STUDY OF PHYSICAL CHARACTER AND BEARING CAPACITY ON ROAD SIDE OF SEKINCAU – SUOH IN WEST LAMPUNG REGENCY

(1)

ABSTRAK

KAJIAN SIFAT FISIK DAN DAYA DUKUNG TANAH

PADA RUAS JALAN SEKINCAU

SUOH

KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Oleh

DIAN PERWITASARI

Sekincau-Suoh merupakan ruas jalan dengan tanah masih berupa tanah merah yang diperkirakan merupakan tanah jenis lempung dengan kadar air tinggi. Pembangunan jaringan jalan dari dan menuju Suoh dari Sekincau dimaksudkan untuk memudahkan mobilitas barang dan jasa bagi kabupaten lampung barat dan kabupaten sekitarnya dimana pada daerah Suoh akan dibangun pusat energi geothermal, sehingga mobilitas pada jalur tersebut akan semakin tinggi.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah contoh tanah terganggu dan tidak terganggu. sampel diambil sebanyak 10 titik dimulai dari dusun Gumbib, dusun fila Tengah, dan dusun Fila Ujung dengan jarak antar titik 200 meter pada ruas jalan Sekincau arah Suoh Lampung Barat. Penelitian ini untuk mengetahui jenis tanah berdasarkan sifat fisik dan mekanik tanah, hubungan sifat fisik terhadap daya dukung tanah serta mengetahui seberapa besar pengaruh CBR tanah dasar terhadap tebal perkerasan lentur jalan dengan menggunakan metode Bina Marga.

Dari hasil penelitian dan uraian disimpulkan bahwa sampel tanah menurut sistem USCS termasuk tanah berbutir halus dalam kelompok OL yaitu tanah lempung organik dengan plastisitas rendah sampai sedang, sedangkan menurut klasifikasi AASHTO tanah termasuk golongan A-7-6 (10) yaitu tanah berlempung. Nilai CBR design rata-rata yang diperoleh adalah 4,1 % dari rentang 1,96 % - 5,33%, nilai ini merupakan nilai CBR untuk tanah lempung dengan drainase jelek, nilai CBR yang baik untuk perkerasan jalan adalah berkisar 5% - 10 %. Dengan menggunakan metode Bina Marga diperoleh nilai perkerasan lentur jalan sebagai berikut lapisan permukaan berupa lapisan laston dengan tebal 10 cm, lapisan pondasi atas berupa lapisan laston atas dengan tebal 15 cm dan lapisan bawah berupa lapisan batu pecah kelas A dengan tebal 17 cm.


(2)

ABSTRACT

STUDY OF PHYSICAL CHARACTER AND BEARING

CAPACITY ON ROAD SIDE OF SEKINCAU

SUOH

IN WEST LAMPUNG REGENCY

By

DIAN PERWITASARI

Sekincau-Suoh is road side which has mostly red soil, it is predicted as clay soil which is containing high water content. Network construction of the road from and to Sekincau – Suoh is purposed to facilitate a mobility of service goods to West Lampung regency and surroundings, in which at Suoh region will be built a geothermal power plant so that the mobility on the side road will be increased. Sample used at this research is disturbed and undisturbed sample. The sample is taken as many as 10 spots started from Gumbim village, Fila Tengah village and Fila ujung village, with distance 200 meters inter spot on side road of Sekincau direction to Suoh in West Lampung regency. This research to know a kind of soil based on physical character and mechanical soil, to know relation physical character to bearing capacity as well as to know how big the effect of subgrade CBR to a thickness of flexible pavement by using Bina Marga Method.

By the research and analysis is concluded that soil samples accord to the USCS system classified into a fine-grained soil in the OL group is organic clay with low to medium plasticity, while according to the AASHTO soil classification classified into A-7-6 (10) class that is clay soil. The average value of CBR design obtained was 4.1% of the range 1.96% - 5.33%, this value is the CBR value for clay soil with poor drainage, proper CBR value for pavement systems has range from 5% - 10 %. By using the Bina Marga method obtained the value of road flexible pavement is; surface layer is laston layer with 10 cm thickness, the base layer is laston layer with 15 cm thickness and sub base layer is crushed stone layer class A with 17 cm thickness.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jalan merupakan prasarana transportasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk melakukan mobilitas keseharian, sehingga volume kendaraan yang melewati suatu ruas jalan mempengaruhi kapasitas dan kemampuan dukungnya.

Tanah merupakan komponen utama subgrade yang memiliki karakteristik, macam, dan keadaan yang berbeda-beda, sehingga setiap jenis tanah memiliki kekhasan perilaku. Sifat tanah dasar mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya (Silvia Sukirman, 1999). Bentang jalan raya yang panjang menunjukkan hamparan karakteristik tanah yang berbeda-beda.

Kekuatan dan keawetan kontruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat daya dukung tanah dasar (Silvia Sukirman, 1999), semakin baik daya dukung tanah dasar (sub grade) maka ketebalan perkerasan akan semakin tipis, sehingga biaya yang dipergunakan pun akan makin sedikit. Ada banyak cara untuk mengetahui daya dukung tanah dasar, salah satunya adalah dengan percobaan CBR.


(4)

Suoh, merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Barat yang memiliki potensi pertanian dan potensi panas bumi sebagai sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan menjadi energi listrik.

Untuk mencapai Kecamatan Suoh, ada 3 (tiga) jalur utama yang dapat dilewati, yaitu jalur Kecamatan Wonosobo Tanggamus, jalur Kecamatan Sekincau Lampung Barat dan jalur Kecamatan Batu Brak (sukabumi) Lampung Barat. Tanah pada ketiga jalur tersebut masih berupa tanah merah diperkirakan merupakan tanah jenis lempung yang memiliki kadar air tinggi. Hal ini bisa dilihat dari kondisi jalan, pada musim hujan tanah menjadi sangat basah, sedangkan pada musim kemarau tanah menjadi sangat kering.

Pembangunan jaringan jalan dari dan menuju Suoh dari Sekincau dimaksudkan untuk memudahkan mobilitas barang dan jasa bagi kabupaten lampung barat dan kabupaten sekitarnya dimana pada daerah Suoh juga akan dibangun pusat energi geothermal, sehingga mobilitas pada jalur tersebut akan semakin tinggi.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang dikemukakan, dalam penelitian ini akan diteliti seberapa besar pengaruh CBR tanah dasar terhadap tebal perkerasan lentur jalan.


(5)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui jenis tanah berdasarkan sifat fisik dan mekanik tanah.

2. Mengetahui hubungan sifat fisik tanah terhadap daya dukung tanah

3. Mengetahui nilai CBR ( California Bearing Ratio ).

4. Mengetahui nilai tebal perkerasan lentur jalan (flexible pavement) berdasarkan nilai CBR hasil penelitian dengan menggunakan metode Bina Marga.

D. Batasan masalah

1. Lokasi pengambilan sampel tanah pada ruas jalan Sekincau menuju Suoh

2. Tidak dilakukan pengujian kuat lapis perkerasan hasil penelitian

3. Data lalu lintas yang digunakan adalah berupa data asumsi apabila pusat energi geothermal telah dibangun.

4. Data kelandaian jalan yang digunakan merupakan data asumsi berdasarkan

pembagian daerah fisiografis Kabupaten Lampung Barat secara umum

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kondisi dan daya dukung tanah sehingga dapat digunakan sebagai dasar acuan dalam merencanakan konstruksi perkerasan jalan di ruas jalur Sekincau – Suoh


(6)

F. Lokasi Penelitian

1. Penelitian ini mengambil sampel tanah dari Kecamatan Sekincau Desa Tiga Jaya, Dusun Gumbib, Dusun Fila Tengah dan Dusun Fila Ujung arah Suoh Kabupaten Lampung Barat, yang masih merupakan jalan tanah merah.

2. Pengujian sifat fisik dan mekanik dilakukan di Laboratorium Mekanika

Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung

3. Pengujian unsur-unsur mineral yang terkandung dalam tanah dilakukan oleh teknisi di Laboratorium Analisis Instrumentasi, Fakultas MIPA Universitas Lampung.


(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

1. Pengertian Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

Tanah terdiri dari tiga komponen yaitu, padat (butir pasir, debu, liat dan bahan organik) , cair (air di dalam pori tanah) dan udara (di dalam pori atau rongga tanah) (World Agroforestry Centre, 2004).

2. Tanah Dasar

Tanah dasar (subgrade) adalah lapisan terbawah suatu konstruksi perkerasan jalan. Tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain kemudian dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan bahan tambahan (additive).


(8)

Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai kapasitas dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan (Sukirman, 1995).

3. Tanah Lempung

Tanah lempung termasuk dalam kategori tanah kohesif. Tanah lempung adalah tanah yang menghasilkan sifat-sifat plastis apabila dicampur dengan air (Grim,1953). Tanah lempung terdiri atas partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis yang tidak dapat dilihat dengan jelas oleh alat mikroskop biasa, dengan bentuk lempengan pipih sebagai partikel mika, mineral lempung (clay minerals) dan mineral yang sangat halus.

Tanah lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm (= 2 mikron). Namun demikian, dibeberapa kasus, partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung.

Tanah lempung mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : a. Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat b. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah c. Berkurang kuat gesernya bila kadar air bertambah

d. Berkurang kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu e. Merupakan material kedap air


(9)

Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks yang terdiri dari satu atau dua unit dasar, yaitu silica tetrahedra dan alumunium oktahedra.

Kaolinit adalah salah satu struktur utama mineral lempung, bagian dasar struktur ini adalah lembaran tunggal silica tetrahedra yang digabung dengan alumunium octahedra. Substitusi isomorfosis praktis tidak terjadi dalam struktur ini. Kombinasi lembaran silica diperkuat oeh hidrogen sebagai perekat.

Illite terdiri dari sebuah lembaran gibbsite yang diapit oleh dua lembaran silika. Illite ini kadang-kadang juga disebut mika lempung. Lapisan-lapisan illite terikat satu sama lain oleh ion-ion kalium (=K= ion potassium). Untuk mengikat ion-ion kalium tersebut didapat dengan adanya penggantian (substitusi) sebagian atom silikon pada lembaran tetrahedra oleh atom-atom aluminium. Substitusi dari sebuah elemen oleh lainnya tanpa mengubah bentuk kristal utamanya disebut sebagai substitusi isomorf (isomorphous substitution).

