Latar Belakang t pu 100213 chapter1

Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Republik Indonesia dibangun atas keragaman agama dan etnis. Ideologi Pancasila didasarkan pembentukannya untuk mengakomodir keragaman itu. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan aliansi perubahan dari redaksional ideologis “Ketuhanan, dengan kewajiban mengamalkan Syari’at Islam bagi Pemeluk- Pemeluknya”. Dilihat dari pemeluk agama terdapat beberapa agama yang diakui pemerintah dan dipeluk oleh penduduk Indonesia yang berjumlah 237.6 juta jiwa Damanik, Kompas.com, 2010. Bangsa Indonesia mengakui beberapa agama yaitu, Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Budha, Hindu, dan Konghucu. Dalam konteks internal agama, terdapat pula keragaman aliran, mazhab, dan sekte. Ajaran agama Islam mengenal berbagai aliran atau mazhab. Selain agama terdapat pula 245 aliran kepercayaan Kementerian kebudayaan dan pariwisata, 2003. Ada mazhab di bidang aqidah, ada mazhab di bidang fiqh, dan ada mazhab di bidang politik Adam, 2010: 17. Keragaman suku, budaya, dan ideologi keagamaan sebagai entitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan manusia, sebagaimana ditegaskan di dalam Al Qur’an Q.S. Al Hujurat: 13 yang artinya: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu mengenal...” QS. Al Hujurat: 13. Implikasi dari keragaman ini dapat menyebabkan terjadinya perbedaan prespektif dalam berbagai aspek, termasuk penafsiran ajaran agama. Dalam Islam terdapat aspek tertentu yang multi- interpretatif terkait pemikiran keislaman, namun dalam aspek peneguhan aqidah bersifat mutlak Umar, 1999 : 7. Realitas keragaman tersebut dapat dikembangkan berdasar pada penguatan toleransi internal dan eksternal penganut agama. Toleransi internal dilakukan karena di dalam satu agama terdapat bermacam-macam aliranpaham keagamaan, sedangkan toleransi eksternal bermakna saling menghormati antarpemeluk agama Adam, 2010: 16. Noer 2001 : 239 mengemukakan bahwa pluralisme sebagai sikap yang mengakui dan menghargai yang plural secara etnis, kebudayaan dan keagamaan tentu sangat diperlukan untuk menciptakan dan memelihara kerukunan beragama. Karena itu, sikap ini harus ditumbuhkan pada diri generasi muda bangsa kita. Selain toleransi, semangat pluralisme dan multikulturalisme dapat dikembangkan melalui upaya peningkatan penghayatan dan pengamalan ajaran agama serta peningkatan pendidikan keagamaan, karena pendidikan keagamaan merupakan prasyarat dan kondisi yang mutlak bagi masyarakat untuk dapat melakukan rekonstruksi pemikiran dan praktik keislaman ditengah kehidupan masyarakat yang plural Noer, 2001: 242. Pendidikan keagamaan memiliki peran strategis untuk mengembalikan cara berpikir dan sikap peserta didik agar dapat memahami pluralitas bermasyarakat. Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Kemajemukan, disamping sebagai potensi kehidupan sosial untuk saling bantu membantu, juga memiliki potensi untuk terjadinya ketegangan sosial. Persaingan untuk merebut kepentingan dan harta benda, menyebabkan perpecahan dalam keragaman. Isu agama sering dimunculkan untuk dijadikan alat untuk merebut kepentingan dan harta benda. Kymlicka Arifin, 2010: 3 mengemukakan bahwa perbedaan identitas budaya bukan penyebab langsung, tetapi sikap masyarakat terhadap perbedaan identitas itu sebagai sumber pemicunya. Dikatakannya pulralitas etnik, ras, dan agama sebagai corak negara-negara postkolonial lebih berfungsi banyak sebagai faktor disintegratif daripada faktor integratif sebagai efek dari kekeliruan mereka dalam memahami dan mensikapi pluralitas yang ada. Selanjutnya Al Muchtar 2004: 5 