ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DANA APBD KAB. LAMPUNG TIMUR TAHUN 2005-2010 (Studi Putusan MA No. 253/K/PID.SUS/2012)

ABSTRACT
ANALYSIS OF LAW JUDGE IN CONSIDERATION JURIDICAL
CASE CORRUPTION FUND BUDGE"IS
EAST LAMPUNG DISTRICT YEAR 2005-2010
(study of the supreme court Decision No. 253 / K / PID.SUS / 2012)
by
Bambang HeriYanto

Crime in the criminal justice administration system occupies a central position.
That's because the sentencing court ruling will hwe a very broad logical
paper
consequence either directly reloted to the criminal and the community. This
East
corntption
judge
of
in a case
,ro*in", the legal consiierotions regordihg the
budget funds Year 2005-2010. The research problem is (1) Whot is
Lampung
-basii distriit

consideratiin in decisions that judges corwict perpetrators of corntption in
the
of the court
East Lampung district budgetfrom 2005 to 2010? (2) Does the decision
in corruption"East Inmpuig dittrirt budgetfrom 2005 to 2010 consideringthe rule of
law ond public sense ofiustice?
The research method used juridical normotive and ernpirical. Dato were obtained
collection and
from the primary duta aid secondary data. Once through the
processing of data, qualitative data analysis'

The results showed that the consideration of the judges of the Supreme Court in
criminsl droppetl against perpetrotors of corntption, stating that a formal ocquittol
the number
can not te Tiia on ipp"ot, tut based on the situation and the condition of
professionally
judges
ore not
of acquittils in casii of corruption committed by the
appeal / attorney

justified,
the
applicant
but
be
ira in the basis ofiuiprudeir, ,o,
not
a pure free with
is
/ prosecutor must" iemoistrate that the release of the accuse-d
iroronrt a. Judexfactie in examining the case does not apply the low as it should be;
b. Judex factie his misapplied the lsw because Judex decisions based on facts factie
of
not true law; c. Judex fictie hos misapplied the taw of evidence the testimony
been
has
witnesses and experts tirt orc relevant and consistent with other widence
ignored.
the
The conclusions of this research is the decision of the supreme court dropped

legal
considering
been
have
criminal prosecution of the perpetrqtors of cortuption
(:\:ytqinty and a sense i|iutticn.' Suggestions resesrch is need for improvement of the
Lriminil procedure bode and increqse the professionalism of low enforcement

fficers.
K e-yw ords : le gal c cnsideraliuns, Judge, c ase c orruption, F und budget -

ABSTRAK
ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM
PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DANA APBD
KAB. LAMPUNG TIMUR TAHUN 2005-2010
(Studi Putusan MA No. 253/K/PID.SUS/2012)
oleh
Bambang Heriyanto
Pidana dalam sistem penyelenggaraan hukum pidana menempati posisi sentral. Hal
itu karena putusan pengadilan dalam pemidanaan akan mempunyai konsekuensi logis

yang sangat luas baik yang menyangkut langsung pelaku tindak pidana maupun
masyarakat. Tulisan ini mengkaji mengenai pertimbangan hukum hakim dalam
perkara tindak pidana korupsi dana APBD Kabupaten Lampung Timur Tahun 20052010. Masalah penelitian adalah (1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan putusan yang memidana pelaku tindak pidana korupsi APBD
Kabupaten Lampung Timur 2005-2010? (2) Apakah putusan pengadilan dalam
tindak pidana korupsi APBD Kabupaten Lampung Timur 2005-2010
mempertimbangkan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat?
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Data penelitian diperoleh dari data primer dan data sekunder. Setelah melalui
kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, dilakukan analisis data secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah
Agung dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi,
menyatakan bahwa secara formil putusan bebas tidak dapat dimintakan kasasi, tetapi
berdasarkan situasi dan kondisi banyaknya putusan bebas dalam perkara korupsi yang
dilakukan Majelis Hakim secara tidak profesional dan atas dasar yurisprudensi dapat
dibenarkan, namun pemohon kasasi/jaksa/penuntut umum wajib membuktikan
bahwa pembebasan terdakwa bukanlah bebas yang murni dengan alasan-alasan: a.
Judex Factie dalam memeriksa perkara tidak menerapkan hukum sebagaimana
mestinya; b. Judex Factie telah salah menerapkan hukum karena putusan Judex Factie
tidak mendasarkan pada fakta hukum yang benar; c. Judex Factie telah salah

menerapkan hukum pembuktian keterangan saksi-saksi dan ahli yang relevan dan
bersesuaian dengan alat bukti lainnya telah diabaikan.
Simpulan penelitian adalah putusan Mahkamah Agung yang menjatuhkan
pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana korupsi telah mempertimbangkan
kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Saran penelitian perlu adanya
penyempurnaan KUHAP dan peningkatan profesionalitas aparat penegak hukum.
Kata kunci: Pertimbangan hukum, Hakim, Perkara korupsi, Dana APBD.

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM
PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DANA APBD
KAB. LAMPUNG TIMUR TAHUN 2005-2010
(Studi Putusan MA No. 253/K/PID.SUS/2012)

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
MAGISTER HUKUM
Pada
Program Pascasarjana Magister Hukum
Fakultas Hukum Universitas Lampung


Oleh
Bambang Heriyanto

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

DAFTAR ISI

Abstrak .................................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ iii
Daftar Isi .................................................................................................................. v
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ........................................................ 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................... 10
D. Kerangka Pemikiran dan Konseptual ................................................... 10
E. Metode Penelitian .................................................................................. 13
F. Sistimatika Penulisan .............................................................................. 16

II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
A. Tindak Pidana Korupsi .........................................................................
B. Pertanggungjawaban Pidana .................................................................
C. Pertimbangan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi ..............

