PENGARUH JARAK LAMPU NEON TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KAILAN (Brassica oleraceae) DENGAN SISTEM HIDROPONIK SUMBU (Wick System) DI DALAM RUANGAN (Indoor)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH JARAK LAMPU NEON TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KAILAN (Brassica oleraceae) DENGAN SISTEM HIDROPONIK SUMBU (Wick System) DI DALAM RUANGAN (Indoor)

Oleh Eka Susilowati

Lampu neon adalah lampu yang dapat digunakan dalam sistem hidroponik di dalam ruang (indoor). Jarak dari lampu untuk tanaman perlu ditentukan dengan hati-hati. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jarak lampu neon pada pertumbuhan tanaman kailan (Brassica oleraceae) dengan hidroponik sistem sumbu di dalam ruang (indoor). Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Ada lima perlakuan meliputi satu perlakuan menggunakan pencahayaan sinar matahari (N0), dan empat cahaya buatan masing-masing menggunakan 5x36 watt lampu neon. Perlakuan menggunakan empat cahaya buatan di dalam ruangan menggunakan jarak cahaya yang berbeda dari lampu ke permukaan media tanam. 4 perlakuan adalah 20 cm (N1), 40 cm (N2), 60 cm (N3), dan 80 cm (N4). Setiap perlakuan terdiri dari 4 tanaman dengan total 20 sampel tanaman. Perlakuan tanaman di dalam ruang ditempatkan di wadah atau ruang pertumbuhan dengan dimensi 60 cm x 60 cm x 110 cm. Sedangkan perlakuan tanaman di luar ruang di tempatkan dalam greenhouse. Data produksi tanaman dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, dilanjutkan uji BNT dengan α = 0,05. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan N1 dengan jarak lampu 20 cm ke permukaan media tanam lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan penyinaran buatan lainnya berdasarkan semua parameter yang diamati meliputi jumlah daun, tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun, bobot brangkasan total, bobot brangkasan atas, dan bobot brangkasan bawah. Namun, masih kurang optimal jika dibandingkan dengan perlakuan pencahayaan sinar matahari (N0).


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF FLUORESCENT LAMP DISTANCE ON PLANT GROWTH KAILAN (Brassica oleraceae) WITH WICK SYSTEM

HYDROPONIC (Wick System) IN THE ROOM (Indoor)

By Eka Susilowati

Fluorescent light is a lamp that can be used in hydroponics systems in the room (indoor). Distance of the lights to the plant needs to be determined carefully. The objectives of this study was to determine the effect of fluorescent lamp distance on plant growth of kailan (Brassica oleraceae) with wick system hydroponics in the room (indoor). Research used a randomized complete block (RCB). There were five treatments such as one treatment used sun exposure (N0), and four artificial lights each using a 5x36 watt fluorescent bulb. The treatments using four artificial lights in the room used different distance of light, from the bulb to the surface of planting media. The 4 treatments were 20 cm (N1), 40 cm (N2), 60 cm (N3), and 80 cm (N4). Each treatment consisted of 4 plants totaling 20 plant samples. Plants treated in the room were placed in compartments or growth chambers with the dimension of 60 cm x 60 cm x 110 cm. While plants treated out the room were placed in a greenhouse. Data of plants production was analyzed using analysis of variance, followed LSD comparision with α = 0,05. The result showed that distance treatment of 20 cm from the bulb to the surface of planting media (N1) was the best among the other artificial lighting treatment based on all parameters observed such as number of leaves, plant height, leaf area, leaf area index, biomass weight with upper part and lower part. However, it was still less optimal as compared to the treatmen of sun exposure (N0).

Keywords: fluorescent lamps, kailan, indoor hydroponics, wick system hydroponics.


(3)

PENGARUH JARAK LAMPU NEON TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KAILAN (Brassica oleraceae) DENGAN SISTEM HIDROPONIK SUMBU (Wick System) DI DALAM RUANGAN (indoor)

Oleh Eka Susilowati

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sendang Agung kabupaten Lampung Tengah pada 08 Oktober 1993 dari pasangan Bapak Wagiman dan Ibu Siti Munawaroh. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan pertama di Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Sendang Rejo Kecamatan Sendang Agung pada tahun 1999-2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) SMP Negeri 1

Sendang Agung pada tahun 2005-2008, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 2 Pringsewu pada tahun 2008-2011.

Tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa S1 Teknik Pertanian di

Universitas Lampung melalui jalur tes Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis terdaftar aktif di unit kegiatan mahasiswa Universitas Lampung sebagai : Anggota Departemen Pengembangan Masyarakat (PengMas) Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) Fakultas Pertanian periode 2012/2013 dan 2013/2014.

Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT Perkebunan Nusantara VII (persero) Unit Kedaton Desa Way Galih dengan judul “Proses Pengolahan Limbah Karet RSS (Ribbed Smoked Sheets) di PT Perkebunan


(8)

Nusantara VII (persero) Unit Kedaton Desa Way Galih” selama 30 hari kerja. Penulis juga melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik periode I tahun 2014/2015 di Desa Karya Cipta Abadi Kecamatan Rawajitu Selatan

Kabupaten Tulang Bawang selama 40 hari kerja terhitung dari tanggal 20 januari sampai dengan 28 Februari 2015.


(9)

Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha tinggi, Yang menciptakan lalu menyempurnakan (penciptaan-Nya), Yang menentukan kadar (masing-masing)

dan memberi petunjuk (QS Al A’la: 1 – 3). Skripsi ini dipersembahkan untuk:

Kedua 0rang Tuaku Tercinta

Wagiman dan Siti Munawaroh yang telah mencurahkan segala cinta dan kasihsayang, yang senantiasa menguntai doa, yang telah menjadi guru terbaik

dalam meniti jalan tuhan. Semoga mampu menjadi penguat dan terbalaskan oleh Allah di jannah-Nya kelak.

Adik adikku Tercinta

Umi Mahmudah dan Laela Nur Vazriyah yang memberikan doa, dukungan, semangat, serta nasihat.

Almamater Tercinta


(10)

MOTO

“Dan berencanalah kalian, Alloh membuat rencana Dan

Alloh sebaik-baik perencana”

(Ali Imran: 54)

“Maka Sesungguhnya bersamaan kesulitan itu ada

kemudahan; sesungguhnya bersamaan kesulitan itu

ada kemudahan”

(QS Al Insyirah: 5 – 6)

“ Barang siapa bersunggug-sungguh, sesungguhnya

kesungguhannya itu adalah untuk dirinya sendiri” (Q.S Al Ankabut, 6)

“Bersemangatlah pada apasaja yang bermanfaat

bagimu, meminta tolonglah pada Allah dan jangan

merasa tidak mampu”


(11)

SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis memberi judul skripsi ini ” Pengaruh Jarak Lampu Neon Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kailan (Brassica oleraceae) Dengan Sistem Hidroponik Sumbu (Wick System) Di Dalam Ruangan (indoor)”. Shalawat teriring salam semoga tetap tercurah kepada kekasih sejati yaitu Muhammad saw, semoga keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya mendapatkan syafaatnya kelak di hari pembalasan. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, bimbingan,dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku pembimbing I yang telah banyak membantu, membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam penulisan skripsi ini.

2. Ibu Cicih Sugianti, S.TP.,M.Si., selaku pembimbing II sekaligus pembimbing akademik yang telah banyak membantu, membimbing dengan cermat, penuh kesabaran, mengarahkan, dan memberi nasihat kepada penulis.


(12)

3. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku pembahas sekaligus ketua jurusan Teknik Pertanian yang telah memberikan arahan, saran, masukan sebagai perbaikan

selama penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang telah membantu dalam administrasi skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Teknik Pertanian yang telah memberikan penulis

dengan berbagai ilmu yang bermanfaat.

6. Ayah dan Ibu tercinta, (Wagiman dan Siti Munawaroh), yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi dalam bentuk moral maupun material dan untaian doa yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis.

7. Teman-teman keluarga TEP’11 yang telah menjadi teman seperjuangan dan pemberi motivasi selama ini.

8. Keluarga besar Teknik Pertanian dan seluruh civitas akademi.

Semoga Allah swt. selalu memberikan balasan yang lebih besar untuk Bapak, Ibu dan teman-teman semua. Hanya ucapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan. Kritik dan saran selalu terbuka untuk menjadi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kemajuan pertanian, khususnya Teknik Pertanian.