menjelaskan bahwa konflik etnisitas, termasuk konflik agama sebagai akibat ketidakcerdasan masyarakat terhadap realitas diversitas etnis. Sedangkan Karnavian 2009: 75 menyatakan bahwa konflik terjadi bukan karena multikulturalitas kebangsaan, tetapi secara mikro lebih disebabkan oleh ketidakpuasaan antar perilaku lintas suku, agama, keamanan, dan birokrasi. Dinamika kehidupan sosial masyarakat Kota Palu sering diwarnai bentrok antar suku, antar penganut agama serta antar kelompok pemuda, namun tidak sampai meluas seperti kerusuhan Poso yang berlangsung dari 1998 – 2005 Dokumen Kerusuhan Poso, 2007. Walaupun demikian, tetap saja kekerasan sosial itu selalu menelan korban harta dan jiwa seperti kasus perkelahian antar Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu kampung, penembakan misterius, pemboman tempat-tempat ibadah dan fasilitas umum. Kejadian seperti itu berimbas adanya sikap curiga dan tidak adanya sikap saling menghargai dan menyebabkan lunturnya nilai-nilai toleransi di antara warga. Ketegangan dan kerusuhan yang bernuansa agama di beberapa daerah di Indonesia juga terus berlanjut yang mengakibatkan hancurnya tempat-tempat ibadah. Fenomena ini sebenarnya menunjukkan adanya kesenjangan gap antara idealitas agama das sollen sebagai ajaran dan pesan-pesan suci Tuhan, dengan realitas empirik yang terjadi dalam masyarakat das sein Zainuddin, 2006: 190. Setiap kelompok masyarakat selalu menganggap diri mereka sebagai golongan yang terbaik dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kelompok itu terwujud dalam bentuk kelompok agama atau suku. Berbagai gejolak muncul dan meledak diakibatkan oleh etnosentrisme itu. Ibnu Khaldun 1986 : 57 menyebut ego kelompok sebagai ta’assub. Solidaritas kelompok disebut ashabiyah. Untuk membangun persaudaraan sesama umat manusia disebut al- ‘usbah. Gagasan Ibnu Khaldun tentang perbedaan-perbedaan pandangan golongan pada setiap kelompok masyarakat, menjadi basis sosiologi masyarakat modern untuk mengurai sejumlah kemelut yang melanda masyarakat. Seruan toleransi kepada orang-orang selain dari golongan kelompoknya, menjadi seruan global untuk mewujudkan perdamaian dunia. Fajar 2005: 173-176 melihat faktor yang menyebabkan agama terjebak dalam arena konflik sosial karena: Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 1 pemahaman yang dangkal terhadap apa yg dipandang mempunyai nilai otoritatif dan kemutlakan dalam agama. 2 kerangka pandang teologis ekslusif simbolistik berimplikasi pada lahirnya warisan stigma sejarah masa lalu yang terus melekat sebagai memori dan membentuk kesadaran kolektif para pemeluk agama yang dapat menimbulkan prasangka-prasangka negatif terhadap eksistensi dan dinamika agama lain. 3 agama mudah dimanfaatkan untuk memblow-up isu-isu di luar dunia keagamaan yang sedang mengemuka. 4 dalam konteks pluralitas agama, kegiatan dakwah acapkali menimbulkan gesekan-gesekan dengan komunitas lain sebagai akibat dari dangkalnya orientasi . Pancasila yang merupakan dasar ideologi bangsa, pandangan hidup bangsa, cita-cita bangsa dan sumber dari segala sumber hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mengisyaratkan tentang karakter dan pola fikir seluruh rakyat Indonesia. Lima butir Pancasila itu menggambarkan bagaimana sebenarnya sifat asli bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan saling menghargai berbagai perbedaan. Namun realita yang saat ini terjadi sangat jauh dengan apa yang selama ini dicita-citakan. Rasa solidaritas antara pemerintah dengan rakyat atau rakyat dengan sesama rakyat Indonesia seakan-akan telah terkikis seiring dengan berbagai perkembangan zaman yang seolah belum mampu diikuti oleh bangsa Indonesia. Perbedaan yang seharusnya mengajari kita untuk saling menghargai dan menghormati kini seolah menjadi hal yang tabu. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah juga sering disalahartikan untuk menindas rakyatnya. Ma sih segar diingatan kita tragedi kerusuhan Poso yang terjadi dari tahun 1998 sampai 2005 Dokumen Kerusuhan Poso, 2007 yang menelan korban nyawa dan harta benda yang tidak sedikit jumlahnya. Kekerasan yang mengatasnamakan agama di daerah yang dulunya masyarakat hidup berdampingan dengan damai, saling bahu membahu tiba-tiba berubah 180 derajat Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu dengan adanya kerusuhan. Sikap tidak percaya dan saling mencurigai di masyarkat antara pemeluk agama Kristen dan Islam telah mencabik kedamaian di tanah Sintuvu Maroso. Kota Ambon Manise telah menjadi saksi sejarah buram kedamaian dan persatuan di Indonesia. Hal ini karena kerusuhan Ambon yang terjadi selama Januari hingga maret 1999 telah menjadi kerusuhan berdarah yang mengerikan AnneAhira.com. Kota yang ditinggali oleh masyarakat berbeda agama sebelum kerusuhan 1999 adalah kota yang aman walaupun, ada terjadi kekerasan kecil yang disebabkan oleh hal-hal kecil tetapi tidak sampai menyulut kerusuhan besar. Isu agama yang dilontarkan untuk memprovokasi massa sebagai satu-satunya penyebab kerusuhan tersebut. Diakhir tahun 2011 lalu, saat seluruh rakyat Indonesia berharap tragedi kemanusiaan di Bima menjadi penutup kisah suram pertikaian di Indonesia pada tahun 2011, justru kembali terjadi lagi fenomena yang cukup menyita perhatian kita. Pembakaran Pondok Pesantren dan sejumlah rumah pengikut Islam Syiah di Sampang Madura yang kali ini dilakukan oleh sesama warga. Alasan dari pembakaran tersebut adalah perbedaan cara beribadah antara pengikut syiah dengan masyarakat lainnya yang juga memeluk agama Islam. Ini merupakan satu pukulan telak bagi kita yang mengaku plural tapi justru melakukan hal-hal brutal karena dipicu perbedaan yang ada Kompas, Desember 2011. Bukankah insan yang mengaku beragama seharusnya mengedepankan etika dalam menyelesaikan perbedaan yang ada apalagi dengan orang yang seakidah dengannya. Padahal Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu MUI telah mengisyaratkan bahwa Syiah bukanlah aliran sesat dalam agama Islam dan diterima keberadaannya didunia sebagai bagian dari Islam Adam, 2012 : 2. Kerusuhan yang terjadi baru-baru ini dikala umat muslim merayakan lebaran idul fitri pada 26 Agustus 2012, yaitu perseteruan antara pengikut Syi’ah dan pengikut Sunni di Sampang Madura Kompas, Agustus 2012. Citra kesantunan rakyat Indonesia yang selama ini menjadi contoh bagi negara lain dalam membina kerukunan umat beragama seakan luntur dengan kejadian yang sangat disayangkan oleh berbagai pihak tersebut. Tak kurang kasus ini mengundang reaksi dari berbagai ormas Islam yang mengatakan kedewasaan masyarakat semakin lama semakin merosot dalam menghadapi perbedaan terutama yang menyangkut keyakinan yang ada. Menurut Mulyana 2000: 237 menyatakan bahwa salah satu usaha untuk menanggulangi konflik adalah dengan mendidik manusia untuk menjadi pribadi yang menghargai keanekaragaman budaya. Melalui pendidikan kita dapat menciptakan generasi yang tidak terkungkung oleh pandangan kesukuan dan ideologi agama tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di sekolah adalah Pendidikan Agama Islam yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sserta berakhlak mulia. Dengan demikian pendidikan agama termasuk Pendidikan Agama Islam PAI di sekolah diatur oleh