18
18
27
45

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................. 58
A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung yang
MemiDana Pelaku Tindak Pidana Korupsi APBD Kabupaten Lampung
Timur 2005-2010 ................................................................................... 58
B. Putusan Pengadilan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi APBD
Kabupaten Lampung Timur 2005-2010 Mempertimbangkan Kepastian Hukum dan Rasa Keadilan Masyarakat ........................................... 73
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 81
A. Simpulan ............................................................................................... 81
B. Saran-saran ............................................................................................ 83
Daftar Pustaka ........................................................................................................

Lampiran

84

PERSEMBAHAN

Dengan puji syukur dan karuniah-Nya

Ku persembahan tesis untuk kepada

Ayah dan Ibu mertua Abd. Wahab dan Nasiah yang telah memberikan kasih
sayang dan perhatian kepada penulis, sehingga dapat menempuuh jenjang

pendidikan magister pada Universitas Lampung

Kepada Istriku tercint4 Wita Fery Yanti dan kedua anakku tersayang Ayu

Meilani dan Ahmad Rifky Lunewa yang telah berdoa serta memberikan
semangat dan motivasi yang


tingg

selama

penulis menyelesaikan program

studi magister

Kepada kakak ku Siti Rohaiti serta ketiga keponakanku Nyimas Hamida Yanti,

Amd.Keb, Nyimas Desi Lusiana" S.H.,M.H., Kemas Eka Saputr4 S.H.,M.H.
yang telah memberikan semangat, perlindangan dan motivasi yang tinggi.
Semoga Tuhan memberikan pahala dan kemudahan di dalam kehidupannya.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas Rakhmat
Hidayah-Nya, penulisan tesis yang berjudul "Analisis

dan


Yuridis Pertimbangan

Hukum llakim dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Dana APBD Kab.

Lampung Timur Tahun 2005-2010 (Studi Putusan MA
253tKtPfi).SUSl20l2)",

ini

dapat diselesaikan dengan baik sebagai

No.
syarat

memperoleh gelar Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, maka
untuk itu selalu menerima saran dan kritikan demi kesempurniuln dari tesis ini. Dalam
penyelesaian tesis


ini penulis juga mengalami kendala, hambatan dan kesulitan-

kesulitan, namun berkat bantuan dari semua pihak yang telah memberikan
bimbingan, saran, petunjuk, dan kritik dalam penulisan, tesis ini dapat terselesaikan
dengan baik sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan tesis

ini.

Dalam

kesempatan ini penulis meng.rcapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1.

Bapak Rektor dan Dekan Fakultas Hukum Unila yang tefah memberikan
kesempatan pada penulis untuk kuliah pada Program PPS Magister Hukum

Unila.

2.

tsapak

Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.Hurn., selaku Ketua Program

Magister Hukum Unila.

PPS

Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. selaku pembimbing

I

dan

Sekretaris

Program PPS Magister Hukum Unila atas kesediaannya untuk memberikan
bimbingan dan saran-sarannya dalam proses penyelesaian tesis ini
"1.

Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H., selaku pembimbing Il yang

telah

memberikan bimbingan dan saran-sarannya dalam proses penyelesaian tesis

ini.
5.

Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku pembahas

I

atas kesediaannya untuk

memberikan saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini
6.

Bapak. Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H. selaku pembahas II atas kesediaannya
untuk memberikan saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini.

7.

Bapak. Dr. Maroni, S.H., M.H. selaku penguji atas kesediaannya untuk
memberikan saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini.

8. Istri

dan Anakku yang selalu berdoa dan memberikan pengertian untuk

keberhasilanku

9.

Rekan-rekan sejawat atas motivasinya

10. Seluruh Dosen dan Karyawan Program

Magister Hukum Fakultas Hukum

Universitas Lampung atas segala bantuan kepada
menyelesaikan studi
Universitas Lampung.

di

Program Magister Hukum

penulis

selama

Fakultas Hukum

Senroga kebaikan selalu menyertai

kita semua, penulis menyadari tesis ini

masih

banyak kekurangan dan kelemahan tak lupa penulis berharap semoga pemikiran dan
penulisan dalam tesis ini dapat bermanfaatbagi kita semua, Amiin.

Bandar

Lampung,

Penulis,
1

Bambang He?yanto
NPM 132201l0s6

Desember 2014

MENGESAHKAN
ll

Tim Penguji

it

$

fl
$
ll

I
rh

Dr. Eddy Rifai, S.H., M.E.

KetuaTimPenguji

:

Sekretaris

: Dr.

Penguji Utama

: Dr. Erna DewirS.H, M.H.

Anggota

: Dr. Eeni Siswanto, S.H., M.H.

Anggota

:

Hj. Nikmah Rosidah, S.H., M.H.

I)r. Maroni, S.H., M.H.

,$

t

fi

I

Fakultas Hukum

i

ur Program Pascasarjana

Dr. Sudjarwo,

1\{.S.

19s30528198103 1002

Tanggal Lulus Ujian Tesis : 17 Desember 2014

: ANALISIS YURII}IS PERTIMBANGAN HUKUM

Judul Tesis

HAKTM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA
KORUPSI DANAAPBD KAB. LAMPUNG TIMUR
TAHUN 2005-2010
(Studi Putusan MA No. 253IIUPID.SUS/2012)
Nama

Mahasiswa

Nomor Pokok Mahasiswa

: Bambang Ileriyanto

: 1322}1fi56

Program Kekhususan : Hukum Pidana
Program Studi

: Program Pascasarjana Magister Hukum

Fakultas

:

Hukum

i

MENYETUJUI
Dosen Pembimbing

Pembimbing Pendamping

Pembimbing Utama

Mr-

Dr. Hj. Nikmah Rosidah, S.H.' M.E.
NrP 195s01061980032001

MENGETAHUI
Ketua Program
Program Studi Magister

ffi
&&*ffi

um Fakultas Hukum
Lampung

war, S.H., M.Hum.
986031001

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa

1.

:

Tesis dengan judul (Analisis Yuridis Pertimbangan Hukum Hakim

Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Dana APBD Kab. Lampung

Timur Tahun 2005-2010 (Studi putusan MA

No.

