PENGARUH PERKAWINAN USIA MUDA TERHADAP POLA ASUH ANAK DI DESA PENUMANGAN BARU KECAMATAN TULANG BAWANG TENGAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PERKAWINAN USIA MUDA TERHADAP POLA ASUH ANAK DI DESA PENUMANGAN BARU KECAMATAN TULANG BAWANG

TENGAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

Oleh

Hestiana Mega Ningrum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perkawinan usia muda terhadap pola asuh anak. Dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah masyarakat Desa Penumangan Baru. Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 95 responden, diambil secara total sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, kuesioner, wawancara dan studi pustaka. Sedangkan analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi sederhana. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ho : tidak ada pengaruh dan Ha : terdapat pengaruh. Berdasarkan hasil analisis regresi sederhana yang dilakukan, menyatakan Ho ditolak dengan demikian terdapat pengaruh antara perkawinan usia muda terhadap pola asuh anak yaitu pola asuh permisif sebesar 0,320, dengan demikian kekuatan pengaruh antar variabel dikategorikan sedang. Penelitian ini menghasilkan bahwa fenomena perkawinan usia muda memiliki kontribusi yang besar terhadap penerapan pola asuh permisif Di Desa Penumangan Baru Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(2)

ABSTRACT

EFFECT OF MARRIAGE PARENTING YOUNG CHILDREN ( Studies in the village of New Penumangan Central District of Bone Tulang

Bawang Bawang West )

By

Hestiana Mega Ningrum

This study aims to determine the effect of early marriage on parenting. In this study, using quantitative methods. The population was Penumangan Baru Village. The number of samples in this research is 95 respondents taken by total sampling. File collection techniques in this study using observations, questionnaires, interviews and literature. While the analysis of data using simple regression test. The hypothesis of this study is Ho: no influence and Ha: there is influence. Based on the results of a simple regression analysis is performed, said Ho rejected as such there is the influence of early marriage on parenting that is permissive parenting amounted to 0.320, thus the power of influence between variables were categorized. This study resulted in that the phenomenon of child marriage has a huge contribution to the application of permissive parenting Penumangan In the village of Tulang Bawang Tengah District of Bone Middle Onions Tulang Bawang West.


(3)

PENGARUH PERKAWINAN USIA MUDA TERHADAP POLA ASUH ANAK

(Studi di Desa Penumangan Baru Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat)

Oleh

HESTIANA MEGA NINGRUM

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Hestiana Mega Ningrum. Lahir di Penumangan Baru Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat pada tanggal 24 Oktober 1993. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Antonius Sumardi dan Ibu Katarina Samiyem. Penulis memiliki satu kakak laki-laki dan tiga kakak perempuan.

Penulis berkebangsaan Indonesia dan beragama Katholik. Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis :

1. SDN 2 Penumangan Baru, diselesaikan pada tahun 2005 2. SMP Bina Desa, diselesaikan pada tahun 2008

3. SMK Karya Bhakti jurusan akuntansi, diselesaikan pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi. Pada Januari 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Titian Wangi Kecamatan Candipuro Kabupaten Lampung Selatan. Pada semester akhir tahun 2015 penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perkawinan Usia Muda terhadap Pola Asuh Anak (Studi di Desa Penumangan Baru Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat)”.


(8)

PERSEMBAHAN

Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh

Kudus, Ku persembahkan karya ini kepada :

Ayah dan Ibu ku tercinta yang selalu menanti

kesuksesanku,

Kakak-kakakku dan keluarga besarku,

Serta almamater tercinta.


(9)

MOTTO

Orangtua ibarat Tuhan yang Hidup

dimana setiap ucapannya adalah doa

dan petunjuk yang selalu menuntun

langkah kita.

(Hestiana Mega Ningrum)

Mengutamakan dan selalu belajar

memahami Kehendak Tuhan daripada

kehendak diri merupakan salah satu

cara menikmati hidup dengan rasa

syukur


(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Perkawinan Usia Muda terhadap Pola Asuh Anak

(Studi di Desa Penumangan Baru Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat)”. adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosiologi di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah dan ibu ku tercinta, terima kasih atas doa, motivasi dan semangat yang tiada henti selalu mengiringi langkahku;

2. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku dekan Fisip Unila;

3. Bapak Drs. Susetyo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sosiologi dan dosen Pembimbing Akademik;

4. Ibu Dra. Paraswati Daril Milyan, selaku pembimbing utama atas kesabaran dan ketulusan dalam memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini serta memberikan semangat tiada henti; 5. Bapak Drs. Suwarno, M.H., selaku dosen penguji atas masukan, saran, dan

kritik dalam penyempurnaan skripsi ini;

6. Seluruh Dosen dan staf administrasi Fisip Unila;

7. Kakak iparku terkasih Arieandi dan Dionisius Edi yang selalu membantuku dari awal masuk kuliah sampai lulus kuliah, terima kasih atas dukungan dan doanya yang selalu memberiku semangat;


(11)

8. Kakak kandungku tersayang Wahyudi Yanto dan Yundaku Elisabet Asih Kumala Ndari, Ratih Yuni Arti, Bernardine Anita Manda Sari yang tiada henti memberiku nasehat, dukungan, doa serta kesetiaannya menanti kesuksesanku;

9. Keponakanku tersayang Dony yang dewasa dan baik, Sekar, Dizya, Fizya, Basco dan Basca, Amri, Raditya, Ican dan Alvin yang selalu memberikan keceriaan dan semangat untukku melalui wajah lucu dan manis kalian; 10.Sahabat-sahabat terbaikku, Deni Liana Wati yang paling baik dan selalu

lembut, Dwi Oktaviani yang paling dewasa dan selalu memberiku semangat, Vinta Riasyahrani Safitri yang selalu mengalah dan selalu menolong, Agnes Desti Ratna Sari yang selalu memberi contoh baik kepadaku, serta Prastiwi Jayanti yang tidak pernah meninggalkan aku disaat kesusahan. Banyak suka duka, manis dan pahit yang telah kita alami, jadikan ini sebuah cerita yang indah dimasa depan, semoga kita saling menguatkan walaupun jauh, walaupun tidak bertatap mata namun selalu terkenang dihati masing-masing.

11.Teman-teman Kontrakan yang sering belanja bareng, makan bareng dan saling melepas penat untuk Melrisda Perdana yang selalu kocak suka kepo dan Vincencia yang selalu heboh dengan gosip- gosip terbaru;

12.Teman-teman satu bimbingan yang saling menyemangati untuk Gede arye semangat ya arye skripsinya, semoga sukses selalu;

13.Semua temen-temen jurusan Sosiologi angkatan 2011 : Lilian, Anggun, Yani, Arum, Nora, Siska, Desi, Alfi, Dina, Monika D, Pipit, Fachri, Pandi, Yudi, Hengki, Arif, Tomi, Agus, Windu, Fahru, Imam, Putu, Mirdalina,


(12)

Agung, Anas, Davit, Yoga, Eva, Tata, Widia, Siti, Meiga, Nova, Yuliatika, Fatiah, Yulica, Tiara, Uti, Eri, Kiki, Yosi, Nisa N, Cindi, Nisa P, Partini, Marlina, Nia, dan Anton, Terima kasih atas kebaikan kalian selama ini semoga silaturahmi kita tetap terjaga;

14.Teman-teman KKN tercinta yang telah memberikan cerita baru, pengalaman, serta pelajaran yang berkesan untuk penulis. Kepada Gilang (kordes), Dian (sekertaris), Tita, Mbak. Esti, Ferinda, Mbhoot, Heral penulis ucapkan terima kasih atas kerja sama yang solid selama 40 hari di Desa Titian Wangi;

15.Bapak Kepala Desa Penumangan Baru serta masyarakat yang telah berpartisipasi dalam pengisian kuesioner;

16.Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini belum seideal dan sebaik harapan, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, 6 Agustus 2015 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK . ... i

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

MOTTO ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xx

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 12

C. Rumusan Masalah... 12

D. Tujuan Penelitian... 12


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perkawinan Perkawinan Usia Muda... 14

B. Bentuk Pola Asuh... 21

C. Teori Perkawinan Usia Muda... 25

D. Kerangka Fikir... 26

E. Skema Kerangka Fikir... 29

F. Hipotesis... 29

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Type Penelitian... 30

B. Lokasi penelitian... 30

C. Definisi Konseptual... 31

D. Definisi Operasional... 33

E. Populasi dan Sampel... 40

F. Teknik Pengumpulan Data... 41

G. Teknik Pengolahan Data... 42

H. Teknik Analisis Data... 43

IV.GAMBARAN UMUM LOKASI A. Sejarah Desa... 45

B. Kondisi Geografis... 46

C. Kondisi Perekonomian... 47

D. Kondisi Sosial Budaya... 48

E. Kondisi Sarana dan Prasarana... 49

F. Pemerintahan Umum... 50

G. Visi Pembangunan Desa... 52

H. Misi Pembangunan Desa... 52

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 54


(15)

VI. PENUTUP

A. Kesimpulan... 101 B. Saran... 104 DAFTAR PUSTAKA... 105

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Izin Riset Lampiran 2. Kuesioner Lampiran 3. Koding Data Lampiran 4. Output SPSS Lampiran 5.Dokumentasi


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.Opersional Konsep Penelitian... 33

2.Nama- nama Kepala Desa... 46

3. Tata Guna Tanah... 46

4. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin... 47

5. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian... 48

6. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan... ... 48

7. Pendidikan Formal... ... 49

8. Prasarana Kesehatan... 50

9. Sarana dan Prasarana Desa... 50

10. Badan Permusyawaratan Desa... 51

11. Lembaga Permberdayaan Kemasyarakatan Desa... 52

12. Tingkat ketepatan responden berstatus pelajar pada saat menikah... 62

13. Tingkat ketepatan responden bekerja pada orangtua sebelum menikah 63 14. Jumlah penghasilan responden setiap bulan sebelum menikah... 63

15. Tingkat ketepatan responden memiliki pekerjaan setelah menikah... 64

16. Tingkat ketepatan respoden tentang bekerja pada orangtua setelah menikah... 65


(17)

