PENINGKATAN KESTABILAN ENZIM -AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 DENGAN MODIFIKASI KIMIA MENGGUNAKAN ASAM GLIOKSILAT

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN KESTABILAN ENZIM -AMILASE DARI Bacillus subtilisITBCCB148 DENGAN MODIFIKASI KIMIA MENGGUNAKAN

ASAM GLIOKSILAT Oleh

Nina Anggraini

Enzim -amilase merupakan enzim yang memutus ikatan -1,4 glikosida pada amilum. Enzim ini banyak dimanfaatkan dalam proses-proses industri baik yang berhubungan dengan pangan maupun non-pangan. Dalam proses industri, enzim ini harus mampu bekerja pada pH dan suhu ekstrim. Namun, umumnya enzim tidak stabil pada kondisi tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas enzim -amilase dari

Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan modifikasi menggunakan asam glioksilat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan produksi, isolasi, dan pemurnian enzim (fraksinasi dengan amonium sulfat, dialisis, dan kromatografi kolom penukar kation CM-selulosa). Enzim hasil pemurnian dimodifikasi dengan asam glioksilat. Pengujian aktivitas -amilase dilakukan dengan metode Fuwa dan metode Mandels, sedangkan pengujian kadar protein dilakukan dengan metode Lowry. Derajat modifikasi ditentukan dengan menggunakan asam trinitro benzena sulfonat (TNBS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim hasil pemurnian memiliki aktivitas spesifik sebesar 2.010 U/mg, meningkat kemurniannya 17 kali dibandingkan ekstrak kasar enzim dengan perolehan 25%. Enzim ini memiliki pH optimum 6,0 dan suhu optimum 60°C, harga KM= 0,497 mg mL-1substrat dan harga Vmaks= 55,865 mol mL-1 menit-1. Uji stabilitas termal pada suhu 60°C selama 60 menit masih memiliki aktivitas sisa 33%, t1/2 = 36,5 menit, ki = 0,019 menit-1, Gi = 104,36 kJ mol-1. Modifikasi kimia enzim hasil pemurnian menghasilkan enzim hasil modifikasi dengan derajat modifikasi sebesar 67, 69, dan 82% dengan pH optimum 6,0 sama dengan pH enzim murni serta suhu optimum masing-masing enzim modifikasi memiliki suhu optimum yang sama dengan enzim hasil pemurnian yaitu 60°C dengan nilai KM dan Vmaksberturut-turut adalah sebesar 0,980 mg mL-1 substrat dan 49,019 mol mL-1menit-1; 1,652 mg mL-1 substrat dan 108,695 mol mL-1menit -1; 0,981 mg mL-1 substrat dan 93,457 mol mL-1 menit -1. Uji stabilitas termal enzim menunjukkan bahwa enzim hasil pemurnian sesudah modifikasi (asam glioksilat 67%) mempunyai aktivitas sisa 39%, ki = 0,014 menit-1, t1/2 = 46,2 menit, i= 104,


(2)

t1/2 = 53,3 menit, i = 105,18 kJ mol-1; asam glioksilat 82% mempunyai aktivitas sisa 47%, ki= 0,013 menit-1, t1/2= i= 105,06 kJ mol-1.

Hasil modifikasi menunjukkan peningkatan stabilitas termal enzim hingga 1,2-1,4 kali dibandingkan enzim hasil pemurnian sebelum modifikasi. Data yang diperoleh menunjukkan penurunan nilai KM dan nilai Vmaks, penurunan nilai ki, peningkatan waktu paruh, dan Gi yang menunjukkan bahwa modifikasi meningkatkan rigiditas enzim sehingga lebih stabil terhadap pH dan suhu.

Kata kunci : -amilase, Bacillus subtilis ITBCCB148, modifikasi kimia, asam glioksilat


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Aktivitas spesifik enzim hasil pemurnian sebelum modifikasi 2.012 U/mg,

meningkat kemurniannya 17 kali dibandingkan ekstrak kasar enzim dengan perolehan 25%.

2. Enzim -amilase hasil pemurnian mempunyai pH optimum 6,0 dan suhu optimum 60°C, harga KM= 0,497 mg mL-1substrat, dan harga Vmaks= 55,865 mol mL-1menit-1.