253/K/PrD.sus/2012)', adalah karya sendiri dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipao atas kar-ya penulis lain dengan cara yang tidak
sesuai dengan tata etika ikniah yang berlaku dalam masyarakat akademik
atau yang disebut plagiatisme.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini

diserahkan sepenuhnya kepada

Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ditemukan adanya ketidak
benaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanki yang diberikan kepada
saya, saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lamprmg, 17 Desemb€r 2014
Pembuat Pernyataan,

NPM. t322011A56.

MOTO
"Barang siapa yang meagheadaki keuntungan di aUhirat akan
kami tambah itu baginya dan barang siapa yang menghendaki
keuntungan di drmia kami berikan kepadanya sebagian dari
keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun

diakhiraf'
( Q.S.AsF- Shuraa;20 )

Berjuang mempertahankan kebenaran lebih muliy4 dari pada
ketidak jujuran untuk menutupi ketidak benaran

Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, Kekuatan tanpa
kasih sayang adalah kejaliman

(B.H)

RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Tanjungkarang pada tanggal 13 Oktober 1970, putra ke

Tujuh dari Sembilan bersaudara dari pasangan Zarnal Kusen (Alm)

dan

Rukiah.

Penulis menempuh jenjang pendidikan Sekolah Negeri 47 Segala Mider yang

diselesaikan pada tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama Budaya
Tanjungkarang yang diselesaikan pada tahun 1986, dan melanjutkan pada
Sekolah Menegah Atas Negeri 5 Tanjungkarang pada tahun 1989, pada tahun
1997 penulis mengikuti test sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dan diterima
sebagai Pegawai Negeri

Sipil dan ditimpatkan pada Dinas Perhubungan Kota

Bandar Lampung, kemudian pada tahun 2001 penulis mendapat gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Saburai Bandar Lampung.

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di Indonesia telah mengalami pasang surut dan masa-masa yang
berganti dari masa Orde Lama ke Orde Baru dan sekarang Orde Reformasi. Pada
masa Orde Lama, di bawah pimpinan Presiden Soekarno, pemerintah lebih
mengutamakan pembangunan di bidang politik, tetapi kurang memfokuskan pada
bidang ekonomi, apalagi ditambah dengan banyaknya pemberontakan di daerahdaerah

dan

terbatasnya

infrastruktur

mengakibatkan

pembangunan

untuk

mensejahterahkan masyarakat kurang berjalan sebagaimana mestinya, sehingga
pemerintahan Presiden Soekarno digantikan pemerintahan Presiden Soeharto yang
mengutamakan pembangunan ekonomi tetapi kekuasaan pemerintahan dilaksanakan
secara sentralistik dan militerisme yang kurang demokratis.
Tuntutan rakyat terhadap pemerintahan untuk anti KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme)1 menjatuhkan pemerintahan Orde Baru dan digantikan pemerintahan
Orde Reformasi dengan semangat untuk pemberantasan korupsi sehingga dapat
mewujudkan

pembangunan

yang

mensejahterahkan

rakyat.

Tetapi

dalam

kenyataannya, tindak pidana korupsi terus meningkat dari tahun ke tahun dengan

1

Kimberly Ann Elliot, Korupsi dan Ekonomi Dunia Ketiga. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1999,
hlm. 10.

2

pelaku baik dari kalangan pemerintahan (eksekutif), penegak hukum (yudikatif)
maupun kalangan legislatif.2
Tindak pidana korupsi pada hakekatnya merupakan salah satu masalah besar yang
selalu menjadi sorotan sekaligus keprihatinan masyarakat dan bangsa-bangsa di
seluruh diunia. Dalam Kongres PBB ke-7 tahun 1985 tentang The Prevention of
Crime and the Treatment of Offenders di Milan Italia telah membicarakan tema
tentang "dimensi baru kejahatan dalam konteks pembangunan". Salah satu
permasalahan dalam pembicaraan "dimensi baru" ini adalah tentang terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) berupa abuse of public power dan abuse
of economic power, dimana keduanya bergandengan erat berupa kemungkinan
adanya kolusi antara kedua jenis kuasa ini untuk keuntungan ekonomi kelompok.
Kongres PBB ke-7 ini menetapkan Milan Plan Action dan merumuskan Guiding
Principles for Crime Prevention and Criminal Justice in the Context of Development
and a New Internastional Economic Order” yang menyatakan bahwa masalah
korupsi bukanlah semata-mata merupakan masalah hukum atau kebijakan penegakan
hukum pidana. Korupsi berkaitan erat dengan berbagai kompleksitas masalahmasalah

lainnya

seperti

sikap

mental/moral,

sikap

hidup/budaya

sosial,

kebutuhan/tuntutan ekonomi dan struktur/sistem ekonomi, kesenjangan sosial,
struktur/budaya politik, adanya peluang dalam pembangunan atau kelemahan
birokrasi/prosedur (termasuk pengawasan) di bidang keuangan dan pelayanan umum.
Oleh karena itu, di samping dengan menyempurnakan dan mengefektifkan kebijakan
2

Korupsi di Indonesia. www.//wikipedia.org/diakses 10 Agustus 2014.

3

penegakan hukum pidana juga perlu strategi dasar/pokok (the basic strategy)
pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan korupsi.3
Kongres PBB ke-8 tahun 1990 di Havana Cuba masih tetap disoroti dimensi
kejahatan yang telah dibicarakan pada kongres-kongres sebelumnya, khususnya
mengenai korupsi, Kongres ke-8 menyatakan sangat perlu hal ini diperhatikan
mengingat "corrupt activities of public official" itu:
(a) dapat menghancurkan efektivitas potensial dari semua jenis program
pemerintah (can destroy the potential effecttiveness of all types of
governemental programmes);
(b) dapat mengganggu/menghambat pembangunan (hinder development);
(c) menimbulkan korban bagi individual maupun kelompok (victimize
individuals and groups).4
Kongres, dalam kaitannya dengan hal di atas, menghimbau kepada negara-negara
anggota PBB untuk menetapkan strategi anti-korupsi sebagai prioritas utama di dalam
perencanaan pembangunan sosial dan ekonomi (di dalam dokumen A/CONF.
144/L.13 disebutkan "The designation of anti-corruption strategies as high priorities
in economic and social development plans"), serta mengambil tindakan terhadap
perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Beberapa resolusi PBB di atas, terkait dengan adanya kelemahan dalam hukum
pidana dalam penanggulangan tindak pidana korupsi, dimana hukum pidana telah
lama digunakan untuk memberantas korupsi, tetapi tindak pidana korupsi terus saja

3

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996, hlm. 71.
4

Ibid, hlm. 19.

