Peningkatan Stabilitas Enzim Selulase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan Modifikasi Kimia Menggunakan Asam Glioksilat

(1)

PENINGKATAN STABILITAS ENZIM SELULASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 DENGAN MODIFIKASI KIMIA MENGGUNAKAN

ASAM GLIOKSILAT (Skripsi)

Oleh

RINA RACHMAWATI SUTISNA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

PENINGKATAN STABILITAS ENZIM SELULASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 DENGAN MODIFIKASI KIMIA MENGGUNAKAN

ASAM GLIOKSILAT

Oleh

Rina Rachmawati Sutisna

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas enzim selulase dari isolat bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan modifikasi menggunakan asam glioksilat. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan produksi, isolasi, pemurnian, modifikasi glioksilat dan karakterisasi enzim selulase hasil pemurnian sebelum dan sesudah modifikasi. Hasil penelitian menunjukan enzim hasil pemurnian memiliki aktivitas unit 6,9753 U/mL, lebih murni dibandingkan dengan ekstrak kasar enzim yang mempunyai aktivitas unit 0,5963 U/mL. Enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi mempunyai pH optimum yang sama yaitu 6,0 dan suhu optimum yang sama yaitu 60oC. Enzim hasil modifikasi asam glioksilat memiliki derajat modifikasi 70,54; 78,68; 68,43%. Stabilias termal enzim hasil modifikasi dengan derajat modifikasi 70,54; 78,68; 68,43% berturut-turut: t1/2 = 22,35 menit, ki = 0,031 menit-1, ΔGi = 102,8253 kJ mol-1; t1/2 = 21,00 menit, ki = 0,033 menit-1, ΔGi = 102,6522 kJ mol-1; : t1/2 = 18,72 menit, ki = 0,037 menit-1, ΔGi = 102,3354 kJ mol-1, dan data stabilitas termal enzim hasil pemurnian: t1/2 = 10,50 menit, ki = 0,066 menit-1, ΔGi = 100,7330 kJ mol-1. Modifikasi kimia terhadap enzim selulase dapat meningkatkan kestabilan enzim terhadap pH dan suhu serta meningkatkan stabilitas termal enzim.

Kata kunci : Bacillus subtilis ITBCCB148, selulase, modifikasi kimia, asam glioksilat


(3)

ABSTRACT

THE INCREASE OF STABILITY CELLULASE FROM Bacillus subtilis ITBCCB148 BY CHEMICAL MODIFICATIONWITH

GLYOXYLIC ACID

By

Rina Rachmawati Sutisna

The research aims to increase the thermal stability of enzyme cellulase obtained from locale bacteria isolate Bacillus subtilis ITBCCB148 using modification process with glyoxylic acid. To approach this aims, the production, isolation, purification, modificatin and characterization purified cellulase enzyme were done. The results showed that the native enzyme has a unit activity 6,9753 U/mL, purer than crude extract enzyme which has unit activity 0,5963 U/mL. The native and the modified enzyme have similar pH of 6,0 and optimum temperature of 60oC. The modified enzymes with glyoxylic acid produced modified enzyme with modification degree of 70,54; 78,68; 68,43%. The enzyme thermal stability of the modified enzyme with modification degree of 70,54; 78,68; 68,43% at 60oC were shown with the following data : t1/2 = 22,35 min, ki = 0,031 min-1, ΔGi = 102,8253 kJ mole-1; t1/2 = 21,00 min, ki = 0,033 min-1, ΔGi = 102,6522 kJ mole-1; : t1/2 = 18,72 min, ki = 0,037 min-1, ΔGi = 102,3354 kJ mole-1; respectively, whereas the thermal stability of the purified enzyme has data: t1/2 = 10,50 min, ki = 0,066 min-1, ΔGi = 100,7330 kJ mole-1. The chemical modification on the purified cellulase enzyme has been able to increase the stability to optimum pH and optimum temperature and the thermal stability.

Keywords : Bacillus subtilis ITBCCB148, cellulase, chemical modification, glyoxylic acid


(4)

PENINGKATAN STABILITAS ENZIM SELULASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 DENGAN MODIFIKASI KIMIA MENGGUNAKAN

ASAM GLIOKSILAT

Oleh

RINA RACHMAWATI SUTISNA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa

Niiiitbi' PbkokiMahasis:ma i".:t

..t. :.1 .:'

i:. :.. r . r:: ;. iJrfr,q$mi; 1'..,' i

: i;i ;:i i "i :,:,,:; : i.:;,,1;,,, i,

-..',,'.-.t-t ';'''.: ':1 '

Fakultas

' :::r!

:

PENINGKATAN STABILITAS INZIM SELUTASE DARI SOTiIIIT S SUbIiIiS

ITBCCBI48 DENGAN MODIFIKASI KIMIA MENGGT]NAKAN ASAMGLIOKSILAT

101?011069

1,|i,it :i./,;, ;;.,

1..i.;.\ii,Ni::..;":.a:::i.'i,.;: :

..., .i , ' I -'.'.',....,.. ,..r. ,... . t. Ki1glg1,;rin:,;;1";\.t;, i ,:..,i,.;;.:,,!..:ii,i-;;:i..:i",i.t,,!i...:l::.:,:,,,,.;:,.,::.:l

--. '-'-.. , ,''t,'t.-.-:r- -- ..'.i

Matematih dan ihnti Fengetahuan Alam

MENYETUJUI

Komisi Pembimbing

Ketua Jurusan Kimia

Dr. Eng. Suripto DwiYuwono,lt/I.T-

f

>

NIP 19740705 200003

I

001

L

Prof. Dr.

Ir

Yandri A.S., M.S.

NIP

19560905 199203 1001

.,ji i.lr.t: i.,:'l;"ir''r it{

; !,,.r:

:ii i:. .: i. ;ni"ii:"-ii'li 7 i l,r.'it 1l -1,,;, :5. ; ,

.:,;,,1,1, ] ;11 ;..".1:'.

r,.;:,.:.jri' ...ii';.' liiJit.,,.r;,:.1.:f

r;i1:.! 1 ,,,.1,i:,r.]


(6)

1. Tim Penguji Ketua

MENGESAHKAN

:

Prof. Dr.Ir. YandriA.S.' M.S.

-"'{'' "' ' j'' "''

,

r,,. i1. ;;: :': t 1?; ;; t;",:1 i ) it ; ; l,: ;1 y.; y;:;

tA

rr: I.,,' ., ',

..t,"

' {t,

t t'

,.:::':':'t'.'::tl--':-::':-,'

tr"

.,.4.-' ...a.4...aa.t...a.4.4e ...

Sekretaris

:

Dra. Aspita Laila, M.S.

Penguji

Bukan Pembimbing

:

Heri Satria, M.Si.

Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam

T,

t I

Tanggal Lulus Ujian Skripsi

:

20 Agustus 2014

;

; : ;

#:X

ttll:

;

ru

;r;

;;fi

;

Iffi

Iil

m;;;x

ffi

;

il;

:::-il;a;

j:ffiH;l

=

:=;

ffi

:r;

IjmH

;Iilffi

;;ll

l

;ffiffiI

xx

H

i;;:;Yi;

ffi

;;H

l::ffi

;Ix

;:tHI|

I;

ffi:

ffi::H

;:fn:

Xlffil:ll;

;;ffi;:I;

;;;H::ffi

;ll;fi|

;Jr;ffi

::lill

Jt{,; l-i 14' i..t;i1..$

J ;rE ;r: i_ _sri,*4r#]l,

rc 1;1$1 ti i,',rl: \. iq!;tir i i {''l G #rr;; i,..g it s i f ,*iI i-i"'"t*ip r-t

;,:,1Jr: i ;l'vi1.,::. rl.,tlr l,{l,.it :-.1",f

,S I f

il*

t"'^'&lii'l ii: "'-i l"'i t,; #i''Jii'ri::'iq $ i l?:* l. irrir$: l j

{ri'i ;\:,, i. ;)+\,'ii

r'1 ; rr 1'} i',!j

i iri: .-i$, l,*. :1 i . j,,i.i::i\ i

#*

i;,*.ii t[: i+ ::; {{;,ifi

i..,

.:,i,i.,, 1, ,.,:.+.1]::i-ii'i'ii .ir,riir-i:j;irilr,;,; i ,r,i",ii.;i,^]

,t:: ii.* i.1,i'.li'i;i;i"; i r,tiiir;:i.;.:,:j j,,-.; 1 6iilrt]

i.p15l-l i.,.i; t..i:\iniili..iFi# iJfflv?i;llif i;ql* i-i,"irtlli.]

,irl i:.rrri l, u,'*1"";i''t1

"

'jl'aiir?.i:ir:li i.r.l::; i ,i.i.,1i'Li lilVXl-,.,*lif* 1.,;:qigi+lf ir'i{-i 'il'\ilr'"''$rt{iil,,:,g 1^5s;tl:'l


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur, pada tanggal 26 Mei 1992 sebagai anak pertama dan putri satu-satunya dari ketiga bersaudara, putri dari Bapak Dede Sutisna, S. Pd. dan Ibu Iin Siti Hindun, S. Ag.

Jenjang Pendidikan diawali dari Taman Kanak-kanak (TK) di TK Balai Putra-Putri, Cianjur yang diselesaikan dalam satu tahun pada tahun 1998. Sekolah Dasar (SD) di SDN Negri Ciherang 1 diselesaikan pada tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama di SMP-T Al-Ma’shum Mardiyah diselesaikan pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas di SMA-T Al-Ma’shum Mardiyah diselesaikan pada tahun 2010. Selama SMP dan SMA Penulis tinggal di Pondok Pesantren Al-Ma’shum Mardiyah. Tahun 2010, Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung melalui jalur UM (Ujian Mandiri).

Pada tahun 2012 Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Dadirejo, Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus dan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA Unila selama 3 bulan. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar Jurusan Agribisnis dan Jurusan Kimia (2013-2014) dan praktikum Biokimia Jurusan Biologi dan Kimia FKIP (2013-2014). Penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila sebagai anggota Kader Muda Himaki (KAMI) periode 2010-2011, anggota Biro Usaha Mandiri (BUM) periode 2011-2012 dan Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila periode 2012-2013.


(8)

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang“

(Q.S. Al-Fatihah : 1)

Kupersembahkan karya ini kepada :

ALLAH S.W.T pemilik jiwa ragaku, yang telah menganugerahkan begitu banyak kebahagiaan dan pelajaran dalam hidupku serta Nabi Muhammad SAW sebagai suri

tauladanku

Ayahanda Dede Sutisna,S.Pd dan Ibunda Iin Siti Hindun,S.Ag tercinta yang telah memberikan limpahan kasih sayang, merawat, mendidik, mengajarkan banyak kebaikan

hingga saat ini. Terima kasih Ayah. Terima kasih Ibu. Kalianlah semangat hidupku. Oleh karena itu, ijinkan anakmu mempersembahkan sebuah karya kecil ini sebagai

ungkapan rasa terima kasih dan hormatku kepada Ayah dan Ibu untuk semua pengorbanan yang telah Ayah dan Ibu lakukan untukku yang mungkin takkan pernah

dapat terbalas oleh apapun dan sampai kapanpun. Kedua adikku tersayang :

Rizqy Ramdhan Anwary dan Riezha Faizal Ramdhani Pembimbing penelitian Bapak Prof. Dr. Ir. Yandri AS., M.S.