3. Uji stabilitas enzim hasil pemurnian pada pH 7,0 dan suhu 60°C selama 60 menit masih memiliki aktivitas sisa 33%, t1/2 = 36,5 menit, ki = 0,019 menit-1 i= 104,36 kJ mol-1.

4. Enzim sesudah modifikasi asam glioksilat derajat modifikasi masing-masing 67, 69, dan 82% mempunyai pH optimum yang sama dengan enzim hasil pemurnian yaitu pada pH 6,0 dan mempunyai kestabilan yang sama dengan enzim pemurnian yaitu pada pH 6,5-7,5. Enzim hasil pemurnian sesudah modifikasi dengan derajat modifikasi 67, 69, dan 82% mengalami penurunan aktivitas (%) yang lebih kecil pada pH basa dibandingkan enzim hasil pemurnian sebelum modifikasi. Sedangkan


(4)

67

suhu optimum semua enzim hasil pemurnian sesudah modifikasi adalah 60°C.

5. Data kinetika enzim hasil pemurnian sesudah modifikasi asam glioksilat (67%) Vmaks= 49,019 mol mL-1 menit -1, KM = 0,980 mg mL-1 substrat; asam glioksilat 69% Vmaks= 108,695 mol mL-1 menit-1, KM = 1,652 mg mL-1substrat ; asam glioksilat 82% Vmaks= 93,457 mol mL-1menit-1, KM = 0,981 mg mL-1substrat.

6. Uji stabilitas termal enzim hasil modifikasi dengan derajat modifikasi (67; 69; dan 82%) pada pH 7,0 dan suhu 60°C selama 60 menit masih memiliki aktivitas sisa berturut-turut : 39%; 44% ; dan 47%. Enzim hasil modifikasi asam glioksilat 67% mempunyai ki = 0,014 menit-1, t1/2 = 46,2 menit, i = 104,83 kJ mol-1; asam glioksilat 69% mempunyai ki = 0,013 menit-1, t1/2 = 53,3 menit, i = 105,18 kJ mol-1; asam glioksilat 82% mempunyai ki= 0,013 menit-1, t1/2= i = 105,06 kJ mol-1. 7. Modifikasi kimia menggunakan asam glioksilat untuk enzim -amilase

dari Bacillus subtilis hanya dapat meningkatkan stabilitas termal. Stabilitas termal enzim hasil modifikasi ini meningkat antara 1,2-1,4 kali dibandingkan enzim hasil pemurnian. Penurunan nilai ki, peningkatan waktu paruh dan i menunjukan bahwa enzim hasil modifikasi lebih stabil dibandingkan dengan enzim sebelum modifikasi.


(5)

68

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan dalam proses modifikasi menggunakan asam glioksilat dengan adanya reduktor NaBH4dapat mempertahankan pH agar stabil tetap terjaga pada pH 8,4, karena pada saat penambahan asam glioksilat dan NaBH4 cendrung akan menurunkan pH dari enzim, selain itu disarankan untuk mengguanakan senyawa pemodifikasi lain selain asam glioksilat dan mempelajari pengaruh asam glioksilat terhadap enzim lain se -amilase.


(6)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan umumnya jauh lebih besar dibandingkan dengan katalisator sintetik. Kelebihan enzim sebagai katalisator antara lain memiliki spesifitas tinggi, mempercepat reaksi kimiawi spesifik tanpa pembentukan senyawa samping, produktivitas tinggi, dan produk akhir pada umumnya tidak terkontaminasi sehingga mengurangi biaya purifikasi dan efek kerusakan terhadap lingkungan (Chaplin dan Bucke, 1990). Karena kebutuhan dunia industri terhadap enzim cukup tinggi, maka upaya untuk menghasilkan enzim dari bakteri isolat lokal secara intensif perlu dilakukan (Feskaharni et al.,

1997).