Mineral-mineral montmorillonite mempunyai bentuk struktur yang sama dengan illite yaitu satu lembaran gibbsite diapit oleh dua lembaran silika. Montmorillonite terjadi substitusi isomorf antara atom-atom magnesium dan besi.


(10)

Sumber : Craig,1986

Gambar 1. Mineral Lempung (a) Kaolinit, (b) Illite, (c) Montmorilonit

4. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk mengelompokkan segala jenis tanah ke dalam kelompok yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah sebagai hasil pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada.

Sistem klasifikasi tanah yang paling umum digunakan adalah : a. Klasifikasi Tanah USCS (Unified Soil Clasification System)

Sistem ini pada mulanya diperkenalkan oleh Casagrande pada tahun 1942, dalam klasifikasi ini, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama yaitu:

1) Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils), 2) Tanah berbutir halus (fine-grained soils) 3) Tanah Organis Tinggi


(11)

Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah sistem Unified adalah sebagai berikut :

1) Menentukan tanah apakah berupa butiran halus atau butiran kasar secara visual atau dengan cara menyaringnya dengan saringan nomor 200.

2) Jika tanah berupa butiran kasar :

a) Menyaring tanah tersebut dan menggambarkan grafik distribusi butirannya.

b) Menentukan persen butiran lolos saringan no.4. Bila prosentase butiran yang lolos ≤ 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai kerikil. Bila prosentase yang lolos > 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai pasir.

c) Menentukan jumlah butiran yang lolos saringan no.200 jika prosentase butiran yang lolos ≤ 5%, pertimbangkan bentuk grafik distribusi dengan menghitung Cu dan Cc. Jika termasuk bergradasi baik, maka klasifikasikan sebagai GW (bila berkerikil) atau SW (bila pasir). Jika termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP (bila berkerikil) atau SP (bila pasir).

d) Jika prosentase butiran tanah yang lolos saringan no.200 di antara 5 sampai dengan 12%, tanah akan mempunyai simbol dobel dan mempunyai sifat keplastisan (GW-GM, SW-SM, dan sebagainya).


(12)

e) Jika prosentase butiran tanah lolos saringan no.200 > 12%, harus diadakan pengujian batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang tertinggal dalam saringan no.40. Kemudian, dengan menggunakan diagram plastisitas, tentukan klasifikasinya.

3) Jika tanah berbutir halus :

a) Menguji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang tinggal dalam saringan no.40. Jika batas cair lebih dari 50%, klasifikasikan sebagai H (plastisitas tinggi) dan jika kurang dari 50%, klasifikasikan sebagai L (plastisitas rendah).

b) Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas di bawah garis A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau anorganik (MH). Jika plotnya jatuh di atas garis A, klasifikasikan sebagai CH.

c) Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi tanah tersebut sebagai organik (OL) atau anorganik (ML) berdasar warna, bau, atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan mengeringkannya di dalam oven.

d) Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area yang diarsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitar 50%, gunakan simbol dobel.


(13)

Tabel 1. Klasifikasi Tanah USCS

Divisi Utama Simbol

Kelompok Nama Utama

T an ah B er b u tir Kasar ( leb ih d ar i 5 0 % b u tira n ter tah an p ad a ay ak an No .2 0 0 ) Pas ir L eb ih d ar i 5 0 % f ra k si k asar lo lo s ay ak an No 4 Ker ik il B er sih ( h an y a k er ik

il ) GW

Kerikil bergradasi baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

GP

Kerikil bergradasi buruk dan campuran kerikil–pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Ker ik il d en g an B u tira n Halu s

GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung Ker ik il 5 0 % a tau leb ih d ar i f ra k si k asar ter tah an ay ak an No 4 Pas ir B er sih ( h an y a p asir

) SW Pasir bergradasi baik dan pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

SP

Pasir bergradasi buruk dan pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Pas ir d en g an B u tira n Halu

s SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung T an ah B er b u tir Halu s ( 5 0 % a tau leb ih b u tira n lo lo s ay ak an No .2 0 0 ) L an au d an L em p u n g ( b atas c air 5 0 % a tau k u ra n g ) ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang, lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung kurus.

OL Lempung organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah

L an au d an L em p u n g ( b atas c air leb ih d ar i 5 0 % )

MH Lanau anorganik atau pasir halus diatome atau lanau diatome, lanau yang elastis CH Lempung anorganik dengan plastisitas

tinggi, lempung gemuk.

OH Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan

organik sangat tinggi PT

Peat gambut, muck dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi


(14)

Kriteria klasifikasi K las if ikas i be rda sa rkan p er se nt as e but ir h al u s ≤ 5 % lo los sa ring

an σo. 2

00 G W , GP , SW , SP ≥ 12 % lol os sa rin ga n σo. 200 G M , GC , SM , SC 5 12 % l ol o s s ar ingan No. 200 kl as if ikas i pe rba ta sa n yang m em er luk an pe ngguna an d ua s im bo l

Cu = D60 / D10 > dari 4

Cc =

60 10 2 30) ( xD D D

antara 1 dan 3

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Batas-batas Atterberg di bawah

garis A atau PI < 4

Batas-batas Atterberg yang digambar dalam daerah yang diarsir merupakan klasifikasi batas yang membutuhkan simbol ganda

Batas-batas Atterberg di atas garis A atau PI > 7

Cu = D60 / D10 lebih besar dari 6

Cc =

60 10 2 30) ( xD D D

antara 1 dan 3

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW Batas-batas Atterberg di bawah

garis A atau PI < 4

Batas-batas Atterberg yang digambar dalam daerah yang diarsir merupakan klasifikasi batas yang membutuhkan simbol ganda

Batas-batas Atterberg di atas garis A atau PI > 7

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat dalam ASTM designation D-2488

.

Sumber : “Dasar-dasar Analisis Geoteknik, hal. 34”, Dunn, dkk, 1992.

Bagan plastisitas

Untuk klasifikasi tanah berbutir-halus dan fraksi halus dari tanah berbutir kasar Batas Atterberg yang digambarkan di bawah yang diarsir merupakan klasifikasi batas yang membutuhkan simbol ganda Persamaan garis A

PI = 0,73(LL – 20)

OL ML & OH MH & CL CH

CL - ML

Garis A

0 10 20 40 50 60 70 80 90 100

Batas Cair 60 50 40 30 20 10 7 4 Index pl ast is it asa s


(15)

b. Klasifikasi Tanah AASHTO

Sistem ini membagi tanah ke dalam 8 kelompok utama yaitu A – 1 sampai dengan A – 8. A – 8 adalah kelompok tanah organik yang pada revisi terakhir oleh AASHTO diabaikan, karena kelompok ini memang tidak stabil sebagai bahan lapis perkerasan (Sukirman, 1992).

Sistem ini didasarkan pada kriteria berikut ini : 1) Ukuran butir

Kerikil : tanah lolos ayakan diameter 75 mm dan tertahan pada ayakan diameter 2 mm.

Pasir : tanah lolos ayakan diameter 2 mm dan tertahan pada ayakan diameter 0,007 mm

Lanau & Lempung : tanah lolos ayakan diameter 0,0075 mm. 2) Plastisitas

Lanau, tanah dengan indeks plastisitas (IP) ≤ 10 Lempung, tanah dengan indeks plastisitas (IP) ≥ 11

Indeks kelompok (group index) digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan persamaan :

GI = ( F – 35) ( 0,2 + 0,005 ( LL – 40 ) + 0,001 ( F – 15 ) ( PI – 10 )) GI = indeks kelompok (group index)

F = persen material lolos saringan no.200 LL = batas cair (liquid limit)


(16)

Tabel 2. Klasifikasi Tanah AASHTO

Klasifkasi Umum Bahan-bahan berbutir

(35 % atau kurang lolos No. 200)

Bahan-bahan lanau lempung (lebih dari 35 % lolos No. 200) Klasifikasi Kelompok

A-1 A-3 A-2

A-4 A-5 A-6

A-7

A-1a A-1b A-24 A-25 A-26 A-27 A-75

A-76

Analisa Saringan Persen lolos :

No. 10 No. 40 No. 200

≤ 50 ≤ 30

≤ 15 ≤ 50≤ 25 > 51 ≤ 10 ≤ 35 ≤ 35 ≤ 35 ≤ 35 > 36 > 36 > 36 > 36

Karakteristik Fraksi lolos No. 40

Batas Cair :

Indeks Plastisitas : ≤ 6 N.P.

≤ 40

≤ 10 > 41 ≤ 10 ≤ 40> 11

> 41 > 11

≤ 41

≤ 10 > 41 ≤ 10 ≤ 40> 11

> 41 > 11

Jenis-jenis bahan pendukung utama

Fragmen batu, kerikil & pasir

Pasir halus

Kerikil dan pasir berlanau atau berlempung

Tanah

berlanau Tanah berlempung

Tingkatan umum sebagai tanah dasar

Sangat baik sampai baik

Sedang sampai buruk

buruk


(17)

B. Pengujian Sifat-sifat Fisik Tanah

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui jenis (klasifikasi) tanah yang sangat dominan.

1. Analisis Butiran Tanah

Analisis butiran tanah adalah penentuan variasi ukuran partikel-partikel yang ada pada tanah. Pengujiannya dilakukan dengan analisis saringan untuk ukuran partikel berdiameter lebih besar dari 0,075 mm dan analisis hydrometer untuk ukuran partikel berdiameter lebih kecil dari 0,075 mm.

Tabel 3. Butiran tanah

Jenis Tanah Nilai Finer (analisis hydrometer) Kerikil

Pasir Lanau Lempung

> 2 0,250 – 2

0,050 – 0,25 0,002 – 0,05

Sumber : (Dunn, 1992)

2. Berat Jenis (specific gravity)

Berat jenis adalah perbandingan tanah di udara dari suatu unit volume terhadap berat air pada volume yang sama.

Tabel 4. Tipikal Perkiraan Nilai Berat Jenis (Gs)

Jenis Tanah Gs

Kerikil/Pasir Lanau anorganik Lempung anorganik Lempung organik Tanah Humus Tanah Gambut

2,65 – 2,68 2,62 – 2,68 2,68 – 2,75 2,58 – 2,65

1,37 1,25 – 1,80


(18)

3. Kadar Air

Kadar air adalah besarnya perbandingan antara berat air yang dikandung tanah dalam keadaan kering, dinyatakan dalam persen.

