BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker serviks merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita wanita di negara yang sedang berkembang Jamsiah, 2009. Setiap tahun
diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru di seluruh dunia, 77 di antaranya ada di negara-negara sedang berkembang Sjamsuddin, 2001.
Sedangkan, kanker serviks di negara-negara maju menempati urutan keempat
setelah kanker payudara, kolorektum, dan endometrium Rasdiji, 2009.
Menurut National Cancer Institute 2012, angka kejadian kanker serviks di Amerika Serikat terdapat 12.170 kasus baru dan 4.220 meninggal dunia . Di
tahun 2002, kanker serviks adalah penyebab pertama kematian di antara penduduk usia kerja Meksiko total 2.958 kematian, dengan tingkat 4,9 per 100.000
penduduk berusia 15-16 tahun Laura, 2007. Di Australia, kanker serviks berada di urutan ketiga belas. Setiap tahun 740 wanita didiagnosis dengan kanker serviks
dan 270 meninggal dunia. Di Inggris, kanker serviks berada diurutan kedua belas. Setiap tahun, 2800 wanita didiagnosis dengan kanker serviks dan 1100 meninggal
dunia Dunleavey, 2009. Di Kanada angka kejadian kanker serviks turun dari 28,4 menjadi 6,9 per 1000 wanita dan angka kematian turun dari 11,4 menjadi 3,3
per 1000 wanita selama 20 tahun program penyaringan pap smear Sianturi, 1996 dalam Melva, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker serviks setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium
patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36. Dari data 17 rumah
sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo,
frekuensi kanker serviks sebesar 76,2 diantaranya kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut, yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4.
Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3 atau lebih dari sepertiga kasus Rasjidi, 2009. Di Sumatera
Utara diperoleh data dari Dinas Kesehatan Provinsi jumlah penderita kanker serviks pada tahun 1999 tercatat 475 kasus, tahun 2000 sebanyak 548 kasus dan
tahun 2001 sebanyak 681 kasus. Data dari laboratorium USU tahun 2002 terdapat 21 kasus, dari jumlah tersebut 17 kasus sudah berada pada tingkat displasia atau
sel-sel ganas Rahmi, 2004. Menurut Prayitno 2006, 89 penyebab dari kanker serviks saat ini akibat
Human Papilloma Virus HPV. Human Papilloma Virus ditularkan melalui hubungan seksual. Infeksi Human Papilloma Virus berhubungan dengan
keganasan saluran urogenital dan anus. Selain Human Papilloma Virus, ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya kanker serviks yaitu 1
perilaku seksual : melakukan coitus 16 tahun, berganti – ganti pasangan saat melakukan hubungan seksual, berhubungan dengan pria berisiko tinggi mengidap
condiloma akuminatum; 2 merokok : tembakau mengandung bahan – bahan
Universitas Sumatera Utara
karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok maupun yang dikunyah . Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbons heterocyclic amine yang sangat
karsinogen dan mutagen, sedangkan bila dikunyah menghasilkan netrosamine. Zat tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks sehingga
mengakibatkan neoplasma serviks; 3 nutrisi : dari beberapa penelitian, ternyata defisiensi terhadap asam folat, vitamin C, E, beta karotinretinol dihubungkan
dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, C, dan beta karotin mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Antioksidan dapat melindungi
DNARNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia Sjamsuddin, 2001; 4 kontrasepsi oral : hasil penelitian
menyatakan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral selama 5 tahun atau lebih memiliki peningkatan risiko kanker serviks. Kontrasepsi oral dianggap
mengganggu kemampuan serviks untuk melawan infeksi HPV Tinari, 2008;
5 perubahan sistem imun : dihubungkan dengan meningkatkan risiko terjadinya
karsinoma serviks invasif. Hal ini dihubungkan dengan penderita yang terinfeksi dengan Human Immunodeficiency Virus HIV meningkatkan angka kejadian