Salah satu bakteri isolat lokal yang perlu diteliti adalah yang mampu menghasilkan enzim secara ekstraseluler. Enzim ekstraseluler diperoleh dengan membiakkan mikroorganisme penghasil enzim pada medium tertentu, kemudian diekstraksi dan dimurnikan (Balford, 1981). Enzim -amilase merupakan enzim ekstraseluler yang dapat dihasilkan oleh beberapa mikroorganisme salah satunya adalah dari Bacillus subtilis, enzim ini mempunyai sifat tahan terhadap panas (Judoamidjojo et al.,1989). Enzim yang dihasilkan secara ekstraseluler memiliki


(7)

2

kelebihan dibandingkan dengan enzim yang dihasilkan secara intraseluler, yaitu enzim ini dapat diperoleh dalam keadaan murni dengan cara pemisahan dan pemurnian yang tidak begitu rumit (Smith, 1990).

Enzim -amilase banyak digunakan dalam proses-proses industri baik pada industri pangan maupun non pangan. Pada industri pangan enzim ini digunakan dalam memproduksi sirup gula cair, sari buah, dan selai sedangkan di industri non pangan banyak dipakai pada industi tekstil, terutama pada proses desizing yaitu proses penghilangan pati sebagai pelapis tekstil dan pada pembuatan alkohol (Richana, 2000). Penggunaan enzim dalam industri memerlukan beberapa persyaratan tertentu diantaranya harus stabil pada suhu tinggi (termostabil) dan tahan pada kondisi pH yang ekstrim. Kondisi tersebut tidak dimiliki oleh semua enzim, karena pada umumnya enzim bekerja pada kondisi yang ekstrim (Suhartono, 1989). Oleh sebab itu digunakan modifikasi kimia untuk meningkatkan kestabilan dari enzim yang digunakan.

Terdapat tiga cara untuk meningkatkan stabilitas enzim menurut Mozhaeve et al. (1987), yaitu amobilisasi, mutagenesis terarah, dan modifikasi kimia. Modifikasi kimia merupakan metode yang lebih disukai untuk meningkatkan stabilitas enzim yang larut dalam air. Penggunaan amobilisasi enzim memiliki kelemahan yaitu penghambatan transfer massa oleh matriks yang menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas pengikatan maupun reaktivitas enzim. Sedangkan mutagenesis terarah memerlukan informasi yang lengkap mengenai struktur primer dan gambaran struktur tiga dimensinya. Menurut Janecek (1993), pada proses amobil, mekanisme kerja enzim yang digunakan dalam bidang klinik


(8)

3

selama interaksi dengan reseptor atau komponen lain dari membran seluler, kemungkinan berubah karena matriks yang panjang. Sedangkan pada modifikasi kimia, interaksi antara enzim dengan substrat tidak terhalangi oleh adanya matriks yang tidak larut, sehingga penurunan aktivitas enzim dapat ditekan. Melik-nubarov et al. (1978) melaporkan hidrofilisasi -kimotripsin menggunakan asam glioksilat (AG) dengan reduktor NaBH4, dapat meningkatkan kestabilan enzim tersebut secara nyata. Modifikasi dilakukan pada pH 8,4 sehingga gugus amina primer pada rantai samping lisin di permukaan enzim dengan mudah bereaksi dengan asam glioksilat. Selain itu modifikasi kimia menggunakan dimetiladipimidat telah dilakukan oleh Apriyanti (2010), pada enzim -amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148. Hasil penelitian pada uji stabilitas termal menunjukkan enzim -amilase hasil pemurnian memberikan aktivitas sisa (%) sebesar 7,724% dan enzim hasil modifikasi dengan DMA dengan derajat modifikasi 0,3; 0,5; 0,7% memberikan aktivitas sisa (%) berturut-turut 15,960; 35,522; dan 42,533%. Selain itu modifikasi kimia menggunakan asam glioksilat juga telah dilakukan oleh Soetijoso Soemitro (2005), pada enzim -amilase dari

Saccharomycopsis fibuligera. Hasil penelitian pada uji pH optimum

menunjukkan enzim -amilase hasil modifikasi memiliki pH optimum 5,5, suhu optimum 50°C, dan meningkatkan kestabilan sebesar 1,2 kali lebih besar dibandingkan enzim pemurnian sebelum modifikasi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka modifikasi kimia merupakan cara yang disarankan dalam meningkatkan kestabilan enzim.