Pembimbing akademik Ibu Prof. Dr. Tati Suhartati, M. S. Segenap Keluarga besarku yang selalu mendoakan keberhasilanku, Guru-guru dan Dosen-dosen yang selalu membagi ilmunya untukku,

Sahabat dan teman-temanku yang selalu berbagi kebahagiaan, Seseorang yang kelak akan mendampingiku,


(9)

MOTO

“Kesuksesanmu tergantung kadar lelahmu”

Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) Kamu bersedih hati (Q.S Ali Imran : 139)

dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah (Q.S. Yusuf : 87)

karena Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan (Q.S Al. Insyirah : 5).

Mengeluh tidak mengubah apapun, Bersedih tak ada gunanya. Tegapkan tubuhmu, kuatkan hatimu, bertindaklah.

(Mario Teguh)

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna.

(Albert Einstein)

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali terlihat mustahil. Kita baru yakin kalau kita telah melakukannya dengan baik.


(10)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

Alhamdulillah puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah S. W. T dan Nabi Muhammad Saw. Atas segala rahmat dan hidayah-Nya Penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul, ” Peningkatan Stabilitas Enzim Selulase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan Modifikasi Kimia Menggunakan Asam Glioksilat “. Dalam menyelesaikan skripsi ini Penulis tidak luput dari bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, untuk itu Penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Allah S. W. T., yang telah memberikan rahmat, hidayah dan kasih sayang-Nya kepada aku. Alhamdulillah wa syukurillah.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Yandri A. S., M. S., selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan pengetahuan, gagasan, bimbingan, bantuan, dukungan, arahan, saran dan kritik kepada Penulis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian serta penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Aspita Laila, M. S. dan Bapak Heri Satria, M. Si., selaku pembahas yang telah memberikan arahan, saran dan kritik sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.


(11)

4. Ibu Prof. Dr. Tati Suhartati, M. S., selaku pembimbing akademik atas segala bimbingan, dukungan, motivasi, informasi, saran dan kritik yang bermanfaat kepada Penulis.

5. Bapak Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Suripto Dwi Yuwono, M. T., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

7. Seluruh Staf Pengajar dan karyawan Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

8. Kedua orang tua yang sangat aku cintai, Ibunda tercinta, Iin Siti Hindun, S. Ag., yang selalu memberikan kasih sayang, senantiasa sabar memberikanku nasehat, tak henti memanjatkan do’a demi keberhasilan putri satu-satunya, memberikan motivasi dan dukungan serta senyum tulus kepada Penulis. Ayahanda tersayang, Dede Sutisna, S. Pd., yang selalu memberikan motivasi, semangat dan kasih sayang yang sangat luar biasa, mengajarkanku untuk menjadi orang yang kuat dan berguna bagi orang lain. Terima kasih dengan sangat tulus dan ikhlas ku ucapkan atas segala hal terbaik yang telah diberikan kepadaku, yang takkan pernah tergantikan dengan apapun.

9. Adik-adikku tersayang Rizqy Ramdhan Anwary dan Riezha Faizal Ramdhani dan Kakakku tersayang Endang Suhendar. Terima kasih atas kebahagiaan, motivasi, keceriaan dan canda tawa yang tercipta selama ini. Kehadiran kalian adalah hal yang tak ternilai harganya dalam hidupku.

10. Nenek tersayang (Alm) Mak Oyom dan (Alm) Hj. Enung (Amih), atas


(12)

Kepergianmu yang begitu cepat membuat cucumu merasa berat karena terpisahkan jarak dan waktu. Semoga Mak Oy dan Amih diterima disisi-Nya. Aamiin. Serta keluarga besar Animo (Anak Incu Mak Oyom) dan keluarga besar Buniaga yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan do’a untuk keberhasilan Penulis.

11. Ustadz wa Ustadzah di Ponpes MM, Bunda Sari, Pak Dhars, Bu Wati, Mr. Andi, Mr. Endi, Pak Nana, Pak Muharram, Bu Syarifah, Pak Miftah, Kak Adang, Kak Ayi, Bu Wiwin, Bunda Tata, Pak Tatang, Bu Mira, Pak Deny, Bu Ani, Bu Ai, dan yang tidak disebutkan, serta seluruh teman SMP dan SMA Al-Ma’shum Mardiyah angkatan ke V. Terima kasih atas motivasi, dukungan dan do’a selama ini untuk Penulis.

12. Teman terbaik Fajri Nice, terima kasih atas waktu, motivasi, dukungan, bantuan, canda, tawa, saran dan kritik yang telah diberikan. Terima kasih sudah menjadi pendengar yang baik atas segala keluh-kesah Penulis selama menjalani penelitian.

13. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2010 : Fajri, Agung, Fafau, Rere, MakWid, Atula, Indah, Unda, Leni, Sisil, Dilla, Adetia, Mbak Ari, Gusti, Pungki, Yolanda, Cevi, Tata, Rini, Uti, Elly, Juni, Hanif, Mas Pras, Awan, Desi, Rani, Loli, Surti, Faiza, Syifa, Rully, Noe, Hapin, Wynda, Mbak Kristy dan Maria. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

14. Rekan-rekan Laboratorium Biokimia, Desi Meriyanti, Adetia Fatmawati, Ariyanti, Rani, April, Ajeng, Ana, Uswah, Gani, Azis, Ayu B., Mbak Putri Amalia, S. Si., dan Mbak Hade Sastra Wiyana, S. Si., terima kasih atas segala kerjasama, bantuan, keceriaan, dan kebersamaannya.


(13)

15. Teman-teman Kostan Anisa, Mbak Linda, Dila, Liza, Mbak Yuni, Mara, Susi, Maya, Mbak Rini, Mbak Lusi dan Novi. Terimakasih atas segala keceriaan, dukungan, kerjasama dan kebersamaannya selama ini.

16. Teman-teman KKN Dadirejo periode Januari 2013, Kaka Dika, Kaka Sandy, Kaka Cebe, Febe, Anis, Puji, Mas Ito dan Mas Heksa. Dan tak lupa Pak Maryono, Ibu Maryono, Pak Poniran dan Ibu Poniran. Terimakasih atas segala kerjasama, bantuan, keceriaan dan dukungannya untuk Penulis.

17. Teman-teman Angkatan 2007, 2008, 2009, 2011, 2012 dan 2013 FMIPA Unila terima kasih atas segala dukungannya.

18. Seseorang yang nanti akan menjadi imam dalam hidupku, siapapun dan dimanapun serta bagaimanapun dirimu, engkau menjadi salah satu semangat dan motivatorku dalam menjalankan kehidupan. Terima kasih.

19. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung Penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Enzim ... 4

Enzim Selulase ... 12

Selulosa ... 13

Bacillus subtilis ... 14

Kinetika Reaksi Enzim ... 15

Stabilitas Enzim ... 17

Isolasi dan Pemurnian Enzim ... 20

Pengujian aktivitas selulase dengan metode Mandels ... 22

Penentuan kadar protein dengan metode Lowry ... 23

Modifikasi Kimia ... 24

METODE PENELITIAN ... 27

Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

Alat dan Bahan ... 27

ProsedurPenelitian ... 28

Pembuatan media inokulum dan fermentasi, inokulasi Bacillus subtilis ITBCCB148 dan produksi enzim selulase ... 28

Pembuatan media inokulum dan fermentasi ... 28

Inokulasi Bacillus subtilis ITBCCB148 ... 29

Produksi enzim selulase ... 29

Isolasi Enzim Selulase ... 29


(15)

ii

Pembuatan pereaksi untuk pengukuran aktivitas enzim

selulase metode Mandels ... 29

Pengujian aktivitas enzim selulase metode Mandels ... 30

Pembuatan pereaksi untuk penentuan kadar protein enzim selulase metode Lowry ... 30

Penentuan kadar protein enzim selulase metode Lowry ... 31

Pemurnian enzim selulase ... 31

Pengendapan dengan ammonium sulfat [(NH4)2SO4] ... 31

Dialisis ... 33

Modifikasi kimia enzim selulase hasil pemurnian dengan asam glioksilat ... 33

Karakterisasi enzim selulase hasil pemurnian dan hasil modifikasi ... 34

Penentuan derajat modifikasi ... 34

Penentuan pH optimum ... 34

Penentuan suhu optimum ... 35

Penentuan data kinetika enzim (nilai KM dan Vmaks) ... 35

Uji stabilitas termal dan pH enzim ... 35

Penentuan waktu paruh (t1/2), konstanta laju inaktivasi (ki), dan perubahan energi akibat denaturasi (∆Gi) ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

Produksi dan isolasi enzim Selulase ... 38

Pemurnian enzim selulase ... 39

Fraksinasi dengan ammonium sulfat ... 39

Dialisis ... 41

Modifikasi kimia enzim selulase hasil pemurnian menggunakan asam glioksilat dan penentuan derajat modifikasi ... 43

Karakterisasi enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi ... 44

Penentuan pH optimum enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi ... 44

Penentuan suhu optimum enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi ... 46

Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi ... 47

Pengaruh modifikasi terhadap pH dan suhu optimum, data kinetika, serta stabilitas termal enzim ... 48

Pengaruh modifikasi terhadap pH optimum ... 48

Pengaruh modifikasi terhadap suhu optimum ... 49

Pengaruh modifikasi terhadap data kinetika... 50

Pengaruh modifikasi terhadap stabilitas termal ... 50

Konstanta laju inaktivasi termal (ki), waktu paruh (t1/2) dan perubahan energi akibat denaturasi (∆Gi) enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi ... 52

Waktu paruh (t1/2) dan konstanta laju inaktivasi termal (ki) ... 53


(16)

iii

SIMPULAN DAN SARAN ... 55

Simpulan ... 55

Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(17)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Pemurnian enzim selulase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 ... 42 2. Penentuan derajat modifikasi dengan menggunakan asam

2,4,6-trinitrobenzena-sulfonat ... 43 3. Nilai konstanta laju inaktivasi termal (nilai ki), waktu paruh (t1/2),

dan perubahan energi akibat denaturasi (∆Gi) enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi asam glioksilat dengan derajat modifikasi

70,54; 78,68; 68,43% ... 52 4. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat

(0-100%) dengan aktivitas unit enzim selulase ... 62 5. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat

(0-95%) dengan aktivitas unit enzim selulase ... 62 6. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat

(0-95%) dengan aktivitas unit enzim selulase ... 62 7. Hubungan antara pH dengan aktivitas unit enzim hasil pemurnian

dan hasil modifikasi ... 63 8. Hubungan antara pH dengan aktivitas sisa enzim hasil pemurnian

dan hasil modifikasi ... 63 9. Hubungan antara suhu dengan aktivitas unit enzim hasil pemurnian

dan hasil modifikasi ... 64 10. Hubungan antara suhu dengan aktivitas sisa enzim hasil pemurnian

dan hasil modifikasi ... 64 11. Data untuk penentuan KM dan Vmaks enzim selulase hasil pemurnian

berdasarkan persamaan Lineweaver-Burk ... 65 12. Data untuk penentuan KM dan Vmaks enzim selulase hasil modifikasi


