2005); Evans, 2007). Atau, Bleaney (1999) menetapkan bahwa korelasi negatif yang kuat antara keterbukaan dan inflasi muncul hanya pada periode 1970-an sampai 1980-an dan menghilang pada periode 1990-an. Ada sejumlah alasan untuk kesimpulan yang bertentangan termasuk penelitian


(13)

berbeda untuk menganalisis efek perbedaan dalam tingkat keterbukaan. Namun demikian perdebatan tetap terjadi baik dalam hal tataran teoritis maupun empiris. Argumentasi tentang relevansi cara pandang The Globe-Centric dalam

menjelaskan peningkatan peran integrasi ekonomi terhadap pembentukan inflasi atau dampaknya terhadap perilaku inflasi. Di sisi lain, ada cara pandang The Country-Centric yang menganggap bahwa ekses permintaan sebagai penentu tingkat inflasi berada pada ruang lingkup satu negara sehingga inflasi bersifat eksklusif. Pengaruh internasional semata-mata hanya ada dalam nilai tukar dan harga import (Borio dan Filardo,2006). Pada penelitian lain, para ekonom berpendapat bahwa ada kecenderungan inflasi meningkat ketika derajat keterbukaan perekonomian suatu negara semakin tinggi atau dengan kata lain terdapat hubungan positif antara perekonomian terbuka terhadap inflasi (Zakaria,2007).

Inflasi merupakan kenaikan jumlah uang beredar (JUB) secara keseluruhan tanpa diikuti peningkatan produksi barang dan jasa dalam negeri (Soediyono,1981). Inflasi begitu penting dan menarik karena masalah ekonomi yang dialami seluruh negara diseluruh dunia, termasuk Indonesia yang tidak luput dari masalah inflasi. Inflasi akan baik pada proporsi yang tepat. Bila tidak ada inflasi atau terjadi deflasi (deflation), maka merupakan masalah baru bagi suatu negara. Bank Sentral sebagai pengatur kebijakan moneter yang masuk didalamnya jumlah uang

beredar menetapkan sasaran utama dan sasaran antara. Berdasarkan Undang-Undang No.3 Tahun 2004, perubahan dari UU No.23 Tahun 1999, tugas pokok BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.


(14)

Sumber: Data Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia- Bank Indonesia

Gambar 2. Tingkat Inflasi Indonesia

Dengan tercapainya tujuan akhir kebijakan moneter berupa inflasi yang stabil dan rendah, maka secara tidak langsung akan mendukung kesinambungan neraca pembayaran dan perekonomian nasional. Untuk Bank Indonesia memiliki sasaran utama atau tujuan utama yaitu menjaga kestabilan nilai rupiah, baik kedalam maupun keluar. Kedalam menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa, sedangkan keluar adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Indonesia dan hampir seluruh negara dunia menerapkan perekonomian terbuka, dimana menjalin kerja sama dalam banyak hal dengan negara lain terutama dalam perdagangan. Di dalam perekonomian terbuka memasukkan unsur perdagangan luar negeri dalam perhitungan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang

digambarkan melalui eksport dan import. Pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat disediakan dalam negeri atau perbedaan sumber daya alam yang dimiliki dapat dipenuhi dengan perdagangan tersebut. Ini adalah salah satu faktor utama dari

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00 Ju l-05 De s-05 Me i-06 Ok t-06 Ma r-07 Agu st -07 Jan -08 Ju n -08 N o p -08 Ap r-09 Se p -09 Fe b -10 Ju l-10 De s-10 Me i-11 Ok t-11 Ma r-12

Inflasi

inf


(15)

banyak faktor yang mendorong perdagangan internasional baik bilateral maupun multilateral. Ketika melakukan perdagangan atau membuka jalur perekonomian negara yang disebut Perekonomian Terbuka, keadaan ekonomi Internasional dapat mempengaruhi perekonomian dalam negeri.

Fluktuasi atau guncangan ekonomi dapat disebabkan oleh perubahan permintaan agregat (demand shock) maupun perubahan penawaran agregat (supply shock) seperti meningkatnya harga impor dari barang-barang intermediate misal harga bahan baku utama. Implikasi kenaikan harga barang impor terhadap

perekonomian secara umum dapat dipahami melalui mekanisme permintaan dan penawaran. Mekanisme permintaan dan penawaran dapat diterjemahkan melalui dua saluran transmisi, yaitu :

1. Kenaikan harga barang impor akan menimbulkan goncangan yang negatif pada sisi penawaran (negative supply-side shock). Artinya kenaikan harga, misalkan harga barang modal akan menyebabkan naiknya biaya bagi perusahaan-perusahaan (dunia usaha), yang pada gilirannya akan

mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menambah jumlah produksi atau untuk produk tertentu perusahaan bahkan mengurangi jumlah produksi.

2. Kenaikan harga mempresentasikan pergeseran dasar tukar perdagangan (terms of trade) dari negara-negara importir/konsumen ke negara-negara eksportir/produsen. Akibatnya, pendapatan dan belanja riil di negara-negara importir akan berkurang.


(16)

Dengan demikian, transmisi kenaikan harga barang impor melalui kedua saluran tersebut akan menyebabkan berkurangnya permintaan agregat (aggregate

demand) dan penawaran agregat (aggregate supply), selanjutnya akan membawa implikasi turunnya output atau melemahnya pertumbuhan ekonomi. Terdapat peningkatan harga dari barang impor (dengan asumsi perekonomian hanya tergantung dari impor serta biaya upah bersifat tetap/ kaku (rigid)). Hal ini akan meningkatkan biaya produksi dan harga dari barang-barang domestik yang

ditawarkan oleh produsen. Implikasi dampak kenaikan harga ini akan mengurangi output. Dengan kata lain, guncangan penawaran mengakibatkan stagflasi yaitu kondisi perekonomian akan mengalami stagnasi (penurunan output) dan inflasi (kenaikan harga). Dalam jangka panjang akan terjadi penyesuaian kondisi ekuilibrium perekonomian.

Efek peningkatan harga ini akan berdampak pada pengurangan upah riil (W/P). Ketika kontrak kerja diperbaharui dengan upah nominal yang lebih rendah (kondisi full employment). Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa peningkatan harga barang impor akan menyebabkan transfer pendapatan riil dari negara pengimpor kepada negara eksportir. Transfer pendapatan riil dari negara pengimpor ini merefleksikan penurunan output dalam perekonomian yang memproduksi dengan ketersediaan tenaga kerja (net of the real cost of the

imported input). Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam jangka panjang guncangan penawaran agregat dapat berdampak stagflasi yaitu kondisi perekonomian akan mengalami stagnasi (penurunan output) dan inflasi (kenaikan harga).


(17)

Lebih lanjut, secara spesifik efek perubahan harga barang Impor terhadap kinerja variabel makroekonomi dapat dijelaskan melalui 6 (enam) mekanisme transmisi, yaitu:

1. Efek guncangan sisi penawaran (supply-side shock effect) adalah fokus pada dampak langsung perubahan biaya marginal produksi dan

pengurangan keuntungan perusahaan yang disebabkan oleh guncangan harga impor bahan mentah terhadap output.

2. Efek transfer pendapatan (wealth transfer effect) adalah menekankan pada perubahan angka konsumsi marginal dari dan surplus perdagangan,

dengan kata lain akan terjadi transfer pendapatan (peningkatan pendapatan riil) dari negara pengimpor ke negara pengekspor melalui pergeseran terms of trade.

3. Efek inflasi (inflation effect) adalah menganalisa hubungan antara inflasi domestik dan harga barang impor. Kenaikan inflasi merupakan implikasi dari efek inflasi yang sangat berpengaruh dari pass-through inflation effect harga-harga barang impor terhadap inflasi domestik. Kebijakan suatu negara merespon kebijakan moneter ketat yang dilakukan masing-masing negara untuk mengurangi tekanan inflasi. Reaksi konsumen terhadap penurunan pendapatan riil dengan meminta kenaikan gaji yang lebih tinggi, serta bagaimana produsen berupaya mengembalikan profit margin. 4. Efek keseimbangan riil (real balance effect) adalah menginvestigasi


(18)

5. Efek penyesuaian sektor adalah mengestimasi pernyesuaian biaya sektoral dari industri, terutama dipergunakan untuk menjelaskan dampak

guncangan harga.

6. Efek yang tidak diantisipasi (unexpected effect) adalah fokus pada tentang ketidakpastian harga dunia dan dampaknya.

Dalam perkembangannya sekarang ini, banyak peneliti berpandangan bahwa globalisasi telah mengurangi peran faktor domestik dan meningkatkan peran ekonomi global dalam proses pembentukan inflasi. Dengan demikian telah terjadi pergeseran pemikiran yang relatif besar dari para peneliti dengan menurunkan derajat peran domestik dengan menempatkan peran ekonomi global sebagai faktor yang lebih menentukan inflasi.

Dari pemaparan sebelumnya, pada penelitian ini akan menganalisis pengaruh derajat keterbukaan perekonomian terhadap inflasi Indonesia. Serta melihat variabel mana yang lebih besar pengaruhnya terhadap pembentukan inflasi di Indonesia antar variabel derajat perekonomian terbuka dengan variabel dari dalam dan luar negeri yang diduga berpengaruh terhadap pembentukan inflasi di

Indonesia. Varibael derajat keterbukaan perekonomian diperoleh dari Persentase Penjumlahan Ekspor dan Impor dibagi dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) (Zakaria, 2010). Variabel dalam dan luar negeri yang diduga mempengaruhi inflasi pada penelitian ini yaitu jumlah uang beredar (M2), nilai tukar nominal, suku bunga dan inflasi negara mitra dagang.