4. Batas Atterberg (Batas Konsistensi)

Suatu ukuran relatif dimana tanah dapat berubah bentuk dapat diartikan dengan konsistensi, yang banyak digunakan untuk tanah berbutir halus. Konsistensi banyak dihubungkan dengan kadar air yang menunjukkan kekentalan tanah itu.

Seorang ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg (1911) mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan batas konsistensi tanah pada kadar air yang bervariasi. Apabila kadar airnya tinggi, campuran tanah dan air menjadi sangat lembek seperti cairan.

Sumber : Wesley, L.D, 1977

Gambar 2. Batas Konsistensi Tanah

a. Batas Cair

Batas cair adalah kadar air minimum dimana tanah kohesif tetap dalam keadaan cair tetapi masih mempunyai kekuatan geser biarpun kecil yang sanggup menahan tanah untuk mengalir (Braja M Das 1985). Batas cair berada pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.


(19)

b. Batas Plastis

Batas plastis adalah kadar air yang berhubungan dengan batas sembarang antar keadaan plastis dan keadaan semi plastis. Pada umumnya didefinisikan sebagai kadar air minimum untuk massa tanah yang digulung-gulung dan mulai retak mendekati diameter 3 mm (Braja M Das 1985).

c. Indeks Plastisitas

Selisih antara batas cair dan batas plastis tanah disebut Indeks Plastisitas. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis.

d. Batas Susut ( Shrinkage Limit )

Batas susut adalah kadar air yang didefinisikan pada derajat kejenuhan 100%, dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tidak akan terdapat perubahan volume tanah apabila dikeringkan terus. Harus diketahui bahwa batas susut makin kecil maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume.

Batasan mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesinya dapat dilihat pada Tabel 5 :

Tabel5.Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah.

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non Plastis Pasir Non kohesi

< 7 Plastisitas rendah Lanau Kohesi sebagian 7 – 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesi

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesi Sumber : Hardiyatmo, H.C, 1955


(20)

5. Berat Volume

Berat volume adalah besarnya perbandingan antara berat tanah dengan berat volume tanah.

C. Pengujian Sifat Mekanik Tanah

Pengujian ini diperlukan untuk mengetahui sifat tanah jika menerima beban luar.

1. Pemadatan Tanah

Pemadatan berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga akan meningkatkan daya dukung pondasi di atasnya. Pemadatan dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan kemantapan lereng timbunan (embankment).

Menurut Bowles pemadatan merupakan suatu usaha untuk mempertinggi kepadatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemadatan partikel.

Pemadatan tanah merupakan proses menaikkan berat unit tanah dengan memaksa butiran-butiran tanah menjadi lebih rapat dan mengurangi pori-pori udara (Dunn, 1992).

a. Prinsip-Prinsip Pemadatan

Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan kepada suatu tanah yang sedang dipadatkan, maka air tersebut akan berfungsi sebagai unsur pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya air tersebut maka partikel-partikel tanah akan lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih rapat/padat.


(21)

Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering tanah akan naik bila kadar air dalam tanah pada saat dipadatkan meningkat, seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Prinsip Dasar Pemadatan

Pada saat kadar air  = 0, berat volume basah adalah sama dengan berat volume keringnya. Bila kadar airnya ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan yang sama, maka berat jumlah bahan padat dalam tanah persatuan volume juga meningkat secara bertahap. Tetapi apabila penambahan kadar air terus ditingkatkan sampai mencapai kadar air tertentu justru menurunkan berat volume kering tanah (Das, 1995).

Hal ini disebabkan oleh air tersebut yang kemudian menempati ruang-ruang pori dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat dari tanah. Kadar air dimana harga berat volume kering maksimum tanah dicapai disebut kadar air optimum.


(22)

b. Pemadatan di Laboratorium

Terdapat tiga macam metode pemadatan yaitu : 1) Uji Proctor Standar

Tanah dipadatkan dalam cetakan silinder dengan alat penumbuk standar. Volume cetakan adalah 1000 cm3, dipadatkan dengan alat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 300 mm, tanah dipadatkan dalam tiga lapisan dengan masing-masing lapisan ditumbuk 25 kali. 2) Proctor Modifikasi

Sama seperti proctor standar, tetapi berat penumbuk 4,5 kg dengan tinggi jatuh 450 mm, tanah dipadatkan dalam lima lapisan dengan masing-masing lapisan ditumbuk 25 kali.

3) Uji Palu Penggetar

Tanah dengan volume 2360cm3 ditumbuk dalam 3 lapisan dengan alat penumbuk berbentuk lingkaran yang dipasang pada palu penggetar. Masing-masing lapisan dipadatkan dengan periode 60 detik. Uji ini berguna untuk pasir dan kerikil.

c. Pengaruh Pemadatan pada Tanah Berkohesi

Pemadatan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur tanah berkohesi yaitu meliputi perubahan pada daya rembes (permeability), kemampumampatan (compressibility), dan kekuatan dari tanah.

Harga koefisien rembesan menunjukkan ukuran mudah sukarnya air merembes melewati suatu tanah.

Tanah lempung yang dipadatkan pada tekanan yang rendah, di atas kadar air optimum akan lebih mudah mampat (compressible) dibandingkan


(23)

tanah yang dipadatkan pada kondisi di bawah kadar air optimum. Pada tekanan yang besar, kecenderungan tersebut menjadi sebaliknya.

Kekuatan tanah lempung yang dipadatkan umumnya berkurang dengan bertambahnya kadar air. Tanah yang dipadatkan pada kondisi di bawah kadar air optimum akan mempunyai kekuatan yang lebih besar. Pada tekanan yang besar, kecenderungan tersebut menjadi sebaliknya.

2. California Bearing Ratio (CBR)

California Bearing Ratio (CBR) adalah merupakan suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar (standar load) dan dinyatakan dalam persen. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100 % dalam memikul beban lalu lintas.

Metode ini dikembangkan oleh California State Highway Departement sebagai cara untuk mengetahui kuat dukung tanah dasar dalam perencanaan lapis perkerasan. Bila tanah dasar memiliki nilai CBR yang tinggi, praktis akan mengurangi ketebalan lapis perkerasan yang berada di atas tanah dasar (subgrade), begitu pula sebaliknya.

CBR Laboratorium adalah pengujian CBR yang dilakukan di laboratorium dapat disebut juga CBR Rencana Titik. Tanah dasar pada jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang dipadatkan sampai mencapai 95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar merupakan kemampuan lapisan tanah yang memikul beban setelah tanah itu dipadatkan.


(24)

Alat yang digunakan untuk menentukan besarnya CBR berupa alat yang mempunyai piston dengan luas 3 inch dengan kecepatan gerak vertikal ke bawah 0,05 inch/menit, Proving Ring digunakan untuk mengukur beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu yang diukur dengan arloji pengukur (dial).

Tabel 6. Tipikal Perkiraan Nilai CBR Desain

Pemerian Lapisan Tanah Dasar Tipikal Nilai CBR (%) Material USCS Drainase

Baik

Drainase Jelek/Kurang Lempung dengan plastisitas

tinggi Lanau

CH ML

5 2 - 3 Lempung Lanauan

Lempung Pasiran

CL

SC 6 - 7 4 - 5

Pasir SW,S

P 15 - 20

Dari : Pavement Design, NAASRA, 1987

3. Geser Langsung (Direct Shear)

Tanah selain menerima beban di atasnya juga mempunyai kekuatan geser. Kekuatan geser tanah didefinisikan sebagai ukuran kemampuan tanah untuk menahan tegangan geser dengan baik.

Kekuatan geser ini terjadi pada :

a) Geseran dalam akibat geseran antar butiran yang menghambat terjadinya peluncuran (sliding)

b) Kohesi (c), daya ikat geseran partikel tanah

Kuat geser tanah merupakan gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan ( Hardiyatmo 1992 ). Dengan demikian apabila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh :

a) Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak bergantung dari tegangan normal yang bekerja pada bidang geser.


(25)

b) Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya.

Uji geser langsung dilakukan beberapa kali pada sebuah benda uji tanah dengan beberapa macam tegangan normal. Harga tegangan normal dan harga tegangan geser didapat dengan melakukan pengujian yang digambarkan dengan grafik untuk menentukan harga parameter kuat geser.

Dengan rumus Coulomb = c + tg Ф, maka kohesi (c) dan sudut geser dalam tanah (Ф) dapat dicari dengan cara grafis.

Gambar 4. Grafik Penentuan c dan Ф

4. Unconfined Compressive Strength (UCS)

Unconfined Compressive Strength adalah suatu cara untuk mengetahui kuat tekan bebas suatu jenis tanah yang bersifat kohesif dalam keadaan asli tak terganggu (undisturbed) ataupun dalam keadaan buatan/terbentuk kembali (remoulded).


(26)

Tabel 7. Tipikal Konsistensi Tanah

Kekerasan/Konsistensi Nilai qu (kg/m2) Sangat lunak 0 – 0,25 Lunak/soft 0,25 – 0,50 Sedang/medium 0,50 – 1,0 Kenyal/stif/kaku 1,0 – 2,0 Sangat kenyal 2,0 – 4,0 Keras/hard > 4,0

5. Pengembangan Tanah

Tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume ketika kadar air berubah. Penambahan kadar air mengakibatkan lempung akan mengembang, sedangkan pengurangan kadar air menyebabkan lempung susut.

Tekanan pengembangan didefinisikan sebagai persentase pengembangan pada tanah yang dibebani secara terkekang pada arah lateral, tanah tersebut telah dipadatkan pada kadar air optimum sehingga mencapai berat volume kering maksimumnya menurut standar AASHTO.

