Sistem sosial ekonomi susu dan peternakan sapi perah di Jawa Tengah, suatu telaahan regional
I
SISTEM EKONOMI SUSU DAN PETERNAKAN
Oleh
TOM EDWARD MARASI NAPITUPULU
FAKULTAS PASCASARJANA
INSTITUT PERTANiAN BOGOR
1987
SUMMARY
Tom
Edward
Milk
and
Marasi
air;
Napitupulu.
The Economic System of
Cattle Production in the Central Jawa: A
Regional Analysis (Supervisors: Lutfi Ibrahim Nasoetion,
Affendi Anwar, Koeswardhono Mudikdjo and Siswadi).
I
This study
was
conducted in Central Jawa, for the
base year of 1983.
.
The objective of this study has been to analyse the
economic system
of milk and dairy cattle from the macro
and micro viewpoints, including: (1) measure its contribution to
the regional output, income and employment by
multiplier effects, as well as its interdependences with
the other
domestic
economic sectors, (2) measure
resource costs of
foreign
efficiency
exchange
of
saved or
earned, (3) determine the kind of factors which influence milk
production, (4) establish the
dairy farming,
( 5 ) measure
optimal size
of
its contribution to the dairy
7
(6) forecast
farmer income and
regional population of
cattle and milk production for development'planning.
*
are:
The methods of analysis
Input-Output
Cobb-Douglass
Leontief,
which
used
Domestic
in this study
Resource Costs,
Production Function, Break Even Point and
Markov Chains Models.
The results
of macro analysis
were the
following
as: The total supply of milk and dairy cattle sector was
12 792.2 million Rupiahs.
This was composed of 12,330.4
'
million Rupiahs
Rupiahs
from
domestic output and 461.8 million
from import
(at c.i.f prices).
The demand
of
that sector consisted of 7,870.84 million Rupiahs domes-
,
tic demand and 4,921.36 million Rupiahs export (at f - o - b
prices).
Consequently, the
was 39.91 per cent
of the export is
value of exports from the region
of total output.
fresh milk of household dairy farmers,
at least 17,400 litres per day.
sold and
in
distributed
Yogyakarta,
'
The fresh milk has been
to IPS (Milk Processing Industry)
Jakarta
oriented product
because
The main component
was
and KUD East Jawa.
mostly
The market
exported to.other regions
Central Jawa does not yet have an IPS.
plication is that the induced
effects
leak
The im-
out of the
region and are not captured by the local society. Import
of milk and dairy cattle sector reached 3.75 per cent of
its total input.
q
The gross value added of all sectors in Central Jawa
was 6,745,611.06 million Rupiahs or 44.7 per cent of total regional
income per
With a population
output.
capita
was
of 26,315,992,
229,097.28 Rupiahs per year (at
current prices).
In
- -
the aggregate, the greatest component of regio.
nal final
demand was the household sector, amounting to
4,852,344.5
million
Rupiahs or
about 42.92
Demand for fresh milk by household is
per cent.
relatively at low
level (only 0.008 per
cent
of total household coqsump-
tion).
The
milk
and
which
of type I and I1 income multipliers of
values
dairy cattle were 2.61 and 2.91 respectively,
constituted the third highest among
This value
22
sectors.
indicated that an injection of investment in
that sector
gave
a higher contribution to increase the
social income in comparison with 19 other sectors.
The
type I and I1 employment
3.20 respectively.
The multipliers
multipliers 2.48 and
occupied the
third
rank. This has showed that the ability of the sector was
relatively higher in final demand changes. Therefore, if
the economic development strategy of the region aimed to
accelerate income
growth and equity, the milk and dairy
cattle sector should get much attention in allocation of
resources.
The values of indirect backward and forward linkages
of the
milk and dairy
cattle sector were
2.23
(first
rank) and 1.08 (20'~ rank) respectively.
The
and
above
phenomena are consistent with
backward
forward power dispersions of that sector, amounting
to 1.53 (at first rank) and 0.74 (at 2oth rank).
This development strategy
for dairy cattle as an import substitution effort was efficient.
This was
indi-
cated by a domestic resource of foreign exchange savings
coefficient of 0.93.
The results of micro
as: Among
the
analysis were the following
six variables in the model of the dairy
cattle productive system, four were shown to have a siginfluence (at a = 0.05).
nificant
number of
female cattle
and medicine (X,).
Those variables are:
(X,), bran (X3), cassava (X5),
Conversely, the other two variables,
namely concentrate (X4) and labor (X,) had no
at that significant level.
put
influence
The total elasticity of out-
(Chi)of all input variables was 1.18. The
sum of
the input cofficients has been taken as an indication of
the increasing returns to scale.
The value
of break
even point of
milk and
dairy
farming was obtained at 3 . 4 2 heads.
The average price of fresh milk was 220 Rupiahs per
litre
at
farm gate level or 73.43 per cent of IPS pay-
ment (308 Rupiahs per litre).
The marketing margin was
distributed among KUD and MT/GKSI
(Indonesian Union of
Dairy ~ooperHtives), as 30 Rupiahs per litre and 58 Rupiahs
per litre
respectively.
The favorable price at
farm gate level was estimated 267.1.8Rupiahs per litre.
The
revenue-cost
than fourheads of
(1).
This
ratio of dairy farming with less
female cattle was less
means that the dairy farmer was
than one (R/C
still
--defi-
citary about 205,440 - 324,570 Rupiahs per year.
By
assuming
the average level of milk consumption
to be 2.64 litres per capita
per year (equivalent fresh
milk), the projections of demand for milk of Central Jawa in 1983 and 1988 are estimated at about 69.47 million
litres and 74.92 million
litres (the growth rate of PO-
*
pulation was 1.52 per cent per year). On the other hand,
local milk
production in these two years will reach the
amount of 1 4 . 9 3 million litres and 4 2 . 3 9 million litres.
Consequently, the gap between supply and demand for milk
should be reduced by increasing the
cattle population.
Based on the regional carrying capacity, there is still
a potential
available to absorb
animal units.
the amount of
690,343
RINGKASAN
*
Tom Edward
Marasi
Napitupulu.
Sistem Ekonomi Susu dan
Peternakan Sapi Perah di Propinsi Jawa Tengah: Suatu Telaahan Regional (Di bawah bimbingan Lutfi Ibrahim Nasoetion sebagai Ketua, Affendi Anwar, Koeswardhono Mudikdjo
dan Siswadi sebagai Anggota).
Penelitian ini dilakukan di Propinsi Jawa Tengah pada 27 Kabupaten/Kotamadya dengan tahun dasar 1983.
Tujuan
penelitian ini adalah untuk menelaah sistem
,
ekonomi usahatani susu
dan
peternakan
aspek makro dan aspek mikro.
telaah: (1) kontribusi
sapi perah dari
Dalam aspek lpakro akan di-
sektor susu dan
peternakan sapi
perah terhadap tingkat output, pendapatan dan kesempatan
kerja rnelalui
nya dengan
efek
m&bJJs
serta saling keterkaitan-
sektor-sektor ekonomi
lainnya, (2) menelaah
kelayakan usahatani susu dan perternakan
sapi perah di-
tinjau dari pegi efisiensi pemanfaatan sumberdaya domestik.
Dalam aspek mikro akan ditelaah: (1) faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingkat produks2 susu sapi perah, (2)
sumbangan usahatani
susu dan peternakan sapi perah ter-
hadap pendapatan keluarga peternak, (3) skala usaha minimal yang layak bagi
--
-
usaha peternakan sapi-perah dan (4)
mem3uat proyeksi produksi susu sapi perah bagi keperluan
perencanaan pengembangan.
Pendekatan
tersebut
adalah
analisis yang
dilakukan
menggunakan
Model-Model
untuk
maksud
Input-Output
Leontief, Biaya
Sumberdaya Domestik, Fungsi
Produksi
Cobb-Douglass, Titik Impas dan Rantai Markov.
i
Upaya pengembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah
berpengaruh terhadap sistem perekonomian wila-
yah baik secara makro maupun secara mikro.
Analisis
dari
aspek makro menunjukkan bahwa nilai
(NTB) seluruh sekdor wilayah Jawa Tengah
tambah
bruto
adalah
sebesar Rp 6 745 621.06
dari total
output wilayah.
juta atau
44.7
Dengan penduduk
persen
sejumlah
26 315 992 jiwa, maka pendapatan per kapita adalah sebe-
sar Rp 229 097.28 per tahun atas harga berlaku.
Nilgi
ini lebih rendah dari pendapatan nasional per kapita sebesar Rp 427 237.54.
nakan
Kontribusi sektor susu
sapi perah terhadap
atau 0.05
dan peter-
NTB sebesar Rp 3 170.4
persen (peringkat 19 dari 22 sektor).
juta
Secara
regional kontribusi sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah relatip kecil, akan tetapi secara lokal mem7
berikan peran yang cukup berarti terutama
pada
sentra-
sentra produksi .
Penawaran sektor susu dan peternakan sapi perah sebesar Rp 12 792.2 juta terdiri dari Rp 12 330.4 juta output domestik dan Rp 461.8 juta impor.
ini terdiri
dari Rp 7 870.84
Permintaan sektor
juta permintaan
do-mestik
dan Rp 4 921.36 juta ekspor.
Nilai ekspor ini
tal
menunjukkan 39.91 persen dari to-
outputnya. Komponen utama
ekspor tersebut
adalah
susu segar yang dialokasikan ke IPS Yogyakarta, Jakarta,
1
dan KUD Jawa Timur yang bersifat oligopsonistik. Sampai
tahun 1983 orientasi dari pemasaran
lah untuk
susu segar ini ada-
diekspor ke luar wilayah karena belum ada in-
dustri pengolahan susu di Jawa Tengah. Implikasinya, timbul kebocoran wilayah ( r e ~ i w a
b&ages)sehinsga
,
in-
duc.ed leffec&nya
tidak dapat
ditangkap oleh masyarakat
lokal.
Nilai impor sektor susu dan peternakan
mencapai 3.75 persen dari total
sapi perah
inputnya, yang meliputi
pengadaan bibit sapi perah sebagai komponen terbesar serta peralatan.
Secara agregat komponen terbesar dari permintaan akhir adalah
juta
konsumsi rurnah
atau 42.92 persen.
tangga, yaitu Rp 4 852 344.5
Konsumsi rumah tangga terhadap
produk sektor susu dan peternakan sapi perah sangat rendah, yaitu sebesar 0.008 persen.
7
Nilai Pengaruh Ganda Pendapatan (PGP) tipe I dan I1
sektor susu dan peternakan sapi perah masirig-masing sebesar 2.61 dan 2.91 atau
22 sektor.
ketiga dari
Nilai ini merupakan indikasi bahwa penanaman
investasi di sektor
tip
menduduki peringkat
tersebut memberikan sumbangan rela-
lebih tinggi terhadap peningkatan-pendamban masya-
rakat dibanding 19 sektor lainnya.
Nilai
sebesar
Pengaruh Ganda
2.48 dan
tipe I 1
Tenaga Kerja
sebesar
viii
(PGTK) tipe
I
3.20, masing-masing
menduduki peringkat tiga.
I
Ini menunjukkan bahwa kemampu-
an sektor yang bersangkutan dalam meningkatkan penggunaan tenaga kerja yang dibutuhkan relatip besar untuk setiap perubahan peningkatan satu unit output pada permintaan akhir.
Oleh karena itu, apabila strategi pembangun-
an ekonomi Jawa Tengah menginginkan pemerataan pendapatan yang cepat, maka sektor susu dan
peternakan sapi pe-
rah harus mendapat perhatian yang cukup di dalam pengalokasian investasi wilayah.
Sektor ini mempunyai nilai Pengaruh Kaitan Tak Langsung ke Belakang (PKTLB) relatip
tinggi di dalam struk-
tur perekonomian wilayah, yaitu sebesar 2.23
1).
(peringkat
Berbeda dengan Pengaruh ke Depannya (PKTLD), sektor
ini menduduki peringkat ke-20 dengan nilai 1.08. Dan dapat diduga bahwa faktor penyebab lemahnya pengaruh kaitan ke depan
ini disebabkan sebagian besar outputnya di-
ekspor ke luar
, wilayah. dalam bentuk susu segar. Berdasarkan
ke
konsep kaitan ini maka sektor tersebut temasuk
dalam kelompok yang menduduki prioritas sektoral ke-
dua.
Nilai
Daya Penyebaran ke Belakang (DPB) dan ke De-
pan (DPD) sektor ini masing-masing sebesar 1.53 (peringkat 1) dan-simsar
0.74 (peringkat 20), yang merupakan
dampak relatip dari peningkatan output sektor ini terhadap peningkatan output sektor-sektor lainnya.
Kebijaksanaan pengembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah
sebagai upaya substitusi impor merupa-
I
kan strategi yang menguntungkan secara ekonomi.
Hal di-
indikasikan oleh nilai BSD sebesar 0.93.
Analisis pada tingkat mikro
enam peubah yang masuk
menunjukkan bahwa dari
dalam model sistem produksi susu
sapi perah, ternyata hanya empat peubah yang
pengaruh nyata
memberikan
pada taraf 5 persen ( a = 0.05).
Peubah-
peubah tersebut adalah jumlah induk sapi perah (XI), dedak (X3), ketela pohon (X5) dan obat-obatan (XI), sedangkan dua
peubah lainnya
yang meliputi "konsentrat" (X4)
serta tenaga kerja tidak menunjukkan pengaruh nyata pada
taraf tersebut.
Jumlah nilai
elastisitas output ( L : b i )dari
peubah adalah sebesar 1.18.
semua
Nilai ini merupakan indika-
si bahwa proses produksi berada pada tahap skala produksi menaik.
Dengan demikian apabila semua faktor produk7
si dilipatgandakan, misalnya dua
kali, maka produksinya
akan berlipat lebih besar dari dua kali.