17. Jumlah penghasilan responden setiap bulan setelah menikah... 65

18. Tingkat ketepatan tentang responden tinggal dengan orangtua Setelah menikah... 66

19. Tingkat pengaruh permintaan orangtua responden untuk segera menikah ... 67

20. Tingkat pengaruh sebutan Perawan atau Perjaka Tua... 67

21. Tingkat persetujuan responden tentang tradisi menikah muda... 68

22. Tingkat persetujuan responden tentang target menikah muda... 69

23. Tingkat kebahagiaan yang dirasakan responden setelah menikah... 69

24. Tingkat persetujuan responden untuk membuat peraturan... 71

25. Tingkat pengetahuan responden tentang dampak peraturan... 72

26. Tingkat persetujuan responden tentang peraturan merupakan hal yang utama... 73

27. Tingkat persetujuan responden untuk menghukum anak... 73

28. Tingkat persetujuan responden responden dalam menerapkan peraturan... 74

29. Tingkat kedisiplinan responden... 74

30. Tingkat pengaruh responden tentang menghukum anak agar jera... 75

31. Tingkat keseringan responden memberikan hukuman kepada anak.... 76

32. Tingkat keseringan responden memarahi anak ketika melakukan kesalahan... 76

33. Tingkat keseringan responden melampiaskan kekesalan pada anak.... 77

34. Tingkat kekhawatiran responden terhadap anak... 77

35. Tingkat mengenal responden terhadap semua teman anak... 79


(18)

37. Tingkat izin responden pada anak mengenal lawan jenis... 80

38. Tingkat izin dari responden pada anak untuk berpacaran... 80

39. Tingkat Kepercayaan responden pada anak dalam berpacaran... 81

40. Tingkat kebebasan yang diberikan pada anak dalam berpacaran... 81

41. Tingkat kesibukan responden dengan pekerjaan... 82

42. Tingkat keseringan responden menitipkan anak... 82

43. Tingkat keseringan responden meninggalkan rumah... 83

44. Tingkat keseringan responden memberi uang jajan lebih... 83

45. Tingkat persetujuan responden merupakan orangtua royal... 84

46. Tingkat keseringan responden memanjakan anak... 84

47. Tingkat keseringan responden memaksakan kehendak pada anak... 85

48. Tingkat keeratan responden dengan anak... 86

49. Tingkat keseringan anak bercerita kepada responden... 87

50. Tingkat keseringan responden bertanya kepada anak... 87

51. Tingkat pengetahuan responden tentang emosional anak... 88

52. Tingkat keseringan responden memperhatikan perkembangan anak... 88

53. Tingkat keseringan responden bertanya PR pada anak... 89

54. Besar dukungan responden terhadap bakat anak... 90

55. Tingkat ijin yang diberikan responden pada anak untuk mengikuti kegiatan diluar sekolah... 90

56. Tingkat pengetahuan responden tentang keaktifan anak dalam kegiatan diluar sekolah... 91


(19)

58. Tingkat pengetahuan responden tentang kegunaan dari rekreasi... 92

59. Tingkat keseringan responden mengajak anak untuk berekreasi... 93

60. Jenis kelamin*pola asuh otoritarian... 95

61. Jenis kelamin*pola asuh permisif... 96


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Fikir... 29

2. Struktur Pemerintahan Desa... 51

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 55

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan... 56

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 57

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 58

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Perkawinan... 59

8. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia saat Menikah... 60


(21)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkawinan usia muda terjadi di Indonesia sudah sejak masa penjajahan oleh negara-negara maju, seperti pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Indonesia sendiri telah mengalami masa penjajahan selama 350 tahun. Pada masa penjajahan, bangsa Indonesia melakukan perkawinan diusia yang masih sangat belia, misalnya diusia 18 tahun atau ketika setelah menstruasi pertama untuk remaja perempuan dan setelah disunat dan mimpi basah untuk remaja laki-laki. Para orangtua pada jaman dahulu khususnya masa penjajahan memilih menikahkan anak-anak mereka diusianya yang masih sangat muda agar tidak menjadi perawan atau perjaka tua. Sebutan perawan tua untuk perempuan dan perjaka tua untuk laki-laki, merupakan sebuah “aib” yang perlu dihindari bagi pandangan para orangtua pada jaman itu. Selain itu, ditujukan untuk memperoleh keturunan laki-laki, agar dapat melawan para penjajah.

Perkawinan usia muda juga semakin berkembang setelah Kemerdekaan Republik Indonesia, terutama pada masa transmigrasi yang dilakukan di Indonesia secara besar-besaran pada era kepemimpinan Soeharto. Perkawinan Usia Muda terjadi di desa Penumangan Baru juga bermula sejak tahun 1973 ketika adanya transmigrasi di desa tersebut (Profil Desa Penumangan Baru,


(22)

2

2014). Masyarakat desa sangat antusias dengan diadakannya transmigrasi ini, dikarenakan untuk merubah mutu hidup mereka. Hampir dari keseluruhan Masyarakat desa Penumangan Baru awal mulanya adalah penduduk yang berasal dari Pulau Jawa dan merupakan salah satu buktinya bahwa para pemuda-pemudinya melakukan transmigrasi secara besar-besaran dikarenakan untuk mengurangi kepadatan penduduk. Pada waktu itu, perkawinan usia muda banyak dilakukan untuk memenuhi persyaratan agar diperbolehkannya mengikuti transmigrasi karena hanya laki-laki atau perempuan yang sudah berkeluarga saja yang boleh melakukan transmigrasi. Seiring dengan perkembangan jaman, Indonesia telah membentuk sebuah Undang-undang perkawinan. Memiliki tujuan sebagai pedoman yang dirasa tepat dan sesuai untuk melakukan perkawinan. Pedoman tersebut berisi tentang adanya peraturan dilakukannya perkawinan harus berdasarkan keyakinan dan kepercayaan agama masing-masing (di Indonesia Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu). Undang-undang tersebut juga mengatur usia perkawinan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 mengatur tentang perkawinan. Pasal 7 ayat 1 mengatakan bahwa perkawinan diizinkan jika pria sudah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas) tahun. Undang-undang ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam UU Perlindungan Anak, batas usia dewasa dinyatakan 18 tahun.


(23)

3

Remaja yang menikah usia muda memiliki arti tersendiri dimata orangtua. Remaja yang dinikahkan oleh orangtua dapat dilihat dari dua sisi yaitu anak dipandang sebagai beban keluarga dan aset ekonomi keluarga. Aspek anak dipandang sebagai beban keluarga dikarenakan terhimpitnya penghasilan keluarga. Hal ini dapat dilihat dari sisi pendidikan dimana orangtua dirasakan kurang mampu menyekolahkan anak setinggi mungkin dikarenakan keterbatasan penghasilan. Orangtua juga ingin mengajarkan anak untuk dapat hidup mandiri dan belajar mengasah kedewasaan dengan menikahkan anak yang masih remaja, walaupun secara fisik maupun mental dirasakan kurang tepat. Dilihat dari aspek anak dipandang sebagai aset ekonomi keluarga yaitu remaja dapat hidup mandiri dan membantu meningkatkan penghasilan orangtua serta membantu meringankan beban tanggungan orangtua. Remaja yang menikah muda dapat bekerja dan bertanggung jawab membantu memenuhi kebutuhan adik- adiknya yang sedang bersekolah.

Fenomena perkawinan usia muda juga terus merebak dijaman sekarang. Khususnya di Desa Penumangan Baru dalam satu tahun yang lalu sudah terjadi perkawinan diusia yang masih sangat muda sebanyak 10 kali. Sebanyak 10 perkawinan yang terlaksana, ada diantaranya 5 kasus dalam perkawinan dikarenakan pihak wanita sudah mengalami kehamilan diluar nikah. Menikah di usia muda sudah menjadi hal yang sangat wajar di desa tersebut, tanpa memperdulikan sebab dari adanya perkawinan tersebut.

Menikah muda di Desa Penumangan Baru memang sering terjadi. Meskipun setiap tahunnya terkadang tidak selalu mengalami peningkatan, namun selalu


(24)

4

saja adanya kejadian sebuah kasus dalam pernikahan tersebut. Kasus tersebut diantaranya hamil diluar nikah, penggerebekan, tanpa restu dari orangtua dan banyak hal lainnya. Orang tua dari para remaja tersebut hanya bisa pasrah dengan menikahkannya agar tidak menjadi sebuah “aib” yang mencemarkan bagi keluarga dan semata- mata demi kebahagiaan bagi anak- anaknya.

Remaja yang menikah muda di Desa Penumangan Baru, juga kebanyakan karena keinginannya sendiri. Para remaja tersebut sudah banyak yang mengenal tentang “berpacaran” dimana mereka saling mengenal dan memahami lawan jenisnya. Tanpa mereka sadari sebenarnya indahnya dunia dalam berpacaran belum menjamin akan keindahan dimasa setelah menikah. Peran orang tua disini dalam memberikan protexy (perlindungan) terhadap anak-anak mereka dalam “berpacaran” dirasakan masih sagat kurang dan terkesan terlalu membebaskan anak dalam pergaulan sehingga anak sendiri juga mengalami kekurangan pemahaman, sifat kedewasaan dan perlindungan akan diri sendiri.

Menikah di usia muda yang awalnya dianggap sangat suci dan sebuah kehormatan ketika sudah menikahkan anaknya agar terhindar dari sebutan “perawan tua” atau “perjaka tua”. Sekarang menikah muda diartikan menjadi sebuah perkawinan yang kurang sakral dan tidak suci dikarenakan semata- mata hanya untuk menutupi “aib” dan legalitas saja. Terbukti bahwa tidak jarang di desa Penumangan ada sebuah kasus dimana remaja yang menikah muda melakukan perceraian. Adapun yang baru saja menikahi sebagai bukti pertanggung jawabannya karena telah menghamili, namun setelah itu pihak


(25)

5

laki-laki pergi dan meninggalkan tanggung jawabnya sebagai suami dan calon ayah dari anaknya.

Para orang tua remaja tersebut pastinya juga merasakan sebuah kegagalan dalam mendidik dan membesarkan anak- anak, dimana seharusnya anak menjadi dambaan dan mengharumkan nama baik orang tua justru sebaliknya. Para orang tua di desa sudah banyak yang memiliki kesadaran akan pentingnya pencapaian pendidikan setinggi mungkin untuk anak- anak mereka, tetapi kedasaran mereka akan perlindungan dan ketegasan terhadap anak dirasakan masih sangat kurang. Akibatnya anak menjadi sering melawan dan lebih banyak memaksakan kehendaknya sendiri yang dirasa lebih baik. Dampak yang dirasakannya pun juga kembali kepada remaja tersebut.