Prosentase pengembangan diperoleh dari persamaan berikut

Dengan : S = Prosentase Pengembangan (%) ΔH = perubahan tinggi sampel (cm) Ho = tinggi awal sampel (cm)

Untuk besarnya nilai tekanan pengembangan pada tanah berlempung dan tanah-tanah ekspansif yang ditinjau berdasarkan nilai prosentase pengembangan, indeks plastisitas dan batas cair dapat dilihat pada tabel berikut :


(27)

Tabel 8. Tekanan Pengembangan

Tekanan Pengembangan

Prosentase Pengembangan

%

Indeks Plastisitas (PI)

%

Batas Cair (LL) %

Sangat tinggi 30 > 35 > 63

Tinggi 20 – 30 25 – 35 50 – 63 Sedang 10 – 20 15 – 25 39 – 50

Rendah < 10 < 15 < 39

Sumber : Elsi Oktriana, 2007

Hary Christady (2002) merujuk pada Skempton (1953) mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm yang dinotasikan dengan huruf C. Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan mengembang dari suatu tanah lempung.

Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, 2002

Gambar 5. Grafik Aktivitas Mineral Lempung (PI vs C)

Gambar di atas mengklasifikasikan mineral lempung menjadi:

a) Montmorrillonite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 7,2 b) Illite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 0,9

dan < 7,2

c) Kaolinite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 0,38 dan < 0,9


(28)

Sumber : Jhon D Nelson dan Debora J Miller, 1991

Gambar 6. Hubungan antara Persentasi Butiran Lempung dan Aktivitas

Swelling Potensial atau kemampuan mengembang tanah dipengaruhi oleh nilai aktivitas tanah. Swelling Potensial diperoleh dari persamaan berikut : Swelling Potensial =

Gambar 6 mengindentifikasikan tingkat aktivitas tanah dalam 4 kelompok, yaitu :

a) Low/Rendah : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial ≤ 1,5 %

b) Medium/Sedang : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial >1,5 dan ≤ 5%

c) High/Tinggi : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial >5 % dan ≤ 25%

d) Very High/sangat Tinggi : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial >25 %


(29)

D. Perencanaan Lapis Perkerasan

Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Jenis konstruksi perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement)

1. Perkerasan Lentur

Perkerasan lentur (Flexible Pavement) adalah sistem perkerasan dimana konstruksinya terdiri dari beberapa lapisan.

a. Susunan Lapisan Perkerasan

Tiap-tiap lapisan perkerasan pada umumnya menggunakan bahan maupun persyaratan yang berbeda sesuai dengan fungsinya yaitu, untuk menyebarkan beban roda kendaraan sedemikian rupa sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar dalam batas daya dukungnya.

Gambar 7. Susunan Lapisan Perkerasan Lentur

b. Karakteristik Perkerasan Lentur

1) Bersifat elastik jika menerima beban, sehingga dapat memberi kenyamanan bagi pengguna jalan.

2) Seluruh lapisan ikut menanggung beban.

3) Penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak merusak lapisan tanah dasar (subgrade).


(30)

c. Material Perkerasan

Material perkerasan yang digunakan dalam lapisan perkerasan lentur yaitu agregat dan aspal.

1) Agregat

Agregat adalah material perkerasan, terdiri dari tiga kelompok berdasarkan mutu, yaitu kelas A, kelas B dan kelas C, dibedakan dari gradasi dan sifat material.

Tabel 9. Gradasi Agregat

No. Bukaan (mm)

2 1/2" 63,000

1 1/2" 38,100 67 - 100 3/4" 19,000 65 - 81 40 - 100 3/8" 9,500 42 - 60 25 - 80

4 4,750 27 - 45 16 - 66 51 - 74 8 2,360 18 - 33 10 - 55

16 1,180 11 - 25 6 - 45

40 0,425 6 - 16 3 - 33 18 - 36 200 0,075 0 - 8 0 - 20 10 - 22

100

-Persetase Lolos (dalam berat) Susunan Ayakan

100 100

Kelas A Kelas B Kelas C

100

-Sumber : perencanaan teknik jalan raya

2) Aspal

Aspal adalah material utama pada konstruksi lapis perkerasan lentur (flexible pavement), yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat, karena mempunyai daya lekat yang kuat, mempunyai sifat adhesi, kedap air dan mudah dikerjakan. Aspal sangat tahan terhadap asam, alkali dan garam-garaman. Pada suhu atmosfir, aspal akan berupa benda padat atau semi padat, tetapi aspal akan mudah dicairkan jika dipanaskan.


(31)

d. Lalu-Lintas Rencana

1) Peranan dan Fungsi jalan

Sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas ;

(a) Sistem jaringan jalan primer, adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota

(b) Sistem jaringan jalan sekunder, adalah sistem jaringan jalan dengan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota Sedangkan menurut fungsinya , jalan dapat dibagi atas:

(a) Jalan arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien

(b) Jalan kolektor, adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi

(c) Jalan lokal, adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

2) Konfigurasi Sumbu Ekivalensi

Untuk kebutuhan perencanaan kendaraan yang diperhitungkan ada empat jenis, yaitu sumbu tunggal roda tunggal, sumbu tunggal roda ganda, sumbu tandem roda ganda dan sumbu triple roda ganda.


(32)

Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan (a) Angka Ekivalen Sumbu Tunggal :

(b) Angka Ekivalen Sumbu Ganda :

Tabel 10. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Beban Satu Sumbu Angka Ekivalen

Kg lbs Sumbu Tunggal Sumbu Ganda 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 8160 9000 10000 11000 12000 13000 14000 15000 16000 2205 4409 6614 8818 11023 13228 15432 17637 18000 19841 22046 24251 26455 28660 30864 33069 35276 0,0002 0,0036 0,0183 0,0577 0,1410 0,2923 0,5415 0,9238 1,0000 1,4798 2,2555 3,3022 4,6770 6,4419 8,6647 11,4148 14,7815 - 0,0003 0,0016 0,0050 0,0121 0,0251 0,0466 0,0794 0,0860 0,1273 0,1940 0,2840 0,4022 0,5540 0,7452 0,9820 1,2712

Dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

3) Lajur Rencana

Lajur rencana yaitu lajur yang menerima beban terbesar.

Tabel 11. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n) L < 5,50 m

5,50 m ≤ L < 8,25 m 8,25 m ≤ L < 11,25 m 11,25 m ≤ L < 15,00 m 15,00 m ≤ L < 18,75 m 18,75 m ≤ L < 22,00 m

1 Lajur 2 Lajur 3 Lajur 4 Lajur 5 Lajur 6 Lajur


(33)

Tabel 12. Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Jumlah Lajur Kendaraan Ringan* Kendaraan Berat** 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 Lajur 2 Lajur 3 Lajur 4 Lajur 5 Lajur 6 Lajur 1,00 0,60 0,40 – – – 1,00 0,50 0,40 0,30 0,25 0,20 1,00 0,70 0,50 – – – 1,00 0,50 0,475 0,45 0,425 0,40 * berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran ** berat total ≥ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer

Dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

4) Usia Rencana

Usia rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus diperbaiki atau ditingkatkan. Umur rencana ini ditentukan dengan mempertimbangkan pertumbuhan lalu lintas, dan biasanya diambil 20 tahun untuk jalan baru dan selama umur rencana pemeliharaan jalan tetap harus dilakukan.

5) Angka Pertumbuhan Lalu-Lintas

Jumlah lalu lintas akan bertambah baik pada keseluruhan usia rencana atau pada sebagian masa tersebut. Angka pertumbuhan lalu-lintas dapat ditentukan dari hasil survey untuk setiap proyek.

(a) Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) :

(b) Lintas Ekivalen Akhir (LEA) :

(c) Lintas Ekivalen Tengah (LET) :


(34)

(d) Lintas Ekivalen Rencana (LER) :

dimana : i = perkembangan lalu-lintas

J = jenis kendaraan

LHR = lalu-lintas harian rata-rata UR = usia rencana, (tahun) FP = faktor penyesuaian n = tahun pengamatan

Cj = koefisien distribusi kendaraan

Ej = Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan

e. Analisis Daya Dukung Tanah Dasar

Analisis daya dukung mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban struktur yang terletak di atasnya. Bila tanah mengalami pembebanan, tanah akan mengalami penurunan. Jika beban bertambah, penurunan pun juga bertambah. Saat terjadi kondisi dimana pada beban tetap, fondasi mengalami penurunan yang sangat besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa keruntuhan kapasitas dukung telah terjadi.

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi nilai CBR. Nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar dipergunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan.


(35)

f. Faktor Regional

Faktor regional (FR) adalah factor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. FR ini dipengaruhi oleh bentuk alinyemen, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim.

Tabel 13. Faktor Regional (FR)

Kelandaian I ( < 6 % )

Kelandaian II ( 6 – 10 %)

Kelandaian III ( > 10 % ) % Kendaraan Berat

Iklim I

< 900 mm/th 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5 Iklim II

> 900 mm/th 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5

Dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

g. Indeks Permukaan

Indeks permukaan adalah nilai kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.

Tabel 14. Indeks Permukaan pada Akhir Usia Rencana (Ipt) LER*) Klasifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Tol < 10

10 – 100 100 – 1000 >1000

1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0

1,5 1,5 – 2,0

2,0 2,0 – 2,5

1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5

2,5

– – – 2,5 Ipt = 1,0 Menyatakan permukaan jalan dalam

keadaan rusak berat sehingga sangat menggangu lalu-lintas kendaraan

Ipt = 1,5 Adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus) Ipt = 2,0 Adalah tingkat pelayanan terendah bagi

jalan yang masih mantap

Ipt = 2,5 Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik

*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal


(36)

Tabel 15. Indeks Permukaan pada Awal Usia Rencana (Ipo)

Jenis Lapis Perkerasan Ipo Roughness *) (mm/km)

LASTON ≥ 4

3,9 – 3,5

≤ 1000 > 1000

LASBUTAG 3,9 – 3,5

3,4 – 3,0

≤ 2000 > 2000

HRA 3,9 – 3,5

3,4 – 3,0

≤ 2000 > 2000

BURDA 3,9 – 3,5 < 2000

BURTU 3,4 – 3,0 < 2000

LAPEN 3,4 – 3,0

2,9 – 2,5

≤ 3000 > 3000

LATASBUM 2,9 – 2,5 –

BURAS 2,9 – 2,5 –

LATASIR 2,9 – 2,5 –

JALAN TANAH ≤ 2,4 –

JALAN KERIKIL ≤ 2,4 –

Dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

h. Indeks Tebal Perkerasan

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3

Dimana : ITP = Indeks Tebal Perkerasan a = Koefisien Lapisan D = Tebal Lapisan, (cm)