Pada penelitian ini enzim -amilase akan diisolasi dan dimurnikan dari Bacillus


(9)

4

sentrifugasi, kemudian ekstrak kasar enzim tersebut dimurnikan dengan metode fraksinasi menggunakan amonium sulfat, setelah itu dilakukan dialisis. Selanjutnya enzim tersebut dimodifikasi menggunakan asam glioksilat untuk meningkatkan kestabilannya. Aktivitas enzim -amilase diuji menggunakan amilum sebagai substratnya dengan metode Fuwa sedangkan kadar proteinnya diukur dengan metodeLowry.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengisolasi dan memurnikan enzim -amilase dari Bacillus subtilis

ITBCCB148 sehingga diperoleh enzim dengan aktivitas dan tingkat kemurnian yang tinggi.

2. Meningkatkan stabilitas enzim -amilase dari Bacillus subtilis


(10)

5

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diamabil dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang cara meningkatkan stabilitas enzim.

2. Memberikan informasi mengenai pengaruh asam glioksilat terhadap stabilitas enzim -amilase dariBacillus subtilisITBCCB148.

3. Enzim -amilase dengan kestabilan yang tinggi dapat digunakan dalam proses-proses industri.


(1)

68

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan dalam proses modifikasi menggunakan asam glioksilat dengan adanya reduktor NaBH4dapat mempertahankan pH agar stabil tetap terjaga pada pH 8,4, karena pada saat penambahan asam glioksilat dan NaBH4 cendrung akan menurunkan pH dari enzim, selain itu disarankan untuk mengguanakan senyawa pemodifikasi lain selain asam glioksilat dan mempelajari pengaruh asam glioksilat terhadap enzim lain se -amilase.


(2)

A. Latar Belakang

Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan umumnya jauh lebih besar dibandingkan dengan katalisator sintetik. Kelebihan enzim sebagai katalisator antara lain memiliki spesifitas tinggi, mempercepat reaksi kimiawi spesifik tanpa pembentukan senyawa samping, produktivitas tinggi, dan produk akhir pada umumnya tidak terkontaminasi sehingga mengurangi biaya purifikasi dan efek kerusakan terhadap lingkungan (Chaplin dan Bucke, 1990). Karena kebutuhan dunia industri terhadap enzim cukup tinggi, maka upaya untuk menghasilkan enzim dari bakteri isolat lokal secara intensif perlu dilakukan (Feskaharni et al.,

1997).

Salah satu bakteri isolat lokal yang perlu diteliti adalah yang mampu menghasilkan enzim secara ekstraseluler. Enzim ekstraseluler diperoleh dengan membiakkan mikroorganisme penghasil enzim pada medium tertentu, kemudian diekstraksi dan dimurnikan (Balford, 1981). Enzim -amilase merupakan enzim ekstraseluler yang dapat dihasilkan oleh beberapa mikroorganisme salah satunya adalah dari Bacillus subtilis, enzim ini mempunyai sifat tahan terhadap panas (Judoamidjojo et al.,1989). Enzim yang dihasilkan secara ekstraseluler memiliki


(3)

2

kelebihan dibandingkan dengan enzim yang dihasilkan secara intraseluler, yaitu enzim ini dapat diperoleh dalam keadaan murni dengan cara pemisahan dan pemurnian yang tidak begitu rumit (Smith, 1990).

Enzim -amilase banyak digunakan dalam proses-proses industri baik pada industri pangan maupun non pangan. Pada industri pangan enzim ini digunakan dalam memproduksi sirup gula cair, sari buah, dan selai sedangkan di industri non pangan banyak dipakai pada industi tekstil, terutama pada proses desizing yaitu proses penghilangan pati sebagai pelapis tekstil dan pada pembuatan alkohol (Richana, 2000). Penggunaan enzim dalam industri memerlukan beberapa persyaratan tertentu diantaranya harus stabil pada suhu tinggi (termostabil) dan tahan pada kondisi pH yang ekstrim. Kondisi tersebut tidak dimiliki oleh semua enzim, karena pada umumnya enzim bekerja pada kondisi yang ekstrim (Suhartono, 1989). Oleh sebab itu digunakan modifikasi kimia untuk meningkatkan kestabilan dari enzim yang digunakan.

