PENGARUH AERASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN BABY KAILAN (Brassica oleraceae var. Achepala) PADA TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG DI DALAM DAN DI LUAR GREENHOUSE
ABSTRACT
THE EFFECT OF AERATION ON BABY KAILAN (Brassica oleraceae var. Achepala) GROWTH IN FLOATING SYSTEM OF HYDROPONIC
TECHNOLOGY INSIDE AND OUTSIDE THE GREENHOUSE
By
DIAN KRISNAWATI
This research is aimed to find out the effects of aeration on baby kailan (Brassica oleraceae var. Achepala ) in floating system hidroponic technology inside and
outside the greenhouse. This research used a factorial in a split plot design with 2 factors, namely factor I (inside and outside greenhouse) and Factor II (aeration). The first factor had two levels, inside (N0) and outside (N1) greenhouse. The second factor consisted of 3 levels; mechanical aeration (A1), hanging styrofoam (A2) and floating styrofoam (A3); resulting in six treatment combinations with three replications. The data was analyzed using ANOVA (analysis of variance) at 5 % significant level and folowed by LSD. The results showed that the inside and otsutside greenhouse significantly affected growth and yield. The use of aeration outside the greenhouse had the most maximal production. The hanging styrofoam system (A2) inside the greenhouse showed the lowest production cost (fertilizer and electricity. None of the environment and nutrition parameters (EC, DO and pH) was significantly different during the research, implying that the environment and nutrion solution were hogeneous and did not affect the plant growth.
(2)
ABSTRAK
PENGARUH AERASI TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN
BABY KAILAN
(
Brassica oleraceae
var. Achepala)
PADA TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG DI
DALAM DAN DI LUAR
GREENHOUSE
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian aerasi terhadap pertumbuhan tanaman baby kailan (Brassica oleraceae var. Achepala) pada
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) di dalam dan luar greenhouse.
Penelitian ini menggunakan Rancangan split plot dengan dua faktor. Faktor
pertama yaitu greenhouse dengan dua taraf, di dalam (N0) dan di luar (N1) greeenhouse. Faktor kedua yaitu aerasi dengan tiga taraf, aerator (A1), styrofoam
menggantung (A2) dan styrofoam menyentuh larutan nutrisi (A3). Terdapat enam kombinasi perlakuan dengan ulangan sebanyak tiga kali. Data dianalisis menggunakan uji F (5%) dan uji BNT (5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian aerasi di dalam dan luar greenhouse berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan hasil produksi tanaman. Penggunaan aerasi di luar greenhouse
menghasilkan produksi tertinggi. Perhitungan biaya produksi (pupuk dan listrik) dan hasil panen menunjukan bahwa perlakuan styrofoam menggantung (A2) di dalam greenhouse merupakan perlakuan dengan biaya produksi terendah. Hasil
sidik ragam menunjukan parameter larutan nutrisi (EC, DO dan pH) tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan larutan nutrisi homogen dan bukan faktor penyebab perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman.
Kata kunci : Aerasi, Baby kailan, Greenhouse, Teknologi Hidroponik Sistem
(3)
PENGARUH AERASI TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN
BABY KAILAN
(
Brassica oleraceae
var. Achepala)
PADA TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG DI
DALAM DAN DI LUAR
GREENHOUSE
Oleh Dian Krisnawati
Skripisi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2014
(4)
PENGARUH AERASI TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN
BABY KAILAN
(
Brassica oleraceae
var. Achepala)
PADA TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG DI
DALAM DAN DI LUAR
GREENHOUSE
(Skripsi)
Oleh
DIAN KRISNAWATI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
“..Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakanya” (QS An Najm :39)
“
Orang yang memperbanyak istighfar maka Allah akan menjadikan
kemudahan dalam setiap kesusahanya, memberikan jalan keluar dari
setiap kesempitan, dan memberinya rizky dari jalan yang tidak
disangka” (HR Ahmad)
Janganlah lemah dan janganlah bersedih. Karena kalian termasuk
umat yang ditinggikan jika kalian termasuk orang-orang yang
beriman...”
(16)
Kupersembahakan karya kecil ini
Untuk
Ibu dan Bapak
Adik-adikku Dewi Mela Sari dan Rizky Wisnu Aditya, Terimakasih
atas kasih sayang, pengertian, perhatian,
semangat, do’a dan kesabarannya selama ini.
Serta
Almamater Tercinta Universitas Lampung
Teknik Pertanian
(17)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kedaton II kabupaten Lampung Timur pada tanggal 18 Agustus 1992, anak pertama dari 3 bersaudara keluarga Bapak Sutresno dan Ibu Sugiyati.
Penulis Menyelesaikan pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) di TK PGRI Kedaton II pada tahun 1998. Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Kedaton II Kecamatan Batanghari Nuban diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SMP Negeri 3 Batanghari Nuban diselesaikan pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Kotagajah diselesaikan pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa S1 Teknik Pertanian di Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan mendapatkan beasiswa Bidik Misi dari Dikti. Selama menjadi mahasiswa penulis terdaftar aktif di unit kegiatan mahasiswa Universitas Lampung sebagai : Sekretaris Departemen penelitian dan pengembangan (Litbang) Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) Fakultas Pertanian Unila periode 2012/2013.
(18)
Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Kebun Sayur Segar Parung Farm Bogor dengan judul “Mempelajari Produksi dan Manajemen Pemasaran Sayuran Bayam Hijau (Amaranthus viridis L) dengan Sistem Nutrient Film Technique (NFT) Di Parung Farm Bogor”. Pada tahun 2014, penulis
melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik periode I tahun 2013/2014 di Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur.
(19)
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah serta nikmat yang tiada terukur sehingga berkat petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dalam penyusunan skripsi ini. Sholawat teriiring salam semoga selalu tercurah kepada syuri tauladan Nabi Allah
Muhammad SAW dan keluarga serta para sahabatnya Aaminn.
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Aerasi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Baby Kailan (Brassica Oleraceae Var. Achepala) pada Teknologi Hidroponik Sistem
Terapung Di Dalam dan Di Luar Greenhouse” adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP) di Universitas Lampung. Penulis memahami dalam penyusunan skripsi ini begitu banyak cobaan, suka dan
duka yang dihadapi, namun berkat ketulusan do’a, semangat, bimbingan,
motivasi, dan dukungan orang tua serta berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Maka pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku pembimbing pertama sekaligus pembimbing akademik, yang telah memberikan bimbingan, saran dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.
(20)
2. Ir. M. Zen Kadir, M.T., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan berbagai masukan dan bimbingannya dalam penyelesaian skripsi ini
3. Prof. Dr. Ir. RA Bustomi Rosadi, M.S., selaku pembahas bukan pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan sebagai perbaikan selama penylesaiae skripsi ini.
4. Dr.Ir. Agus Haryanto, M.P. selaku ketua jurusan Teknik Pertanian yang telah membantu dalam administrasi penyelesaian skripsi ini.
5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku dekan Fakultas Pertanian yang telah membantu dalam administrasi skripsi ini.