Bandar Lampung, 14 Desember 2015 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 4

1.3 Manfaat Penelitian 4

1.4 Hipotesis 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kailan 5

2.2 Teknik Hidroponik 7

2.2.1 Keunggulan dan Kelemahan Sistem hidroponik 8 2.2.2 Hidroponik Sistem Sumbu (Wick System) 9 2.2.3 Larutan Nutrisi... 11

2.2.4 pH Larutan Nutrisi 13

2.2.5 Electrical Conductivity (EC) Larutan Nutrisi 14

2.3 Cahaya 15

2.3.1 Cahaya Matahari 15

2.3.2 Cahaya Buatan 16

a. Lampu LED 17

b. Lampu Neon 19

III. METODOLOGI PENELITIN


(14)

3.2 Alat dan Bahan 23

3.3 Metode Penelitian 24

3.4 Pelaksanaan Penelitian 26

3.4.1 Pembuatan Ruang Penanaman 26

3.4.2 Pembuatan Sistem Hidroponik Sumbu 27

3.4.3 Penyemaian 27

3.4.4 Kegiatan Penelitian 28

3.5 Pengamatan 29

3.5.1 Pengamatan Harian 29

3.5.2 Pengamatan Mingguan 31

3.5.3 Pengamatan Saat Panen 32

3.6 Analisis Data 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Lingkungan 34

4.2 Pengamatan Larutan Nutrisi 41

4.3 Pertumbuhan Tanaman 47

4.3.1 Tinggi Tanaman 47

4.3.2 Jumlah Daun 49

4.3.3 Luas Daun dan Indeks Luas Daun 50

4.4 Produksi Tanaman (Hasil Panen) 53

4.4.1 Bobot Brangkasan Total 53

4.4.2 Bobot Brangkasan Atas (tajuk) Tanaman 55 4.4.3 Bobot Brangkasan Bawah (akar) Tanaman 56 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 58

5.2 Saran 58

DAFTAR PUSTAKA 59


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman Teks

1. Kandungan Gizi tiap 100 gram Kailan dari bagian yang dapat dimakan ... 6

2. Perbandingan sistem hidroponik dengan penanaman tanah... 8

3. Garam pupuk yang dibutuhkan untuk tanaman hidroponik 13 4. Hasil uji lanjut BNT perlakuan terhadap bobot brangkasan total tanaman

kailan 54

5. Hasil uji lanjut BNT perlakuan terhadap bobot brangkasan atas (tajuk)

tanaman kailan 55

6. Hasil uji lanjut BNT perlakuan terhadap bobot brangkasan bawah (akar)

tanaman kailan 56

Lampiran

7. Pengamatan intensitas cahaya harian dalam greenhouse 64 8. Pengamatan intensitas cahaya harian dalam ruang penanaman 65

9. Pengamatan suhu harian (ºC) 66

10. Pengamatan kelembaban (Rh) harian 67

11. Data nilai Electrical Conductivity (EC) larutan (µS/cm) 68

12. Data nilai pH larutan 69

13. Evapotranspirasi harian 70


(16)

15. Data tinggi tanaman (cm) 72

16. Data jumlah daun (helai) 73

17. Berat replika daun (gram) 74

18. Berat kanopi daun (gram) 75

19. Luas daun metode gravimetri (cm2) 76

20. Data luas kanopi daun (cm2) 77

21. Data indeks luas daun 79

22. Data Luas daun menggunakan metode panjang lebar (cm2) 80 23. Data bobot brangkasan total tanaman (gram) 81 24. Data bobot brangkasan atas tanaman (gram) 82 25. Data bobot brangkasan bawah tanaman (gram) 82 26. Hasil analisis sidik ragam pengaruh jarak lampu terhadap bobot tanaman


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Teks

1. Hidroponik sistem sumbu 10

2. Spektrum lampu neon 19

3. Grafik intensitas terhadap panjang gelombang ... 20

4. Lampu neon TL (Tube Luminescent) 21

5. Gambar penelitian masing-masing perlakuan 24

6. Dimensi ruang penanaman 25

7. Diagram alir penelitian 26

8. Intensitas cahaya matahari harian di dalam greenhouse 34

9. Intensitas cahaya pada pucuk tanaman 36

10. Suhu harian di dalam greenhouse (ºC) 38 11. Suhu harian di dalam ruang penanaman (ºC) 38 12. Kelembaban harian di dalam greenhouse (%) 39 13. Kelembaban harian di ruang penanaman (%) 40 14. Nilai electrical conductivity (EC) setiap perlakuan 41

15. Nilai pH larutan nutrisi 43


(18)

17. Evapotranspirasi kumulatif 46

18. Hasil pengamatan tinggi tanaman 47

19. Tanaman pada perlakuan N3 dan N4 mengalami etiolasi 48 20. Tanaman kailan pada perlakuan N0 tumbuh normal 49

21. Jumlah daun tanaman kailan (helai) 49

22. Luas daun dengan metode gravimetri 51

23. Indeks luas daun pada tiap perlakuan 52

24. Akar kailan yang menyatu dengan media tanam dan sumbu 57 Lampiran

25. Hubungan luas daun metode gravimetri dengan metode perkalian

panjang lebar 81

26. Semaian kailan 83

27. Sistem sumbu (Wick System) 83

28. N4 84

29. N3 84

30. N2 84

31. N1 84

32. N0 85

33. Penimbangan brangkasan 85

34. Penggambaran replika daun 86

35. Penimbangan replika daun 86

36. Perlakuan N1 pada 1 MST 87

37. Perlakuan N1 pada 2 MST 87


(19)

39. Perlakuan N2 pada 1 MST 88

40. Perlakuan N2 pada 2 MST 88

41. Perlakuan N2 pada 3 MST 88

42. Perlakuan N3 pada 1 MST 89

43. Perlakuan N3 pada 2 MST 89

44. Perlakuan N3 pada 3 MST 89

45. Perlakuan N4 pada 1 MST 90

46. Perlakuan N4 pada 2 MST 90

47. Perlakuan N4 pada 3 MST 90

48. Perlakuan N0 pada 1 MST 91

49. Perlakuan N0 pada 2 MST 91

50. Perlakuan N0 pada 3 MST 91

51. Perbandingan masing masing perlakuan pada 1 MST 92 52. Perbandingan masing masing perlakuan pada 2 MST 92 53. Perbandingan masing masing perlakuan pada 3 MST 92 54. (a) hasil panen perlakuan N1 (b) hasil panen perlakuan N2 (c) hasil panen


(20)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan dalam pembangunan perekonomian nasional. Oleh karena itu Indonesia perlu meningkatkan kualitas produksi di bidang pertanian agar menghasilkan produk yang bersih, aman, dan memiliki gizi yang tinggi, sehingga hasil pertanian Indonesia dapat bersaing di pasar dalam negeri maupun di luar negeri.

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan produktivitas tanaman secara hidroponik. Hidroponik merupakan cara bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah, melainkan dapat menggunakan air atau bahan porous lainnya seperti kerikil, pecahan genteng, arang sekam, pasir, dan batu bata (Lingga, 2005). Sistem sumbu merupakan salah satu sistem hidroponik. Sistem sumbu memanfaatkan prinsip kapilaritas larutan nutrisi yang diserap langsung oleh tanaman melalui sumbu (Lee et al., 2010). Salah satu bahan yang memiliki daya serap air terbaik dan dapat digunakan sebagai sumbu pada sistem sumbu adalah bahan kain (Wesonga et.al., 2014).


(21)

2

Kendala yang sering dialami oleh petani konvensional di Indonesia adalah kondisi lingkungan yang kurang mendukung seperti curah hujan yang tinggi (Rosliani dan Sumarni, 2005). Sehingga tanaman tidak dapat melakukan proses fotosintesis secara sempurna karena kekurangan cahaya matahari. Menurut Lingga (1999), peran sinar matahari pada sistem hidroponik dapat diganti dengan pemberian sinar khusus dari lampu sehingga meskipun tanaman dalam ruangan tertutup, proses fotosintesis masih dapat berlangsung.

Lampu neon atau lampu fluorescent adalah salah satu lampu yang dapat digunakan dalam sistem hidroponik di dalam ruangan (indoor). Di antara berbagai jenis lampu, lampu neon termasuk kategori lampu yang banyak dipakai di perumahan. Lampu neon dapat berusia 10 ribu jam yaitu sepuluh kali dari usia lampu pijar (Saputro, dkk., 2013). Lampu neon lebih sejuk jika dibandingkan dengan lampu pijar dan dapat menyinarkan semua jenis gelombang sinar yang diperlukan oleh tanaman (Soeseno, 1987).

Berdasarkan penelitian Kobayashi et.al., (2013), penggunaan lampu neon pada sistem hidroponik di dalam ruangan menghasilkan bobot kering akar selada dan berat total kering tanaman yang lebih besar dibandingkan lampu LED merah dan biru. Menurut hasil penelitian Lin et.al., (2013), penggunaan lampu neon dalam sistem hidroponik indoor menghasilkan luas daun dan indeks luas daun selada paling tinggi

dibandingkan dengan pencahayaan menggunakan kombinasi LED merah, biru dan kombinasi LED merah, biru, putih. Shimizu et.al. (2011) mendapatkan bahwa berat segar selada meningkat dengan pencahayaan menggunakan lampu neon.


(22)

3

Acero (2013) juga melaporkan penelitiannya bahwa warna putih lampu neon dapat memberikan hasil yang lebih tinggi pada pertumbuhan tanaman pakcoy dibandingkan dengan lampu neon yang berwarna hijau, biru, kuning, dan merah.

Tanaman yang cocok untuk dibudidayakan secara hidroponik yaitu sayuran seperti kailan. Kailan (Brassica oleraceae) merupakan sayuran yang masih satu spesies dengan kol atau kubis (Pracaya, 2005). Kailan tergolong sayuran berdaun tebal, berwarna hijau dengan batang tebal (Hendra dan Andoko, 2014). Kailan memiliki nilai ekonomi tinggi karena pemasarannya untuk kalangan menengah keatas, terutama banyak tersaji di restoran dan hotel (Samadi, 2013).