Terdapat tiga cara untuk meningkatkan stabilitas enzim menurut Mozhaeve et al. (1987), yaitu amobilisasi, mutagenesis terarah, dan modifikasi kimia. Modifikasi kimia merupakan metode yang lebih disukai untuk meningkatkan stabilitas enzim yang larut dalam air. Penggunaan amobilisasi enzim memiliki kelemahan yaitu penghambatan transfer massa oleh matriks yang menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas pengikatan maupun reaktivitas enzim. Sedangkan mutagenesis terarah memerlukan informasi yang lengkap mengenai struktur primer dan gambaran struktur tiga dimensinya. Menurut Janecek (1993), pada proses amobil, mekanisme kerja enzim yang digunakan dalam bidang klinik


(4)

selama interaksi dengan reseptor atau komponen lain dari membran seluler, kemungkinan berubah karena matriks yang panjang. Sedangkan pada modifikasi kimia, interaksi antara enzim dengan substrat tidak terhalangi oleh adanya matriks yang tidak larut, sehingga penurunan aktivitas enzim dapat ditekan. Melik-nubarov et al. (1978) melaporkan hidrofilisasi -kimotripsin menggunakan asam glioksilat (AG) dengan reduktor NaBH4, dapat meningkatkan kestabilan enzim tersebut secara nyata. Modifikasi dilakukan pada pH 8,4 sehingga gugus amina primer pada rantai samping lisin di permukaan enzim dengan mudah bereaksi dengan asam glioksilat. Selain itu modifikasi kimia menggunakan dimetiladipimidat telah dilakukan oleh Apriyanti (2010), pada enzim -amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148. Hasil penelitian pada uji stabilitas termal menunjukkan enzim -amilase hasil pemurnian memberikan aktivitas sisa (%) sebesar 7,724% dan enzim hasil modifikasi dengan DMA dengan derajat modifikasi 0,3; 0,5; 0,7% memberikan aktivitas sisa (%) berturut-turut 15,960; 35,522; dan 42,533%. Selain itu modifikasi kimia menggunakan asam glioksilat juga telah dilakukan oleh Soetijoso Soemitro (2005), pada enzim -amilase dari

Saccharomycopsis fibuligera. Hasil penelitian pada uji pH optimum menunjukkan enzim -amilase hasil modifikasi memiliki pH optimum 5,5, suhu optimum 50°C, dan meningkatkan kestabilan sebesar 1,2 kali lebih besar dibandingkan enzim pemurnian sebelum modifikasi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka modifikasi kimia merupakan cara yang disarankan dalam meningkatkan kestabilan enzim.

Pada penelitian ini enzim -amilase akan diisolasi dan dimurnikan dari Bacillus subtilis ITBCCB148. Enzim yang dikeluarkan dari bakteri diisolasi dengan


(5)

4

sentrifugasi, kemudian ekstrak kasar enzim tersebut dimurnikan dengan metode fraksinasi menggunakan amonium sulfat, setelah itu dilakukan dialisis. Selanjutnya enzim tersebut dimodifikasi menggunakan asam glioksilat untuk meningkatkan kestabilannya. Aktivitas enzim -amilase diuji menggunakan amilum sebagai substratnya dengan metode Fuwa sedangkan kadar proteinnya diukur dengan metodeLowry.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengisolasi dan memurnikan enzim -amilase dari Bacillus subtilis

ITBCCB148 sehingga diperoleh enzim dengan aktivitas dan tingkat kemurnian yang tinggi.

2. Meningkatkan stabilitas enzim -amilase dari Bacillus subtilis


(6)

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diamabil dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang cara meningkatkan stabilitas enzim.

2. Memberikan informasi mengenai pengaruh asam glioksilat terhadap stabilitas enzim -amilase dariBacillus subtilisITBCCB148.

3. Enzim -amilase dengan kestabilan yang tinggi dapat digunakan dalam proses-proses industri.