6. Orang tua ku tercinta, Ibu dan Bapak yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan,material dan kasih sayang sehingga menjadi sumber penyemangat dalam menyusun skripsi ini.
7. Teman-teman keluarga TEP’10 yang telah menjadi teman seperjuangan dan pemberi motivasi selama ini.
8. Keluarga Besar Teknik Pertanian dan seluruh civitas akademi.
Bandar Lampung, 3 Oktober 2014
(21)
(22)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang
masih satu spesies dengan kol atau kubis (Brassica oleracea) (Pracaya, 2005).
Kailan termasuk sayuran semusim dan berumur pendek sekitar 40-50 hari setelah bibit ditanam. Jika kailan dipanen terlalu tua maka daun dan batangnya telah keras sehingga sudah tidak enak dikonsumsi (Samadi, 2013). Kailan yang dipanen saat masih muda disebut baby kailan. Baby kailan lebih diminati karena
rasanya lebih enak dan renyah dibandingkan kailan yang sudah tua.
Baby kailan memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia karena
kandungan gizinya banyak dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Baby kailan
banyak mengandung vitamin A, vitamin C, thiamin dan kapur (Pracaya, 2005). Selain sebagai bahan pangan, baby kailan juga dimanfaatkan untuk terapi
berbagai macam penyakit karena mengandung karotenoid (senyawa anti kanker) (Samadi, 2013). Nilai ekonomi baby kailan tinggi karena pemasaranya untuk
kalangan menengah ke atas, terutama banyak tersaji di resto bertaraf internasional seperti restoran Cina, Jepang, Amerika dan Eropa, serta hotel dan restoran
(23)
2
bersih dan terbebas dari penggunaan pestisida. Sistem bubidaya yang dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi yaitu teknologi hidroponik. Hidroponik adalah cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah melainkan menggunakan air sebagai suplai hara dan mineral terhadap pertumbuhan tanaman (Prihmantoro dan Indriani, 1999). Dalam teknologi hidroponik, pengelolaan air dan hara difokuskan pada cara pemberian yang optimal sesuai dengan kebutuhan tanaman, umur tanaman, dan kondisi lingkungan sehingga tercapai hasil yang maksimum (Susila, 2013). Budidaya sayuran secara hidroponik memiliki beberapa kelebihan. Keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin merupakan kelebihan yang paling utama. Kelebihan hidroponik yang lain yaitu : (1) perawatan lebih praktis dan membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja, (2) pemakaian pupuk lebih effisien, (3) tanaman dapat tumbuh lebih pesat dengan kebersihan yang terjamin, (4) penanaman dapat dilakukan terus menerus tanpa tergantung musim, (5) dapat dilakukan penjadwalan pemanenan sehingga dapat memproduksi tanaman secara kontinyu, serta (6) harga jual sayuran hidroponik lebih mahal (Lingga, 2005).
Teknologi hidroponik tidak terlepas dari penggunaan greenhouse. Greenhouse
digunakan untuk melindungi tanaman dari gangguan luar seperti angin kencang, hujan deras, radiasi matahari dan kelembaban yang tinggi (Prihmantoro dan Indriani, 1999). Intensitas hujan yang terlalu besar dapat merusak tanaman secara fisik, sedangkan radiasi matahari yang terlalu tinggi akan menyebabkan proses evapotranspirasi semakin meningkat. Greenhouse juga dapat sebagai kontrol
(24)
3
di udara (Untung, 2004). Sulistyaningsih, dkk(2005) menyebutkan bahwa pertumbuhan dan hasil caisim dalam sungkup plastik (greenhouse) lebih baik
dibandingkan caisim yang tidak disungkup. Namun demikian penggunaan
greenhouse sering menimbulkan efek negatif yaitu meningkatnya suhu di dalam greenhouse sehingga menyebabkan tanaman mengalami kelayuan (Hadiutomo,
2012).
Budidaya hidroponik yang umum dijumpai adalah sistem hidroponik substrat dalam wadah menggunakan drip irrigation (irigasi tetes) dan Nutrient Film Technique (NFT). Kedua sistem ini membutuhkan biaya produksi yang mahal
karena harus menggunakan listrik dalam jumlah besar untuk sirkulasi larutan nutrisi (Lingga, 2005). Teknologi hidroponik yang lain yang lebih sederhana yaitu kultur air (water culture). Saparamadu, et. al (2011) menyatakan bahwa
hidroponik sederhana adalah hidroponik dengan menggunakan biaya yang sedikit yang diaplikasikan pada kondisi iklim yang natural dan berada pada genangan air. Kultur air juga sering disebut true hydroponics, nutri culture, atau bare root
system (Susila, 2013). Di dalamkultur air, akar tanaman terendam dalam media
cair yang merupakan larutan hara tanaman, sementara bagian atas tanaman ditunjang adanya lapisan medium inert tipis yang memungkinkan tanaman dapat
tumbuh tegak (Resh, 2004).
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung(THST) merupakan salah satu sistem kultur air tanpa menggunakan substrat. Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) telah dikembangkan sebagai teknik budidaya hidroponik sederhana yang tidak memerlukan listrik untuk mesirkulasi dan meningkatkan aerasi larutan
(25)
4
nutrisi (Susila, 2013). Namun demikian Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) memiliki permasalahan yang sering terjadi yaitu terendamnya akar tanaman dalam larutan nutrisi mengakibatkan rendahnya kadar oksigen di zona perakaran. Oksigen di dalam air diperlukan untuk respirasi akar. Gangguan respirasi dapat mengganggu akar menyerap unsur hara yang terkandung dalam larutan nutrisi (Untung, 2004).
Manipulasi aerasi daerah perakaran perlu dilakukan untuk mengatasi masalah deoksigenasi pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). Salah satu usaha untuk memanipulasi aerasidi zona perakaran yaitu dengan melakukan pemberian udara ke dalam larutan hara tanaman menggunakan pompa atau kompresor (Resh, 2004). Selain menggunakan aerator, memodifikasi styrofoam menggantung (tidak menyentuh larutan nutrisi secara langsung) juga dapat sebagai sumber aerasi zona perakaran (Kratky, 2009). Dalam penelitian ini penggunaan greenhouse dan aerasi pada sistem hidroponik terapung diharapkan
mampu memberikan dampak yang baik terhadap pertumbuhan tanaman baby kailan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian aerasi di dalam dan di luar greenhouse pada sistem hidroponik terapung terhadap pertumbuhan dan
(26)
5
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai budidaya tanaman
baby kailan dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) dengan
pertumbuhan yang optimal.
1.4 Hipotesis
Penggunaan greenhouse dan pemberian aerasi diduga dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman baby kailan pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung
(27)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Baby Kailan (Brassica oleraceae var achepala)
Baby kailan (Brassica oleraceae var achepala) dibedakan menjadi 2 jenis yaitu kale daun halus dan kale daun keriting. Kale daun halus umumnya dijadikan
sebagai pakan ternak sedangkan yang dimasak adalah kale daun keriting (Pracaya,
2005). Kailan dapat dipanen ketika sudah berumur 40-50 harisetelah pindah tanam (Samadi, 2013). Baby kailan dapat dipanen setengah dari umur kailan
yaitu berkisar 20-30 hari setelah tanam.
