B. Peran Museum Batik Pekalongan Dalam Melestarikan Kain Batik Dari Tahun 1988-2004.

BAB II B.

SEJARAH MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN Pengertian Museum Sejarah Museum Lembaga permuseuman mulai popular di Eropa sejak jaman Renaissance, ketika itu perhatian kalangan orang-orang kaya borjuis mulai mengarah pada upaya mengoleksi benda-benda antik dari jaman Yunani dan Romawi Klasik. Upaya tersebut kemudian dilanjutkan dengan perburuan terhadap benda-benda budaya dari dunia timur, terutama India dan Cina. Fenomena ini melandasi timbulnya museum- museum di Eropa. Istilah museum sendiri diambiil dari kata Museion, yaitu rumah atau kuil persembahan untuk Dewi Muze Tim Penyusun Museum Jawa Tengah, 2003: 1. Muze adalah putri Zeus, dewa penguasa yang bersemayam di bukit Olympus. Muze merupakan pelindung sembilan dewa pengetahuan dan seni, yaitu: Dewi Cleo menguasai sejarah, Dewi Euterpe menguasai seni musik, Dewi Melphorone menguasai seni panggung, Dewi Thalic menguasai seni komedi, Dewi Terpsichore menguasai seni rupa, Dewi Erato menguasai puisi, Dewi Polyhimne menguasai syair rindu dendam, Dewi Uranik menguasai ilmu falak, dan Dewi Calliops meguasai syair epos. Sebagai persembahan kepada Muze dan sembilan dewa tersebut, maka dibuat museion yang didalamnya diisi dengan benda-benda persembahan, berupa barang-barang seni, bukti-bukti hasil analisis temuan ilmu pengetahuan, dan benda-benda budaya lainnya. Museion ini kemudian berkembang menjadi rumah penyimpanan benda-benda warisan budaya yang selanjutnya berkembang menjadi Museum Tim Penyusun Museum Jawa Tengah, 2003:1. Tradisi museum awalnya terbatas pada bentuk penikmatan seni, budaya, dan pengetahuan. Selain itu juga digunakan sebagai alat kebanggaan. Dalam perkembangannya museum menjadi sarana studi ilmiah, tempat pembelajaran siswa, serta rekreasi budaya dan seni. Di Indonesia, perkembangan lembaga permuseuman diawali sejak kedatangan orang-orang Belanda yang tergabung didalam Verenigde Oost Indische Compagnie VOC. Mereka melihat kenyataan bahwa Indonesia menyimpan kekayaan warisan budaya yang luar biasa, maka mereka kemudian mendirikan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada tanggal 24 April 1778, yaitu suatu lembaga yang bertugas sebagai penasehat VOC untuk hal-hal yang menyangkut perlindungan benda-benda warisan budaya dan naskah-naskah klasik di Indonesia Depdiknas, 2000:5. Kegiatan tersebut pada awalnya dilakukan oleh orang-orang Belanda di Ambon. Selanjutnya lembaga-lembaga sejenis ini berkembang dibeberapa wilayah, seperti Jogjakarta, Surakarta, Surabaya dan Denpasar. Jerih payah mereka antara lain berupa kegiatan pengumpulan benda-benda warisan budaya dari berbagai wilayah di Indonesia. Benda-benda tersebut sekarang menjadi sebagian besar koleksi Museum Nasional di Jakarta, koleksi Siwa Lima Ambon, koleksi Museum Sonobudoyo di Jogjakarta, koleksi Museum Radyapustaka di Surakarta, koleksi Museum Mpu Tantular di Surabaya, dan koleksi Museum Bali di Denpasar. Sedangkan pengumpulan naskah-naskah klasik, sekarang sebagian besar menjadi koleksi naskah-naskah di Perpustakaan Nasional Jakarta. Dewasa ini di Indonesia sudah tidak kurang dari 200 museum didirikan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Di Jawa Tengah juga tidak kurang dari 36 museum telah berdiri dan tampaknya akan semakin bertambah setiap saat. Museum Batik Pekalongan merupakan salah satu museum pemerintah yang didirikan pada hari Selasa, tanggal 12 Juli, jam 12.00 WIB dan diprakarsai oleh oleh Drs. Woerjanto selaku Kepala Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah, dengan mendapat persetujuan dari Kepala Daerah Tingkat II Kotamadya Pekalongan Tim Penyusun Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan, 1996:6. Museum Batik tersebut dikategorikan sebagai museum kota kabupaten atau museum lokal, karena benda koleksinya hanya memamerkan batik-batik serta alat- alat dalam pengerjaannya tersebut dan batik