.
Nilai titik impas (BEP) usahatani sapi perah adalah
sebesar 3.42 ekor (dibulatkan menjadi 4 ekor) induk sapi
perah.
--
Rata-rata harga susu segar yang diterima oleh peternak sebesar Rp 220 per liter atau 73.43 persen dari harga yang dibayar IPS (Rp 308 per liter).
ga sebesar
Marjin tatania-
Rp 88 (28.57 persen) didistribusikan
ke KUD
Kebijaksanaan pengembangan usahatani susu dan peter*
nakan sapi perah
sebagai upaya substitusi impor merupa-
kan strategi yang menguntungkan secara ekonomi.
Hal di-
indikasikan oleh nilai BSD sebesar 0.93.
Analisis pada tingkat mikro
enam peubah yang masuk
menunjukkan bahwa dari
dalam model sistem produksi susu
sapi perah, ternyata hanya empat peubah yang
pengaruh nyata
memberikan
pada taraf 5 persen ( a = 0.05).
Peubah-
peubah tersebut adalah jumlah induk sapi perah (XI), dedak (X3), ketela pohon (X5) dan obat-obatan (X,),
kan dua
peubah lainnya
sedang-
yang meliputi "konsentrat" ( X 4 )
serta tenaga kerja tidak menunjukkan pengaruh nyata pada
taraf tersebut.
Jumlah nilai
elastisitas output
peubah adalah sebesar 1.18.
(
Z b i ) dari
semua
Nilai ini merupakan indika-
si bahwa proses produksi berada pada tahap skala produksi menaik.
Dengan demikian apabila semua faktor produk?
si dilipatgandakan, misalnya dua
kali, maka produksinya
akan berlipat lebih besar dari dua kali.
.
Nilai titik impas (BEP) usahatani sapi perah adalah
sebesar 3.42 ekor (dibulatkan menjadi 4 ekor) induk sapi
perah.
-
Rata-rata harga susu segar yang diterima oleh peternak sebesar Rp 220 per liter atau 73.43 persen dari harga yang dibayar
ga sebesar
IPS (Rp 308 per liter).
Marjin tatania-
R p 88 (28.57 persen) didistribusikan
ke KUD
sebesar
.
Rp 30 dan ke
MT/GKSI sebesar Rp 58 per liter.
Perkiraan harga susu segar yang layak pada tingkat peternak adalah sebesar Rp 267.18 per liter.
Nilai R/C rata-rata peternak sampai dengan pemilikan induk sapi tiga ekor masih berada di bawah
< 1).
satu (R/C
Ini berarti bahwa secara finansial peternak bera-
da dalam keadaan rugi.
Memang di dalam
perhitungan ini
balas jasa tenaga kerja yang dicurahkan oleh anggota keluarga peternak sudah termasuk dalam biaya produksi.
Dengan asumsi
kebutuhan susu
rata-rata per kapita
2.64 liter per tahun (setara susu segar), maka kebutuhan
susu di Jawa Tengah pada tahun 1983 dan 1988 adalah sebesar 69.47 juta liter
dan 74.92 juta liter
penduduk 1.52 persen per tahun).
da kedua tahun
dan 41024
dan permintaqn
Produksi susu lokal pa-
tersebut baru mencapai
juta liter.
(pertambahan
14.93 juta liter
Untuk mengisi rumpang
penawaran
susu tersebut, wilayah Jawa Tengah
tahun 1983 masih
mampu menampung
pada
sejumlah 690 343 unit
ternak (UT) berdasarkan daya dukung wilayahnya.
Kebijakan pengembangan sapi perah pada berbagai subI
sub wilayah di Jawa Tengah belum berlandaskan kepada aspek efisiensi lokasional.
Perkembangan
sektor susu dan peternakan,sapi perah
tidak bisa lepas dari KUD persusuan yang sekaligus merupakan alat pengorganisasian masyarakat pedesaan.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Pengasih, karena atas segala berkat dan bimbinganNya dapat diselesaikan disertasi ini dengan judul: SISTEM EKONOMI SUSU
DAN PETERNAKAN SAP1 PERAH
DI PROPINSI
JAWA TENGAH: SUATU TELAAHAN REGIONAL.
Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa te-
rima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr Ir H.
Lutfi
Ibrahim Nasoetion
saran, bimbingan dan
sebagai penasihat
utama, atas
bantuan yang diberikan mulai dari
awal hingga akhir penelitian ini. Kepada Bapak Prof. Dr
Ir H. Affendi Anwar
sebagai anggota
penasihat, penulis
.
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pula atas
segala saran dan bimbingan yang diberikan selama proses
penyelesaian studi ini. Demikian pula kepada Bapak Dr Ir
Koeswardhono Mudikdjo
dan Bapak
Dr Ir Siswadi sebagai
anggota penasihat diucapkan rasa terima kasih rang sebe7
sax-besarnya atas saran dan bimbingan yang telah diberikan di dalam penyelesaian studi ini.
Kepada Bapak Rektor Institut Pertanian
Bogor serta
Pimpinan Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
disampaikan
banyak
terima
kasih atas kesempatan studi
yang diberikan kepada penulis.
Kepada pimpinadan staf
Departemen Pertanian, khususnya Proyek
Agricultural De-
velopment Planning and Administration, disampaikan terima
kasih
atas
kesempatan
dan bantuan pembiayaan yang
.
diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi
Bogor.
Demikian
pula
disampaikan ucapan terima
di IPB
kasih
kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Ko-
perasi, atas kerjasama dalam pelaksanaan penelitian ini.
Ucapan terima kasih penulis
sampaikan pula kepada
berbagai instansi pemerintah di Propinsi Jawa Tengah serta Direktorat Jenderal Peternakan di Jakarta, atas kesediaannya memberikan data yang diperlukan dalam penelitian ini.
Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Ir
Muaz Djunaedi a t a s bantuan dan jerih payah di dalam peng-
olahan data penelitian ini melalui fasilitas komputer pada Lembaga Pendidikan dan Swadaya Koperasi di Bogor. Dan
kepada pimpinan lembaga tersebut disampaikan terima
ka-
sih atas bantuan fasilitasnya. Demikian pula disampaikan
terima kasih
kepada Ir Heru Wijono dan kepada Ir Satrio
atas bantuan yang diberikan di dalam pengolahan data pe7
Tidak lupa pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih
kepada Bapak Ir T. Hanafiah, MA dan rekan-
relJian bidang keahlian Perencanaan Pembangunan Wilayah
*
dan Pedesaan terutama kepada Ir M Jafar Hafsah, Ir Harry
Santosa, Drs M. Arief Sawidak, MS dan Ir Sugeng Budiharsono, serta
semua pihak yang belum disebutkan satu-per-
satu dalam kesempatan ini, atas segala bantuan dan kerjasama yang diberikan selama studi ini.
Khusus kepada istri penulis, Ir Victoria PAP br Simanungkalit
disampaikan
rasa terima
kasih yang
dalam
s
atas bantuan, dorongan serta
doa yang diberikan
hingga
akhir penyelesaian disertasi ini.
Teristimewa kepada orang tua penulis disampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga atas segala jerih payahnya dalam membimbing penulis sejak dari awal pendidikan.
Demikian pula
kepada segenap keluarga
disampaikan
terima kasih atas segala bantuannya kepada penulis selama masa pendidikan.
Akhirnya penulis berharap dengan segala
yang ada semoga
disertasi ini
berbagai hasil
kekurangan
yang diungkapkan
dapat bermanfaat bagi upaya
ilmu pengetahuan di masa mendatang.
dalam
pengembangan
SISTEM EKONOMI SUSU DAN PETERNAKAN SAP1 PERAH
DI PROPINSI JAWA TENGAH: SUATU TELAAHAN REGIONAL
*
Oleh
Tom Edward Marasi Napitupulu
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk gemperoleh gelar
Doktor
pada Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
B O G O R
1987
Judul disertasi
I
:
SISTEM SOSIAL EKONOMI SUSU DAN
PETERNAKAN SAP1 PERAH DI JAWA TENGAH:
e
SUATU TELAAHAN REGIONAL
Nama rnahasiswa
:
TOM EDWARD MARAS1 NAPITUPULU
Nomor pokok
:
82538 PWD
Menyetujui
(Dr Ir H. Lutfi Ibrahim Nasoetion)
Ketua
cL
(Prof. Dr 1r H. Affenai m r j
-
Anggota
'I-
-,
(Dr Ir Koeswakdhono Mudikdjo)
,(Dr Ir Siswadi)
Anggota
Anggota
L
Ketua Bidang Keahlian
an Fakultas
asar jana
,rdja)
b
y
Tanggal lulus: ~
&
&
~
&
,
~
~
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Mei 1952 di Dolok
Merangir, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara.
Penulis adalah anak dari St. B.T. Napitupulu dan S br Siregar (almarhumah).
Pada tahun 1970 penulis lulus dari Sekolah Menengah
I11 di Pematang Siantar, Propinsi
Atas Negeri
Utara.
Sumatera
Kemudian pada tahun 1971 terdaftar sebagai maha-
siswa Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
Lulus Sarjana Pertanian, jurusan Ilmu Tanah pa-
da tahun 1976.
Pada bulan September 1981 terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, pro-
gram Magister Sains, bidang
ngunan Wilayah dan Pedesaan.
keahlian Perencanaan PembaKemudian pada bulan.Septem-
ber 1982 terdaftar sebagai mahasiswa program Doktor pada
bidang keahlian yang sama.
9
Sejak tahun
pada Direktorat
1977 sampai
sekarang penulis
bekerja
Bina Program Tanaman pangan, Departemen
Pertanian, di Jakarta.
Penulis menikah dengan Ir Victoria PAP br Simanungkalit.
DAFTAR IS1
Halaman
I
SUMMARY . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
i
RINGKASAN
........................................
vi
PENGANTAR
.........................................
xii
.......................................
xviii
.....................................
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I . PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1 . Latar Belakang ........................
2 . Permasalahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxi
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL
I1 .
I11 .
xxiv
1
1
9
3.
Tujuan dan Manfaat Studi
19
4.
Organisasi Studi
..............
......................
21
KEADAAN UMUM WILAYAH DAN PERKEMBANGAN
PETERNAKAN SAP1 PERAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
23
1.
Keadaan Umum Wilayah
..................
23
2.
Perkembangan Usahatani Susu dan
Peternakan Sapi Perah .................
25
?
KERANGKA TEORITIS PEMILIHAN MODEL
.........
............ .......
2 . Pemilihan Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
IV . METODOLOGI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1 . Metodologi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . .
2 . Metode Pengumpulan Data . . . . . . . . . . . . . . .
1.
3.
4.
Kerangka Pemikiran
:'
...............
Penetapan Lokasi Contoh . . . . . . . . . . . . . . .
Metode Penarikan Contoh
39
39
46
69
69
78
80
81
Halaman
V.
*
TABEL 1-0 JAWA TENGAH: SUATU TEMUAN
EMPIRIS ...................................
82
.......................
82
...................
86
1.
Tabel Transaksi
2.
Koefisien Teknologi
..............
.
4. Ketergantungan Antar Sektor ...........
VI . STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH JAWA TENGAH .
1 . Penawaran dan Permintaan ..............
2 . Nilai Tambah Bruto . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3 . Permintaan Akhir ......................
3.
4.
VII .
Komposisi Perdagangan Antar Wilayah:
Ekspor dan Impor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
KONTRIBUSI SEKTOR SUSU DAN PETERNAKAN SAP1
PERAH TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH .......
........
1.
Kontribusi Terhadap Pendapatan
2.
~ontribhsiTerhadap Penyediaan
Kesempatan Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.
Pengaruh Kaitan Ke Depan dan Ke
Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.
Daya Penyebaran Ke Depan dan Ke
Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
VIII .
Biaya dan Nilai Produksi
?
HUBUNGAN INPUT DAN OUTPUT : 'TELAAHAN MIKRO
SISTEM USAHATANI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.
Faktor-Faktor Yang Mempengamhi
Produksi Susu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.
Skala ~sahataniSapi Perah
............
3 . Pemasaran Produksi Susu . . . . . . . . . . . . . . .
4 . Pendapatan Peternak . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
87
110
116
116
120
^
Halaman
IX.
PERSPEKTIP PENGEMBANGAN USAHATANI SUSU
DAN PETERNAKAN SAP1 PERAH .................
180
I
1.
E f i s i e n s i Pemanfaatan Sumberdaya
Domestik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
180
........
182
...................
183
...............
5 . Kendala Pengembangan ..................
X . PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1 . Ulasan Makro ..........................
185
..........................
XI . KESIMPULAN. IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN.SARAN .
1 . Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2 . I m p l i k a s i Kebijakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
202
2.
P r o y e k s i P o p u l a s i dan Produksi
3.
Daya Dukung Wilayah
4.
2.
3.
Perspektip Pengembangan
Ulasan Mikro
194
194
219
219
220
Saran-Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
223
...................................
225
........................................
231
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
190
DAFTAR TABEL
#
Halaman
Nomor
T%bs
Populasi Sap: Perah di Wilayah Kabupaten
Propinsi Jawa Tegah, Tahun 1978-1983 ........
27
Perkembangan Produksi Susu di Propinsi Jawa
Tengah, Tahun 1979-1983 .....................
29
3.
Produksi Susu Sapi Perah di Wilayah Kabupaten
Propinsi Jawa Tengah, Tahun 1983 ............
30 -
4.
Pemasaran Susu Segar di Jawa Tengah, Tahun
1978-1982 ...................................
33
Perkembangan KUD Unit Persusuan, Perkreditan
dan Pemasaran Susu di Jawa Tengah, Tahun
1979-1982 ...................................
37
..........................
50
1.
2.
5.