2.1.1 Taksonomi Tanaman Baby Kailan
Menurut klasifikasi tumbuhan, tanaman kailan termasuk ke dalam : Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Cruciferae Genus : Brassica
(28)
7
2.1.2 Morfologi Tanaman Baby Kailan
Baby kailan memiliki bentuk daun yang tebal, bulat memanjang dan berwarna
hijau tua. Batang baby kailan merupakan batang sejati, tidak keras, tegak, beruas-
ruas dengan diameter antara 3-4 cm dan berwarna hijau muda. Perakaran baby kailan merupakan akar tunggang dan serabut. Babykailan memiliki perakaran
yang panjang yaitu akar tunggang bisa mencapai 40 cm dan akar serabut mencapai 25 cm (Samadi, 2013).
2.1.3 Manfaat Tanaman Baby Kailan
Baby kailan merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai banyak
manfaat. Baby kailan merupakan sumber utama mineral dan vitamin yang
berguna untuk memelihara kesehatan tulang dan gigi, pembentukan sel darah merah (Hemoglobin) dan memelihara kesehatan mata. Protein yang terkandung dalam baby kailan bermanfaat untuk pembentuk jaringan tubuh. Baby kailan juga
mengandung karotenoid sebagai senyawa anti kanker. (Samadi, 2013). Kandungan gizi dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1.
(29)
8
Tabel 1. Kandungan gizi kailan per 100 gram dari bagian yang dapat dimakan
Unsur gizi Jumlah kandungan gizi
Eneri (Kalori) 35,00 Kal
Protein 3,0 g
Lemak 0,40 g
Karbohidrat 6,80 g
Serat 1,20 g
Kalsium (Ca) 230,00 mg
Fosfor (P) 56,00 mg
Besi (Fe) 2,00 mg
Vitamin A 135,00 RE
Vitamin B1 (Thiamin) 0,10 mg
Vitamin B2 (Riboflamin) 0,13 mg
Vitaman B3 (Niavin) 0,40 mg
Vitamin C 93,00 mg
Air 78,00 mg
Sumber : Samadi, 2013.
2.1.4 Syarat Tumbuh Tanaman Baby Kailan
Baby kailan cocok ditanam pada dataran medium hingga dataran tinggi atau
pegunungan dengan ketinggian 300-1.900 m di atas permukaan laut (dpl) (Samadi, 2013). Suhu rata-rata harian yang dikehendakai tanaman baby kailan
adalah 15oC - 25oC. Pada suhu yang terlalu rendah, tanaman menujukan gejala nekrosa pada jaringan daun dan akhirnya tanaman mati. Pada suhu terlalu tinggi tanaman mengalami kelayuan karena proses penguapan yang terlalu besar. Kelembaban udara yang baik bagi tanaman baby kailan yaitu 60 - 90% (Samadi, 2013).
(30)
9
2.1.5 Budidaya Tanaman Baby Kailan Secara Hidroponik
Pada sistem hidroponik, untuk budidaya baby kailan dan jenis sayuran batang dan
daun lainnya, diperlukan nutrisi yang mengandung Nitrogen 70- 250 ppm, Posfor 15-80 ppm, Kalium 150-400 ppm, Kalsium 70-200 ppm, Magnesium 15-80 ppm (Sutiyoso, 2003). Purbarani (2011) menyatakan bahwa pada frekuensi
penggenangan nutrisi 2 hari sekali dapat meningkatkan tinggi tanaman, luas daun, diameter batang dan berat kering per tanaman babi kailan secara hidroponik ebb and flow. Lebih lanjut, Sukawati (2010) menyatakan bahwa kepekatan larutan
nutrisi organik 7 % merupakan kepekatan optimum untuk memperoleh berat segar tajuk baby kailan yang maksimum.
2.2 Hidroponik
Hidroponik adalah cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah melainkan menggunakan air sebagai suplai hara dan mineral terhadap pertumbuhan tanaman (Prihmantoro dan Indriani, 1999). Media tanam hidroponik dapat berasal dari bahan alam seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, arang sekam, batu apung, gambut, dan potongan kayu atau bahan buatan seperti pecahan bata, busa, dan rockwool,
(Suhardiyanto, 2009).
Pada budidaya tanaman tanpa tanah (hidroponik), kultur air adalah budidaya tanaman menurut definisinya merupakan sistem hidroponik yang sebenarnya. Kultur air sering juga disebut true hydroponics, nutri culture, atau bare root system. Bare Root system atau sistem akar telanjang adalah sistem hidroponik
(31)
10
(Susila, 2013). Keberhasilan sistem kultur air (water culture) dipengaruhi oleh
tiga faktor utama yaitu dapat mendukung tanaman, aerasi di daerah perakaran dan lingkungan yang gelap di sekitar perakaran (Resh, 2004). Aerasi di daerah perakaran dapat dilakukan dengan pemberian udara ke dalam larutan hara dengan menggunakan aerator dan mensirkulasi larutan hara menggunakan pompa ke bak tanam dan penampung (reservoir).
2.2.1 Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST)
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) termasuk dalam hidroponik kultur air. Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST), tanaman
ditanam dengan posisi akar terendam di dalamlarutan nutrisi yang tidak mengalir. Sistem THST tidak menggunakan media tanam, sehingga tanaman perlu ditopang agar dapat tumbuh tegak. Tanaman ditopang pada styrofoam yang mengapung di
atas permukaan larutan nutrisi dalam suatu bak, sehingga akar-akar tanaman terendam dan dapat menyerap nutrisi dan air. Karakteristik sistem ini antara lain adalah terisolasinya lingkungan perakaran, sehingga fluktuasi suhu larutan nutrisi tergolong rendah. Fluktuasi suhu larutan nutrisi dalam sistem ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar, umur tanaman, dan kedalaman larutan nutrisi.
Larutan nutrisi dapat didaur ulang sesudah dievaluasi kepekatan larutannya kurang lebih setiap minggu (Suhardiyanto, 2009).
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) dikenal juga dengan nama Deep Pool Growing System (DPGS) atau floating hidroponic system. THST merupakan
metode penanaman yang memanfaatkan kolam berukuran besar dengan volume larutan hara yang besar pula sehingga dapat menekan fluktuasi konsentrasi larutan
(32)
11
hara. Pada THST tidak diperlukan energi listrik yang intensif untuk mengalirkan larutan hara, sehingga lebih ekonomis dibandingkan sistem hidroponik yang lain yang umumnya memerlukan energi listrik untuk menyalakan pompa dan aerator. Kedalaman larutan nutrisi pada sistem THST ini berkisar 15-20 cm (Resh, 2004). Susila dan Koerniawati (2004) menyatakan bahwa volume media 20 cm3 dengan busa sintetik menghasilkan pertumbuhan dan bobot selada yang lebih baik
daibandingkan perlakuan yang lain.