(19)

Tabel 1. Negara Importir Indonesia. Negara

Importir 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Negara lain 24.0 25.2 23.3 21.0 23.1 21.4 20.3 23.1

Korea Selatan 4.2 4.0 3.3 4.9 4.9 5.2 5.1 5.5 Amerika Serikat 9.5 9.4 9.0 7.3 9.0 8.6 8.9 7.7 RRC 11.3 13.1 15.1 15.2 17.3 18.2 23.7 18.7

Jepang 17.1 13.0 12.3 15.1 12.6 15.6 17.3 13.6 Uni Eropa 14.4 14.3 14.6 10.7 11.1 9.0 8.8 8.9

ASEAN 19.5 20.9 21.4 25.4 21.9 22.0 22.8 22.5

Sumber : BPS.

Berdasarkan Tabel diatas dapat ditarik kesimpulan adalah RRC merupakan mitra dagang yang mendominasi impor Indonesia sehingga data dalam penelitian ini akan mengunakan data RRC untuk Nilai Tukar dan Inflasi mitra dagang terbesar .Untuk Nilai tukar dan Inflasi mitra dagagang menggunakan data Nilai Tukar Rupiah terhadap Yuan RRC, dan laju inflasi RRC. Variabel-variabel tersebut diduga secara signifikan mempengaruhi tingkat inflasi berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penulis tertarik untuk menganalisis apakah keterbukaaan perekonomian memiliki kecenderungan akan mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia. Maka dirumuskan bahwa:

1. Apakah keterbukaan ekonomi berpengaruh terhadap inflasi domestik ? 2. Apakah jumlah uang beredar (M2), nilai tukar rupiah terhadap Yuan

dagang utama, suku bunga kebijakan dan inflasi negara mitra dagang berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ?


(20)

C . Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Membuktikan dan menganalisis pengaruh keterbukaan perekonomian terhadap tingkat inflasi di Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh tingkat jumlah uang beredar (M2) terhadap inflasi di Indonesia.

3. Menganalisis pengaruh tingkat nilai tukar rupiah terhadap Yuan terhadap inflasi di Indonesia.

4. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga kebijakan terhadap inflasi di Indonesia.

5. Menganalisis pengaruh inflasi negara mitra dagang terhadap inflasi di Indonesia.

D. Kerangka Berfikir

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, penulis membuat suatu alur kerangka berfikir yang menghantarkan pada apa yang diharapkan dipenelitian ini. Menurut Teori, inflasi akan dipengaruhi oleh sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada penelitian ini dititikberatkan pada sisi penawaran yaitu melihat seberapa besar pengaruh keterbukaan perekonomian terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Pada teori klasik, inflasi suatu negara akan disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam negeri seperti jumlah uang beredar, tingkat suku bunga kebijakan, faktor alam yang mempengaruhi produksi dan distribusi. Kemudian berkembang, dengan adanya perdagangan internasianal/keterbukaan perekonomian dan menyebabkan


(21)

penawaran tidak hanya dari dalam negeri, namun juga dari luar negeri. Dengan demikian dari sisi penawaran dipengaruhi oleh keterbukaan. Pada mulanya, para ekonom beranggapan bahwa impor sangat mempengaruhi inflasi.

Menurut pandangan konvensional impor akan mengurangi inflasi karena jumlah barang di dalam negeri akan naik, sehingga kebutuhan dalam negeri akan terpenuhi dan jauh dari kelangkaan. Menurut teori pertumbuhan baru, keterbukaan perekonomian mengurangi inflasi melalui pengaruh positif pada output, terutama melalui peningkatan efisiensi alokasi sumber daya yang lebih baik dengan cara pemanfaatan kapasitas ditingkatkan dan peningkatan investasi asing (Jin, 2000). Selanjutnya, pendapat yang berlawanan muncul yaitu

keterbukaan perdagangan tidak harus mengurangi inflasi, melainkan meningkatkan inflasi. Evans (2007), berpendapat bahwa efek positif dari

keterbukaan terhadap inflasi didorong oleh fakta bahwa otoritas moneter meneliti tingkat kekuatan monopoli di pasar internasional. Konsumen asing memiliki beberapa derajat sifat kaku dalam permintaan mereka untuk barang-barang yang diproduksi di negara asal. Keputusan otoritas moneter untuk menyeimbangkan manfaat pertumbuhan uang meningkat yang berasal dari pengaturan

perekonomian terbuka dengan terkenal biaya pajak konsumsi inflasi. Selanjutnya, hal ini juga memungkinkan untuk perekonomian terbuka untuk mengimpor inflasi dari seluruh dunia melalui harga barang jadi yang di produksi impor atau impor bahan baku. Selain itu, dengan adanya perekonomian terbuka otoritas fiskal dan moneter cenderung kehilangan kemampuan mereka untuk mengendalikan inflasi melalui kebijakan fiskal dan moneter. Berdasarkan alasan atau asumsi ini maka berkembang pendapat bahwa perekonomian terbuka berpengaruh negatif terhadap


(22)

inflasi. Beberapa peneliti sebelumnya, telah banyak menitikberatkan masalah ini dan hasilnya signifikan bahwa keterbukaan berpengaruh negatif terhadap inflasi. Variabel perekonomian terbuka digambarkan melalui penjumlahan ekspor ditambah dengan impor. Dalam penelitian ini akan digunakan data ekspor dan impor keseluruhan (migas + non migas). Selain variabel perekonomian terbuka, peneliti juga memasukan variabel -variabel kontrol yang juga diduga secara signifikan mempengaruhi inflasi berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelitian sebelumya peneliti membuat kerangka berfikir sebagai berikut :

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Adapun variabel kontrol yaitu jumlah uang beredar yang digambarkan tingkat M2, nilai tukar terhadap Yuan, suku bunga, inflasi negara lain yang merupakan

(Expor + Impor)

PDB

M2

Nilai Tukar

Suku Bunga BI

Inflasi Mitra dagang

I N F L A S I

Keterbukaan

Perekonomian

VARIABEL KONTROL


(23)

salah satu mitra dagang indonesia. Jika selanjutnya perekonomian terbuka secara signifikan mempengaruhi inflasi Indonesia, selanjutnya akan dilihat variabel mana yang paling mempengaruhi inflasi di Indonesia.

E. Hipotesis

Bedasarkan teori dan penelitian sebelumnya, mengenai pengaruh keterbukaan perekonomian terhadap inflasi, maka :

1. Diduga Derajat Perekonomian Terbuka (OPENC)berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.

2. Diduga Jumlah Uang Beredar (M2) berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.

3. Diduga Nilai Tukar Rupiah Terhadap Yuan berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.

4. Diduga Suku Bunga Kebijakan berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia 5. Diduga Inflasi mitra dagang utama berpengaruh terhadap inflasi di

Indonesia.

F. Sistematika Penulisan

Bab I. Pendahuluan. Terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, permasalahan, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II. Tinjuaun Pustaka. Berisikan tinjauan teoritis dan tinjauan empirik yang relevan dengan penelitian ini.


(24)

Bab III. Metode penelitian. Terdiri dari tahapan penelitian, sumber data, batasan variabel, alat analisis serta pengujian hipotesis.

Bab IV. Hasil Perhitungan dan Pembahasan. Bab V. Simpulan dan Saran.

Daftar Pustaka Lampiran


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Perekonomian Terbuka (open economy)

Pada umumnya, perekonomian yang dianut negara di dunia adalah perekonomian terbuka dan perekonomiam tertutup. Pengertian perekonomian terbuka adalah perekonomian suatu negara yang terlibat luas dalam perdagangan antar negara. Sedangkan perekonomian tertutup, tidak mengenal adanya perdagangan

internasional. Hampir seluruh negara di dunia menganut perekonomian terbuka. Dengan ikut dalam perdagangan internasional, dapat memacu ekonomi nasional, karena dengan perdagangan internasional akan memperluas pangsa pasar dan meningkatkan daya saing produksi dalam negeri. Kegiatan perdagangan

internasional meliputi ekspor dan impor. Perdagangan internasional merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berupa devisa.

1. Faktor Pendorong Terjadinya Perdagangan Internasional

Dalam perdagangan internasional, terdapat 4 faktor yang menjadi pendorong kepada semua negara di dunia untuk melakukan perdagangan luar negeri, yaitu:


(26)

a. Memperoleh barang yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri

Alasan berbagai negara melakukan perdagangan satu sama lain adalah karena setiap negara tidak menghasilkan semua barang yang dibutuhkannya. Negara-negara maju memerlukan sumber daya alam yang hanya dihasilkan dari negara-negara di Asia Tenggara terutama di Indonesia, Malaysia dan Thailand, sedangkan negara-negara tersebut tidak mampu menghasilkan beberapa hasil industri modern seperti negara-negara maju.

b. Mengimpor teknologi yang lebih moderen dari negara lain

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih modern dan cara-cara memimpin perusahaannya yang lebih modern. Yang lebih penting lagi, perdagangan luar negeri memungkinkan negara tersebut mengimpor mesin-mesin atau alat-alat yang lebih modern untuk mewujudkan teknik produksi dan cara yang lebih baik tersebut. Keuntungan ini akan dinikmati di negara berkembang. Di negara-negara tersebut kegiatan ekonominya masih banyak yang menggunakan teknik produksi dan manajemen yang tradisional. Oleh karena itu,

produktivitas masih sangat rendah dan produksinya sangat terbatas dengan mengimpor teknologi yang lebih modern, negara tersebut dapat

meningkatkan produktivitasnya dan ini akan mempercepat pertambahan produksi nasional.