Berbicara tentang perkawinan usia muda terlintas juga oleh peneliti tentang bagaimana kehidupan remaja tersebut setelah menikah dan memiliki anak. Kebanyakan remaja yang menikah muda di desa Penumangan Baru belum memiliki tempat tinggal sendiri, jika tidak tinggal di rumah orangtuanya maka tinggal di rumah mertua kalaupun memiliki rumah sendiri merupakan pemberian dari orang tua masing-masing. Remaja tersebut juga tidak sedikit yang memiliki pekerjaan buruh dimana penghasilan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari sifatnya pas- pasan. Adapun sebagian besar dari mereka bekerja di ladang atau di kebun orang tua sendiri. Sebagai orang tua muda baik laki- laki maupun perempuan sama- sama bekerja di luar rumah, sedangkan anaknya diasuh oleh nenek dan kakeknya atau tetangganya ataupun kerabat dekatnya.


(26)

6

Kehidupan remaja yang telah menikah tersebut sangat kompleks dan jauh dari manisnya saat mereka berpacaran. Cara mereka mengasuh anak- anaknya pun terkesan kurang perhatian, sifatnya terlalu cuek dan dimanjakan dengan uang hasil dari mereka bekerja. Para remaja yang menjadi orang tua muda ini tidak jarang menerapkan pola asuh yang kurang tepat seperti pola asuh otoritarian (authoritarian Parenting) ditandai dengan sifat orangtua yang keras dan cepat menghukum anak ketika bersalah. Kemudian ada juga pola asuh yang sering diterapkan oleh para orang tua muda ini yaitu pola asuh Permisif (Permissive Parenting) ditandai oleh sikap orang tua yang terlalu mempercayai anak dan kurangnya pengawasan, terkesan membebaskan (Baumrind, 1991).

Kebanyakan di desa Penumangan Baru diterapkan kedua jenis pola asuh tersebut, karena sudah merupakan tradisi turun temurun dan membudaya sehingga menjadi kebiasaan juga untuk diterapkan oleh para orang tua muda tersebut. Dampak dari sistem penerapan ke-2 pola asuh tersebut juga terlihat pada remaja yang kebanyakan terlalu bebas dalam bergaul, mengalami pemberontakan dalam diri sendiri, lebih senang bekerja daripada berorientasi pada pendidikan bahkan banyak dari pemuda di desa tersebut yang menggunakan obat- obatan terlarang tanpa sepengetahuan orang tua. Mental remaja di desa tersebut juga menjadi menciut ketika keluar dari desa tersebut bahkan banyak yang memanjakan dirinya di dekat orang tua mereka dan dengan begitu menjadi sebuah kenyamanan tersendiri bagi para remaja. Dampak juga sama halnya di rasakan oleh orang tua saat hasil dari didikannya mengalami ketidak sesuaian dengan apa yang diharapkan.


(27)

7

Berbagai macam bentuk tindak kriminalitas banyak sekali dilakukan oleh remaja di Desa Penumangan Baru. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti banyak yang mencuri hasil kebun karet milik Perusahaan yang ada di desa, pembegalan motor, menggunakan narkoba, pembunuhan, membolos sekolah dan masih banyak hal lainnya. Kenalakan remaja ini tidak disebabkan dari keluarga yang mengalami masalah maupun keluarga broken home, melainkan kebanyakan berasal dari keluarga baik-baik saja. Peneliti sendiri memahami kenakan remaja yang terjadi di Desa Penumangan Baru merupakan kekeliruan para orang tua sendiri dalam menerapkan pola asuh seperti pola asuh permisif dan pola asuh otoritarian.

Berbicara mengenai pola asuh terhadap anak tidak terlepas dari bagaimana bertanggung jawab dalam tumbuh kembang buah hati saat dia di dalam kandungan kemudian lahir, balita menuju anak- anak sampai dewasa. Pada saat dewasa itulah dapat dilihat hasil dari didikan yang diberikan, karena saat seseorang dikatakan dewasa maka dia dapat menentukan baik dan buruk, layak atau tidak dan sifat baik apa yang harus diterapkan untuk hidupnya. Mengasuh berarti memperhatikan segala sesuatu yang dibutuhkan anak, seperti sandang, pangan dan papan yang merupakan aspek secara fisik. Adapun aspek lainnya seperti perhatian terhadap tumbuh kembang emosionalnya, kecerdasaan dalam pendidikan, gejolak jiwanya, perasaan empatinya, dan sifat mandirinya yang dirasakan pasti terkadang orang tua sulit memahaminya.

Charoters, et al., (dalam Kertamuda, 2009) mengemukakan bahwa dampak dari seorang perempuan yang melahirkan diusia muda memiliki perasaan


(28)

8

sangat mendalam pada anak yang dilahirkannya. Selain itu, terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi sebagai seorang remaja yang harus berperan sebagai ibu muda, diantaranya adalah bentuk identitas, kegelisahan pada kemandirian, dan pubertas. Hal tersebut sering membuat mereka terbebani oleh tanggung jawab sebagai orangtua, termasuk sebagai pengasuh dan model bagi anak-anaknya.

Fusrtenberg, et al., (dalam Kertamuda, 2009) melaporkan bahwa remaja yang menjadi orangtua sering menghadapi lingkungan yang tidak nyaman karena mereka berperan sebagai orangtua dan juga bertanggung jawab untuk memenuhi segala kebutuhan, padahal mereka tidak mempunyai pendidikan yang cukup dan tidak pula bekerja.

Lestari, (2012) Istilah asuh sering dirangkaikan dengan asah dan asih menjadi asah-asih-asuh. Mengasah berarti melatih agar memiliki kemampuan kemampuannya meningkat. Mengasihi berarti mencintai dan menyayangi. Dengan rangkaian kata asah-asih-asuh, maka pengasuhan anak bertujuan untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan anak dan dilakukan dengan dilandasi rasa kasih sayang tanpa pamrih.

Sebuah perkawinan usia muda tidak akan menjadi sebuah permasalahan dan perdebatan yang panjang, apabila pasangan remaja yang menikah muda tersebut sudah mempersiapkan diri baik secara mental maupun fisik setelah menikah. Persiapan dalam arti sudah mandiri dan memiliki pekerjaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan setelah menikah. Persiapan secara fisik juga penting seperti kematangan dalam organ reproduksi baik laki- laki maupun perempuan, benar- benar sehat dan mampu. Begitu juga saat memiliki anak, seharusnya mereka tahu dalam meenerapkan pola asuh yang tepat sehingga nantinya menjadi sebuah kebiasaan dan diterapkan juga


(29)

9

kedepannya untuk anak cucunya kelak. Penerapan pola asuh yang tepat seharusnya biasakan menggunakan pola asuh otoritatif (Authoritative Parenting) dimana orangtua bisa menempatkan diri sebaik mungkin terhadap anak agar menjadi sebuah kenyamanan tersendiri ketika bersama orang tua (Baumrind, 1991).

Keberhasilan pelaksanaan tugas pengasuhan anak juga tidak akan berhasil hanya oleh faktor tanggung jawab dari orangtua saja, tetapi juga lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar. Dalam perspektif ekologis, Bronfenbrenner, (2000) memaparkan bahwa pengasuhan anak tidak dapat dilepaskan dari sistem-sistem yang melingkupinya, yakni mesosystem, microsystem, dan chronosystem. Macrosystem yang berasal dari kehidupan politik, budaya, ekonomi, dan nilai-nilai sosial memiliki kontribusi terhadap proses sosialisasi dan perkembangan anak. Sekolah dan komunitas sebagai mesosystem berpengaruh terhadap pola asuh dan jalinan kerjasama yang terjadi. Apabila terjadi jalinan yang harmonis, maka sekolah dan komunitas dapat menjadi pendukung bagi orangtua untuk menjalankan pengasuhan. Efek microsystem terjadi melalui relasi orangtua dengan anak dalam keluarga yang berupa pola asuh orantua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya pengasuhan memiliki dampak terhadap perilaku anak seperti berkembangnya kompotensi, perilaku prososial, motivasi berprestasi, pengaturan diri (self regulation) , dan kelekatan anak dengan orangtua (Berns, 2004). Chronosystem berpengaruh melalui terjadinya perubahan trend parenting dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan masyarakat dan tekanan terhadap keluarga.


(30)

10

Pemilihan pola asuh otoritatif (Authoritative Parenting) terhadap seorang anak sangat diperlukan, karena pola asuh tersebut tepat dapat mengontrol sikap dan kepribadian seorang anak. Sebuah kenakalan remaja yang sering terjadi, merupakan salah satu akibat dari salahnya pemilihan pola asuh anak yang tidak tepat. Kenakalan remaja akibat dari kegagalan para orang tua mengasuh anak-anak mereka.

Para orang tua muda yang mengalami kegagalan dalam pengasuhan anak, akan mengalami stres pengasuhan. Menurut Deater-Deckard (2004) mendefinisikan stres pengasuhan sebagai serangkaian proses yang membawa pada kondisi psikologis yang tidak disukai dan reaksi psikologis yang muncul dalam upaya beradaptasi dengan tuntutan peran sebagai orangtua. Ditinjau dari sebab dan akibat stres pengasuhan dapat dilihat dari pendekatan teori R (Parent- Child- Relationship). Stres pengasuhan dari sudut pandang P-C-R bersumber dari tiga komponen. P yaitu segala aspek stres pengasuhan yang muncul dari pihak orang tua, C yaitu segala aspek stres pengasuhan yang muncul dari ranah anak, R yaitu segala aspek stres pengasuhan yang bersumber dari hubungan orang tua-anak.

Stres pengasuhan pada orang tua akan terjadi apabila anak-anak sulit untuk diatur, suka membangkang, sering menimbulkan kekacauan bahkan kerusakan. Hal ini dapat mengganggu kesehatan fisik, kesehatan mental dan emosi orangtua yang kurang baik. Bagi orang tua yang tidak mampu mengelola stres pengasuhan dapat menyebabkan mudah melakukan tindak kekerasan pada anak, yang akhirnya berdampak buruk pada pembentukan


(31)

11

kepribadian anak. Selain itu juga dapat menimbulkan munculnya perasaan gagal dan ketidakpuasan dalam menjalankan tugas sebagai orangtua (parenting dissatisfaction). Kalaupun tidak sampai terjadi tindak kekerasan, stres pengasuhan yang tidak terkelola dengan baik dapat merenggangkan hubungan orang tua-anak.

Sebuah stres pengasuhan jika terjadi dalam keluarga, akan menjadi sesuatu hal yang menakutkan dan seakan-akan mengancam keberlangsungan keluarga harmonis. Oleh sebab itu, stres dapat dijadikan hal untuk berintrospeksi diri menjadi yang lebih baik dari sebelumnya dengan mengatasinya. Adapun strategi untuk menghadapi stres yaitu strategi coping yang memfokuskan pada problem atau emosi (problem end emotion-focused coping) dan strategi coping dengan cara mendekati atau menghindari stres (approach vs avoidant coping).