Studi pengembangan THST dilakukan untuk mengetahui jenis tanaman, desain panel, jenis dan volume media, umur bibit, sumber dan konsentrasi larutan hara, pupuk daun dan greenhouse, serta pemanfaatan kembali larutan hara yang optimal
(Susila, 2013). Koerniawati (2003) menyatakan bahwa desain panel tanpa pot pada THST dengan menggunakan busa sintetik menunjukan hasil tertinggi terhadap pertumbuhan tanaman selada (Lactuca Sativa var grand rapids). Lebih
lanjut, Sesmininggar (2006) menyatakan bahwa konsentrasi larutan hara optimum untuk pertumbuhan dan hasil produksi tanaman pakchoy yang dibudidayakan dengan THST adalah 1,30-1,33 ms.cm-1. Menurut Susila (2013), jenis tanaman yang dapat dibudidayakan dengan THST adalah caisim (Tosakan), pakchoy
(White tropical type), kailan (BBT 35), kangkung (Bangkok LP1), selada
(33)
12
Tabel 2. Komposisi larutan hara yang digunakan dalam THST
Larutan hara Komposisi larutan hara (ppm)
Ca2+ 177.00
Mg2+ 24.00
K+ 210.00
NH4+ 25.00
NO3- 233.00
SO4 113.00
PO4 60.00
Fe 2.14
B 1.20
Zn 0.26
Cu 0.048
Mn 0,18
Mo 0.046
(Sumber : Susila, 2013)
Kendala utama dalam THST adalah terendamnya akar tanaman dalam larutan nutrisi sehingga ketersediaan oksigen di sekitar perakaran berkurang. Kendala tersebut dapat diatasi dengan penggunaan rockwool sebagai media tanam
(Koerniawati, 2003). Media rockwool memiliki ruang pori sebesar 95 % dengan
daya pegang air sebesar 80 %, (Resh, 2004). Wirosoedarmo, dkk (2001) menyatakan bahwa sistem pemberian air (T) dan ketebalan spon terendam (L) tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, dan panjang akar tanaman sawi. Untuk mengatasi kendala yang sering terjadi pada sistem THST dapat dilakukan dengan penggantian larutan hara secara berulang.
(34)
13
2.2.4 Larutan Nutrisi
Larutan nutrisi merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman hidroponik, sehingga harus tepat dari segi jumlah komposisi ion nutrisi dan suhu. Larutan nutrisi ini dibagi dua, yaitu unsur makro dan unsur mikro. Unsur makro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak yaitu nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Sedangkan unsur mikro dibutuhkan dalam jumlah sedikit yaitu besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), boron (B) dan molybdenum (Mo) (Sutiyoso, 2003). Apabila tanaman kekurangan unsur makro dan mikro akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Kualitas larutan nutrisi dapat diketahui dengan mengukur aliran listrik di dalam air atau Electrical Conductivity
(EC). Electrical Conductivity (EC) menunjukkan jumlah ion-ion yang terkandung
dalam larutan nutrisi tersebut (Sutiyoso, 2003).
2.3 Greenhouse
Salah satu bentuk modifikasi iklim mikro pada tanaman yaitu dengan penggunaan
greenhouse. Greenhouse adalah suatu bangunan pertanian untuk memproduksi
tanaman dengan mengendalikan lingkungan mikro di sekitar tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi produktivitas tanaman adalah temperatur, kelembaban relatif, intensitas cahaya, angin, polutan, konsentrasi CO2, pH, kadar nutrisi dan kadar air media tanam (Hadiutomo, 2012). Suhardiyanto (2009) menerjemahkan greenhouse menjadi ‘rumah tanaman’ karena memiliki fungsi
(35)
14
2.3.1 Prinsip Kerja Greenhouse
Penggunaan rumah tanaman (greenhouse) di kawasan yang beriklim tropika
semakin banyak, yaitu sebagai bangunan pelindung tanaman dalam budidaya sayuran daun, sayuran buah, dan bunga. Tingginya suhu udara di dalam
greenhouse dapat mencapai tingkat yang memicu cekaman pada tanaman.
Masalah lainnya adalah tingginya kelembaban udara serta seringnya kerusakan atap greenhouse akibat angin yang kencang (Suhardiyanto 2009). Kelembaban
udara mempengaruhi laju transpirasi tanaman yang selanjutnya akan berpengaruh pada laju penyerapan air oleh akar tanaman. Jika laju penyerapan terlalu tinggi melampaui batas tertentu dan terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan tanaman mengering (Hadiutomo, 2012).
Tujuan penggunaan rumah tanaman adalah menciptakan iklim mikro yang kondusif untuk pertumbuhan tanaman ketika kondisi iklim tidak kondusif. Atap rumah tanaman sangat menentukan iklim mikro dalam rumah tanaman tersebut. Pemilihan atap harus mempertimbangkan karakteristik fisik, termal, optik, dan harga bahan tersebut (Suhardiyanto, 2009). Selanjutnya disebutkan bahwa karakteristik termal atap rumah tanaman terhadap radiasi matahari meliputi
transmissivity, absorptivity, dan reflectivity. Dari segi optik, atap rumah tanaman
perlu mempunyai karakteristik dapat meneruskan sebanyak mungkin cahaya tampak yang diperlukan tanaman untuk fotosintesis.
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang penting bagi tanaman sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis. Cahaya yang paling penting bagi tanaman adalah cahaya tampak dengan panjang gelombang 390-700 nm (Hadiutomo,
(36)
15
2012). Tanaman yang tumbuh pada intensitas cahaya tinggi umumnya mengabsorbsi ion lebih cepat daripada tanaman yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah. Hal ini terjadi karena gula yang dihasilkan dari fotosintesis ditranslokasikan ke akar, direspirasikan, dan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap ion. Semakin besar cahaya yang diterima oleh tanaman maka semakin berpengaruh terhadap kenaikan hasil panen dengan budidaya yang memadai (Samadi, 2013).
Kekurangan intensitas cahaya menyebabkan jumlah energi yang tersedia untuk penggabungan karbondioksida dan air sangat rendah, akibatnya pembentukan karbohidrat hasil fotosintesis yang digunakan untuk pembentukan senyawa lain juga rendah. Intensitas cahaya yang kurang menyebabkan laju fotosintesis menurun, sehingga hasil fotosintesis dapat habis terombak oleh proses respirasi, cadangan makanan berkurang sehingga pertumbuhan tanaman dapat terhambat (Susila, 2013).
2.3.2 Kegunaan Greenhouse
Aplikasi greenhouse dimaksudkan untuk memodifikasi lingkungan mikro
tanaman, karena akan mengubah kuantitas dan kualitas faktor lingkungan yang ada antara lain radiasi matahari, suhu, dan kelembaban. Dengan penggunaan
greenhouse, tanaman dapat terlindung dari temperatur lingkungan yang ekstrim
serta mendapat temperatur yang cukup untuk pertumbuhanya (Hadiutomo, 2012). Hal ini karena cahaya matahari masih dapat menembus atap dan dinding
greenhouse yang terbuat dari plastik, sedangkan panas yang dihasilkan dari
(37)
16
ini menyebabkan temperatur di dalam greenhouse menumpuk dan mengimbangi
temperatur dingin di luar sehingga memungkinkan bagi pertumbuhan tanaman. Tanaman beradaptasi terhadap greenhouse melalui dua cara yaitu: peningkatan
luas daun untuk meminimalkan penggunaan metabolit dan pengurangan jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Tanaman toleran greenhouse dapat
mengatur dan mengorientrasikan daun sesuai dengan arah dan intensitas cahaya sehingga pada kondisi ternaungi mengarahkan kloroplas agar mengumpul ke dekat lapisan epidermis, akibatnya warna daun menjadi lebih hijau (Suhardiyanto 2009).
Selain berpengaruh pada iklim mikro tanaman, greenhouse juga dapat melindungi
tanaman dari limpasan air hujan. Pada musim hujan biasanya menyebabkan kelembaban yang tinggi, hal ini dapat menimbulkan hama dan penyakit, tetapi tanaman yang ternaungi atap seperti UV plastik, hujan yang banyak tidak akan mempengaruhi tanaman karena air hujan yang jatuh tertahan oleh plastik tersebut, (Lingga, 2005).
Penggunaan greenhouse sangat cocok untuk diimplementasikan pada penanaman
menggunakan pot, polibag maupun hidroponik. Kondisi lingkungan di dalam
greenhouse yang tertutup berbeda dengan kondisi lingkungan terbuka sehingga
kebutuhan air tanaman yang ditanam di dalam greenhouse berbeda dengan di
lahan terbuka. Sapei dan Soon (2008) menyatakan bahwa kebutuhan air tanaman tomat yang ditanam secara hidroponik di rumah kaca lebih kecil daripada yang ditanam di lahan terbuka dan ditunjukkan oleh rata-rata nilai faktor penyesuai f
(38)
17
yang kurang dari satu. Dengan demikian penggunaan greenhouse dapat
menghemat air dalam budidaya hidroponik.
2.3.3 Dampak Negatif Greenhouse
Cahaya yang terperangkap di dalam greenhouse sangat besar jumlahnya sehingga
dapat meningkatkan temperatur di dalam greenhouse sehingga berdampak pada
pertumbuhan tanaman (Hadiutomo, 2012). Kenaikan suhu mencapai 5 oC jika menggunakan atap polikarbonat, sedangkan jika menggunakan plastik UV naik sekitar 2 oC (Untung, 2000). Jika suhu terlalu panas, maka tanaman akan layu. Beberapa jenis tanaman mugkin tidak menyukai lingkungan tumbuh dengan intensitas cahaya yang banyak. Widiastoetydan Bahar (1995) menyatakan bahwa intensitas cahaya 55 % mendorong pertumbuhan daun dan pertumbuhan tunas dendrobium terbaik daripada intensitas cahaya 65 dan 75 %. Phaisal (2005) menyatakan bahwa perlakuan greenhouse menurunkan pertumbuhan vegetatif,
kecuali pada panjang akar, dan hasil tanaman seledri.
2.4 Aerasi Daerah Perakaran (Root Aeration)
Aerasi adalah suatu hal yang essensial untuk aktivitas perakaran walaupun hal ini sangat beragam antar spesies tanaman. Pengambilan unsur mineral akan terjadi ketidakseimbangan bila kondisi oksigen di perakaran menurun, sebaliknya akan terangsang bila konsentrasi oksigen di zona perakaran meningkat. Akumulasi karbondioksida (CO2) di dalamlarutan hara akan menghambat absorbsi sebagian besar unsur hara tersebut oleh tanaman, sedangkan kekurangan oksigen (O2)
(39)
18
walaupun tidak akan menekan absorbsi air (dalam periode tertentu) akan tetapi tetap menekan pengambilan unsur hara dari larutan hara (Susila, 2013).
2.4.1 Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO)adalah kebutuhan dasar untuk
kehidupan mahluk hidup di dalam air. Sistem perakaran tanaman memerlukan oksigen untuk respirasi aerobik yang menghasilkan energi untuk pertumbuhan akar. Soffer and Burger (1988) menyatakan bahwa Dissolved Oxygen (DO)
sangatpenting untuk formasi dan pertumbuhan akar. Konsentrasi DO di dalam
air tergantung pada suhu dan tekanan udara. Salmin (2005) menyatakan bahwa oksigen berperan penting dalam proses oksidasi dan reduksi bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana. Lebih lanjut, sumber utama oksigen di perairan berasal dari proses difusi udara bebas dan hasil fotosintesis. Dissolved Oxygen
(DO) memadai jika akar tanaman berwarna putih tebal. Jika akar kekurangan oksigen, akar berwarna coklat, tipis dan tidak membentuk tumpukan akar
(Untung, 2000). Penggunaan aerator dapat menambah jumlah oksigen terlarut di dalam larutan nutrisi.
2.4.2 pH dan EC Larutan Nutrisi
Kondisi pH optimum yang direkomendasikan untuk tanaman sayuran pada kultur hidroponik yaitu berkisar antara 5.5 sampai 6.5. Bila nilai pH lebih besar atau lebih kecil dari angka tersebut, maka daya larut unsur hara akan terganggu. Selain itu, unsur hara akan mengendap sehingga tidak dapat diserap oleh akar tanaman. (Sutiyoso, 2003). Pengaturan pH larutan dapat dilakukan dengan menggunakan
(40)
19
larutan asam (HNO3, H3PO4, atau H2SO,) untuk menurunkan pH, sedangkan untuk menaikan pH menggunakan basa (KOH) ke dalam larutan nutrisi (Untung, 2004).
Pada umumnya kualitas larutan nutrisi ini diketahui dengan mengukur Electrical Conductivity (EC) larutan. Bila EC tinggi maka larutan nutrisi semakin pekat,
sehingga ketersediaan unsur hara semakin bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika EC rendah maka konsentrasi larutan nutrisi rendah sehingga ketersediaan unsur hara lebih sedikit (Lingga, 2005). Nilai EC larutan nutrisiharusdisesuaikan dengan umur tanaman dan fase pertumbuhan (Suhardiyanto, 2009). Electrical Conductivity (EC) untuk tanaman belum dewasa berkisar 1 - 1,5 mS/cm,
sedangkan untuk tanaman dewasa berkisar 2,5 – 4 mS/cm (Untung, 2004). Pada EC yang terlampau tinggi, tanaman sudah tidak sanggup menyerap hara lagi karena telah jenuh. Aliran larutan hara hanya lewat tanpa diserap akar. Batasan jenuh untuk sayuran daun adalah EC 4,2 mS/cm. Di atas angka tersebut,
pertumbuhan tanaman akan stagnan. Bila EC jauh lebih tinggi maka akan terjadi toksisitas atau keracunan dan sel-sel akan mengalami plasmolisis (Sutiyoso, 2003).
Baby kailan tergolong dalam sayuran daun yang memerlukan EC dan pH tinggi . Baby kailan masih satu spesies dengan kol atau kubis, EC kubis mencapai 2,5-3,0
mS/cm (Prctical Hydroponik & greenhouse, 1997, dalam Untung 2004).
(41)
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di Greenhouse
Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan (RSDAL) Teknik Pertanian Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu box styrofoam, styrofoam, screen net,spon,aerator, plastik hitam, penggaris, jangka sorong, timbangan, Dissolved Oxygen (DO) meter, Electrical Conductivity (EC) meter, pH meter, lux
meter, camera digital, dan alat tulis.
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih kailan (BBT 35) ,
air dan pupuk hidroponik (stok A dan stok B).
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Split Plot yang terdiri dari dua
faktor. Petak utama adalah aplikasi greenhouse yang terdiri dari dua taraf
(42)
21
Di dalam greenhouse (N0)
Di luar greenhouse (N1).
Anak petak adalah pemberian aerasi pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) yang terdiri tiga taraf perlakuan yaitu :
Pemberian aerasi mekanis menggunakan aerator (A1) Pemberian aerasi dengan styrofoam menggantung (A2)
Tanpa aerasi (styrofoam langsung menyentuh larutan nutrisi ) (A3)
Model linier dari rancangan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: Y ijk = μ + ái + âj + åij + ãk + (â*ã)jk + äijk
Y ijk : Nilai peubah yang diamati akibat ulangan ke-i, perlakuan K ke-j dan perlakuan P ke-k.
μ : Nilai rata-rata umum ái : Pengaruh ulangan ke-i
âj : Pengaruh perlakuan greenhouse pada taraf ke-j.
Åij : Galat percobaan
Ãk : Pengaruh perlakuan aerasi pada taraf ke-k.
(â*ã)jk : Interaksi antara pengaruh pemberian greenhouse ke-j dan aersi ke-k
äijk : Galat umum percobaan
Dengan demikian terdapat enam kombinasi perlakuan, setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari enam tanaman. Skema desain penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
(43)
22
Gambar 1. Skema hidroponik sistem terapung Keterangan :
1. Box styrofoam 2. Styrofoam
3. Spon 4. Tanaman 5. Akar tanaman 6. Larutan nutrisi 7. Aerator
8. Lapisan plastik
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan Sistem Hidroponik
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) dibuat dalam bentuk kolam yang terbuat boxstyrofoam buah. Box ini berukuran 39 cm x 32 cm x 12 cm dengan kedalaman larutan nutrisi sebesar 10 cm. Jumlah kolam dalam penelitian ini sebanyak 18 kolam, 9 kolam di dalam greenhouse dan 9 kolam di luar
greenhouse. Masing-masing kolam diletakan styrofoamdengan ketebalan 2 cm
8 5 6 3 1 2 7 9
(44)
23
sebagai tempat menopang tanaman agar tanaman dapat tumbuh tegak. Jarak tanam pada styrofoam adalah 15 x 12 cm dengan diameter lubang tanam 3 cm, sehingga terdapat 6 tanaman untuk setiap panelnya. Total tanaman pada penelitian ini yaitu sebanyak 144 tanaman. Kolam yang menggunakan aerator, aerator diletakan pada sisi bagian atas kolam. Kolam yang tidak diberi aerator dilakukan manipulasi zona perakaran dengan menopang styrofoam pada kolam sehingga terdapat jarak antara styrofoam dengan larutan nutrisi. Kolam tanpa manipulasi zona perakaran yaitu styrofoam langsung berada di atas larutan nutrisi. Kolam yang b erada di luar greenhouse dilindungi dengan menggunakan screen net pada setiap sisi-sisinya.
2. Persemaian Tanaman
Persemaian dilakukan dengan menggunakan benih kailan BBT 35. Sebelum
disemai benih terlebih dahulu direndam dalam air hangat 50-60oC agar benih tumbuh lebih cepat dan serempak. Benih yang telah direndam kemudian
disemaikan pada nampan plastik menggunakan campuran media tanah halus dan kompos halus dengan perbandingan 1:1. Persemaian dilakukan selama 2 minggu dengan dilakukan penyiraman menggunakan larutan nutrisi dengan EC 1 Ms/cm. Setelah 2 minggu dilakukan pemilihan bibit dengan kualitas baik yaitu memiliki daun lebar dan batang yang tegak. Bibit dengan kualitas baik kemudian dibalut menggunakan rockwool lalu dilakukan penanaman pada sistem THST.
(45)
24
3. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah bibit dibalut menggunakan spon. Bibit tersebut kemudian dimasukan ke dalam lubang tanam pada styrofoamdengan posisi tegak. Bibit diletakan harus dengan posisi tegak tidak boleh miring. Perlu dilakukan penyulaman jika bibit yang ditanam tidak tumbuh dengan optimal, sehingga bisa diganti dengan bibit yang lain.
4. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan agar bibit yang telah ditanam pada sistem dapat tumbuh dengan optimal. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi menjaga nilai EC (Electrical Conductivity), suhu, pH, dan menjaga tanaman dari Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT). Nilai EC pada penelitian ini dipertahankan bekisar 2-2,5 mS/cm. Pengendalian terhadap OPT dilakukan secara manual tanpa
menggunakan pestisida agar tanaman tidak terkontaminasi dengan bahan kimia lainnya. Larutan nutrisi diganti setiap minggu. Pemeliharaan tanaman dilakukan selama empat minggu setelah penanaman.
3.4 Pengamatan
Pengamatan meliputi pengamatan kondisi tanaman secara umum, pengukuran intensitas cahaya dilakukan di luar dan di dalam greenhouse pengamatan harian,
(46)
25
3.4.1 Pengamatan Harian
Pengamatan harian meliputi intensitas cahaya, curah hujan, suhu dan kelembaban udara (di dalam dan di luar greenhouse), dan evapotranspirasi tanaman.
Pengamatan harian dilakukan pada siang (13.00-14.00 WIB) dan sore (16.00-17.00 WIB).
3.4.2 Pengamatan Mingguan
Pengamatan mingguan dilakukan tiga kali dalam seminggu untuk pengukuran parameter pertumbuhan tanaman, sedangkan untuk pegukuran EC larutan, DO larutan dan pH larutan dilakukan pada awal dan akhir setiap minggunya.
Pengamatan dilakukan pada lima sampel untuk masing-masing perlakuan (panel). Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi :
1. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari perbatasan antara akar dan batang sampai daun tertinggi. Alat yang digunakan yaitu penggaris.
2. Jumlah daun
Perhitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang telah membuka sempurna. 3. Indeks Luas Daun (ILD)
Indeks luas daun diukur dengan mengukur panjang dan lebar daun menggunakan penggaris. Indeks luas daun merupakan hasil kali dari panjang dan lebar daun dengan satuan cm2.
(47)
26
3.4.3 Pengamatan Saat Panen
Pengamatan saat penen meliputi :
1. Berat total (brangkasan) per panel
Tanaman ditimbang seluruhnya beserta akar pada setiap panel. 2. Berat berangkasan atas (tajuk) tanaman
Tanaman dipotong bagian akar, kemudian ditimbang berat tajuk tanaman. 3. Berat akar per panel
Berat total tanaman dikurangi dengan berat akar tanaman setiap panel. 4. Panjang akar per tanaman
Pengukuran panjang akar per tanaman dilakukan pada lima sampel pada setiap perlakuan (panel). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris.