(27)

c. Memperluas pasar produk-produk dalam negeri

Beberapa jenis industri telah dapat memenuhi permintaan dalam negeri sebelum mesin-mesinnya sepenuhnya digunakan. Ini berarti bahwa industri itu masih dapat menaikkan produksinya dan memperbesar keuntungannya apabila masih terdapat pasar bagi barang-barang yang dihasilkan oleh industri itu. Karena seluruh permintaan dari dalam negeri telah dipenuhi, satu-satunya cara untuk memperoleh pasarannya adalah dengan

mengekspornya ke luar negeri. Apabila kapasitas dari mesin-mesin yang digunakan masih sangat rendah sehingga pengunaan mesin-mesin itu belum mencapai tingkat yang optimal ekspor luar ngegeri akan mempertinggi efisiensi dari mesin-mesin yang digunakan dan mengurangi ongkos produksi. Faktor yang balakangan ini selanjutnya akan menimbulkan keuntungan yang lebih banyak lagi.

d. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi

Sebab yang terutama dari kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang ditimbulkan oleh spesialisasi di antara berbagai negara. Walaupun suatu negara dapat memproduksikan barang-barang yang sama jenisnya dengan yang dishasilkan di negara lain, tetapi mungkin negara tersebut lebih suka mengimpor barang-barang tersebut dari luar negeri dan bukan menghasilkannya sendiri. Sebagai gantinya negara itu akan memperluas kegiatannya di dalam menghasilkan barang-barang yang dapat dijual dengan menguntungkan ke luar negri. Dengan cara ini negara itu dapat menggunakan faktor-faktor produksinya yang dimilikinya secara


(28)

lebih efisien, dan penduduk negara tersebut akan dapat menikmati lebih banyak barang daripada barang apabila negara itu tidak melakukan spesialisasi dan perdagangan.

2. Keuntungan atau Manfaat Perdagangan Internasional

a. Teori Keuntungan Absolut (Adam Smith)

Teori keunggulan mutlak disampaikan pada Adam Smith pada tahun 1776 dalam bukunya, The Wealth of Nations, yang menganjurkan perdagangan bebas sebagai suatu kebijakan yang paling baik untuk negara-negara di dunia. Dengan perdagangan bebas, setiap negara dapat berspesialisasi dalam produk komoditas yang memiliki keunggulan mutlak dan megimpor komoditas yang mengalami kerugian mutlak. Spelisasi ini akan

menghasilkan pertambahan produk dunia yang dapat dimanfaatkan bersama-sama melalui antarnegara. Dengan demikian teori menerangkan bagaimana perdagangan internasional dapat menguntungkan kedua belah pihak. Keuntungan mutlak adalah keuntungan yang diperoleh sesuatu negara dari melakukan spesialisasi dalam kegiatan menghasilkan

produksinya kepada barang-barang yang efesiensinya lebih tinggi daripada dinegara-negara lain.

b. Teori Keuntungan Komparatif (David Ricardo)

Perdagangan luar negeri dapat pula berlangsung di anatara 2 negara dimana salah satu negara tersebut lebih efisien dari negara lain di dalam


(29)

pihak akan memperoleh keuntungan dari perdagangan tersebut.

Perdagangan itu dimungkinkan oleh wujudnya suatu bentuk keuntungan yang dinamakan keuntungan komparatif. Untuk memperoleh keuntungan dari spesialisasi haruslah setiap negara menghasilkan barang-barang yang memiliki keuntungan mutlak atau komparatif. Dengan melakukan

spesialisasi tersebut suatu negara dapat mempertinggi efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan penduduknya dapat menikmati lebih banayak barang.

Mundell-Fleming ekstensi dari Barro dan Gordon (1983) model yang

menunjukkan ada hubungan terbalik antara keterbukaan dan inflasi. Dalam model ini kebijakan moneter ekspansif menyebabkan peningkatan output domestik dan penurunan yang signifikan pada perdagangan. Sebagai efek dari perekonomian terbuka, insentif pembuat kebijakan (diskresi) moneter mengalami perubahan karena keterbukaan mengubah kemiringan kurva Phillips dan pengaruh kebijakan moneter terhadap output.

Model Mundell-Flemming

Hubungan antara nilai tukar dengan harga dalam makroekonomi dapat melalui pasar uang dan pasar barang. Salah satu model yang digunakan untuk memahami hubungan tersebut adalah model Mundell-Flemming yang dikembangkan sekitar tahun 1960-an oleh Robert A. Mundell dan J. Marcus Flemming. Model

Mundell-Flemming membuat suatu asumsi penting dan ekstrem: perekonomian terbuka kecil dengan mobilitas modal sempurna. Yaitu, perekonomian bisa meminjam atau memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar keuangan


(30)

dunia dan akibatnya, tingkat bunga perekonomian ditentukan oleh tingkat bunga dunia. Secara matematis, kita bisa menulis asumsi itu sebagai (Mankiw, 2000)

r = r*

Model Mundell-Flemming adalah versi perekonomian terbuka untuk model IS-LM. Model ini menuliskannya dalam persamaan berikut (Mankiw, 2000)

IS* LM*

Persamaan pertama menjelaskan keseimbangan di pasar barang dan persamaan kedua menjelaskan keseimbangan di pasar uang. Variabel eksogen adalah

kebijakan fiskal G dan T, kebijakn moneter M, tingkat harga P, dan tingkat bunga dunia r*. Variabel endogen adalah pendapatan Y dan kurs e.

Gambar Mundell-Flemming ini menunjukkan kondisi keseimbangan pasar barang IS* dan kondisi keseimbangan pasar uang LM*. Kedua kurva mempertahankan tingkat bunga konstan pada tingkat bunga dunia. Perpotongan kedua kurva ini menunjukkan tingkat pendapatan dan kurs yang memenuhi keseimbangan baik di pasar barang maupun pasar uang. Titik e* merupakan kurs keseimbangan, dan Y* adalah pendapatan dalam keseimbangan.


(31)

Sumber: Mankiw, 2000: 295

Gambar 4. Model Mundell-Flemming

Sumber: Mankiw, 2000: 297

Gambar 5. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang

Dalam perekonomian terbuka kecil, tingkat bunga ditentukan oleh tingkat bunga dunia. Begitu kenaikan dalam penawaran uang menekan tingkat bunga domestik, modal mengalir keluar dari perekonomian, karena investor mencatat peluang yang lebih menguntungkan di mana saja. Aliran modal keluar ini melindungi tingkat bunga domestik agar tidak turun. Selain itu, karena aliran modal keluar

meningkatkan penawaran mata uang domestik di pasar kurs mata uang asing, kurs

.

.

Kurs, e

Pendapatan, output, Y LM*1

e1

e2

Y1 Y2

LM*2

IS*

1.Ekspansi moneter menggeser kurva LM* ke kanan

2.…yang menurunkan tingkat bunga

… 3.…dan meningkatkan

pendapatan. IS*

LM*

.

Kurs, e

Pendapatan, output, Y e*


(32)

mengalami depresiasi. Penurunan dalam kurs membuat barang-barang domestik menjadi relatif mahal terhadap barang-barang luar negeri dan meningkatkan ekspor bersih. Maka, dalam perekonomian terbuka kecil, kebijakan moneter mempengaruhi pendapatan melalui kurs, bukan tingkat bunga (Mankiw, 2000).

Implikasi bagi kebijakan moneter dari model ini adalah bahwa semakin sempurna mobilitas kapital, kebijakan moneter akan semakin efektif. Hal ini dapat

diterangkan sebagai berikut (Santoso dan Iskandar, 1999):

a. Kebijakan moneter yang kontraktif akan mendorong suku bunga dalam negeri meningkat dan nilai tukar akan cenderung apresiatif. Nilai tukar yang

apresiatif akan mendorong impor dan menurunkan ekspor sehingga neraca transaksi berjalan akan memburuk. Suku bunga yang tinggi akan mendorong aliran model masuk sehingga transaksi modal membaik. Overall BOP akan mencapai keseimbangan baru dengan tingkat output yang lebih tinggi dan nilai tukar yang menguat.

b. Transmisi ke harga domestik dapat dijelaskan melalui dua saluran sebagai berikut:

i. Apresiasi nilai tukar rupiah pada saat yang sama akan menurunkan biaya produksi perusahaan sehingga akan menggeser kurva penawaran agregat ke kanan bawah sehingga harga dalam negeri turun.

ii. Kenaikan suku bunga akan mengurangi permintaan uang dari

masyarakat sehingga kurva permintaan agregat bergeser ke kiri atas dan menyebabkan harga-harga dalam negeri semakin menurun.


(33)

c. Kebijakan moneter yang ekspansif akan mendorong menurunnya suku bunga dan nilai tukar akan cenderung depresiatif. Nilai tukar yang depresiatif akan menurunkan impor dan menaikkan ekspor sehingga neraca transaksi berjalan akan membaik. Suku bunga yang rendah akan menghambat aliran modal masuk sehingga neraca transaksi modal akan memburuk. Overall BOP akan mencapai keseimbangan baru dengan tingkat output yang lebih tinggi dan nilai tukar yang melemah.

d. Transmisi ke tingkat harga domestik dapat dijelaskan melalui tiga saluran sebagai berikut:

i. Depresasi nilai tukar rupiah pada saat yang sama akan menaikkan biaya produksi perusahaan sehingga akan menggeser kurva penawaran

agregat ke kiri atas sehingga harga dalam negeri meningkat. ii. Penurunan suku bunga akan menambah permintaan uang dari

masyarakat sehingga kurva permintaan agregat bergeser ke kanan

bawah dan menyebabkan harga-harga dalam negeri semakin meningkat. iii. Kenaikan harga-harga dalam negeri akan memacu para buruh untuk

menaikkan upah nominalnya sehingga akan menaikkan biaya produksi dan semakin meningkatkan harga-harga.

e. Namun demikian, model ini tidak memasukkan unsur ekspektasi. Ekspektasi yang bersifat regresif akan memberikan efek yang berbeda dari kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal yang diambil. Selain itu, model ini menggaris bawahi beberapa asumsi sebagai berikut:

i. Perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri merupakan faktor penting dalam mempengaruhi aliran modal masuk dan keluar.


