sumber hukum utama, al-Quran atau al-adis,  kontrak  atau  perjanjian
tidak  diatur  secara  rinci,  sehingga ketentuan-ketentuan  yang  dipakai
dalam  kontrak  diserahkan  kepada kesepakatan para pihak berdasarkan
asas  kebebasan  berkontrak.  Oleh karena  itu  sudah  mendesak  untuk
adanya  hukum  perjanjian  syariah yang berlaku secara nasional sebagai
pedoman  bagi  LKS  dalam  membuat suatu perjanjian.
PENTNGNYA  UKUM  PERJANJAN SYARA NASONAL
Pentingnya  hukum  perjanjian syariah  nasional  dapat  dilihat  dari
berbagai perspektif yang melahirkan lima argumen. Landasan argumentatif
tersebut  pada  pokoknya  berpijak pada  realita  mengenai  keberlakuan
hukum  ekonomi  syariah,  khususnya, dan  keberlakuan hukum slam, yang
pada dasarnya telah mendapat tempat secara  konstitusional di ndonesia.
a. Argume n Historis
ukum ekonomi
syariah
4 Bandingkan dengan Suparman Usman dan
A.M. Fat wa yang menyebut kan keberlakuan hukum Islam di Indonesia didasarkan pada alasan
fi
loso
fi
s, sosiologis, dan yuridis. Usman, Op. Cit ., hlm. 3-8, dan
A.M. Fat wa, ” Syariat  Islam, Ot onomi Khusus, dan Masa Depan Masyarakat  Sulawesi Selat an, dalam Kurniawan
Zein dan Sarifuddin HA, Ed., Syariat  Islam Yes, Syariat Islam No: Dilema Piagam Jakart a dalam Amademen UUD
1945
, Paramadina, Jakart a, 2001, hlm. 180.
adalah  bagian  dari  hukum  slam. ukum  slam  itu  sendiri,  yang
merupakan  salah  satu  di  antara pokok-pokok  ajaran  slam,  telah
berlaku  di  ndonesia  dari  sejak kedatangannya hingga saat ini dan
merupakan hukum yang hidup di dalam  masyarakat
living law
. Keberlakuan  hukum  slam  bukan
hanya  karena  hukum  slam  itu merupakan  entitas  agama  yang
dianut  oleh  mayoritas  penduduk negeri ini  sekitar    Muslim ,
melainkan  juga  karena  dalam dimensi  amaliahnya  di  beberapa
daerah  ia  telah  menjadi  bagian tradisi  adat   masyarakat,  yang
bahkan   terkadang  dianggap sakral. Beberapa daerah dimaksud,
di  mana  hukum  adatnya  sarat dengan  nilai-nilai  slam,  antara
lain Aceh, Minangkabau Sumatera Barat,  Lampung,  Bengkulu,  Riau,
Jambi,  Palembang,  dan  Banten. Ungkapan
pepatah-petitih
yang masyhur  berkaitan  dengan  itu
misalnya
”Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Kitabullah”
,  dan
”Syara’ Mengata, Adat Mem akai”
. Dalam  konteks  ekonomi  slam
ekonomi  syariah ,  paling  tidak di
daerah-daerah tertentu,
hukum  ekonomi  syariah  pernah berlaku  dan  sebagian  besar
masih  tetap  diterapkan  sampai sekarang. Sistem bagi hasil dalam
bentuk
paroan m em aro
dan  lain- lain  dalam  bidang  pertanian,
peternakan dan
sebagainya yang  dikenal  luas  di  sejumlah
daerah,  terutama  di  pulau  Jawa, merupakan  salah  satu  bukti
konkret  bagi  keberlakuan  hukum ekonomi  syariah  di  nusantara
tempo  dulu.  Demikian  pula dengan  simbol-simbol  transaksi
perdagangan  di  sejumlah  pasar tradisional  yang  terkesan  kental
5 Wahid dan Rumadi, Op. Cit ., hlm. 81.
dengan  mazhab-mazhab  fikih yang  dikenal  masyarakat.  Di
daerah  Banten,  misalnya,  terlihat sampai  akhir-akhir  tahun
- an dan awal-awal
-an, masih dijumpai
ungkapan-ungkapan
”terim a tum bas”
terima beli  dan
terim a wade”
terima  jual   di berbagai  pasar  tradisional  yang
menggambarkan kekentalan
penganutan  mereka  terhadap faham  mazhab  Syafii  yang
mengharuskan pelafalan
talaffuz
dalam  melangsungkan  akad transaksi.  Demikian  pula  dengan
kegiatan usaha sejumlah pedagang yang  tetap  membangun  sistem
perdagangannya
berdasarkan sistem  bagi  hasil,  yang  lazim
dikenal  dengan  sebutan
qirad m udarabah}
. Dalam
perkembangan selanjutnya,  hukum  slam  yang
berlaku  di  ndonesia  mencakup dua   macam,  yaitu  hukum
slam  normatif  dan  hukum  slam formal-yuridis.   ukum  slam
yang  berlaku  secara  normatif adalah  bagian  hukum  slam  yang
menyangkut  praktik  keagamaan individu,  yang  mempunyai  sanksi
kemasyarakatan  apabila  norma- normanya dilanggar. ukum slam
jenis  ini  dipatuhi  atau  tidaknya dalam  masyarakat  ndonesia
tergantung
pada kesadaran
imannya.  Sedangkan  hukum slam yang berlaku secara formal-
yuridis  adalah  hukum  slam  yang mengatur  hubungan  manusia
dengan  manusia  lain  dan  benda di  dalam  masyarakat,  di  mana
di  dalam  proses  peralihannya menjadi  hukum  positif  harus
6 Muhammad Amin Suma, ”Arah Pengemban-
gan Hukum Ekonomi IslamSyariah di Indonesia” , www. ekisonline.comindex2.php?opt ion=com_cont ent do_
pdf=1id=170 diakses 27 April 2009. 7 Daud
Ali, Op. Cit .
, hlm. 6, dan Dedi Ismat ullah, Sejarah Sosial Hukum Islam
, Pust aka Seria, Bandung, 2011, hlm. 369.
Secar a sosiologis, penduduk Indonesia adalah mayor it as
M uslim, meskipun pener imaan mereka t erhadap hukum
Islam ber t ingkat - t ingkat , t et api Islam har us dan t elah
menjadi nilai ”dominan” dalam kehidupan sehar i-
har i living law.
MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 4 | Juli 2014
42
berdasarkan  atau  ditunjuk  oleh peraturan  perundang-undangan,
misalnya  hukum  perkawinan, hukum  kewarisan,  hukum  wakaf,
hukum zakat, dan hukum ekonomi syariah.  Dalam  beberapa  bidang
tersebut, hukum slam, khususnya hukum  ekonomi  syariah  telah
banyak  yang  dilegal  formalkan, seperti UU Perbankan Syariah, dan
UU SBSN.
b. Argume n Sosiologis