merupakan ciri khas dari daerah Pekalongan. Tugas dan Fungsi Museum Museum adalah sebuah alat yang digunakan sebagai pengawal warisan budaya. Dalam hal ini bahwa pengawalan ini mengandung makna bahwa museum tersebut merupakan sebuah tempat atau bangunan yang digunakan untuk menampilkan suatu warisan budaya kepada masyarakat luas Sumadio, 1997:21. Dalam hubungannya terhadap warisan budaya, maka tidak berlebihan jika museum tersebut dikatakan sebagai suatu cagar budaya, karena dalam fungsi bangunan museum tersebut untuk melestarikan warisan budaya dan menampilkannya kepada masyarakat. Museum juga dapat dikatakan sebagai alat komunikasi kebudayaan suatu daerah, karena setelah kita melihat koleksi-koleksi yang ada di museum itu kita bisa tahu hasil-hasil dari kebudayaan yang ada di suatu daerah tersebut. Oleh sebab itu, hasil kebudayaaan tersebut harus dilestarikan dan dipamerkan kepada masyarakat umum Sutaarga, 1990:33. Pameran barang-barang koleksi museum tersebut adalah suatu cara menyalurkan ilmu pengetahuan kepada rakyat, kepada publik. Cara penyaluran ilmu pengetahuan dengan cara pameran ini adalah khas bagi pekerjaan setiap museum. Namum pekerjaan seperti ini tidak mudah, sebab museum itu nyatanya hanya memamerkan kebudayaan yang bersifat materiil saja. Jadi tugas dari museum tersebut harus dapat memamerkan barang-barang koleksinya atas dasar ilmiah dengan cara-cara yang dapat memberi gambaran yang jelas. Barang-barangnya tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan syarat-syarat pendidikan masyarakat. Dan cara-cara penyaluran ilmu pengetahuan di museum itu dari jaman dahulu hingga sekarang juga mengalami beberapa perubahan. Selain itu museum mempunyai tugas dilapangan sebagai tourisme sebagai suatu usaha untuk memperkenalkan harta budaya bangsa kita kepada para pelancong dari luar negeri. Menarik wisatawan berarti mendatangkan devisa, yang dapat menambah pendapatan suatu daerah tersebut. Hal tersebut tidaklah menduduki tempat nomor satu dalam tugas museum, sebab yang sudah dinyatakan bahwa museum adalah suatu badan atau lembaga ilmiah. Apabila dasar ilmiah itu hilang atau menjadi kabur, maka tidak akan kita jumpai lagi suatu sistem yang dapat dipertanggungjawabkan dalam cara-cara memamerkan dan menerangkan objek-objek museum itu, baik untuk kepentingan ilmiah, maupun untuk kepentingan publik dari dalam dan luar negeri. Apabila dasar ilmiah itu hilang, maka pameran objek-objek museum itu tadi tidak berfaedah lagi bagi penyaluran ilmu pengetahuan secara obyektif dan hilangnya dasar-dasar penilaiannya bagi kepentingan penikmat seni secara sewajarnya Sutaarga, 1962:23. Apabila sistem ilmiah dari fungsi museum itu ditinggalkan, museum itu hanya merupakan tempat hiburan belaka, tempat memamerkan barang-barang aneh saja, atau yang lebih celakanya lagi museum merupakan alat propaganda tanpa kejujuran dan obyektifitas yang sewajarnya. Amir Sutaarga mengutip pidatonya Hoesein Djayadiningrat dalam pidato pembukaan Museum Sono Budoyo di Jogjakarta tahun 1935, antara lain berbunyi : “Sebab museum ini, menurut maksud pengurus Java-Institute, seharusnya mempunyai kontak dengan masyarakat bumiputera sekarang serta perkembangannya. Museum ini janganlah hanya merupakan tempat mengumpulkan barang-barang saja; tempat mengumpulkan barang-barang dari jaman yang lalu hingga jaman sekarang. Sudah barang tentu, didalam koleksinya itu ia harus memberikan gambaran umum tentang perkembangan sejarah dan keadaan sekarang dari kebudayaan jawa serta kebudayaan-kebudayaan yang sekeluarga, seperti kebudayaan Sunda, Madura, dan Bali. Tetapi dengan mendirikan koleksi itu, maksudnya bukan untuk menyelidiki, melainkan juga dan lebih-lebih lagi untuk memajukan kebudayaan-kebudayaan itu tadi” Sutaarga, 1962:24. Tidak jarang kita dapat melihat bukti-bukti, bahwa hasil-hasil kerajinan rakyat masih sanggup untuk memberikan inspirasi kepada para pencipta ucapan seni yang bersifat modern. Sudah lama diketahui bahwa bangsa