(34)

ii. Suku bunga dan nilai tukar memiliki hubungan yang negatif dan erat. iii. Kondisi Marshall-Lerner terpenuhi, yaitu elastisitas harga dari

penawaran ekspor dan permintaan impor harus lebih dari satu.

B. Inflasi

Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Pada asasnya Inflasi meupakan kenaikan harga secara ummum dan berlangsung terus-menus (FE UI,2006). Inflasi menurut keparahannya dalam perekonomian dapat bervariasi. Semakin tinggi inflasi maka semakin parah dampak yang ditimbulkanya pada perekonomian. Berikut ini merupakan jenis-jenis inflasi:

A.1 Inflasi Berdasarkan Tingkat Keparahannya Berdasarkan tingkat keparahanya inflasi dibagi menjadi: A.1.1 Inflasi Ringan

Inflasi ringan terjadi ketika tingkat harga umum mengalami kenaikan dibawah 10 % per tahunya. Inflasi ringan merupakn salah satu gejala

ekonomi yang wajar karena masih mudah dikendalikan. Harga-harga secara umum mengalami kenaikan, namun tidak menyebabkan krisis ekonomi. Inflasi ringan sering pula disebut single digit inflation atau inflasi satu digit. A.1.2 Inflasi Sedang

Inflasi sedang berkisar antara 10% hingga 25% per tahun. Inflasi ini belum membahayakan perekonomian, namun sudah menye.babkan penurunan tingkat kesejahtraan masyarakat, terutama masyarakat yang ber penghasilan tetap karena akan mengurangi daya beli mereka.


(35)

A.1.3 Inflasi Berat

Pada tingkat berat sudah mengacaukan kondisi perekonomian. Harga-harga barang mengalami lonjakan yang drastis, sehingga masyarakat cenderung untuk menimbun barang. Kenaikan harga barang umum pada inflasi berat bisa mencapai 25% hingga 100%per tahun. Dalam kondisi ini, masyarakat enggan menabung, karena bunga tabungan lebih rendah dari pada tingkat inflasi.

A.1.4 Hiperinflasi (Inflasi Sangat Berat)

Dalam kondisi hiperinflasi, perekonomian sudah sangant kacau balau.

Kebijakan fiskal maupoun moneter yang ditempuh sudah tidak mampu untuk mengendalikan situasi perekonomian. Inflsi ini bisa mencapai lebih dari 100% per tahun dan tidak hanya berdampak bada bidang ekonomi namun berdampak pula pada bidang sosial politik.

A.2 Inflasi Berdasarkan Penyebabya

Sedangkan inflasi berdasarkan penyebabnya dapat digolongkan sebagai berikut: a. Inflasi permintaan. Istilah lain untuk inflasi semacam ini atara lain

demand-pull inflation, inflasi tarikan permintaan dan demand inflation

b. Inflasi Penawaran. Istilah lain yang banyak dipakai untuk inflasi semacam ini yaitu cost-push inflation dan supply inflation.

c. Inflasi campuran. Yaitu inflasi yang mempuyai unsur bail demand pull maupun cost-push. Atau dapat disimpulkan inflasi campuran (mixed inflation)


(36)

A.2.1 Inflasi permintaan (Demand-Pull Inflation)

Seperti tersirat pada namanya inflsi permintaantimbul sebagai akibat dari pada terjadinya peningkatan permintaan agregatif. Ada beberapa teori atau model analisa ekonomi yang dapat dimasukkan kategori inflaso permintaan, diantaranya:

A.2.1.a Pendekatan teori kuatitas Uang A.2.1.b Pendekatan celah inflasi

A.2.1.a. Pendekatan Teori Kuantitas Uang

Menurut teori kuantias uang, berpendapat bahwa naik-turunnya tingkat harga disebabkan oleh naik-turunya jumlah uang yang beredar dalam perekanomian .sebagai akibat daripada meningkatnya saldo kas yang dimiliki oleh rumah-rumah tangga dikarenankan karna menngkatnya jumlah uang yang

beredar,angka banding jumlah saldo kas dengan besarnya pendapatan, dirasakan terlalu tinggi. Untuk mengurangi kelebihan salo kas tersebut, menurut teori kuantitas uang , rumah tangga akan langsung mempergunakannya untuk

memperbesar peneluaran konsumsi mereka. Ini yang menyebkan meningkatnya permintaan agregatif

A2.1.b Inflasi Permintaan Dengan Pendekatan Celah Inflasi

Masalah celah inflasi atau Inflationary gap terjadi apabila besarnya investasi yang terjadi melebihi besarnya penabungan atau saving pada tingkat pendapatan full-employment. Pernyataan tersebut tepat jika diterapkan pada perekonomian tertutuptanpa kebijakan fiskal. Untuk maksud yang sam namun dalam ari yang


(37)

lebih luas ialah bahwa ugkapan inflationary gap terjadi dalam keadaan dimana besarnya permintaan agregatif , yaitu hasil penjumlahan (C+I+G+(X-M)), melebihi kapasitas produksi nasional.

Tekanan permintaan digambarkan bergesernya kurva AD0 ke AD1. Tekanan

permintaan menyebabkan output perekonomian bertambah ditunjukan dari bergesernya Y0 ke Y1, tetapi diikuti kenaikan harga dari P0 ke P1 .

Gambar 6. Inflasi Tekanan Permintaan.

Dalam inflasi tekanan permintaan, tidak selalu berarti penawaran agregat (AS) tidak bertambah . pada dararnya ketika terjadi peningkatan penawaran,

jumlahnya akan lebih kecil dari peniningkatan permintaan agregat (AD). A.2.2 Inflasi Dorongan Biaya

Inflsi dorongan biaya terjadi karena kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produsi dapat berupa kenaikan harga bhan baku, harga bahan bakar, atau adanya kenaikan upah pekerja.

AS0

AD1

AD0

P0

P1

Y1 Y2

Y P


(38)

Gambar 7. Inflasi Dorongan Biaya.

Kenaikan biaya produksi akan memaksa perusahaan mengurangi penawaranya. Penawaran agregat akan berkurang dan tingkat harga umum akan naik dari P0 ke

P1 . jika demikian yang terjadi, maka inflasi akan disertai penurunan kegiatan

ekonomi Sehingga jumlah produksi nasional turun dari Y0 ke Y1.

A.2..3 Inflasi Campuran (Mixed Inflation)

Dalam pratik , kedua jenis inflasi diatas jarang sekali dijumpai secara terpiasah. Pada umumnya, inflsi yang terjadi di berbagai negara di dunia adalah campuran antara tekanan permintaan (demand-pull inflation) dengan inflasi dorongan Biaya (cosh-push inflation).

A.3 Inflasi Berdasarkan Asalnya

Berdasarkan asalya, inflsi terbagi menjadi:

A.3.1 Inflasi dari Dalam Negri (Domestic Inflation) Y2

P1

P

P2

Y 0

AS0

AD 0 AS1


(39)

Inflasi ini berasal dari dalam negri. Adapun penyebabnya, adanya defisit anggaran pemerintah yang mendorong pencetakan uang, kenaikan upah pekerja, dan gagal panen.

A.3.2 Inflasi yang berasal dari Luar Negri (Imported Inflation)

Inflasi ini merupakan dampak dari perekonomian terbuka, dimana terjadi karena adanya pengaruh kebikan harga barang impor . Jika barang-barang impor berasal dari negarayang mengalami inflasi, maka harganya akan semakin mahal. Kenaikan harga barang impor ini akan mempengaruhi biaya produksi industri bahan baku atau barang modal yang diimpor.

Beberapapa indikator inflasi yang sering digunakan untuk mengukur inflasi: a. Indeks Harga Konsumen (IHK)/ Consumer Price Index (CPI)

Menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu, dangan menghitung harga barang dan jasa utama,

masing-masing diberi bobot sesuai dengan tingkat keutamaannya. Semakin penting diberi bobot semakin besar. Jika IHK semakin besar maka telah terjadi inflasi.

b. Indeks Harga Perdagangan Besar (Whosale Price Index/ Producer Price Index). Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen maka IHPB/ PPI melihat inflasi dari sisi produsen.

c. Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)

Untuk mendapatkan gambaran inflasi yang sederhana, ekonom menggunakan IHI, angka deflator ini diperkenalkan dalam pembahasan PDB/GDP


(40)

pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil. Selisih keduanya merupakan inflasi.

Consumer Price Index (CPI) disebut juga Indeks Harga Konsumen (IHK) paling banyak digunakan untuk menghitung laju inflasi, termasuk Indonesia. IHK dapat digunakan untuk menghitung laju inflasi bulanan, triwulanan, semesteran dan tahunan (www.bps.com). Perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

LIt : Laju inflasi pada tahun atau periode t

IHKt :Indeks Harga Konsumen pada tahun atau periode t

IHKt-1 : Indeks Harga Konsumen pada tahun t-1 atau peiode t-1

Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain:

1. Indeks biaya hidup

2. Indeks harga perdagangan besar 3. GNP deflator

C. Agregat Moneter (M2)

Definisi tentang uang yang lebih luas sering disebutkan sebagai M2. M2 diperoleh dai penjumlahan M1 (uang kartal dan uang giral) dengan uang kuasi (near

money). Uang kuasi merupakan kekayaan finansial yang dapat segera dicairkan. Meskipun secara langsung tidak berfungsi menjadi media tukar atau alat


(41)

giral.cotohnya adalah deposito berjangka pendek (jatuh tempo kurang dari satu tahun) dan rekening simpanan atau tabungan di bank umum.(Mishkin,2008)

D. Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs (exchange rate) adalah harga dari satu mata uang dalam mata uang yang lain disebut. Fluktuasi kurs mempengaruhi inflasi maupun output, dan menjadi pertimbangan penting dalam mengambil kebijakan moneter. Ketika nilai uang jatuh, harga barang yang diimpor menjadi lebih mahal yang secara langsung akan menaikkan tingkat harga inflasi. Penurunan nilai uang, membuat barang-barang menjadi lebih murah bagi orang asing, memeningkatkan permintaan barang dalam negeri dan mendorong produksi output yang lebih tinggi. Transaksi yang dilakukan di pasar valuta asing menentukan harga dari mata uang-mata uang yang

dipetukarkan yang selanjutnya menentukan biaya dari pembelian barang-barang dan aset keuangan asing. Apabila suatu mata uang nilainya meningkat, disebut mengalami apresiasi dan jika menurun disebut mengalami depresiasi.