Tabel 16. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien

Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan

Jenis Bahan a1 a2 a3 MS

(Kg) Kt (Kg/cm) CBR (%) 0,40 0,35 0,32 0,30 – – – – – – – – 744 590 454 340 – – – – – – – – LASTON 0,35 0,31 0,28 0,26 – – – – – – – – 744 590 454 340 – – – – – – – – LASBUTAG 0,30 0,26 0,25 0,20 – – – – – – – – 340 340 – – – – – – – – – – HRA ASPAL MACADAM LAPEN (mekanis) LAPEN (manual)


(37)

– – – 0,28 0,26 0,24 – – – 590 454 340 – – – – –

– LASTON Atas

– 0,23 0,19 –

– –– –– –– LAPEN (mekanis) LAPEN (manual) –

– 0,15 0,13 –

– –– 22 18 –

– Stabilitas tanah dengan semen –

– 0,15 0,13 –

– –– 22 18 –

– Stabilitas tanah dengan kapur – – – 0,14 0,13 0,12 – – – – – – – – – 100 80 60

Batu pecah (kelas A) Batu pecah (kelas B) Batu pecah (kelas C) – – – – – – 0,13 0,12 0,11 – – – – – – 60 50 30

SIRTU / Pitrun (kelas A) SIRTU / Pitrun (kelas B) SIRTU / Pitrun (kelas C) – – 0,10 – – 20 Tanah / Lempung kepasiran

Catatan :Keterangan : MS (Marshall Test), Kt (Kuat tekan)

Dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

Tabel 17. Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

ITP Tebal Min

(cm) Bahan

1. Lapis Permukaan :

< 3,00 5 Lapis pelindung : ( BURAS / BURTU / BURDA ) 3,00 – 6,70 5 LAPEN/Aspal macadam, HRA, LASBUTAG, LASTON 6,71 – 7,49 7,5 LAPEN/Aspal macadam, HRA, LASBUTAG, LASTON 7,50 – 9,99 7,5 LASBUTAG, LASTON

≥ 10,00 10 LASTON

2. Lapis Pondasi Atas :

< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah (dengan semen atau kapur) 3,00 – 7,49 20*) Batu pecah, stabilisasi tanah (dengan semen atau kapur) 7,50 – 9,99 10

20

LASTON Atas

Batu pecah, stabilisasi tanah (dengan semen atau kapur) pondasi macadam

10 – 12,14

15 20

LASTON Atas

Batu pecah, stabilisasi tanah (dengan semen atau kapur), pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas

≥ 12,25 25

LASTON Atas

Batu pecah, stabilisasi tanah (dengan semen atau kapur), pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas

*) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir Kasar.

3. Lapis Pondasi Bawah :

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm


(38)

E. Tinjauan Penelitian

Ada beberapa tinjauan penelitian, yaitu:

1. Penelitian oleh Elsi Oktriana pada tahun 2007, Perbaikan Pengembangan Tanah Menggunakan Zat Additive Kapur dengan Pemodelan Alat Konsolidasi. Sampel tanah berasal dari Jalan Sekincau Dusun Gumbib Ø STA 4 – Ø STA 9 arah Suwoh Kabupaten Lampung Barat. Dari hasil penelitian, berdasarkan klasifikasi Unified termasuk jenis tanah berbutir halus dengan golongan CH (lempung anorganik), sedangkan berdasarkan AASHTO tanah termasuk klasifikasi A-7-5, tanah berlempung yang jika digunakan sebagai tanah dasar merupakan tanah bagian sedang sampai baik.

Penambahan kapur dengan kadar 5%, 10% dan 15% dapat mengurangi pengembangan yang terjadi. Nilai potensi pengembangan, batas cair, indeks plastisitas semakin menurun dan nilai berat jenis semakin meningkat. Namun penambahan kapur belum cukup baik untuk usaha stabilisasi tanah menjadi tanah lempung yang baik dan stabil

2. Penelitian oleh Nova Wahyuni pada tahun 2006, Studi Eksperimen Skala Model Perbaikan Pengembangan Tanah dengan Menggunakan Semen PCC (Portland Composite Cement). Sampel tanah berasal dari Jalan Sekincau Dusun Gumbib Ø STA 4 – Ø STA 9 arah Suwoh Kabupaten Lampung Barat. Dari hasil penelitian, berdasarkan klasifikasi AASHTO tanah termasuk klasifikasi A-7-5, yaitu tanah lanau lempung dengan tipe material dominan adalah tanah berlempung, sedangkan berdasarkan Unified termasuk tanah berbutir halus dengan plastisitas tinggi (CH) yaitu tanah lempung tak organik. Tanah ini memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga kurang baik


(39)

bila dipadatkan dalam keadaan jenuh, tanah ini merupakan lempung gemuk (fat clay) dan berkarakteristik buruk.

Penambahan semen PCC dengan kadar 5%, 10% dan 15% dapat mengurangi pengembangan yang terjadi. Hal ini dapat dilihat dari nilai potensi pengembangan, batas cair, indeks plastisitas yang menurun dan nilai berat jenis yang meningkat. Sampel tanah asli merupakan kategori tanah sangat buruk, setelah dilakukan stabilisasi, tanah masuk kategori sedang sampai buruk.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Fahrurrozi pada tahun 2008, Analisis Tebal Lapis Keras Ruas Jalan Solo KM 8,8 dengan Metode Bina Marga dan AASHTO 1986.

Rumusan masalahnya adalah Pertumbuhan lalu lintas memberikan dampak negatif pada ruas jalan Solo km 8,8 sampai km 12 yang mengakibatkan turunnya tingkat pelayanan ruas jalan dalam mendukung beban lalu lintas. Tujuan analisis dengan menggunakan metode Bina Marga dan AASHTO 1986 ini adalah:

a. Untuk lebih memahami prosedur analisis perhitungan tebal lapis keras lentur ruas jalan dengan metode Bina Marga dan AASHTO 1986.

b. Membandingkan hasil analisis dan perhitungan kedua metode tersebut terhadap kondisi lapis perkerasan yang ada sekarang.

c. Menentukan tebal lapisan perkerasan dengan kedua metode tersebut. d. Memprediksi kemampuan lapis keras lentur ruas jalan dalam mendukung


(40)

Hasil Penelitian

a. Ruas jalan Solo km 8,8 sampai km 12, tidak mampu mendukung beban lalu lintas sampai tahun 2009 berdasarkan analisis menggunakan metode Bina Marga dan AASHTO 1986.

b. Hasil akhir analisis yang dilakukan berdasarkan Metode Bina Marga 1987 dan AASHTO 1986 adalah berbeda. Metode Bina Marga 1987 lebih tebal dibandingkan dengan Metode AASHTO 1986.

c. Perbedaan hasil akhir analisis disebabkan oleh : faktor lalu lintas, asumsi, parameter dan prosedur analisis yang digunakan pada masing – masing metode.


(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Sampel penelitian ini berasal dari ruas jalan Sekincau – Suoh, Kabupaten Lampung Barat dan pengujian sampel tanah dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung.

B. Bahan Penelitian

1. Sampel tanah asli yang berasal dari Kecamatan Sekincau Desa Tiga Jaya Dusun Gumbib, Dusun Fila Tengah – Fila Ujung arah Suoh Kabupaten Lampung Barat.

2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung.

C. Metode Pengambilan Sampel

Sampel tanah yang digunakan adalah sampel tanah terganggu (disturbed sample) dan sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample). Pengambilan tanah dilakukan sebanyak 10 titik dengan jarak masing-masing ± 200 m. Pengambilan sampel tanah terganggu dilakukan dengan cara bongkahan, yaitu sampel tanah diambil dengan cangkul atau sekop pada kedalaman ± 50 cm


(42)

dari permukaan tanah. Kemudian sampel tanah dimasukkan ke dalam karung plastik lalu ditutup rapat agar terjaga kadar air aslinya.

Sedangkan pengambilan sampel tanah tidak terganggu, dilakukan dengan menggunakan tabung berupa besi diameter 4 inch dan panjang 50 cm. Tabung tersebut ditekan perlahan-lahan ke dalam tanah sampai pada kedalaman ± 200 cm dari permukaan tanah, setelah tabung sampel terisi penuh, tabung diangkat perlahan-lahan ke permukaan lalu ditutup rapat dengan plastik agar terjaga kadar air aslinya.

D. Pelaksanaan Pengujian

1. Pengujian sifat fisik dan daya dukung tanah yang dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung. Adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pengujian sifat fisik tanah 1) Pengujian Kadar Air 2) Pengujian Berat Jenis 3) Pengujian Batas Atterberg

4) Pengujian Analisis Butiran Tanah 5) Pengujian Berat Volume

b. Pengujian sifat mekanik tanah 1) Pengujian Kepadatan

2) Pengujian CBR (California Bearing Ratio) 3) Pengujian Geser Langsung (Direct Shear)


(43)

4) Unconfined Compressive Strength (UCS) 5) Pengujian Pengembangan

Pengujian sifat fisik dan sifat mekanik tanah yang dilakukan dilakukan sesuai standar ASTM.

2. Pengujian unsur-unsur mineral yang terkandung dalam tanah yang dilakukan oleh teknisi di Laboratorium Analisis Instrumentasi, Fakultas MIPA Universitas Lampung.

1. Pengujian Sifat Fisik Tanah a. Uji Kadar Air

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah yaitu perbandingan antara berat air dengan berat tanah kering yang dinyatakan dalam persen.

Bahan yang diperlukan adalah: Sampel tanah

Peralatan yang digunakan adalah:

1) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 2) Oven dengan pengatur suhu


(44)

Cara Kerja berdasarkan ASTM D-2216 :

1) Menimbang cawan yang akan digunakan (Wc).

2) Memasukkan benda uji kedalam cawan dan menimbangnya (Wcs).

3) Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam.

4) Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven (Wds). 5) Menghitung prosentase kadar air.

Perhitungan yang dilakukan adalah :

1) Menghitung berat air (Ww) = Wcs – Wds

2) Menghitung berat tanah kering (Ws) = Wds – Wc 3) Menghitung kadar air ω = (Ww/Ws) x 100

b. Uji Berat Jenis

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan massa butiran tanah secara rata-rata yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dengan volume yang sama pada suhu tertentu.