(18)

v

13. Hubungan antara aktivitas unit enzim hasil pemurnian dan hasil

modifikasi selama inaktivasi termal pada 60oC ... 66 14. Hubungan antara aktivitas sisa enzim hasil pemurnian dan hasil

modifikasi selama inaktivasi termal pada 60oC ... 66 15. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim hasil pemurnian

pada suhu 60oC ... 67 16. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim hasil modifikasi

asam glioksilat 5mg pada suhu 60oC ... 67 17. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim hasil modifikasi

asam glioksilat 10mg pada suhu 60oC ... 67 18. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim hasil modifikasi

asam glioksilat 15mg pada suhu 60oC ... 68 19. Absorbansi glukosa pada berbagai konsentrasi untuk penentuan kurva

standar glukosa ... 73 20. Absorbansi serum albumin (BSA) pada berbagai konsentrasi untuk


(19)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan aktivitas enzim dengan suhu ... 8

2. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH ... 8

3. Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim ... 9

4. Hubungan konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim ... 10

5. Teori kunci gembok dan teori induksi ... 11

6. Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase ... 12

7. Struktur selulosa ... 14

8. Bacillus subtilis ... 15

9. Diagram Lineweaver-Burk ... 17

10. Reaksi antara asam glioksilat dengan lisin ... 26

11. Skema proses pengendapan protein enzim dengan pengendapan amonium sulfat ... 32

12. Diagram alir penelitian ... 37

13. Hubungan antara tingkat kejenuhan amonium sulfat (0-100)% dengan aktivitas unit enzim selulase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 ... 39

14. Hubungan antara tingkat kejenuhan amonium sulfat (0-95)% dengan aktivitas unit enzim selulase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 ... 40

15. Hubungan antara tingkat kejenuhan amonium sulfat (0-95)% dengan aktivitas unit enzim selulase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 ... 41

16. pH optimum enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi asam glioksilat dengan konsentrasi 5, 10 dan 15 mg ... 45


(20)

vii

17. Suhu optimum enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi asam

glioksilat dengan konsentrasi 5, 10 dan 15mg ... 46 18. Grafik Lineweaver-Burk enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi

asam glioksilat dengan konsentrasi 5, 10 dan 15mg ... 47 19. Grafik stabilitas termal enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi

asam glioksilat dengan konsentrasi 5, 10 dan 15mg ... 51 20. Hubungan Ln(Ei/E0) enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi

untuk penentuan nilai ki, waktu paruh dan ∆Gi ... 53 21. Kurva standar glukosa ... 73 22. Kurva standar BSA ... 74


(21)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Enzim merupakan biokatalisator yang mampu mempercepat reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel (Poedjiadi and Supriyatin, 2006). Fungsi enzim dalam mempercepat reaksi memberikan keuntungan bagi industri karena menghemat waktu dan biaya (Page, 1997). Salah satu enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase (Gunam et al., 2004).

Enzim selulase mengkatalisis hidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik pada molekul selulosa sehingga menghasilkan glukosa (Afsahi et al., 2007). Enzim ini umumnya digunakan dalam berbagai industri seperti teknologi pangan, tekstil, pakan ternak, kertas, pertanian, dan dalam pengembangan penelitian. (Kovács, 2009).

Penggunaan enzim dalam industri harus memenuhi beberapa kriteria khusus, antara lain memiliki kestabilan pada kondisi suhu yang tinggi dan pH yang ekstrim (Goddette et al., 1993). Untuk mendapatkan enzim yang mempunyai kestabilan dan aktivitas yang tinggi, maka dapat dilakukan isolasi langsung dari organisme yang terdapat di alam dan hidup pada kondisi tersebut (ekstrimofilik) atau dengan modifikasi kimia terhadap enzim yang berasal dari mikroorganisme


(22)

2

yang hidup pada kondisi tidak ekstrim (mesofilik) (Wagen, 1984). Cara lain yang dapat dilakukan yaitu amobilisasi, mutagenesis terarah dan modifikasi kimia (Mozhaev and Martinek, 1984). Modifikasi kimia merupakan suatu cara yang sederhana dan efektif untuk meningkatkan stabilitas enzim yang larut dalam air (Janecek, 1993). Modifikasi kimia dapat menekan terjadinya penurunan aktivitas enzim, karena interaksi antara enzim dengan substrat tidak terhalang oleh matriks yang tidak larut seperti metode amobilisasi (Nubarov et al., 1987) dan tidak memerlukan informasi mengenai struktur primer dan struktur tiga dimensi pada metode mutagenesis terarah (Mozhaev and Martinek, 1984).

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan modifikasi kimia enzim selulase dan

α-amilase menggunakan beberapa senyawa kimia. Modifikasi kimia enzim selulase yang telah dilakukan menggunakan senyawa kimia sitrakonat anhidrida (Iftiqoriyyah, 2014) dan sianurat klorida polietilenglikol (CC-PEG) (Fitriyanti, 2014) terbukti dapat meningkatkan stabilitas enzim terhadap pH dan suhu serta meningkatkan stabilitas termal enzim. Sedangkan modifikasi kimia enzim

α-amilase yang telah dilakukan menggunakan senyawa kimia asam glioksilat menunjukkan adanya peningkatan stabilitas termal enzim modifikasi sebanyak 1,2-1,4 kali dibandingkan enzim hasil pemurnian (Anggraini, 2011). Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai modifikasi kimia enzim selulase yang diisolasi dari Bacillus subtilis ITBCCB148 menggunakan senyawa asam glioksilat dan diharapkan dapat meningkatkan stabilitas enzim.


(23)

3

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengisolasi ekstrak kasar enzim selulase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 pada kondisi optimum sehingga diperoleh enzim yang memiliki aktivitas unit terbaik.

2. Memurnikan ekstrak kasar enzim selulase dengan metode fraksinasi menggunakan garam amonium sulfat dan metode dialisis sehingga diperoleh enzim selulase dengan tingkat kemurnian terbaik.

3. Meningkatkan stabilitas enzim selulase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 melalui modifikasi kimia dengan asam glioksilat.

4. Melakukan karakterisasi enzim selulase hasil pemurnian dan hasil

modifikasi meliputi penentuan pH dan suhu optimum, penentuan nilai KM dan Vmaks, penentuan nilai ki, t1/2 dan ∆Gi sehingga diperoleh informasi mengenai pengaruh modifikasi dan variasi konsentrasi asam glioksilat.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang cara meningkatkan stabilitas enzim dengan modifikasi kimia dan pengaruh modifikasi kimia terhadap stabilitas enzim selulase dari Bacillus subtilis ITBCCB148.

2. Enzim selulase dengan kestabilan yang tinggi dapat digunakan dalam proses-proses industri.


(24)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Enzim

Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme-perantara dari sel (Wirahadikusumah, 2001). Dengan adanya enzim, molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk (Grisham et al., 1999). Enzim tersusun atas asam-asam amino yang melipat-lipat membentuk globular, dimana substrat yang dikatalisis bisa masuk dan bersifat komplementer

(Martoharsono, 2006).

Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan dengan reaksi yang dilakukan tanpa katalis (Poedjiadi and Supriyatin, 2006). Enzim bersifat efisien dan spesifik dalam kerja katalitiknya, sehingga enzim dikatakan mempunyai sifat sangat khas karena hanya bekerja pada substrat tertentu dan bentuk reaksi tertentu. Kespesifikannya disebabkan oleh bentuknya yang unik dan adanya gugus-gugus polar (atau nonpolar) yang terdapat dalam struktur enzim (Fessenden, 1994).


(25)

5

1. Klasifikasi enzim

Klasifikasi enzim dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Berdasarkan tipe reaksi yang diketahui, enzim dibagi menjadi enam kelompok :

1. Oksidureduktase

Enzim oksidureduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi atau reduksi suatu bahan. Dalam golongan enzim ini terdapat 2 macam enzim yang paling utama yaitu oksidase dan dehidrogenase. Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat dengan molekul oksigen. Dehidrogenase adalah enzim yang aktif dalam pengambilan atom hidrogen dari substrat.

2. Transferase

Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan (transfer) suatu gugus.

3. Hidrolase

Enzim hidrolase merupakan kelompok enzim yang sangat penting dalam pengolahan pangan, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan pertolongan molekul air. Enzim-enzim yang termasuk dalam golongan ini

diantaranya adalah amilase, invertase, selulase dan sebagainya. 4. Liase

Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan C-O dengan tidak menggunakan molekul air.


(26)

6

5. Isomerase

Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan konfigurasi molekul dengan cara pengaturan kembali atom-atom substrat, sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan isomer dari substrat atau dengan perubahan isomer posisi misalnya mengubah aldosa menjadi ketosa.

6. Ligase

Enzim ligase adalah enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan-ikatan tertentu, misalnya pembentukan ikatan-ikatan C-C, C-O dan C-S dalam biosintesis koenzim A serta pembentukan ikatan C-N dalam sintesis glutamin (Winarno, 2002).

b. Berdasarkan tempat bekerjanya enzim dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Endoenzim, disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerja

di dalam sel.

2. Eksoenzim, disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerja di luar sel.

c. Berdasarkan cara terbentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Enzim konstitutif, yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim amilase.

2. Enzim adaptif, yaitu enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat, contohnya enzim β-galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E. Coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa (Lehninger, 2005).


(27)

7

2. Sifat katalitik enzim

Sifat-sifat katalitik khas dari enzim adalah sebagai berikut :

a. Enzim meningkatkan laju reaksi pada kondisi biasa (fisiologik) dari tekanan, suhu dan pH. Hal ini merupakan keadaan yang jarang dengan katalis-katalis lain.

b. Enzim berfungsi dengan selektivitas atau spesifisitas bertingkat luar biasa tinggi terhadap reaktan yang dikerjakan dan jenis reaksi yang

dikatalisasikan. Maka reaksi-reaksi yang bersaing dan reaksi-reaksi sampingan tidak teramati dalam katalisasi enzim.

c. Enzim memberikan peningkatan laju reaksi yang luar biasa dibanding dengan katalis biasa (Page, 1997).

3. Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim

a. Suhu

Enzim mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup. Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan naik bila suhunya naik. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum (Rodwell, 2011). Suhu optimum merupakan suhu pada saat enzim memiliki aktivitas maksimum. Suhu yang terlalu tinggi (jauh dari suhu optimum suatu enzim) akan menyebabkan enzim terdenaturasi. Bila enzim terdenaturasi, maka bagian aktifnya akan terganggu yang


(28)

8

menyebabkan laju reaksi enzimatik menurun (Poedjiadi and Supriyatin, 2006). Pada suhu 0oC enzim menjadi tidak aktif dan dapat kembali aktif pada suhu normal (Lay and Sugyo, 1992). Hubungan antara aktivitas enzim dengan suhu ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan aktivitas enzim dengan suhu (Rodwell, 2011).

b. pH (Derajat Keasaman) enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal amino. Perubahan kereaktifan enzim diperkirakan merupakan akibat dari perubahan pH lingkungan (Winarno, 2002). Perubahan pH dapat mempengaruhi asam amino kunci pada sisi aktif, sehingga menghalangi sisi aktif enzim membentuk kompleks dengan substratnya (Page, 1997).