Indonesia dilapangan kerajinan dan kesenian rakyat khususnya kesenian batik, sudah dapat membuktikan karyanya dan dapat membuktikan bakat-bakat aesthetisnya Sutaarga, 1962:24. Hal tersebut sangat disayangkan apabila dibiarkan begitu saja, karena akan hilang lenyap akibat masuknya kebudayaan-kebudayaan modern. Museum-museum kebudayaan di Indonesia seharusnya harus ditambah dan diperluas tugasnya masa kini dan masa depan. Museum juga harus bisa melihat kemungkinan-kemungkinan yang masih terbentang luas itu, demi kemajuan bangsa dibidang kesenian dan kebudayaan rakyat Indonesia. Sejarah Berdirinya Museum Batik Pekalongan Ditinjau dari sejarah kebudayaan, Soetjipto Wierjosoeprapto dalam salah satu karya tulisnya menegaskan bahwa sebelum masuknya kebudayaan India, di Nusantara telah dikenal tekhnik batik, tetapi tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Batik tertua yang diketahui umurnya karena tercatat tanggal masuknya dalam inventaris Victoria and Albert Museum adalah dua potong kain batik yang dibawa oleh Gubernur Jenderal Raffles ketika kembali ke negerinya Arsip Museum Batik. Proyek P2WIK yang dibiayai oleh UNDP United Nation Development Program 20 tahun lalu dalam lingkungan perindustrian kecil membawa nafas baru dalam dunia perbatikan dengan diajarkan tekhnik membatik pada daerah- daerah baru seperti Kalimantan, Sulawesi, Irian dan juga penghidupan kembali pembuatan batik di daerah-daerah lain seperti Sumatra Barat, Jambi, Palembang, Lampung dan Bengkulu yang sejak dulu menjadi pemasaran batik dari pulau jawa . Pada tahun-tahun terakhir dirasakan perlunya sebuah museum untuk pengumpuilan koleksi batik dari Pekalongan dan daerah pesisir pada khususnya dan daerah-daerah lain pada umumnya. Di museum inilah nanti siapa saja dapat mencari data dan keterangan mengenai tentang tekhnik dan pola batik, sejarah perkembangan dan lain sebagainya Arsip Museum Batik. Sentra-setra antik yang terpenting di Pulau Jawa adalah Jogjakarta, Surakarta dan sekitarnya. Selain itu daerah pesisir juga penting sekali dengan hasil-hasil batik dari Cirebon, Pekalongan, Lasem, Rembang, Tuban, Sidoarjo dan sebagainya. Selain dijual kepada para konsumen di Pulau Jawa, produk batik ini juga dikirim ke pulau lain seperti Bali, Maluku, Sulawesi dan juga Sumatra dimana selanjutnya dikirim ke Semenanjung Melayu, Singapura, Pulau Penang, Malaka sampai ke Negeri Niam, Hongkong, Makao dan bahkan juga Jepang. Selama bertahun-tahun dan sampai perang dunia II produk daerah-daerah itu memenuhi keperluan busana macam-macam keluarga dari berbagi keturunan dan lingkungan. Di daerah Minangkabau, selendang lokcan dari Rembang dan Juwana menjadi pelengkap busana para Datuk. Sarung dari Lasem dan Pekalongan dipakai oleh perempuan Minang dan Palembang disesuaikan dengan baju kurung dan kerudung bordirnya. Perempuan keturunan Cina dari seluruh Nusantara memakai sarung dan kain panjang gaya pesisiran tulis cap dengan kebaya putih renda dan kebaya bordir aneka warna Arsip Museum Batik. Sekarang hanya sebagian kecil dari sentra-sentra itu yang masih aktif, karena perubahan zaman yang membawa perubahan gaya dalam berpakaian dan kemajuan teknologi sablon dan printing yang mulai dikenal awal tahun 70-an. Sebagai warga yang bertangungjawab, maka seluruh organisasi perbatikan dan lembaga pemerintah yang terkait, perorangan dan pemangku kepentingan lainnya bertekad untuk membangun sebuah Museum Batik dengan menggunakan pendekatan yang bersifat menyeluruh dalam semua kegiatan. Selain itu juga menyatukan kegiatan kebudayaan yang didukung oleh sains dan teknologi terkini. Museum Batik merupakan realisasi hasrat bangsa Indonesia yang berbudaya untuk menyumbangkan sebuah pusat kegiatan budaya dan ekonomi yang senantiasa berusaha untuk mencapai taraf tingkat dunia dan yang akan berfaedah untuk masyarakat. Juga sekaligus memberikan kontribusi yang berarti kepada pembangunan manusia yang mempunyai peradaban dan karena itu akan merasa