4

meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu, di samping
digunakan sarana-sarana di luar hukum pidana untuk mengatasi faktor-faktor
penyebab tindak pidana korupsi juga dengan meningkatkan dan mengefektifkan
kebijakan penegakan hukum pidana.
Penggunaan hukum pidana di Indonesia sebagai sarana dalam penanggulangan
kejahatan tampaknya tidak menjadi persoalan. Hal itu terlihat dari praktek peraturan
perundang-undangan selama ini yang menunjukkan penggunaan hukum pidana.
Menurut Sudarto5 “Apabila hukum pidana hendak digunakan maka perlu dilihat
dalam hubungan keseluruhan politik kriminal atau social defence planning. Politik
kriminal (criminal policy) ialah pengaturan atau penyusunan secara rasional usahauaha pengendalian kejahatan oleh masyarakat”.
Pidana (sentencing) dalam sistem penyelenggaraan hukum pidana menempati posisi
sentral. Hal itu karena putusan pengadilan dalam pemidanaan akan mempunyai
konsekuensi logis yang sangat luas baik yang menyangkut langsung pelaku tindak
pidana maupun masyarakat. Apalagi bila putusan pengadilan yang menjatuhkan
pemidanaan dianggap tidak tepat atau adil, maka akan menimbulkan reaksi yang
“kontroversial” di kalangan masyarakat. Padahal, persoalan keadilan sangat relatif
tergantung dari mana kita memandangnya.

5

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1983, hlm. 104.

5

Oleh karena itu, persoalan di atas tidak dapat dipandang sederhana, karena
masalahnya justru sangat kompleks dan mengandung makna yang sangat mendalam,
baik dari segi filosofis, yuridis, dan sosiologis.
Kajian terhadap suatu putusan pengadilan diharapkan akan dapat menggali persoalanpersoalan yang ada dalam putusan tersebut dalam rangka memahami persesuaian
penerapan peraturan perundang-undangan dengan peristiwa konkret yang terjadi di
lapangan.

Dalam

kajian

ini

akan

dibahas

putusan

Mahkamah

Agung

No.253/K/PID.SUS/2012 dengan terdakwa H. Satono, SH, SP bin Darmo Susiswo
yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi APBD Kabupaten
Lampung Timur Tahun 2005-2010 dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda
Rp500.000.000,00 serta pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar
Rp10.586.575.000,00.6
Putusan Mahkamah Agung di atas sangat berbeda jauh dengan putusan Pengadilan
Negeri Kelas IA Tanjungkarang No. 304/Pid.Sus/2011/PNTK yang menyatakan
terdakwa tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi APBD Kabupaten
Lampung Timur Tahun 2005-2010 dan membebaskan terdakwa dari semua dakwaan
penuntut umum.7
Perkara ini bermula dari terdakwa selaku Bupati Kabupaten Lampung Timur tahun
2005-2010 bersama-sama dengan Sugiharto Wiharjo alias Alay (Komisaris Utama

6

Direktori Putusan MARI. www.Mahkamahagung.RI.org/No.reg.253/PID.SUS/2012, diakses tanggal
12 Agustus 2014.
7
Ibid.

6

PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Setiadana, dimana terdakwa
menempatkan dana APBD Kabupaten Lampung Timur yang seluruhnya sebesar
Rp108.861.624.800. pada PT. BPR Tripanca Setiadana. Penempatan dana selama
waktu tersebut berdasarkan hasil pemeriksaaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
tidak dipersoalkan. Tetapi ketika PT. BPR Tripanca Setiadana mengalami kesulitan
likuiditas dan dicabut izinnya, maka dana APBD Kabupaten Lampung Timur tersebut
tidak dapat dicairkan, sehingga terdapat adanya kerugian keuangan negara. Di
samping itu terdapat adanya dugaan berdasarkan keterangan 1 (satu) orang saksi Laila
Fang dalam penyidikan bahwa terdakwa menerima bunga dari PT. BPR Tripanca
Setiadana sebesar Rp10.586.575.000. sehingga terpenuhi adanya unsur-unsur tindak
pidana korupsi.
Dua persoalan yang akan menjadi fokus kajian ini; Pertama yaitu pertimbangan
hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung yang menerima permohonan kasasi dari
Jaksa Penuntut Umum. Padahal ketentuan Pasal 244 Undang-Undang No. 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan: “Terhadap putusan
perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain
daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.”

7

Pasal 259 KUHAP menyatakan:
“(1) Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain
daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan
kasasi oleh Jaksa Agung.
(2) Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan
pihak yang berkepentingan.”

Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang No. 304/Pid.Sus/2011/PNTK
adalah putusan “bebas” sehingga menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
tidak dapat diajukan kasasi, tetapi dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum
mengajukan kasasi dan kasasinya diterima oleh Mahkamah Agung.
Persoalan kedua adalah Mahkamah Agung mempertimbangkan kesaksian dari saksi
Laila Fang yang menyatakan terdakwa menerima pembayaran bunga sebesar
Rp10.586.575.000 sehingga perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur tindak
pidana korupsi, padahal saksi Laila Fang tidak pernah diajukan ke muka pengadilan,
dimana hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 185 ayat (1) KUHAP yang
menyatakan: “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidang pengadilan”.
Pertimbangan putusan Mahkamah Agung tidak menjabarkan secara jelas adanya
ketentuan undang-undang dengan putusan yang dijatuhkan antara lain:
(1) Majelis Hakim Agung membenarkan adanya ketentuan Pasal 244 dan 259
KUHAP, tetapi Majelis merancukannya dengan adanya putusan “bebas” dan
putusan “bebas murni”. Menurut Majelis, putusan yang tidak dapat dikasasi

8

adalah putusan “bebas murni”, padahal dalam undang-undang tidak mengenal
adanya putusan “bebas” dan putusan “bebas murni”;
(2) Majelis Hakim Agung membenarkan adanya ketentuan Pasal 185 ayat (1)
KUHAP, tetapi Majelis menerima adanya keterangan saksi yang dibacakan di
muka sidang pengadilan. Padahal keterangan saksi yang tidak disampaikan di
muka sidang pengadilan terdapat kemungkinan dibuat secara menyimpang,
tidak sesuai prosedur dan dilakukan dengan paksaan/tekanan, sehingga
KUHAP yang mengutamakan perlindungan hak asasi manusia (HAM)
mengharuskan pemberian keterangan saksi di muka sidang pengadilan;
(3) Pertimbangan hakim lebih mengutamakan keadilan daripada kepastian hukum
dengan dasar “apabila penerapan peraturan perundang-undangan akan
menimbulkan ketidakadilan, maka Hakim wajib berpihak pada keadilan
(moral justice) dan mengenyampingkan hukum atau peraturan perundangundangan (legal j ustice). Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law) yang tentunya
sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku di
dalam masyarakat (social justice)”.
Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan penulisan dalam rangka pembuatan tesis
dengan judul “Analisis Yuridis Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara
Tindak Pidana Korupsi dana APBD Kabupaten Lampung Timur Tahun 20052010 (Studi Putusan MA No. 253/K/PID.SUS/2012)”.

9

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, yang menjadi masalah dalam
penelitian ini adalah :
(1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan
putusan yang memidana pelaku tindak pidana korupsi APBD Kabupaten
Lampung Timur 2005-2010?
(2) Apakah putusan pengadilan

dalam tindak pidana korupsi APBD Kabupaten

Lampung Timur 2005-2010 mempertimbangkan kepastian hukum dan rasa
keadilan masyarakat?
Ruang lingkup pembahasan tesis ini meliputi objek kajian yang berhubungan dengan
pertimbangan hukum hakim menjatuhkan putusan yang memidana pelaku tindak
pidana korupsi APBD Kabupaten Lampung Timur 2005-2010 yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang. Penelitian dilakukan tahun 2014 dengan
lokasi penelitian di Bandar Lampung.

10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk:
(1) Menganalisis dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan
yang memidana pelaku tindak pidana korupsi APBD Kabupaten Lampung
Timur 2005-2010.
(2) Menganalisis putusan pengadilan

dalam tindak pidana korupsi APBD

Kabupaten Lampung Timur 2005-2010 mempertimbangkan kepastian hukum
dan rasa keadilan masyarakat.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Praktis
Sebagai bahan masukkan bagi pihak hakim dalam membuat putusan pengadilan
tindak pidana korupsi agar dapat memenuhi kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
b. Kegunaan Teoretis
Sebagai bahan kajian bagi kalangan teoritisi dalam menganalisis penegakan hukum
tindak pidana korupsi.

11

D. Kerangka Pemikiran dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Teori yang digunakan adalah teori tentang kebebasan hakim dalam membuat putusan
pengadilan sebagaimana dikemukakan oleh Kadri Husin. Menurut Kadri Husin,
dalam membuat suatu putusan pengadilan, dapat dilihat secara umum dan juga
sebagai kenyataan yang terjadi bahwa bagian penting dari aktivitas-aktivitas peradilan
sangat erat hubungannya dengan gejala-gejala dan perkembangan masyarakat. Untuk
menentukan suatu tindakan/perbuatan (feiten), tugas pertama dari hakim ini memang
merupakan tugas yang tidak bersifat politik, tetapi penerapan undang-undang/hukum
terhadap tindakan/perbuatan tersebut dengan memberikan putusan pengadilan (vonis)
merupakan tugas kedua hakim, karena tugas tersebut dipengaruhi pendapat umum
dari masyarakat yang ikut bermain dan unsur-unsur politik ada didalamnya. Tetapi
bukan politik dalam artian partai politik, melainkan dalam artian pemerintah negara,
kebijakan pemerintah menanggulangi kejahatan.8
Berdasarkan uraian di atas, maka hakim dalam menjatuhkan pidana, selain
mempertimbangkan tindak pidana yang dilakukan (strafbaarfeit), kesalahan pelaku
(schuld) dan “hal-hal khusus yang perlu dipertimbangkan”, misalnya pandangan
masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan, dimana opini masyarakat ini
harus diperhatikan oleh hakim agar putusan hakim sesuai dengan rasa keadilan
masyarakat. Oleh karena itu, dapat dikatakan apa yang kita namakan dengan

Kadri Husin. ͞Kebebasan Hakim dalam Perkara Pidana͟. Jurnal JUSTISIA FH Unila, Bandar Lampung,
1993, hlm. 3.

8

12

straftoemeting atau sentencing dalam suatu proses peradilan pidana tidak lain
merupakan manifestasi atau suatu pendapat dari kompleks nilai-nilai dalam
penegakan hukum.
Persoalannya seringkali nilai-nilai yang dianut penguasa yang membuat undangundang dan penegak hukum yang melaksanakan undang-undang sebagai kelompok
kelas atas (the rulling class) tidak sama dengan nilai-nilai dari masyarakat yang pada
umumnya berada pada kelas bawah (the lower class). Hal yang demikian, seyogianya
tidak menyebakan kekuasaan kehakiman dan hakim khususnya dianggap sebagai
sesuatu yang terpisah (hakim yang bebas) betul-betul memisahkan hakim dari
masyarakat.
Hakim dalam kedudukan dan fungsinya harus mencerminkan kehidupan masyarakat
yang sesungguhnya. Kekuasaan kehakiman di alam demokrasi mencakup didalamnya
kekuasaan hakim sebanyak mungkin berasal dari masyarakat, serta sedapat mungkin
menyatu dengan pikiran rakyat.
2. Konseptual
Selanjutnya untuk membatasi istilah yang digunakan dalam penulisan tesis ini
dirumuskan pengertian-pengertian sebagai berikut:
a. Analisis yuridis adalah suatu kegiatan mengkaji suatu fakta dengan fakta-fakta
lainnya untuk mendapatkan kesimpulan guna memperoleh fakta yang sebenarnya
berdasarkan asas-asas, norma, dan ketentuan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku.