(29)

9

c. Konsentrasi enzim

Konsentrasi enzim secara langsung mempengaruhi kecepatan laju reaksi enzimatik dimana laju reaksi meningkat dengan bertambahnya

konsentrasi enzim (Poedjiadi and Supriyatin, 2006). Laju reaksi tersebut meningkat secara linier selama konsentrasi enzim jauh lebih sedikit daripada konsentrasi substrat. Hal ini biasanya terjadi pada kondisi fisiologis (Page, 1997). Hubungan antara laju reaksi enzim dengan konsentrasi enzim ditunjukkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim (Page, 1997).

d. Konsentrasi substrat

Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi substrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 2005). Hubungan antara konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim ditunjukkan pada Gambar 4.


(30)

10

Gambar 4. Hubungan konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim (Shahib, 2005).

e. Aktivator dan inhibitor

Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim (Martoharsono, 2006).

Menurut Wirahadikusumah (2001), inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat dan fungsi katalitik enzim tersebut akan terganggu (Winarno, 2002).

½ Vmaks

Km

[S] V (laju)


(31)

11

4. Teori pembentukan enzim substrat

Menurut Shahib (2005) ada dua teori pembentukan kompleks enzim substrat yaitu teori lock and key dan teori induced-fit yang dapat diilustrasikan pada Gambar 5.

a. Di mana substrat yang spesifik akan terikat pada daerah spesifik di molekul enzim yang disebut sisi aktif. Substrat mempunyai daerah polar dan non polar pada sisi aktif yang baik bentuk maupun muatannya

merupakan pasangan substrat. Hal ini terjadi karena adanya rantai peptida yang mengandung rantai residu yang menuntun substrat untuk

berinteraksi dengan residu katalitik. Ketika katalisis berlangsung, produk masih terikat pada molekul enzim. Kemudian produk akan bebas dari sisi aktif dengan terbebasnya enzim.

b. Teori induced-fit (ketetapan induksi)

Teori ini menerangkan bahwa enzim bersifat fleksibel. Dimana

sebelumnya bentuk sisi aktif tidak sesuai dengan bentuk substrat, tetapi setelah substrat menempel pada sisi aktif, maka enzim akan terinduksi dan menyesuaikan dengan bentuk substrat.

Gambar 5. Teori kunci gembok dan teori induksi (Shahib, 2005).

Active Site Active Site

Enzim

Substrat Sisi Aktif Enzim

Enzim

Substrat Sisi Aktif Enzim

Teori Kunci Gembok sisi aktif cenderung kaku

Teori Kecocokan Induksi sisi aktif lebih fleksibel


(32)

12

B. Enzim Selulase

Selulase adalah enzim terinduksi yang disintesis oleh mikroorganisme selama ditumbuhkan dalam medium selulosa (Lee and Koo, 2001).

Enzim selulase dikenal sebagai multi-enzim yang terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1. Ekso-β-(1,4)-glukanase dikenal sebagai faktor C1. Faktor ini diperlukan

untuk menghidrolisis selulosa dalam bentuk kristal.

2. Endo-β-(1,4)-glukanase dikenal sebagai faktor Cx. Faktor ini diperlukan

untuk menghidrolisis ikatan β-(1,4)-glukosida (selulosa amorf). 3. β-(1,4)-glukosidase menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa.

Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase dapat dilihat dalam Gambar 6.


(33)

13

Enzim selulase dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri seperti industri sari buah, industri bir, pengolahan limbah pabrik kertas dan zat pelembut kain (Rahayu, 1991).

C. Selulosa

Selulosa merupakan biomolekul yang paling banyak ditemukan di alam dan unsur utama penyusun kerangka tumbuhan. Diperkirakan sekitar 1011 ton selulosa dibiosintesis tiap tahun. Daun kering mengandung 10-20% selulosa, kayu 50% dan kapas 90% (Koolman, 2001). Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan-satuan glukosa yang terikat dengan ikatan -1,4-glikosidik. Molekul selulosa merupakan mikrofibil dari glukosa yang terikat satu dengan lainnya membentuk rantai polimer yang sangat panjang (Fan et al., 1982).

Selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana dengan menggunakan katalis asam, enzim maupun mikroba selulolitik. Beberapa penelitian melaporkan bahwa proses hidrolisis secara enzimatis lebih menguntungkan daripada menggunakan asam. Selain tidak menimbulkan masalah korosi dan berlangsung pada kondisi mild (pH 4,8 dan suhu 50oC), proses hidrolisasi secara enzimatis juga menghasilkan yield lebih tinggi daripada hidrolisis yang dikatalisis asam (Duff and Murray, 1996).


(34)

14

Gambar 7. Struktur selulosa (Koolman, 2001).

D. Bacillus subtilis

Bacillus merupakan salah satu mikroba golongan bakteri. Sebagian besar bakteri genus Bacillus pada umumnya hidup di tanah, diantaranya adalah Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus megaterium, Bacillus pumilus dan kelompok Bacillus spaericus. Selain di tanah, beberapa jenis Bacillus juga ditemukan di lumpur dan di muara yaitu Bacillus firmus dan Bacillus lentus. Selain ditemukan di kedua habitat di atas, ada juga beberapa jenis Bacillus yang hidup di laut misalnya Bacillus marinus, Bacillus cirroflagelosus, Bacillus epiphytus dan Bacillus filicolonicus (Priest, 1993).

Bacillus subtilis merupakan bakteri yang mempunyai spora. Sporanya berbentuk oval atau silinder dan lebarnya tidak melebihi dari sel induknya. Mikroorganisme ini bersifat gram positif dan bersifat aerob (Schlegel and Schmidt, 1994). Bacillus subtilis berbentuk batang lurus gram positif berukuran 1,5 x 4,5 m, sendiri-sendiri atau tersusun dalam bentuk rantai, bergerak dan tidak bersimpai. Gambar Bacillus subtilis ditunjukkan pada Gambar 8.


(35)

15

Gambar 8. Bacillus subtilis (Gupte, 2001).

E. Kinetika Rekasi Enzim

Konstanta Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum (Vmaks) merupakan parameter dalam kinetika reaksi enzim. Kinetika enzim adalah salah satu cabang enzimologi yang mambahas faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah

konsentrasi substrat. Konsentrasi substrat ini dapat divariasikan untuk mempelajari mekanisme suatu reaksi enzim, yakni bagaimana tahap-tahap terjadinya pengikatan substrat oleh enzim maupun pelepasan produknya (Suhartono, 1999).

Berdasarkan postulat Michaelis-Menten pada suatu reaksi enzimatis terdiri dari beberapa fase yaitu pembentukan kompleks enzim substrat (ES), dimana E adalah enzim dan S adalah substrat, modifikasi dari substrat membentuk produk (P) yang masih terikat dengan enzim (EP), dan pelepasan produk dari molekul enzim (Shahib, 2005).


(36)

16

E + S ES E + P

Setiap enzim memiliki sifat dan karakteristik yang spesifik seperti yang ditunjukkan pada sifat spesifisitas interaksi enzim terhadap substrat yang

dinyatakan dengan nilai tetapan Michaelis Menten (KM). Nilai KM didefinisikan sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai kecepatan setengah kecepatan maksimum. Setiap enzim memiliki nilai Vmaks dan KM yang khas dengan substrat spesifik pada suhu dan pH tertentu (Kamelia et al., 2005). Nilai KM yang kecil menunjukkan bahwa kompleks enzim substrat memiliki afinitas tinggi terhadap substrat, sedangkan jika nilai KM suatu enzim besar maka enzim tersebut memiliki afinitas rendah terhadap substrat (Page, 1997).

Nilai KM suatu enzim dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Lineweaver-Burk yang diperoleh dari persamaan Michaelis-Menten yang kemudian dihasilkan suatu diagram Lineweaver-Burk yang ditunjukkan dalam Gambar 9.

 

[S] K S V M maks 0 

V [S] [S] K 1 M

0 Vmaks

V

 

 

maks

maks M V S V K V 1 1 1 0   Persamaan Michaelis-Menten Persamaan Lineweaver-Burk


(37)

17

Gambar 9. Diagram Lineweaver-Burk ( Suhartono, 1999).

F. Stabilitas Enzim

Stabilitas enzim merupakan sifat penting yang harus dimiliki oleh enzim sebagai biokatalis. Enzim dikatakan stabil apabila enzim dapat mempertahankan

aktivitasnya selama proses penyimpanan dan penggunaan, selain itu enzim dapat mempertahankan kestabilannya terhadap berbagai senyawa yang bersifat merusak enzim seperti pelarut tertentu (asam atau basa) dan oleh pengaruh suhu serta pH yang ekstrim (Wiseman, 1985).

Terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan enzim yang

mempunyai stabilitas tinggi, yaitu menggunakan enzim yang memiliki stabilitas ekstrim alami dan mengusahakan peningkatan stabilitas enzim yang secara alami tidak atau kurang stabil (Junita, 2002). Menurut Illanes (1999), untuk

meningkatkan stabilitas enzim dapat dilakukan dengan penggunaan zat aditif, modifikasi kimia, amobilisasi dan rekayasa protein.

maks

V 1

0

1 V

M

K

1

 

S

1

maks M

V K Slope


(38)

18

1. Stabilitas termal enzim

Pada suhu yang terlalu rendah kemantapan enzim tinggi, tetapi aktivitasnya rendah. Sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi aktivitas enzim tinggi, tetapi kemantapannya rendah. Daerah suhu saat kemantapan dan aktivitas enzim cukup besar disebut suhu optimum untuk enzim tersebut

(Wirahadikusumah, 2001).

Dalam industri, pada proses reaksinya biasanya menggunakan suhu yang tinggi. Penggunaan suhu yang tinggi bertujuan untuk mengurangi tingkat kontaminasi dan masalah-masalah viskositas serta meningkatkan laju reaksi. Namun, suhu yang tinggi ini merupakan masalah utama dalam stabilitas enzim, karena enzim umumnya tidak stabil pada suhu tinggi. Penggunaan enzim dalam industri umumnya dilakukan pada suhu relatif rendah, misalnya pada suhu 50-60°C (untuk glukoamilase dan glukosa isomerase) atau lebih rendah. Penggunaan enzim pada suhu yang lebih tinggi hingga 85-100°C

hanya dijumpai pada proses hidrolisis pati dengan menggunakan α-amilase bakterial. Oleh sebab itu, diperlukan enzim dengan stabilitas termal pada rentang suhu yang tinggi.

Proses inaktivasi enzim pada suhu tinggi berlangsung dalam dua tahap, yaitu : a. Adanya pembukaan partial (partial unfolding) struktur sekunder, tersier

dan atau kuarterner molekul enzim.

b. Perubahan struktur primer enzim karena adanya kerusakan asam amino-asam amino tertentu oleh panas (Ahern and Klibanov, 1987).


(39)

19

Air memegang peranan penting pada kedua tahap di atas. Oleh karena itu, dengan menggunakan air seperti pada kondisi mikroakueus, reaksi inaktivasi oleh panas dapat diperlambat dan stabilitas termal enzim akan meningkat.

Stabilitas termal enzim akan jauh lebih tinggi dalam kondisi kering

dibandingkan dalam kondisi basah. Adanya air sebagai pelumas membuat konformasi suatu molekul enzim menjadi sangat fleksibel, sehingga bila air dihilangkan molekul enzim akan menjadi lebih kaku (Virdianingsih, 2002).