Bahan-bahan yang diperlukan adalah:

1) Sampel tanah asli yang telah di oven dan lolos saringan No 200 2) Air secukupnya

Peralatan yang digunakan adalah:

1) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 2) Oven dengan pengatur suhu

3) Cawan


(45)

5) Saringan No.200 6) Alat pemanas

Cara kerja berdasarkan ASTM D-854

1) Menimbang picnometer dalam keadaan kering dan bersih (W1). 2) Memasukkan sampel tanah kering sebanyak 10 – 25 gram ke

dalam picnometer lalu menimbangnya (W2).

3) Menambahkan air pada picnometer berisi sampel sebanyak ± 2/3 volume tabung picnometer, kemudian dipanaskan sampai mendidih.

4) Menunggu hingga air dalam tabung menjadi dingin sampai mencapai suhu ruangan.

5) Menambahkan air dalam picnometer yang sudah didinginkan sehingga mencapai garis batas pada leher tabung picnometer, kemudian menimbang picnometer berisi tanah dan air (W3). 6) Membersihkan picnometer dari sampel tanah dan

mengeringkannya.

7) Mengisi picnometer kosong dengan air hingga garis batas pada leher picnometer dan menimbangnya (W4).

Perhitungan yang dilakukan adalah :

1) Menghitung berat sampel tanah kering (Ws) = W2 – W1 2) Menghitung berat mula-mula (Ww1) = W4 - W1

3) Menghitung berat setelah didinginkan (Ww2) = W3 – W2 4) Menghitung berat jenis (Gs) =


(46)

c. Uji Batas Atterberg

Apabila tanah berbutir halus mengandung mineral lempung maka tanah tersebut dapat diremas-remas (remolded) tanpa menimbulkan retakan. Sifat kohesif ini disebabkan karena adanya air yang terserap (adsorbed water) disekeliling permukaan dari partikel lempung. 1) Batas Cair (Liquid Limit)

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair. Bahan-bahan yang diperlukan adalah:

a) Sampel tanah asli yang telah dikeringkan di udara b) Air bersih ± 300 cc

Peralatan yang digunakan adalah:

a) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram b) Oven dengan pengatur suhu

c) Saringan No.40

d) Mangkuk Cassagrande (alat batas cair) e) Grooving tool (pembuat alur)

f) Spatula

g) Gelas ukur 100 ml h) Cawan

Cara kerja berdasarkan ASTM D 4318 :

a) Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan menggunakan saringan no. 40


(47)

b) Mengatur tinggi jatuh mangkuk casagrande setinggi ± 10 mm.

c) Mengambil sampel tanah yang lolos saringan no. 40 sebanyak 200 gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit lalu mengaduk dengan spatula hingga merata, kemudian dimasukkan kedalam mangkuk casagrande.

d) Meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas. e) Membuat alur tepat ditengah mangkuk dengan jalan membagi

sampel dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan menggunakan grooving tool dengan posisi tegak lurus permukaan mangkuk.

f) Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sejarak ± 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan jumlah ketukan harus berada diantara 10 – 40 ketukan.

g) Mengambil sebagian sampel dalam mangkuk untuk pemeriksaan kadar air

h) Melakukan langkah kerja yang sama untuk sampel dengan adonan yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam sampel dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah dibawah 25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.

Perhitungan yang dilakukan adalah :

a) Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuai jumlah pukulan,


(48)

b) Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air,

c) Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar, d) Menentukan nilai batas cair pada jumlah pukulan ke 25.

2) Batas Plastis (Plasic limit)

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan semiplastis dan keadaan semi padat sesuai dengan ketentuan atterberg.

Bahan – bahan yang digunakan adalah : a) Sampel tanah sebanyak ± 100 gram, b) Air bersih secukupnya.

Peralatan yang digunakan adalah : a) Plat kaca,

b) Spatula,

c) Gelas ukur 100 cc, d) Cawan,

e) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram, f) Oven dengan pengatur suhu,

g) Saringan No. 40.

Cara kerja berdasarkan ASTM D - 4318 :

a) Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan no. 400,


(49)

b) Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm sampai retak-retak atau putus-putus, bila retak lebih dari 3 mm menambahkan air, mengaduk dan menggulung – gulung hingga lebih kering hingga mencapai diameter 3 mm, c) Memasukkan sampel tanah ke dalam cawan kemudian

menimbangnya,

d) Mengeringkan sampel tanah ke dalam oven kemudian menimbangnya,

e) Menentukan kadar air sampel tanah, Perhitungan yang dilakukan adalah :

a) Nilai batas plastis (PL) adalah harga kadar air rata-rata suatu sampel tanah yang diuji,

b) Menghitung Plastis Indeks (PI) dengan rumus : PI = LL – PL

3) Indeks Plastis (Plasticity Index)

Indeks plastis (PI) merupakan selisih antara batas cair dan plastis. Indeks plastis dihitung dengan persamaan :

PI = LL – PL Dengan :

PI = Indeks plastis (Plasticity Index) LL = Batas cair (Liquid Limit) PL = Batas plastis (Plastic Limit)


(50)

d. Uji Analisis Butiran

Uji analisis butiran terbagi menjadi 2 bagian pengujian, yaitu uji analisis saringan dan uji analisis hidrometer. Uji analisis saringan untuk mentukan distribusi ukuran butir-butir untuk tanah yang mengandung butir tanah tertahan saringan no. 200. Sedangkan analisis hidrometer berperan dalam menentukan distribusi ukuran butir-butir untuk tanah yang mengandung butir tanah lolos saringan no. 200.

1) Uji Analisis Saringan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui persentase ukuran butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 (ø 0,0075 mm). Bahan-bahan yang diperlukan adalah:

(a) Sampel tanah asli, (b) Air secukupnya.

Peralatan yang digunakan adalah:

(a) Satu set saringan (sieve), No. 4 (ø 4,75 mm), No. 10 (ø 2 mm), No. 20 (ø 0,85 mm), No. 40 (ø 0,425 mm), No. 60 (ø 0,25 mm), No. 100 (ø 0,15 mm), No. 100 (ø 0,0075 mm) dan satu pan

(b) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram (c) Mesin penggetar (sieve shaker)


(51)

(e) Oven dengan pengatur suhu (f) Cawan.

Cara kerja berdasarkan ASTM D-421

(a) Menimbang sampel yang akan diuji sebanyak 500 gram, (b) Mengayak sampel dengan menggunakan air di atas saringan

No. 200,

(c) Mengeringkan sampel tanah ke dalam oven,

(d) Memasukkan sampel tanah ke dalam mesin penggetar disusunan saringan paling atas, kemudian menutupnya dengan rapat.

(e) Menghidupkan mesin penggetar selama ± 15 menit setelah itu baru dimatikan.

(f) Menimbang masing – masing sampel yang tertahan pada saringan kemudian menghitung persentase terhadap berat total benda uji.

Perhitungan yang dilakukan adalah :

(a) Menghitung prosentase berat, yaitu jumlah berat tertahan pada saringan terhadap berat total

(b) Menghitung prosentase tertahan kumulatif, yaitu

menjumlahkan prosentase tertahan pada saringan sebelumnya dan saringan itu sendiri

(c) Menghitung prosentase lolos, selisih dari angka 100% terhadap prosentase tertahan.


(52)

2) Uji Analisis Hydrometer

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan pembagian ukuran butir(gradasi tanah) yang lolos saringan no.200. Cara kerja pengujian analisa hidrometer ini sesuai dengan SNI 03-3423-1994.

Bahan-bahan yang diperlukan adalah:

(a) Sampel tanah asli yang telah di oven dan tertahan di atas saringan No 200,

(b) Air secukupnya.

Peralatan yang digunakan adalah: (a) ASTM Soil Hidrometer 152 H (b) Mixer

(c) Tabung gelas ukur kapasitas 1000 ml (d) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram (e) Oven dengan pengatur suhu

(f) Cawan pengaduk (g) Stopwatch

(h) Larutan sodium silikat Cara kerja :

(a) Menimbang sampel sebanyak 50 gram

(b) Mencampur sampel tanah dengan sodium silikat sebanyak 10 cc kemudian mengaduk dan membiarkannya selama 24 jam


(53)

(c) Menuangkan campuran ke dalam mixer dan menambahkan air sebanyak 500 cc, dan mengaduk campuran selama 15 menit

(d) Memasukkan hasil mixer ke dalam gelas ukur dan menambahkan air hingga 1000 ml

(e) Menutup tabung gelas ukur dengan telapak tangan kemudian mengocoknya selama 1 menit

(f) Meletakkan tabung gelas ukur di tempat yang rata, memasukkan soil hidrometer dan membiarkannya terapung bebas dengan secara bersamaan menekan stopwatch

(g) Melakukan pembacaan dial R1 dan L pada menit ke 2

(h) Mengangkat soil hidrometer dan mencucinya dengan air, memasukkannya ke dalam tabung yang berisi air yang bersuhu sama seperti dengan tabung percobaan

(i) Memasukkan kembali soil hidrometer ke dalam tabung percobaan dan melakukan pembacaan R1 dan L pada menit ke 5, 15, 30, 60, 120 menit dan 24 jam.

(j) Melakukan pemasukan dan pengangkatan soil hidrometer secara cepat dan hati-hati.

(k) Mengendapkan adukan, kemudian memasukkan ke dalam oven selama 24 jam.

(l) Mengeluarkan sampel, mendinginkan lalu menimbangnya (m)Melakukan langkah kerja 2 – 6 tanpa disertai adanya tanah,


(54)

(n) Melakukan pembacaan dial R2 pada menit ke 2 (o) Melakukan langkah kerja 8 – 10.

Perhitungan yang dilakukan adalah : (a) Menghitung nilai (R) = R1 – R2

(b) Menghitung nilai diameter butiran tanah (D) = K x L/T (c) Menghitung nilai (K2) = a/m x 100%

(d) Menghitung nilai persen massa yang lebih kecil (P) = K2 x R (e) Menghitung nilai koreksi persentase lolos saringan (PK)

PK = P x persentase lolos saringan No.200 Dengan :

K = tetapan nilai K untuk soil hidrometer 152 H T = waktu

a = koreksi soil hidrometer 152 H m = berat sampel tanah

e. Uji Berat Volume

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (undisturbed sample) yaitu perbandingan antara berat tanah dengan berat volume tanah.