Resiko perkawinan usia muda di atas, menunjukkan bahwa sangat sedikit sekali tercapainya perkawinan yang harmonis dalam sebuah keluarga. Sedangkan keharmonisan dalam keluarga merupakan impian dan harapan setiap pasangan menikah. Perkawinan yang tidak harmonis akan berdampak buruk terhadap kelangsungan keluarga itu sendiri, seperti berdampak pada kesetiaan pasangan suami-istri, keseimbangan peran antar suami-istri serta berdampak pada bentuk pola asuh orangtua muda terhadap anak-anak mereka nantinya. Hal inilah yang menarik peneliti untuk mengkaji pengaruh perkawinan usia muda terhadap pola asuh anak.


(32)

12

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipapakan di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi, sebagai berikut:

1. Banyaknya masyarakat desa yang melakukan perkawinan usia muda. 2. Banyaknya masyarakat desa yang masih menerapkan pola asuh yang

kurang tepat seperti pola asuh permisif dan pola asuh otoritarian.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah, bagaimana “pengaruh perkawinan usia muda terhadap pola asuh anak”.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk “menganalisis pengaruh perkawinan usia muda terhadap pola asuh anak”.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara praktis

a. Bagi Perkawinan Usia Muda

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan kepada para orangtua remaja dapat memberikan kontribusi yang besar agar dapat mencegah terjadinya perkawinan muda yang dirasakan akan membebani remaja sendiri dan lebih memotivasi anak remajanya agar lebih meningkatkan pendidikannya dengan prestasi yang cemerlang.


(33)

13

b. Bagi Pola Asuh Anak

Dengan melakukan penelitian ini diharapakan dapat memberikan pengetahuan bagi setiap keluarga remaja bagaimana menerapkan bentuk pola asuh yang tepat untuk anak.

2. Secara akademis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan perkembangan terhadap kajian sosiologi terutama pada kajian sosiologi keluarga.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian perkawinan usia muda dan pengertian pola asuh serta berbagai macam bentuk pola asuhnya dari berbagai pengertian para ahli. Selanjutnya dijelaskan juga mengenai kerangka fikir serta hipotesisnya. Berikut ini adalah pengertian dari berbagai tokoh sebagai berikut:

A. Pengertian Perkawinan Usia Muda

1. Pengertian perkawinan menurut para ahli sbb :

a. Menurut Thalib (1980), perkawinan ialah suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia.

b. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 (pasal 1), perkawinan itu ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pertimbangannya ialah sebagai negara yang berdasarkan pancasila di mana sila yang pertama ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/ jasmani, tetapi unsur batin/ rohani juga mempunyai peranan yang


(35)

15

penting.

c. Duvall dan Miller,(dalam Hasanah, 2012) mendefinisikan perkawinan sebagai hubungan antara pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat yang melibatkan hubungan seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak, dan saling mengetahui tugas masing-masing sebagai suami dan istri.

d. Menurut Hazairin (1963), dalam bukunya hukum Kekeluargaan Nasional mengatakan inti perkawinan itu adalah hubungan seksual menurut beliau itu tidak ada nikah (perkawinan) bilamana tidak ada hubungan seksual. Beliau mengambil tamsil bila tidak ada hubungan seksual antara suami istri, maka tidak perlu ada tenggang waktu menunggu (iddah) untuk menikahi lagi bekas istri itu dengan laki-laki lain.

e. Sigelman, (dalam Hazairin, 1963) mendefinisikan perkawinan sebagai sebuah hubungan antara dua orang yang berbeda jenis kelamin dan dikenal dengan suami istri. Dalam hubungan tersebut terdapat peran serta tanggung jawab dari suami dan istri yang didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan seksual, dan menjadi orang tua.

f. Menurut Dariyo, (2003) perkawinan merupakan ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan kudus (holly relationship) karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan


(36)

16

telah diakui secara sah dalam hukum agama.

g. Gardiner & Myers (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2004) menambahkan bahwa perkawinan menyediakan keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan emosional seperti sumber baru bagi identitas dan harga diri.

Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin dan suci antara laki-laki dan perempuan yang saling mengasihi, yang disahkan melalui agama kepercayaan masing-masing dan hukum yang berlaku.

2. Pengertian Usia Muda

Ada beberapa pengertian usia muda yang ditinjau dari beberapa segi diantaranya:

Usia muda (remaja) menurut bahasa adalah : “Mulai dewasa, sudah mencapai umur untuk kawin”.

Menurut Para Ahli :

a. Zakiah (1997) mengemukakan bahwa : “Usia muda (remaja) adalah anak yang pada masa dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan-perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak baik untuk badan, sikap dan cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang, masa ini dimulai kira-kira umur 13 tahun dan berakhir kira-kira 21 tahun.

b. Hurlock, (1994:212) mendefinisikan usia remaja dan membaginya dalam tiga tingkatan yaitu: pra remaja 10-12 tahun, remaja awal 13-16


(37)

17

tahun, remaja akhir 17-21 tahun. Menurut WHO batasan usia muda terbagi dalam dua bagian yaitu: usia muda awal 10-14 tahun dan usia muda akhir 15-20 tahun.

c. Menurut Konopka, (1997) menjelaskan bahwa masa muda dimulai pada usia 12tahun dan diakhiri pada usia 15tahun sama halnya dengan teori yang diungkapkan oleh Monks (1998:262) Batasan usia secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dan pembagian 12-15 tahun masa muda awal, 15-18 tahun masa muda pertengahan, 18-21 tahun masa muda akhir.

Berdasarkan pendapat di atas, masa muda adalah seorang yang telah menginjak usia 12 tahun dan berakhir pada usia 21 tahun yang disebut juga masa badai dan tekanan berat sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar yang mana sangat berpengaruh pada psikologi muda (Nurhasanah, 2012).

Usia Muda dapat didefinisikan sebagai masa transisi antara remaja menuju dewasa, bisa ditandai umur 13-21 tahun dan adanya perubahansecara fisik.

3. Pengertian Perkawinan Usia Muda

Perkawinan Usia Remaja adalah perkawinan yang dilakukan oleh seseorang yang pada hakikatnya kurang mempunyai persiapan, kematangan baik secara biologis, psikologis maupun sosial ekonomi (Nurhasanah, 2012).


(38)

18

Perkawinan Usia Muda dapat didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang Pria dan wanita sebagai suami istri di usia yang masih muda atau remaja (Nurhasanah, 2012).

Menurut Diane E. Papalia dan Sally Wendkos (dalam Human Development 1995), mengemukakan bahwa usia terbaik untuk melakukan pernikahan bagi perempuan adalah 19-25 tahun, sedangkan untuk laki-laki usia 20-25 tahun diharapkan sudah menikah.

Perkawinan Usia Muda adalah seorang laki-laki dan perempuan yang berusia muda dengan sengaja mengikrarkan janji suci dan disahkan berdasarkan agama dan hukum.

4. Faktor Pendorong PerkawinanUsia Muda : Menurut Nurhasanah, (2012) yaitu:

a. Adanya ketentuan hukum atau undang-undang yang memperbolehkan kawin usia muda sebagaimana pada UUP No.1 tahun 1974.

b. Masih adanya salah pandangan terhadap kedewasaan dimana anak yang sudah menikah berapapun umurnya dianggap sudah dewasa.

c. Faktor sosial ekonomi yang cenderung mendorong orangtua untuk cepat-cepat menikahkan anaknya terutama anak perempuan dengan maksud agar beban ekonomi keluarga berkurang.

d. Rendahnya kesadaran dan tingkat pendidikan orangtua dan anak yang menganggap pendidikan formal tidak penting sehingga lebih baik kalau segera dinikahkan.


(39)

19

e. Faktor budaya yang sudah melekat dimasyarakat bahwa jika punya anak perempuan harus segera dinikahkan, agar tidak menjadi perawan tua.

f. Pergaulan bebas para remaja yang mengakibatkan kehamilan sehingga memaksa orangtua untuk menikahkan berapapun umurnya.

Menurut Nadhif (2003), sebab Perkawinan Usia Muda diantaranya adalah sbb:

1. Takut berbuat Zinah. 2. Lingkungan.

3. Kecelakaan atau hamil sebelum menikah karena pengaruh pergaulan bebas.

4. Putus sekolah atau tidak punya kegiatan tetap. 5. Dampak Perkawinan Usia Muda:

a. Dampak fisik atau biologis

Remaja dimana dalam keadaan alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangansecara biologis sehingga dapat dikatakan belum siap melakukan hubungan seksual terhadap lawan jenisnya, ditambah ketika seorang remaja wanita tersebut mengalami kehamilan diusia yang masih tergolong muda.

b. Dampak psikologis

Secara psikis, remajayang belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, akan dapat mengakibatkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa remaja dan sulit disembuhkan. Akibatnya,banyak remaja yang


(40)

20

terkadang kecewa dengan keputusannya sendiri akan sebuah pernikahan.

c. Kehilangan Kesempatan Pendidikan

Menikah diusia yang masih muda juga mengakibatkan remaja mau tidak mau harus mengalami putus sekolah dan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan.

d. Dampak sosial

Dampak sosial pasti benar- benar akan dirasakan oleh kedua belah pasangan menikah muda. Dimana pasangan harus mampu menghadapi kesulitan perekonomian dan kehidupan yang komplek lepas dari tanggung jawab orang tua. Para remaja yang telah menikah juga harus menghadapi berbagai bentuk status sosial disekelilingnya bersamaan dengan sifat remaja yang terkadang kurang dewasa.

e. Rentan KDRT

Kekerasan dalam berumah tangga tidak hanya dialami oleh pasangan suami maupun istri saja, melainkan terkadang juga menimpa pada anak- anak dari pasangan menikah muda, dikarenakan tuntutan kehidupan yang sulit. Anak terkadang sering menjadi korban pelampiasan dari kekesalan orang tua muda.

f. Dampak dalam Keluarga

Sering terjadinya permasalahan dalam hubungan antara suami-istri dan dalam pengasuhan anak sering melempar tanggung jawab, akibatnya anak mengalami gangguan dalam perkembangannya.


(41)

21

B. Bentuk Pola Asuh 1. Pengertian Pola Asuh

a. Menurut Mangoeprasadja, (2004) pola asuh yaitu suatu cara yang ditempuh oleh orangtua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dan rasa tanggung jawab terhadap anak.

b. Menurut Soelaiman, (1997:116)pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial.

Pola Asuh adalah sebuah cara yang pakai atau digunakan oleh orangtua untuk mendidik anak-anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. 2. Bentuk Pola Asuh

a. Secara teoritis menurut Baumrind, (1991) pola pengasuhan terdiri dari tiga bentuk, yaitu otoritarian, permisif, dan autoritatif.