Undang-undang, baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan, Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu biaya pendidikan, tenaga pengajar, kurikulum, dan komponen pendidikan lainnya Saleh, 2005: 17. Namun, Pendidikan Agama Islam yang di sekolah masih banyak kelemahan bahkan oleh sebagian pihak dianggap gagal, kegagalan ini dapat dirasakan dari dekadensi moral dan diabaikannya nilai-nilai ajaran agama. Pendidikan agama tidak mampu mencegah peserta didik berperilaku buruk seperti pergaulan bebas, tawuran, narkoba, konflik sara, kurangnya toleransi dan penghargaan kepada orang lain. Melihat hal itu banyak kalangan yang meragukan keefektifan Pendidikan Agama Islam bagi peningkatan kesadaran peserta didik baik secara agama maupun kultural. Noer dalam Sumarthana 2001: 239-240 menyatakan setidaknya ada empat faktor penyebab kegagalan tersebut, yaitu: Pertama, penekanannya lebih pada proses trasnfer ilmu agama ketimbang pada proses transformasi nilai-nilai keagamaan dan moral kepada anak didik; Kedua, sikap bahwa pendidikan agama tidak lebih dari sekedar sebagai “hiasan kurikulum” belaka dan sebagai “pelengkap” yang dipandang sebelah mata; Ketiga, kurangnya penekanan pada nilai moral yang mendukung kerukunan antara agama, seperti cinta, kasih sayang, persahabatan, suka menolong, suka damai dan toleransi; Keempat, kurangnya perhatian untuk mempelajari agama-agama lain. Berdasarkan pengamatan Budimansyah 2009:289, pelaksanaan pendidikan di sekolah tidak mengarah pada misi sebagaimana seharusnya. Beberapa indikasi empirik yang menunjukkan salah arah tersebut antara lain sebagai berikut. Pertama, proses pembelajaran di sekolah lebih menekankan pada Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu dampak instruksional instructional effects yang terbatas pada penguasaan materi content mastery atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Pengembangan dimensi-dimensi lainnya afektif dan psikomototik dan pemerolehan dampak pengiring nurturant effects sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Kedua. Pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik melalui perlibatannya secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas intra dan ekstra kurikuler sehingga berakibat pada miskinnya pengalaman belajar yang bermakna meaningful learning untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku peserta didik. Ketiga, pelaksanaan kegiatan ekstra- kurikuler sebagai wahana sosio-pedagogis untuk mendapatkan “hands-on experience ” juga belum memberikan kontribusi yang signifikan untuk menyeimbangkan antara penguasaan teori dan praktek pembiasaan perilaku dan keterampilan dalam berkehidupan yang demokratis dan sadar hukum. Pendidikan damai dalam masyarakat multikultural menjadi perhatian UNESCO dalam merespon berkecamuknya konflik dan perang di berbagai belahan dunia. Pendidikan di sekolah dan kelas di yakini bisa menjadi contoh terdepan menunjukkan sikap toleransi, saling menghormati, dan hidup damai dengan orang lain Kompas, 7 Maret 2011. Pendidikan berbasis multikultural terus diajarkan dalam lingkungan persekolahan, untuk membekali peserta didik untuk dapat hidup berdampingan dengan orang-orang yang di luar kelompoknya. Peserta didik akan terbiasa dalam Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu lingkungan sekolah yang bilamana kebijakan lembaga pendidikan itu dapat menciptakan lingkungan yang kondusif, nyaman, dan harmonis. Pendidikan agama akan dapat memenuhi fungsinya apabila ia mampu menggerakkan para anak didik untuk belajar mengamalkan ajaran-ajaran agama yang mereka terima dalam kehidupan sehari-hari. Jika pendidikan agama yang hanya