6. Tabel Input-Output
7. Ketergantungan Penjualan dan Pembelian
Sektor Susu dan Peternakan Sapi Perah di
Jawa Tengah, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
111
Penawaran dan Perrnintaan Atas Dasar Harga
Produsen, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
117
Nilai
Bruto
Nilai
Bruto
Tambah Bruto, Persentase Nilai Tambah
Terhadap Output Sektor, Persentase
Tambah Bruto Terhadap Nilai Tambah
Regional, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . .
121
Komponen Nilai Tambah Bruto (MTB) Wilayah
Jawa Tengah, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
122
11.
Pertumbuhan NTB Jawa Tengah, Tahun 1979-1983.
123
12.
Pertumbuhan Pendapatan Regional Per Kapita
Jawa Tengah, Tahun 1979-1983 ................
124
.......
125
14. Komposisi Permintaan Akhir Berdasarkan Sektor
di Jawa Tengah, 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
127
8.
9.
10.
13.
Struktur Permintaan Akhir, Tahun 1983
-
15.
--
Nilai Ekspor dan Impor Jawa Tengah,
Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
132
Halaman
16.
#
17.
18.
19.
20.
21.
Nilai Pengaruh Ganda Pendapatan (PGP) Sektor
Perekonomian Jawa Tengah, Tahun 1983 ........
138
Nilai Pengaruh Ganda Tenaga Kerja (PGTK)
Sektor Perekonomian Jawa Tengah, Tahun 1983 .
142
Pengaruh Kaitan Langsung Ke Depan (PKLD)
dan Ke Belakang (PKLB) Sektor-sektor
Perekonomian Jawa Tengah, Tahun 1983 ........
146
Pengaruh Kaitan Tidak Langsung Ke Depan
(PKTLD) dan Ke Belakang (PKTLB) Sektor
Perekonomian Jawa Tengah, Tahun 1983 ........
149
Kaitan Sebagai Arahan Penentuan Prioritas
Sektoral ....................................
152
Nilai Daya Penyebaran Ke Depan (DPD) dan
Ke Belakang (DPB) Sektor Perekonomian
Jawa Tengah, Tahun 1983 .....................
156
..........
22.
Peubah Dugaan Fungsi Produksi Susu
23.
Harga Susu Rata-rata di Jawa Tengah,
Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
172
Biaya Pengelolaan Susu di KUD dan MT,
Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
174
Perkiraan Harga Susu Yang Layak di Tingkat
Peternakan Rakyat di Jawa Tengah, Tahun 1983.
176
Nilai Rata-rata Penerimaan Total, Biaya Total
dan R/CTUsahatani Sapi Perah, Tahun 1983 ....
178
Koefisien BSD, Nilai Finansial dan Ekonomi
Biaya dan Penerimaan Usahatani Sapi Perah di
Jawa Tengah, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
181
Proyeksi Populasi dan Produksi Susu Sapi
Perah di Jawa Tengah, Tahun 1984-1988 . . . . . . .
183
Populasi Sapi Perah Dari Rumah Tangga dan
Perusahaan, Tahun 1979 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
231
Dampak Perkembangan Peternakan Sapi Perah
di Indonesia, Tahun 1978-1982 . . . . . . . . . . . . . . .
232
24.
25.
26.
27.
28.
1.
2.
163
Halaman
..
233
Koefisien Teknologi Sektor-sektor Penyusun
Perekonomian Propinsi Jawa Tengah,
Tahun 1983 ..................................
238
Produksi dan Faktor-faktor Produksi Dalam
Usahatani Sapi Perah, Tahun 1983 ............
240
Nilai Penerimaan Total, Biaya Total dan
R/C Usahatani Sapi Perah, Tahun 1983 ........
244
Matriks Kebalikan Leontief ( I-A)-' Model
Terbuka Sektor-Sektor Penyusun Perekonomian
Propinsi Jawa Tengah, Tahun 1983 ............
254
Model
Matriks Kebalikan Leontief ( I-A)-'
Tertutup Dengan Memasukkan Rumah Tangga
Ke Dalam Sektor Antara .......................
258
Matriks Kebalikan Leontief Model Tertutup
Dengan Memasukkan Tenaga Kerja Ke Dalam
Sektor Antara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
262
Nama dan Lokasi KUD Unit Persusuan di
Propinsi Jawa Tengah, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . .
266
Daya Dukung Ternak di Jawa Tengah,
Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
267
Komponen Biaya Produksi dan Penerimaan Dalam
Analisis Ekonomi Usahatani Susu dan
Peternakan Sapi Perah di Jawa Tengah,
Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
268
Parameter Proyeksi Populasi dan Produksi
Susu Sapi Perah di Jawa Tengah, Tahun 1983
269
Tabel Input-Output Jawa Tengah, Tahun 1983
..
DAFTAR GAMBAR
Halaman
...................
Produksi Dalam Negeri ..
1.
Peta Propinsi Jawa Tengah
24
2.
Jalur Pemasaran Susu
32
3.
Kedudukan Sektor Susu dan Peternakan Sapi
Perah Dalam Pembangunan Wilayah Jawa Tengah
4.
5.
.
42
Bagan Hubungan-Hubungan Antar Kelompok
Dalam Populasi Sapi Perah ...................
68
.................
158
Hubungan Antara DPD dan DPB
PENDAHULUAN
I.
1.
h t t 2 % ~ B e m
#
Pada hakekatnya pembangunan nasional ditujukan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur.
Dengan
demikian segala upaya pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan diarahkan untuk memanfaatkan sumberdaya nasional
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
melalui
perbaikan pendapatan.
Sebagai negara agraris sektor pertanian masih tetap
menempati posisi yang sangat penting di dalam pembentukkan pendapatan nasional.
Dengan target pertumbuhan eko-
nomi sebesar lima persen per tahun yang harus dicapai selama Pelita
IV, maka
diharapkan sektor pertanian akan
mampu lebih meningkatkan peranannya. Hal ini terutama melihat adanya kecenderungan peranan sektor migas yang selama ini diandalkan sebagai sumber devisa, semakin menurun akibat ketidakpastian harga pada pasar internasional.
Dalam konteki demikian peranan wilayah dalam proses pembangunan era Pelita IV sudah merupakan tunatan yang mendasari keberhasilan pencapaian perkembangan ekonomi Indonesia ke arah yang optimal.
Kebijaksanaan nasional dapat diorientasikan ke arah
sisi penawaran (mobilitas sumberdaya)
permintaan (distribusi manfaat)
ngunan
atau ke arah sisi
daripada proses pemba-
atau integrasi keduanya. Tipe masalah
di negara-negara berkembang
termasuk
regional
Indonesia adalah
bagaimana menciptakan pembangunan ekonomi dengan memodernisasikan daerah-daerah kurang berkembang yang didasarI
kan atas perekonomian pertanian dan terkonsentrasi di wilayah pedesaan.
Terdapat indikasi bahwa orang-orang mis-
kin di pedesaan
seringkali gaga1
memperoleh manfaat,
bahkan tidak jarang menjadi penanggung beban dari usahausaha pembangunan. Adapun
penyebab dari kegagalan pem-
bagian manfaat-manfaat pembangunan tersebut adalah akibat dari
kegagalan sistem pasar di dalam mengalokasikan
sumberdaya yang ada sehingga pareto optimum tidak pernah
dicapai.
Fenomena umum yang dihadapi masyarakat pedesaan adalah (a) adanya proses pengalihan yang lamban dari penduduk untuk keluar dari produktivitas rendah di bidang pertanian, ( b ) massa penduduk
di wilayah pedesaan
terdiri
dari berbagai derajat kemiskinan dengan terbatasnya sumberdaya, teknologi dan institusional, (c) daerah pedesaan memiliki ,tenaga kerja melimpah, lahan relatip sempit
dan sedikit modal yang jika dimobilisasikan dapat mengurangi kamiskinan dan
memperbaiki
kualita; hidup.
Oleh
karena itu pembangunan juga diharapkan merupakan perlakuan terhadap orang-orang miskin
agar
dapat
keluar dari
keseimbangan lingkaran kemiskinannya.
Menurut Sidikprawiro ( d u r n : Mathur, 19801, kebijaksanaan pembangunan di
Indonesia berkisar pada empat tu-
juan dasar, yaitu: (1) meningkatkan
keseimbangan antara
pembangunan sektoral dan
regional sehingga perencanaan
respons terhadap potensi dan prioritas regional, (2) me*
ningkatkan pertumbuhan
yang harmonis di antara daerah-
daerah, (3) meningkatkan inisiatif dan
duduk lokal
dalam
partisipasi pen-
proses pembangunan dan (4) memperta-
hankan keserasian antar pusat-pusat perkotaan dan bFnLerkradnya. Kebijaksanaan tersebut d i tingkat regional termasuk Jawa Tengah dicerminkan dalam bentuk kerjasama antar regional dan sektoral, upaya menumbuhkan partisipasi
masyarakat
melalui lembaga formal dan informal, pemben-
tukkan satuan-satuan wilayah pembangunan utama serta penetapan prioritas kegiatan pembangunan
berdasarkan po-
tensi sumberdaya wilayah.
Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa sampai
Pelita IV Pemerintah masih
tetap memberikan
utama kepada sektor pertanian.
tensial memang sektor
prioritas
Secara historis dan PO-
pertanian rnernpunyai peranan yang
sangat sealistis dalam kemajuan ekonomi nasional. Akan
tetapi kontribusi tersebut terhadap Produk Nasional Bruto semakin menurun sebagai
akibat
terjadinya transfor-
masi struktural dalam sistem perekonomian. Demikian pula
keputusan-keputusan alokasi
sub
sektor di
sumberdaya pada sub sektor-
dalam sektor pertanian seringkali tidak
berlandaskan pada prinsip-prinsip keunggulan komparatif.
Tekanan dan semakin meningkatnya kebutuhan penggunaan lain terhadap lahan pertanian terutama di Pulau Jawa,
menimbulkan permasalahan penting
Oleh
*
karena
itu
harus
dan sukar dihindarkan.
ada bentuk pertanian lain yang
menyempit di wilayah pede-
menggunakan lahan yang makin
saan.
Untuk
mempertahankan
atau meningkatkan pendapatan
petani dalam kondisi seperti tersebut di atas, maka strategi pembangunan pertanian tidak
menyandarkan diri
base
lagi semata-mata
kepada penggunaan lahan
.
Sebaliknya harus
bangunan komoditi
luas
(land
melalui upaya pem-
pertanian yang tidak berorientasi ke-
b
pada lahan luas
orientasi tersebut
~
d
4
~
4sa h u w a ) .
menimbulkan
ping masalah alokasi surnber
kasi sumberdaya tenaga
Perobahan
persoalan yaitu di sam-
lahan
kerja
kelangkaan relatif berbeda.
cara
bisa
dan
juga menyangkut alomodal yang mempunyai
Sumberdaya tenaga kerja se-
kuantitatip berlimpah di sektor pertanian pangan,
sedangkan modal sangat langka bagi petani.
Salah sdtu usahatani yang tidak berorientasi kepada
lahan luas adalah usahatani peternakan sapi perah
menghasilkan
susu.
Sub sektor ini merupakan alternatif
dalam upaya menanggulangi berbagai persoalan yang
dapi
untuk
masyarakat pedesaan.
Dengan pemilikan lahan
dihayang
relatif sempit dapat digunakan lebih banyak
tenaga kerja
untuk
memungkinkan
keluarga petani.
penghasilan
Ini
yang lebih tinggi bagi
merupakan salah satu jalan keluar
yang sesuai bagi pemecahan masalah kelangkaan sumberdaya
lahan terutama di Pulau Jawa yang sebagian besar
hanya memiliki
mikian di
lahan kurang dari 0.5 hektar.
Namun de-
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masya-
rakat pedesaan melalui
tergolong
petani
usaha peternakan sapi perah yang
mahal, peternak dihadapkan pada
masalah
ke-
langkaan sumberdaya modal yang merupakan kendala utama.
Untuk
ha1 tersebut Pemer-intah terpaksa harus
mengatasi
memberikan subsidi kepada peternak dalam jumlah besar.
Sebenarnya usahatani sapi
dimulai sejak abad 17.
perah di Indonesia telah
Akan tetapi perkembangan dari ta-
hun ke tahun sampai 1979 nampak berjalan lamban baik di
bidang
populasi ,
produksi susu, usaha pemasaran maupun
peningkatan pendapatan peternak.
Lebih kurang 75 persen
dari peternak sapi perah merupakan usaha peternakan rakyat yang
pemilikannya berkisar
keluarga peternak.
antara 1 - 10 ekor tiap
Penyebaran populasi sapi perah seki-
tar 90 persen berada di Pulau Jawa.
pengembangan'sapi perah
Pada umumnya lokasi
terkonsentrasi di wilayah-wila-
yah yang berpenduduk padat.
Secara nasional populasi sa-
pi perah dan penyebarannya pada tahun 1979 disajikan pada Tabel Lampiran l.
Tingkat
pertumbuhan populasi sapi perah sampai de-
ngan sebelum Pelita I sekitar 4.7 persen per tahun, sedangkan pada Pelita I dan I1
sen per
tahun.
Sejak
mulai berkembang pesat.
rata-rata sebesar 6.9 per-
tahun 1979 peternakan sapi perah
Pesatnya perkembangan
tersebut
tercermin dari data populasi sapi
perah yang pada tahun
1979 mencapai 94 000 ekor, pada tahun 1982 telah meningkat
menjadi
sekitar 140 000 ekor
(Ditjen Peternakan,
1983) atau kenaikan rata-rata per tahun
sebesar 11 per-
sen. Hal ini dimungkinkan karena adanya campur tangan Pemerintah melalui (1) kebijaksanaan impor sapi perah yang
diikuti dengan pelayanan reproduksi, (2) bimbingan penyuluhan yang disertai dengan fasilitas perkreditan dan (3)
kebijaksanaan pengkaitan pemasaran susu segar dengan Industri Pengolahan Susu (IPS).