sejahtera. Museum ini akan mempunyai ruang pamer, gudang dan ruang untuk penjaga serta dikelola secara profesional Wawancara dengan Bapak Toni Sugiarto. Museum Batik merupakan salah satu museum yang ada di Pekalongan, apabila dilihat dari jenisnya maka termasuk dalam jenis museum khusus, karena dalam museum tersebut mengoleksi benda-benda yang berupa jenis kain batik, khususnya dari daerah Pekalongan dan alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan batik tersebut. Apabila dilihat dari kedudukannya termasuk jenis museum lokal, sebab museum tersebut terletak di Daerah Tingkat II Pekalongan dan benda koleksinyapun banyak mewakili jenis batik daerah Pekalongan, walaupun ada jenis batik dari daerah lain. Jika dilihat dari penyelenggaranya termasuk dalam Museum Pemerintah. Sebab pengelolaan museum Batik tersebut dikelola oleh Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan Depdiknas, 2000:25. Museum memiliki ruang pameran tetap, perpustakaan, ruang administrasi dan antara lain mengoleksi sejumlah kain kuno yang sangat luhur dan tinggi nilainya itu dimaksudkan untuk melestarikan dan mengenalkan produk atau seni batik, baik masa silam maupun masa yang akan datang. Dari kondisi tersebut pengunjung memperoleh penghayatan bahwa batik memang bukan sekedar kain hasil dari suatu proses pengerjaan. Sebab kenyataannya batik yang dikoleksi dalam museum itu juga mencerminkan hasil karya seni adi luhung yang mesti dijaga kelestariannya. Salah satu hasil dari kebudayaan bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Pekalongan adalah Kain Batik. Pekalongan merupakan salah satu penghasil batik di Indonesia, sehingga “BATIK” Bersih, Aman,Tertib, Indah, Komunikatif dijadikan sebagai slogan Kota Pekalongan. Hal tersebut karena sesuai dengan kanyataannya bahwa banyak hasil kerajinan kain batik dihasilkan dari kota ini. Setiap batik yang dibuat oleh setiap daerah selalu berbeda-beda sesuai dengan ciri khasnya sendiri-sendiri Tim Penyusun Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan, 1996:5. Kegiatan kerajinan batik ini telah dikerjakan dan dihayati oleh masyarakat Pekalongan sejak jaman dulu, sehingga dapat disimpulkan bahwa kerajinan batik di Pekalongan sudah mereka lakukan sejak jaman penjajahan Belanda dan mungkin sejak jaman Mataram. Menurut legenda, pada masa pemerintahan Bupati pertama Pekalongan “Bhaurekso” melakukan persembahan upeti berupa kain batik “parang” atau “jlamprang” kepada Raja Mataram. Kain batik bagi masyarakat Pekalongan merupakan suatu peninggalan sejarah, yang berupa warisan budaya bagi masyarakat Pekalongan. Peninggalan sejarah tersebut merupakan suatu hasil budaya bangsa yang terjadi hanya sekali dan tidak pernah terulang lagi. Hasil budaya bangsa tersebut merupakan hasil karya bangsa, baik berupa kegiatan cipta, rasa, karsa. Di negara kita banyak ditemukan peninggalan kebudayaan, mulai dari periode prasejarah sampai periode baru masa perjuangan Republik Indonesia. Tabel 1 Kronologi Sejarah Berdirinya dan Perkembangan Pengelolaan Museum Batik Kota Pekalongan Sumber : Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan Berdiri 18 Juli 1972 Bernama Shoping Room Bertempat di Bintang Kecil Tahun 1972 sampai dengan 1988 Dikelola oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Periode tahun 1988 Walikota Kepala Kotamadya Pekalongan, mengambil alih Pengelolaan Museum Batik dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ke Dinas Pariwisata Kotamadya Pekalongan Sesuai Struktur Organisasi Peraturan Daerah Nomor: 62001 Dinas Pariwisata Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan Berubah Menjadi Kantor Pariwisata Kota Pekaongan Latar Belakang Pembangunan Museum Batik Kota Pekalongan yang merupakan Ibukota Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan terkenal dengan julukan Kota-Batik, karena kenyataannya banyak kerajinan kain batik yang dihasilkan dari kota ini. Kegiatan yang mengawali pembangunan Museum Batik Pekalongan antara lain