Tempat jual beli kurs disebut sebagai pasar valuta asing. Pasar valuta asing diperdagangkan sebagai pasar over-the-counter dimana beberapa ratus pialang (sebagian besar bank-bank) siap untuk membeli dan menjual simpanannya dalam denominasi mata uang asing. Oleh karena pialang ini intensif berhubungan dengan telepon dan komputer, pasar menjadi sangat bersaing, akibatnya fungsinya tidak bebeda dengan pasar yang terpusat. Sebagian besar perdagangan meliputi pembelian dan penjualan simpanan (deposito) bank dalam


(42)

berbagai mata uang yang berbeda. Volume di pasar ini sangat besar. Sedangkan kita membeli valuta asing di pasar ritel dari pialang seperti bank-bank. Oleh karena harga ritel lebih tinggi dari harga perdagangan besar, ketika kita membeli valuta asing, kita memperoleh lebih sedikit unit dari mata uang asing per dollar kurs (Mishkin, 2008).

Menurut Mankiw (2008) nilai tukar terbagi atas dua jenis, yaitu:

1. Kurs nominal (nominal exchange rate), yaitu harga relatif dari mata uang dua negara yang melakukan perdagangan internasional.

2. Kurs riil (real exchange rate), yaitu harga relatif dari barang-barang ke dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita bisa

memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain.

Dampak tidak langsung (indirect pass-through) depresiasi nilai tukar nominal terhadap inflasi melalui output gap berdampak menurunkan pertumbuhan ekonomi sehingga mengurangi tekanan inflasi. Kemungkinan penyebabnya adalah dampak depresiasi terhadap penurunan impor barang modal untuk kebutuhan investasi dan penurunan impor bahan baku untuk produksi, baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor. Disamping itu, depresiasi nilai tukar menurunkan kualitas neraca perusahaan sehingga mengurangi kemampuan berinvestasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

E. Suku Bunga Kebijakan


(43)

yang sering dipantau oleh para pelaku ekonomi. Tingkat suku bunga dipandang memiliki dampak langsung terhadap kondisi perekonomian. Berbagai keputusan yang berkenaan dengan konsumsi, tabungan dan investasi terkait erat dengan kondisi tingkat suku bunga. Konsep mengenai tingkat suku bunga terdiri dari berbagai macam pendekatan. Pertama adalah konsep tentang real interest rate, yaitu tingkat suku bunga yang merupakan tingkat suku bunga nominal dikurangi dengan tingkat inflasi. Kedua adalah konsep atau pendekatan yang dikenal sebagai yield to maturity. Tingkat suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang tidak memperhitungkan nilai inflasi. Tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga yang memperhitungkan inflasi, sehingga perhitungan tingkat suku bunga tersebut lebih mencerminkan cost of borrowing yang sebenarnya (Mishkin, 2007). Tingkat suku bunga riil yang memperhitungkan ekspektasi perubahan tingkat harga disebut sebagai ex ante real interest rate. Sedangkan tingkat suku bunga riil yang memperhitungkan perubahan tingkat harga aktual disebut sebagai ex post real interest rate. Tingkat suku bunga riil , tingkat suku bunga dan inflasi dihubungkan oleh persamaan fisher (fisher equation) sebagai berikut:

i = ir+ πe ir = i - πe

Pada saat tingkat suku bunga riil rendah, maka borrowing cost juga menjadi rendah, sehingga insentif untuk meminjam lebih besar jika dibandingkan dengan insentif untuk memberi pinjaman.


(44)

F. Inflasi Negara Mitra Dagang (I*)

Seperti pada penjelasan sebelumnya, dipaparkan bahwa diduga bahwa inflasi dipengaruhi faktor dari dalam dan dari luar negri. Dan Inflasi mitra dagang diduga akan mempengaruhi tingkat inflasi suatu negara yang menerapkan perekonomian terbuka. Inflasi negara mitra mempengaruhi inflasi domestik melalui jalur harga barang impor yang mengalami kenaikan akibat inflasi dari negara asal.

G. Tinjauan Empirik

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mencoba mempelajari hasil-hasil penelitian relevan yang telah dilakukan oleh orang lain sebelumnya. Tabel 2 dibawah ini berupa ringkasan penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Zakaria 2010. Penelitian ini penulis gunakan sebagai rujukan utama untuk menggunakan variabel yang diteliti dalam penulisan skripsi ini, namun dengan sedikit

modifikasi dengan mengganti variabel openness , yang pada penelitian ini merupakan share perdagangan internasinal terhadap PBD yaitu ekspor +impor menjadi Ekspor +Impor dibagi dengan GDP. Dan tidak memasukkan variabel Term of trade dan demokrasi.

Tabel 2. Ringkasan Penelitian “ Openness and Inflation” Judul Opennest and Inflation

Penulis/Tang gal

Muhamad Zakaria (2010)

Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan perdagangan dan inflasi di Pakistan

Model

Estimasi dan Variabel

Estimatimation: GMM (Generalized Method of Moment) Inflation = β0 + β1 openness + β3 Control + µt

Variabel: Inflation (CPI)

Opennes (shared trade on GDP(export + import) M2 (agregate money)

Exchange rates Fiscal defisit Term of trade


(45)

Foreign debt Democracy

Jenis Data Data time series Pakistan 1947 sampai 2007, sumber data International Financial Statistic.

Hasil dan Kesimpulan

Perekonomian terbuka secara signifikan mempengaruhi inflasi , dan terbukti bahwa inflasi dan perekonomian di pakistan

berpengaruh positif. Disamping itu, semua fariabel koontrol, yaitu : M2, Nilai tukar, defisit fiskal, term of trade, utang luar negri, serta demokrasi, berpengaruh secara signifikan pada porsi yang diharapkan. Sehingga kesimpulanya bahwa perekonomian terbuka secara signifikan berpengaruh positif pada kasus Pakistan.

Ringkasan Tabel 3 dibawah ini merupakan penelitian dari Chung-Shu Wu and Jin-Lung Lin yang menggunakan analisis VAR dengan tujuan menganalisis hubungan atara perekonomi terbuka dan inflasi pada NIEs ( Newly Industrialized Economis) dan G7. Dimana NIEs terdiri dari : Hong Kong, Korea, Meksiko, Filipina, Singapura, Taiwan, sedangkan G7 terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman , Itali, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Pada penelitian ini mengunakan regresi panel .

Tabel 3. Ringkasan Penelitian “The Relationship between Openness and Inflation in NIEs and the G7”

Judul The Relationship between Openness and Inflation in NIEs and the G7

Penulis/Tang gal

Chung-Shu Wu and Jin-Lung Lin(2002)

Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan pada perekonomian negara-negara yang tergabung dalam NIEs dan G7.

Model

Estimasi dan Variabel

Estimatimation: VAR (Vector AutoRegression)

π = a0 + a1 openness it + a3 Yit + ε it Variabel:

Inflation (CPI)

Opennes (shared imports on GDP(export /GDP) Y =Pendapatan Perekapita

Jenis Data Data time series dan panel data NIEs dan G7 1973 sampai 2001, sumber data International Financial Statistic


(46)

Kesimpulan perekonomian terbuka secara signifikan mempenhgaruhi inflasi , dan terbukti bahwa inflasi dan perekonomian di pakistan berpengaruh positif.

Pada Tabel 4 merupakan penelitian dari Muhamad Nadeem Hanif dan Irem Batool yang meneliti tentang hubungan antara inflasi dan perekonomian terbuka pada Negara Pakistan. Berikut rangkuman penelitianya:

Tabel 4. Ringkasan Penelitian “Openness and Inflation: A Case Study of

Pakistan”

Judul Openness and Inflation: A Case Study of Pakistan Penulis/Tang

gal

Muhamad Nadeem Hanif dan Irem Batool (2005)

Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan perdagangan dan inflasi di Pakistan

Model

Estimasi dan Variabel

Estimatimation: HAC Estimator

π =ω0 + ω1 gm+ ω2 gmt-1 + ω3 gy+ ω4 Δi +ω5 gspwt+ ε Variabel:

Inflation (CPI)(π)

Opennes (shared trade on GDP(export + import) (ω1 gm) M2 (agregate money)(ω2 gmt-1 )

Pendapatan Perkapita(ω3 gy) Over night interest rates(ω4 Δi) Harga Gandum (ω5 gspwt )

Jenis Data Data time series Pakistan 1973 sampai 2005, sumber data International Financial Statistic.

Hasil dan Kesimpulan

Pada penelitian ini ditemulkan bahwa, perekonomian terbuka secara signifikan dampak positif terhadap inflasi di Pakistan.