Usaha-usaha Pemerintah dalam pengembangan sapi perah secara nasional bertujuan: (1) meningkatkan gendapatan
para peternak dan kesempatan kerja, (2) meningkatkan
kemampuan produksi susu dalam negeri
agar secara berta-
hap dapat mengurangi ketergantungan impor bahan asal susu, (3) mencukupi serta memperbaiki gizi masyarakat akan
pangan protein asal susu sapi.
Secara potensial permintaan akan susu tumbuh paralel
dengan pertumbuhan populasi penduduk
patan per kapita.
kukan
dan tingkat penda-
Dalam jangka panjang jika tidak dila-
kebijaksanaan yang tepat dalam meningkatkan pro-
duksi susu dalam negeri, akan menciptakan jurang pemisah
antara permintaan efektif dengan tingkat penawaran domestik yang semakin melebar.
Kekurangan ini terpaksa dipe-
nuhi dengan susu impor yang berarti Pemerintah harus menyediakan devisa yang cukup besar setiap tahunnya.
Gambaran secara agregat mengenai dampak pengembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah selama-tahun
*
1978 - 1982 disajikan pada Tabel Lampiran 2.
Dari Tabel Lampiran 2 dapat dilihat peningkatan produksi susu sapi perah
domestik cukup pesat, yaitu dari
62 300 ton pada tahun 1978 meningkat menjadi 116 800 ton
tahun 1982 atau rata-rata sebesar 17.51 persen per
pada
tahun.
Sedangkan konsumsi susu pada tahun 1982
adalah
sebesar 638 100 ton yang berarti kekurangan penawaran sebesar 521 300 ton harus dipenuhi melalui impor.
Uraian-uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa Pemerintah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap
program
pengembangan peternakan sapi perah
mulai
sub sistem produksi hingga sub sistem pemasaran
Pada ha1 setiap
intervensi
output.
Pemerintah di dalam sistem
perekonomian adalah merupakan biaya.
konteks demikian
dari
Akan tetapi dalam
Pemerintah berkepentingan untuk turut
7
campur tangan baik dari segi politis, sosial maupun ekonomi.
Dari
segi
politis upaya peningkatan produksi susu
domestik adalah untuk mengurangi atau jika mungkin menghilangkan ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri.
Dan secara sosial merupakan alih teknologi dalam
persusuan
sistem
yang akan meningkatkan pengetahuan serta
ke-
trampilan masyarakat di pedesaan. Sedangkan dari aspek ekonomi upaya substitusi impor secara nasional diharapkan
akan
menghemat
devisa negara, dan secara lokal memberi
peluang untuk meningkatkan kesejahteraan melalui perbaikkan distribusi pendapatan di antara berbagai kelompok masyarakat khususnya para petani
di Pulau Jawa yang sema-
kin terhimpit oleh masalah kelangkaan sumberdaya lahan.
Pada tingkat lokal terdapat ketimpangan ekonomi dalam transaksi komoditi susu di
antara para pelaku yang
mengarah kepada ketidak-sempurnaan pasar, seperti bentuk
oligopsonistis. Ketimpangan
kekuatan ekonomi tersebut
jelas merupakan sumber permasalahan yang akan menentukan
efisiensi alokasi sumberdaya yang tersedia.
Pada gilir-
annya keadaan tersebut cenderung mengarah kepada tindakan eksploitasi terhadap pihak-pihak yang mempunyai posisi tawar lebih
misalokasi
rendah dan pada
akhirnya menuju
kepada
daripada surnberdaya yang keadaannya semakin
langka. Apabila ha1 ini berkelanjutan terus, tidak saja
akan menghambat tingkat
efisiensi
ekonomi
akan tetapi
juga akan menimbulkan kesenjangan, ketidak-adilan dan keresahan dalam sistem kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu campur tangan Pemerintah diperlukan
terutama dalam jangka pendek guna merangsang perkembangan peternakan sapi perah yang diasumsikan rnemiliki keunggulan komparatif, sedangkan dalam jangka panjang diharapkan pengelolaannya sepenuhnya ditangani oleh masyarakat.
Sebelum dikemukakan berbagai permasalahan yang dihadapi, terlebih
dahulu akan diungkapkan aspek evaluasi
ekonomi secara umum yang berkaitan dengan usahatani susu
dan peternakan sapi perah.
Sistem usahatani susu dan peternakan sapi perah merupakan
sumber penambahan pendapatan keluarga petani,
terutama yang memiliki lahan relatip sempit.
Program pengembangan usahatani susu dan peternakan
sapi perah mencerminkan upaya pemerataan pembagian pendapatan kepada petani-petani kecil dengan memberikan paket
kredit sapi perah yang
dikelola secara kelembagaan oleh
KUD. Bunga kredit yang dibebankan BRI kepada peternak
adalah sebesar
10.5 persen per tahun, lebih rendah dari
tingkat bunga komersial sebesar 18 persen per tahun.
De-
ngan demikian program pengembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah menciptakan peluang bagi keluarga pe?
ternak
untuk
melakukan
investasi yang bermanfaat bagi
pertumbuhan ekonomi keluarga.
Dengan kemampuan modal
pemerintah
yang terbatas,
jangkauan program tersebut belum mampu menjamah
lapisan
masyarakat petani secara menyeluruh dan baru sebagian kecil dengan cara bertahap.
Untuk mendukung pencapaian sa-
.saran tersebut di atas, Pemerintah juga menetapkan harga
susu pada
dik.
tingkat peternak yang dilakukan secara perio-
Dari sudut aliran pendapatan peternak, Koperasi sebagai lembaga yang mengkoordinir kegiatan usahatani susu
*
dan peternakan sapi perah menetapkan
siklus pembayaran
susu secara teratur, yaitu dengan periode 1 x 10 hari.
Di samping susu sebagai produk utama, maka usahatani susu dan peternakan sapi perah juga memberikan hasil
sampingan berupa
anak
jantan dan induk sapi
ternak
tua
yang lahir.
Anak ternak
yang sudah tidak berproduksi
lagi dapat dijual sebagai ternak potong.
Pupuk
sapi
hijau juga merupakan hasil ikutan peternakan
perah
pertanian
dan
bermanfaat untuk meningkatkan produksi
tanaman pangan serta dapat juga digunakan se-
bagai sumber energi biogas.
Dalam
ha1 penyediaan kesempatan kerja, program ini
memberikan kontribusi pada tahun 1978 sebesar 78 700 STP
(satuan tenaga kerja pria) secara nasional, dan kemudian
meningkat menjadi 139 900 STP pada tahun 1983.
,
Ditinjau dari segi perbaikan gizi masyarakat terdapat kecenderungan bahwa konsumen susu
adalah masyarakat
perkotaan yang mempunyai tingkat pendapatan relatip tinggi. Masyarakat pedesaan dengan tingkat pendapatan
yang
rendah belum mampu mengkonsumsi susu sebagai sumber protein hewani kecuali peternak yang kadang-kadang menyisihkan sebagian kecil produksinya bagi peningkatan gizi keluarga .
Dengan adanya pengembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah, sumberdaya pertanian berupa limbah ter#
utama
yang berasal dari sub sektor tanaman pangan dapat
digunakan secara lebih efisien.
Dari segi sosial usahatani susu dan peternakan sapi
perah dapat merupakan upaya alih teknologi kepada masyarakat pedesaan dan sekaligus sarana bagi pendidikan
or-
ganisasi sosial. Secara agregat terjadi peningkatan koperasi susu yang membina peternak dari jumlah 11 buah pada tahun
1978, kemudian meningkat menjadi 173 buah pada
tahun 1983.
Secara nasional, program
pengembangan' susu dan pe-
ternakan sapi perah telah menghemat
sar US
$
25.29 juta pada tahun 1982.
devisa negara sebeDemikian pula ter-
jadi peningkatan rasio penyerapan susu produksi domestik
terhadap susu impor dari 1
1
:
:
25 pada
tahun 1978 menjadi
6 pada tahun 1982.
Dalam m&ncapai
perkembangan seperti dikemukakan di
atas, Pemerintah mengimpor induk sapi perah setiap tahun
yang hingga tahun 1982 jumlah nilai modal ternak sebesar
Rp 42.0 milyar.
Di dalam sistem perekonomian rang tengah berlangsung, sektor
susu
permintaan suatu
dan
peternakan sapi perah mendorong
sektor tertentu terhadap output sektor
lainnya. Misalnya, meningkatnya permintaan
sektor susu
dan peternakan sapi perah terhadap input konsentrat akan
mendorong permintaan sektor industri makanan ternak terhadap output sektor pertanian berupa palawija yang meru+
pakan komponen input dari konsentrat. Demikian pula peningkatan penawaran output sektor susu dan peternakan sapi perah akan mendorong berkembangnya sektor-sektor yang
menggunakan output tersebut sebagai inputnya. Dengan demikian sektor
susu dan peternakan sapi perah memberikan
rangsangan-rangsangan terhadap pertumbuhan sektor-sektor
lainnya di dalam sistem perekonomian.
Dari uraian di atas tampak bahwa usahatani susu dan
peternakan sapi perah secara umum memberikan manfaat ekonomi yang berarti terutama
bagi
peternak.. Akan tetapi
sejalan dengan perkembangannya, sistem
usahatani terse-
but menghadapi persoalan-persoalan kompleks yang menyangkut aspek teknis, sosial, ekonomi dan
kelembagaan seba-
gai berikut:
(1)
Hingga tahun 1983 investasi
yang telah
ditanamkan
Pemerintah melalui paket kredit sapi perah mencapai
jumlah Rp 4 874 milyar untuk Jawa Tengah. Tampaknya
program
impor
sapi perah ini akan berlanjut terus
secara intensip dalam upaya kebijakan substitusi impor susu. Bahkan selama Pelita IV ditargetkan kebutuhan sapi
perah di Jawa Tengah
-
ekor dari 149 750 ekor
-
sejumlah 28 600
target nasional
akan dipe-
nuhi dari dalam negeri dan luar negeri (Dit Jen Peternakan, 1984) .
Impor sapi
perah secara pesat yang dilakukan
Pemerintah pada
masa qiil hQPm 1979 - 1982
pada saat harga
ekspor minyak di pasar internasio-
nal membubung tinggi, mencapai US
Akan tetapi
$
terjadi
35.0 per barrel
setelah periode tersebut, terdapat ke-
cenderungan penurunan
yang merupakan
harga minyak secara drastis'
andalan sumber devisa negara.
kan diperkirakan bisa mencapai di bawah US
$
Bah10 per
barrel sehingga akan sangat memprihatinkan perekonomian nasional.
2~&
Dalam keadaan demikian apakah ~ m d 5-
QX mEila1 iwcsLmen&pilihan kebijakan pengalokasian sumberdaya pembangunan yang sifatnya semakin
langka kepada proyek impor sapi perah masih memberikan manfaat optimal dari segi pemanfaatan sumber devisa?
Posisi
keuangan Pemerintah sedemikian
menuntut cara pengalokasian dana
berbagaf proyek
pembangunan
rupa
pada
secara lebih ketat dan harus memi-
liki keunggulan komparatif.
Oleh
karena itu yang menjadi persoalan apakah
program impor
baik
dalam
sapi perah merupakan alternatip ter-
upaya pemerataan pendapatan di wilayah
pedesaan? Harga sapi perah impor sebesar Rp 760 000
-
per
ekor
RP 1.2
pada tahun 1983 dan diperkirakan menjadi
juta
per ekor pada tahun 1987 akan menjadi
sangat mahal jika dihitung per KK penduduk.
*t
(2) Dari pandangan wilayah proyek peternakan sapi perah
hanya merupakan salah satu alternatip dari berbagai
kegiatan ekonomi yang memerlukan injeksi investasi
dalam jumlah relatip besar.
Diharapkan agar
jakan alokasi dari setiap rupiah
kebi-
yang diinvestasi-
kan kepada sesuatu kegiatan perekonomian dapat memberikan dampak positip paling tinggi terhadap kesejahteraan masyarakat. Ini dapat dicerminkan melalui
peningkatan output, peningkatan pendapatan serta peningkatan terhadap kesempatan kerja. Demikian pula
diharapkan agar kegiatan tersebut mempunyai
daya
sifat
mendorong dan daya menarik yang kuat terhadap
industri-industri yang berada di hilir dan di hulunya.
Dengan demikian sektor yang bersangkutan akan
mernberikan manfaat yang lebih tinggi memacu pertumbuhan ekonomi wilayah.
(3) Pada
tahun 1983
harga susu
impor-adalah sebesar
Rp 142 per liter (c.i.f ) , jauh lebih
rendah diban-
dingkan dengan harga susu lokal yang dibayar IPS kepada MT/GKSI sebesar Rp 308
bedaan harga secara menyolok
-
Rp 328 per liter. Pertersebut ternyata me-
nimbulkan ekses yang meny;babkan
IPS cenderung ti-
dak bersedia memanfaatkan susu peternak sebagai bahan baku.
Oleh karena itu perlu upaya bagaimana ca-
ra menekan harga susu domestik dengan tetap memberikan keuntungan yang memadai kepada peternak.
Salah
satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah meningkatkan efisiensi pengserta rneningkatkan
gunaan faktor-faktor produksi
produktivitas usahatani peternak. Ternyata produksi
susu sapi perah di wilayah Jawa Tengah relatip rendah, rata-rata 6
-
7 liter per ekor per
hari, rang
berarti jauh berada di bawah potensi genetiknya. Diduga salah satu faktor penyebab utama adalah sistem
penanganan yang kurang profesional dan masih bersandar kepada pola tradisional. Peternak dengan segala keterbatasannya terutarna
dalam
ha1 pengetahuan
dan modal, tidak mampu menerapkan teknologi yang sesuai dengan tuntutan sapi perah jenis unggul.
karena itu masalah
yang
Oleh
mendasar yang perlu dita-
ngani adalah mengarahkan sistem organisasi produk
SISTEM EKONOMI SUSU DAN PETERNAKAN
Oleh
TOM EDWARD MARASI NAPITUPULU
FAKULTAS PASCASARJANA
INSTITUT PERTANiAN BOGOR
1987
SUMMARY
Tom
Edward
Milk
and
Marasi
air;
Napitupulu.