Kailan berpotensi untuk dibudidayakan di dalam ruang dengan bantuan penyinaran buatan yaitu dengan lampu, namun jarak lampu ke tanaman perlu diteliti terlebih dahulu. Lindawati (2015) menyatakan bahwa lampu LED 36 watt dan neon 42 watt yang ditempatkan dengan jarak 50 cm dari tanaman pakcoy mengakibatkan ujung-ujung daun tanaman pakcoy mengalami tip burn seperti terbakar. Jarak lampu yang paling efektif untuk pertumbuhan tanaman dalam sistem hidroponik di dalam ruangan belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji pengaruh jarak lampu neon terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kailan yang dibudidayakan dengan sistem hidroponik sumbu (Wick System) di dalam ruangan (indoor).


(23)

4

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jarak lampu neon terhadap pertumbuhan tanaman kailan(Brassica oleraceae) dengan sistem hidroponik sumbu (Wick System) di dalam ruangan (indoor).

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh jarak lampu neon terhadap pertumbuhan tanaman kailan (Brassica oleraceae) dengan sistem hidroponik sumbu (Wick System) di dalam ruangan (indoor).

1.4 Hipotesis

Pemberian lampu neon dengan jarak tertentu diduga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kailan (Brassica oleraceae) dengan sistem hidroponik sumbu (Wick System) di dalam ruangan (indoor).


(24)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kailan

Kailan adalah sayuran berdaun tebal, mengkilap, berwarna hijau, dengan batang tebal. Kepala bunga berukuran kecil mirip dengan bunga pada brokoli. Kailan sering digunakan dalam masakan cina (Hendra dan Andoko, 2014). Kailan atau kale termasuk dalam spesies yang sama dengan kol. Bedanya kailan tidak dapat membentuk krop seperti pada kol (Pracaya, 2005). Kailan biasanya dipanen pada umur 50-70 hari setelah tanam, tetapi belakangan ini muncul tren baby kailan atau kailan muda dan umumnya dipanen 30 hari sesudah biji di tanam (Hendra dan Andoko, 2014). Kailan cocok ditaman pada dataran medium hingga dataran tinggi untuk daerah pegunungan dengan ketingggian 300-1.900 m diatas permukaan laut (dpl). Ciri-ciri fisik tanaman kailan yang siap dipanen adalah tanaman belum berbunga, batang dan daun belum terlihat menua, ukuran tanaman telah mencapai maksimal, dan batang masih dalam keadaan lunak (Samadi, 2013).

Kailan merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai banyak manfaat. Kailan merupakan sumber utama mineral dan vitamin yang berguna untuk memelihara


(25)

6

kesehatan tulang dan gigi, pembentukan sel darah merah (hemoglobin), dan

memelihara kesehatan mata. Kailan juga mengandung karotenoid sebagai senyawa anti kanker (Samadi, 2013). Kandungan gizi dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi tiap 100 gram kailan dari bagian yang dapat dimakan

No Unsur Gizi Jumlah kandungan gizi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Energi (Kalori) Protein Lemak Karbohidrat Serat Kalsium (Ca) Fospor (P) Besi (Fe) Vitamin A Vitamib B1 Vitamin B2 Vitamin B3 Vitamin C Air 35,00 kal 3,00 gram 0,40 gram 6,80 gram 1,20 gram 230,00 mg 56,00 mg 2,00 mg 135,00 RE 0,10 mg 0,13 mg 0,40 mg 93,00 mg 78,00 mg


(26)

7

2.2 Teknik Hidroponik

Hidroponik merupakan cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Media hidroponik yang digunakan misalnya air, kerikil, pecahan genteng, pasir kali, gabus putih, atau bahan porous lainnya (Lingga, 1999). Jenis media tanam yang digunakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Karakteristik media tanam yang baik memiliki ciri yaitu membuat unsur hara tetap tersedia, kelembaban terjamin, dan drainase baik. Media yang digunakan harus dapat menyediakan air, zat hara, dan oksigen, serta tidak mengandung zat racun bagi tanaman (Istiqomah, 2006).

Sistem hidroponik pada dasarnya merupakan modifikasi dari sistem pengelolaan budidaya tanaman di lapangan secara lebih intensif dengan tujuan untuk

meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi tanaman serta menjamin kontinyuitas produksi tanaman (Rosliani dan Sumarni, 2005).

Menurut Kurniawan (2013), hidroponik dikelompokkan menjadi enam sistem, yaitu sistem sumbu (wick system), sistem kultur air (water culture), sistem pasang surut

(ebb and flow/flood and drain), sistem irigasi tetes (drip irrigation), sistem NFT (nutrient film technique), serta sistem aeroponik.


(27)

8

2.2.1 Keunggulan dan Kelemahan Sistem Hidroponik

Sistem penanaman hidroponik memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sistem penanaman di tanah. Perbandingan antara penanaman secara hidroponik dengan sistem penanaman di tanah dapat dilihat pada tabel 2

Tabel 2. Perbandingan sistem hidroponik dengan penanaman tanah

No Penanaman secara Hidroponik Penanaman di Tanah 1 2 3 4 5 6 7 8

Bekerja secara bersih Nutrien yang diberikan digunakan secara efisien oleh tanaman

Nutrien yang diberikan sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman karena tidak ada zat lain yang mungkin dapat bereaksi dengan nutrien Tanaman bebas gulma

Tanaman lebih jarang terserang hama dan penyakit

Pertumbuhan tanaman lebih terkontrol

Tanaman sayuran dapat berproduksi dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi Pertanian hidroponik mempunyai ciri:

a. Lahan yang dibutuhkan sempit

b. Kesuburan dapat diatur c. Nilai jualnya tinggi

Bekerja tidak bersih,tidak dalam keadaan steril

Penggunaan nutrien oleh tanaman kurang efisien

Nutrien yang diberikan dapat bereaksi dengan zat yang mungkin terdapat didalam tanah karena tanah tidak steril

Gulma sering tumbuh di tanah Tanaman lebih sering terserang hama dan penyakit

Pertumbuhan tanaman kurang terkontrol

Kuantitas dan kualitas produksi kurang

Pertanian dengan tanah mempunyai ciri:

a. Lahan yang dipakai lebih luas

b. Mengandalkan unsur hara tanah

c. Nilai jualnya tidak begitu tinggi


(28)

9

Bertanam secara hidroponik dapat berkembang dengan cepat karena cara ini mempunyai banyak kelebihan diantaranya adalah :

1. Teknologi sederhana dan tepat guna untuk dikembangkan dalam skala kecil di rumah tangga maupun skala besar.

2. Pemanfaatan lahan sempit melalui pertanian bertingkat sehingga sangat memungkinkan untuk dikembangkan di perumahan yang

tidak memiliki lahan luas.

3. Pemanfaatan sistem resirkulasi air sehingga lebih hemat air dan tidak membutuhkan pergantian air yang rutin untuk penyiraman.

4. Pengawasan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit lebih baik. 5. Pemakaian pupuk yang efisien dikarenakan adanya sistem resirkulasi air

yang telah diberi pupuk.

6. Tidak terlalu bergantung pada faktor alam sehingga fluktuasi faktor alam tidak signifikan terjadi pada tanaman hidroponik.

7. Produk yang dihasilkan memiliki nilai ekonomis dan estetis sebagai hiasan di perkarangan rumah (Kurniawan, 2013).

2.2.2 Hidroponik Sistem Sumbu (Wick System)

Hidroponik sistem sumbu adalah metode hidroponik yang memanfaatkan prinsip kapilaritas air. Prinsip sistem hidroponik ini adalah larutan nutrisi dari bak penampung menuju perakaran tanaman pada posisi diatas dengan perantara sumbu. Sumbu menggunakan bahan yang mudah menyerap air (Hendra dan Andoko, 2014).


(29)

10

Sistem sumbu (Wick System) dikenal sebagai sistem pasif karena tidak ada bagian yang bergerak, kecuali air yang mengalir melalui saluran kapiler dari sumbu yang digunakan. Sistem ini merupakan sistem hidroponik yang paling sederhana. Beberapa kelebihan dari sistem ini yaitu tidak memerlukan investasi yang besar, dapat memanfaatkan barang bekas, dan bahan yang digunakan mudah dicari (Lee et al., 2010). Kelemahan dari sistem hidroponik ini yaitu apabila tanaman yang ditanam membutuhkan air dalam jumlah yang banyak, maka diperlukan daya kapilaritas yang besar untuk mengalirkan air (larutan nutrisi) ke akar tanaman tersebut (Kurniawan, 2013).