Ringkasan tabel 5 merupakan penelitian dari Sunil Asra yang menganalisis pengaruh perekonomian terbuka terhadap inflasi pada beberapa negara

berkembang, Yaitu : Indoesia, Bangladesh, Chili, Kolombia, Brazil, Malaysia, Nepal, Pakistan, India, Mesiko, Korea Selatan, Pilipina, Thailand, Sri Langka. Berikut rangkuman penelitiannya:

Tabel 5. Ringkasan Penelitian “INFLATION AND OPENNESS: A STUDY OF SELECTED DEVELOPING ECONOMIES”


(47)

Judul INFLATION AND OPENNESS:

A STUDY OF SELECTED DEVELOPING ECONOMIES Penulis/Tang

gal

Sunil Asra (2005)

Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan perdagangan negara-negara berkembang

Model

Estimasi dan Variabel

Estimatimation: FGLS (Feasible generalized laeast squares Y = β0 + β1 [X1] + β2 [X2] + β3 [X3] + ε

Variabel:

Inflation (CPI)( Y)

X1 = rate of growth real agriculcultural Value Added X2 = M2 (agregate money)(ω2 gmt-1 )

X3 = Opennes (shared trade on GDP(export + import)

Jenis Data Data panel 1980-1990an, sumber data International Financial Statistic.

Hasil dan Kesimpulan

Pada penelitian ini ditemulkan bahwa,terdapat hubungan antara perekonomian terbuka terhadap inflasi di negara-negara

berkembang.

Ringkasan tabel 6 merupakan penelitian dari David Romer yang menganalisis hubungan perekonomian terbuka dan tingkat inflasi di beberapa negara dunia. Berikut rangkuman penelitannya:

Tabel 6. Ringkasan Penelitian “OPENNESS AND INFLATION: THEORY AND EVIDENCE”

Judul OPENNESS AND INFLATION: THEORY AND EVIDENCE Penulis/Tang

gal

David Romer (1993)

Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan antara perekonomian terbuka dan inflasi.

Model

Estimasi dan Variabel

OLS Estimatimation a(d(e+p*-p)/dm]

Y = β0 + β1 [X1] + β2 [X2] + β3 [X3] + β4 [X4] + ε Variabel:

Inflation (CPI)( Y)

X1 = Opennes (shared import to GDP) X2 = fixed exchange rates

X3 = log pendapatan real perkapita X4 = variabel dummydari domestik

Jenis Data Data panel 1973-1990an, sumber data International Financial Statistic.

Hasil dan Kesimpulan

Data menunjukkan hubungan negatif yang kuat antara Perekonomian terbuka dan inflasi


(48)

Rangkuman Tabel 7 merupakan rangkuman penelitian dari Ricard W Evans, dimana meneliti kembali hubungan antara perekonomian terbka dan inflasi berdasrkan beberapa tulisan sebelumnya tentang perekonomian terbuka dan inflasi. Berikut rangkuman penelitiannya:

Tabel 7. Ringkasan Penelitian “IS OPENNESS INFLATIONATARY? IMPERFECT COMPETITON AND MONETARY MARKET POWER”

Judul IS OPENNESS INFLATIONATARY? IMPERFECT COMPETITON

AND MONETARY MARKET POWER Penulis/Tang

gal

Ricard W Evans (2007)

Tujuan Tulisan ini mengajukan pertanyaan tentang bagaimana derajat keterbukaan ekonomi akan mempengaruhi tingkat inflasi kesetimbangan dalam suatu model twocountry OLG sederhana, dengan persaingan tidak sempurna di mana otoritas moneter di masing-masing negara memilih tingkat pertumbuhan uang untuk memaksimalkan kesejahteraan warganya.

Model

Estimasi dan Variabel

Two-country OLG General eqilibrium Y = β0 + 1 [X1] + β2 [X2] + β3 [X3] )+ ε Variabel:

Inflation (CPI)( Y)

X1 = Opennes (impor shared on GDP) X2 = M2 (agregate money)

X3 = Pajak konsumsi

Jenis Data Data panel 1982-2005, sumber data International Financial Statistic.

Hasil dan Kesimpulan

Data menunjukkan hubungan negatif yang kuat antara Perekonomian terbuka dan inflasi.


(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Tabel 8. Deskripsi Data Input

Nama Data Selang periode runtun

waktu Satuan pengukuran Sumber Data

Inflasi (CPI) Bulanan Tahun Dasar

2000 Indeks BPS

Ekspor (Migas dan

non migas) Bulanan Miliar Rupiah BPS

Impor (Migas dan

Migas) Bulanan Miliar Rupiah BPS

PDB Triwulanan Miliar rupiah (SEKI) – Bank

Indonesia

M2 Bulanan Persentase (SEKI) – Bank

Indonesia

Nilai Tukar Bulanan Rupiah/Yuan(RRC) (SEKI) – Bank

Indonesia

Suku Bunga Bulanan Persentase (SEKI) – Bank

Indonesia

Inflasi negara mitra Bulanan Persentase (SEKI) – Bank


(50)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu dengan cara mempelajari berbagai sumber baik literatur, makalah, karya ilmiah yang terkait dengan penelitian ini.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (time series) yaitu.

B. Batasan Variabel

Batasan Variabel dalam penulisan ini adalah : 1. Inflasi

Merupakan kecendrungan harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus. Data Inflasi yang digunakan adalah data bulanan laju Inflasi di indonesia dari tahun 2005:07 sd 2012 :06.

2. Perekonomian Terbuka (OPENC)

Merupakan kegiatan suatu negara membuka diri dalam banyak hal terutama dalam bidang ekonomi. Perekonomian terbuka ditunjukkan dengan adanya kegiatan Ekspor dan Impor. Pada penelitan ini perekonomian terbuka digambarkan ekspor total ditambah dengan impor total dibagi dengan PDB. Data yang digunakan adalah data bulanan untuk ekspor dan impor, dan data triwulanan untuk PDB indonesia dari tahun 2005:07 sd 2012 :06. Derajat Perekonomian terbuka diperoleh dari Total Trade (ekspor + impor) / Y (PDB).

3. Nilai tukar

Kurs valuta asing yang digunakan kurs tengah mata uang rupiah terhadap Yuan (independen variabel). Yuan dipilih, sebagai mata uang mitra dagang pengimpor terbesar Indonesia. Data Nilai tukar dalam penelitian


(51)

berupa data triwulanan diperoleh dari data SEKI Bank Indonesia dengan mengambil data di bulan 2005:07 sd 2012 :06. Yuan sebagai mata uang negara RRC, dipilih dari beberapa negara, sebagai pengimpor terbesar Indonesia

4. Suku Bunga Kebijakan BI

Data yang digunakan penelitian ini dengan mengambil data bulanan pada periode 2005:07 sd 2012 :06.

5. Inflasi Mitra Dagang Utama

Inflasi Negara mitra dagang yang dipakai pada penelitian ini adalah inflasi RRC, sebagai pengimpor terbesar Indonesia. Data yang digunakan penelitian ini dengan mengambil data di bulan periode 2005:07 sd 2012 :06.

C. Metode Pengolahan Data 1. Interpolasi Data

Interpolasi data adalah suatu metode yang digunakan untuk menaksir nilai data time series yang pempunyai rentang waktu lebih besar ke data yang memiliki rentang waktu yang lebih kecil, atau sebaliknya(tahunan ke triwulanan,triwulan kebulanan). Sebelum interpolasi dilakukan, kita harus membedakan karakteristik data yang akan kita gunakan, yaitu perolehan data dari rata-rata atau akumulasi. Metode interpolasi data dalm penelitian ini adalah menaksir nilai data bulanan dari data triwulanan, alat yang digunakan adalah Conversion option – Eviews 4.0. Interpolasi digunakan untuk memperoleh data bulanan dari variabel PDB, dari data triwulan.


(52)

D. Metode Analisis

Pada prinsipnya dalam ECM terdapat keseimbangan yang tetap dalam jangka panjang antar variable ekonomi, tetapi dalam jangka pendek bisa saja terjadi ketidakseimbangan. Namun pada dasarnya ketidakseimbangan dalam suatu periode akan dikoreksi pada periode berikutnya. Jadi proses koreksi kesalahan dapat diartikan sebagai penyelaras perilaku jangka pendek dan jangka panjang.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Berdasarkan permasalahan dan hipotesis diatas, maka:

Model Ekonomi:

Π = f (OPC,M2,Exc,i,Π*)

Π = Inflasi

opc = Openness

M2 = Agregat Moneter

Exc = Rp/$

i = Suku Bunga BI


(53)

Model Matematika

Π = opc + M2 + Exc + i + Π*

Dimana:

Π = Laju Inflasi

opc = Openness

M2 = Agregat Moneter

Exc = Nilai Tukar Rp/$

i = Suku bunga BI

Π* = Inflasi Mitra Dagang

Model ekonometrika dengan menggunakan ECM

Π = β0 + β1 opc + β2 M2 + β3 Exc + β4i + β4 Π*+ β5 Ect-1 + εt Dimana:

Π = Laju Inflasi

β0 = Intercept

β1, β2, β3, β4, β5 = Parameter

opc = Openness

M2 = Agregat Moneter

Exc = Nilai Tukar Rp/$


(54)

Π* = Inflasi Mitra Dagang Ect-1 = Error Corection Model

Εt = kesalahan stokastik

dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan ECM (Error Corection Model) guna mengatasi regresi lancung atau mengantisipasi adanya pergerakan fluktuasi jangka pendek antar variabel terikat dan variabel bebas (Granger, C.W.J., 1983).

E. Proses dan Identifikasi Model

1. Uji Stationary

Sebelum melakukan analisa regresi dengan menggunakan data time-series, perlu dilakukan uji stationary terhadap seluruh variabel untuk mengetahui apakah variabel-variabel tersebut stationary atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan pengujian unit root, yang bertujuan untuk mengetahui apakah data tersebut mengandung unit root atau tidak. Jika variabel mengandung unit root, maka data tersebut dikatakan data yang tidak stationary. Penentuan orde integrasi dilakukan dengan uji unit root untuk mengetahui sampai berapa kali diferensiasi harus dilakukan agar series menjadi stasionary. Terdapat beberapa metode pengujian unit root, dua diantaranya yang saat ini secara luas dipergunakan adalah Augmented Dickey-Fuller dan Phillips–Perron unit root test.