The Economic System of
Cattle Production in the Central Jawa: A
Regional Analysis (Supervisors: Lutfi Ibrahim Nasoetion,
Affendi Anwar, Koeswardhono Mudikdjo and Siswadi).
I
This study
was
conducted in Central Jawa, for the
base year of 1983.
.
The objective of this study has been to analyse the
economic system
of milk and dairy cattle from the macro
and micro viewpoints, including: (1) measure its contribution to
the regional output, income and employment by
multiplier effects, as well as its interdependences with
the other
domestic
economic sectors, (2) measure
resource costs of
foreign
efficiency
exchange
of
saved or
earned, (3) determine the kind of factors which influence milk
production, (4) establish the
dairy farming,
( 5 ) measure
optimal size
of
its contribution to the dairy
7
(6) forecast
farmer income and
regional population of
cattle and milk production for development'planning.
*
are:
The methods of analysis
Input-Output
Cobb-Douglass
Leontief,
which
used
Domestic
in this study
Resource Costs,
Production Function, Break Even Point and
Markov Chains Models.
The results
of macro analysis
were the
following
as: The total supply of milk and dairy cattle sector was
12 792.2 million Rupiahs.
This was composed of 12,330.4
'
million Rupiahs
Rupiahs
from
domestic output and 461.8 million
from import
(at c.i.f prices).
The demand
of
that sector consisted of 7,870.84 million Rupiahs domes-
,
tic demand and 4,921.36 million Rupiahs export (at f - o - b
prices).
Consequently, the
was 39.91 per cent
of the export is
value of exports from the region
of total output.
fresh milk of household dairy farmers,
at least 17,400 litres per day.
sold and
in
distributed
Yogyakarta,
'
The fresh milk has been
to IPS (Milk Processing Industry)
Jakarta
oriented product
because
The main component
was
and KUD East Jawa.
mostly
The market
exported to.other regions
Central Jawa does not yet have an IPS.
plication is that the induced
effects
leak
The im-
out of the
region and are not captured by the local society. Import
of milk and dairy cattle sector reached 3.75 per cent of
its total input.
q
The gross value added of all sectors in Central Jawa
was 6,745,611.06 million Rupiahs or 44.7 per cent of total regional
income per
With a population
output.
capita
was
of 26,315,992,
229,097.28 Rupiahs per year (at
current prices).
In
- -
the aggregate, the greatest component of regio.
nal final
demand was the household sector, amounting to
4,852,344.5
million
Rupiahs or
about 42.92
Demand for fresh milk by household is
per cent.
relatively at low
level (only 0.008 per
cent
of total household coqsump-
tion).
The
milk
and
which
of type I and I1 income multipliers of
values
dairy cattle were 2.61 and 2.91 respectively,
constituted the third highest among
This value
22
sectors.
indicated that an injection of investment in
that sector
gave
a higher contribution to increase the
social income in comparison with 19 other sectors.
The
type I and I1 employment
3.20 respectively.
The multipliers
multipliers 2.48 and
occupied the
third
rank. This has showed that the ability of the sector was
relatively higher in final demand changes. Therefore, if
the economic development strategy of the region aimed to
accelerate income
growth and equity, the milk and dairy
cattle sector should get much attention in allocation of
resources.
The values of indirect backward and forward linkages
of the
milk and dairy
cattle sector were
2.23
(first
rank) and 1.08 (20'~ rank) respectively.
The
and
above
phenomena are consistent with
backward
forward power dispersions of that sector, amounting
to 1.53 (at first rank) and 0.74 (at 2oth rank).
This development strategy
for dairy cattle as an import substitution effort was efficient.
This was
indi-
cated by a domestic resource of foreign exchange savings
coefficient of 0.93.
The results of micro
as: Among
the
analysis were the following
six variables in the model of the dairy
cattle productive system, four were shown to have a siginfluence (at a = 0.05).
nificant
number of
female cattle
and medicine (X,).
Those variables are:
(X,), bran (X3), cassava (X5),
Conversely, the other two variables,
namely concentrate (X4) and labor (X,) had no
at that significant level.
put
influence
The total elasticity of out-
(Chi)of all input variables was 1.18. The
sum of
the input cofficients has been taken as an indication of
the increasing returns to scale.
The value
of break
even point of
milk and
dairy
farming was obtained at 3 . 4 2 heads.
The average price of fresh milk was 220 Rupiahs per
litre
at
farm gate level or 73.43 per cent of IPS pay-
ment (308 Rupiahs per litre).
The marketing margin was
distributed among KUD and MT/GKSI
(Indonesian Union of
Dairy ~ooperHtives), as 30 Rupiahs per litre and 58 Rupiahs
per litre
respectively.
The favorable price at
farm gate level was estimated 267.1.8Rupiahs per litre.
The
revenue-cost
than fourheads of
(1).
This
ratio of dairy farming with less
female cattle was less
means that the dairy farmer was
than one (R/C
still
--defi-
citary about 205,440 - 324,570 Rupiahs per year.
By
assuming
the average level of milk consumption
to be 2.64 litres per capita
per year (equivalent fresh
milk), the projections of demand for milk of Central Jawa in 1983 and 1988 are estimated at about 69.47 million
litres and 74.92 million
litres (the growth rate of PO-
*
pulation was 1.52 per cent per year). On the other hand,
local milk
production in these two years will reach the
amount of 1 4 . 9 3 million litres and 4 2 . 3 9 million litres.
Consequently, the gap between supply and demand for milk
should be reduced by increasing the
cattle population.
Based on the regional carrying capacity, there is still
a potential
available to absorb
animal units.
the amount of
690,343
RINGKASAN
*
Tom Edward
Marasi
Napitupulu.
Sistem Ekonomi Susu dan
Peternakan Sapi Perah di Propinsi Jawa Tengah: Suatu Telaahan Regional (Di bawah bimbingan Lutfi Ibrahim Nasoetion sebagai Ketua, Affendi Anwar, Koeswardhono Mudikdjo
dan Siswadi sebagai Anggota).
Penelitian ini dilakukan di Propinsi Jawa Tengah pada 27 Kabupaten/Kotamadya dengan tahun dasar 1983.
Tujuan
penelitian ini adalah untuk menelaah sistem
,
ekonomi usahatani susu
dan
peternakan
aspek makro dan aspek mikro.
telaah: (1) kontribusi
sapi perah dari
Dalam aspek lpakro akan di-
sektor susu dan
peternakan sapi
perah terhadap tingkat output, pendapatan dan kesempatan
kerja rnelalui
nya dengan
efek
m&bJJs
serta saling keterkaitan-
sektor-sektor ekonomi
lainnya, (2) menelaah
kelayakan usahatani susu dan perternakan
sapi perah di-
tinjau dari pegi efisiensi pemanfaatan sumberdaya domestik.
Dalam aspek mikro akan ditelaah: (1) faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingkat produks2 susu sapi perah, (2)
sumbangan usahatani
susu dan peternakan sapi perah ter-
hadap pendapatan keluarga peternak, (3) skala usaha minimal yang layak bagi
--
-
usaha peternakan sapi-perah dan (4)
mem3uat proyeksi produksi susu sapi perah bagi keperluan
perencanaan pengembangan.
Pendekatan
tersebut
adalah
analisis yang
dilakukan
menggunakan
Model-Model
untuk
maksud
Input-Output
Leontief, Biaya
Sumberdaya Domestik, Fungsi
Produksi
Cobb-Douglass, Titik Impas dan Rantai Markov.
i
Upaya pengembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah
berpengaruh terhadap sistem perekonomian wila-
yah baik secara makro maupun secara mikro.
Analisis
dari
aspek makro menunjukkan bahwa nilai
(NTB) seluruh sekdor wilayah Jawa Tengah
tambah
bruto
adalah
sebesar Rp 6 745 621.06
dari total
output wilayah.
juta atau
44.7
Dengan penduduk
persen
sejumlah
26 315 992 jiwa, maka pendapatan per kapita adalah sebe-
sar Rp 229 097.28 per tahun atas harga berlaku.
Nilgi
ini lebih rendah dari pendapatan nasional per kapita sebesar Rp 427 237.54.
nakan
Kontribusi sektor susu
sapi perah terhadap
atau 0.05
dan peter-
NTB sebesar Rp 3 170.4
persen (peringkat 19 dari 22 sektor).
juta
Secara
regional kontribusi sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah relatip kecil, akan tetapi secara lokal mem7
berikan peran yang cukup berarti terutama
pada
sentra-
sentra produksi .
Penawaran sektor susu dan peternakan sapi perah sebesar Rp 12 792.2 juta terdiri dari Rp 12 330.4 juta output domestik dan Rp 461.8 juta impor.
ini terdiri
dari Rp 7 870.84
Permintaan sektor
juta permintaan
do-mestik
dan Rp 4 921.36 juta ekspor.
Nilai ekspor ini
tal
menunjukkan 39.91 persen dari to-
outputnya. Komponen utama
ekspor tersebut
adalah
susu segar yang dialokasikan ke IPS Yogyakarta, Jakarta,
1
dan KUD Jawa Timur yang bersifat oligopsonistik. Sampai
tahun 1983 orientasi dari pemasaran
lah untuk
susu segar ini ada-
diekspor ke luar wilayah karena belum ada in-
dustri pengolahan susu di Jawa Tengah. Implikasinya, timbul kebocoran wilayah ( r e ~ i w a
b&ages)sehinsga
,
in-
duc.ed leffec&nya
tidak dapat
ditangkap oleh masyarakat
lokal.
Nilai impor sektor susu dan peternakan
mencapai 3.75 persen dari total
sapi perah
inputnya, yang meliputi
pengadaan bibit sapi perah sebagai komponen terbesar serta peralatan.
Secara agregat komponen terbesar dari permintaan akhir adalah
juta
konsumsi rurnah
atau 42.92 persen.
tangga, yaitu Rp 4 852 344.5
Konsumsi rumah tangga terhadap
produk sektor susu dan peternakan sapi perah sangat rendah, yaitu sebesar 0.008 persen.
7
Nilai Pengaruh Ganda Pendapatan (PGP) tipe I dan I1
sektor susu dan peternakan sapi perah masirig-masing sebesar 2.61 dan 2.91 atau
22 sektor.
ketiga dari
Nilai ini merupakan indikasi bahwa penanaman
investasi di sektor
tip
menduduki peringkat
tersebut memberikan sumbangan rela-
lebih tinggi terhadap peningkatan-pendamban masya-
rakat dibanding 19 sektor lainnya.
Nilai
sebesar
Pengaruh Ganda
2.48 dan
tipe I 1
Tenaga Kerja
sebesar
viii
(PGTK) tipe
I
3.20, masing-masing
menduduki peringkat tiga.
I
Ini menunjukkan bahwa kemampu-
an sektor yang bersangkutan dalam meningkatkan penggunaan tenaga kerja yang dibutuhkan relatip besar untuk setiap perubahan peningkatan satu unit output pada permintaan akhir.
Oleh karena itu, apabila strategi pembangun-
an ekonomi Jawa Tengah menginginkan pemerataan pendapatan yang cepat, maka sektor susu dan
peternakan sapi pe-
rah harus mendapat perhatian yang cukup di dalam pengalokasian investasi wilayah.
Sektor ini mempunyai nilai Pengaruh Kaitan Tak Langsung ke Belakang (PKTLB) relatip
tinggi di dalam struk-
tur perekonomian wilayah, yaitu sebesar 2.23
1).
(peringkat
Berbeda dengan Pengaruh ke Depannya (PKTLD), sektor
ini menduduki peringkat ke-20 dengan nilai 1.08. Dan dapat diduga bahwa faktor penyebab lemahnya pengaruh kaitan ke depan
ini disebabkan sebagian besar outputnya di-
ekspor ke luar
, wilayah. dalam bentuk susu segar. Berdasarkan
ke
konsep kaitan ini maka sektor tersebut temasuk
dalam kelompok yang menduduki prioritas sektoral ke-
dua.
Nilai
Daya Penyebaran ke Belakang (DPB) dan ke De-
pan (DPD) sektor ini masing-masing sebesar 1.53 (peringkat 1) dan-simsar
0.74 (peringkat 20), yang merupakan
dampak relatip dari peningkatan output sektor ini terhadap peningkatan output sektor-sektor lainnya.
Kebijaksanaan pengembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah
sebagai upaya substitusi impor merupa-
I
kan strategi yang menguntungkan secara ekonomi.
Hal di-
indikasikan oleh nilai BSD sebesar 0.93.
Analisis pada tingkat mikro
enam peubah yang masuk
menunjukkan bahwa dari
dalam model sistem produksi susu
sapi perah, ternyata hanya empat peubah yang
pengaruh nyata
memberikan
pada taraf 5 persen ( a = 0.05).
Peubah-
peubah tersebut adalah jumlah induk sapi perah (XI), dedak (X3), ketela pohon (X5) dan obat-obatan (XI), sedangkan dua
peubah lainnya
yang meliputi "konsentrat" (X4)
serta tenaga kerja tidak menunjukkan pengaruh nyata pada
taraf tersebut.
Jumlah nilai
elastisitas output ( L : b i )dari
peubah adalah sebesar 1.18.
semua
Nilai ini merupakan indika-
si bahwa proses produksi berada pada tahap skala produksi menaik.
Dengan demikian apabila semua faktor produk7
si dilipatgandakan, misalnya dua
kali, maka produksinya
akan berlipat lebih besar dari dua kali.
.