1. Pola Pengasuhan Otoritarian (Authoritarian Parenting).

Pola pengasuhan ini ditandai dengan orangtua yang sering memberikan perintah, tidak flesibel/ kaku, dan disiplin. Orangtua cenderung menuntut anak- anaknya patuh dan sering menggunakan tekanan untuk mengontrol perilaku anak- anaknya. Dampak pada anak yang orangtuanya menerapkan pola ini antara lain adalah anak cepat marah, moody, dan anak-anak tidak ramah.

2. Pola Pengasuhan Permisif (Permissive Parenting).

Pada pola pengasuhan ini orangtua menunjukkan sikap membebaskan, cepat merespons dan tidak memaksakan. Orangtua


(42)

22

sangat sedikit menerapkan persyaratan pada anak-anaknya agar berperilaku secara teratur atau melakukan kewajiban yang seharusnya dilakukan. Dampak pada anak yang orangtuanya menerapkan pola ini antara lain ketidak matangan, tidak bertanggung jawab, sedikit memiliki jiwa kepemimpinan, suka melawan, impulsif, masalah dalam berperilaku seperti berkelahi, tidak dapat menahan diri.

3. Pola Pengasuhan Otoritatif (Authoritative Parenting)

Orangtua dengan pola asuh ini keras, menekankan pada aturan dan standar perilaku, tetapi mereka juga cepat merespons dan suportif. Orangtua mendorong kemandirian dan kepercayaan diri serta memberikan penguatan yang positif daripada hukuman yang keras. Dampak pada anak yang orangtuanya menerapkan pola ini antara lain percaya diri, berorientasi pada prestasi, sukses di sekolah, dan anak dapat terhindar dari tekanan teman-teman yang menggunakan obat-obatan.

b. Pola Asuh Menurut Hurlock (2006) dan Gunarsa (2000) 1. Pola Asuh Permisif

Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permissif memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orang tua cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orang tua, tidak adanya hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik, tidak adanya hukuman meski anak melanggar peraturan.


(43)

23

Sedangkan menurut Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permissif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengan anak. Dalam pola asuh ini, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak terarah, dan mudah mengalami kesulitan jika harus menghadapi larangan-larangan yang ada di lingkungannya.

2. Pola Asuh Otoriter

Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang mendidik anak dengan menggunakan pola asuh otoriter memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orang tua menerapkan peraturan yang ketat, tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat, anak harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh orang tua, berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal), dan orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian. Sedangkan menurut Gunarsa (2000), pola asuh otoriter yaitu pola asuh di mana orang tua menerapkan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat, jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum. Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif dan aktivitasnya menjadi kurang, sehingga anak menjadi tidak percaya diri pada kemampuannya.


(44)

24

3. Pola Asuh Demokratis

Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan anak untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar. Sedangkan menurut Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa dalam menanamkan disiplin kepada anak, orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan dan menghargai kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan orang tua, memberi penjelasan secara rasional dan objektif jika keinginan dan pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola asuh ini, anak tumbuh rasa tanggung jawab, mampu bertindak sesuai dengan norma yang ada.

3. Fungsi Pola Asuh

Menurut Prasetyo (dalam Anisa 2005 :30) pola asuh memiliki fungsi diantaranya :

a. Pembentukan kepribadian anak b. Pembentukan karakter anak

c. Agar anak memiliki budi pekerti yang baik

d. Melahirnya remaja yang berkualitas dan berpotensi

e. Dapat hidup mandiri yang tidak tergantung pada orangtua dan orang lain.


(45)

25

C. Teori Perkawinan Usia Muda

Fenomena pernikahan usia mudadapat dikaji dengan teori Interaksionisme simbolik Max Weber (Soesant, 2012).Dilihat dari pandangan Weber, pernikahan muda terjadi akibat adanya tindakan yang dilakukan oleh pasangan dan memberikan sebuah arti yang cukup menarik untuk dikaji dalam penelitian.

Menikah diusia muda sebagai pertanda lambang atau simbol dari interaksi yang dilakukan oleh remaja. Menikah di usia muda juga sebuah hasil yang diperoleh dari adanya interaksi antar remaja. Ada tiga hal penting dalam interaksionisme simbolik menurut filsafah pragmatis yakni:

1. Memusatkan perhatian pada interaksi antar aktor,

Melihat pada kegiatan sehari- hari yang dilakukan oleh remaja pada saat sebelum menikah dan setelah menikah. Hal ini berarti bahwa adanya hubungan dengan relasi antara remaja dengan orang tua dan keluarga bahkan lingkungan sekitar. Melihat seberapa besar dukungan orang tua dan lingkungan sekitar terhadap remaja untuk melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi. Ketika dukungan orang tua tinggi namun kehidupan lingkungan sekitar kurang mendukung, juga akan dapat mempengaruhi remaja untuk mengambil keputusan apakah akan melanjutkan pendidikannya atau justru memilih bekerja bahkan menganggur mengikuti kebiasaan teman- teman sekitarnya.

2. Memandang baik aktor dan dunia nyata sebagai proses dinamis dan bukan struktur yang statis,


(46)

26

Remaja yang sering melakukan interaksi dengan lawan jenisnya serta mulai mengalami saling menyukai lawan jenisnya akan mengakibatkan untuk menjalin hubungan antar remaja. Hubungan yang terjalin secara terus menerus biasanya akan lebih mengarah kepada hal yang cukup serius, artinya lebih dari sekedar berpacaran kemudian menikah pada usia yang masih sangat muda.

3. Dan arti penting yang menghubungkan kepada kemampuan aktor untuk menafsirkan kehidupan sosial.

Ketika remaja mulai mengambil keputusan menikah muda, maka dapat dilihat dan dicermati bagaimana kehidupan sosialnya setelah menikah. Tingkat pemahaman remaja akan kehidupan sosialnya dan tanggung jawab dalam kehidupan keluarga.

D. Kerangka Pikir

Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu, baik orang maupun benda dan sebagainya yang berkuasa atau yang berkekuatan dan berpengaruh terhadap orang lain, (Poerwadarminta, 1984:731).

Perkawinan pada umumnya bertujuan untuk menciptakan sebuah keluarga yang harmonis, dimana terdapat kesempurnaan dalam anggota keluarga seperti terdapat ayah dan ibu sebagai orangtua yang lengkap dan memiliki anak. Keluarga yang harmonis juga perlu didukung oleh dengan keberadaan fungsi yang berjalan dengan baik diantara masing-masing anggota keluarga. Perkawinan sendiri memiliki sebuah arti dimana sepasang laki-laki dan perempuan saling mengikrarkan janji suci dihadapan Tuhan berdasarkan


(47)

27

agama dan kepercayaan masing-masing serta adanya pengesahan hukum negara.

Perkawinan Usia Muda di indonesia terjadi akibat berbagai faktor pendorong yang memperngaruhinya seperti adanya ketentuan hukum negara yang memperbolehkan menikah diusia yang masih sangat belia, penghasilan orangtua, budaya, lingkungan dan pergaulan bebas. Perkawinan usia muda sendiri memiliki dampak yang sangat besar dalam kehidupan seperti dampak fisik atau biologis, dampak psikologis, kehilangan kesempatan Pendidikan, dampak sosial, rentan KDRT, Dampak dalam Keluarga.

Fusrtenberg, et al., (dalam Kertamuda, 2009) melaporkan bahwa remaja yang menjadi orangtua sering menghadapi lingkungan yang tidak nyaman karena mereka berperan sebagai orangtua dan juga bertanggung jawab untuk memenuhi segala kebutuhan, padahal mereka tidak mempunyai pendidikan yang cukup dan tidak pula bekerja.

Berdasarkan ciri- ciri perkawinan usia muda diantaranya menikah di bawah usia 13 tahun, pengangguran, belum dapat mandiri, memiliki budaya anti perawan atau perjaka tua, akibat perjodohan, dan budaya eksploitatif oleh orang tua. Dilihat dari ciri- ciri perkawinan usia muda di atas dapat dilihat bahwa para pasangan yang menikah diusia muda terbiasa dengan pola asuh yang sifatnya terlalu mengekang (Authoritarian Parenting) dan pola asuh yang terlalu membebaskan (Permissive Parenting). Pola asuh merupakan sebuah cara untuk mendidik yang sifatnya dilakukan setiap hari dan menjadi sebuah kebiasaan, oleh sebab itu para pasangan muda setelah menjadi orang


(48)

28

tua muda bagi anak- anaknya juga pasti akan memperlakukan anaknya sama seperti yang dirasakannya ketika dididik dengan ke-2 pola asuh tersebut.


(49)

29

E. Skema Kerangka Fikir

Variabel X Variabel Y F. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa: Ho : Tidak ada pengaruh antara perkawinan usia muda terhadap pola asuh otoritarian.

Ha: Ada pengaruh antara perkawinan usia muda terhadap pola asuh otoritarian Ho : Tidak ada pengaruh antara perkawinan usia muda terhadap pola asuh permisif.

Ha: Ada pengaruh antara perkawinan usia muda terhadap pola asuh permisif Ho : Tidak ada pengaruh antara perkawinan usia muda terhadap pola asuh otoritarif.

Ha: Ada pengaruh antara perkawinan usia muda terhadap pola asuh otoritarif. Tanda-tanda Perkawinan Usia

Muda:

a. Menikah dibawah usia 21tahun b. Jarak usia antara anak dengan

orangtua tidak terlampau jauh c. Pengangguran

d. Lulusan minimal SD dan paling tinggi S1.

e. Memiliki Budaya Anti

Perawan tua atau Perjaka Tua f. Adanya perjodohan dari

orangtua

g. Budaya Eksploitatif dari orangtua

1.Pola Asuh Otoritarian (Y1) Tingkat Ketegasan Peraturan, Tingkat Kedisiplinan.

2. Pola Asuh Permisif (Y2) Tingkat Kebebasan, cepat merespon dan tingkat kesibukan.

3. Pola Asuh Otoritatif (Y3) Memiliki Sifat Fleksibel, Suportif dan dekat terhadap Anak


(50)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Pada Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Pada penelitian kali ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu dilakukan dengan teknik menghimpun fakta dengan kuesioner (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi 1989).

