Argume n Historis Isna Wahyudi, Ahmad Zae nal Fanani, Achmad Fauzi, Mahrus

sumber hukum utama, al-Quran atau al-adis, kontrak atau perjanjian tidak diatur secara rinci, sehingga ketentuan-ketentuan yang dipakai dalam kontrak diserahkan kepada kesepakatan para pihak berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Oleh karena itu sudah mendesak untuk adanya hukum perjanjian syariah yang berlaku secara nasional sebagai pedoman bagi LKS dalam membuat suatu perjanjian. PENTNGNYA UKUM PERJANJAN SYARA NASONAL Pentingnya hukum perjanjian syariah nasional dapat dilihat dari berbagai perspektif yang melahirkan lima argumen. Landasan argumentatif tersebut pada pokoknya berpijak pada realita mengenai keberlakuan hukum ekonomi syariah, khususnya, dan keberlakuan hukum slam, yang pada dasarnya telah mendapat tempat secara konstitusional di ndonesia.

a. Argume n Historis

ukum ekonomi syariah 4 Bandingkan dengan Suparman Usman dan A.M. Fat wa yang menyebut kan keberlakuan hukum Islam di Indonesia didasarkan pada alasan fi loso fi s, sosiologis, dan yuridis. Usman, Op. Cit ., hlm. 3-8, dan A.M. Fat wa, ” Syariat Islam, Ot onomi Khusus, dan Masa Depan Masyarakat Sulawesi Selat an, dalam Kurniawan Zein dan Sarifuddin HA, Ed., Syariat Islam Yes, Syariat Islam No: Dilema Piagam Jakart a dalam Amademen UUD 1945 , Paramadina, Jakart a, 2001, hlm. 180. adalah bagian dari hukum slam. ukum slam itu sendiri, yang merupakan salah satu di antara pokok-pokok ajaran slam, telah berlaku di ndonesia dari sejak kedatangannya hingga saat ini dan merupakan hukum yang hidup di dalam masyarakat living law . Keberlakuan hukum slam bukan hanya karena hukum slam itu merupakan entitas agama yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini sekitar Muslim , melainkan juga karena dalam dimensi amaliahnya di beberapa daerah ia telah menjadi bagian tradisi adat masyarakat, yang bahkan terkadang dianggap sakral. Beberapa daerah dimaksud, di mana hukum adatnya sarat dengan nilai-nilai slam, antara lain Aceh, Minangkabau Sumatera Barat, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, Palembang, dan Banten. Ungkapan pepatah-petitih yang masyhur berkaitan dengan itu misalnya ”Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Kitabullah” , dan ”Syara’ Mengata, Adat Mem akai” . Dalam konteks ekonomi slam ekonomi syariah , paling tidak di daerah-daerah tertentu, hukum ekonomi syariah pernah berlaku dan sebagian besar masih tetap diterapkan sampai sekarang. Sistem bagi hasil dalam bentuk paroan m em aro dan lain- lain dalam bidang pertanian, peternakan dan sebagainya yang dikenal luas di sejumlah daerah, terutama di pulau Jawa, merupakan salah satu bukti konkret bagi keberlakuan hukum ekonomi syariah di nusantara tempo dulu. Demikian pula dengan simbol-simbol transaksi perdagangan di sejumlah pasar tradisional yang terkesan kental 5 Wahid dan Rumadi, Op. Cit ., hlm. 81. dengan mazhab-mazhab fikih yang dikenal masyarakat. Di daerah Banten, misalnya, terlihat sampai akhir-akhir tahun - an dan awal-awal -an, masih dijumpai ungkapan-ungkapan ”terim a tum bas” terima beli dan terim a wade” terima jual di berbagai pasar tradisional yang menggambarkan kekentalan penganutan mereka terhadap faham mazhab Syafii yang mengharuskan pelafalan talaffuz dalam melangsungkan akad transaksi. Demikian pula dengan kegiatan usaha sejumlah pedagang yang tetap membangun sistem perdagangannya berdasarkan sistem bagi hasil, yang lazim dikenal dengan sebutan qirad m udarabah} . Dalam perkembangan selanjutnya, hukum slam yang berlaku di ndonesia mencakup dua macam, yaitu hukum slam normatif dan hukum slam formal-yuridis. ukum slam yang berlaku secara normatif adalah bagian hukum slam yang menyangkut praktik keagamaan individu, yang mempunyai sanksi kemasyarakatan apabila norma- normanya dilanggar. ukum slam jenis ini dipatuhi atau tidaknya dalam masyarakat ndonesia tergantung pada kesadaran imannya. Sedangkan hukum slam yang berlaku secara formal- yuridis adalah hukum slam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda di dalam masyarakat, di mana di dalam proses peralihannya menjadi hukum positif harus 6 Muhammad Amin Suma, ”Arah Pengemban- gan Hukum Ekonomi IslamSyariah di Indonesia” , www. ekisonline.comindex2.php?opt ion=com_cont ent do_ pdf=1id=170 diakses 27 April 2009. 7 Daud Ali, Op. Cit . , hlm. 6, dan Dedi Ismat ullah, Sejarah Sosial Hukum Islam , Pust aka Seria, Bandung, 2011, hlm. 369. Secar a sosiologis, penduduk Indonesia adalah mayor it as M uslim, meskipun pener imaan mereka t erhadap hukum Islam ber t ingkat - t ingkat , t et api Islam har us dan t elah menjadi nilai ”dominan” dalam kehidupan sehar i- har i living law. MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 4 | Juli 2014 42 berdasarkan atau ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan, misalnya hukum perkawinan, hukum kewarisan, hukum wakaf, hukum zakat, dan hukum ekonomi syariah. Dalam beberapa bidang tersebut, hukum slam, khususnya hukum ekonomi syariah telah banyak yang dilegal formalkan, seperti UU Perbankan Syariah, dan UU SBSN.

b. Argume n Sosiologis