Nilai titik impas (BEP) usahatani sapi perah adalah
sebesar 3.42 ekor (dibulatkan menjadi 4 ekor) induk sapi
perah.
--
Rata-rata harga susu segar yang diterima oleh peternak sebesar Rp 220 per liter atau 73.43 persen dari harga yang dibayar IPS (Rp 308 per liter).
ga sebesar
Marjin tatania-
Rp 88 (28.57 persen) didistribusikan
ke KUD
Kebijaksanaan pengembangan usahatani susu dan peter*
nakan sapi perah
sebagai upaya substitusi impor merupa-
kan strategi yang menguntungkan secara ekonomi.
Hal di-
indikasikan oleh nilai BSD sebesar 0.93.
Analisis pada tingkat mikro
enam peubah yang masuk
menunjukkan bahwa dari
dalam model sistem produksi susu
sapi perah, ternyata hanya empat peubah yang
pengaruh nyata
memberikan
pada taraf 5 persen ( a = 0.05).
Peubah-
peubah tersebut adalah jumlah induk sapi perah (XI), dedak (X3), ketela pohon (X5) dan obat-obatan (X,),
kan dua
peubah lainnya
sedang-
yang meliputi "konsentrat" ( X 4 )
serta tenaga kerja tidak menunjukkan pengaruh nyata pada
taraf tersebut.
Jumlah nilai
elastisitas output
peubah adalah sebesar 1.18.
(
Z b i ) dari
semua
Nilai ini merupakan indika-
si bahwa proses produksi berada pada tahap skala produksi menaik.
Dengan demikian apabila semua faktor produk?
si dilipatgandakan, misalnya dua
kali, maka produksinya
akan berlipat lebih besar dari dua kali.
.
Nilai titik impas (BEP) usahatani sapi perah adalah
sebesar 3.42 ekor (dibulatkan menjadi 4 ekor) induk sapi
perah.
-
Rata-rata harga susu segar yang diterima oleh peternak sebesar Rp 220 per liter atau 73.43 persen dari harga yang dibayar
ga sebesar
IPS (Rp 308 per liter).
Marjin tatania-
R p 88 (28.57 persen) didistribusikan
ke KUD
sebesar
.
Rp 30 dan ke
MT/GKSI sebesar Rp 58 per liter.
Perkiraan harga susu segar yang layak pada tingkat peternak adalah sebesar Rp 267.18 per liter.
Nilai R/C rata-rata peternak sampai dengan pemilikan induk sapi tiga ekor masih berada di bawah
< 1).
satu (R/C
Ini berarti bahwa secara finansial peternak bera-
da dalam keadaan rugi.
Memang di dalam
perhitungan ini
balas jasa tenaga kerja yang dicurahkan oleh anggota keluarga peternak sudah termasuk dalam biaya produksi.
Dengan asumsi
kebutuhan susu
rata-rata per kapita
2.64 liter per tahun (setara susu segar), maka kebutuhan
susu di Jawa Tengah pada tahun 1983 dan 1988 adalah sebesar 69.47 juta liter
dan 74.92 juta liter
penduduk 1.52 persen per tahun).
da kedua tahun
dan 41024
dan permintaqn
Produksi susu lokal pa-
tersebut baru mencapai
juta liter.
(pertambahan
14.93 juta liter
Untuk mengisi rumpang
penawaran
susu tersebut, wilayah Jawa Tengah
tahun 1983 masih
mampu menampung
pada
sejumlah 690 343 unit
ternak (UT) berdasarkan daya dukung wilayahnya.
Kebijakan pengembangan sapi perah pada berbagai subI
sub wilayah di Jawa Tengah belum berlandaskan kepada aspek efisiensi lokasional.
Perkembangan
sektor susu dan peternakan,sapi perah
tidak bisa lepas dari KUD persusuan yang sekaligus merupakan alat pengorganisasian masyarakat pedesaan.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Pengasih, karena atas segala berkat dan bimbinganNya dapat diselesaikan disertasi ini dengan judul: SISTEM EKONOMI SUSU
DAN PETERNAKAN SAP1 PERAH
DI PROPINSI
JAWA TENGAH: SUATU TELAAHAN REGIONAL.
Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa te-
rima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr Ir H.
Lutfi
Ibrahim Nasoetion
saran, bimbingan dan
sebagai penasihat
utama, atas
bantuan yang diberikan mulai dari
awal hingga akhir penelitian ini. Kepada Bapak Prof. Dr
Ir H. Affendi Anwar
sebagai anggota
penasihat, penulis
.
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pula atas
segala saran dan bimbingan yang diberikan selama proses
penyelesaian studi ini. Demikian pula kepada Bapak Dr Ir
Koeswardhono Mudikdjo
dan Bapak
Dr Ir Siswadi sebagai
anggota penasihat diucapkan rasa terima kasih rang sebe7
sax-besarnya atas saran dan bimbingan yang telah diberikan di dalam penyelesaian studi ini.
Kepada Bapak Rektor Institut Pertanian
Bogor serta
Pimpinan Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
disampaikan
banyak
terima
kasih atas kesempatan studi
yang diberikan kepada penulis.
Kepada pimpinadan staf
Departemen Pertanian, khususnya Proyek
Agricultural De-
velopment Planning and Administration, disampaikan terima
kasih
atas
kesempatan
dan bantuan pembiayaan yang
.
diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi
Bogor.
Demikian
pula
disampaikan ucapan terima
di IPB
kasih
kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Ko-
perasi, atas kerjasama dalam pelaksanaan penelitian ini.
Ucapan terima kasih penulis
sampaikan pula kepada
berbagai instansi pemerintah di Propinsi Jawa Tengah serta Direktorat Jenderal Peternakan di Jakarta, atas kesediaannya memberikan data yang diperlukan dalam penelitian ini.
Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Ir
Muaz Djunaedi a t a s bantuan dan jerih payah di dalam peng-
olahan data penelitian ini melalui fasilitas komputer pada Lembaga Pendidikan dan Swadaya Koperasi di Bogor. Dan
kepada pimpinan lembaga tersebut disampaikan terima
ka-
sih atas bantuan fasilitasnya. Demikian pula disampaikan
terima kasih
kepada Ir Heru Wijono dan kepada Ir Satrio
atas bantuan yang diberikan di dalam pengolahan data pe7
Tidak lupa pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih
kepada Bapak Ir T. Hanafiah, MA dan rekan-
relJian bidang keahlian Perencanaan Pembangunan Wilayah
*
dan Pedesaan terutama kepada Ir M Jafar Hafsah, Ir Harry
Santosa, Drs M. Arief Sawidak, MS dan Ir Sugeng Budiharsono, serta
semua pihak yang belum disebutkan satu-per-
satu dalam kesempatan ini, atas segala bantuan dan kerjasama yang diberikan selama studi ini.
Khusus kepada istri penulis, Ir Victoria PAP br Simanungkalit
disampaikan
rasa terima
kasih yang
dalam
s
atas bantuan, dorongan serta
doa yang diberikan
hingga
akhir penyelesaian disertasi ini.
Teristimewa kepada orang tua penulis disampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga atas segala jerih payahnya dalam membimbing penulis sejak dari awal pendidikan.
Demikian pula
kepada segenap keluarga
disampaikan
terima kasih atas segala bantuannya kepada penulis selama masa pendidikan.
Akhirnya penulis berharap dengan segala
yang ada semoga
disertasi ini
berbagai hasil
kekurangan
yang diungkapkan
dapat bermanfaat bagi upaya
ilmu pengetahuan di masa mendatang.
dalam
pengembangan
SISTEM EKONOMI SUSU DAN PETERNAKAN SAP1 PERAH
DI PROPINSI JAWA TENGAH: SUATU TELAAHAN REGIONAL
*
Oleh
Tom Edward Marasi Napitupulu
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk gemperoleh gelar
Doktor
pada Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
B O G O R
1987
Judul disertasi
I
:
SISTEM SOSIAL EKONOMI SUSU DAN
PETERNAKAN SAP1 PERAH DI JAWA TENGAH:
e
SUATU TELAAHAN REGIONAL
Nama rnahasiswa
:
TOM EDWARD MARAS1 NAPITUPULU
Nomor pokok
:
82538 PWD
Menyetujui
(Dr Ir H. Lutfi Ibrahim Nasoetion)
Ketua
cL
(Prof. Dr 1r H. Affenai m r j
-
Anggota
'I-
-,
(Dr Ir Koeswakdhono Mudikdjo)
,(Dr Ir Siswadi)
Anggota
Anggota
L
Ketua Bidang Keahlian
an Fakultas
asar jana
,rdja)
b
y
Tanggal lulus: ~
&
&
~
&
,
~
~
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Mei 1952 di Dolok
Merangir, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara.
Penulis adalah anak dari St. B.T. Napitupulu dan S br Siregar (almarhumah).
Pada tahun 1970 penulis lulus dari Sekolah Menengah
I11 di Pematang Siantar, Propinsi
Atas Negeri
Utara.
Sumatera
Kemudian pada tahun 1971 terdaftar sebagai maha-
siswa Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
Lulus Sarjana Pertanian, jurusan Ilmu Tanah pa-
da tahun 1976.
Pada bulan September 1981 terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, pro-
gram Magister Sains, bidang
ngunan Wilayah dan Pedesaan.
keahlian Perencanaan PembaKemudian pada bulan.Septem-
ber 1982 terdaftar sebagai mahasiswa program Doktor pada
bidang keahlian yang sama.
9
Sejak tahun
pada Direktorat
1977 sampai
sekarang penulis
bekerja
Bina Program Tanaman pangan, Departemen
Pertanian, di Jakarta.
Penulis menikah dengan Ir Victoria PAP br Simanungkalit.
DAFTAR IS1
Halaman
I
SUMMARY . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
i
RINGKASAN
........................................
vi
PENGANTAR
.........................................
xii
.......................................
xviii
.....................................
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I . PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1 . Latar Belakang ........................
2 . Permasalahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxi
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL
I1 .
I11 .
xxiv
1
1
9
3.
Tujuan dan Manfaat Studi
19
4.
Organisasi Studi
..............
......................
21
KEADAAN UMUM WILAYAH DAN PERKEMBANGAN
PETERNAKAN SAP1 PERAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
23
1.
Keadaan Umum Wilayah
..................
23
2.
Perkembangan Usahatani Susu dan
Peternakan Sapi Perah .................
25
?
KERANGKA TEORITIS PEMILIHAN MODEL
.........
............ .......
2 . Pemilihan Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
IV . METODOLOGI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1 . Metodologi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . .
2 . Metode Pengumpulan Data . . . . . . . . . . . . . . .
1.
3.
4.
Kerangka Pemikiran
:'
...............
Penetapan Lokasi Contoh . . . . . . . . . . . . . . .
Metode Penarikan Contoh
39
39
46
69
69
78
80
81
Halaman
V.
*
TABEL 1-0 JAWA TENGAH: SUATU TEMUAN
EMPIRIS ...................................
82
.......................
82
...................
86
1.
Tabel Transaksi
2.
Koefisien Teknologi
..............
.
4. Ketergantungan Antar Sektor ...........
VI . STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH JAWA TENGAH .
1 . Penawaran dan Permintaan ..............
2 . Nilai Tambah Bruto . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3 . Permintaan Akhir ......................
3.
4.
VII .
Komposisi Perdagangan Antar Wilayah:
Ekspor dan Impor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
KONTRIBUSI SEKTOR SUSU DAN PETERNAKAN SAP1
PERAH TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH .......
........
1.
Kontribusi Terhadap Pendapatan
2.
~ontribhsiTerhadap Penyediaan
Kesempatan Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.
Pengaruh Kaitan Ke Depan dan Ke
Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.
Daya Penyebaran Ke Depan dan Ke
Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
VIII .
Biaya dan Nilai Produksi
?
HUBUNGAN INPUT DAN OUTPUT : 'TELAAHAN MIKRO
SISTEM USAHATANI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.
Faktor-Faktor Yang Mempengamhi
Produksi Susu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.
Skala ~sahataniSapi Perah
............
3 . Pemasaran Produksi Susu . . . . . . . . . . . . . . .
4 . Pendapatan Peternak . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
87
110
116
116
120
^
Halaman
IX.
PERSPEKTIP PENGEMBANGAN USAHATANI SUSU
DAN PETERNAKAN SAP1 PERAH .................
180
I
1.
E f i s i e n s i Pemanfaatan Sumberdaya
Domestik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
180
........
182
...................
183
...............
5 . Kendala Pengembangan ..................
X . PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1 . Ulasan Makro ..........................
185
..........................
XI . KESIMPULAN. IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN.SARAN .
1 . Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2 . I m p l i k a s i Kebijakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
202
2.
P r o y e k s i P o p u l a s i dan Produksi
3.
Daya Dukung Wilayah
4.
2.
3.
Perspektip Pengembangan
Ulasan Mikro
194
194
219
219
220
Saran-Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
223
...................................
225
........................................
231
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
190
DAFTAR TABEL
#
Halaman
Nomor
T%bs
Populasi Sap: Perah di Wilayah Kabupaten
Propinsi Jawa Tegah, Tahun 1978-1983 ........
27
Perkembangan Produksi Susu di Propinsi Jawa
Tengah, Tahun 1979-1983 .....................
29
3.
Produksi Susu Sapi Perah di Wilayah Kabupaten
Propinsi Jawa Tengah, Tahun 1983 ............
30 -
4.
Pemasaran Susu Segar di Jawa Tengah, Tahun
1978-1982 ...................................
33
Perkembangan KUD Unit Persusuan, Perkreditan
dan Pemasaran Susu di Jawa Tengah, Tahun
1979-1982 ...................................
37
..........................
50
1.
2.
5.
6. Tabel Input-Output
7. Ketergantungan Penjualan dan Pembelian
Sektor Susu dan Peternakan Sapi Perah di
Jawa Tengah, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
111
Penawaran dan Perrnintaan Atas Dasar Harga
Produsen, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
117
Nilai
Bruto
Nilai
Bruto
Tambah Bruto, Persentase Nilai Tambah
Terhadap Output Sektor, Persentase
Tambah Bruto Terhadap Nilai Tambah
Regional, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . .
121
Komponen Nilai Tambah Bruto (MTB) Wilayah
Jawa Tengah, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
122
11.
Pertumbuhan NTB Jawa Tengah, Tahun 1979-1983.
123
12.
Pertumbuhan Pendapatan Regional Per Kapita
Jawa Tengah, Tahun 1979-1983 ................
124
.......
125
14. Komposisi Permintaan Akhir Berdasarkan Sektor
di Jawa Tengah, 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
127
8.
9.
10.
13.
Struktur Permintaan Akhir, Tahun 1983
-
15.
--
Nilai Ekspor dan Impor Jawa Tengah,
Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
132
Halaman
16.
#
17.
18.
19.
20.
21.
Nilai Pengaruh Ganda Pendapatan (PGP) Sektor
Perekonomian Jawa Tengah, Tahun 1983 ........
138
Nilai Pengaruh Ganda Tenaga Kerja (PGTK)
Sektor Perekonomian Jawa Tengah, Tahun 1983 .
142
Pengaruh Kaitan Langsung Ke Depan (PKLD)
dan Ke Belakang (PKLB) Sektor-sektor
Perekonomian Jawa Tengah, Tahun 1983 ........
146
Pengaruh Kaitan Tidak Langsung Ke Depan
(PKTLD) dan Ke Belakang (PKTLB) Sektor
Perekonomian Jawa Tengah, Tahun 1983 ........
149
Kaitan Sebagai Arahan Penentuan Prioritas
Sektoral ....................................
152
Nilai Daya Penyebaran Ke Depan (DPD) dan
Ke Belakang (DPB) Sektor Perekonomian
Jawa Tengah, Tahun 1983 .....................
156
..........
22.
Peubah Dugaan Fungsi Produksi Susu
23.
Harga Susu Rata-rata di Jawa Tengah,
Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
172
Biaya Pengelolaan Susu di KUD dan MT,
Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
174
Perkiraan Harga Susu Yang Layak di Tingkat
Peternakan Rakyat di Jawa Tengah, Tahun 1983.
176
Nilai Rata-rata Penerimaan Total, Biaya Total
dan R/CTUsahatani Sapi Perah, Tahun 1983 ....
178
Koefisien BSD, Nilai Finansial dan Ekonomi
Biaya dan Penerimaan Usahatani Sapi Perah di
Jawa Tengah, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
181
Proyeksi Populasi dan Produksi Susu Sapi
Perah di Jawa Tengah, Tahun 1984-1988 . . . . . . .
183
Populasi Sapi Perah Dari Rumah Tangga dan
Perusahaan, Tahun 1979 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
231
Dampak Perkembangan Peternakan Sapi Perah
di Indonesia, Tahun 1978-1982 . . . . . . . . . . . . . . .
232
24.
25.
26.
27.
28.
1.
2.
163
Halaman
..
233
Koefisien Teknologi Sektor-sektor Penyusun
Perekonomian Propinsi Jawa Tengah,
Tahun 1983 ..................................
238
Produksi dan Faktor-faktor Produksi Dalam
Usahatani Sapi Perah, Tahun 1983 ............
240
Nilai Penerimaan Total, Biaya Total dan
R/C Usahatani Sapi Perah, Tahun 1983 ........
244
Matriks Kebalikan Leontief ( I-A)-' Model
Terbuka Sektor-Sektor Penyusun Perekonomian
Propinsi Jawa Tengah, Tahun 1983 ............
254
Model
Matriks Kebalikan Leontief ( I-A)-'
Tertutup Dengan Memasukkan Rumah Tangga
Ke Dalam Sektor Antara .......................
258
Matriks Kebalikan Leontief Model Tertutup
Dengan Memasukkan Tenaga Kerja Ke Dalam
Sektor Antara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
262
Nama dan Lokasi KUD Unit Persusuan di
Propinsi Jawa Tengah, Tahun 1983 . . . . . . . . . . . .
266
Daya Dukung Ternak di Jawa Tengah,
Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
267
Komponen Biaya Produksi dan Penerimaan Dalam
Analisis Ekonomi Usahatani Susu dan
Peternakan Sapi Perah di Jawa Tengah,
Tahun 1983 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
268
Parameter Proyeksi Populasi dan Produksi
Susu Sapi Perah di Jawa Tengah, Tahun 1983
269
Tabel Input-Output Jawa Tengah, Tahun 1983
..
DAFTAR GAMBAR
Halaman
...................
Produksi Dalam Negeri ..
1.
Peta Propinsi Jawa Tengah
24
2.
Jalur Pemasaran Susu
32
3.
Kedudukan Sektor Susu dan Peternakan Sapi
Perah Dalam Pembangunan Wilayah Jawa Tengah
4.
5.
.
42
Bagan Hubungan-Hubungan Antar Kelompok
Dalam Populasi Sapi Perah ...................
68
.................
158
Hubungan Antara DPD dan DPB
PENDAHULUAN
I.
1.
h t t 2 % ~ B e m
#
Pada hakekatnya pembangunan nasional ditujukan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur.
Dengan
demikian segala upaya pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan diarahkan untuk memanfaatkan sumberdaya nasional
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
melalui
perbaikan pendapatan.
Sebagai negara agraris sektor pertanian masih tetap
menempati posisi yang sangat penting di dalam pembentukkan pendapatan nasional.
Dengan target pertumbuhan eko-
nomi sebesar lima persen per tahun yang harus dicapai selama Pelita
IV, maka
diharapkan sektor pertanian akan
mampu lebih meningkatkan peranannya. Hal ini terutama melihat adanya kecenderungan peranan sektor migas yang selama ini diandalkan sebagai sumber devisa, semakin menurun akibat ketidakpastian harga pada pasar internasional.
Dalam konteki demikian peranan wilayah dalam proses pembangunan era Pelita IV sudah merupakan tunatan yang mendasari keberhasilan pencapaian perkembangan ekonomi Indonesia ke arah yang optimal.
Kebijaksanaan nasional dapat diorientasikan ke arah
sisi penawaran (mobilitas sumberdaya)
permintaan (distribusi manfaat)
ngunan
atau ke arah sisi
daripada proses pemba-
atau integrasi keduanya. Tipe masalah
di negara-negara berkembang
termasuk
regional
Indonesia adalah
bagaimana menciptakan pembangunan ekonomi dengan memodernisasikan daerah-daerah kurang berkembang yang didasarI
kan atas perekonomian pertanian dan terkonsentrasi di wilayah pedesaan.
Terdapat indikasi bahwa orang-orang mis-
kin di pedesaan
seringkali gaga1
memperoleh manfaat,
bahkan tidak jarang menjadi penanggung beban dari usahausaha pembangunan. Adapun
penyebab dari kegagalan pem-
bagian manfaat-manfaat pembangunan tersebut adalah akibat dari
kegagalan sistem pasar di dalam mengalokasikan
sumberdaya yang ada sehingga pareto optimum tidak pernah
dicapai.
Fenomena umum yang dihadapi masyarakat pedesaan adalah (a) adanya proses pengalihan yang lamban dari penduduk untuk keluar dari produktivitas rendah di bidang pertanian, ( b ) massa penduduk
di wilayah pedesaan
terdiri
dari berbagai derajat kemiskinan dengan terbatasnya sumberdaya, teknologi dan institusional, (c) daerah pedesaan memiliki ,tenaga kerja melimpah, lahan relatip sempit
dan sedikit modal yang jika dimobilisasikan dapat mengurangi kamiskinan dan
memperbaiki
kualita; hidup.
Oleh
karena itu pembangunan juga diharapkan merupakan perlakuan terhadap orang-orang miskin
agar
dapat
keluar dari
keseimbangan lingkaran kemiskinannya.
Menurut Sidikprawiro ( d u r n : Mathur, 19801, kebijaksanaan pembangunan di
Indonesia berkisar pada empat tu-
juan dasar, yaitu: (1) meningkatkan
keseimbangan antara
pembangunan sektoral dan
regional sehingga perencanaan
respons terhadap potensi dan prioritas regional, (2) me*
ningkatkan pertumbuhan
yang harmonis di antara daerah-
daerah, (3) meningkatkan inisiatif dan
duduk lokal
dalam
partisipasi pen-
proses pembangunan dan (4) memperta-
hankan keserasian antar pusat-pusat perkotaan dan bFnLerkradnya. Kebijaksanaan tersebut d i tingkat regional termasuk Jawa Tengah dicerminkan dalam bentuk kerjasama antar regional dan sektoral, upaya menumbuhkan partisipasi
masyarakat
melalui lembaga formal dan informal, pemben-
tukkan satuan-satuan wilayah pembangunan utama serta penetapan prioritas kegiatan pembangunan
berdasarkan po-
tensi sumberdaya wilayah.
Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa sampai
Pelita IV Pemerintah masih
tetap memberikan
utama kepada sektor pertanian.
tensial memang sektor
prioritas
Secara historis dan PO-
pertanian rnernpunyai peranan yang
sangat sealistis dalam kemajuan ekonomi nasional. Akan
tetapi kontribusi tersebut terhadap Produk Nasional Bruto semakin menurun sebagai
akibat
terjadinya transfor-
masi struktural dalam sistem perekonomian. Demikian pula
keputusan-keputusan alokasi
sub
sektor di
sumberdaya pada sub sektor-
dalam sektor pertanian seringkali tidak
berlandaskan pada prinsip-prinsip keunggulan komparatif.
Tekanan dan semakin meningkatnya kebutuhan penggunaan lain terhadap lahan pertanian terutama di Pulau Jawa,
menimbulkan permasalahan penting
Oleh
*
karena
itu
harus
dan sukar dihindarkan.
ada bentuk pertanian lain yang
menyempit di wilayah pede-
menggunakan lahan yang makin
saan.
Untuk
mempertahankan
atau meningkatkan pendapatan
petani dalam kondisi seperti tersebut di atas, maka strategi pembangunan pertanian tidak
menyandarkan diri
base
lagi semata-mata
kepada penggunaan lahan
.
Sebaliknya harus
bangunan komoditi
luas
(land
melalui upaya pem-
pertanian yang tidak berorientasi ke-
b
pada lahan luas
orientasi tersebut
~
d
4
~
4sa h u w a ) .
menimbulkan
ping masalah alokasi surnber
kasi sumberdaya tenaga
Perobahan
persoalan yaitu di sam-
lahan
kerja
kelangkaan relatif berbeda.
cara
bisa
dan
juga menyangkut alomodal yang mempunyai
Sumberdaya tenaga kerja se-
kuantitatip berlimpah di sektor pertanian pangan,
sedangkan modal sangat langka bagi petani.
Salah sdtu usahatani yang tidak berorientasi kepada
lahan luas adalah usahatani peternakan sapi perah
menghasilkan
susu.
Sub sektor ini merupakan alternatif
dalam upaya menanggulangi berbagai persoalan yang
dapi
untuk
masyarakat pedesaan.
Dengan pemilikan lahan
dihayang
relatif sempit dapat digunakan lebih banyak
tenaga kerja
untuk
memungkinkan
keluarga petani.
penghasilan
Ini
yang lebih tinggi bagi
merupakan salah satu jalan keluar
yang sesuai bagi pemecahan masalah kelangkaan sumberdaya
lahan terutama di Pulau Jawa yang sebagian besar
hanya memiliki
mikian di
lahan kurang dari 0.5 hektar.
Namun de-
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masya-
rakat pedesaan melalui
tergolong
petani
usaha peternakan sapi perah yang
mahal, peternak dihadapkan pada
masalah
ke-
langkaan sumberdaya modal yang merupakan kendala utama.
Untuk
ha1 tersebut Pemer-intah terpaksa harus
mengatasi
memberikan subsidi kepada peternak dalam jumlah besar.
Sebenarnya usahatani sapi
dimulai sejak abad 17.
perah di Indonesia telah
Akan tetapi perkembangan dari ta-
hun ke tahun sampai 1979 nampak berjalan lamban baik di
bidang
populasi ,
produksi susu, usaha pemasaran maupun
peningkatan pendapatan peternak.
Lebih kurang 75 persen
dari peternak sapi perah merupakan usaha peternakan rakyat yang
pemilikannya berkisar
keluarga peternak.
antara 1 - 10 ekor tiap
Penyebaran populasi sapi perah seki-
tar 90 persen berada di Pulau Jawa.
pengembangan'sapi perah
Pada umumnya lokasi
terkonsentrasi di wilayah-wila-
yah yang berpenduduk padat.
Secara nasional populasi sa-
pi perah dan penyebarannya pada tahun 1979 disajikan pada Tabel Lampiran l.
Tingkat
pertumbuhan populasi sapi perah sampai de-
ngan sebelum Pelita I sekitar 4.7 persen per tahun, sedangkan pada Pelita I dan I1
sen per
tahun.
Sejak
mulai berkembang pesat.
rata-rata sebesar 6.9 per-
tahun 1979 peternakan sapi perah
Pesatnya perkembangan
tersebut
tercermin dari data populasi sapi
perah yang pada tahun
1979 mencapai 94 000 ekor, pada tahun 1982 telah meningkat
menjadi
sekitar 140 000 ekor
(Ditjen Peternakan,
1983) atau kenaikan rata-rata per tahun
sebesar 11 per-
sen. Hal ini dimungkinkan karena adanya campur tangan Pemerintah melalui (1) kebijaksanaan impor sapi perah yang
diikuti dengan pelayanan reproduksi, (2) bimbingan penyuluhan yang disertai dengan fasilitas perkreditan dan (3)
kebijaksanaan pengkaitan pemasaran susu segar dengan Industri Pengolahan Susu (IPS).