13

b. Pertimbangan hakim adalah suatu uraian yang berdasarkan fakta-fakta, analisis
yuridis, keahlian, pengalaman dan keyakinan hakim yang menjadi dasar hakim
membuat suatu putusan pengadilan.
c. Tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia yang dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang. Terhadap perbuatan mana pelakunya dapat
dipertanggungjawabkan.
d. Korupsi adalah perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan jabatan untuk
kepentingan diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara.
Termasuk korupsi perbuatan menerima dan memberi suap serta gratifikasi kepada
penyelenggara negara. Tindak pidana korupsi

dilarang dan diancam dengan

hukuman oleh Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20
Tahun 2001.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Pendekatan dalam penelitian ini, penulis melakukan pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang didasarkan pada
peraturan perundang-undangan, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan
dengan penulisan penelitian ini, sedangkan pendekatan yuridis empiris yang
dilakukan dengan mengadakan penelitian lapangan, yaitu dengan melihat fakta-fakta
yang ada dalam praktik dan mengenai pelaksanaannya.

14

2. Sumber Data
Sumber data dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan dua sumber, yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari hasil penelitian di
lapangan, baik melalui pengamatan atau wawancara dengan para responden,
dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan masalah
penulisan tesis ini.
b. Data skunder, yaitu data yang diperoleh dengan menelusuri literatur-literatur
maupun peraturan-peraturan dan norma-norma yang berhubungan dengan
masalah yang akan dibahas dalam tesis ini. Data sekunder tersebut meliputi:
1) Bahan hukum primer yaitu : Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 8 Tahun
1981 tentang KUHAP.
2) Bahan hukum sekunder yaitu Peraturan Pemerintah, Peraturan dan Surat
Keputusan Menteri, serta peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan
dengan pengadilan dan korupsi.
3) Bahan hukum tersier yaitu karya-karya ilmiah, bahan seminar, dan hasilhasil penelitian para sarjana yang berkaitan dengan pokok permasalahan
yang dibahas.

15

3. Penentuan Narasumber
Dalam penelitian ini, narasumber yang diambil penulis yaitu hakim di Pengadilan
Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Jaksa Penuntut Umum Kejari Bandar Lampung,
dan praktisi hukum/advokat/pengacara. Untuk menentukan narasumber disesuaikan
dengan tujuan yang hendak dicapai dan kedudukan masing-masing narasumber yang
dianggap telah mewakili

terhadap masalah yang hendak diteliti/dibahas. Sesuai

dengan metode penentuan narasumber yang akan diteliti sebagaimana tersebut di atas
maka narasumber dalam membahas tesis ini adalah :
1. Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang
2. Jaksa Penuntut Umum Kejari Bandar Lampung
3. Pengacara/Penasehat Hukum

1 orang
1 orang
1 orang
------------------Jumlah 3 orang

4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Dalam pengumpulan data penulis mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
Untuk memperoleh data skunder, dilakukan dengan serangkaian kegiatan dokumenter
dengan cara membaca, mengutip buku-buku, menelaah peraturan perundangundangan, dokumen dan informasi lainnya yang berhubungan dengan permasalahan
yang akan dibahas.
Untuk memperoleh data primer, dilakukan dengan cara melakukan studi lapangan di
Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang dan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung,
dengan menggunakan metode wawancara. Dalam metode wawancara materi-materi
yang akan dipertanyakan telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh penulis sebagai

16

pedoman, metode ini dipergunakan agar responden bebas memberikan jawabanjawaban dalam bentuk uraian-uraian.
Setelah data tersebut terkumpul, pengolahan data dilakukan dengan cara:
1. Editing, dalam hal ini data yang masuk akan diperiksa kelengkapannya,
kejelasannya, serta relevansi dengan penelitian.
2. Evaluating, yaitu memeriksa dan meneliti data untuk dapat diberikan penilaian
apakah data tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan digunakan
untuk penelitian.
3. Sistimatisasi data, yaitu menempatkan dan mengurutkan data sesuai dengan
kategorisasi dan penggolongannya untuk memudahkan dalam kegiatan analisis
data.
5. Analisis Data
Untuk menganalisis data yang telah terkumpul penulis menggunakan analisis
kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk melukiskan kenyataan-kenyataan yang
ada berdasarkan hasil penelitian yang berbentuk penjelasan-penjelasan, dari analisis
tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan secara induktif, yaitu cara berpikir dalam
mengambil suatu kesimpulan terhadap permasalahan yang membahas secara umum
yang didasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus.
F. Sistimatika Penulisan
Penulisan tesis ini terdiri dari 4 (empat) bab terdiri dari:

17

I.

Pendahuluan berisikan tentang latar belakang masalah, permasalahan dan ruang

lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka pemikiran, metode penelitian dan
sistimatika penulisan.
II. Tinjauan Pustaka berisikan tentang pengertian tindak pidana korupsi,
pertanggungjawaban pidana dan kebebasan hakim dalam membuat putusan
pengadilan.
III. Hasil Penelitian dan Pembahasan yang berisikan tentang Dasar pertimbangan
hukum hakim dalam menjatuhkan putusan yang memidana pelaku tindak pidana
korupsi APBD Kabupaten Lampung Timur 2005-2010 dan putusan pengadilan
dalam tindak pidana korupsi APBD Kabupaten Lampung Timur 2005-2010
mempertimbangkan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
IV. Penutup yang berisikan simpulan dan saran.