Prosedur pengujian stationary data adalah sebagai berikut :

a. Melakukan uji terhadap level series. Jika hasil uji unit root menunjukkan terdapat unit root, berarti data tidak stationary.


(55)

b. Selanjutnya adalah melakukan uji unit root terhadap first difference dari series.

c. Jika hasilnya tidak ada unit root, berarti pada level first difference, series sudah stationary atau semua series terintegrasi pada orde I(1).

Jika setelah di-first difference-kan series belum stationary maka perlu dilakukan second difference.

2 Uji Kointegrasi

Menurut Engle-Granger (1987) pendekatan uji kointegrasi digunakan untuk memberi indikasi awal bahwa model yang kita gunakan memiliki hubungan jangka panjang (cointegration relation) dalam melakukan uji kointegrasi harus diyakini dulu bahwa variabel yang kita pakai mempunyai derajat integrasi yang sama.

Salah satu bentuk pengujian kointegrasi adalah Engle-Granger test (1987). Alat analisisnya menggunakan uji CRDW (cointegration regression durbin watson) selain itu juga dapat kita gunakan Johansen test (1988)i menggunakan multivariate VAR approach. Perbedaan antara keduanya adalah jika johansen test dapat menghasilkan lebih dari satu nilai cointegration relation. Sedangakan Engle-Granger hanya 1 kali nilai cointegration relation yang dapat dihasilkan. Jika terdapat lebih dari satu cointegration relation maka Engle-Granger test menjadi misleading. Johansen test hanya dapat dinyatakan valid jika data time series diketahui tidak statonary, jika sudah statonary dapat langsung dilakukan estimasi ECM/OLS.


(56)

3. Model Koreksi Kesalahan

Agus Widarjono (2007) jika ada dua atau lebih variabel yang tidak statonary dan statonary pada tingkat diferensi dan variabel tersebut terkointegrasi. Namun jika terdapat semua data tidak stationary maka harus melaksanakan uji CRDW (cointegration regression durbin watson) untuk melihat ada tidaknya kointegrasi antara variabel bebas dengan variabel terikat. Adanya kointegrasi berarti adanya hubungan atau keseimbangan jangka panjang antar variabel. Dalam jangka pendek mungkin saja terdapat ketidakseimbangan (disequilibirium). Ketidakseimbangan inilah yang sering kita temui pada prilaku ekonomi. Artinya, bahwa apa yang diinginkan pelaku ekonomi (desired) belum tentu sama dengan apa yang terjadi sebenarnya. Adanya gap tersebut maka diperlukan adanya penyesuaian (adjustment). Model yang memasukan penyesuaian untuk melakukan koreksi bagi ketidak seimbangan tersebut disebut model koreksi kesalahan (error correction model = ECM).

Pendekatan model ECM mulai timbul sejak perhatian para ahli ekonometrika membahas secara khusus ekonometrika time series. Model ECM pertama kali diperkenalkan oleh Sargan dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Hendry dan akhirnya dipopulerkan oleh Engle-Granger. Model ECM mempunyai beberapa kegunaan namun yang paling utama bagi pekerjaan ekonometrika adalah mengatasi masalah data time series yang tidak statonary dan masalah regresi lancung (spurius regression).


(57)

Gujarati (2009) mengatakan: “Model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/ OLS) merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linear yang tidak bias yang terbaik (Best Linear Unbiased Estimator/ BLUE)” kondisi ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi yang disebut dengan asumsi klasik. Adapun asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas dapat dilihat dengan menggunakan metode Jarque-Bera (J-B). Metode Jarque-Bera didasarkan pada sampel besar yang diasumsikan bersifat Asymptotic. Jika residual

terdistribusi secara normal maka diharapkan nilai statistik JB akan sama dengan nol. Nilai statistik JB ini didasarkan pada distribusi chi squaress dengan derajat kebebasan (df2). Jika nilai probabilitas dari statistika JB besar atau dengan kata lain jika nilai statistika dari JB ini tidak signifikan maka menerima hipotesis bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai statistik JB mendekati nol.Sebaliknya jika nilai probabilitas dari statistik JB kecil atau signifikan maka menolak hipotesis bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai statistik JB tidak sama dengan nol.

HO : data tersebar normal

Ha : data tidak tersebar normal

Kriteria pengujian adalah :


(58)

HO diterima dan Ha ditolak, jika P-value > α 5%

Jika HO ditolak, maka data tidak tersebar normal. Jika HO diterima berarti data

tersebar normal.

2. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas berhubungan dengan situasi dimana ada hubungan linier baik yang pasti atau mendekati pasti diantara variabel independen (Gujarati, 2003). Masalah multikolinearitas timbul bila variabel-variabel independen berhubungan satu sama lain. Selain mengurangi kemampuan untuk menjelaskan dan

memprediksi, multikolinearitas juga menyebabkan kesalahan baku koefisien (uji t) menjadi indikator yang tidak dipercaya. Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas saling berhubungan secara linier dalam model persamaan regresi yang digunakan. Apabila terjadi multikolinearitas, akibatnya variabel penaksiran menjadi cenderung terlalu besar, t-hitung tidak bias, namun tidak efisien. Dalam penelitian ini, pengujian

multikoleniaritas dilakukan dengan menggunakan korelasi sederhana. Pedoman yang digunakan adalah korelasi antar variabel bebas tidak lebih dari 0,8

(Gujarati : 2003).

3. Uji Autokolerasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Masalah autokorelasi biasanya muncul pada data time series. Autokorelasi adalah sebuah kasus khusus dari korelasi, sedangkan korelasi itu sendiri menunjukan hubungan antara dua


(59)

atau lebih variabel-variabel yang berbeda, maka autokorelasi menujukan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari variabel yang sam. Autokorelasi dalam sampel runtun waktu (time series sample) menujukan kecenderungan sekuler atau perubahan jangka panjang sepanjang waktu. Autokorelasi juga bisa diakibatkan oleh adanya bias spesifikasi, misalnya karena dikeluarkannya variabel-variabel yang bebas dari persamaan regresi atau karena asumsi yang salah mengenai bentuk fungsional model regresi (Gunawan, 1994 : 214).

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji Lagrange Multiplier (LM Test) yang dikembangkan oleh Breusch-Godfrey. Ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat bahwa probability dari Obs*R-square hasil pengujian dengan uji Breusch-Godfrey .Dengan dilakukan pengujian dengan hipotesa sebagai berikut:

Ho : ρ = 0 berarti tidak ada masalah autokorelasi Ho : ρ = 0 berarti ada masalah autokorelasi

Selanjutnya nilai Chi Square hitung (nilai Obs*R-squared) diperbandingan

dengan α (0,05), dimana α (0,05) adalah nilai kritis Chi-square yang ada dalam

tabel statistik Chi Square. Jika Chi Square hitung (nilai Obs*R-squared ) lebih besar dari Chi Square tabel, maka terdapat masalah autokorelasi, dan jika sebaliknya maka tidak terjadi masalah auotokorelasi.

4. Uji Heterokedastisitas

Heteroskedastisitas memiliki arti bahwa varians error term tidak sama untuk setiap pengamatan. Jika varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut Homoskedastisitas. Jika varians-nya berbeda disebut

Heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas akan mengakibatkan penaksiran


(60)

salah satu penyimpangan terhadap asumsi kesamaan varians (homoskedatisitas), yaitu varians error bernilai sama untuk setiap kombinasi tetap dari X1,X2,...,XP,

jika asumsi ini tidak terpenuhi maka dugaan OLS tidak lagi bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), karena akan menghasilkan dugaan dengan galat baku yang tidak akurat. Untuk uji asumsi heteroskedastisitas dapat dilihat melalui uji white. Uji white ini dapat menjelaskan apabila nilai probabilitas obs*R-square lebih kecil dari α (5%) maka data bersifat heteroskedastisitas.sebaliknya, bila nilai probabilitas obs*R-square lebih besar dari α (5%) maka data bersifat tidak

heteroskedastisitas. (Agus Widarjono, 2007 : 140). Ho : tidak ada masalah heteroskedastisitas Ha : ada masalah heteroskedastisitas Kriteria pengujian adalah:

Ho ditolak dan Ha diterima, jika nilai (n x R2) < nilai chi square Ho diterima dan Ha ditolak, jika nilai (n x R2) > nilai chi square Jika Ho ditolak, berarti terdapat heteroskedastisitas

Jika Ho diterima, berarti terdapat heteroskedastisitas

G .Uji Hipotesis

1. Uji t

Pengujian hipotesis koefisien regresi dengan menggunakan uji t pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan derajat kebebasan df = (n-k). Hipotesis yang dirumuskan:

H0: β1 = 0 variabel bebas tidak berpengaruh terhadap nilai tukar


(61)

Kriteria pengujiannya adalah:

(1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika t-hitung ≥ t-tabel ; t hitung ≤t-tabel (2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika t-hitung < t-tabel ; t-hitung > t-tabel

Jika Ho ditolak, berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Jika Ho diterima berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

2. Uji F

Pengujian hipotesis secara keseluruhan dengan menggunakan uji statistik F-hitung dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 persen dengan derajat kebebasan df 1 = (k-1) dan df 2 = (n-k). Hipotesis yang dirumuskan:

Ho: bi = 0 , variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

Ha: bi ≠ 0 , ada pengaruh nyata antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Kriteria pengujiannya adalah:

(1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika F hitung > F-tabel

(2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika F hitung ≤ F-tabel

Jika Ho ditolak, berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Jika Ho diterima berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.


(62)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A.SIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Variabel OPENC terhadap Tingkat Inflasi Indonesia menunjukkan pengaruh

positif atau berbanding lurus terhadap tingkat Inflasi Indonesia.