adanya laporan Kepala Pembinaan Kebudayaan Pekalongan Kotamadya Pekalongan kepada Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Pekalongan, berbekal surat Direktorat Museum Pusat Jakarta No. 326DM70 dan surat Kabin Permuseuman Propinsi Jawa Tengah No. 2838c.II1970 tanggal 26 November 1970 tentang Museum Batik Tim Penyusun kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan, 1996:6. Selanjutnya dilakukan koordinasi dengan dinas dan instansi terkait serta para tokoh seni batik dan pengusaha batik, hasilnya diputuskan untuk merencanakan pembangunan sebuah Museum Batik. Persiapan dan perencanaan sebuah museum batik sampai terwujudnya gedung museum kenyataannya memerlukan waktu kurang lebih dua puluh bulan. Pelaksanaan pendirian gedung museum akhirnya di THR “Bintang Merdeka” sekarang komplek Monumen Pekalongan. Peresmian gedung “Museum Batik Pekalongan” dilakukan oleh Drs. Woerjanto selaku kepala Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah Pada hari Selasa, tanggal 18 Juli 1972 pada jam 12.00 WIB. Awalnya Museum Batik berstatus sebagai yayasan “YAYASAN MUSEUM BATIK PEKALONGAN”. Pada kesempatan peresmiannya tersebut telah dibacakan surat Keputusan Kepala Perwakilan Departemen PK Propinsi Jawa Tengah No. 71KPTSA1972 tanggal 18 Juli 1972 tentang Pelantikan Kepengurusan Museum Batik Pekalongan. Adapun struktur kepengurusannya sebagai berikut : Tabel 2 Struktur Kepengurusan Museum Batik Waktu Dikelola Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Sumber : Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan Adapun awalnya lokasi lama gedung museum adalah di komplek Taman Hiburan Rakyat Kotamadya Pekalongan. Berhubung belum tersedianya dana, maka gedung museum tersebut disediakan oleh Pemerintah Daerah yang sebenarnya gedung tersebut berfungsi sebagai Shooping Room pada bagian depan, dan untuk museum pada bagian belakang. Koleksi museum merupakan koleksi pinjaman dari pengurus dan pengusaha batik di Pekalongan, karena terbatasnya dana. Koleksi pinjamannya tersebut hanya bersifat insidentil saja, yaitu apabila museum atau shoping room mengadakan pameran. Dengan kondisi yang demikian Pelindung Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Pekalongan Ketua Ny. Sutrijah Tegoeh Soenarjo Wakil Ketua Drs. M Trisno Akhwan Sekretaris R. Soerojo Prawiro Bendahara H. Mirza Djahri Pembantu: R. Soetadji Soejono Widjitono ini, tidaklah mustahil sampai dengan akhir tahun 1973 museum baru mempunyai tiga lembar kain batik. Hal ini sangat disayangkan, apabila tidak adanya kelangsungan hidup Museum Batik ini Tim Penyusun Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan, 1996:1. Perkembangan Museum Batik Pekalongan Setelah mengalami vakum beberapa saat, maka atas permintaan Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah cq. Kabin Permuseuman, dengan kebijaksanaan Walikota Kepala Daerah Tingkat II Pekalongan, diserahkan gedung dan museum kepada Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan jawa Tengah yang diolah sebagai “PROYEK PEMBINAAN MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN”. Dengan demikian pengolahan finansial secara mutlak berada pada pimpinan proyek tersebut, dengan anggaran dari Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah penanganan dari perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah. Disamping itu, Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan sendiri menyediakan dana walaupun relatif kecil. Perkembangan Museum Batik setelah berstatus proyek adalah sebagai berikut : a. Pembinaan personil museum, dengan mendapatkan job training tentang dasar-dasar ilmu permuseuman di Jakarta sebanyak tiga orang petugas pada pertengahan Juli 1974 selama lima belas hari. b. Perkembangan dana yang diperuntukan untuk kepentingan pembinaan museum, yaitu: pembelian sembilan almari koleksi, satu almari kantor, satu stel meja tamu, dua stel meja kantor, korden untuk jendela dan alat-alat kantor. c. Untuk pengembangan museum, yaitu