kanker serviks prainvasif dan invasif Rasjidi, 2007; 6 kehamilan multipel : Menurut National Cancer Institute 2012, wanita yang hamil sebanyak tujuh kali
ataupun lebih berisiko empat kali terinfeksi HPV dibandingkan dengan wanita yang belum pernah hamil. Kehamilan yang berulang kali menyebabkan traumatik
pada leher rahim sehingga lebih rentan terhadap infeksi HPV Tinari, 2008. Penanganan kanker sering terlambat akibat minimnya gejala yang
ditimbulkannya, sehingga terjadi peningkatan kasus dari tahun ke tahun bahkan
Universitas Sumatera Utara
cenderung mengalami pergeseran kearah usia yang lebih muda Jonatan, 2000 dalam Melva, 2008. Secara umum, kasus kanker serviks dan kematian bisa
dideteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada daerah mulut rahim dengan cara pemeriksaan sitologi menggunakan pap smear. American College of
Obstetrician and Gynecologists ACOG, American Cancer Society ACS, dan US Preventive Task Force USPSTF mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita
seharusnya melakukan pap smear untuk skrining kanker serviks saat 3 tahun pertama dimulainya aktivitas seksual atau saat usia 21 tahun. Karena tes ini
mempunyai risiko false negatif sebesar 5-6, pap smear yang kedua seharusnya dilakukan satu tahun pemeriksaan yang pertama. Pada akhir tahun 1987,
American Cancer Society mengubah kebijakan mengenai interval pemeriksaaan
pap smear tiap tiga tahun setelah dua kali hasil negatif Rasdiji, 2007
Saat ini, sesuai dengan American Cancer Society, American Cancer Colposcopy and Cervical Pathology and American Society for Clinical Pathology
2012 menganjurkan pemeriksaan pap smear dimulai pada semua wanita yang telah berusia 21 tahun karena remaja memiliki risiko yang sangat rendah terkena
kanker serviks dan wanita yang berusia 21-29 tahun harus melakukan pap smear setiap tiga tahun sekali. Setelah wanita tersebut mendapatkan tiga atau lebih pap
smear normal, tes dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang sesuai dengan yang dianjurkan dokter. Diperkirakan sebanyak 40 kanker serviks
invasif dapat dicegah dengan skrining pap smear interval 3 tahun. Tingginya
angka kematian penderita kanker serviks di Indonesia disebabkan sebagian besar penderita kanker serviks baru datang berobat setelah stadium lanjut, sekitar 70
Universitas Sumatera Utara
datang dalam stadium lanjut, hal ini karena kurangnya kesadaran wanita Indonesia
untuk mencegah dan mendeteksi secara dini kanker serviks Depkes, 2008.
Sari 2009 dalam penelitiannya menyatakan adanya hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu tentang kanker serviks, dimana sebagian besar ibu
57,1 berpengetahuan baik dan juga memiliki sikap yang positif 82,8. Kelurahan Bane merupakan salah satu kelurahan di Kota Pematangsiantar
dan merupakan salah satu desa yang berada pada cakupan wilayah kerja Puskesmas Bane. Berdasarkan hasil survei peneliti tahun 2012, Kelurahan Bane
mempunyai jumlah penduduk sebanyak 6.961 orang dan jumlah penduduk wanita 3.496 orang. Jumlah wanita usia 20 – 49 sebanyak 1.750 dengan jumlah pasangan
usia subur PUS sebanyak 772 pasangan. Puskesmas Bane belum pernah mengadakan penyuluhan tentang deteksi dini kanker serviks dengan melakukan
pemeriksaan pap smear kepada penduduk di wilayahnya. Kurangnya informasi atau pendidikan kesehatan tentang pencegahan dini kanker serviks dengan
melakukan pemeriksaan pap smear dan berdasarkan hasil survei peneliti 2012 penderita kanker serviks tahun 2011 sebanyak 33 kasus, dan tahun 2012 sebanyak
40 kasus serta masyarakat yang melakukan pemeriksaan pap smear di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2011 sebanyak
45 orang dan tahun 2012 sebanyak 9 orang Medical Record RSUD dr. Djasamen Saragih
Dari permasalahan diatas penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “ Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pasangan Usia Subur Tentang
Pemeriksaan Pap smear di Kelurahan Bane, Kecamatan Siantar Utara”.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Pertanyaan Penelitian