Bahan yang diperlukan :

Sampel tanah asli (undisturbed sample) Peralatan yang digunakan adalah: 1) Extruder

2) Cincin cetakan benda uji 3) Pisau pemotong


(55)

4) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 5) Pelumas

6) Cawan Cara kerja :

1) Membersihkan dan menimbang cincin cetakan 2) Mencatat tinggi dan diameter cincin cetakan 3) Melapisi bagian dalam cetakan dengan pelumas

4) Mengeluarkan sampel tanah dari tabung sampel, memasukkan cetakan benda uji dengan menekan ke sampel tanah, sehingga cetakan terisi penuh dengan sampel tanah.

5) Mendorong dan meratakan kedua permukaan cetakan dengan pisau pemotong .

6) Menimbang ring dan tanah Perhitungan yang dilakukan adalah : 1) Menghitung volume ring

2) Menghitung berat tanah

3) Menghitung berat volume tanah basah

4) Menghitung berat volume tanah kering


(56)

2. Pengujian Sifat Mekanik Tanah a. Pengujian Kepadatan

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan maksimum suatu jenis tanah dengan cara tumbukan yaitu dengan mengetahui hubungan antara kadar air dengan kepadatan tanah.

Bahan – bahan yang digunakan adalah : 1) Sampel tanah sebanyak ± 12,5 kg, 2) Air secukupnya.

Peralatan yang digunakan adalah : 1) Mold standar 4” yang terdiri atas,

a) Plat dasar dan alas b) Mold

c) Collar (leher penahan tanah)

2) Hammer dengan mesin pemadat elektrik 3) Extruder (alat penumbuk)

4) Pan segiempat/ talam 5) Sendok pengaduk tanah 6) Gelas ukur 1000 cc 7) Pisau pemotong

8) Saringan No. 4(ø 4,75 mm)

9) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 10) Timbangan dengan ketelitian0,1 gram 11) Cawan


(57)

13) Palu karet 14) Kantong plastik 15) Kertas saring 16) Karung 17) Oven

Cara kerja berdasarkan ASTM D 698-78 : 1) Penambahan air

a) Mengambil tanah sebanyak 12,5 kg dengan menggunakan karung lalu menjemurnya,

b) Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan dengan palu karet hingga menjadi butiran tanah terpisah, c) Butiran tanah terpisah diayak dengan saringan No. 4

d) Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5 bagian, masing 2,5 kg, kemudian masukkan masing-masing bagian ke dalam plastik dan ikat rapat-rapat.

e) Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel tanah untuk menentukan kadar air awal

f) Memasukkan sampel tanah seberat 2,5 kg ke dalam talam, menambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tangan sampai merata. Bila tanah yang diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan. Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak lengket ditangan, dapat mencatat tambahan air yang telah diberikan (kadar optimum).


(58)

g) Setelah didapatkan perkiraan kadar air optimum, maka disiapkan penambahan air untuk setiap sampel dalam plastik, dengan penambahan air selisih 3 % masing-masing 2 sampel di atas dan 2 sampel di bawah perkiraan kadar air optimum. h) Setelah penambahan air, sampel tanah dimasukkan ke dalam

plastik, diikat rapat-rapat dan disimpan selama 24 jam, agar didapat kadar air yang merata.

2) Pemadatan tanah

a) Menimbang mold standar beserta alasnya (tanpa collar) b) Melapisi mold bagian dalam dengan pelumas

c) Memasang collar pada mold, lalu meletakkannya pada mesin pemadat elektrik.

d) Mengambil salah satu sampel yang telah ditambahkan air sesuai dengan penambahannya

e) Dengan modified proctor, sampel tanah dibagi dalam 5 bagian. Bagian pertama dimasukkan kedalam mold, ditumbuk 25 kali sampai merata. Dengan cara yang sama dilakukan pula untuk bagian kedua, ketiga, keempat dan kelima, sehingga bagian kelima mengisi sebagian collar (berada sedikit diatas bagian mold).

f) Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold dengan menggunakan pisau pemotong


(59)

h) Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian tanah untuk pemeriksaan kadar air ()

i) Mengulangi langkah kerja 2.b sampai 2.g untuk sampel tanah lainnya, maka akan didapatkan 5 data pemadatan tanah Perhitungan yang dilakukan adalah :

1) Kadar air

a) Berat cawan + berat tanah basah = Wcs (gr) b) Berat cawan + berat tanah kering = Wds (gr) c) Berat air = Wc – Wds (gr)

d) Berat cawan = Wc (gr)

e) Berat tanah kering = Wds – Wc (gr) f) Kadar air () =

2) Berat isi :

a) Berat mold = Wm (gr)

b) Berat mold + sampel = Wms (gr) c) Berat tanah (W) = Wms – Wm (gr) d) Volume mold = V (cm3)

e) Berat volume (γ) = W/V (gr/cm3) f) Kadar air ()

g) Berat volume kering

h) Berat volume zero air void


(60)

b. Pengujian CBR (California Bearing Ratio)

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan nilai CBR sampel tanah asli sehingga dapat diketahui kuat hambatan tanah terhadap penetrasi pada kadar air optimum.

Bahan-bahan yang diperlukan adalah : 1) Sampel tanah asli

2) Air secukupnya

Peralatan yang digunakan adalah : 1) Mold CBR 6” yang terdiri atas,

a) Plat dasar dan alas b) Mold

c) Collar (leher penahan tanah)

2) Hammer dengan mesin pemadat elektrik. 3) Extruder (alat penumbuk)

4) Pan segiempat/talam 5) Sendok pengaduk tanah 6) Gelas ukur 1000 cc 7) Pisau pemotong

8) Saringan No. 4 (ø 4,75 mm)

9) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 10) Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram 11) Cawan

12) Pelumas 13) Palu karet


(61)

14) Kantong plastik 15) Karung

16) Kertas saring 17) Oven

18) Stopwatch

19) Kepingan pemisah dari logam (Spacer dish) 20) Mesin penetrasi dan keping beban

Cara kerja berdasarkan ASTM D-1883 : 1) Penambahan air

a) Mengambil tanah sebanyak 15 kg dengan menggunakan karung lalu menjemurnya.

b) Setelah kering tanah yang masih menggumpal, dihancurkan dengan palu karet sehingga menjadi butiran tanah terpisah. c) Butiran tanah terpisah diayak dengan saringan No.4

d) Butiran tanah yang lolos saringan No.4 dipindahkan atas 3 bagian, masing 5 kg kemudian masukkan masing-masing bagian ke dalam plastik dan ikat rapat-rapat.

e) Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel tanah untuk menentukan kadar air awal.

f) Menentukan kadar air optimum (OMC) dari sampel berdasarkan pengujian pemadatan tanah.

g) Menghitung penambahan air yang dibutuhkan sesuai kadar air optimum (OMC) untuk penambahan sampel tanah pada mold.


(62)

h) Melakukan penambahan air yang sama untuk ketiga sampel tanah dalam platik. Penambahan air dilakukan di atas talam, diaduk merata dengan sendok pengaduk. Masukkan kembali ke dalam plastik, diikat rapat-rapat dan disimpan selama 24 jam.

2) Pemadatan Tanah untuk CBR

a) Menimbang mold CBR beserta alasnya. Beri tanda pada mold, bila digunakan lebih dari satu mold. Masukkan kepingan pemisah (spacer dish) dan meletakkan kertas saring di atasnya.

b) Melapisi bagian dalam mold dengan pelumas

c) Memasang collar pada mold, lalu meletakkannya pada mesin pemadat elektrik.

d) Mengambil sampel tanah dari plastik yang telah disiapkan kemudian letakkan sampel tanah di atas talam dibagi perlapisan menurut metode penumbukan.

e) Melakukan penumbukkan seperti pemadatan tanah dengan modified proctor

(1) Sampel 1 : dibagi 5 lapis ditumbuk 10 kali setiap lapis merata

(2) Sampel 2 : dibagi 5 lapis ditumbuk 25 kali setiap lapis merata

(3) Sampel 3 : dibagi 5 lapis ditumbuk 55 kali setiap lapis merata


(63)

f) Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold dengan menggunakan pisau pemotong

g) Mengambil sebagian sampel yang tidak terpakai untuk memeriksa kadar air

h) Membalikkan mold, mengambil kepingan pemisah dan kertas saring

i) Menimbang mold berikut alas dan tanah didalamnya

j) Mengulangi langkah kerja yang sama untuk sampel tanah lainnya

3) Penetrasi CBR

a) Memeriksa proving ring dan membersihkan mesin penetrasi CBR.

b) Meletakkan mold di atas plat penekan pada alat mesin penetrasi CBR, dengan beban yang masih terpasang.

c) Mengatur posisis dial beban dan dial penetrasi pada posisi nol, kemudian melakukan penetrasi dengan memutar engkol dengan kecepatan yang konstan.

d) Melakukan pembacaan dial beban pada penetrasi

e) Mengangkat mold dari mesin penetrasi CBR, kemudian menimbang mold beserta alas dan tanah di dalamnya.

f) Mengeluarkan sampel tanah dari mold dengan menggunakan extruder, kemudian mengambil sebagian tanah untuk pemeriksaan kadar air


(64)

Perhitungan yang dilakukan adalah : 1) Berat mold = Wm (gram)

2) Berat mold + sampel = Wms (gram) 3) Berat sampel (Ws) = Wms – Wm (gram) 4) Volume mold = V

5) Berat Volume = Ws / V (gr/cm3) 6) Kadar air = ω

7) Berat volume kering (γd) 100

100 x

 

8) Harga CBR :

a) Untuk 0,1 “ : 100% 1000

3x x

penetrasi

b) Untuk 0,2 “ : 100% 1500

3x x

penetrasi

Dari kedua nilai CBR tersebut diambil nilai yang terkecil,

9) Dari ketiga sampel didapat nilai CBR yaitu untuk penumbukan 10 kali, 25 kali dan 55 kali.

c. Pengujian Geser Langsung (Direct Shear)

Pengujian geser langsung ini bertujuan untuk mengetahui sudut geser dalam dan nilai kohesi suatu jenis tanah.