Dalam penelitian ini, peneliti bertujuan untuk meneliti dan menggambarkan fakta dan data dengan sistematis secara faktual dan akurat. Penggambaran tersebut dilakukan berdasarkan analisis dari fenomena yang disusun dengan data kuantitatif mengenai pengaruh perkawinan usia muda terhadap bentuk pola pengasuhan anak didesa Penumangan Baru Kec. Tulang Bawang Tengah Kab.Tulang Bawang Barat.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di desa Penumangan Baru, Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat.Adapun yang menjadi alasan peneliti memilih tempat tersebut sebagai lokasi penelitian, karena di daerah tersebut masih banyak yang melakukan perkawinan usia muda. Lokasi ini juga terdapat banyaknya masyarakat desa yang masih


(51)

31

menerapkan pola asuh kurang tepat seperti pola asuh Permisif dan pola asuh Otoritarian.

C. Definisi Konseptual

Untuk memudahkan dalam memahami dan menafsirkan berbagai teori yang berhubungan dengan penelitian ini, maka ditentukan konsep-konsep yang digunakan dengan menjelaskannya dalam definisi konseptual berikut:

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin dan suci antara laki-laki dan perempuan yang saling mengasihi, yang disahkan melalui agama kepercayaan masing-masing dan hukum yang berlaku.

2. Pengertian Usia Muda

Usia Muda dapat didefinisikan sebagai masa transisi antara remaja menuju dewasa, bisa ditandai umur 13-22 tahun dan adanya perubahansecara fisik.

3. Pengertian Perkawinan Usia Muda

Perkawinan Usia Muda adalah seorang laki-laki dan perempuan yang berusia muda dengan sengaja mengikrarkan janji suci dan disahkan berdasarkan agama dan hukum.

4. Pengertian Pola Asuh Anak

Pola Asuh adalah sebuah cara yang pakai atau digunakan oleh orangtua untuk mendidik anak-anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. a. Menikah dibawah usia 22tahun

b. Jarak usia antara anak dengan orangtua tidak terlampau jauh c. Remaja yang telah putus atau tamat sekolah SMP/SMA menikah


(52)

32

d. Memiliki Budaya Anti Perawan tua atau Perjaka Tua. e. Adanya perjodohan dari orangtua

f. Budaya Eksploitatif dari orangtua 5. Bentuk Pola Asuh (Variabel Y)

Indikatornya:

a. Pola Pengasuhan Otoritarian (authoritarian parenting) (Y1).

Pola pengasuhan ini ditandai dengan orangtua yang sering memberikan perintah, tidak flesibel/ kaku, dan disiplin.

b. Pola Pengasuhan Permisif (Permissive Parenting) (Y2).

Pada pola pengasuhan ini orangtua menunjukkan sikap membebaskan, cepat merespons dan tidak memaksakan.

c. Pola Pengasuhan Otoritatif (Authoritative Parenting) (Y3)

Orangtua dengan pola asuh ini keras, menekankan pada aturan dan standar perilaku, tetapi mereka juga cepat merespons dan suportif.


(53)

33

D. Definisi Operasiaonal

Menurut Singarimbun dan Efendi (1989) definisi operasional adalah kumpulan dari berbagai unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel.

Tabel 1. Operasionalisasi Konsep Penelitian

Variabel Indikator Kategori Responden

Perkawinan Usia Muda

Tanda- Tanda Perkawinan Usia Muda

a. Menikah di 13- 22 tahun b. Sedang berstatus pelajar

atau mahasiswa/i pada saat menikah muda

c. Bekerja pada orang tua sendiri pada saat sebelum menikah

d. Besar pendapatan dari bekerja pada saat sebelum menikah dalam 1 bulan?

e. Memiliki pekerjaan pada saat setelah menikah

f. Bekerja dengan orangtua pada saat setelah menikah

g. Besar pendapatan dari bekerja setelah menikah dalam 1 bulan

1. Sangat Tepat 2. Benar

3. Cukup Tepat 4. KurangTepat 5. Tidak Tepat 1. Tidak Tepat 2. Kurang Tepat 3. Cukup Tepat 4. Tepat

5. Sangat Tepat 1. < Rp. 600.ribu 2. Rp.600ribu.-Rp.1 jt 3. Rp. 1.juta - Rp. 2.jt 4. Rp. 2.juta - Rp. 3.jt 5. >Rp.3.juta

1. Tidak Tepat 2. Kurang Tepat 3. Cukup Tepat 4. Tepat

5. Sangat Tepat 1. Tidak Tepat 2. Kurang tepat 3. Cukup Tepat 4. Tepat

5. Sangat Tepat 1. > Rp.3.juta

2. Rp.2.juta -Rp.3juta 3. Rp.1.jutaRp.2.juta 4. Rp.600rib-Rp.1.juta


(54)

34

h. Tinggal bersama orangtua pada saat setelah menikah

i. permintaan dari orang tua untuk segera menikah mempengaruhi dalam mengambil keputusan menikah muda

j. Sebutan perawan tua atau perjaka tua mempengaruhi untuk menikah muda

k. Setuju dengan pernyataan bahwa“menikah diusia muda karena adanya tradisi menikah muda di lingkungan

l. Setuju bahwa “menikah di usia muda merupakan target hidup

m.Perasaan anda setelah menikah di usia muda

5. <Rp.600.ribu 1. Tidak tepat 2. Kurang tepat 3. Cukup tepat 4. Tepat 5. Sangat tepat

1. Sangat Mempengaruhi 2. Mempengaruhi

3. Cukup Mempengaruhi 4. KurangMempengaruhi 5. Tidak mempengaruhi

1.Tidak Mempengaruhi 2.Kurang Mempengaruhi 3.Cukup Mempengaruhi 4.Mempengaruhi

5.Sangat Mempengaruhi

1. Tidak Setuju 2. Kurang Setuju 3. Cukup Setuju 4. Setuju

5. Sangat Setuju

1. Tidak Setuju 2. Kurang Setuju 3. Cukup Setuju 4. Setuju

5. Sangat Setuju 1.Tidak Bahagia 2.Kurang Bahagia 3.Cukup Bahagia 4.Bahagia

5.Sangat Bahagia

Pola Asuh Otoritarian

Tingkat Ketegasan Peraturan, Tingkat Kedisiplinan

a. Setuju membuat peraturan untuk mengatur anak-anak anda baik dirumah

maupun diluar rumah b. Tingkat pengetahuan

mengenai dampak dari

1. Tidak Setuju 2. Kurang Setuju 3. Cukup Setuju 4. Setuju

5. Sangat Setuju 1. Tidak Tahu 2. Kurang Tahu


(55)

35

peraturan yang dibuat terhadap perkembangan anak

c. Setuju bahwa mematuhi peraturan merupakan hal yang sangat utama

d. Setujuakan memberikan hukuman kepada anak yang melanggar peraturan tanpa mendengarkan terlebih dahulu alasannya e. Tingkat ketegas sebagai

orang tua dalam mendidik anak dengan peraturan yang telah dibuat

f. Tingkat kedisiplinan sebagai panutan dari anak anda?

g. Sebuah hukuman yang diberikan akan

mempengaruhi anak tersebut jera dan tidak akan melakukan kesalahan lagi

h. Tingkat keseringan

memberikan hukuman jika anak melakukan kesalahan

i. Tingkat keseringan memarahi anak ketika melakukan kesalahan

j. Tingkat keseringan melampiaskan kekesalan

3. Cukup Tahu 4. Tahu

5. Sangat Tahu 1. Tidak Setuju 2. Kurang Setuju 3. Cukup Setuju 4. Setuju

5. Sangat Setuju 1. Sangat Setuju 2. Setuju

3. Cukup Setuju 4. Kurang Setuju 5. Tidak Setuju 1. Tidak Tegas 2. Kurang Tegas 3. Cukup Tegas 4. Tegas

5. Sangat Tegas 1. Tidak Disiplin 2. Kurang Disiplin 3. Cukup Disiplin 4. Disiplin

5. Sangat Disiplin 1. Tidak mempengaruhi 2. Kurang Mempengaruhi 3. Cukup Mempengaruhi 4. Mempengaruhi

5. Sangat Mempengaruhi

1. Tidak Pernah 2. Jarang

3. Cukup Sering 4. Sering

5. Sangat Sering 1. Tidak Pernah 2. Jarang

3. Cukup Sering 4. Sering

5. Sangat Sering 1. Tidak Pernah 2. Jarang


(56)

36

kepada anak

k. Tipe orangtua yang mudah khawatir ketika anak berada diluar dan jauh dari rumah

3. Cukup Sering 4. Sering

5. Sangat Sering 1. Tidak Khawatir 2. Kurang Khawatir 3. Cukup Khawatir 4. Khawatir

5. Sangat Khawatir

Pola Asuh

Permisif

Tingkat Kebebasan, cepat merespon dan tingkat kesibukan

a. Mengenali semua teman- teman anak

b. Tingkat kebebasan yang diberikan terhadap anak dalam bergaul

c. Memperbolehkan anak untuk mengenal lawan jenisnya?

d. Mengijinkan anak anda berpacaran?

e. Mempercayai anak anda dalam berpacaran?

f. Seberapa tingkat

kebebasan yang diberikan dalam berpacaran?

1. Tidak Mengenal 2. Kurang mengenal 3. Cukup Mengenal 4. Mengenal

5. Sangat Mengenal 1. Sangat Bebas 2. Bebas

3. Cukup Bebas 4. KurangBebas 5. Tidak Bebas

1. Tidak Diperbolehkan 2. Kurang Diperbolehkan 3. Cukup Diperbolehkan 4. Diperbolehkan

5. Sangat Diperbolehkan 1. Tidak Diijinkan 2. Kurang Diijinkan 3. Cukup Diijinkan 4. Diijinkan

5. Sangat Diijinkan

1. Tidak Percaya 2. Kurang Percaya 3. Cukup Percaya 4. Percaya

5. Sangat Percaya 1. Sangat Bebas 2. Bebas

3. Cukup Bebas 4. Kurang Bebas


(57)

37

g. Merupakan tipe orangtua yang sibuk dengan pekerjaan

h. Tingkat keseringan menitipkan anak kepada keluarga maupun orang tua yang dipercayai

i. Merupakan orang tua yang jarang berada dirumah

j. Tingkat kesering membujuk anak yang sedang marah(Bad Mood) dengan memberinya uang jajan lebih

k. Setuju dengan pernyataan tipe orang tua yang sangat royal (tidak pelit) terhadap anak

l. Tingkat keseringan memanjakan anak dengan menuruti semua yang diminta tanpa

memperdulikan kondisi keuangan

m. Tingkat keseringan memaksakan kehendak terhadap anak

5. Tidak Bebas 1. Tidak Sibuk 2. Kurang Sibuk 3. Cukup Sibuk 4. Sibuk

5. Sangat Sibuk 1. Tidak Pernah 2. Jarang

3. Cukup Sering 4. Sering

5. Sangat Sering 1. Tidak pernah 2. Jarang

3. Cukup jarang 4. Jarang

5. Sangat Jarang 1. Tidak Pernah 2. Jarang

3. Cukup Sering 4. Sering

5. Sangat Sering 1. Tidak Setuju 2. Kurang Setuju 3. Cukup Setuju 4. Setuju

5. Sangat Setuju 1. Tidak Pernah 2. Jarang

3. Cukup Sering 4. Sering

5. Sangat Sering

1. Tidak Pernah 2. Kadang- Kadang 3. Cukup Sering 4. Sering

5. Sangat Sering

Pola Asuh

Otoritatif

Memiliki Sifat Fleksibel, Suportif dan dekat terhadap Anak


(58)