Keterangan: a) Stirofoam b) Pot media tanam c) Sumbu

d) Toples tandon nutrisi

Gambar 1. Hidroponik sistem sumbu

a b c


(30)

11

Media substrat yang sering digunakan pada sistem sumbu yaitu arang sekam. Arang sekam adalah sekam bakar yang berwarna hitam, yang dihasilkan dari proses pembakaran tidak sempurna. Arang sekam sudah banyak digunakan sebagai media tanam pada sistem hidroponik. Komposisi arang sekam paling banyak terdiri dari SiO2 52% dan C 31%. Komponen lainnya adalah Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu dalam jumlah yang relatif kecil serta bahan organik. Arang sekam mempunyai karakteristik sangat ringan dan kasar sehingga sirkulasi udara tinggi. Selain itu, arang sekam memiliki banyak pori sehingga kapasitas menahan air tinggi. Warna arang sekam yang hitam dapat menyerap sinar matahari secara efektif, serta dapat mencegah timbulnya penyakit khususnya bakteri dan gulma (Istiqomah, 2006). Penelitian Perwtasari (2012), menyatakan bahwa perlakuan media arang sekam dan nutrisi goodplant terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy dengan sistem hidroponik menunjukkan hasil yang tertinggi dari beberapa parameter yang diamati jika dibandingkan dengan media tanam lainnya seperti sekam mentah dan pasir.

2.2.3 Larutan Nutrisi

Larutan nutrisi mutlak diberikan kepada tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik. Larutan nutrisi terdiri dari berbagai garam pupuk yang dilarutkan dalam air dan digunakan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman (Hendra dan Andoko, 2014). Dalam sistem hidroponik, pengelolaan air dan hara difokuskan terhadap cara pemberian yang optimal sesuai dengan umur tanaman dan kondisi lingkungan sehingga tercapai hasil yang maksimum (Susila, 2006).


(31)

12

Tanaman membutuhkan 16 unsur hara/nutrisi untuk pertumbuhan yang berasal dari udara, air dan pupuk. Unsur-unsur tersebut adalah karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), besi (Fe), magnesium (Mg), boron (B), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), molibdenum (Mo), dan klorin (Cl). Unsur-unsur C, H, dan O biasanya disuplai dari udara dan air dalam jumlah yang cukup. Unsur hara lainnya didapatkan melalui pemupukan atau larutan nutrisi (Rosliani dan Sumarni, 2005).

Larutan hara untuk pemupukan tanaman hidroponik di formulasikan sesuai dengan kebutuhan tanaman menggunakan kombinasi garam-garam pupuk. Jumlah yang diberikan disesuaiakan dengan kebutuhan optimal tanaman. Program pemupukan tanaman melaui hidroponik walaupun kelihatannya sama untuk berbagai jenis tanaman sayuran, akan tetapi terdapat perbedaan kebutuhan setiap tanaman terhadap hara. Pupuk yang dapat digunakan dalam sistem

hidroponik harus mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi (Susila, 2006). Hasil pengujian Siregar (2015) menunjukkan bahwa larutan nutrisi Goodplant

memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan nutrisi yang lainnya. hal tersebut dibuktikan dengan rata-rata hasil tertinggi dari semua parameter tanaman yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, bobot brangkasan total, bobot brangkasan atas, dan bobot brangkasan bawah.


(32)

13

Tabel 3. Garam pupuk yang dibutuhkan untuk tanaman hidroponik

Nama Garam Pupuk Unsur Utama

Natrium (sodium) nitrat (NaNO3) Amonium sulfat (NH4)2SO4 Kalium (potasium) nitrat (KNO3) Kalsium nitrat (Ca(NO3)2) Superfosfat (CaH4(PO4)2-H2O Amonium fosfat (NH4)2HPO4 Kalium sulfat (K2SO4) Muriate/ Kalium klorida

Magnium sulfat (MgSO47H2O)

Garam Epsom

Kudada rock fosfat (CaHPO4)

Bone meal Nicifos Manurin Planttabs

Kalsium sulfat (CaSO4) Besi sulfat (FeSO4)

Magnesium klorida (MgCl2)

Seng sulfat (CuSO4)

Tepung asam borat (H3BO3) Asam molibdat (H2Mo4)

Kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) Triple superfosfat (CaH4(PO4)2H2O)

Mangan klorida (MnCl2)

Nitrogen (N) Nitrogen (N)

Nitrogen (N), kaliun (K) Nitrogen (N), kalsiun (Ca) Fosfat (P), kalsiun (Ca) Nitrogen (N), fosfat (P) Kalium (K), belerang (S) Kalium (K)

Magnesium (Mg), sulfur (S) Magnesium (Mg)

Fosfat (P), kalsium (Ca) Nitrogen (N), fosfat (P) Nitrogen (N), fosfat (P)

Nitrogen (N), fosfat (P), kalium (K) Nitrogen (N), fosfat (P), kalium (K) Kalsium (Ca), sulfur (S)

Besi (Fe)

Magnesium (Mg) Cuprum (Cu) Borium (B)

(Lingga, 2005).

2.2.4 pH Larutan Nutrisi

Kualitas air dapat di tentukan dari apa yang terkandung di dalam sumbernya dan juga tingkat kemasamannya. Air adalah pelarut yang mengandung garam-garam terlarut dalam jumlah tertentu. Salah satu garam terlarut tersebut adalah pupuk. Untuk menyediakan sumber hara yang cukup bagi tanaman pupuk perlu

dilarutkan di dalam air (Susila, 2006). pH larutan yang direkomendasikan untuk tanaman sayuran pada kultur hidroponik adalah antara 5,5 sampai 6,5 (Susila, 2013).Ketersediaan Mn, Cu, Zn, dan Fe berkurang pada pH yang lebih tinggi, dan sedikit ada penurunan untuk ketersediaan P, K , Ca dan Mg pada pH yang lebih


(33)

14

rendah. Penurunan ketersediaan nutrisi berarti penurunan serapan nutrisi oleh tanaman(Rosliani dan Sumarni, 2005).

2.2.5 Electrical Conductivity (EC) Larutan Nutrisi

Hasil analisis air juga dilakukan terhadap Electrical Conductivity atau EC air. EC merupakan kemampuan air sebagai penghantar listrik yang dipengaruhi oleh jumlah ion atau garam yang terlarut di dalam air. Semakin banyak garam yang terlarut maka semakin tinggi daya hantar listrik yang terjadi. Pengukuran EC dapat digunakan untuk mempertahankan target konsentrasi hara di zona perakaran yang merupakan alat untuk menentukan pemberian larutan hara kepada tanaman (Susila, 2006).

Peningkatan konsentrasi total garam terlarut akan meningkatkan nilai EC larutan, akan tetapi tidak merubah rasio unsur hara yang terkandung di dalamnya (Susila, 2013).

Electrical conductivity (EC) untuk sayuran daun berkisar 1,5-2,5 dS/m. EC yang lebih tinggi akan mencegah penyerapan nutrisi karena adanya tekanan osmotik sedangkan EC yang lebih rendah sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan hasil tanaman (Departement of Agriculture, 2013). Setiap jenis dan umur tanaman membutuhkan larutan dengan EC yang berbeda-beda. Kebutuhan EC disesuaikan dengan fase pertumbuhan, yaitu ketika tanaman masih kecil, EC yang dibutuhkan juga kecil. Semakin meningkat umur tanaman semakin besar EC-nya. Kebutuhan EC juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca, seperti suhu, kelembaban, dan


(34)

15

penguapan. Jika cuaca terlalu panas, sebaiknya digunakan EC rendah (Rosliani dan Sumarni, 2005).

2.3 Cahaya

2.3.1 Cahaya Matahari

Cahaya merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan energi sebagai bahan bakar untuk pertumbuhan tanaman (Lingga, 1999). Fotosintesis adalah suatu proses metabolisme dalam tanaman untuk membentuk karbohidrat yang menggunakan karbondioksida (CO2) dari udara dan air dari dalam tanah dengan bantuan sinar matahari dan klorofil. Cahaya

mempengaruhi fotosintesis berdasarkan intensitas cahaya, kualitas cahaya, dan lamanya penyinaran. Unsur cahaya berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif dan generatif (Jumin, 2008). Jenis tanaman berbeda membutuhkan jumlah sinar yang berbeda pula. Ada tanaman yang membutuhkan sinar langsung dan ada juga tanaman yang tidak membutuhkan sinar langsung, serta ada pula tanaman yang membutuhkan sedikit sinar langsung dari matahari. Umumnya tanaman penghasil daun lebih sedikit membutuhkan sinar dibandingkan dengan tanaman bunga dan tanaman pangan (Lingga, 1999).

Cahaya matahari yang paling baik untuk tanaman adalah pada pagi hari. Pada pagi hari, kondisi udara masih dingin dengan stomata terbuka lebar sehingga unsur karbondioksida (CO2) yang diserap untuk proses fotosintesis relatif banyak. Proses fotosintesis pagi hari sangat optimal, khususnya pada pukul 07.00- 10.00.


(35)

16

Sementara itu, pada siang hari stomata akan menutup rapat untuk menghindari dehidrasi karena penguapan. Akibatnya, suplai CO2 sangat terbatas sehingga proses fotosintesis juga terbatas, khususnya pada pukul 10.00 hingga 14.00. Setelah itu, pada sore hari udara mulai dingin dan stomata mulai terbuka kembali. Karena itu, proses fotosintesis menjadi lebih aktif dibandingkan dengan kondisi pada waktu siang hari, contohnya pada pukul 14.00 hingga menjelang malam (Soeleman dan Donor, 2013).