dengan pembelian koleksi kain batik. Samapai dengan Februari 1975 koleksi yang dimiliki sudah mencapai 52 lembar kain batik. Koleksi kain batiknya meliputi batik Pekalongan, Wonogiri, Solo atau Surakarta, Jogjakarta, Lasem, Tegal dan Banyumas Tim Penyusun Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan, 1996:2. Kemudian dibawah lindungan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Pekalongan dan aktifitas para aparat dinas dan instansi terkait serta seniman batik dan para pengusaha batik Pekalongan, maka Museum Batik Pekalongan dapat dikelola dengan baik. Perhatian dan dukungan masyarakat Kota Pekalongan semakin meningkat. Para pengunjung museum datang dari kota sendiri dan daerah lain, bahkan turis mancanegara. Perjalanan Museum Batik dari waktu ke waktu mendapat perhatian masyarakat, lembaga pendidikan, perguruan tinggi dan aparat pemerintah. Dari para pengunjung diperoleh dorongan agar peningkatan museum terus diupayakan. Pengelola dengan upaya dan dana yang ada secara maksimal melakukan koordinasi demi peningkatan museum. Upaya pembenahan dan pemeliharaan serta pengembangan koleksi batik telah dilakukan. Namum sangat disayangkan, karena adanya oknum yang melakukan pencurian kain batik di Museum Batik Wawancara dengan Bapak Toni Sugiarto. Setelah mengalami beberapa perkembangan, kemudian pada tahun 1988 Walikotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan menyerahkan pengelolaan Museum Batik dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya Dati II Pekalongan kepada Kepala Dinas Pariwisata Kotamadya Dati II Pekalongan. Awalnya Museum batik berada di komplek THR “Bintang Merdeka”. Pada perencanaan pembangunan Monumen Pekalongan di komplek THR, gedung Museum Batik akan dipindahkan ke Jln. Majapahit No. 7A Pekalongan, di wilayah kelurahan Podosugih Tim Penyusun Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan, 1996:8. Luas tanah gedung Museum Batik Pekalongan 510 m2 Luas bangunan gedung : 90 m2 Luas ruang pameran : 81 m2 Luas ruang jaga : 4,5 m2 Luas toilet : 2,25 m2 Luas ruang gudang : 2,25 m2 Gedung Museum Batik yang baru berada di komplek Sekertariat Kotamadya Pekalongan, diantara jajaran gedung perkantoran sepanjang Jalan Majapahit. Areal taman parkir di museum tersebut masih terbatas untuk kendaraan roda dua, sehingga masih membutuhkan areal parkir yang memadai. Kepengurusan dalam Museum Batik berubah menggunakan struktur kepengurusan yang baru, yaitu sebagai berikut : Tabel 3 Struktur Kepengurusan Museum Batik Waktu Dikelola Dinas Pariwisata Kota Pekalongan Sumber : Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan Sampai sekarang museum masih mengupayakan peningkatan dan pengembangannya. Bahkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah memberikan isyarat agar Museum Batik Pekalongan menjadi satu-satunya museum batik di Indonesia. Dalam perkembangannya pada bulan Juni tahun 2006, Museum Batik dipindahkan lagi ke gedung yang baru, yaitu di gedung ex. Balai Kota Pekalongan yang berada di Jalan Jetayu.. Hal tersebut dikarenakan gedung yang baru relatif lebih besar dibandingkan dengan gedung museum yang lama dan dengan areal parkir yang relatif lebih besar pula. Dan apabila dilihat dari nilai artistiknya lebih bagus gedung yang baru, karena gedung ex. Balai Kota tersebut merupakan bangunan peninggalan Belanda, sehinga diangap lebih cocok apabila museum dipindah ke bangunan Kepala Museum Kepala Dinas Pariwisata Petugas Pembinaan Kasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Pelaksana Harian Kasubsi Obyek dan daya Tarik Wisata Petugas Pelayanan Alumnus Akpari Petugas Keamanan 2 Personel tersebut. Untuk pengelolaannyapun berubah, sekarang dikelola oleh Yayasan Museum Batik, akan tetapi masih dibantu oleh Pemerintah Kota Pekalongan dibawah DPKLH Dinas Pertamanan Kebersihan dan Lingkungan Hidup, karena dianggap belum mampu dalam hal pendanaanya Wawancara dengan Bapak Toni Sugiarto.

BAB III UPAYA PELESTARIAN BATIK DI MUSEUM