2. Stabilitas pH enzim

Semua reaksi enzim dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi (Suhartono, 1989). Stabilitas enzim dipengaruhi oleh banyak faktor seperti suhu, pH, pelarut, kofaktor dan kehadiran surfaktan (Eijsink et al., 2005). Dari faktor-faktor tersebut, pH memegang peranan penting. Diperkirakan perubahan keaktifan pH lingkungan disebabkan terjadinya perubahan ionisasi enzim, substrat atau kompleks enzim substrat. Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada kisaran pH optimum enzim dengan stabilitas yang tinggi (Winarno, 2002).

Pada reaksi enzimatik, sebagian besar enzim akan kehilangan aktivitas katalitiknya secara cepat dan irreversibel pada pH yang jauh dari rentang pH optimum untuk reaksi enzimatik. Inaktivasi ini terjadi karena unfolding molekul protein sebagai hasil dari perubahan kesetimbangan elektrostatik dan ikatan hidrogen (Kazan et al., 1997).


(40)

20

G. Isolasi dan Pemurnian Enzim

Enzim dapat diisolasi secara ekstraseluler dan intraseluler. Enzim ekstraseluler merupakan enzim yang bekerja di luar sel sedangkan enzim intraseluler

merupakan enzim yang bekerja di dalam sel. Ekstrasi enzim ekstraseluler lebih mudah dibandingkan ekstrasi enzim intraseluler karena tidak memerlukan pemecahan sel dan enzim yang dikeluarkan dari sel mudah dipisahkan dari pengotor lain serta tidak banyak bercampur dengan bahan-bahan sel lain (Pelczar and Chan, 2005).

1. Sentrifugasi

Sentrifugasi merupakan tahap awal pemurnian enzim. Metode ini digunakan untuk memisahkan enzim ekstraseluler dari sisa-sisa sel. Sentrifugasi akan menghasilkan supernatan yang jernih dan endapan yang terikat kuat pada dasar tabung, yang kemudian dipisahkan secara normal. Sel-sel mikroba biasanya mengalami sedimentasi pada kecepatan 5000 rpm selama 15 menit (Scopes,1982; Walsh and Headon, 1994).

Prinsip sentrifugasi berdasarkan pada kenyataan bahwa setiap partikel yang berputar pada laju sudut yang konstan akan memperoleh gaya keluar (F).

Besar gaya ini bergantung pada laju sudut ω (radian/detik) dan radius

pertukarannya (sentimeter) (Cooper, 1997 dalam Sariningsih, 2000).

2. Fraksinasi dengan ammonium sulfat [(NH4)2SO4]

Fraksinasi merupakan proses pengendapan protein atau enzim dengan penambahan senyawa elektrolit seperti garam ammonium sulfat, natrium


(41)

21

klorida atau natrium sulfat. Menurut Suhartono (1999), penambahan senyawa elektrolit ke dalam larutan yang mengandung protein dapat menyebabkan terjadinya proses pengendapan protein. Proses pengendapan protein tersebut dipengaruhi oleh kekuatan ion dalam larutan. Dengan

meningkatnya kekuatan ion, kelarutan enzim akan semakin besar atau disebut dengan peristiwa salting in. Setelah mencapai suatu titik tertentu, dimana kandungan garam semakin tinggi, maka kelarutan protein semakin menurun dan terjadi proses pengendapan protein. Peristiwa pengendapan protein ini disebut salting out (Wirahadikusumah, 2001). Pada kekuatan ion rendah, protein akan terionisasi sehingga interaksi antar protein akan menurun dan kelarutan akan meningkat. Peningkatan kekuatan ion ini meningkatkan kadar air yang terikat pada ion dan jika interaksi antar ion kuat, maka kelarutannya menurun akibatnya interaksi antar protein lebih kuat dan kelarutannya menurun (Agustien and Munir, 1997).

Senyawa elektrolit yang sering digunakan untuk mengendapkan protein ialah ammonium sulfat. Kelebihan ammonium sulfat dibandingkan dengan

senyawa-senyawa elektrolit lain ialah memiliki kelarutan yang tinggi, tidak mempengaruhi aktivitas enzim, mempunyai daya pengendap yang efektif, efek penstabil terhadap kebanyakan enzim, dapat digunakan pada berbagai pH dan harganya murah (Scopes, 1987).

3. Dialisis

Dialisis adalah suatu metode yang digunakan untuk memisahkan garam dari larutan protein enzim. Proses dialisis secara umum dapat dilakukan dengan


(42)

22

memasukkan larutan enzim dalam suatu kantong dialisis yang terbuat dari membran semipermiabel seperti selofan. Jika kantong yang berisi larutan enzim dimasukkan ke dalam bufer maka molekul kecil yang ada di dalam larutan protein atau enzim seperti garam anorganik akan keluar melewati pori-pori membran. Sedangkan molekul enzim yang berukuran besar akan tertahan dalam kantong dialisis. Keluarnya molekul menyebabkan distribusi ion-ion yang ada di dalam dan di luar kantong dialisis tidak seimbang. Untuk memperkecil pengaruh ini digunakan larutan bufer dengan konsentrasi rendah di luar kantong dialisis (Lehninger, 2005). Setelah tercapai keseimbangan, larutan di luar kantong dialisis dapat dikurangi. Proses ini dapat dilakukan secara kontinu sampai ion-ion di dalam kantung dialisis dapat diabaikan (Mc Phie, 1971 dalam Boyer, 2000).

Proses dialisis berlangsung karena adanya perbedaan konsentrasi zat terlarut di dalam dan di luar membran. Difusi zat terlarut bergantung pada suhu dan viskositas larutan. Meskipun suhu tunggi dapat meningkatkan laju difusi, tetapi sebagian besar protein dan enzim stabil pada suhu 4-8oC sehingga dialisis harus dilakukan di dalam ruang dingin (Pohl, 1990).

H. Pengujian aktivitas selulase dengan metode Mandels

Pengujian aktivitas selulase dilakukan dengan metode Mandels (Mandels et al., 1976), yaitu berdasarkan pembentukkan produk glukosa dimana CMC (Carboxy Methyl Cellulose) sebagai substratnya. Semakin tinggi absorbansi sampel semakin baik aktivitasnya.


(43)

23

I. Penentuan kadar protein dengan metode Lowry

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan kadar protein adalah metode Lowry. Metode ini bekerja pada lingkungan alkali dan ion tembaga (II) bereaksi membentuk kompleks dengan protein. Selanjutnya reagen

folin-ciocelteau yang ditambahkan akan mengikat protein. Ikatan ini secara perlahan akan mereduksi reagen folin menjadi heteromolibdenum dan merubah warna larutan dari kuning menjadi biru keunguan.

Pada metode ini, pengujian kadar protein didasarkan pada pembentukan komplek Cu2+ dengan ikatan peptida yang akan tereduksi menjadi Cu+ pada kondisi basa. Cu+ dan rantai samping tirosin, triptofan dan sistein akan bereaksi dengan reagen folin-ciocelteau. Reagen ini bereaksi menghasilkan produk yang tidak stabil yang tereduksi secara lambat menjadi molibdenum atau tungesteen blue. Protein akan menghasilkan intensitas warna yang berbeda tergantung pada kandungan triptofan dan tirosinnya.

Metode ini relatif sederhana dan dapat diterapkan serta biayanya relatif murah. Namun, kekurangan dari metode ini adalah sensitif terhadap perubahan pH dan konsentrasi protein yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan volume sampel dalam jumlah kecil sehingga tidak


(44)

24

J. Modifikasi Kimia

Menurut Wagen (1984), untuk mendapatkan enzim yang mempunyai kestabilan dan aktivitas tinggi pada kondisi ekstrim, dapat dilakukan isolasi langsung dari organisme yang terdapat di alam dan hidup pada kondisi tersebut (ekstrimofilik) atau dengan modifikasi kimia terhadap enzim yang berasal dari mikroorganisme yang hidup pada kondisi tidak ekstrim (mesofilik).

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas enzim, yaitu amobilisasi, mutagenesis terarah dan modifikasi kimia. Menurut Janecek (1993), modifikasi kimia merupakan salah satu metode yang lebih disarankan untuk meningkatkan stabilitas enzim yang larut dalam air. Hal ini dikarenakan baik amobilisasi maupun mutagenesis terarah memiliki kelemahan. Pada metode amobilisasi enzim dapat terjadinya penurunan kapasitas pengikatan maupun reaktivitas enzim akibat penghambatan transfer massa oleh matriks. Sedangkan pada metode mutagenesis terarah diperlukan informasi mengenai struktur primer dan struktur tiga dimensinya (Mozhaev and Martinek, 1984). Keuntungan modifikasi kimia dibandingkan dengan metode amobilisasi enzim adalah tidak terhalangnya interaksi antara enzim dengan substrat oleh adanya matriks yang tidak larut, sehingga penurunan aktivitas enzim dapat ditekan. Residu lisin yang terletak pada permukaan enzim merupakan salah satu penyebab ketidakstabilan enzim, karena ia dapat berinteraksi dengan molekul air disekitarnya (Nubarov et al., 1987).


(45)

25

Enzim hasil modifikasi kimia dengan ikatan kovalen yang stabil dapat diperoleh dengan beberapa cara diantaranya modifikasi dengan menggunakan (1) pereaksi bifungsional (pembentukan ikatan silang antara gugus-gugus fungsi pada

permukaan protein), (2) modifikasi kimia dengan menggunakan pereaksi non polar (meningkatkan interaksi hidrofobik), (3) penambahan gugus polar bermuatan atau polar baru (menambah ikatan ionik atau hidrogen) dan (4) hidrofilisasi permukaan protein (mencegah terjadinya kontak antara gugus hidrofobik dengan lingkungan berair yang tidak disukainya).

Hidrofilisasi permukaan enzim dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu modifikasi langsung berbagai asam amino hidrofobik yang membentuk tapak-tapak

hidrofobik pada permukaan enzim dengan pereaksi hidrofilik atau hidrofilisasi terhadap asam amino yang berada dekat dengan tapak hidrofobik sehingga tapak tersebut terlindungi dari lingkungan berair (Mozhaev et al., 1990).

Melik-Nubarov et al. (1λ87) melaporkan hidrofilisasi α-kimotripsin menggunakan asam glioksilat (AG) dengan reduktor NaBH4, dapat meningkatkan kestabilan enzim tersebut secara nyata. Modifikasi dilakukan pada pH 8,4 sehingga gugus amina primer pada rantai samping lisin di permukaan enzim dengan mudah bereaksi dengan asam glioksilat.


(46)

26


(47)

27

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juli 2014 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain alat-alat gelas, jarum ose, autoclave model S-90N, laminar air flow CURMA model 9005-FL, neraca analitik Ainsworth AA-160, incubator Precisterm P’ Selecta, waterbath shaker incubator GFL1092, shaker incubator Environ Shaker-Lab Line,

sentrifuga model 225 Fisher Scientific dan model Labor 50 WIFUG-Lab, lemari pendingin, mikropipet Eppendorff, waterbath Haake W19, waterbath Memmert W 350, penangas Precisterm JP’ Selecta, magnetic stirrer STUART (stir CB161 dan heat-stir CB162), termometer, batang pengaduk, spatula, dan


(48)

28

Adapun bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah NA (Nutrient Agar), CMC (Carboxy Methyl Cellulose), serbuk jerami padi, pepton, (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4, ZnSO4.7H2O, CaCl2, FeSO4.7H2O, CoCl2, urea, akuades, alkohol, DNS (dinitrosalisilic acid), NaOH, fenol, Na2SO3, Na(K)-tartarat, Na2CO3, CuSO4.5H2O, reagen follin ciocalteau, NaH2PO4, Na2HPO4, Na2B4O7, K2HPO4, H3BO3, asam glioksilat, NaBH4, kantong selofan, dan TNBS.

Sedangkan mikroorganisme yang digunakan adalah bakteri Bacillus subtilis ITBCCB148 penghasil enzim selulase yang diperoleh dari Laboratorium

Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung.

C. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan media inokulum dan fermentasi, inokulasi Bacillus subtilis ITBCCB148 dan produksi enzim selulase

a. Pembuatan media inokulum dan fermentasi

Media inokulum dan fermentasi yang digunakan terdiri dari (gL-1) (NH4)2SO4 1,4; KH2PO4 2; MgSO4 0,3; ZnSO4.7H2O 0,0014; CaCl2 0,3; FeSO4.7H2O 0,005; CoCl2 0,002; urea 0,3;pepton 0,75; serbuk jerami 7,5 yang dilarutkan dengan akuades dalam labu erlenmeyer, kemudian disterilkan padu suhu 121oC, tekanan 1 atm, selama ±15 menit dalam autoklaf.


(49)

29

b. Inokulasi Bacillus subtilis ITBCCB148

Sebanyak 3 ose Bacillus subtilis ITBCCB148 dari media agar miring dipindahkan ke dalam 100 mL media inokulum secara aseptis lalu dikocok dalam shaker incubator dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 35oC selama 24 jam.

c. Produksi enzim selulase

Produksi enzim selulase dilakukan dengan cara memindahkan sebanyak 2% media inokulum dari jumlah media fermentasi ke dalam media fermentasi secara aseptis lalu dikocok dalam shaker incubator dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 35oC selama 72 jam.

2. Isolasi enzim selulase

Isolasi enzim adalah metode pemisahan enzim dari komponen selnya. Pada penelitian ini isolasi enzim dilakukan dengan cara sentrifugasi. Media

fermentasi yang telah diinkubasi, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan putaran 5000 rpm pada suhu 4oC selama 30 menit. Filtrat yang diperoleh merupakan ekstrak kasar enzim selulase. Ekstrak kasar enzim selulase kemudian diuji aktivitasnya dengan metode Mandels dan kadar protein dengan metode Lowry.

3. Uji aktivitas dan kadar proteinenzim selulase

a. Pembuatan pereaksi untuk pengukuran aktivitas enzim selulase metode Mandels (Mandels et al., 1976)


(50)

30

Ke dalam labu ukur 100 mL, dimasukkan 1% DNS (dinitrosalisilic acid), 1% NaOH, 0,2 fenol, 0,05% Na2SO3 dan 1 mL Na(K)- tartarat 40%. Kemudian dilarutkan dalam 100 mL akuades hingga tanda batas.

b. Pengujian aktivitas enzim selulase metode Mandels

Metode ini berdasarkan glukosa yang terbentuk (Mandels et al.,1976). Sebanyak 0,25 mL enzim dan 0,25 mL larutan CMC 0,5% (dalam bufer fosfat pH 5,0) dicampur lalu diinkubasi selama 60 menit pada suhu 50oC. Kemudian ditambahkan 1 mL pereaksi DNS (dinitrosalisilic acid)

dididihkan selama 10 menit pada suhu 100oC dan didinginkan. Setelah dingin, campuran ditambahkan 1,5 mL akuades dan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm. Kadar glukosa yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan kurva standar glukosa.

c. Pembuatan pereaksi untuk penentuan kadar protein enzim selulase metode Lowry

Pereaksi A : 2 gram Na2CO3 dilarutkan dalam 100 mL NaOH 0,1 N.

Pereaksi B : 5 mL larutan CuSO4.5H2O 1% ditambahkan ke dalam 5 mL larutan Na(K)-tartarat 1%.

Pereaksi C : 2 mL pereaksi B ditambah 100 mL pereaksi A. Pereaksi D : reagen follin ciocelteau diencerkan dengan

akuades 1:1.

Larutan standar : larutan BSA (Bovine Serum Albumin) dengan kadar 0, 20, 40, 60, 80, 100, 120 dan 140 ppm.


(51)

31

d. Penentuan kadar protein enzim selulase metode Lowry

Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry (Lowry et al., 1951). Penentuan kadar protein ini bertujuan untuk mengatur aktivitas spesifik dari protein enzim selulase. Sebanyak 0,1 mL enzim selulase ditambah dengan 0,9 mL akuades. Lalu direaksikan dengan 5 mL pereaksi C, diaduk rata dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu ruang. Setelah itu, ditambahkan dengan cepat 0,5 mL pereaksi D dan diaduk dengan sempurna, didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang. Untuk kontrol, 0,1 mL enzim diganti dengan 0,1 mL akuades. Selanjutnya perlakuannya sama seperti sampel. Serapannya diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada 750 nm. Untuk menentukan kadar protein enzim digunakan kurva standar BSA (Bovine Serum Albumin).

4. Pemurnian enzim selulase

Pada penelitian akan dilakukan pemurnian enzim dengan fraksinasi

menggunakan ammonium sulfat dan dialisis. Proses pengerjaannya sebagai berikut :

a. Pengendapan dengan ammonium sulfat [(NH4)2SO4]

Ekstrak kasar enzim yang diperoleh diendapkan dengan garam ammonium sulfat pada berbagai derajat kejenuhan yaitu (0-20 %; (20-40)%; (40-60)%; (60-80)%; dan (80-100)% untuk mengetahui pada fraksi mana enzim selulase terendapkan. Skema proses pengendapan protein


(52)

32

enzim dengan penambahan garam ammonium sulfat ditunjukkan pada Gambar 11.

Sejumlah ekstrak kasar enzim yang diperoleh ditambahkan garam ammonium sulfat secara perlahan sambil diaduk dengan magnetic stirer pada suhu 4oC. Endapan protein enzim yang didapatkan pada tiap fraksi kejenuhan ammonium sulfat dipisahkan dari filtratnya dengan sentrifugasi dingin pada kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Kemudian diuji

aktivitasnya dengan metode Mandels dan kadar protein dengan metode Lowry. Selanjutnya, filtrat yang didapat dari fraksi (0-20)% digunakan untuk diendapkan dengan fraksi kejenuhan selanjutnya dengan prosedur yang sama.

Gambar 11. Skema proses pengendapan protein enzim dengan pengendapan ammonium sulfat

+ (NH4)2SO4 (0-20%)

+ (NH4)2SO4 (20-40%) Ekstrak Kasar Enzim

Endapan(F1) Filtrat

Endapan(F2) Filtrat

Endapan(F3) Filtrat

+ (NH4)2SO4 (40-60%)

Endapan(F4) Filtrat

+ (NH4)2SO4 (60-80%)

+ (NH4)2SO4 (80-100%)


(53)

33

b. Dialisis

Endapan enzim yang telah dilarutkan dari tiap fraksi ammonium sulfat dengan aktivitas spesifik yang tinggi dimasukkan ke dalam kantong selofan dan didialisis dengan bufer fosfat 0,01 M pH 6 selama ±24 jam pada suhu dingin. Selama dialisis, dilakukan pergantian larutan bufer selama 4-6 jam agar konsentrasi ion-ion di dalam kantong dialisis dapat dikurangi. Proses ini dilakukan secara kontinu sampai ion-ion di dalam kantong dialisis dapat diabaikan. Untuk mengetahui bahwa sudah tidak ada lagi ion-ion garam dalam kantong, maka diuji dengan menambahkan larutan Ba(OH)2 atau BaCl2. Bila masih ada ion sulfat dalam kantong, maka akan terbentuk endapan putih BaSO4. Semakin banyak endapan yang terbentuk, maka semakin banyak ion sulfat yang ada dalam kantong. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas dengan metode Mandels dan kadar protein dengan metode Lowry.

5. Modifikasi kimia enzim selulase hasil pemurnian dengan asam glioksilat Modifikasi enzim selulase dengan asam glioksilat dilakukan sesuai dengan prosedur yang dilaporkan oleh Melik-Nubarrov et al. (1987) dalam

menstabilkan α-amilase kimotripsin. Sebanyak 10 mL enzim selulase

(mengandung 0,4 mol/mL) bersama selulosa 0,5% dalam bufer fosfat-borat (100 mM K2HPO4 dan 500 mM H3BO3) pH 8,4 ditambah dengan 10 mol

asam glioksilat dan 8 mol NaBH4, reaksi dilakukan selama 30 menit pada 4oC.


(54)

34

6. Karakterisasi enzim selulase hasil pemurnian dan hasil modifikasi Karakterisasi enzim selulase hasil pemurnian dan hasil modifikasi yang dilakukan meliputi :

a. Penentuan derajat modifikasi

Derajat modifikasi enzim merupakan perbandingan antara residu lisin dalam enzim yang termodifikasi terhadap residu lisin sebelum

dimodifikasi. Cara penentuannya sebagai berikut : untuk sampel,

sebanyak 0,1 mL enzim yang telah dimodifikasi dilarutkan dalam 0,9 mL bufer borat (pH 9,0). Kemudian ditambahkan 25 L 0,03 M asam 2,4,6 -trinitrobenzena-sulfonat (TNBS). Campuran ini dikocok dan dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit. Larutan standar dibuat dengan komposisi yang sama, tetapi menggunakan enzim hasil pemurnian

(sebelum modifikasi). Blanko terdiri dari 1 mL bufer borat pH 9,0; 0,1 M

dan 25 L TNBS 0,03 M. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 420 nm. Derajat modifikasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Derajat modifikasi = Jumlah residu lisin yang termodifikasi

Jumlah residu lisin awal x 100%

= ASt − AB1 −( ASp − AB1 ) (ASt − AB1)

x 100%

(Snyder and Sobocinski, 1975). b. Penentuan pH optimum

Untuk mengetahui pH optimum enzim sebelum dan sesudah modifikasi kimia, digunakan bufer fosfat 0,1 M dengan variasi pH sebagai berikut :


(55)

35

4,0; 5,0; 6,0; 7,0; dan 8,0. Suhunya dijaga tetap pada 60oC, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran aktivitas enzim metode Mandels.

c. Penentuan suhu optimum

Untuk mengetahui suhu optimum kerja enzim dilakukan dengan variasi suhu yaitu 40; 50; 60; dan 70oC, pH tetap dijaga pada pH optimum yang telat dilakukan. Selanjutnya diukur aktivitas enzim dengan metode Mandels.

d. Penentuan data kinetika enzim (nilai KM dan Vmaks)

Konstanta Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum (Vmaks) enzim sebelum dan sesudah modifikasi ditentukan dari kurva Lineweaver-Burk. Kurva Lineweaver-Burk dibuat dengan menguji aktivitas enzim selulase dengan variasi konsentrasi substrat yaitu 0,25; 0,5; 0,75; 1,0; dan 1,25% dalam bufer fosfat pada pH dan suhu optimum. Selanjutnya diukur aktivitas enzim dengan metode Mandels dan data aktivitas enzim dan konsentrasi substrat diplotkan ke dalam kurva Lineweaver-Burk untuk penentuan nilai KM dan Vmaks.

e. Uji stabilitas termal dan stabilitas pH enzim (Yang et al., 1996)

Penentuan stabilitas termal dan pH enzim dilakukan dengan mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama periode waktu 100 menit pada suhu dan pH optimum. Caranya adalah dengan mengukur aktivitas enzim setelah proses pemanasan setelah interval waktu 10 menit.