38

anak

b. Tingkat keseringan anak bercerita tentang gejolak perasaannya

c. Tingkat keseringan bertanya kepada anak mengenai persoalan masalah yang sedang dialaminya dalam setiap harinya

d. Tingkat pengetahuan tentang perkembangan emosional (psikologis) anak

e. Tingkat keseringan memperhatikan

perkembangan akademis anak

f. Tingkat keseringan menanyakan tentang ada atau tidak pekerjaan rumah (PR) dari sekolah

g. Tingkat dukungan yang diberikan terhadap anak untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan kemampuannya h. mengijinkan anak untuk

mengikuti kegiatan non organisasi diluar sekolah

2. Kurang Dekat 3. Cukup Dekat 4. Dekat

5. Sangat Dekat 1. Tidak Pernah 2. Jarang

3. Cukup Sering 4. Sering

5. Sangat Sering 1. Tidak Pernah 2. Jarang

3. Cukup Sering 4. Sering

5. Sangat Sering

1. Tidak Tahu 2. Kurang Tahu 3. Cukup Tahu 4. Tahu

5. Sangat Tahu 1. Sangat Sering 2. Sering

3. Cukup Sering 4. Jarang

5. Tidak Pernah 1. Tidak Pernah 2. Jarang

3. Cukup Sering 4. Sering

5. Sangat Sering 1. Sangat Kecil 2. Kecil

3. Cukup Besar 4. Besar

5. Sangat Besar 1. Tidak Diijinkan 2. Kurang Diijinkan 3. Cukup Diijinkan 4. Diijinkan


(59)

39

i. mengetahui bahwa anak aktif atau tidak dalam mengikuti kegiatan tersebut

j. Mengetahui kegunaan dari rekreasi?

k. Tingkat keseringan mengajak anak untuk berekreasi

1. Tidak Tahu 2. Kurang Tahu 3. Cukup tahu 4. Tahu

5. Sangat Tahu 1. Tidak Tahu 2. Kurang Tahu 3. Cukup Tahu 4. Tahu

5. Sangat tahu 1. Sangat Sering 2. Sering

3. Cukup Sering 4. Jarang- Jarang 5. Tidak Pernah


(60)

40

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Arikunto (2000: 63) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.Target populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Penumangan Baru yang melakukan perkawinan usia muda. Adapun yang termasuk pada criteria perkawinan usia muda dengan sifat populasi adalah :

a. Berjenis kelamin laki- laki dan perempuan yang telah menikah muda b. Menikah diusia 13-22 tahun baik laki-laki maupun perempuan. c. Usia Perkawinan minimal 10tahun.

d. Telah memiliki anak minimal usia 9 tahun.

e. Warga desa Penumangan Baru Kec.Tulang Bawang Tengah Kab. Tulang Bawang Barat.

Berdasarkan definisi tersebut maka populasi dalam penelitian adalah seluruh remaja yang menikah muda dan memiliki anak dengan usia minimal 9 tahun yang merupakan warga Desa Penumangan Baru Kec.Tulang Bawang Barat Kab. Tulang Bawang Tengah yang berjumlah sebanyak 95 orang warga untuk dijadikan responden.

2. Sampel

Menurut Winarno (1998), sampel adalah bagain dari populasi yang memiliki sifat-sifat utama dari populasi. Menurut Hadi (1986:70) sampel adalah individu atau dapat dikatakan sebagai contoh atau wakil dari suatu


(61)

41

populasi yang cukup besar. Azwar (2007:79) sampel merupakan sebagian dari populasi. Berdasarkan pengertian sampel di atas, dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa sampel yang diambil oleh peneliti adalah keseluruhan populasi yang berjumlah 95 responden.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Menggunakan total sampling dimana sampel yang digunakan adalah total populasi. Metode ini diperbolehkan kerena jumlah populasi yang terbatas atau sedikit, yaitu 95 responden, sehingga dari jumlah tersebut dijadikan sampel dalam penelitian. Penggunaan total populasi diharapkan akan lebih mewakili fakta yang ada (Notoatmodjo, 2002).

F. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian ini berasal dari: 1. Observasi

Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap adanya fenomena munculnya perkawinan usia muda, berkembangnya terjadinya perkawinan usia muda serta kehidupan dari pasangan yang menikah di usia muda.

2. Kuesioner

Kuesioner adalah sekumpulan pertanyaan yang dibuat peneliti ditujukan kepada responden yang menikah di usia muda untuk menjawab terkait dengan penelitian yang akan diteliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survai dan memperoleh informasi.


(62)

42

Kuesioner dalam penelitian ini adalah penduduk Desa Penumangan Baru yang menikah muda dan memiliki anak minimal usia 9 tahun.

3. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang berisi berbagai macam pertanyaan dilakukan oleh peneliti terhadap objek yang diteliti dengan tujuan untuk melengkapi informasi dari hasil kuesioner yang dilakukan. Objek penelitiannya adalah warga desa Penumangan Baru yang telah menikah diusia muda dan memiliki anak dengan usia mininal 9 tahun.

4. Studi Pustaka

Studi kepustakaan memiliki tujuan untuk merumuskan konsep dan teori sebagai landasan penelitian, melalui penelaahan literatur, buku, naskah ilmiah, laporan penelitian, dokumen serta data kependudukan yang berkaitan dengan pengaruh perkawinan usia muda terhadap pola asuh anak.

G. Teknik Pengolahan Data

Data akan diolah melalui tahap sebagai berikut: a. Editing

Yang akan diteliti adalah lengkap tidaknya kuesioner yang akan diisi, keterbacaan tulisan, kejelasan makna jawaban, kesesuaian atau keajegan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan yang lain.

b. Coding

Mengklasifikasikan jawaban-jawaban responden menurut macam-macam jenisnya, kemudian untuk memperjelas melihat kategori data tersebut dibuat tabel frekuensinya.


(63)

43

c. Tabulasi

Pada tahap ini hasil kuesioner dimasukkan ke dalam tabel dan kemudian di interpretasikan. Dalam tahap ini setelah kuesioner selesai diberi kode maka kuesioner tersebut disajikan di dalam bentuk tabel dengan menggunakan kode-kode yang telah dibuat sebelumnya. Kemudian isi dari tabel tersebut diinterpretasikan atau dijelaskan dalam bentuk kalimat agar lebih mudah untuk dipahami oleh para pembaca.

d. Interpretasi

Dalam tahap interpretasi Yaitu memberikan penafsiran atau penjabaran atas hasil penelitian untuk dicari makna yang lebih luas dengan menghubungkan jawaban yang diperoleh dengan data lain. Interpretasi ini dimaksudkan untuk menafsirkan dan menjabarkan serta menggambarkan hasil penelitian ke dalam bentuk tulisan.

H. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang mudah dibaca dan diintepretasikan. Dalam proses ini seringkali digunakan statistik. Yang mana fungsi pokoknya adalah agar menjadi informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami (Singarimbun, 1989:263). Data dari lapangan dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif. Setelah menggunakan analisis deskriptif kemudian dimasukkan


(64)

44

ke dalam tabel tunggal dan tabel silang, agar dapat mempermudah untuk dilakukan interpretasi.

2. Analisis Regresi Linier Sederhana

Analisis dilakukan dengan tujuan untuk menguji hipotesis dalam rangka penarikan simpulan. Mengacu pada tujuan dan hipotesis penelitian, model analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier sederna. Penggunaan analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat, yaitu antara perkawinan usia muda (X) terhadap pola asuh anak (Y). Pada penelitian ini menggunakan persamaan regresi linier sederhana yang dioperasikan dengan spss 21.


(65)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI A. Sejarah Desa

Penumangan Baru adalah sebuah Desa di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, bagian dari Kabupaten Tulang Bawang Barat, merupakan Desa Transmigrasi yang dibentuk pada tahun 1973 dan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Lampung pada Tahun 1983. Penumangan Baru berasal dari kata Penomang yang berarti tungku tempat memasak. Untuk itu

Penumangan Baru juga dapat diartikan sebagai “ Tempat menampung dan

menghasilkan Kehidupan”. Adapun Typologi wilayah Desa Penumangan Baru merupakan Desa yang berada di daerah dataran dengan jarak ke Ibukota Proponsi ±132 km, sedangkan jarak ke Ibu kota Kabupaten Tulang Bawang Barat ±3 km dan jarak ke pusat pemerintah Kecamatan ±7 km.Kebesaran nama Penumangan Baru yang berarti “ Tempat menampung dan menghasilkan kehidupan” sangat melekat dengan semangat keuletan dalam berusaha, gotong royong, dan kerukunan bermasyarakat.


(66)

46

Tabel.2 Nama-nama Kepala Desa Penumangan Baru

No Nama Kepala Desa Tahun Keterangan 1 Syukurmin 1973-1976 Pembina 2 B.S.Sutopo 1976-1980 Persiapan 3 M.Ajiyono 1980-1982 Persiapan 4 Harjo Wiyono 1982-1992 Definitif 5 Sudirjo 1992-1995 Definitif 6 Abdul Rasyad 1996-1998 Pj. Sementara 7 Nur Muhamamad.Ssos 1988-2000 Pj. Sementara 8 Pariyo 2000-2006 Definitif 9 Kamso 2006-2013 Definitif 10 Aris Sutopo.Spd 2013-2013 Pj. Sementara 11 Wirdani 2013-Sekarang Definitif Sumber: Data Umum Desa Penumangan Baru 2014

B. Kondisi Geografis

Desa Penumangan Baru memiliki luas wilayah 1000 ha dengan lahan produktif 827 ha dengan perincian sebagai berikut :

Tabel.3 Tata Guna Tanah

NO Tata Guna Tanah Luas ( Ha) 1. Pemukiman 154

2. Perkebunan 827

3. Kuburan 1

4. Perkantoran 0,5 5. Prasarana umum lainnya 17,5

Total Luas 1000 Sumber : Data Umum Desa Penumangan Baru Tahun 2014

Letak Desa Penumangan Baru berada di sebelah timur kantor Pemerintah daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat, dengan jarak sekitar 2 Km, dengan batas-batas sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Desa Penumangan Kecamatan Tulang Bawang Tengah

 Sebelah Timur : Desa Penumangan Kecamatan Tulang Bawang Tengah

 Sebelah Selatan: Desa Tirta Kencana Kecamatan Tulang Bawang Tengah

 Sebelah Barat : Desa Penumangan Kecamatan Tulang Bawang Tengah


(67)

47

Peta Desa Penumangan Baru

C. Kondisi Perekonomian

Jumlah penduduk Desa Penumangan Baru sebanyak 3420 jiwa dengan penduduk usia 2193 jiwa, sedangkan penduduk yang dikategorikan miskin 449 jiwa. Mata pencaharian sebagian penduduk adalah petani sedangkan hasil produksi ekonomis Desa yang menonjol adalah karet.