18

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana Korupsi
1. Pengertian Korupsi
Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus yang berarti
kerusakan

atau

kebobrokan.

Dalam

bahasa

Inggris

dikenal

dengan

kata

corruption/corrupt, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan corruptive.
Pengertian korupsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi
atau orang lain, sedangkan pengertian korup ialah busuk; buruk; suka memakai
barang (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok (melalui kekuasaannya
untuk kepentingan pribadi).
Menurut A.S. Hornby et. al. Dalam The Advanced Leaner’s Dictionary of Current
English korupsi adalah “the offering and accepting of bribes” (penawaran/pemberian
dan penerimaan hadiah-hadiah berupa suap) dan diartikan pula sebagai “decay” yaitu
kebusukan/kerusakan.1

1

Lopa, Baharuddin, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum. Penerbit Buku KOMPAS, Jakarta,
2001, hlm 43.

19

Pengertian korupsi banyak didefinisikan oleh para pakar, dimana masing-masing
merumuskannya sesuai dengan sisi pandang bidang ilmunya. Korupsi dari sisi
pandang ekonomi menurut Jacob van Klaveren2 bahwa seorang pengabdi negara
(pegawai negeri) yang berjiwa korup menganggap kantor/instansinya sebagai
perusahaan dagang, dimana pendapatannya akan diusahakan semaksimal mungkin.
Korupsi dari sisi pandang pemerintahan sebagai perilaku yang menyimpang dari
kewajiban-kewajiban normal suatu peran instansi pemerintah, karena kepentingan
pribadi (keluarga, golongan, kawan, teman) demi mengejar status dan gengsi atau
melanggar peraturan dengan jalan melakukan atau mencari pengaruh bagi
kepentingan pribadi. Hal itu mencakup tindakan seperti penyuapan (memberi hadiah
dengan maksud hal-hal menyelewengkan seseorang dalam kedudukan pada jawatan
dinasnya); nepotisme (kedudukan sanak saudaranya sendiri didahulukan, khususnya
dalam pemberian jabatan atau memberikan perlindungan dengan alasan hubungan
asal-usul dan bukannya berdasarkan pertimbangan prestasi; penyalahgunaan atau
secara tidak sah menggunakan sumber penghasilan negara untuk kepentingan
pribadi).
Dari sisi pandang kepentingan umum dengan mengatakan bahwa pola korupsi dapat
dikatakan ada apabila seorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk
melakukan hal-hal tertentu seperti seorang pejabat yang bertanggungjawab melalui
uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak dibolehkan oleh undang-undang;

2

Ibid.

20

membujuk atau mengambil langkah yang menolong siapa saja yang menyediakan
hadiah dan dengan demikian benar-benar membahayakan kepentingan umum.
Berdasarkan sisi pandang sosiologi, Syed Hussein Alatas3

menyatakan terjadi

korupsi adalah apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan
oleh seorang dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa
pada kepentingan-kepentingan si pemberi. Kadang-kadang juga berupa perbuatan
menawarkan pemberian uang dan hadiah lain yang dapat menggoda pejabat.
Termasuk dalam pengertian ini juga pemerasan yakni permintaan pemberian atau
hadiah seperti itu dalam pelaksanaan tugas-tugas publik. Istilah itu juga dikenakan
pada pejabat-pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus bagi
keuntungan mereka sendiri. Selanjutnya ditambahkan Syed Hussein Alatas, yang
termasuk pula sebagai korupsi adalah pengangkatan sanak saudara, teman-teman atau
kelompok-kelompok politik pada jabatan-jabatan dalam kedinasan aparatur
pemerintahan tanpa memandang keahlian mereka maupun konsekuensinya pada
kesejahteraan masyarakat (nepotisme). Dengan demikian yang termasuk dalam
korupsi adalah empat tipe yang mencakup perbuatan penyuapan, pemerasan,
nepotisme dan penggelapan.
Menurut Syed Hussein Alatas4 empat tipe korupsi di atas dalam prakteknya meliputi
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu orang.
2. Korupsi pada umumnya dilakukan penuh kerahasiaan.
3
4

Syed Husein Alatas, Sosiologi Korupsi. LP3ES, Jakarta, 1980, hlm. 11.
Ibid., hlm. 13.

21

3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
4. Korupsi dengan berbagai macam akal berlindung dibalik pembenaran hukum.
5. Mereka yang terlibat korupsi adalah yang menginginkan keputusan yang tegas
dan mereka mampu mempengaruhi keputusan.
6. Tindakan korupsi mengandung penipuan baik pada badan publik atau masyarakat
umum.
7. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka
yang melakukan itu.
9. Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban
dalam tatanan masyarakat.

2. Tindak Pidana Korupsi
Pengertian tindak pidana korupsi sejak berlakunya Peraturan Penguasa Militer No.
Prt/PM-06/1957 tanggal

9 April 1957 sampai dengan diundangkannya UUTPK

Tahun 2001 (UU No. 20 Tahun 2001) semakin lama semakin disempurnakan,
sehingga hampir merumuskan pelbagai bentuk pengertian korupsi yang telah
diuraikan di atas sebagai tindak pidana korupsi. Dalam UUTPK pengertian tindak
pidana korupsi tercantum dalam Bab II tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 2—
Pasal 20 dan Bab III tentang Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak
Pidana Korupsi Pasal 21—Pasal 24. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut dapat
dikategorikan lima pengertian dan tipe tindak pidana korupsi berikut di bawah ini
dengan penjelasan masing-masing unsurnya. Unsur-unsur yang sama yang telah
dijelaskan sebelumnya tidak akan dijelaskan lagi pada penjelasan unsur pasal
berikutnya.
a. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tipe Pertama
Pengertian tindak pidana korupsi tipe pertama terdapat dalam Pasal 2 UUTPK:

22

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh tahun) dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Berdasarkan ketentuan pasal di atas unsur-unsur dari tindak pidana korupsi adalah
sebagai berikut:
(1) Perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan
Pada dasarnya maksud memperkaya di sini dapat ditafsirkan suatu perbuatan
dengan mana si pelaku bertambah kekayaannya oleh karena perbuatan tersebut.
Modus operandi perbuatan memperkaya dapat dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya dengan membeli, menjual, mengambil, memindahbukukan rekening,
menandatangani kontrak serta perbuatan lainnya sehingga si pelaku bertambah
kekayaannya.
(1) Perbuatan tersebut bersifat melawan hukum
Unsur melawan hukum dalam UUTPK mencakup perbuatan melawan hukum
baik dalam arti formil maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan
tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi apabila
perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau
norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat
dipidana.
(2) Merugikan keuangan atau perekonomian negara

23

Penjelasan UUTP menentukan bahwa keuangan negara adalah seluruh kekayaan
negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk di
dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang
timbul karena:
a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat
negara, baik di tingkat pusat maupun daerah; dan
b) berada dalam pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan
yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal
pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
Perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan asas kekeluargaan atau pun usaha masyarakat secara mandiri
yang berdasarkan pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan
memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan
masyarakat.
b. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tipe Kedua
Pasal 3 UUTPK merumuskan pengertian tindak pidana korupsi tipe kedua sebagai
berikut:
"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

24

keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan atau denda
paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)".
Unsur-unsur tindak pidana korupsi dari Pasal di atas adalah sebagai berikut:
(1) Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukannya
Tindak pidana korupsi pada tipe kedua ini terutama ditujukan kepada seorang
pegawai negeri, oleh karena hanya pegawai negeri saja yang dapat
menyalahgunakan jabatan, kedudukan dari kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUTPK, pengertian
pegawai negeri meliputi:
(a) pegawai

negeri

sebagaimana

dimaksud

dalam

Undang-undang

Kepegawaian (i.c. Undang-undang No. 43 Tahun 1999);
(b) pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHPidana (i.c. Pasal 92
KUHPidana);
(c) orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
(d) orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah; dan
(e) orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
(2) Tujuan dari perbuatan tersebut menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi

25

Perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi berarti
membuat orang tersebut, orang lain/kroninya atau suatu korporasi memperoleh
aspek material maupun immaterial dari perbuatan itu. Pembuktian unsur
“menguntungkan” dapat lebih mudah dibuktian oleh penuntut umum karena
unsur menguntungkan tidak memerlukan dimensi apakah orang tersebut menjadi
kaya atau bertambah kaya sebagaimana unsur “memperkaya” dalam Pasal 2
UUTPK.
c. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tipe Ketiga
Tindak pidana korupsi pada tipe ketiga terdapat dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal
13 UUTPK yang merupakan pasal-pasal dari KUHPidana yang kemudian ditarik
menjadi tindak pidana korupsi. Apabila dikelompokkan, terdapat empat kelompok
tindak pidana korupsi tipe ketiga berikut ini.
(1) Penarikan perbuatan yang bersifat penyuapan, yaitu Pasal 209, 210, 418, 419 dan
420 KUHPidana.
(2) Penarikan perbuatan yang bersifat penggelapan yaitu Pasal 415, 416 dan 417
KUHPidana.
(3) Penarikan perbuatan yang bersifat kerakusan yaitu Pasal 423 dan 425
KUHPidana.
(4) Penarikan perbuatan yang berkorelasi dengan pemborongan, leveransir dan
rekanan, yaitu Pasal 387, 388 dan 435 KUHPidana
d. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tipe Keempat

26

Pasal 15 dan 16 UUTPK mengkualifikasikan perbuatan percobaan (poging),
pembantuan atau permufakatan jahat serta pemberian kesempatan, sarana atau
keterangan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang di luar
wilayah Indonesia sebagai tindak pidana korupsi.
e. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tipe Kelima
Tindak pidana korupsi pada tipe kelima ini sebenarnya “tidak murni” sebagai tindak
pidana korupsi melainkan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana
korupsi sebagaimana diatur dalam Bab III Pasal 21 sampai dengan 24 UUTPK.
Apabila dijabarkan, hal-hal tersebut adalah:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan
secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa, ataupun para saksi dalam
perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 35 atau Pasal 36
UUTPK yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi
keterangan yang tidak benar dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit

27

Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(3) Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 220, 231, 241, 422, 429 atau 430 KUHPidana dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(4) Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
UUTPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
B. Pertanggungjawaban Pidana
Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan
dengan suatu pidana. Apakah orang yang melakukan perbuatan kemudian juga
dijatuhi pidana, sebagaimana telah diancamkannya, ini tergantung apakah dalam
melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. Sebab asas dalam pertanggung
jawaban dalam hukum pidana ialah: nullum delictum nulla poena previa lege dan
geen straf zon

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMILU

0 29 60

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (Putusan MA No. 1179K/Pid/2005)

0 6 83

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERSAMASAMA (Studi Kasus No. 862/PID/B2010/PNTK)

0 4 51

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DANA APBD LAMPUNG TIMUR DI TINGKAT KASASI (Studi Putusan Mahkamah Agung No.253 K/PID.SUS/2012/MA)

3 10 56

ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan No. 1741/PID/B/2009/PN. TK Joncto Putusan No. 60/PID/2010/PT. TK)

2 19 107

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DI LAMPUNG TIMUR ( Studi Putusan MA No. 253 K/PID.SUS/2012 dan Putusan PN No. 304/PID.SUS/2011/PN.TK)

4 45 59

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DANA APBD KAB. LAMPUNG TIMUR TAHUN 2005-2010 (Studi Putusan MA No. 253/K/PID.SUS/2012)

0 6 75

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns)

0 3 56

ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA KANDUNG (Studi Putusan No. 222/Pid.Sus/2014/PN. Kot)

0 0 15

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Putusan Nomor: 18/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Tjk)

0 1 15