(56)

36

Aktivitas sisa = Aktivitas enzim setelah perlakuan

Aktivitas enzim awal (tanpa perlakuan) x 100%

(Virdianingsih, 2002).

f. Penentuan waktu paruh (t1/2), konstanta laju inaktivasi (ki), dan perubahan

energi akibat denaturasi (∆Gi)

Perubahan nilai ki (konstanta laju inaktivasi) enzim selulase hasil

pemurnian dan setelah modifikasi kimia dilakukan dengan menggunakan persamaan kinetika inaktivasi orde 1 (Kazan et al., 1997) dengan

persamaan :

ln (Ei/E0) = -ki t

Sedangkan untuk perubahan energi akibat denaturasi (∆Gi) enzim selulase hasil pemurnian dan setelah modifikasi kimia dilakukan dengan

menggunakan persamaan (Kazan etal., 1997) :

∆Gi = - RT ln (ki h/kB T) Keterangan :

R = konstanta gas (8,3 JK-1 mol -1) T = suhu absolut (K)

ki = konstanta laju inaktivasi termal h = konstanta Planck (6,63 x 10 -34 J det) kB = konstanta Boltzmann (1,381 x 10 -23 J K-1)

Secara keseluruhan penelitian ini terangkum dalam diagram alir penelitian yang ditunjukkan dalam Gambar 12.


(57)

37

Gambar 12. Diagram alir penelitian Produksi Enzim

Ekstrak Kasar Enzim

Uji aktivitas (metode Mandels) dan kadar protein

(metode Lowry)

Pemurnian Enzim : 1. Fraksinasi dengan

ammonium sulfat 2. Dialisis

Modifikasi Kimia Karakterisasi Enzim

Enzim hasil modifikasi

Penentuan pH dan suhu optimum

Penentuan Km dan Vmaks

Penentuan stabilitas termal dan pH

Uji aktivitas (metode Mandels)


(58)

55

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Aktivitas unit enzim hasil pemurnian sebesar 6,9753 U/mL, meningkat 36 kali lebih murni dibandingkan ekstrak kasar enzim dengan aktivitas unit sebesar 0,5963 U/mL.

2. Enzim selulase hasil pemurnian mempunyai pH optimum 6,0 dan suhu optimum 60oC, harga KM 10,27 mgmL-1 substrat, harga Vmaks = 4.567

mol mL-1

menit-1 , aktivitas sisa (%) sebesar 3%, ki = 0,066 menit-1, t1/2 = 10,50 menit, dan ∆Gi = 100,7330 kJ mol-1.

3. Enzim hasil modifikasi asam glioksilat dengan derajat modifikasi 70,54; 78,68; 68,43% mempunyai pH optimum 6,0; suhu optimum 60oC; KM berturut-turut sebagai berikut: = 22,88 mg mL-1; 18,914 mg mL-1 dan 15,733 mg mL-1; Vmaks berturut-turut sebagai berikut: 7.167 mol mL-1 menit-1; 5.786 mol mL-1 menit-1dan 6.481 mol mL-1 menit-1; ki berturut-turut sebagai berikut: 0,066 menit-1; 0,031 menit-1; 0,033 menit-1 dan 0,037 menit-1; waktu paruh berturut-turut sebagai berikut: 10,50 menit; 22,35 menit; 21,00 menit dan 18,72 menit; ∆Gi berturut-turut


(59)

56

sebagai berikut: 100,7330 kJ mol-1; 102,8253 kJ mol-1; 102,6522 kJ mol-1 dan 102,3354 kJ mol-1.

4. Pada penelitian yang telah dilakukan, berdasarkan nilai ki, t1/2 dan ∆Gi enzim hasil modifikasi asam glioksilat lebih stabil dibandingkan dengan enzim hasil pemurnian.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan untuk menggunakan senyawa pemodifikasi yang lain selain asam glioksilat dan mempelajari pengaruh senyawa pemodifikasi yang digunakan terhadap enzim lain selain enzim selulase.


(60)

57

DAFTAR PUSTAKA

Afsahi, B., Kazemi, A., Kheirolomoom, A., Nejati, S. 2007. Immobilization of Cellulase on Non-Porous Ultra Fine Silica Particels. Scientia Irania. 14 (4): 379-383.

Agustien. A. and Munir. E. 1997. Purifikasi penisilin asilase dari Bacillus. Prosiding Seminar Wawasan Keilmuan Untuk Meningkatkan Kualitas Pembangunan Bangsa Indonesia. Malaysia. PPI Universitas Sains Malaysia. 270-177.

Ahern, T.J. and A.M. Klibanov. 1987. Why do enzyme irreversibly inactive at high temperature. Biotec 1. Microbial Genetic Engineering and Enzyme Technology. Gustav Fischer. Stuttgart. New York.

Anggraini, N. 2011. Peningkatan Kestabilitas Enzim α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 Dengan Modifikasi Kimia Menggunakan Asam Glioksilat. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Boyer, R.F. 2000. Modern Experimental Biochemistry. Benjamin Cumming Publising Company. San Francisco, California.

Duff, S.J.B and Murray, W.D. 1996. Bioconvertion of forest products industry waste cellulosics to fuel ethanol: a review. Bioresource Technology. 55: 1-33.

Eijnsink, G.H., Sirgit, G. Torben, V. Bertus van de Burg. 2005. Directed Evolution of Enzyme Stability. Biomolecular Engineering. 23: 21-30. Fan, L.T., Y.H. Lee, M.M. Gharpuray. 1982. The nature of lignocellulosics and

their pretreatment for enzymztic hydrolysis. Advances in Biochemical Engineering. 23: 158-187.

Fessenden, R.J. and J.S. Fessenden. 1994. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi 3. Alih bahasa oleh Aloysios H.P. Erlangga. Jakarta.


(61)

58

Fitriyanti. 2014 . Peningkatan Kestabilitas Enzim selulase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 Dengan Modifikasi Kimia Menggunakan Sianurat Klorida Polietilenglikol (CC-PEG). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Francis, G. E., C. Delgado, and D. Fisher. 1992. PEG Modified Protein. In : Ahern, T.J , Manning MC, editors. Stability of Protein Pharmaceutical Part B,. New York, NY: Plenum Press; 1992. 235-263.

Goddete, D.W., C. Terri, F.L. Beth, L. Maria, R.M. Jonathan, P. Christian, B.R. Robert, S.Y. Shiow, and C.R. Wilson. 1993. Strategy and implementation of a system for protein engineering. Journal of Bioechnology. 28: 41-54. Gunam, I.B.W, Hardiman, T. Utami. 2004. Chemical Pretreatments on Bagasse

to Enhance Hydrolysis of Its Cellulose Enzymatically. The 3th Hokkaido Indonesian Student Association Scientific meeting (HISAS 3). Sapporo. Gupte, S. 2001. Mikrobiologi Dasar. Alih bahasa oleh Dr. Julius E. S.

Binarupa Aksara. Jakarta.

Grisham, Charles M.; and Reginald H. Garrett. 1999. Biochemistry. Saunders College Pub. Philadelphia.

Iftiqoriyyah, F. 2014 . Peningkatan Kestabilitas Enzim selulase dari Aspergillus niger L-51 Dengan Modifikasi Kimia Menggunakan Sitrakonat Anhidrida. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Ikram, Ul-haq, Muhammad Mohsin Javed, Tehmina Saleem Khan and Zafar Siddiq. 2005. Cotton Saccharifying Activity of Cellulases Produced by Co-culture of Aspergillus niger and Trichoderma viride. Research Journal of Agriculture and Biological Sciences. 1(3): 241-245.

Illanes, A. 1999. Stability of biocatalysts. Electronic Journal of Biotechnology. 2(1): 1-2.

Janecek, S. 1993. Strategies for Obtaining Stable Enzymes. Process Biochemistry. 2: 435-445.

Junita. 2002. Mempelajari Stabilitas Termal Enzim Protease dari Bacillus stearothermophillus Dalam Pelarut Heksana, Toluena, dan Benzena. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kamelia, R., Muliawati S. and Dessy N. 2005. Isolasi dan Karakterisasi Protease Intraseluler Termostabil dari Bakteri Bacillus stearothermophilus RP1. Seminar Nasional MIPA. Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(62)

59

Kazan, D., H. Ertan and A. Erarslan. 1997. Stabilization of Escherichia coli Penicillin G Acylase agains thermal Inactivation by cross-linking with dextran dialdehyde polymers. Applied Microbiology and Biotechnology. 48: 191-197.

Koolman, J. 2001. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Penerbit Hipokrates. Jakarta.

Kovács, K. 2009. Production of Cellulolytic Enzymes with Trichoderma Atroviride Mutans for The Biomass-To-Bioethanol Process.(Tesis).

Lay, B. W. dan Sugyo,H. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers. Jakarta. 107-112. Lee, S.M., and Koo, Y.M. 2001. Pilot scale production of cellulose using

Trichoderma reesei Rut C-30 in fed-batch mode. Journal of Microbiology and. Biotechnology. 11: 229-233.

Lehninger, A.L. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.

Lowry, O. H., N. J., Rosebrough, A. L., Farr and R. J. Randall. 1951. Protein measurement with the folin phenol reagent. Journal of Biology and Chemistry. 193-265.

Mandels, M., A. Raymond, R. Charles. 1976. Measurement of saccharifying cellulose. Biotechnology and Bioengineering. John Wiley & Sons Inc. Martoharsono and Soeharsono. 2006. Biokimia Jilid I. UGM Press. Yogyakarta. Mozhaev, V.V. and K. Martinek. 1984. Structur-Stability Relationship in Protein: New Approaches to Stabilizing Enzymes. Enzyme and Microbial Technology. 50-59.

Mozhaev, V.V., N.S. Melik-Nubarov, V.A. Siksnis and K. Martinek. 1990. Strategy for Stabilizing Enzymes. Part Two: Increasing Enzyme Stability by Selective Chemical Modication. Biocatalysts. 173: 189-196.

Nubarov, N.S., V.V. Mozheav, V.A. Siksnis and K. Martinek. 1987. Enzyme

Stabilization of α-Chymotrypsin by Reductive Alkylation with Glyoxylic Acid. Biotechnology Letters. 9: 725-730.

Page, D.S. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta.

Pelczar, M.J. and E. C. S. Chan. 2005. Dasar- Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.


(63)

60

Pohl, T. 1990. Concentration of protein removal of salute dalam M.P. Deutscher, Methods of Enzymology: Guide to Protein Purification. Academic Press. New York.