menekankan hafalan, maka kurang relevansi dengan usaha-usaha mengelola perubahan sosial Noer, 2001: 235. Pendidikan agama yang hanya menampilkan keyakinan keagamaan semata-mata tanpa mengajarkan aspek sosial dari agama itu, selalu mengantarkan siswa untuk fanatik terhadap agama yang dianutnya. Fanatisme yang membabi buta selalu melahirkan bentrok sosial, karena tidak adanya kemampuan komunikatif antar agama dan kultural. Pendidikan Agama Islam berbasis multikultural merupakan alternatif untuk memperbaiki berbagai permasalahan pendidikan yang dihadapi dan diharapkan mampu memberi solusi agar terjalin sikap saling menghormati dan saling menghargai, serta meningkatkan kebersamaan di antara peserta didik yang berbeda agama dan budaya. Sardjiyo dalam Hamid 2009: 237 mengemukakan bahwa pendidikan multikultural yang menjadi basis pendidikan Islam menjadi jembatan emas yang menghubungkan lembaga pendidikan dari kemanusiaan masyarakatnya dengan berbagai keragaman. Pendidikan multikultural senantiasa mengakomodasi semua keinginan dan kebutuhan semua masyarakat yang multikultur. Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Mathar dalam Hamid 2009:11 mengemukakan bahwa tidak dapat dipungkiri, Indonesia terdiri dari berbagai ras yang berbeda baik asli, dari luar, maupun campuran, suku bangsa yang berbeda bangsa Jawa, bangsa Bugis, bangsa Melayu, bangsa Batak, sdan sebagainya, berbagai agama yang berbeda, berasal dari banyak negara pribumi kerajaan Majapahit, kerajaan Sriwijaya, kerajaan Aceh, kerajaan Bugis, kerajaan Makassar, dan lain-lain, dan bercorak- ragam kebudayaan yang berbeda. Karena itu, semua keanekaragaman yang saling berbeda itu harus diterima sebagai kenyataan bangsa Indonesia. Kesadaran sebagai bangsa yang multikultural seyogyanya ditumbuhkan terus. Lembaga-lembaga pendidikan merupakan ajang penanaman nilai-nilai toleransi, kemudian seyogyanya dapat diintegrasikan dalam masyarakat luas. Jika integrasi itu gagal, maka pencapaian nilai-nilai toleransi tidak maksimal. Peserta didik diajarkan kebaikan dalam persekolahan, tapi tidak mendapatkan keteladan di luar sekolah, maka akan menimbulkan ketimpangan pencapaian hasil. Oleh karena itu, integrasi nilai toleransi seyogyanya terjelma dalam semua lapisan masyarakat. Disinilah peran pemerintah untuk mengoptimalkan keikutsertaan masyarakat dalam membangun peradaban nilai. Pemerintah Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah membuahkan kebijakan holistik dan integratif dengan menyerukan sistem kehidupan multikultural. Kota ini telah berhasil memperlihatkan wajah multikultural dengan tidak terprovokasi oleh insiden- insiden yang terjadi di Kabupaten Poso. Saat ini, dunia pendidikan kita tengah mencoba sejumlah inovasi pendidikan. Banyak hal baru yang diperkenalkan dalam dunia pendidikan seiring Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu dengan perubahan orientasi kebijakan Pendidikan Nasional dari yang sentralistik ke desentralistik. Pemerintah Kabupaten Kota senantiasa melakukan inovasi pendidikan berbasis lokal di daerahnya masing-masing. Misalnya, Pemerintah Kota Palu memprakarsai pendidikan berbasis multikultural, karena di daerah itu hadir berbagai penganut agama, aliran keagamaan, dan berbagai etnis lokal di Sulawesi Tengah menjadikan Kota Palu sebagai etalase kehidupan sosial. Berdasarkan latar belakang masalah ini, penulis tertarik membuat rancangan penulisan tesis dengan judul, “PENERAPAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURALISME DALAM PENGEMBANGAN NILAI TOLERANSI DI SEKOLAH Studi Kasus SMA Negeri 3 Palu ”.

B. Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian