PENGARUH CAMPURAN SERAT KELAPA SAWIT DAN AMPAS TEBU DENGAN BATUBARA DALAM PEMBUATAN BRIKET BIOCOAL TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAJU PEMBAKARAN
Lidya Ganda Putri
ABSTRAK
PENGARUH CAMPURAN SERAT KELAPA SAWIT DAN AMPAS TEBU
DENGAN BATUBARA DALAM PEMBUATAN BRIKET BIOCOAL
TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAJU PEMBAKARAN
Oleh
Lidya Ganda Putri
Batu bara adalah batuan yang dapat terbakar yang lebih dari 50 - 70% berat
volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbon, nitrogen
dan hidrogen. Batu bara dapat diubah menjadi cair melalui pencairan
(liquefication), menjadi gas melalui gasifikasi atau sesuai dengan aslinya (padat).
Salah satu dari sekian banyak komersialisasi batu bara yang menggunakan
teknologi sederhana adalah pengemasan batu bara yang lebih sering disebut
dengan pembriketan. Briket batu bara lebih sulit dinyalakan dibandingkan dengan
bahan bakar lainnya karena bahan utama yang terkandung di dalam batu bara sulit
terbakar pada awal penyalaan dan dipengaruhi ukuran briket. Hal ini juga
mempengaruhi laju pembakaran yang relatif lama. Dengan permasalahan
tersebut, dibutuhkan sebuah briket batu bara yang harus memiliki laju pembakaran
yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya. Untuk membuat briket
batu bara yang laju pembakarannya dapat dipercepat bisa dicampurkan dengan
bahan lain yang mudah terbakar. Briket bio-batu bara atau yang dikenal dengan
biocoal, komposisinya tidak hanya terdiri dari kapur dan zat perekat namun
ditambahkan campuran biomassa didalamnya untuk mempercepat pembakaran.
Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dua jenis serat (serat kelapa sawit dan
ampas tebu ukuran panjang 0,5 dan 1 cm dengan 4 taraf prosentase yaitu: 16%,
31,9%, 47,7% dan 63,7% dengan 5x ulangan dalam setiap perlakuan. Lem yang
terbuat dari tepung tapioka dengan prosentase 2,2%. Tanah liat berprosentase
6,4% dan batu bara berprosentase 75,4%, 59,5%, 43,7% dan 27,7%. Dan
dilaksanakan dalam tujuh tahap yaitu (1) tahap pengumpulan alat dan bahan serta
penyiapan bahan baku, (2) tahap pembuatan lem, (3) tahap pengecilan ukuran batu
bara (2 mm), biomassa (serat kelapa sawit dan ampas tebu dengan ukuran panjang
0,5 dan 1 cm), dan tanah liat (2 mm), (4) tahap pencampuran bahan perekat, tanah
liat, biomassa (serat kelapa sawit atau ampas tebu) dan batu bara, (5) tahap
pencetakkan adonan briket biocoal dan briket murni (6) tahap pengeringan briket
yang telah dicetak, dan (7) tahap pengujian mutu untuk mengetahui sifat fisik
Lidya Ganda Putri
pada briket biocoal yang terbagi atas pengujian kerapatan, kekerasan, kekuatan
briket batu bara dan pengujian lama pembakaran briket biocoal, briket murni,
briket biasa dan briket super kemudian analisis data dengan menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) kemudian analisis dilanjutkan dengan uji
BNT. Pengamatan dan perlakuan yang dilakukan adalah untuk mengetahui
kerapatan, kekuatan dan lama pembakaran briket biocoal.
Pengaruh campuran sifat fisik meliputi kerapatan briket dengan campuran serat
kelapa sawit atau ampas tebu dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran briket biocoal.
serat kelapa sawit ukuran 0,5 cm prosentase 16% kerapatannya paling tinggi
(760,49 kg/m3) dibandingkan dengan serat kelapa sawit ukuran 1 cm dan ampas
tebu ukuran 0,5 cm dan 1 cm pada berbagai prosentase. Kerapatan berbanding
lurus terhadap kekuatan dan laju pembakaran briket biocoal. Rata-rata tegangan
tarik tertinggi terdapat pada campuran serat kelapa sawit ukuran 1 cm (prosentase
31,9%) yaitu sebesar 164,03 x 103 N/m2, sedangkan rata-rata tegangan tarik paling
rendah terdapat pada campuran ampas tebu ukuran 1 cm (prosentase 63,7%) yaitu
sebesar 54,24 x 103 N/m2. Rata-rata tegangan tekan tertinggi terdapat pada
campuran serat kelapa sawit ukuran 1 cm (prosentase 31,9%) yaitu sebesar 141,27
x 103 N/m2, sedangkan rata-rata tegangan tekan paling rendah terdapat pada
campuran ampas tebu ukuran 1 cm (prosentase 63,7%) yaitu sebesar 16,47 x 103
N/m2. Briket biocoal dengan campuran serat kelapa sawit ukuran 0,5 cm dan 1
cm prosentase 47,7% merupakan briket biocoal dengan kualitas baik karena tidak
adanya potongan saat pengujian. Sedangkan untuk briket biocoal dengan
campuran serat kelapa sawit ukuran 0,5 cm prosentase 31,9% merupakan briket
biocoal dengan kualitas yang kurang baik karena paling banyak potongan yang
dihasilkan saat pengujian. Sedangkan sebagai pembanding adalah briket murni
(2,2% lem, 6,4% tanah liat dan 91,4% batubara) memiliki laju pembakaran (2,57
g/menit) yang lebih cepat dibandingkan dengan briket biasa (1,61 g/menit) dan
briket super (2,09 g/menit).
Berdasarkan jenisnya, campuran serat kelapa sawit dan ampas tebu ikut
mempengaruhi laju pembakaran briket biocoal. Serat kelapa sawit ukuran 1 cm
rata-rata memiliki laju pembakaran (3,04 gram/menit) lebih cepat bila
dibandingkan dengan serat kelapa sawit ukuran 0,5 cm (2,91 gram/menit). Ampas
tebu ukuran 1 cm rata-rata memiliki laju pembakaran (3,12 gram/menit) lebih
cepat dibandingkan ampas tebu ukuran 0,5 cm (2,98 gram/menit). Berdasarkan
campuran prosentase serat kelapa sawit atau ampas tebu mempengaruhi laju
pembakaran briket biocoal. Campuran serat kelapa sawit ukuran 0,5 cm
prosentase 63,7% (3,30 gram/menit) lebih cepat laju pembakarannya
dibandingkan dengan prosentase lainnya. Campuran serat kelapa sawit ukuran 1
cm prosentase 31,9%, 47,7% dan 63,7% memiliki laju pembakaran (3,00
gram/menit) yang lebih cepat dibandingkan dengan prosentase 16%.
Semakin tinggi kerapatan briket biocoal semakin lama laju pembakarannya.
Semakin banyak prosentase biomassa yang diberikan maka semakin cepat laju
pembakarannya.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Briket biocoal dengan campuran serat kelapa sawit ukuran panjang 0,5 cm
memiliki kualitas yang baik dari perlakuan lain dilihat dari sifat fisiknya
dengan cara uji menjatuhkan dari ketinggian 2 meter, uji tekan dan uji tarik.
2.
Briket biocoal dengan campuran serat kelapa sawit atau ampas tebu lebih
cepat laju pembakarannya dibandingkan dengan briket murni, briket biasa
dan briket super.
3.
Briket biocoal campuran ampas tebu ukuran panjang 0,5 cm dengan
prosentase 63,7% memiliki laju pembakaran yang lebih baik dibandingkan
briket biocoal lainnya.
4.
Semakin tinggi kerapatan briket biocoal semakin lama laju pembakarannya.
5.
Semakin tinggi prosentase biomassa pada briket biocoal maka semakin cepat
laju pembakarannya.
6.
Biocoal dengan campuran serat kelapa sawit atau ampas tebu memiliki
pengaruh yang sama terhadap laju pembakaran.
60
B. Saran
Dari hasil pengamatan, pembahasan dan kesimpulan penulis menyampaikan saran
sebagai berikut :
1.
Setelah pencetakan briket biocoal dengan campuran serat kelapa sawit atau
ampas tebu, sebaiknya segera dijemur untuk mencegah tumbuhnya jamur.
2.
Pembuatan briket biocoal sebaiknya menggunakan campuran serat kelapa
sawit dan ampas tebu ukuran 1 cm untuk mempercepat laju pembakaran.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu bara adalah batuan yang dapat terbakar yang lebih dari 50 - 70% berat
volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbon. Bahan
organik utamanya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak kulit pohon, daun,
akar, struktur kayu, spora, polen, damar, dan lain-lain. Selanjutnya bahan organik
tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga
menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia, baik sebelum ataupun
sesudah tertutup oleh endapan lainnya. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen. Batu bara dapat diubah menjadi cair melalui pencairan
(liquefication), menjadi gas melalui gasifikasi atau sesuai dengan aslinya (padat).
Penggunaan batu bara dapat dipakai secara langsung atau melalui proses
pengemasan melalui teknologi yang beraneka ragam, mulai dari yang paling
sederhana sampai modern dan bersifat komersil hampir diseluruh dunia. Salah
satu dari sekian banyak komersialisasi batu bara yang menggunakan teknologi
sederhana adalah pengemasan batu bara yang lebih sering disebut dengan
pembriketan (Anonim, 2009).
Briket batu bara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batu bara dengan
sedikit campuran lem yang terbuat dari tepung tapioka dan tanah liat. Bahan baku
utama pada pembuatan briket batu bara ini yaitu batu bara yang sumbernya sangat
berlimpah. Briket batubara merupakan bahan bakar alternatif atau sebagai
pengganti bahan bakar lain seperti minyak dan gas. Penggunaan bahan bakar batu
bara harus lebih ditingkatkan, mengingat pada masa ini dunia sedang mengalami
krisis minyak dan gas. Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya harga
minyak mentah dipasaran Internasional yang disebabkan oleh berkurangnya
cadangan fosil sedangkan kebutuhan terus meningkat. Bahan bakar berupa briket
batu bara ini merupakan bahan bakar alternatif yang murah dan dapat
dikembangkan secara masal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi
dan peralatan yang digunakan relatif sederhana. Untuk memperoleh briket batu
bara yang baik diperlukan batu bara dengan kualitas yang bagus, terutama
memiliki kandungan sulfur dan abu yang rendah. Briket batu bara sangat
ekonomis dan dapat menghasilkan kalori pembakaran yang cukup panjang. Satu
kg briket batu bara dapat dipakai hingga 8 jam dengan pembakaran yang relatif
konstan. Briket batu bara ini sangat cocok untuk dipakai pada kebutuhan akan
energi yang banyak dengan durasi pembakaran yang panjang contohnya seperti
pada industri rumah tangga (Adrihimura, 2009).
Briket batu bara lebih sulit dinyalakan dibandingkan dengan bahan bakar lainnya
karena bahan utama yang terkandung di dalam batu bara sulit terbakar pada awal
penyalaan dan dipengaruhi ukuran briket. Hal ini juga mempengaruhi laju
pembakaran yang relatif lama. Dengan permasalahan tersebut, dibutuhkan sebuah
briket batu bara yang harus memiliki laju pembakaran yang cepat sehingga dapat
digunakan sesuai dengan kebutuhannya. Laju pembakaran pada briket batu bara
dapat dipercepat dengan mencampurkan bahan lain yang mudah terbakar pada
pembuatan briket tersebut. Briket bio-batu bara atau yang dikenal dengan briket
biocoal, komposisinya tidak hanya terdiri dari kapur dan zat perekat namun
ditambahkan campuran biomassa didalamnya sebagai substansi untuk mengurangi
emisi dan mempercepat pembakaran. Adapun campuran biomassa yang dapat
digunakan yaitu ampas tebu dan serat kelapa sawit yang merupakan produk
samping pabrik yang jumlahnya sangat melimpah yang disebut dengan biomassa.
Dalam satu hari pengolahan bisa menghasilkan ratusan ton serat kalapa sawit dan
ampas tebu. Pada umumnya dua jenis serat ini dimanfaatkan sebagai bahan utama
untuk proses pembakaran karena memiliki nilai kalor yang cukup tinggi (Isroi,
2008).
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh campuran serat kelapa sawit
dan ampas tebu dalam pembuatan briket biocoal terhadap sifat fisik dan laju
pembakaran.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para produsen
atau pembuat briket biocoal dari serat kelapa sawit atau ampas tebu, mengenai
pengaruh campuran prosentase biomassa tersebut dalam pembuatan briket biocoal
dan dalam penggunaannya secara efisiensi dapat dinyalakan dan mengamati
proses pematian.
ABSTRAK
PENGARUH CAMPURAN SERAT KELAPA SAWIT DAN AMPAS TEBU
DENGAN BATUBARA DALAM PEMBUATAN BRIKET BIOCOAL
TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAJU PEMBAKARAN
Oleh
Lidya Ganda Putri
Batu bara adalah batuan yang dapat terbakar yang lebih dari 50 - 70% berat
volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbon, nitrogen
dan hidrogen. Batu bara dapat diubah menjadi cair melalui pencairan
(liquefication), menjadi gas melalui gasifikasi atau sesuai dengan aslinya (padat).
Salah satu dari sekian banyak komersialisasi batu bara yang menggunakan
teknologi sederhana adalah pengemasan batu bara yang lebih sering disebut
dengan pembriketan. Briket batu bara lebih sulit dinyalakan dibandingkan dengan
bahan bakar lainnya karena bahan utama yang terkandung di dalam batu bara sulit
terbakar pada awal penyalaan dan dipengaruhi ukuran briket. Hal ini juga
mempengaruhi laju pembakaran yang relatif lama. Dengan permasalahan
tersebut, dibutuhkan sebuah briket batu bara yang harus memiliki laju pembakaran
yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya. Untuk membuat briket
batu bara yang laju pembakarannya dapat dipercepat bisa dicampurkan dengan
bahan lain yang mudah terbakar. Briket bio-batu bara atau yang dikenal dengan
biocoal, komposisinya tidak hanya terdiri dari kapur dan zat perekat namun
ditambahkan campuran biomassa didalamnya untuk mempercepat pembakaran.
Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dua jenis serat (serat kelapa sawit dan
ampas tebu ukuran panjang 0,5 dan 1 cm dengan 4 taraf prosentase yaitu: 16%,
31,9%, 47,7% dan 63,7% dengan 5x ulangan dalam setiap perlakuan. Lem yang
terbuat dari tepung tapioka dengan prosentase 2,2%. Tanah liat berprosentase
6,4% dan batu bara berprosentase 75,4%, 59,5%, 43,7% dan 27,7%. Dan
dilaksanakan dalam tujuh tahap yaitu (1) tahap pengumpulan alat dan bahan serta
penyiapan bahan baku, (2) tahap pembuatan lem, (3) tahap pengecilan ukuran batu
bara (2 mm), biomassa (serat kelapa sawit dan ampas tebu dengan ukuran panjang
0,5 dan 1 cm), dan tanah liat (2 mm), (4) tahap pencampuran bahan perekat, tanah
liat, biomassa (serat kelapa sawit atau ampas tebu) dan batu bara, (5) tahap
pencetakkan adonan briket biocoal dan briket murni (6) tahap pengeringan briket
yang telah dicetak, dan (7) tahap pengujian mutu untuk mengetahui sifat fisik
Lidya Ganda Putri
pada briket biocoal yang terbagi atas pengujian kerapatan, kekerasan, kekuatan
briket batu bara dan pengujian lama pembakaran briket biocoal, briket murni,
briket biasa dan briket super kemudian analisis data dengan menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) kemudian analisis dilanjutkan dengan uji
BNT. Pengamatan dan perlakuan yang dilakukan adalah untuk mengetahui
kerapatan, kekuatan dan lama pembakaran briket biocoal.
Pengaruh campuran sifat fisik meliputi kerapatan briket dengan campuran serat
kelapa sawit atau ampas tebu dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran briket biocoal.
serat kelapa sawit ukuran 0,5 cm prosentase 16% kerapatannya paling tinggi
(760,49 kg/m3) dibandingkan dengan serat kelapa sawit ukuran 1 cm dan ampas
tebu ukuran 0,5 cm dan 1 cm pada berbagai prosentase. Kerapatan berbanding
lurus terhadap kekuatan dan laju pembakaran briket biocoal. Rata-rata tegangan
tarik tertinggi terdapat pada campuran serat kelapa sawit ukuran 1 cm (prosentase
31,9%) yaitu sebesar 164,03 x 103 N/m2, sedangkan rata-rata tegangan tarik paling
rendah terdapat pada campuran ampas tebu ukuran 1 cm (prosentase 63,7%) yaitu
sebesar 54,24 x 103 N/m2. Rata-rata tegangan tekan tertinggi terdapat pada
campuran serat kelapa sawit ukuran 1 cm (prosentase 31,9%) yaitu sebesar 141,27
x 103 N/m2, sedangkan rata-rata tegangan tekan paling rendah terdapat pada
campuran ampas tebu ukuran 1 cm (prosentase 63,7%) yaitu sebesar 16,47 x 103
N/m2. Briket biocoal dengan campuran serat kelapa sawit ukuran 0,5 cm dan 1
cm prosentase 47,7% merupakan briket biocoal dengan kualitas baik karena tidak
adanya potongan saat pengujian. Sedangkan untuk briket biocoal dengan
campuran serat kelapa sawit ukuran 0,5 cm prosentase 31,9% merupakan briket
biocoal dengan kualitas yang kurang baik karena paling banyak potongan yang
dihasilkan saat pengujian. Sedangkan sebagai pembanding adalah briket murni
(2,2% lem, 6,4% tanah liat dan 91,4% batubara) memiliki laju pembakaran (2,57
g/menit) yang lebih cepat dibandingkan dengan briket biasa (1,61 g/menit) dan
briket super (2,09 g/menit).
Berdasarkan jenisnya, campuran serat kelapa sawit dan ampas tebu ikut
mempengaruhi laju pembakaran briket biocoal. Serat kelapa sawit ukuran 1 cm
rata-rata memiliki laju pembakaran (3,04 gram/menit) lebih cepat bila
dibandingkan dengan serat kelapa sawit ukuran 0,5 cm (2,91 gram/menit). Ampas
tebu ukuran 1 cm rata-rata memiliki laju pembakaran (3,12 gram/menit) lebih
cepat dibandingkan ampas tebu ukuran 0,5 cm (2,98 gram/menit). Berdasarkan
campuran prosentase serat kelapa sawit atau ampas tebu mempengaruhi laju
pembakaran briket biocoal. Campuran serat kelapa sawit ukuran 0,5 cm
prosentase 63,7% (3,30 gram/menit) lebih cepat laju pembakarannya
dibandingkan dengan prosentase lainnya. Campuran serat kelapa sawit ukuran 1
cm prosentase 31,9%, 47,7% dan 63,7% memiliki laju pembakaran (3,00
gram/menit) yang lebih cepat dibandingkan dengan prosentase 16%.
Semakin tinggi kerapatan briket biocoal semakin lama laju pembakarannya.
Semakin banyak prosentase biomassa yang diberikan maka semakin cepat laju
pembakarannya.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Briket biocoal dengan campuran serat kelapa sawit ukuran panjang 0,5 cm
memiliki kualitas yang baik dari perlakuan lain dilihat dari sifat fisiknya
dengan cara uji menjatuhkan dari ketinggian 2 meter, uji tekan dan uji tarik.
2.
Briket biocoal dengan campuran serat kelapa sawit atau ampas tebu lebih
cepat laju pembakarannya dibandingkan dengan briket murni, briket biasa
dan briket super.
3.
Briket biocoal campuran ampas tebu ukuran panjang 0,5 cm dengan
prosentase 63,7% memiliki laju pembakaran yang lebih baik dibandingkan
briket biocoal lainnya.
4.
Semakin tinggi kerapatan briket biocoal semakin lama laju pembakarannya.
5.
Semakin tinggi prosentase biomassa pada briket biocoal maka semakin cepat
laju pembakarannya.
6.
Biocoal dengan campuran serat kelapa sawit atau ampas tebu memiliki
pengaruh yang sama terhadap laju pembakaran.
60
B. Saran
Dari hasil pengamatan, pembahasan dan kesimpulan penulis menyampaikan saran
sebagai berikut :
1.
Setelah pencetakan briket biocoal dengan campuran serat kelapa sawit atau
ampas tebu, sebaiknya segera dijemur untuk mencegah tumbuhnya jamur.
2.