Priest, F.G. 1993. Systematics and ecology of Bacillus. In: Sonenshein AL, Hoch J, Losick R (eds) Bacillus subtilis and other gram positive bacteris, biochemistry, physiology and molecular genetics. American Society for Microbiology Press. Washington. DC.

Rahayu, K. 1991. Teknologi Enzim. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Rodwell, V.W. 2011. Harper’s Review of Biochemistry. EGC Kedokteran.

Jakarta.

Sariningsih, R. 2000. Produksi Enzim Protease oleh Bacillus subtilis BAC-4. (Skripsi). Universitas Padjajaran. Bandung.

Schlegel, H.G. and K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. UGM Press. Yogyakarta.

Scopes, R.K. 1987. Protein Purification. Springer Verlag. New York. Shahib, N. 2005. Biologi Molekular Medik I. Unpad Press. Bandung.

Snyder, S.L., P.Z. Sobocinski. 1975. An improved 2,4,6-trinitrobenzenesulfonic acid method for the determination of amines. Analytical Biochemistry. 64(1): 284-8.

Soemitro, S. 2005. Pengaruh Modifikasi Kimiawi Selektif Terhadap Kestabilan

α-amilase dari Saccharomycopsis fibuligera. Jurnal Bionatura. 7(3): 259-273.

Stahl, S. 1999. Thermophilic microorganisms: The biological background for thermophily and thermoresistance of enzyme in Thermostability of Enzymes (Gupta , M.N. editor). Springer Verlag. New Delhi. 59-60.

Suhartono, M.T. 1999. Enzim dan Bioteknologi. Penelitian Antar Universitas IPB. Bogor.

Virdianingsih, R. 2002. Mempelajari Stabilitas Termal dari Bacillus pumilus y1 dalam pelarut Heksana, Toluena, dan Benzena. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wagen, E.S. 1984. Strategies for increasing the stability of enzymes, in Enzyme Engineering . The New York Academy of Sciences. New York. 1-19. Walsh, G. and D.R. Headon. 1994. Protein Biotechnology. John Willey and


(64)

61

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wirahadikusumah, M. 2001. Biokimia: Protein, Enzim dan Asam Nukleat. ITB Press. Bandung.

Wiseman, A. 1985. Handbook of Enzymes Biotechnology 2nd Ed. Ellis Harwood Lim. Chicester.

Yandri, A.S. 2004. Karakterisasi dan Modifikasi Kimia α-amilase dari Bakteri Isolat Lokal Bacillus subtilis ITBCCB148. (Disertasi). Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Yang, Z., D. Michael, A. Robert, X.Y. Fang and J.R. Alan . 1996. Polyethylene Glycol-Induced Stabilization of Subtilisin. Enzyme Microbiology and Technology. 18: 82-89.


(65)

62

Lampiran 1.

Tabel 4. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-100%) dengan aktivitas unit enzim selulase

No Fraksi Aktivitas Unit (U/mL)

1 2 3 4 5 0-20 % 20-40 % 40-60 % 60-80 % 80-100 % 0,7100 0,4366 0,3064 0,3431 0,4513

Tabel 5. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-95%) dengan aktivitas unit enzim selulase

No Fraksi Aktivitas Unit (U/mL)

1 2 3 0-20 % 20-55 % 55-95 % 0,9357 0,7357 1,6732

Tabel 6. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-95%) dengan aktivitas unit enzim selulase

No Fraksi Aktivitas Unit (U/mL)

1 2 0-20 % 20-95 % 1,1742 4,7774


(66)

63

Lampiran 2.

Tabel 7. Hubungan antara pH dengan aktivitas unit enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi

No pH

Aktivitas Unit (U/mL)

Enzim Pemurnian Asam Glioksilat 5mg Asam Glioksilat 10mg Asam Glioksilat 15mg

1 4 2,2640 3,7354 4,9352 1,1742

2 5 3,9408 5,0673 5,4196 4,0216

3 6 5,4599 5,4966 6,8212 5,8672

4 7 3,9573 3,2620 6,0470 3,4198

5 8 0,0459 0,5284 3,7610 2,5428

Tabel 8. Hubungan antara pH dengan aktivitas (%)* enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi

No pH

Aktivitas (%) Enzim Pemurnian Asam Glioksilat 5mg Asam Glioksilat 10mg Asam Glioksilat 15mg

1 4 41,4651 67,9573 72,3507 20,0125

2 5 72,1774 92,1896 79,4513 68,5428

3 6 100 100 100 100

4 7 72,4798 59,3458 88,6498 58,2864

5 8 0,8401 9,6128 55,1372 43,3396


(67)

64

Lampiran 3.

Tabel 9. Hubungan antara suhu dengan aktivitas unit enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi

No Suhu (oC)

Aktivitas Unit (U/mL)

Enzim Pemurnian Asam Glioksilat 5mg Asam Glioksilat 10mg Asam Glioksilat 15mg

1 40 3,3281 2,5245 3,1336 4,1757

2 50 4,1830 2,6639 5,7058 5,8672

3 60 4,8178 5,2911 8,6889 7,4193

4 70 1,0201 3,3171 2,5869 1,5961

Tabel 10. Hubungan antara suhu dengan aktivitas (%)* enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi

No Suhu (oC)

Aktivitas (%) Enzim Pemurnian Asam Glioksilat 5mg Asam Glioksilat 10mg Asam Glioksilat 15mg

1 40 69,0784 47,7115 36,0642 56,2809

2 50 86,8241 50,3467 65,6671 79,0801

3 60 100 100 100 100

4 70 21,1792 62,6907 29,7720 21,5134


(1)

69

Lampiran 8.

Pernitungan ∆Gi enzim hasil pemurnian dan hasil modifikasi

1. Enzim hasil pemurnian

Dari perhitungan menggunakan persamaan diperoleh nilaki ki enzim hasil pemurnian adalah 0,066 menit-1 pada T = 333 K.

∆Gi = - RT ln (ki h/kB T)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

0,066

60 det× 6,63 .10−34Jdet−1 1,381 .10−23 JK−1 ×333 K

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

1,1 .10−

3 det × 6,63 .10−34Jdet−1

4,5987 .10−21J

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

7,293 .10−

37J

4,5987 .10−21J

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

1,5858 .10−16

)

= (-2.768,895 J mol-1) x (-36,3802)

= 100.733,0278 J mol-1 = 100,7330 kJ mol-1

∆Gi enzim hasil pemurnian = 100,7330 kJ mol-1

Dari persamaan waktu paruh reaksi orde satu (t1/2 = 0,693) diperoleh waktu paruh untuk enzim hasil pemurnian :

t1/2 = 0,693/ki

= 0,693/0,066 menit-1 = 10,5 menit


(2)

70

Lampiran 9.

2. Enzim hasil modifikasi a. Asam Glioksilat 5 mg

Dari perhitungan menggunakan persamaan diperoleh nilaki ki enzim hasil pemurnian adalah 0,031 menit-1 pada T = 333 K.

∆Gi = - RT ln (ki h/kB T)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

0,031

60 det× 6,63 .10−34Jdet−1 1,381 .10−23 JK−1 ×333 K

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

5,16.10−

4 det × 6,63 .10−34Jdet−1

4,5987 .10−21J

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

3,4255 .10−

37J

4,5987 .10−21J

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

7,4487 .10−17

)

= (-2.768,895 J mol-1) x (-37,1358)

= 102.825,3918 J mol-1 = 102,8253 kJ mol-1

∆Gi enzim hasil pemurnian = 102,8253 kJ mol-1

Dari persamaan waktu paruh reaksi orde satu (t1/2 = 0,693) diperoleh waktu paruh untuk enzim hasil pemurnian :

t1/2 = 0,693/ki

= 0,693/0,031 menit-1 = 22,35 menit


(3)

71

Lampiran 10.

b. Asam Glioksilat 10 mg

Dari perhitungan menggunakan persamaan diperoleh nilaki ki enzim hasil pemurnian adalah 0,033 menit-1 pada T = 333 K.

∆Gi = - RT ln (ki h/kB T)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

0,033

60 det× 6,63 .10−34Jdet−1 1,381 .10−23 JK−1 ×333 K

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

5,5 .10−

4 det × 6,63 .10−34Jdet−1

4,5987 .10−21J

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

3,6465 .10−

37J

4,5987 .10−21J

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

7,9293 .10−17

)

= (-2.768,895 J mol-1) x (-37,0733)

= 102.652,2795 J mol-1 = 102,6522 kJ mol-1

∆Gi enzim hasil pemurnian = 102,6522 kJ mol-1

Dari persamaan waktu paruh reaksi orde satu (t1/2 = 0,693) diperoleh waktu paruh untuk enzim hasil pemurnian :

t1/2 = 0,693/ki

= 0,693/0,033 menit-1 = 21 menit


(4)

72

Lampiran 11.

c. Asam Glioksilat 15 mg

Dari perhitungan menggunakan persamaan diperoleh nilaki ki enzim hasil pemurnian adalah 0,037 menit-1 pada T = 333 K.

∆Gi = - RT ln (ki h/kB T)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

0,037

60 det× 6,63 .10−34Jdet−1 1,381 .10−23 JK−1 ×333 K

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

6,16 .10−

4 det × 6,63 .10−34Jdet−1

4,5987 .10−21J

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

4,0885 .10−

37J

4,5987 .10−21J

)

= (-8,315 JK-1 mol-1) x (333 K) x ln

(

8,8904 .10−16

)

= (-2.768,895 J mol-1) x (-36,9589)

= 102.335,4893 J mol-1 = 102,3354 kJ mol-1

∆Gi enzim hasil pemurnian = 102,3354 kJ mol-1

Dari persamaan waktu paruh reaksi orde satu (t1/2 = 0,693) diperoleh waktu paruh untuk enzim hasil pemurnian :

t1/2 = 0,693/ki

= 0,693/0,037 menit-1 = 18,72 menit


(5)

73

Lampiran 12.

Kurva standar glukosa

Kurva standar glukosa digunakan untuk penentuan data kinetika (KM dan Vmaks). Kurva standar glukosa pada Gambar 21.

Tabel 19. Absorbansi glukosa pada berbagai konsentrasi untuk penentuan kurva standar glukosa

Konsentrasi Glukosa (mg mL) Absorbansi ( = 510 nm)

0 0

0,2 0,028

0,4 0,059

0,6 0,087

0,8 0,118

1 0,151

1,2 0,183

1,4 0,233

Gambar 21. Kurva standar glukosa

y = 0,1615x - 0,0057 R² = 0,9934

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25

0 0,5 1 1,5

[A

bsorbansi

]

=

510 nm


(6)

74

Lampiran 13.

Kurva standar BSA

Kurva standar serum albumin digunakan untuk menentukan kadar protein (metode Lowry). Kurva standar BSA pada Gambar 22.

Tabel 20. Absorbansi serum albumin (BSA) pada berbagai konsentrasi untuk penentuan kurva standar BSA

Konsentrasi Glukosa (mg mL) Absorbansi ( = 510 nm)

20 0,066

40 0,119

60 0,167

80 0,212

100 0,269

120 0,297

140 0,350

Gambar 22. Kurva standar BSA

y = 0.0024x + 0.0142 R² = 0.994

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4

0 50 100 150

A

750 n

m

Konsentrasi BSA ( g/mL)

Kurva Standar Bovine Serum Albumin