2. Variabel M2(Jumlah Uang Beredar) tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap tingkat Inflasi Indonesia. Tidak berpengaruh signifikannya variabel M2 ini karna adanya kebijakan Inflation targeting yang menggunakan suku bunga kebijakan sebagai alat utama untuk mengendalikan tingkat inflasi, M2 bukan lagi target utama Bank Indonesia. Pengaruh M2 semakin berkurang terhadap tingkat Inflasi Indonesia.

3. Variabel R(Suku Bunga Kebijakan) terhadap inflasi berpengaruh terhadap tingkat Inflasi Indonesia.

4. Variabel YUAN tidak menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi Indonesia. berpengaruh terhadap tingkat Inflasi Indonesia. 5. Variabel INFCHY terhadap tingkat inflasi Indonesia menunjukakan

berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat Inflasi Indonesia .

6. Tingkat Inflasi Indonesia didominasi sumbangsih dari faktor dalam negri, dan sedikit dari faktor luar negri.


(63)

B.SARAN

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan, maka saran yang akan diberikan adalah:

1. Peranan ekonomi Internasinonal dalam penelitin ini kegiatan Ekspor dan Impor mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Tingginya tingkat impor akan membawa dampak yang buruk bagi perekonomian nasional. Oleh karna itu semua dituntut untut sadar akan cinta produk dalam negri, dan berlomba untuk menciptakan hal yang baru dan yang terbaik, untuk meningkatkan dominasi barang-barang ekspor negara kita di pasar internasional.

2. Pemerintah harus semakin berbenah untuk menjawab tantangan dari dunia Internasional, yang mungkin dominasinya semakin besar terhadap

pembentukan tingkat inflasi Indonesia. Mengambil regulasi serta formulasi tepat untuk meningkatkatkan usaha mikro dan Sumber Daya Manusia agar memiliki daya saing terhadap produk asing.

3. Pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk meneliti pengaruh

perekonomian terbuka terhadap Tingkat Inflasi untuk meneliti ke banyak negara. Pada penelitian ini negara RRC memang merupakan negara importir terbesar untuk Indonesia, namun penerapan kebijakan nilai tukar tetap. Dengan menggunakan penelitian pada banyak negara mitra dagagang, dengan kebijakan nilai tukar bebas, diharapkan penelitian selanjutnya akan memperoleh hasil yang lebih baik.


(1)

salah satu penyimpangan terhadap asumsi kesamaan varians (homoskedatisitas), yaitu varians error bernilai sama untuk setiap kombinasi tetap dari X1,X2,...,XP, jika asumsi ini tidak terpenuhi maka dugaan OLS tidak lagi bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), karena akan menghasilkan dugaan dengan galat baku yang tidak akurat. Untuk uji asumsi heteroskedastisitas dapat dilihat melalui uji white. Uji white ini dapat menjelaskan apabila nilai probabilitas obs*R-square lebih kecil dari α (5%) maka data bersifat heteroskedastisitas.sebaliknya, bila nilai probabilitas obs*R-square lebih besar dari α (5%) maka data bersifat tidak

heteroskedastisitas. (Agus Widarjono, 2007 : 140). Ho : tidak ada masalah heteroskedastisitas Ha : ada masalah heteroskedastisitas

Kriteria pengujian adalah:

Ho ditolak dan Ha diterima, jika nilai (n x R2) < nilai chi square

Ho diterima dan Ha ditolak, jika nilai (n x R2) > nilai chi square Jika Ho ditolak, berarti terdapat heteroskedastisitas

Jika Ho diterima, berarti terdapat heteroskedastisitas

G .Uji Hipotesis

1. Uji t

Pengujian hipotesis koefisien regresi dengan menggunakan uji t pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan derajat kebebasan df = (n-k). Hipotesis yang dirumuskan:

H0 : β1 = 0 variabel bebas tidak berpengaruh terhadap nilai tukar


(2)

53

Kriteria pengujiannya adalah:

(1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika t-hitung ≥ t-tabel ; t hitung ≤t-tabel (2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika t-hitung < t-tabel ; t-hitung > t-tabel

Jika Ho ditolak, berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Jika Ho diterima berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

2. Uji F

Pengujian hipotesis secara keseluruhan dengan menggunakan uji statistik F-hitung dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 persen dengan derajat kebebasan df 1 = (k-1) dan df 2 = (n-k). Hipotesis yang dirumuskan:

Ho: bi = 0 , variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

Ha: bi ≠ 0 , ada pengaruh nyata antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Kriteria pengujiannya adalah:

(1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika F hitung > F-tabel

(2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika F hitung ≤ F-tabel

Jika Ho ditolak, berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Jika Ho diterima berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A.SIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Variabel OPENC terhadap Tingkat Inflasi Indonesia menunjukkan pengaruh positif atau berbanding lurus terhadap tingkat Inflasi Indonesia.

2. Variabel M2(Jumlah Uang Beredar) tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap tingkat Inflasi Indonesia. Tidak berpengaruh signifikannya variabel M2 ini karna adanya kebijakan Inflation targeting yang menggunakan suku bunga kebijakan sebagai alat utama untuk mengendalikan tingkat inflasi, M2 bukan lagi target utama Bank Indonesia. Pengaruh M2 semakin berkurang terhadap tingkat Inflasi Indonesia.

3. Variabel R(Suku Bunga Kebijakan) terhadap inflasi berpengaruh terhadap tingkat Inflasi Indonesia.

4. Variabel YUAN tidak menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi Indonesia. berpengaruh terhadap tingkat Inflasi Indonesia. 5. Variabel INFCHY terhadap tingkat inflasi Indonesia menunjukakan

berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat Inflasi Indonesia .

6. Tingkat Inflasi Indonesia didominasi sumbangsih dari faktor dalam negri, dan sedikit dari faktor luar negri.


(4)

70

B.SARAN

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan, maka saran yang akan diberikan adalah:

1. Peranan ekonomi Internasinonal dalam penelitin ini kegiatan Ekspor dan Impor mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Tingginya tingkat impor akan membawa dampak yang buruk bagi perekonomian nasional. Oleh karna itu semua dituntut untut sadar akan cinta produk dalam negri, dan berlomba untuk menciptakan hal yang baru dan yang terbaik, untuk meningkatkan dominasi barang-barang ekspor negara kita di pasar internasional.

2. Pemerintah harus semakin berbenah untuk menjawab tantangan dari dunia Internasional, yang mungkin dominasinya semakin besar terhadap

pembentukan tingkat inflasi Indonesia. Mengambil regulasi serta formulasi tepat untuk meningkatkatkan usaha mikro dan Sumber Daya Manusia agar memiliki daya saing terhadap produk asing.

3. Pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk meneliti pengaruh

perekonomian terbuka terhadap Tingkat Inflasi untuk meneliti ke banyak negara. Pada penelitian ini negara RRC memang merupakan negara importir terbesar untuk Indonesia, namun penerapan kebijakan nilai tukar tetap. Dengan menggunakan penelitian pada banyak negara mitra dagagang, dengan kebijakan nilai tukar bebas, diharapkan penelitian selanjutnya akan memperoleh hasil yang lebih baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alfaro, L. (2005),.Inflation, openness, and exchange-rate regimes: the quest for short-termcommitment. Journal of Development Economics, 77: 229-49. Bleaney,M. (1999). The disappearing openness-inflation relationship: a

cross-countryanalysis of inflation rates. IMF Working Paper No. 1999 (161), Washington DC.

Boediono.1981. Ekonomi Internasional” Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi N0.3.

Borio, C., and A. Filardo, 2006. Globalization and Inflation: New Cross-Country Evidence on the Global Determinants of Domestic Inflation. Bank for International Settlements BIS Working Papers No. 227.

Evans, R.W. (2007). Is openness inflationary? imperfect competition and monetary market power. Working Paper No. 2007 (1), Federal Reserve Bank of Dallas.

Grander, Kavi. 2006. Measures Of Output Potential in Fiji. Reserve Bank Of Fiji. Granger, C.W.J. 1981. Some Properties of Time Series data and Their Use in

Econometric Model Specification, Journal of Econometrics 16 (1981) 121-130. North-Holland Publishing Company.

Gujarati, Damodar. 2009. Basic Econometrics, McGraw-Hill-Irwin, New York. Iyoha, M. A. (1973). Inflation and openness in less developed economies: a

cross-country analysis. Economic Development and Cultural Change, 22(1): 31-38.

IMF (2006). How has globalization affected inflation?. World Economic Outlook, Chapter III, 97-134.

Jin, J. (2000). Openness and growth: an interpretation of empirical evidence from East Asian countries. Journal of International Trade and Economic Development, 9: 5-17.

Kim, M., BELADI, H., (2005). Is free trade deflationary. Economic Letters, 89: 343-49.

Lane, P.R. (1997). Inflation in open economies. Journal of International Economics, 42: 327-47.


(6)

Mishkin S Fredrick.2008. Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan. Salemba 4. Jakarta.

N. Gregory Mankiw, 2003, Teori Makroekonomi, Erlangga.

Romer, D., 1991. Openness and Inflation: Theory and Evidence. National Bureau of Economic Research Working Paper No. 3936, Cambridge.

Sachsida, A., Galrao, F., Lourei, P.R.A., (2003). Does greater trade opennessreduce inflation? further evidence using panel data techniques. Economics Letters, 81:315-19.

Santoso, Wijoyo dan Iskandar. 1999. Pengendalian Moneter dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999. Hlm. 1-42.

Triffin, R., Grudel, H. (1962). The adjustment mechanism to differential rates ofmonetary expansion among the countries of the European Economic Community. Review of Economics and Statistics, 44: 486-91.

Whitman, M.V.N. (1969). Economic openness and international financial flows. Journal of Money, Credit and Banking, 1 (4): 727-49.

Widardjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Ekonisia UII. Yogyakarta.

Zakaria, Muhamad.2007.”Openess and inflation”. Pakistan Institute of Development Economics, Department of Economics.