Bahan-bahan yang diperlukan :

1) Sampel tanah asli (undisturbed sample) 2) Air secukupnya


(65)

Peralatan yang digunakan adalah:

1) Frame alat geser langsung beserta proving ring 2) Shear box (sel geser langsung)

3) Extruder ( alat untuk mengeluarkan sampel) 4) Cincin (cetakan benda uji)

5) Pisau pemotong 6) Dial pergeseran 7) Stopwatch 8) Pelumas 9) Beban

Cara kerja berdasarkan ASTM D 3080 :

1) Melapisi bagian dalam cetakan dengan pelumas

2) Mengeluarkan sampel tanah dari tabung sampel, memasukkan cetakan benda uji dengan menekan ke sampel tanah, sehingga cetakan terisi penuh dengan sampel tanah.

3) Mendorong dan meratakan kedua permukaan cetakan dengan pisau pemotong

4) Mengeluarkan benda uji dari cetakan dengan extruder 5) Menimbang benda uji dengan ketelitian 0,01 gram 6) Memasukkan benda uji ke dalam cincin geser yang masih

terkunci dan tutup kedua cincin geser sehingga menjadi suatu bagian, posisi sampel tanah berada di antara dua batu pori dan kertas saring


(66)

8) Mengatur stang penekan dalam posisi vertikal dan tepat menyentuh bidang penekan

9) Memutar engkol pendorong sampai tepat menyentuh stang penggeser sampel (dial proving ring mulai bergerak) 10) Membuka kunci cincin geser

11) Memberikan beban pertama seberat 3320 gram dan isi shear box dengan air sampai penuh sehingga sampel terendam.

12) Memutar engkol pendorong dengan konstan dan stabil perlahan-lahan selama 15 detik sambil membaca dan memperhatikan dial pergesaran

13) Melakukan pembacaan dial proving ring dengan setiap

pembacaan dial pergeseran mempunyai selisih waktu 15 detik. 14) Setelah pembacaan proving ring maksimum dan mulai menurun

percobaan dihentikan

15) Mengulangi langkah kerja di atas untuk sampel tanah kedua dengan beban kedua 6640 gram dan sampel tanah ketiga dengan beban ketiga 9960 gram.

Perhitungan yang dilakukan adalah: 1) Luas (A) = ¼ Π D2 (cm2) 2) Beban (P) = P/A (Kg/ cm2)

3) Gaya Geser = dial x angka kalibrasi (Kg/ cm2) 4) Tegangan Geser = Gaya geser / Luas (Kg/ cm2)


(67)

d. Unconfined Compressive Strength (UCS)

Pengujian UCS ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan tekan bebas suatu jenis tanah yang bersifat kohesif dalam keadaan asli tak terganggu (undisturbed).

Kekuatan tekanan bebas adalah besarnya tekanan aksial persatuan luas pada saat sampel tanah mengalami keruntuhan saat regangan aksial mencapai 20%.

Bahan yang diperlukan :

Sampel tanah asli (undisturbed sample) Peralatan yang digunakan adalah: 1) Mesin tekan bebas dan proving ring 2) Extruder

3) Cetakan tabung 4) Pisau pemotong 5) Stopwatch

6) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 7) Cawan

8) Pelumas Cara kerja :

1) Melapisi bagian dalam cetakan dengan pelumas

2) Mengeluarkan sampel tanah dari tabung sampel, memasukkan cetakan benda uji dengan menekan ke sampel tanah, sehingga cetakan terisi penuh dengan sampel tanah.


(68)

3) mendorong dan meratakan kedua permukaan cetakan dengan pisau pemotong .

4) Menghitung volume tabung

5) Mengeluarkan sampel dari cetakan dengan extruder 6) Menimbang sampel tanah

7) Meletakkan sampel tanah di atas plat penekan bawah secara sentris

8) Mengatur ketinggian plat atas dengan tepat menyentuh permukaan atas sampel tanah

9) Mengatur dial beban dan deformasi pada posisi nol.

10) Menghidupkan mesin, mengambil kecepatan regangan antara ½ % - 20% per menit dari tinggi sampel tanah.

11) Membaca dial beban dan mencatat pada regangan 0,5%, 1% dan seterusnya sampai tanah mengalami keruntuhan.

Perhitungan yang dilakukan adalah : 1) Luas (A) = ¼ Π D2 (cm2)

2) Volume (V) = A x tinggi sampel (cm3) 3) Beban = dial x angka kalibrasi (Kg) 4) Tegangan = P / A (Kg/ cm2)


(1)

e. Uji Berat Volume ... 52

2. Pengujian Sifat Mekanik Tanah ... 54

a. Pengujian Kepadatan ... 54

b. Pengujian CBR (California Bearing Ratio) ... 58

c. Pengujian Geser Langsung (Direct Shear) ... 62

d. Unconfined Compressive Strength (UCS) ... 65

e. Pengujian Pengembangan ... 67

E. Pengolahan dan Analisa Data ... 68

1. Pengolahan Data ... 68

2. Metode Analisis Data ... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 70

1. Kadar Air ... 70

2. Berat Jenis ... 71

3. Analisis Butiran Tanah ... 73

4. Batas Atterberg ... 76

5. Berat Volume ... 78

B. Hasil Pengujian Unsur Mineral Tanah .... ... 80

C. Hasil Pengujian Sifat Mekanik Tanah ... 81

1. Pengujian Kepadatan ... 81

2. Pengujian CBR ... 82

3. Pengujian Direct Shear ... 83

4. Pengujian UCS ... 84


(2)

v

D. Hubungan Sifat Fisik Tanah Terhadap Daya Dukung Tanah ... 88 1. Sampel Tanah Terganggu (Disturbed Sample) ... 88 2. Sampel Tanah Tidak Terganggu (Disturbed Sample) ... 91 E. Perencanaan Perkerasan Jalan ... 92 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 99 B. Saran .... ... 100 DAFTAR PUSTAKA


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles, J.E. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. Erlangga. Jakarta. Das, B.M. 1995. Mekanika Tanah I. Erlangga. Jakarta.

Lampung, Universitas. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Lampung.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2002. Mekanika Tanah I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2003. Mekanika Tanah II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahyuni, Nova. 2006. Studi Eksperimen Skala Model Perbakan Pengembangan Tanah dengan Menggunakan Semen PCC (Portland Composite Cement). Fakultas Teknik Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Oktriana, Elsi. 2007. Perbaikan Pengembangan Tanah Menggunakan Zat Additive Kapur dengan Pemodelan Alat Konsolidasi. Fakultas Teknik Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fahrurrozi, 2008. Pengaruh Nilai CBR Tanah Dasar Terhadap Tebal Perkerasan Lentur Jalan Kaliurang dengan Metode Bina Marga 1987 dan Aashto 1986. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia.

Yogyakarta.

Hendarsin, Shrley L. 2000. Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik negeri Bandung. Bandung.

Suhardjito, Pradoto. 1989. Perilaku Tanah. Laboratorium Geoteknik Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Usman, Taufik. 2008. Pengaruh Stabilisasi Tanah Berbutir Halus yang

Distabilisasi Menggunakan Abu Merapi pada Batas Konsistensi dan CBR Rendaman. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.


(4)

xi

Simbol Keterangan

UR Jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan mulai dibuka sampai saat diperlukan pembukaan ( umur rencana )

IP

Suatu angka yang diperlukan untuk menyatakan kerataan dan kekokohan permukaan jalan yang berhubungan dengan tingkat pelayan bagi lalu lintas yang lewat. (Indeks Permukaan) IPo Indek permukaan pada awal umur rencana

IPt Indek permukaan pada akhir umur rencana

LHR Volume lalu lintas rata – rata dalam satuan kend/ hari ( lalu lintas harian rata – rata )

LEP

Jumlah lintas ekivalen harian rata – rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( 18.000 lbs ) pada lajur rencana yang terjadi pada

permulaan umur rencana ( Lintas Ekivalen Permulaan )

LEA

Jumlah lintas ekivalen harian rata – rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( 18.000 lbs ) pada lajur rencana yang terjadi pada akhir rencana ( Lintas Ekivalen Akhir)

LET

Jumlah lintas ekivalen harian rata – rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( 18.000 lbs ) pada lajur rencana yang terjadi pada

pertengahan umur rencana ( Lintas Ekivalen Tenggah )

LER

Suatu besaran yang digunakan dalam nomogram penetapan tebal lapis keras untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen beban sumbu tunggal sebesar 8,16 ton ( 18.000 lbs ) pada lajur rencana

i

Proses perubahan volume beban lalu lintas pada ruas jalan yang umumnya dihitung dari tahun ketahun ( tingkat pertumbuhan lalu lintas )

E

Suatu besaran beban sumbu kendaraan yang menyatakan

perbandingan tingkat kerusakan lintasan sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lbs ) ( Angka Ekivalen )

DDT Suatu skala yang digunakan dalam nomogram penetapan tebal lapis keras untuk menyatakan kekuatan tanah dasar ( Daya dukung tanah )


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi tanah USCS ... 11

2. Klasifikasi tanah AASHTO ... 14

3. Butiran Tanah ... 15

4. Tipikal Perkiraan Nilai Berat Jenis (Gs) ... 15

5. Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah ... 17

6. Tipikal Perkiraan Nilai CBR Desain ... 22

7. Tipikal Konsistensi Tanah ... 24

8. Tekanan Pengembangan ... 25

9. Gradasi Agregat ... 28

10. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan ... 30

11. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan ... 30

12. Koefisien Distribusi Kendaraan (C) ... 31

13. Faktor Regional (FR) ... 33

14. Indeks Permukaan pada Akhir Usia Rencana (Ipt) ... 33

15. Indeks Permukaan pada Awal Usia Rencana (Ipo) ... 34

16. Koefisien Kekuatan Relatif (a) ... 34

17. Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan ... 35


(6)

vii

19. Hasil Pengujian Berat Jenis ... 72

20. Hasil Pengujian Analisis Saringan ... 73

21. Hasil Pengujian Analisis Hydrometer ... 74

22. Fraksi Butiran Tanah ... 75

23. Hasil Pengujian Batas Atterberg ... 76

24. Hasil Pengujian Berat Volume ... 79

25. Hasil Uji Unsur Mineral Tanah ... 80

26. Hasil Pengujian Kepadatan ... 81

27. Hasil Pengujian CBR ... 82

28. Hasil Pengujian DirectShear ... 83

29. Hasil Pengujian UCS ... 84

30. Hasil Pengujian Pengembangan ... 85

31. Data LHR ... 92