2.3.2 Cahaya Buatan

Cahaya matahari merupakan sinar polikromatik yang terdiri dari berbagai warna mulai dari merah hingga ungu. Faktanya, hanya ada dua spektrum warna yang digunakan pada proses fotosintesis, yaitu warna biru dan warna merah. Warna biru untuk fase pertumbuhan vegetatif dan warna merah untuk fase generatif. Sementara itu, untuk warna lain sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi proses fotosintesis (Soeleman dan Donor, 2013).

Radiasi sinar matahari yang dibutuhkan untuk tanaman dalam fotosintesis memiliki spektrum cahaya berkisar 400- 700 nm (Singh, D et.al., 2014). Kebutuhan sinar oleh tanaman dalam rumah dapat digantikan oleh sinar buatan berupa sinar yang diperoleh dari pantulan lampu (Lingga, 1999). Cahaya buatan atau growing light kini sudah banyak tersedia yang warna utamanya terdiri dari warna biru dan merah. Growing light digunakan untuk membantu proses fotosintesis pada tanaman yang kekurangan cahaya matahari seperti di dalam rumah (Soeleman dan Donor, 2013). Menurut Armynah dkk (2014), Panjang


(36)

17

gelombang spektrum yang dihasilkan dari berbagai jenis lampu bermacam-macam, panjang gelombang pada jenis lampu pijar yaitu dari 381,5 nm sampai dengan 751,2 nm, pada lampu Neon mulai dari 351,4 nm sampai dengan 698,2 nm dan pada lampu halogen memiliki panjang gelombang dari 371,3 nm sampai dengan 697,7 nm.

Setiap cahaya buatan sangat menguntungkan untuk menambah produksi dan pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi intensitas cahaya yang direfleksikan maka semakin lebar spektrumnya dan semakin menguntungkan bagi tanaman.

Pemberian cahaya buatan yang paling baik yaitu antara pukul 22.00 sampai dengan 02.00 dini hari. Perbedaan warna cahaya buatan yang diberikan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena masing – masing warna cahaya memiliki rentang panjang gelombang berbeda – beda yang dapat di serap oleh tanaman (Ermawati, 2012).

a. Lampu LED

Lampu LED memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan jenis lampu yang lainnya, salah satu keuntungan pencahayaan menggunakan lampu LED dibandingkan dengan menggunakan lampu hight pressure sodium dan lampu HID (high intensitydischarge) adalah lampu LED lebih efisien, lampu LED

menghasilkan cahaya dalam spektrum merah dan biru yang digunakan tanaman untuk fotosintesis, cahaya LED menggunakan konsumsi listrik lebih rendah dari lampu HID yaitu 20% -30%. Jika ingin meningkatkan pertumbuhan vegetatif maka yang digunakan yaitu lampu LED biru, LED merah dapat digunakan untuk


(37)

18

memacu pertumbuhan bunga dan buah, atau jika ingin meningkatkan kedua aspek pertumbuhan tersebut digunakan kombinasi LED merah/biru (Klaassen et.al., 2005).

Di Indonesia, penggunaan LED dalam penerangan masih jarang digunakan, hal ini karena harga dari lampu LED yang cukup mahal jika dibandingkan dengan lampu yang biasa digunakan (Saputro dkk., 2013). Menurut hasil penelitian Lin et.al (2013), bahwa kombinasi lampu LED merah, biru, putih dalam sistem hidroponik di dalam ruangan memiliki efek positif bagi pertumbuhan, perkembangan, nutrisi, penampilan, dan mutu dari tanaman selada dibandingkan dengan tanaman yang menggunkaan lampu LED merah biru dan lampu FL sebagai kontrol.

Pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman selada keriting dan selada lollo rossa yang disinari dengan lampu lebih tinggi daripada yang tidak disinari. Penyinaran dilakukan pada pukul 05.00-07.00 WIB dan 17.00-19.00 WIB dengan

menggunakan lampu LED merah-biru yang memiliki daya 90 W (Sugara, 2012). Laju fotosintesis tanaman selada lebih besar pada penyinaran lampu LED merah dan kombinasi LED merah biru. Panjang batang selada meningkat dalam pancaran cahaya merah dan cahaya biru, sedangkan dalam cahaya campuran mengalami penurunan. Selanjutnya berat segar selada meningkat pada lampu LED merah dan lampu neon (Shimizu, et.al., 2011).

b. Lampu Neon

Lampu neon merupakan salah satu sumber cahaya yang terdiri dari dua elektroda terletak di ujung-ujung sebuah tabung berisi gas neon, argon, atau krypton.


(38)

19

Berdasarkan penelitian Deomedes, dkk (2012), mengenai analisis spektrum lampu neon dengan memanfaatkan kamera digital dihasilkan bahwa lampu neon

memiliki beberapa garis spektrum yang berbeda. Terdapat 2 bagian garis spektrum yaitu bagian pertama sekumpulan garis spektrum yang jaraknya berdekatan dan bagian kedua garis spektrum yang terpisah jauh dari kumpulan garis spektrum (Gambar 2).

Gambar 2. Spektrum lampu neon

Grafik spektrum mempunyai panjanh gelombang yang berbeda-beda tergantung pada garis-garis spektrum lampu neon. Setiap garis spektrum masing-masing memiliki nilai puncak panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang yang dimiliki spektrum lampu neon adalah 379,2 nm, 461,8 nm, 588,4 nm, 598,1 nm, 613,3 nm, 617,7 nm, 635,1 nm, 640,9 nm (Gambar 3).


(39)

20

Gambar 3. Grafik intensitas terhadap panjang gelombang

Di antara berbagai jenis lampu, lampu neon termasuk kategori lampu yang banyak dipakai di perumahan. Lampu neon dapat berusia 10 ribu jam yaitu sepuluh kali dari usia lampu pijar (Saputro, dkk., 2013). Tumbuhan daun yang tak berbunga dapat tumbuh di bawah cahaya lampu neon. Warna lampu neon putih hangat maupun sejuk memberi banyak cahaya dalam jajaran warna biru (Lingga, 1999).

Dari studi yang telah dilakukan, terbukti bahwa sistem pencahayaan lampu Neon menghasilkan bobot kering akar tanaman selada yang lebih besar dibandingkan pencahayaan dibawah lampu LED merah dan biru. Selain itu, total berat kering tanaman dan kandungan klorofil daun tanaman selada lebih besar pada

pencahayaan lampu Neon (Kobayashi, et. al., 2013). Menurut hasil penelitian Lin et.al (2013), penggunaan lampu FL dalam sistem hidroponik indoor menghasilkan luas daun dan indeks luas daun selada paling tinggi dibandingkan dengan


(40)

21

Selanjutnya berat segar selada meningkat pada pencahayaan menggunakan lampu neon (Shimizu,H et.al., 2011). Penelitian Acero (2013) menunjukkan bahwa warna putih lampu neon menghasilkan hasil yang lebih tinggi pada pertumbuhan tanaman pakcoy. Hasil pengamatan lindawati (2015) menyatakan bahwa hasil perlakuan dengan lama penyinaran lampu LED 36 watt dan lampu neon 42 watt selama 20 jam mendapatkan hasil tanaman pakcoy yang lebih baik jika

dibandingkan dengan hasil perlakuan lainnya pada penanaman di dalam ruangan, tetapi masih belum optimal jika dibandingkan dengan perlakuan menggunakan penyinaran matahari. Tanaman pakcoy pada perlakuan tersebut masih mengalami etiolasi sehingga dapat disimpulkan bahwa daya lampu masih kurang besar.

Menurut Tanny, dkk (2012), Lampu Neon dan LED memiliki karakteristik yang hampir sama. Sehingga penggunaannya dapat saling digantikan, namun harus memperhatikan intensitas cahaya yang dihasilkan. Karena neon memiliki intensitas cahaya yang lebih rendah daripada LED.

Gambar 4. Lampu neon TL (Tube Luminescent)

Tabung lampu untuk menyinari tanaman diberi tudung yang berfungsi sebagai kap agar cahaya tidak mengarah ke atas dan bertindak sebagai reflektor (pemantul cahaya) kearah tanaman yang berada dibawahnya. Saat tanaman masih rendah diusahakan jarak antara lampu dan pot kira-kira sejauh 20 cm dan jika tanaman


(41)

22

sudah dewasa, jarak lampu ditambah sampai kira-kira 40 cm, namun perlu dijaga agar tanaman menerima cahaya yang seimbang. Jika daun rimbun, ini berarti tanaman menerima cahaya terlalu banyak karena lampu dipasang terlalu dekat. Sebaliknya, jika daun tumbuh jarang dan panjang- panjang, maka tanaman perlu cahaya lebih banyak karena lampu dipasang terlalu jauh (Soeseno, 1987).


(42)

1

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di Greenhouse dan Ruang Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan (RSDAL) Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah penyemaian, ruang tanam yang dilapisi alumunium foil dengan dimensi 60 cm x 60 cm x 110 cm, toples tandon nutrisi berdiameter 12 cm dan tinggi 11 cm, pot media tanam, lampu neon 36 watt 10 buah, penggaris, gelas ukur, timbangan, pH meter, TDS meter, luxmeter, kamera digital.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kailan, arang sekam, air, kain flannel, rockwool, dan larutan nutrisi yang terdiri dari larutan stok A dan stok B.


(43)

24

3.3 Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari lima perlakuan dan setiap perlakuan terdapat empat tanaman.

Kelima perlakuan tersebut adalah:

Perlakuan: (N0) Penyinaran cahaya matahari (di dalam greenhouse) (N1) Jarak lampu 20 cm dari media tanam

(N2) Jarak lampu 40 cm dari media tanam (N3) Jarak lampu 60 cm dari media tanam (N4) Jarak lampu 80 cm dari media tanam

Gambar penelitian masing-masing perlakuan

Keterangan: a) lampu neon

b) hidroponik sistem sumbu c) penyangga

Gambar 5. Gambar masing-masing perlakuan N1

N2 N4 N3

a

b c


(44)

25

Gambar 6. Dimensi ruang penanaman (cm) N1

N2


(45)

26

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Gambar 7. Diagram alir penelitian

3.4.1 Pembuatan Ruang Penanaman

Ruang penanaman terbuat dari kerangka kayu yang disekat dengan papan triplek berukuran 60 cm x 60 cm x 110 cm yang dilapisi dengan alumunium foil.

Kemudian lampu dipasang pada bagian atas kotak ruang penanaman sebanyak 5 buah lampu untuk 2 ruang penanaman, sehingga jumlah lampu yang digunakan sebanyak 10 buah.

Mulai

Selesai

Pengamatan dan Pengumpulan Data pada Masing-Masing Perlakuan

Penanaman Bibit Kailanke Masing-masing Perlakuan

Penyemaian Benih Kailan Pembuatan Instalasi Sistem Hidroponik


(46)

27

3.4.2 Pembuatan Sistem Hidroponik Sumbu

Hidroponik sistem sumbu (Wick System) dibuat dengan toples plastik, styrofoam, dan pot plastik. Toples yang digunakan memiliki diameter 12 cm dan tinggi 11 cm. Styrofoam dilubangi sesuai ukuran pot kemudian diletakkan diatas toples. Pot dilubangi bagian bawah untuk pemasangan sumbu dan aliran udara. Pasang sumbu pada bagian bawah pot kemudian pot di masukkan ke dalam toples yang telah diberi styrofoam dan diisi nutrisi. pot diisi dengan media tanam sekam bakar.

3.4.3 Penyemaian

Sebelum disemai benih kailan direndam dalam air hangat 50-60°C selama satu jam agar benih tumbuh lebih cepat dan serempak. Benih yang telah direndam kemudian disemaikan pada media tanam arang sekam. Penyemaian dilakukan selama 3 minggu dengan dilakukan penyiraman menggunakan larutan nutrisi dengan EC 1.000 µS/cm. Setelah 3 minggu, bibit kailan siap untuk dipindah ke media tanam hidroponik. Bibit dipilih dengan kualitas baik yaitu memiliki daun lebar dan batang yang tegak.


(47)

28

3.4.4 Kegiatan Penelitian

Semaian bibit kailan yang berukuran seragam, diangkat satu persatu, kemudian ditanam ke dalam sistem hidroponik sumbu yang sudah diisi media tanam berupa arang sekam dan larutan nutrisi. Hidroponik sumbu yang telah ditanami bibit kailan kemudian diletakkan didalam greenhouse selama satu minggu sebagai proses adaptasi. Hal ini bertujuan agar akar tanaman kailan menyatu dengan media tanam sehingga akar tanaman sudah kokoh. Setelah itu kailan diletakkan didalam ruang penanaman yang telah dipasang lampu neon. Jarak lampu neon dari tanaman berbeda-beda untuk masing-masing perlakuan, untuk membedakan jarak tersebut maka tanaman diletakkan diatas penyangga yang terbuat dari kayu. Masing-masing ruang penanaman berisi 4 tanaman sehingga total tanaman dalam ruang penanaman keseluruhan sebanyak 16 tanaman, kemudian ruang penanaman tersebut ditutup dengan kain. Sebagai kontrol, satu perlakuan ditanam di

greenhouse dengan penyinaran matahari, sehingga jumlah tanaman keseluruhan dalam penelitian ini sebanyak 20 tanaman. Penyinaran lampu dilakukan selama 24 jam. Jenis lampu dan daya lampu yang digunakan untuk masing-masing perlakuan sama yaitu 5 x 36 watt lampu neon untuk 2 ruang penanaman.


(48)

29

3.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada parameter lingkungan, larutan nutrisi, dan

pertumbuhan tanaman. Masing-masing parameter ini ada yang diukur harian, mingguan, dan pengamatan saat panen. Pengamatan dilakukan selama 3 minggu setelah tanam (MST) atau 21 hari setelah tanam (HST).

3.5.1 Pengamatan Harian

Pengukuran yang dilakukan dalam pengamatan harian meliputi: 1. Suhu lingkungan

Pengukuran suhu dilakukan untuk melihat perbedaan suhu di greenhouse dan di dalam ruang penanaman. Pengamatan suhu lingkungan dilakukan pada pagi hari (07.00-08.00 WIB), siang hari (12.00-13.00 WIB) dan sore hari (16.00-17.00 WIB). Pengukuran suhu di dalam greenhouse dilakukan dengan cara meletakkan alat pengukur suhu di antara tanaman dan atap greenhouse. Sedangkan pengukuran suhu di dalam ruang penanaman alat pengukur suhu diletakkan di tengah-tengah antara tanaman dan lampu. 2. Kelembaban relatif atau Relatif Humidity (RH)

Pengamatan kelembaban dilakukan pada pagi hari (07.00-08.00 WIB), siang hari (12.00-13.00 WIB) dan sore hari (16.00-17.00 WIB). Kelembaban di dalam greenhouse diukur dengan meletakkan alat humidity meter di antara tanaman dan atap greenhouse, sedangkan


(49)

30

kelembaban diruang penanaman diukur dengan meletakkan alat humidity meter di tengah-tengah antara tanaman dan lampu.

3. Evapotranspirasi tanaman

Pengukuran evapotranspirasi dilakukan untuk melihat volume kehilangan air pada setiap harinya. Evapotranspirasi tanaman diukur dengan cara mengamati perubahan ketinggian air dalam toples menggunakan

penggaris. Pengamatan evapotranspirasi tanaman dilakukan pada pagi hari pukul 07.00- 08.00 WIB.

4. Intensitas cahaya

Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan menggunakan luxmeter. Luxmeter ditempatkan diantara keempat tanaman dalam perlakuan dengan jarak pengkuran mengikuti pertumbuhan tinggi tanaman. Intensitas cahaya diukur pada pagi hari (07.00-08.00 WIB), siang hari (12.00-13.00 WIB) dan sore hari (16.00-17.00 WIB).

5. Potensial hydrogen (pH) larutan

Larutan nutrisi pada setiap tanaman diukur tingkat keasamannya dengan mencelupkan pH meter kedalam toples yang berisi larutan nutrisi dan dilihat hasilnya.

6. Electrical conductivity (EC)

Larutan nutrisi pada setiap tanaman diukur tingkat kepekatannya dengan mencelupkan TDS meter ke dalam toples yang berisi larutan nutrisi dan dilihat hasilnya.


(50)

31

3.5.2 Pengamatan Mingguan

Variabel tanaman yang di ukur meliputi : 1. Jumlah daun per tanaman (helai)

Perhitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang telah membuka sempurna pada setiap tanaman.

2. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari perbatasan antara akar dan batang sampai daun tertinggi pada masing-masing tanaman. Pengukuran dilakukan

mengunakan penggaris. 3. Panjang dan lebar daun (cm)

Setiap daun pada masing-masing tanaman diukur panjang dan lebar nya menggunakan penggaris.

4. Luas daun (LD) dan Indeks Luas Daun (ILD)

Luas daun (LD) diukur dengan menggunakan metode gravimetri, dengan cara menggambar daun secara langsung pada sehelai kertas A4 yang akan di ukur luasnya. Luas daun di hitung berdasarkan perbandingan berat replika daun dengan berat total kertas dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

LD = x (LK)

Dimana : LD = Luas daun

Wr = Berat kertas replika daun Wt = Berat total kertas A4 LK = Luas total kertas A4


(51)

32

Perhitungan selanjutnya yaitu menghitung Indeks Luas Daun (ILD) dengan rumus :

ILD =

Dimana LD = Luas daun total per tanaman A = Luas kanopi daun

Luas kanopi daun dihitung dengan cara mengambil gambar pada setiap tanaman dengan jarak foto yang sama. Hasil foto di cetak dan di potong mengikuti bentuk daun. Luas kanopi daun di hitung berdasarkan

perbandingan berat replika daun dengan berat total kertas dengan rumus perhitungan sama seperti rumus pengukuran luas daun (LD).

3.5.3 Pengamatan Saat Panen

Tanaman kailan di panen pada 21 hari setelah tanam (HST). Kailan yang siap panen memiliki ciri-ciri fisik yaitu tanaman belum berbunga, batang dan daun belum terlihat menua, dan batang masih dalam keadaan lunak

Pengamatan saat panen meliputi:

1. Bobot brangkasan total

Tanaman hasil panen pada masing-masing perlakuan ditimbang seluruhnya beserta akarnya menggunakan timbangan.


(52)

33

Tanaman dipotong bagian akarnya, kemudian ditimbang bobot atas (tajuk) tanaman menggunakan timbangan.

3. Bobot brangkasan bawah (akar) tanaman

Bobot brangkasan bawah tanaman diperoleh dari pengurangan bobot brangkasan total dengan berat tajuk tanaman.

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan data produksi tanaman dianalisis


(53)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan N1 (jarak lampu 20 cm dari media tanam) memberikan hasil lebih baik jika

dibandingkan dengan perlakuan penyinaran buatan lainnya. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil tertinggi dari semua parameter yang diamati meliputi jumlah daun, tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun, bobot brangkasan total, bobot brangkasan atas, dan bobot brangkasan bawah. Namun, masih kurang optimal jika dibandingkan dengan perlakuan pencahayaan menggunakan sinar matahari (N0).

5.2 Saran [

Penanaman kailan menggunakan lima buah lampu neon masing-masing 36 W untuk dua ruang penanaman memberikan hasil pertumbuhan yang belum optimal, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dilakukan penambahan beberapa lampu dengan pengaturan jarak yang sama agar intensitas cahaya yang dihasilkan semakin


(54)

1

DAFTAR PUSTAKA

Acero, L.H. 2013. Growth Response of Brassica rapa on the Different Wavelength of Light. International Journal of Chemical Engineering and applications. 4(6): 415-418.

Armynah, B., P.L Gareso, dan H. Syarifuddin. 2014. Pemanfaatan Kamera Digital untuk Menggambar Panjang Gelombang Spektrum Berbagai Jenis Lampu. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9055/JURNAL%20H ARDIYANTI.pdf?sequence=1 (15 Januari 2015).

Deomedes., Y.I. Piyoh., Y.S. Talangas., D.N. Sudjito., dan F.S. Rondonuwu. 2012. Pemanfaatan Kamera Digital untuk Mengukur Panjang Gelombang Spektrum Neon. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY: 69-71.

Department of Agriculture. 2013. Hydroponic.

Http://ruaf-asia.iwmi.org/data/site/6/pdfs/H-eng.pdf (20 Desember 2014).

Ermawati. D., D. Indradewa., dan S. Trisnowati. 2012. Pengaruh Warna Cahaya Tambahan Terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Tiga Varietas Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium) Potong. Vegetalika. 1(3): 31-42. Hendra, H.A. dan A. Andoko. 2014. Bertanam Sayuran Hidroponik Ala Paktani

Hydrofarm. Agromedia. Jakarta. 121 hal.

Istiqomah, S. 2006. Menanam Hidroponik. Azka Press. Jakarta. 84 hal.

Jumin, B.H. 2008. Dasar Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 243 hal.

Klaassen,G., R. McGregor., J. Zimmerman., and N. Anderson. 2005. New Lighting Alternative for Greenhouses.

http://lists.umn.edu/cgi- bin/wa?A3=ind0507&L=COMGAR-L&E=base64&P=70754&B=---_=_NextPart_001_01C58BD4.768236E0&T=application/pdf;%20name. (10 Februari 2015.


(55)

60

Kobayashi, K., T. Amore., and M. Lazaro. 2013. Light- Emitting Diodes (LEDs) for Miniature Hydroponic Lettuce. Optics and Photonics Journal (3): 74-77.

Kurniawan, A. 2013. Aquaponik: Sederhana Berhasil Ganda. UUB Press. Pangkal Pinang. 74 hal.

Lee, C. W., I. S. So., S.W. Jeong., and M. R. Huh. 2010. Aplication of

Subirrigation Using Capillary Wick System to Pot Production. Journal of Agriculture & Life Science 44 (3): 7-14.

Lin, K.H., M.Y. Huang., W.D. Huang., M.H. Hsu., Z.W. Yang., and C.M. Yang. 2013. The Effects of Red, Blue, and White Light-Emitting Diodes on the Growth, Development, and Edible Quality of Hydroponically Grown

Lettuce (Lactuca sativa L. var. capitata). Scientia Horticulturae 150: 86-91. Lindawati, Y. 2015. Pengaruh Lama Penyinaran Lampu LED dan Lampu Neon

terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L) dengan Hidroponik Sistem Sumbu (Wick System). Skripsi. Jurusan Teknik

Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Lingga, P. 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 99 hal.

Lingga, P. 2005. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 hal.

Lukitasari, M. 2012. Pengaruh Intensitas cahaya Matahari Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glicine max). PKM-AI IKIP PGRI. Madiun.

Pertamawati. 2010. Pengaruh Fotosintesis Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanium Tuberosum L.) dalam Lingkungan Fotoautrotrof Secara Invitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 12(1): 31-37.

Perwtasari, B. 2012. Pengaruh Media Tanam dan Nutrisi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakchoi (Brassica Juncea L.) Dengan Sistem

Hidroponik. Agrovigor. 5(1): 14-25.

Pracaya. 2005. Kol alias Kubis. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal.

Prihmantoro, H dan Y. H. Indriani. 1999. Hidroponik Sayuran Semusim untuk Bisnis dan Hobi. Penebar Swadaya. Jakarta. 122 hal.


(56)

61

Rosliani, R dan N. Sumarni. 2005. Budidaya Tanaman Sayur dengan Sistem Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayur Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bandung. 27 hal.

Samadi, B. 2013. Budidaya Intensif Kailan Secara Organik dan Anorganik. Pustaka Mina. Jakarta. 107 hal.

Saputro, J. H., T. Sukmadi, dan Karnoto. 2013. Analisa Penggunaan Lampu LED pada Penerangan dalam Rumah. Transmisi. 15(1): 19-27.

Shimizu, H., Y. Saito., and H. Nakashima. 2011. Light Environment Optimization for Lettuce Growth in Plant Factory. International Federation of Automatic Control (IFAC): 605-609.

Sibarani, S. M. 2005. Analisis Sistem Irigasi Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) Pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca sativa var. crispa. L). Skripsi. Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Simangunsong, F. T., Sumono., A. Rohanah., dan E. Susanto. 2013. Analisis Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Sawi (Brassica juncea) Pada Tanah Inceptisol. J. Rekayasa Pangan dan Pert. 2(1) : 83-89.

Singh, D., C. Basu., M. M. Wollweber., and B. Roth. 2014. LEDs for Energy Efficient Greenhouse Lighting.

http://arxiv.org/ftp/arxiv/papers/1406/1406.3016.pdf (10 Februari 2015). Siregar, J. 2015. Pengujian Beberapa Nutrisi Hidroponik pada Selada (Lactuca

sativa L.) Dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) Termodifikasi. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Soeleman, S dan D. Rahayu. 2013. Halaman Organik: Mengubah Taman Rumah Menjadi Taman Sayuran Organik Untuk Gaya Hidup Sehat. PT

AgroMedia Pustaka. Jakarta Selatan. 162 hal.

Soeseno, S. 1987. Bercocok Tanam Secara Hidroponik. Gramedia. Jakarta. 199 hal.

Sugara, K. 2012. Budidaya Selada Keriting, Selada Lollo Rossa, dan Selada Romane Secara Aeroponik di Amazing Farm, Lembang, bandung. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Susila, A. D dan Y. Koerniawati. 2004. Pengaruh Volume dan Jenis Media Tanam pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca Sativa) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Bul. Agron. 32(3) : 16-21.


(57)

62

Susila, A. D. 2006. Fertigasi pada Budidaya Tanaman Sayuran di dalam Greenhouse. Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Susila, A. D. 2013. Sistem Hidroponik. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Modul. IPB. Bogor. 20 hal.

Tanny, dan A. Setiadi. 2012. Studi Pembentukan Suasana Ruang Melalui

Rekayasa Material Lampu Pijar, TL, LED, dan Spot Halogen pada Gedung Jogja Gallery.

http://mda.uajy.ac.id/Staff/Amos%20Setiadi_files/3-makalah-konteks%20lengkap.pdf (25 Maret 2015).

Vandre, W. 2011. Fluorescent Lights For Plant Growth. Journal HGA-00432. University of Alaska Fairbanks.

Wesonga, J.M., C. Wainaina, F. K. Ombwara, P. W. Masinde, and P.G. Home. 2004. Wick Material and Media For Capillary Wick Based Irrigation System in Kenya. International Journal of Science and Research. 3(4): 613-617.


(1)

33

Tanaman dipotong bagian akarnya, kemudian ditimbang bobot atas (tajuk) tanaman menggunakan timbangan.

3. Bobot brangkasan bawah (akar) tanaman

Bobot brangkasan bawah tanaman diperoleh dari pengurangan bobot brangkasan total dengan berat tajuk tanaman.

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan data produksi tanaman dianalisis


(2)

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan N1 (jarak lampu 20 cm dari media tanam) memberikan hasil lebih baik jika

dibandingkan dengan perlakuan penyinaran buatan lainnya. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil tertinggi dari semua parameter yang diamati meliputi jumlah daun, tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun, bobot brangkasan total, bobot brangkasan atas, dan bobot brangkasan bawah. Namun, masih kurang optimal jika dibandingkan dengan perlakuan pencahayaan menggunakan sinar matahari (N0).