Usaha-usaha Pemerintah dalam pengembangan sapi perah secara nasional bertujuan: (1) meningkatkan gendapatan
para peternak dan kesempatan kerja, (2) meningkatkan
kemampuan produksi susu dalam negeri
agar secara berta-
hap dapat mengurangi ketergantungan impor bahan asal susu, (3) mencukupi serta memperbaiki gizi masyarakat akan
pangan protein asal susu sapi.
Secara potensial permintaan akan susu tumbuh paralel
dengan pertumbuhan populasi penduduk
patan per kapita.
kukan
dan tingkat penda-
Dalam jangka panjang jika tidak dila-
kebijaksanaan yang tepat dalam meningkatkan pro-
duksi susu dalam negeri, akan menciptakan jurang pemisah
antara permintaan efektif dengan tingkat penawaran domestik yang semakin melebar.
Kekurangan ini terpaksa dipe-
nuhi dengan susu impor yang berarti Pemerintah harus menyediakan devisa yang cukup besar setiap tahunnya.
Gambaran secara agregat mengenai dampak pengembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah selama-tahun
*
1978 - 1982 disajikan pada Tabel Lampiran 2.
Dari Tabel Lampiran 2 dapat dilihat peningkatan produksi susu sapi perah
domestik cukup pesat, yaitu dari
62 300 ton pada tahun 1978 meningkat menjadi 116 800 ton
tahun 1982 atau rata-rata sebesar 17.51 persen per
pada
tahun.
Sedangkan konsumsi susu pada tahun 1982
adalah
sebesar 638 100 ton yang berarti kekurangan penawaran sebesar 521 300 ton harus dipenuhi melalui impor.
Uraian-uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa Pemerintah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap
program
pengembangan peternakan sapi perah
mulai
sub sistem produksi hingga sub sistem pemasaran
Pada ha1 setiap
intervensi
output.
Pemerintah di dalam sistem
perekonomian adalah merupakan biaya.
konteks demikian
dari
Akan tetapi dalam
Pemerintah berkepentingan untuk turut
7
campur tangan baik dari segi politis, sosial maupun ekonomi.
Dari
segi
politis upaya peningkatan produksi susu
domestik adalah untuk mengurangi atau jika mungkin menghilangkan ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri.
Dan secara sosial merupakan alih teknologi dalam
persusuan
sistem
yang akan meningkatkan pengetahuan serta
ke-
trampilan masyarakat di pedesaan. Sedangkan dari aspek ekonomi upaya substitusi impor secara nasional diharapkan
akan
menghemat
devisa negara, dan secara lokal memberi
peluang untuk meningkatkan kesejahteraan melalui perbaikkan distribusi pendapatan di antara berbagai kelompok masyarakat khususnya para petani
di Pulau Jawa yang sema-
kin terhimpit oleh masalah kelangkaan sumberdaya lahan.
Pada tingkat lokal terdapat ketimpangan ekonomi dalam transaksi komoditi susu di
antara para pelaku yang
mengarah kepada ketidak-sempurnaan pasar, seperti bentuk
oligopsonistis. Ketimpangan
kekuatan ekonomi tersebut
jelas merupakan sumber permasalahan yang akan menentukan
efisiensi alokasi sumberdaya yang tersedia.
Pada gilir-
annya keadaan tersebut cenderung mengarah kepada tindakan eksploitasi terhadap pihak-pihak yang mempunyai posisi tawar lebih
misalokasi
rendah dan pada
akhirnya menuju
kepada
daripada surnberdaya yang keadaannya semakin
langka. Apabila ha1 ini berkelanjutan terus, tidak saja
akan menghambat tingkat
efisiensi
ekonomi
akan tetapi
juga akan menimbulkan kesenjangan, ketidak-adilan dan keresahan dalam sistem kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu campur tangan Pemerintah diperlukan
terutama dalam jangka pendek guna merangsang perkembangan peternakan sapi perah yang diasumsikan rnemiliki keunggulan komparatif, sedangkan dalam jangka panjang diharapkan pengelolaannya sepenuhnya ditangani oleh masyarakat.
Sebelum dikemukakan berbagai permasalahan yang dihadapi, terlebih
dahulu akan diungkapkan aspek evaluasi
ekonomi secara umum yang berkaitan dengan usahatani susu
dan peternakan sapi perah.
Sistem usahatani susu dan peternakan sapi perah merupakan
sumber penambahan pendapatan keluarga petani,
terutama yang memiliki lahan relatip sempit.
Program pengembangan usahatani susu dan peternakan
sapi perah mencerminkan upaya pemerataan pembagian pendapatan kepada petani-petani kecil dengan memberikan paket
kredit sapi perah yang
dikelola secara kelembagaan oleh
KUD. Bunga kredit yang dibebankan BRI kepada peternak
adalah sebesar
10.5 persen per tahun, lebih rendah dari
tingkat bunga komersial sebesar 18 persen per tahun.
De-
ngan demikian program pengembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah menciptakan peluang bagi keluarga pe?
ternak
untuk
melakukan
investasi yang bermanfaat bagi
pertumbuhan ekonomi keluarga.
Dengan kemampuan modal
pemerintah
yang terbatas,
jangkauan program tersebut belum mampu menjamah
lapisan
masyarakat petani secara menyeluruh dan baru sebagian kecil dengan cara bertahap.
Untuk mendukung pencapaian sa-
.saran tersebut di atas, Pemerintah juga menetapkan harga
susu pada
dik.
tingkat peternak yang dilakukan secara perio-
Dari sudut aliran pendapatan peternak, Koperasi sebagai lembaga yang mengkoordinir kegiatan usahatani susu
*
dan peternakan sapi perah menetapkan
siklus pembayaran
susu secara teratur, yaitu dengan periode 1 x 10 hari.
Di samping susu sebagai produk utama, maka usahatani susu dan peternakan sapi perah juga memberikan hasil
sampingan berupa
anak
jantan dan induk sapi
ternak
tua
yang lahir.
Anak ternak
yang sudah tidak berproduksi
lagi dapat dijual sebagai ternak potong.
Pupuk
sapi
hijau juga merupakan hasil ikutan peternakan
perah
pertanian
dan
bermanfaat untuk meningkatkan produksi
tanaman pangan serta dapat juga digunakan se-
bagai sumber energi biogas.
Dalam
ha1 penyediaan kesempatan kerja, program ini
memberikan kontribusi pada tahun 1978 sebesar 78 700 STP
(satuan tenaga kerja pria) secara nasional, dan kemudian
meningkat menjadi 139 900 STP pada tahun 1983.
,
Ditinjau dari segi perbaikan gizi masyarakat terdapat kecenderungan bahwa konsumen susu
adalah masyarakat
perkotaan yang mempunyai tingkat pendapatan relatip tinggi. Masyarakat pedesaan dengan tingkat pendapatan
yang
rendah belum mampu mengkonsumsi susu sebagai sumber protein hewani kecuali peternak yang kadang-kadang menyisihkan sebagian kecil produksinya bagi peningkatan gizi keluarga .
Dengan adanya pengembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah, sumberdaya pertanian berupa limbah ter#
utama
yang berasal dari sub sektor tanaman pangan dapat
digunakan secara lebih efisien.
Dari segi sosial usahatani susu dan peternakan sapi
perah dapat merupakan upaya alih teknologi kepada masyarakat pedesaan dan sekaligus sarana bagi pendidikan
or-
ganisasi sosial. Secara agregat terjadi peningkatan koperasi susu yang membina peternak dari jumlah 11 buah pada tahun
1978, kemudian meningkat menjadi 173 buah pada
tahun 1983.
Secara nasional, program
pengembangan' susu dan pe-
ternakan sapi perah telah menghemat
sar US
$
25.29 juta pada tahun 1982.
devisa negara sebeDemikian pula ter-
jadi peningkatan rasio penyerapan susu produksi domestik
terhadap susu impor dari 1
1
:
:
25 pada
tahun 1978 menjadi
6 pada tahun 1982.
Dalam m&ncapai
perkembangan seperti dikemukakan di
atas, Pemerintah mengimpor induk sapi perah setiap tahun
yang hingga tahun 1982 jumlah nilai modal ternak sebesar
Rp 42.0 milyar.
Di dalam sistem perekonomian rang tengah berlangsung, sektor
susu
permintaan suatu
dan
peternakan sapi perah mendorong
sektor tertentu terhadap output sektor
lainnya. Misalnya, meningkatnya permintaan
sektor susu
dan peternakan sapi perah terhadap input konsentrat akan
mendorong permintaan sektor industri makanan ternak terhadap output sektor pertanian berupa palawija yang meru+
pakan komponen input dari konsentrat. Demikian pula peningkatan penawaran output sektor susu dan peternakan sapi perah akan mendorong berkembangnya sektor-sektor yang
menggunakan output tersebut sebagai inputnya. Dengan demikian sektor
susu dan peternakan sapi perah memberikan
rangsangan-rangsangan terhadap pertumbuhan sektor-sektor
lainnya di dalam sistem perekonomian.
Dari uraian di atas tampak bahwa usahatani susu dan
peternakan sapi perah secara umum memberikan manfaat ekonomi yang berarti terutama
bagi
peternak.. Akan tetapi
sejalan dengan perkembangannya, sistem
usahatani terse-
but menghadapi persoalan-persoalan kompleks yang menyangkut aspek teknis, sosial, ekonomi dan
kelembagaan seba-
gai berikut:
(1)
Hingga tahun 1983 investasi
yang telah
ditanamkan
Pemerintah melalui paket kredit sapi perah mencapai
jumlah Rp 4 874 milyar untuk Jawa Tengah. Tampaknya
program
impor
sapi perah ini akan berlanjut terus
secara intensip dalam upaya kebijakan substitusi impor susu. Bahkan selama Pelita IV ditargetkan kebutuhan sapi
perah di Jawa Tengah
-
ekor dari 149 750 ekor
-
sejumlah 28 600
target nasional
akan dipe-
nuhi dari dalam negeri dan luar negeri (Dit Jen Peternakan, 1984) .
Impor sapi
perah secara pesat yang dilakukan
Pemerintah pada
masa qiil hQPm 1979 - 1982
pada saat harga
ekspor minyak di pasar internasio-
nal membubung tinggi, mencapai US
Akan tetapi
$
terjadi
35.0 per barrel
setelah periode tersebut, terdapat ke-
cenderungan penurunan
yang merupakan
harga minyak secara drastis'
andalan sumber devisa negara.
kan diperkirakan bisa mencapai di bawah US
$
Bah10 per
barrel sehingga akan sangat memprihatinkan perekonomian nasional.
2~&
Dalam keadaan demikian apakah ~ m d 5-
QX mEila1 iwcsLmen&pilihan kebijakan pengalokasian sumberdaya pembangunan yang sifatnya semakin
langka kepada proyek impor sapi perah masih memberikan manfaat optimal dari segi pemanfaatan sumber devisa?
Posisi
keuangan Pemerintah sedemikian
menuntut cara pengalokasian dana
berbagaf proyek
pembangunan
rupa
pada
secara lebih ketat dan harus memi-
liki keunggulan komparatif.
Oleh
karena itu yang menjadi persoalan apakah
program impor
baik
dalam
sapi perah merupakan alternatip ter-
upaya pemerataan pendapatan di wilayah
pedesaan? Harga sapi perah impor sebesar Rp 760 000
-
per
ekor
RP 1.2
pada tahun 1983 dan diperkirakan menjadi
juta
per ekor pada tahun 1987 akan menjadi
sangat mahal jika dihitung per KK penduduk.
*t
(2) Dari pandangan wilayah proyek peternakan sapi perah
hanya merupakan salah satu alternatip dari berbagai
kegiatan ekonomi yang memerlukan injeksi investasi
dalam jumlah relatip besar.
Diharapkan agar
jakan alokasi dari setiap rupiah
kebi-
yang diinvestasi-
kan kepada sesuatu kegiatan perekonomian dapat memberikan dampak positip paling tinggi terhadap kesejahteraan masyarakat. Ini dapat dicerminkan melalui
peningkatan output, peningkatan pendapatan serta peningkatan terhadap kesempatan kerja. Demikian pula
diharapkan agar kegiatan tersebut mempunyai
daya
sifat
mendorong dan daya menarik yang kuat terhadap
industri-industri yang berada di hilir dan di hulunya.
Dengan demikian sektor yang bersangkutan akan
mernberikan manfaat yang lebih tinggi memacu pertumbuhan ekonomi wilayah.
(3) Pada
tahun 1983
harga susu
impor-adalah sebesar
Rp 142 per liter (c.i.f ) , jauh lebih
rendah diban-
dingkan dengan harga susu lokal yang dibayar IPS kepada MT/GKSI sebesar Rp 308
bedaan harga secara menyolok
-
Rp 328 per liter. Pertersebut ternyata me-
nimbulkan ekses yang meny;babkan
IPS cenderung ti-
dak bersedia memanfaatkan susu peternak sebagai bahan baku.
Oleh karena itu perlu upaya bagaimana ca-
ra menekan harga susu domestik dengan tetap memberikan keuntungan yang memadai kepada peternak.
Salah
satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah meningkatkan efisiensi pengserta rneningkatkan
gunaan faktor-faktor produksi
produktivitas usahatani peternak. Ternyata produksi
susu sapi perah di wilayah Jawa Tengah relatip rendah, rata-rata 6
-
7 liter per ekor per
hari, rang
berarti jauh berada di bawah potensi genetiknya. Diduga salah satu faktor penyebab utama adalah sistem
penanganan yang kurang profesional dan masih bersandar kepada pola tradisional. Peternak dengan segala keterbatasannya terutarna
dalam
ha1 pengetahuan
dan modal, tidak mampu menerapkan teknologi yang sesuai dengan tuntutan sapi perah jenis unggul.
karena itu masalah
yang
Oleh
mendasar yang perlu dita-
ngani adalah mengarahkan sistem organisasi produk