Pembuatan briket biocoal sebaiknya menggunakan campuran serat kelapa
sawit dan ampas tebu ukuran 1 cm untuk mempercepat laju pembakaran.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu bara adalah batuan yang dapat terbakar yang lebih dari 50 - 70% berat
volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbon. Bahan
organik utamanya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak kulit pohon, daun,
akar, struktur kayu, spora, polen, damar, dan lain-lain. Selanjutnya bahan organik
tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga
menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia, baik sebelum ataupun
sesudah tertutup oleh endapan lainnya. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen. Batu bara dapat diubah menjadi cair melalui pencairan
(liquefication), menjadi gas melalui gasifikasi atau sesuai dengan aslinya (padat).
Penggunaan batu bara dapat dipakai secara langsung atau melalui proses
pengemasan melalui teknologi yang beraneka ragam, mulai dari yang paling
sederhana sampai modern dan bersifat komersil hampir diseluruh dunia. Salah
satu dari sekian banyak komersialisasi batu bara yang menggunakan teknologi
sederhana adalah pengemasan batu bara yang lebih sering disebut dengan
pembriketan (Anonim, 2009).
Briket batu bara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batu bara dengan
sedikit campuran lem yang terbuat dari tepung tapioka dan tanah liat. Bahan baku
utama pada pembuatan briket batu bara ini yaitu batu bara yang sumbernya sangat
berlimpah. Briket batubara merupakan bahan bakar alternatif atau sebagai
pengganti bahan bakar lain seperti minyak dan gas. Penggunaan bahan bakar batu
bara harus lebih ditingkatkan, mengingat pada masa ini dunia sedang mengalami
krisis minyak dan gas. Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya harga
minyak mentah dipasaran Internasional yang disebabkan oleh berkurangnya
cadangan fosil sedangkan kebutuhan terus meningkat. Bahan bakar berupa briket
batu bara ini merupakan bahan bakar alternatif yang murah dan dapat
dikembangkan secara masal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi
dan peralatan yang digunakan relatif sederhana. Untuk memperoleh briket batu
bara yang baik diperlukan batu bara dengan kualitas yang bagus, terutama
memiliki kandungan sulfur dan abu yang rendah. Briket batu bara sangat
ekonomis dan dapat menghasilkan kalori pembakaran yang cukup panjang. Satu
kg briket batu bara dapat dipakai hingga 8 jam dengan pembakaran yang relatif
konstan. Briket batu bara ini sangat cocok untuk dipakai pada kebutuhan akan
energi yang banyak dengan durasi pembakaran yang panjang contohnya seperti
pada industri rumah tangga (Adrihimura, 2009).
Briket batu bara lebih sulit dinyalakan dibandingkan dengan bahan bakar lainnya
karena bahan utama yang terkandung di dalam batu bara sulit terbakar pada awal
penyalaan dan dipengaruhi ukuran briket. Hal ini juga mempengaruhi laju
pembakaran yang relatif lama. Dengan permasalahan tersebut, dibutuhkan sebuah
briket batu bara yang harus memiliki laju pembakaran yang cepat sehingga dapat
digunakan sesuai dengan kebutuhannya. Laju pembakaran pada briket batu bara
dapat dipercepat dengan mencampurkan bahan lain yang mudah terbakar pada
pembuatan briket tersebut. Briket bio-batu bara atau yang dikenal dengan briket
biocoal, komposisinya tidak hanya terdiri dari kapur dan zat perekat namun
ditambahkan campuran biomassa didalamnya sebagai substansi untuk mengurangi
emisi dan mempercepat pembakaran. Adapun campuran biomassa yang dapat
digunakan yaitu ampas tebu dan serat kelapa sawit yang merupakan produk
samping pabrik yang jumlahnya sangat melimpah yang disebut dengan biomassa.
Dalam satu hari pengolahan bisa menghasilkan ratusan ton serat kalapa sawit dan
ampas tebu. Pada umumnya dua jenis serat ini dimanfaatkan sebagai bahan utama
untuk proses pembakaran karena memiliki nilai kalor yang cukup tinggi (Isroi,
2008).
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh campuran serat kelapa sawit
dan ampas tebu dalam pembuatan briket biocoal terhadap sifat fisik dan laju
pembakaran.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para produsen
atau pembuat briket biocoal dari serat kelapa sawit atau ampas tebu, mengenai
pengaruh campuran prosentase biomassa tersebut dalam pembuatan briket biocoal
dan dalam penggunaannya secara efisiensi dapat dinyalakan dan mengamati
proses pematian.