5.2 Saran

[

Penanaman kailan menggunakan lima buah lampu neon masing-masing 36 W untuk dua ruang penanaman memberikan hasil pertumbuhan yang belum optimal, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dilakukan penambahan beberapa lampu dengan pengaturan jarak yang sama agar intensitas cahaya yang dihasilkan semakin


(3)

1

DAFTAR PUSTAKA

Acero, L.H. 2013. Growth Response of Brassica rapa on the Different Wavelength of Light. International Journal of Chemical Engineering and applications. 4(6): 415-418.

Armynah, B., P.L Gareso, dan H. Syarifuddin. 2014. Pemanfaatan Kamera Digital untuk Menggambar Panjang Gelombang Spektrum Berbagai Jenis Lampu. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9055/JURNAL%20H ARDIYANTI.pdf?sequence=1 (15 Januari 2015).

Deomedes., Y.I. Piyoh., Y.S. Talangas., D.N. Sudjito., dan F.S. Rondonuwu. 2012. Pemanfaatan Kamera Digital untuk Mengukur Panjang Gelombang Spektrum Neon. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY: 69-71.

Department of Agriculture. 2013. Hydroponic.

Http://ruaf-asia.iwmi.org/data/site/6/pdfs/H-eng.pdf (20 Desember 2014).

Ermawati. D., D. Indradewa., dan S. Trisnowati. 2012. Pengaruh Warna Cahaya Tambahan Terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Tiga Varietas Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium) Potong. Vegetalika. 1(3): 31-42. Hendra, H.A. dan A. Andoko. 2014. Bertanam Sayuran Hidroponik Ala Paktani

Hydrofarm. Agromedia. Jakarta. 121 hal.

Istiqomah, S. 2006. Menanam Hidroponik. Azka Press. Jakarta. 84 hal.

Jumin, B.H. 2008. Dasar Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 243 hal.

Klaassen,G., R. McGregor., J. Zimmerman., and N. Anderson. 2005. New Lighting Alternative for Greenhouses.

http://lists.umn.edu/cgi- bin/wa?A3=ind0507&L=COMGAR-L&E=base64&P=70754&B=---_=_NextPart_001_01C58BD4.768236E0&T=application/pdf;%20name. (10 Februari 2015.


(4)

Kobayashi, K., T. Amore., and M. Lazaro. 2013. Light- Emitting Diodes (LEDs) for Miniature Hydroponic Lettuce. Optics and Photonics Journal (3): 74-77.

Kurniawan, A. 2013. Aquaponik: Sederhana Berhasil Ganda. UUB Press. Pangkal Pinang. 74 hal.

Lee, C. W., I. S. So., S.W. Jeong., and M. R. Huh. 2010. Aplication of

Subirrigation Using Capillary Wick System to Pot Production. Journal of Agriculture & Life Science 44 (3): 7-14.

Lin, K.H., M.Y. Huang., W.D. Huang., M.H. Hsu., Z.W. Yang., and C.M. Yang. 2013. The Effects of Red, Blue, and White Light-Emitting Diodes on the Growth, Development, and Edible Quality of Hydroponically Grown

Lettuce (Lactuca sativa L. var. capitata). Scientia Horticulturae 150: 86-91. Lindawati, Y. 2015. Pengaruh Lama Penyinaran Lampu LED dan Lampu Neon

terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L) dengan Hidroponik Sistem Sumbu (Wick System). Skripsi. Jurusan Teknik

Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Lingga, P. 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 99 hal.

Lingga, P. 2005. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 hal.

Lukitasari, M. 2012. Pengaruh Intensitas cahaya Matahari Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glicine max). PKM-AI IKIP PGRI. Madiun.

Pertamawati. 2010. Pengaruh Fotosintesis Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanium Tuberosum L.) dalam Lingkungan Fotoautrotrof Secara Invitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 12(1): 31-37.

Perwtasari, B. 2012. Pengaruh Media Tanam dan Nutrisi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakchoi (Brassica Juncea L.) Dengan Sistem

Hidroponik. Agrovigor. 5(1): 14-25.

Pracaya. 2005. Kol alias Kubis. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal.

Prihmantoro, H dan Y. H. Indriani. 1999. Hidroponik Sayuran Semusim untuk Bisnis dan Hobi. Penebar Swadaya. Jakarta. 122 hal.


(5)

61

Rosliani, R dan N. Sumarni. 2005. Budidaya Tanaman Sayur dengan Sistem Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayur Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bandung. 27 hal.

Samadi, B. 2013. Budidaya Intensif Kailan Secara Organik dan Anorganik. Pustaka Mina. Jakarta. 107 hal.

Saputro, J. H., T. Sukmadi, dan Karnoto. 2013. Analisa Penggunaan Lampu LED pada Penerangan dalam Rumah. Transmisi. 15(1): 19-27.

Shimizu, H., Y. Saito., and H. Nakashima. 2011. Light Environment Optimization for Lettuce Growth in Plant Factory. International Federation of Automatic Control (IFAC): 605-609.

Sibarani, S. M. 2005. Analisis Sistem Irigasi Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) Pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca sativa var. crispa. L). Skripsi. Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Simangunsong, F. T., Sumono., A. Rohanah., dan E. Susanto. 2013. Analisis Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Sawi (Brassica juncea) Pada Tanah Inceptisol. J. Rekayasa Pangan dan Pert. 2(1) : 83-89.

Singh, D., C. Basu., M. M. Wollweber., and B. Roth. 2014. LEDs for Energy Efficient Greenhouse Lighting.

http://arxiv.org/ftp/arxiv/papers/1406/1406.3016.pdf (10 Februari 2015). Siregar, J. 2015. Pengujian Beberapa Nutrisi Hidroponik pada Selada (Lactuca

sativa L.) Dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) Termodifikasi. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Soeleman, S dan D. Rahayu. 2013. Halaman Organik: Mengubah Taman Rumah Menjadi Taman Sayuran Organik Untuk Gaya Hidup Sehat. PT

AgroMedia Pustaka. Jakarta Selatan. 162 hal.

Soeseno, S. 1987. Bercocok Tanam Secara Hidroponik. Gramedia. Jakarta. 199 hal.

Sugara, K. 2012. Budidaya Selada Keriting, Selada Lollo Rossa, dan Selada Romane Secara Aeroponik di Amazing Farm, Lembang, bandung. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Susila, A. D dan Y. Koerniawati. 2004. Pengaruh Volume dan Jenis Media Tanam pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca Sativa) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Bul. Agron. 32(3) : 16-21.


(6)

Susila, A. D. 2006. Fertigasi pada Budidaya Tanaman Sayuran di dalam Greenhouse. Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Susila, A. D. 2013. Sistem Hidroponik. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Modul. IPB. Bogor. 20 hal.

Tanny, dan A. Setiadi. 2012. Studi Pembentukan Suasana Ruang Melalui

Rekayasa Material Lampu Pijar, TL, LED, dan Spot Halogen pada Gedung Jogja Gallery.

http://mda.uajy.ac.id/Staff/Amos%20Setiadi_files/3-makalah-konteks%20lengkap.pdf (25 Maret 2015).

Vandre, W. 2011. Fluorescent Lights For Plant Growth. Journal HGA-00432. University of Alaska Fairbanks.

Wesonga, J.M., C. Wainaina, F. K. Ombwara, P. W. Masinde, and P.G. Home. 2004. Wick Material and Media For Capillary Wick Based Irrigation System in Kenya. International Journal of Science and Research. 3(4): 613-617.


Dokumen yang terkait

PENGARUH AERASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN BABY KAILAN (Brassica oleraceae var. Achepala) PADA TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG DI DALAM DAN DI LUAR GREENHOUSE

7 42 52

PENGARUH AERASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN BABY KAILAN (Brassica oleraceae var. Achepala) PADA TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG DI DALAM DAN DI LUAR GREENHOUSE

6 68 52

RANCANG BANGUN SISTEM HIDROPONIK PASANG SURUT UNTUK TANAMAN BABY KAILAN (Brassica oleraceae) DENGAN MEDIA TANAM COCOPEAT

2 29 45

PENGARUH MEDIA TANAM GRANUL DARI TANAH LIAT TERHADAP PERTUMBUHAN SAYURAN HIDROPONIK SISTEM SUMBU (Wick System)

4 40 45

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kailan (Brassica oleraceae var. acephala) terhadap Pemberian Pupuk Hayati pada Beberapa Jarak Tanam

0 3 79

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kailan (Brassica oleraceae var. acephala) terhadap Pemberian Pupuk Hayati pada Beberapa Jarak Tanam

0 0 13

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kailan (Brassica oleraceae var. acephala) terhadap Pemberian Pupuk Hayati pada Beberapa Jarak Tanam

0 0 2

PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KAILAN (Brassica oleraceae L. var Alboglabra) DALAM TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG (THST)

0 0 13

PENGARUH DAYA LAMPU NEON TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PAK CHOI (Brassica rapa L.) PADA SISTEM HIDROPONIK INDOOR THE INFLUENCE OF NEON LAMP ON THE GROWTH OF PAK CHOI (Brassica rapa L.) INAN INDOORHYDROPONIC SYSTEM

0 0 8

PENGARUH KONSENTRASI NUTRISI DAN pH LARUTAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PAKCOY (Brassica chinensis) HIDROPONIK SISTEM SUMBU (WICK SYSTEM)

1 0 15