5. Diameter batang
Diameter batang bagian atas diukur dengan menggunakan jangka sorong. 6. Biaya pupuk dan listrik
Pemakaian pupuk dan listrik pada penelitian ini akan dihitung untuk mengetahui biaya produksi yang harus dikeluarkan.
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis ragam berdasarkan uji F 5%. Analisis perbandingan rerata perlakuan menggunakan uji BNT 5%. Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
(48)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu :
1. Terdapat interaksi antara greenhouse dan aerasi pada pertumbuhan dan
hasil tanaman baby kailan.
2. Penggunaan aerasi di dalam greenhouse meningkatkan pertumbuhan
vegetatif tanaman pada tinggi tanaman dan jumlah daun.
3. Penggunaan aerasi di luar greenhouse meningkatkan produksi tanaman
pada diameter batang, berat total, berat brangkasan atas (tajuk) dan berat rangkasan bawah (akar).
4. Biaya produksi pada styrofoam modifikasi rendah dengan hasil panen
yang cukup tinggi menunjukkan bahwa modifikasi styrofoam
menggantung dapat diterapkan pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) untuk mengatasi masalah deoksigenasi perakaran.
5.2 Saran
1. Penggunaan greenhouse tidak meningkatkan hasil panen, namun jika
dilihat dari penampilan fisik tanaman lebih menarik sehingga lebih memadai jika dipasarkan di supermarket, hotel dan restaurant
(49)
64
2. Penerapan aerasi dengan memodifikasi styrofoam menggantung (tidak
menyentuh larutan nutrisi) dapat diterapkan dalam sistem hidroponik THST (Teknologi Hidroponik Sistem Terapung), karena hasil yang diperoleh tidak berbeda dengan hasil dari penggunaan aerator dan tidak memerlukan energi listrik.
(50)
DAFTAR PUSTAKA
Hadiutomo, K. 2012. Mekanisasi Pertanian. IPB Press. Bogor. 457 Hal.
Juhaeti, T. 2009. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Pulai (Aistonia scholaris (L) R. Br). Berita Biologi 9 (6) : 767-771.
Koernawati, Y. 2003. Desain Panel Dan Jenis Media Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung Tanaman Selada (Lactuca sativa var grand rapids).
Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor
Kratky, B.A. 2009. Three non-circulating hydroponic methods for growing
lettuce. Proceedings of the International Symposium on Soilless Culture and Hydroponics. Acta. Hort. 843:65-72.
Lingga, P. 2005. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya.
Jakarta. 80 Hal.
Marnis, Y. 2005. Pengaruh Stimulan Aerator Dalam Larutan Hara Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L) pada
Sistem Hidroponik. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Pertanian. Unila. Lampung
Paishal, R. 2005. Pengaruh Greenhouse dan Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman Seledri (Apium graveolens L) dengan
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor
Pracaya. 2005. Kol alias Kubis. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 Hal.
Prihmantoro, H dan Y.H. Indriani. 1999. Hidroponik Sayuran Semusim Untuk Bisnis dan Hobi. Penebar Swadaya. Jakarta. 122 Hal.
Purbarani, D.A. 2011. Kajian Frekuensi dan Tinggi Penggenangan Larutan Nutrisi pada Budidaya Baby Kailan (Brassica oleraceae var
alboglabra) dengan Hidroponik EBB and Flow. Fakultas Pertanian.
(51)
Resh, H.M. 2004. Hydroponic Food Production. Newconcept Press Inc. New
Jarsey. 635 pages.
Rosliani, R dan N. Sumarni. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Teknik Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27 Hal.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Air.
Oseana, 30 (3) : 21-26.
Samadi, B. 2013. Budidaya Intensif Kailan Secara Organik dan Anorganik. Pustaka Mina. Jakarta. 107 Hal.
Saparamadu, M.D.J.S., W.A.P Weerakkody, R.D Wijesekera, and H.D
Gunawardhana. 2011. Development Of A Low Cost Hydroponics System And A Formulaton For The Tropics. Journal Of Applied Horticulture, 13 : January-June.
Sapei, A dan A.T.K Soon. 2008. Faktor Penyesuai Untuk Kebutuhan Air Tanaman Toman Yang Ditanam Secara Hidroponik Di dalam
greenhouse. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian – Yogyakarta, 18-19 November. 1-11.
Sesmininggar, A. 2006. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara Tanaman Pak Choi (Brassica rapa L.cv group pak choi) pada Teknologi Hidroponik
Sistem Terapung. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Soffer, H and D.W Burger. 1988. Effect Of Dissolved Oxygen Concentration In Aero-Hidroponics On The Formation And Growth Of Adventitous Roots. J. AMER. Soc. HORT. SCI. 113 (2) : 218-221.
Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Hidroponik untuk Budidaya Tanaman. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian -IPB.Bogor. 28-40 Hal.
Sukawati, I. 2010. Pengaruh Kepekatan Larutan Nutrisi Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Baby Kailan (Brassica oleraceae var
alboglabra) pada Berbagai Komposisi Media Tanam dengan Sistem Hidroponik Substrat. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Sulistyaningsih, E., B. Kurniasih, dan E. Kurniasih. 2005. Pertumbuhan dan Hasil Caisim pada Berbagai Warna Sangkup Plastik. Ilmu Pertanian 12 (1): 65-76.
(52)
Suryawati, S., A. Djunaedi, dan A. Triendari. 2007. Respon tanaman sambiloto (Andrographis pariculata, NESS) Akibat Naungan dan Selang
Pemberian Air. EMBRYO 4( 2) : 146 : 155.
Susila, A.D. 2013. Sistem Hidroponik. Departemen Agronomi dan Hortikultura.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Susila, A.D dan Y. Koerniawati. 2004. Pengaruh Volume dan Jenis Media Tanam pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca Sativa) Pada
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Bul. Agron. 32 (3) : 16-21.
Sutiyoso, Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik. Penebar Swadaya. Jakarta. 122
Hal.
Untung, O. 2004. Hidroponik Sayuran Sistem NFT. Penebar Swadaya. Jakarta.
96 Hal.
Wachjar, A dan R. Anggayuhlin. 2013. Peningkatan Produktivitas dan Effisiensi Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L). Bul. Agrohorti 1 (1) : 127-134.
Widiastoety, D. dan F. A. Bahar. 1995. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Anggrek Dendrobium. J. Hort. 5 (4) : 72-75.
Wirosoedarmo, R., J.B Rahardi, dan D. Ermayanti. 2001. Pengaruh Pemberian Air dan Ketebalan Spon Terendam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica Juncea) dengan Metode Aqua Culture. Jurnal Teknologi Pertanian, 2 (2) : 52-57.
Yoshida, S., M. Kitano, and H. Eguchi. 1997. Growth of lettuce plants (Lactuca Sativa L) under control of dissolved O2 concentration in hydroponic. Biotronic 26, 39-45.