Tabel.4 Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin

No Penduduk Jumlah

1. Jumlah Laki-Laki 1752 orang 2. Jumlah Perempuan 1668 orang 3. Jumlah Total 3420 orang 4. Jumlah Kepala Keluarga 1020 KK 5. Jumlah RT 18RT 6. Jumlah RW 6RW 7. Kepadatan Penduduk 342/Km Sumber : Data umum Desa Penumangan Baru 2014


(68)

48

Tabel.5. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian

No Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan 1. Petani 554 orang 66 orang

2. Buruh Tani 34 orang 4 orang 3. Pegawai Negeri Sipil 16 orang 21 orang 4. Pengrajin Industri Rumah

Tangga 1 orang - 5. Pedagang keliling 3 orang 4 orang 6. Montir 3 orang - 7. Bidan swasta 1 orang - 8. Perawat swasta 2 orang - 9. Pembantu rumah tangga - 3 orang 10. TNI 1 orang - 11. POLRI 1 orang - 12. Pensiunan

PNS/TNI/POLRI 2 orang - 13. Pengusaha kecil dan

menengah 1 orang - 14. Dosen swasta 1 orang - 15. Karyawan Perusahaan

swasta 33 orang 7 orang 16. Belum Bekerja 271 orang 274 orang Sumber : Data umum Desa Penumangan Baru 2014

D. Kondisi Sosial Budaya

Untuk melihat kondisi sosial budaya di Desa Penumangan Baru dapat dilihat melalui tingkat pendidikannya sebagai berikut:

Tabel.6 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan 1. Belum masuk TK 50 orang 48 orang 2. Tamat TK 41 orang 44 orang 3. Tidak pernah sekolah 5 orang 8 orang 4. Tamat SD/sederajat 496 orang 536 orang 5. Tamat SMP/ sederajat 303 orang 254 orang 6. Tamat SMA/sederajat 343 orang 283orang 7. Tamat D-1/sederajat 1 orang 4 orang 8. Tamat D-2/sederajat 1 orang 2 orang 9. Tamat D-3/sederajat 13 orang 18 orang 10. Tamat S-1/sederajat 29 orang 21 orang 11. Tamat S-2/sederajat 1orang - 12. Tamat S-3/sederajat 1orang 2 orang Sumber : Data umum Desa Penumangan Baru 2014


(69)

49

E. Kondisi Sarana Dan Prasana

Desa Penumangan Baru memiliki Sarana dan Prasarana untuk masyarakat yang meliputi sarana prasarana dibidang pemerintahan, pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan sarana umum.

1. Sarana dan Prasarana Pemerintahan.

Sarana dan prasarana pemerintahan Desa Penumangan Baru mempunyai kantor Balai Kampung disertai dengan perangkat Desa lengkap. Pemerintah Desa membawahi Suku dan Suku membawahi beberapa RT (Rukun Tangga). Desa Penumangan Baru mampunyai 6 Suku dan 18 RT. Sarana prasarana tersebut berjalan lancar sesuai peraturan dan memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat.

2. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sarana dan Prasarana Pendidikan di Desa Penumangan Baru mempunyai sekolah dari PAUD sampai sekolah tingkat dasar dengan rincinan:

Tabel.7 Pendidikan Formal

NO Nama Jumlah Status (terakreditasi)

Kepemilikan

Total pengajar

total siswa Pem Swasta

1. Play

Group 1 Terdaftar Ada 6 60 2. TK 2 B Ada 7 64 3. SD 4 C Ada 71

887 4. SMP 2 B Ada 13 93 Sumber : Data umum Desa Penumangan Baru 2014

3. Prasarana Kesehatan

Prasarana Kesehatan di Desa Penumangan Baru mempunyai Pusat Kesehatan Desa (PKD) di tingkat Desa dengan 1 orang bidan Desa dan posyandu di tiap dusun masing masing mempunyai 1 (satu) pos.


(1)

3. Pengaruh Perkawinan Usia Muda terhadap Pola Asuh Anak a. Uji Hipotesis dan Analisis Regresi

1. Pengaruh perkawinan usia muda terhadap pola asuh otoritarian Terlihat pada kolom sig yaitu 0,439 itu berarti probabilitas 0,439 >= 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara perkawinan usia muda terhadap pola asuh otoritarian.

2. Pengaruh perkawinan usia muda terhadap pola asuh permisif Terlihat pada kolom sig yaitu 0,002 itu berarti probabilitas 0,002<= 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima dengan kekuatan pengaruhnya sebesar 10,2%. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara perkawinan usia muda terhadap pola asuh permisif dalam kategori sedang.

3. Pengaruh perkawinan usia muda terhadap pola asuh otoritatif Terlihat pada kolom sig yaitu 0,144 itu berarti probabilitas 0,144>= 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara perkawinan usia muda terhadap pola asuh otoritatif.

Jadi dapat disimpulkan bahwa perkawinan usia muda berpengaruh terhadap pola asuh permisif. Artinya menikah pada usia muda lebih cenderung akan meningkatkan penerapan pola asuh permisif, meskipun terkadang menggunakan pola asuh otoritatif dan pola asuh permisif.


(2)

B. Saran

a. Kepada para pasangan usia muda diharapkan agar lebih dapat mementingkan penerapan pola asuh yang baik seperti bentuk pola asuh otoritatif. Dimana selaku orang tua memiliki tugas dan peran yang sangat penting dalam pembentukan anak agar menjadi lebih baik. Penerapan pola asuh yang tepat juga dapat mengurangi tindak kenakalan remaja dan lebih meningkatkan prestasi anak di sekolah.

b. Kepada para orangtua remaja agar dapat memberikan kontribusi yang besar agar dapat mencegah terjadinya perkawinan muda yang dirasakan akan membebani remaja sendiri dan lebih memotivasi anak remajanya agar lebih meningkatkan pendidikannya dengan prestasi yang cemerlang. c. Diharapkan pula dengan adanya penelitian ini agar ada peneliti yang

tertarik untuk memperdalam penelitian mengenai permasalahan perkawinan usia muda dengan faktor lain yang lebih beragam karena penelitian ini mengalami keterbatasan dimana penelitian ini hanya dikhususkan pada satu lokasi saja dan hanya fokus pada pengaruhnya terhadap pola asuh anak.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2000. Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar.2007. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.

Baumrind , D. 1991. Parenting styles and adolescent development. Dalam J. Brooks-Gunn, R.Lerner, & A. C. Petersen (Eds.),The encyclopedia of adolescence(h. 746-758). New York:Garland.

Berns, R.M. 2004. Child, Family, School, Community: Socialization and Support. Sixth Edition. Belmont: Wadsworth/Thomson Learning.

Bronfenbrenner, U. 2000. Ecological system theory. In A.E. Kazdin (Ed.), Encyclopedia of Psychology (Vol.3, pp. 129-133). New York: Oxford University Press.

Dariyo, A. 2003. Psikologi perkembangan dewasa muda. Jakarta: PT. Grasindo Widia Sarana Indonesia (Grasindo).

Deater-Deckard, K. 2004. Parenting Stress. New Haven: Yale University Press.

Diane E. Papalia dan Sally Wendkos.1995. Human Development. Jakarta.

Gunarsa, Singgih. 2000. Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia


(4)

Hadi, Sutrisno. 1986. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta:Bina Aksara.

Hazairin. 1963. Hukum Islam dan Masyarakat, Jakarta: Bulan Bintang.

Hurlock. B, E. 1994. Psikologis Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, Elisabeth. 2006. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga

Kertamuda, Fatchiah E. 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia.Jakarta: Salemba Humanika.

Konopka. 1997. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Gajah Mada. Yogyakarta: University Press.

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta: Kencana.

Monks. 1998. Psikologi Perkembangan. Gajah Mada. Yogyakarta: University Press.

Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rhineka Cipta

Papalia, Olds & feldman. 2004. Human Development (3th Ed). New York: McGraw Hill.


(5)

Poerwadaminta, WJS. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Singarimbun, Masri dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia

Soelaiman. 1997. Pola Asuh Orang Tua.Jakarta: Gramedia.

Thalib, Sajuti, Receptio in Complexu, Theorie Receptie dan Receptio a Contrario Academika, 1980.

Winarno, Surakhmad.1998. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik. Bandung: Tarsito.

Zakiah, D. 1997. Psikologi Remaja. BPK Gunung Mulia. Jakarta. SKRIPSI:

Nurhasanah, Umi. 2012. Perkawinan Usia Muda dan Perceraian (studi di kampung Kota Baru Kec.Padang Ratu Lampung Tengah) (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hasanah, Marwadah. 2012. Gambaran konflik pada Pasangan Berlatar Belakang Etnis Jawa- Batak. Skripsi. (tidak diterbitkan) : Fakultas Psikologi


(6)

Anisa, Siti. 2005. Kontribusi Pola Asuh Orang tua terhadap Kemandirian Siswa Kelas II SMA Negeri 1 Balapulang Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2004/2005 . Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Sumber Lain:

Nadhif, 2003, Makalah Pernikahan Dini Dalam Perspektif UU PerkawinanNo. 1Tahun 1974.Tidak dipublikasikan

Profil Desa Penumangan Baru tahun 2014.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974. Tentang Perkawinan. Pustaka Tinta Mas: Surabaya.

Soesant. 2012. Makalah Pernikahan Dini. http://tydar.blogspot.com/08-12-2014. Tyasajida. 2011. Makalah Pernikahan Dini.http://tyasajida.blogspot.com/08-12-2014.

Mangoeprasadja.2004. Pola Pengasuhan Permissive-indifferent dan Perilaku Pengambilan Risiko pada Remaja. Http:// Universitas_Pendidikan_Indonesia/ 08-12-2014