(1)
26
3.4.3 Pengamatan Saat Panen
Pengamatan saat penen meliputi :
1. Berat total (brangkasan) per panel
Tanaman ditimbang seluruhnya beserta akar pada setiap panel. 2. Berat berangkasan atas (tajuk) tanaman
Tanaman dipotong bagian akar, kemudian ditimbang berat tajuk tanaman. 3. Berat akar per panel
Berat total tanaman dikurangi dengan berat akar tanaman setiap panel. 4. Panjang akar per tanaman
Pengukuran panjang akar per tanaman dilakukan pada lima sampel pada setiap perlakuan (panel). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris.
5. Diameter batang
Diameter batang bagian atas diukur dengan menggunakan jangka sorong. 6. Biaya pupuk dan listrik
Pemakaian pupuk dan listrik pada penelitian ini akan dihitung untuk mengetahui biaya produksi yang harus dikeluarkan.
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis ragam berdasarkan uji F 5%. Analisis perbandingan rerata perlakuan menggunakan uji BNT 5%. Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
(2)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu :
1. Terdapat interaksi antara greenhouse dan aerasi pada pertumbuhan dan hasil tanaman baby kailan.
2. Penggunaan aerasi di dalam greenhouse meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman pada tinggi tanaman dan jumlah daun.
3. Penggunaan aerasi di luar greenhouse meningkatkan produksi tanaman pada diameter batang, berat total, berat brangkasan atas (tajuk) dan berat rangkasan bawah (akar).
4. Biaya produksi pada styrofoam modifikasi rendah dengan hasil panen yang cukup tinggi menunjukkan bahwa modifikasi styrofoam
menggantung dapat diterapkan pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) untuk mengatasi masalah deoksigenasi perakaran.
5.2 Saran
1. Penggunaan greenhouse tidak meningkatkan hasil panen, namun jika dilihat dari penampilan fisik tanaman lebih menarik sehingga lebih memadai jika dipasarkan di supermarket, hotel dan restaurant dibandingkan tanaman yang tidak diberi greenhouse.
(3)
64
2. Penerapan aerasi dengan memodifikasi styrofoam menggantung (tidak menyentuh larutan nutrisi) dapat diterapkan dalam sistem hidroponik THST (Teknologi Hidroponik Sistem Terapung), karena hasil yang diperoleh tidak berbeda dengan hasil dari penggunaan aerator dan tidak memerlukan energi listrik.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Hadiutomo, K. 2012. Mekanisasi Pertanian. IPB Press. Bogor. 457 Hal. Juhaeti, T. 2009. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Pulai
(Aistonia scholaris (L) R. Br). Berita Biologi 9 (6) : 767-771.
Koernawati, Y. 2003. Desain Panel Dan Jenis Media Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung Tanaman Selada (Lactuca sativa var grand rapids). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor
Kratky, B.A. 2009. Three non-circulating hydroponic methods for growing lettuce. Proceedings of the International Symposium on Soilless Culture and Hydroponics. Acta. Hort. 843:65-72.
Lingga, P. 2005. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 Hal.
Marnis, Y. 2005. Pengaruh Stimulan Aerator Dalam Larutan Hara Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L) pada Sistem Hidroponik. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Pertanian. Unila. Lampung
Paishal, R. 2005. Pengaruh Greenhouse dan Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Seledri (Apium graveolens L) dengan
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor
Pracaya. 2005. Kol alias Kubis. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 Hal.
Prihmantoro, H dan Y.H. Indriani. 1999. Hidroponik Sayuran Semusim Untuk Bisnis dan Hobi. Penebar Swadaya. Jakarta. 122 Hal.
Purbarani, D.A. 2011. Kajian Frekuensi dan Tinggi Penggenangan Larutan Nutrisi pada Budidaya Baby Kailan (Brassica oleraceae var
alboglabra) dengan Hidroponik EBB and Flow. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
(5)
Resh, H.M. 2004. Hydroponic Food Production. Newconcept Press Inc. New Jarsey. 635 pages.
Rosliani, R dan N. Sumarni. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Teknik Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27 Hal.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Air. Oseana, 30 (3) : 21-26.
Samadi, B. 2013. Budidaya Intensif Kailan Secara Organik dan Anorganik. Pustaka Mina. Jakarta. 107 Hal.
Saparamadu, M.D.J.S., W.A.P Weerakkody, R.D Wijesekera, and H.D
Gunawardhana. 2011. Development Of A Low Cost Hydroponics System And A Formulaton For The Tropics. Journal Of Applied Horticulture, 13 : January-June.
Sapei, A dan A.T.K Soon. 2008. Faktor Penyesuai Untuk Kebutuhan Air Tanaman Toman Yang Ditanam Secara Hidroponik Di dalam greenhouse. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian – Yogyakarta, 18-19 November. 1-11.
Sesmininggar, A. 2006. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara Tanaman Pak Choi (Brassica rapa L.cv group pak choi) pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Soffer, H and D.W Burger. 1988. Effect Of Dissolved Oxygen Concentration In Aero-Hidroponics On The Formation And Growth Of Adventitous Roots. J. AMER. Soc. HORT. SCI. 113 (2) : 218-221.
Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Hidroponik untuk Budidaya Tanaman. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian -IPB.Bogor. 28-40 Hal.
Sukawati, I. 2010. Pengaruh Kepekatan Larutan Nutrisi Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Baby Kailan (Brassica oleraceae var alboglabra) pada Berbagai Komposisi Media Tanam dengan Sistem Hidroponik Substrat. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Sulistyaningsih, E., B. Kurniasih, dan E. Kurniasih. 2005. Pertumbuhan dan Hasil Caisim pada Berbagai Warna Sangkup Plastik. Ilmu Pertanian 12 (1): 65-76.
(6)
Suryawati, S., A. Djunaedi, dan A. Triendari. 2007. Respon tanaman sambiloto (Andrographis pariculata, NESS) Akibat Naungan dan Selang Pemberian Air. EMBRYO 4( 2) : 146 : 155.
Susila, A.D. 2013. Sistem Hidroponik. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Susila, A.D dan Y. Koerniawati. 2004. Pengaruh Volume dan Jenis Media Tanam pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca Sativa) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Bul. Agron. 32 (3) : 16-21. Sutiyoso, Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik. Penebar Swadaya. Jakarta. 122
Hal.
Untung, O. 2004. Hidroponik Sayuran Sistem NFT. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 Hal.
Wachjar, A dan R. Anggayuhlin. 2013. Peningkatan Produktivitas dan Effisiensi Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L). Bul. Agrohorti 1 (1) : 127-134.
Widiastoety, D. dan F. A. Bahar. 1995. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Anggrek Dendrobium. J. Hort. 5 (4) : 72-75.
Wirosoedarmo, R., J.B Rahardi, dan D. Ermayanti. 2001. Pengaruh Pemberian Air dan Ketebalan Spon Terendam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica Juncea) dengan Metode Aqua Culture. Jurnal Teknologi Pertanian, 2 (2) : 52-57.
Yoshida, S., M. Kitano, and H. Eguchi. 1997. Growth of lettuce plants (Lactuca Sativa L) under control of dissolved O2 concentration in hydroponic. Biotronic 26, 39-45.